Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksistensi dan Independensi Mahkamah Kehormatan Dewan Terkait Fungsi Pengawasan terhadap Anggota DPR T1 312012024 BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
I.
LATAR BELAKANG MASALAH
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan badan legislatif yang ada di Indonesia. Pengaturan mengenai DPR dituangkan dalam Bab VII Pasal 19 sampai Pasal 22 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang kemudian diatur secara lebih lanjut mengenai tugas dan kewenangannya dalam Pasal 71 sampai Pasal 75 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang telah diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).
DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat dipandang sebagai institusi yang memiliki legitimasi paling kuat dalam pembentukan undang-undang yang akan mengikat warga negara serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan kekuasaan pemerintah.1
Fungsi DPR tidak hanya meliputi pembentukan Undang-Undang semata, namun fungsi utama DPR adalah untuk menyalurkan aspirasi rakyat. Dalam posisi
1 Bivitri Susanti, Semua Harus Terwakili : Studi mengenai Reposisi MPR, DPR, dan
Lembaga Kepresidenan di Indonesia, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Jakarta, 2000, h.1-2.
(2)
sebagai lembaga penyalur aspirasi rakyat, lembaga kontrol, dan lembaga penilai, DPR selalu dituntut berada dalam kadar kualitas sesuai dengan kaidah pemerintahan yang baik, bersih, serta berwibawa tanpa menggunakan kekuasaan untuk kepentingan diri sendiri maupun kepentingan kelompok.2
Namun pada kenyataanya, banyak anggota DPR yang tidak melaksanakan perannya secara optimal selama menduduki posisi sebagai wakil rakyat. DPR dikatakan sebagai lembaga yang “impoten” karena tidak mampu menggunakan hak dan wewenang yang dimilkinya dengan baik.3
Untuk itulah diperlukan pengawasan terhadap anggota DPR agar kinerjanya selama menjadi wakil rakyat lebih optimal. Pengawasan terhadap anggota DPR dilakukan oleh Presiden sebagai lembaga eksekutif yang sejajar kedudukannya dengan lembaga legislatif dan yudikatif.
Disisi lain, DPR sendiri juga memiliki alat kelengkapan berupa lembaga pengawas yang bertujuan untuk menjaga serta menegakkan keluhuran martabat anggota DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat yaitu Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). DPR juga sebelumnya pernah membentuk Badan Kehormatan (BK) yang memiliki tujuan, tugas dan fungsi yang sama dengan MKD.
Pada umumnya, lembaga pengawas digunakan untuk bidang profesi saja. Profesi merupakan suatu konsep yang lebih spesifik dibandingkan pekerjaan.
2 Jawa Pos, Kontroversi UU MD3, 18 Juli 2014,
http://www.jawapos.com/baca/opinidetail/4564/Kontroversi-UU-MD3, dikunjungi pada tanggal 28 Januari 2015 pukul 17.50.
(3)
Suatu profesi adalah pekerjaan, tapi tidak semua pekerjaan adalah profesi.4 Dan
DPR jelas bukan merupakan sebuah profesi.
Hal ini dapat dilihat dari susunan keanggotaan MKD yang berasal dari anggota DPR itu sendiri. Akan lebih baik jika keanggotaan MKD bukan berasal dari anggota DPR, melainkan berasal dari kalangan profesional yang memiliki kemampuan yang memadai untuk melakukan pengawasan terhadap anggota DPR.
Kehadiran MKD menimbulkan banyak permasalahan baru, salah satunya terkait dengan kewenangan MKD yang dinilai terlalu berlebihan. Bahkan, permohonan uji materi terhadap ketentuan terkait telah diajukan oleh sejumlah pihak terhadap Mahkamah Konstitusi. Seperti pada Pasal 245 ayat (3) UU MD3 menyatakan bahwa :
“Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap
anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan.”
