Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksistensi dan Independensi Mahkamah Kehormatan Dewan Terkait Fungsi Pengawasan terhadap Anggota DPR T1 312012024 BAB II

(1)

BAB II

KAJIAN TEORETIK DAN KAJIAN NORMATIF

I. KAJIAN TEORETIK

A. Teori Lembaga Perwakilan

Teori lembaga perwakilan muncul karena asas demokrasi langsung menurut Rousseau tidak mungkin lagi dapat dijalankan, disebabkan bertambahnya penduduk, luasnya wilayah negara dan bertambah rumitnya urusan kenegaraan. Lembaga perwakilan adalah cara yang sangat praktis untuk memungkinkan anggota masyarakat menerapkan pengaruhnya terhadap orang-orang yang menjalankan tugas kenegaraan.1

George Jellinek menyatakan timbulnya konstruksi lembaga perwakilan dikarenakan adanya 3 hal yaitu:2

a. Sebagai pengaruh hukum perdata Romawi diabad menengah. b. Adanya sistem feodal diabad menengah.

c. Situasi abad menengah itu sendiri.

Dalam teorinya ada beberapa macam dari lembaga perwakilan, yaitu:3

1) Teori Mandat

Si wakil dianggap duduk di Lembaga Perwakilan karena mendapat mandate dari rakyat sehingga disebut mandataris. Ajaran ini muncul di

1

Sidharta, Moralitas Profesi Hukum: Suatu Tawaran Kerangka Berpikir,Op.Cit., h.143.

2

Ibid, h.144.

3


(2)

Perancis sebelum revolusi dan dipelopori oleh Rousseau dan diperkuat oleh Petion. Sesuai dengan perkembangan zaman, maka teori mandat ini pun menyesuaikan diri dengan kebutuhan zaman. Pertama kali lahir teori mandat ini disebut sebagai:

a. Mandat Imperatif

Menurut ajaran si wakil bertugas dan bertindak di Lembaga Perwakilan sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh lembaga yang diwakilinya. Kalau setiap kali ada masalah baru harus minta mandat baru, ini berarti menghambat tugas lembaga perwakilan tersebut maka lahirlah teori mandat baru yang disebut:

b. Mandat Bebas

Ajaran ini dipelopori antara lain oleh Abbe Sieyes di Perancis dan Black Stone di Inggris. Ajaran ini berpendapat bahwa si wakil dapat bertindak tanpa tergantung dari instruksi yang diwakilinya. Menurut ajaran ini si wakil adalah orang-orang yang terpercaya dan terpilih serta memiliki kesadaran hukum masyarakat yang diwakilinya, sehingga si wakil dapat bertindak atas nama mereka yang diwakilinya atau atas nama rakyat.

Teori ini kemudian berkembang lagi menjadi: c. Mandat Representative

Disini si wakil dianggap bergabung dalam suatu Lembaga Perwakilan (Parlemen). Rakyat memilih dan memberikan mandat pada parlemen, sehingga si wakil sebagai individu tidak ada hubungan dengan pemiliknya apalagi pertanggungjawabannya.


(3)

Lembaga perwakilan (parlemen) inilah yang bertanggung jawab kepada rakyat.

2) Teori Organ

Teori ini dibangun oleh Von Gierke yang berkebangsaan Jerman. Menurut teori ini negara merupakan suatu organisme yang mempunyai alat-alat perlengkapannya seperti Eksekutif, Parlemen dan mempunyai rakyat yang kesemuanya mempunyai fungsi sendiri-sendiri dan saling tergantung satu sama lain. Maka sesudah rakyat memilih Lembaga Perwakilan mereka tidak perlu lagi mencampuri Lembaga tersebut dan lembaga ini bebas berfungsi sesuai dengan wewenang yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar. Teori ini juga didukung oleh George Jellinek yang menyatakan bahwa rakyat adalah organ yang primer, tetapi tidak dapat menyatakan kehendaknya maka harus ada organ sekunder yaitu Parlemen, jadi tidak perlu mempersoalkan hubungan antara si wakil dengan yang diwakili dari segi hukum.

B. Teori Pengawasan Dalam Lembaga Negara

Lembaga negara merupakan suatu organ yang turut terlibat dalam proses pemerintahan didalam sebuah negara. Untuk itulah diperlukan suatu mekanisme pengawasan yang dapat memantau dan mengontrol kinerja dari lembaga negara tersebut. Pengawasan dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu pengawasan internal dan pengawasan eksternal. Berikut ini akan dijabarkan secara lebih rinci terkait Konsep dan Teori Pengawasan Internal dan Eksternal.


(4)

1. Konsep dan Teori Pengawasan Internal Konsep Pengawasan Internal

Pengawasan Internal adalah pengawasan yang dilakukan oleh satu badan yang terorganisir masih termasuk dalam linkungan pemerintah sendiri. Atau seluruh proses kegiatan audit ,review, pemantauan, evaluasi, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi, biasanya dilakukan dalam hierarki atau dari atasan kepada bawahannya. Atau disebut juga pengawasan melekat.

Dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolak ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. pengawasan internal dilakukan untuk kepentingan pimpinan dalam rangka mewujudkan tata kepemerintahan yang baik.

Instruksi presiden No. 15 Tahun 1983 pasal 2 ayat 1 menyebutkan bahwa pengawasan terdiri atas :

(a) Pengawasan yang dilakukan langsung oleh pemimpin/atasan langsung, baik di tingkat pusat maupun daerah.