Jika ditilik secara lebih mendalam, Mahkamah Konstitusi (MK) me-nyatakan bahwa izin tertulis dari MKD tidak tepat, MKD sebagai salah satu alat kelengkapan DPR merupakan lembaga etik yang tidak memiliki hubungan langsung apapun pada sistem peradilan pidana dan berpotensi menimbulkan gangguan secara langsung ataupun tidak langsung terhadap kinerja dari aparat penegak hukum. Karena, seharusnya aparat penegak hukum dalam melaksanakan proses peradilan, mulai dari penyelidikan sampai adanya putusan pengadilan tidak
4Sidharta, Moralitas Profesi Hukum: Suatu Tawaran Kerangka Berpikir, Penerbit Replika
(4)
boleh mendapatkan hambatan apapun. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pengisian anggota MKD dari dan oleh anggota DPR pun dinilai menimbulkan konflik kepentingan.5
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat diketahui bahwa DPR tidak memenuhi semua unsur untuk dapat dikatakan sebagai sebuah lembaga profesi. Unsur lain yang mendukung bahwa DPR bukanlah merupakan suatu profesi yaitu MKD juga merupakan lembaga pengawas yang kedudukannya setara dengan anggota DPR lainnya.
Dengan berbagai pro dan kontra yang timbul seiring kehadiran MKD, tentunya akan menjadi tugas yang sangat berat bagi MKD untuk dapat membuktikan eksistensi dan independensinya terhadap masyarakat ditengah krisis kepercayaan masyarakat terhadap kinerja MKD. MKD dianggap tidak akan dapat menjalankan tugasnya secara optimal, karena MKD akan membela anggota DPR yang merupakan sesama rekannya di kursi parlemen ataupun untuk kepentingan partai politik tempatnya berasal.
Dalam penelitian ini, akan membahas secara jelas mengenai Eksistensi dan Independensi mengenai MKD sebagai salah satu alat kelengkapan yang dibentuk sendiri oleh DPR sebagai pengganti dari BK yang pada dasarnya memilki tujuan awal pembentukan yang sama, yaitu untuk menjaga serta menegakkan keluhuran martabat anggota DPR sebagai lembaga perwakilan.
5 Izin Presiden jika Periksa DPR : Putusan Mahkamah Konstitusi Perpanjang Birokrasi
(5)
Eksistensi adalah kata yang berasal dari bahasa latin yaitu existere yang memiliki arti : muncul, ada, timbul dan berada. Hal ini kemudian melahirkan empat penjelasan baru tentang eksistensi, antara lain:6
a. Eksistensi adalah apa yang ada.
b. Eksistensi adalah segala sesuatu yang dialami dengan penekanan bahwa sesuatu itu ada.
c. Eksistensi adalah apa yang dimiliki. d. Eksistensi adalah kesempurnaan.
Namun, konsep Eksistensi yang dimaksudkan dalam skripsi ini adalah terkait keberadaan MKD selaku alat kelengkapan DPR yang baru pengganti BK dengan sejumlah tugas dan kewenangan yang dimilikinya. Sementara itu, istilah Independensi sendiri berasal dari bahasa Inggris, yaitu Independent yang berarti bebas, merdeka, atau berdiri sendiri. Konsep Independensi yang dimaksudkan dalam skripsi ini yaitu terkait kemandirian MKD dalam menjalankan tugas dan wewenangnya terutama dalam mengadili dan memutus perkara pelanggaran kode etik yang melibatkan anggota DPR tanpa terbentur oleh konflik kepentingan pribadi maupun partai politik.
Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian yang berjudul “Eksistensi dan Independensi Mahkamah Kehormatan Dewan
Terkait Fungsi Pengawasan Terhadap Anggota DPR”.
(6)
II.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah kehadiran MKD sebagai lembaga pengawas sangat diperlukan oleh DPR dalam upaya menjaga serta menegakkan keluhuran martabat anggota DPR sebagai lembaga perwakilan?
2. Apakah DPR merupakan sebuah lembaga profesi sehingga memerlukan lembaga pengawas internal berupa MKD?
III.
TUJUAN PENELITIAN
Dari pemaparan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian dan penulisan hukum ini adalah:
1. Untuk mengetahui apakah peran MKD sangat dibutuhkan dalam upaya menjaga serta menegakkan keluhuran martabat anggota DPR.
2. Untuk mengetahui apakah DPR merupakan sebuah lembaga profesi sehingga memerlukan MKD sebagai alat kelengkapannya.
IV.
MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian dan penulisan hukum ini adalah:
(7)
1. Untuk memberikan informasi bagi masyarakat, khususnya para akademisi yang memerlukan bahan hukum terkait dalam bidang kelembagaan negara yaitu mengenai eksistensi dan independensi MKD sebagai alat kelengkapan yang dibentuk sendiri oleh DPR.
2. Untuk dijadikan bahan referensi bagi masyarakat, khususnya para akademisi yang memerlukan bahan hukum terkait dalam bidang kelembagaan negara yaitu mengenai eksistensi dan independensi MKD sebagai alat kelengkapan yang dibentuk sendiri oleh DPR.
V.
METODE PENELITIAN
1. Spesifikasi Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu penelitian yang bersifat deskriftif analisis yang menggambarkan objek atau masalah yang sedang terjadi dalam penelitian dengan tujuan untuk meneliti secara lebih mendalam mengenai eksistensi dan independensi MKD dalam menjaga serta menegakkan keluhuran dan kehormatan DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat.
2. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian dilakukan melalui Metode Pendekatan Perundang-Undangan (Statue Approach), yaitu berusaha membahas permasalahan Eksistensi dan Independensi MKD Terkait Fungsi Pengawasan Terhadap Anggota DPR dengan
(8)
menelaah sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait.yakni UUD 1945 dan UU MD3.
Selain melalui Metode Pendekatan Perundang-Undangan (Statue Approach), metode pendekatan lain yang digunakan adalah Metode Pendekatan Konseptual (Conseptual Approach). Melalui metode pendekatan ini, penulis berusaha meneliti permasalahan Eksistensi dan Independensi MKD Terkait Fungsi Pengawasan Terhadap Anggota DPR dengan bantuan konsep-konsep yang dirumuskan oleh para ahli dan sarjana di bidang hukum.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam melakukan penelitian dan penulisan ini, tentunya penulis memerlukan data pendukung dan bahan lainnya yang dapat menunjang penulisan ini dan memecahkan permasalahan yang akan dibahas didalam penelitian ini.
Untuk itulah dalam melakukan pengumpulan data dan bahan pendukung lainnya, penulis menggunakan metode sebagai berikut:
1) Studi Kepustakaan (Library Research)
Merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan literatur atau buku-buku yang substansinya berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini yang bersifat teoritis. Studi kepustakaan dilakukan dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisa bahan-bahan studi kepustakaan yang meliputi:
(9)
a. Bahan Hukum Primer
Merupakan bahan-bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari norma ataupun kaidah, peraturan, dan dokumen-dokumen tertulis lainnya yang diperlukan dalam penelitian ini. Bahan hukum primer yang digunakan adalah sebagai berikut:
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).
- Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3 Lama).
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3 Baru).
(10)
b. Bahan Hukum Sekunder
Merupakan bahan hukum pendukung yang memberikan penjelasan tambahan terkait dengan bahan hukum primer yang telah ada. Bahan hukum sekunder yang digunakan berupa hasil penelitian para ahli dan sarjana, website, surat kabar, dan bahan lainnya yang sejenis.
c. Bahan Hukum Tersier
Merupakan bahan-bahan pendukung yang bersifat memperkaya dan memberikan petunjuk yang lebih spesifik dari bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus dan ensiklopedia serta bahan-bahan perkuliahan yang mendukung penulisan ini.
(1)
Eksistensi adalah kata yang berasal dari bahasa latin yaitu existere yang memiliki arti : muncul, ada, timbul dan berada. Hal ini kemudian melahirkan empat penjelasan baru tentang eksistensi, antara lain:6
a. Eksistensi adalah apa yang ada.
b. Eksistensi adalah segala sesuatu yang dialami dengan penekanan bahwa sesuatu itu ada.
c. Eksistensi adalah apa yang dimiliki. d. Eksistensi adalah kesempurnaan.
Namun, konsep Eksistensi yang dimaksudkan dalam skripsi ini adalah terkait keberadaan MKD selaku alat kelengkapan DPR yang baru pengganti BK dengan sejumlah tugas dan kewenangan yang dimilikinya. Sementara itu, istilah Independensi sendiri berasal dari bahasa Inggris, yaitu Independent yang berarti bebas, merdeka, atau berdiri sendiri. Konsep Independensi yang dimaksudkan dalam skripsi ini yaitu terkait kemandirian MKD dalam menjalankan tugas dan wewenangnya terutama dalam mengadili dan memutus perkara pelanggaran kode etik yang melibatkan anggota DPR tanpa terbentur oleh konflik kepentingan pribadi maupun partai politik.
Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian yang berjudul “Eksistensi dan Independensi Mahkamah Kehormatan Dewan Terkait Fungsi Pengawasan Terhadap Anggota DPR”.
(2)
II.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah kehadiran MKD sebagai lembaga pengawas sangat diperlukan oleh DPR dalam upaya menjaga serta menegakkan keluhuran martabat anggota DPR sebagai lembaga perwakilan?
2. Apakah DPR merupakan sebuah lembaga profesi sehingga memerlukan lembaga pengawas internal berupa MKD?
III.
TUJUAN PENELITIAN
Dari pemaparan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian dan penulisan hukum ini adalah:
1. Untuk mengetahui apakah peran MKD sangat dibutuhkan dalam upaya menjaga serta menegakkan keluhuran martabat anggota DPR.
2. Untuk mengetahui apakah DPR merupakan sebuah lembaga profesi sehingga memerlukan MKD sebagai alat kelengkapannya.
IV.
MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian dan penulisan hukum ini adalah:
(3)
1. Untuk memberikan informasi bagi masyarakat, khususnya para akademisi yang memerlukan bahan hukum terkait dalam bidang kelembagaan negara yaitu mengenai eksistensi dan independensi MKD sebagai alat kelengkapan yang dibentuk sendiri oleh DPR.
2. Untuk dijadikan bahan referensi bagi masyarakat, khususnya para akademisi yang memerlukan bahan hukum terkait dalam bidang kelembagaan negara yaitu mengenai eksistensi dan independensi MKD sebagai alat kelengkapan yang dibentuk sendiri oleh DPR.
V.
METODE PENELITIAN
1. Spesifikasi Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu penelitian yang bersifat deskriftif analisis yang menggambarkan objek atau masalah yang sedang terjadi dalam penelitian dengan tujuan untuk meneliti secara lebih mendalam mengenai eksistensi dan independensi MKD dalam menjaga serta menegakkan keluhuran dan kehormatan DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat.
2. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian dilakukan melalui Metode Pendekatan Perundang-Undangan (Statue Approach), yaitu berusaha membahas permasalahan Eksistensi dan Independensi MKD Terkait Fungsi Pengawasan Terhadap Anggota DPR dengan
(4)
menelaah sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait.yakni UUD 1945 dan UU MD3.
Selain melalui Metode Pendekatan Perundang-Undangan (Statue Approach), metode pendekatan lain yang digunakan adalah Metode Pendekatan Konseptual (Conseptual Approach). Melalui metode pendekatan ini, penulis berusaha meneliti permasalahan Eksistensi dan Independensi MKD Terkait Fungsi Pengawasan Terhadap Anggota DPR dengan bantuan konsep-konsep yang dirumuskan oleh para ahli dan sarjana di bidang hukum.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam melakukan penelitian dan penulisan ini, tentunya penulis memerlukan data pendukung dan bahan lainnya yang dapat menunjang penulisan ini dan memecahkan permasalahan yang akan dibahas didalam penelitian ini.
Untuk itulah dalam melakukan pengumpulan data dan bahan pendukung lainnya, penulis menggunakan metode sebagai berikut:
1) Studi Kepustakaan (Library Research)
Merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan literatur atau buku-buku yang substansinya berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini yang bersifat teoritis. Studi kepustakaan dilakukan dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisa bahan-bahan studi kepustakaan yang meliputi:
(5)
a. Bahan Hukum Primer
Merupakan bahan-bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari norma ataupun kaidah, peraturan, dan dokumen-dokumen tertulis lainnya yang diperlukan dalam penelitian ini. Bahan hukum primer yang digunakan adalah sebagai berikut:
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).
- Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3 Lama).
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3 Baru).
(6)
b. Bahan Hukum Sekunder
Merupakan bahan hukum pendukung yang memberikan penjelasan tambahan terkait dengan bahan hukum primer yang telah ada. Bahan hukum sekunder yang digunakan berupa hasil penelitian para ahli dan sarjana, website, surat kabar, dan bahan lainnya yang sejenis.
c. Bahan Hukum Tersier
Merupakan bahan-bahan pendukung yang bersifat memperkaya dan memberikan petunjuk yang lebih spesifik dari bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus dan ensiklopedia serta bahan-bahan perkuliahan yang mendukung penulisan ini.