(b) Pengawasan yang dilakukan secara fungsional oleh aparat pengawasan.


(5)

Teori pengawasan Internal

Teori pengawasan internal yaitu berdasarkan pada keyakinan dan perilaku dalam organisasi tersebut, dan pengawasan yang dilakukan dalam pengawasan internal yaitu melalui motivasi yang dilakukan atasan kepada bawahan.

Tujuan pengawasan internal:

- Memastikan bahwa segala sesuatunya berjalan sesuai dengan mandate, visi, misi, tujuan serta target-target organisasi.

- Mengetahui tingkat akuntabilitas kinerja tiap instansi yang akan dijadikan parameter penilaian dan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasarn yang telah ditetapkan dalam Restra instansi.

- Dua tujuan utama yaitu akuntabilitas dan proses belajar.

2. Konsep dan teori pengawasan Eksternal

Konsep Pengawasan Eksternal

Pengawasan eksternal adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang atau badan yang ada di luar unit organisai yang bersangkutan. Contohnya : BPK dan KPK.

Teori pengawasan ekstern

Teori dari pengawasan ekstern yaitu Kontrol Eksternal. Banyak kendala yang sekarang merupakan bagian integral dari


(6)

sebuah instasnsi lingkungan operasi eksternal dihasilkan pada dasarnya ada tiga kategori control eksternal :

- Hukum dan peraturan yang diberlakukan oleh Kongres pada pelaksanaan manajemen publik, yang menghambat dan mempengaruhi birokrasi perilaku.

- Kongres kontrol pada anggaran instansi yang dapat mempengaruhi perilaku organisasi dengan baik menghambat atau menfasilitasi kemampuannya untuk memenuhi misinya dan

- Dinas sipil sistem kontrol hirarkis yang kaku, yang memberikan kerangka di mana birokrasi tersebut kembali cruited, terlatih, dipromosikan dan dikelola.

Pengawasan Internal Dan Eksternal oleh berbagai komponen aktor (elemen) dalam masyarakat perlu diperkuat.Fungsi dari pengawasan internal dan eksternal yaitu adanya alat ukur untuk memperkuat system evaluasi dan operasi yang transparan dari pemerintahan daerah untuk meningktakan efisiensi dan pelayanan publik serta untuk mengurangi korupsi.

II.

KAJIAN NORMATIF

1. Peran DPR Menurut UUD 1945

Perubahan UUD 1945 yang tercakup dalam materi tentang Dewan Perwakilan Rakyat dimaksudkan untuk memberdayakan DPR dalam menjalankan


(7)

fungsinya sebagai lembaga perwakilan yang dipilih oleh rakyat untuk memperjuangkan aspirasi dan kepentingannya.4

Pergeseran kewenangan membentuk Undang-Undang dari yang sebelumnya ditangan Presiden dan dialihkan kepada DPR merupakan langkah konstitusional untuk meletakkan secara tepat fungsi-fungsi lembaga negara sesuai dengan tugasnya masing-masing yakni sebagai lembaga pembentuk Undang-Undang (kekuasaan legislatif) dan Presiden sebagai lembaga pelaksana Undang-Undang (kekuasaan eksekutif).5

Perubahan lain mengenai fungsi dan hak lembaga negara DPR serta hak anggota DPR yang diatur dalam Pasal 20A, berbunyi sebagai berikut:6

(1) Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi Legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.

(2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. (3) Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini,

setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas.

(4) Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditur dalam Undang-Undang.

Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjadikan DPR berfungsi secara optimal sebagai lembaga perwakilan rakyat sekaligus memperkokoh pelaksanaan checks and balances oleh DPR. Akan tetapi sejumlah ahli hukum tata negara menilai, bahwa perubahan ini justru telah menggeser executive heavy kearah legislative heavy, sehingga terkesan bukan keseimbangan yang ingin dituju

4

Ni’matul Huda, Lembaga Negara dalam Masa Transisi Demokrasi, UII Press, Yogyakarta, 2010, h.107.

5

Ibid.

6


(8)

melalui perubahan UUD 1945 tetapi DPR ingin memusatkan kekuasaan ditangannya.7

Berdasarkan UUD 1945 hasil perubahan, kekuasaan legislatif ada di DPR, (Pasal 20 ayat (1)) bukan MPR atau DPD. Kekuasaan pada DPR diperbesar dengan diantaranya: DPR diberikan kekuasaan memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam mengangkat Duta Besar dan menerima penempatan duta negara lain (Pasal 13 ayat (2) dan (3)); memberikan amnesti dan abolisi (Pasal 14 ayat (2)), DPR juga diberikan kekuasaan dalam bentuk memberikan persetujuan bila Presiden hendak membuat perjanjian dengan negara lain, menyangkut bidang perekonomian, perjanjian damai, menyatakan perang serta perjanjian internasional lainnya yang berpengaruh terhadap integritas wilayah (Pasal 11 ayat (2) dan (3)). DPR juga diberikan hak budget (Pasal 23 ayat (3)), memilih anggota BPK, dengan memperhatikan saran DPD (Pasal 23F ayat (1)), memberikan persetujuan dalam hal Presiden mengangkat atau memberhentikan anggota Komisi Yudisial (Pasal 24B ayat (3)), menominasikan 3 orang hakim Mahkamah Konstitusi (Pasal 24C ayat (3)).8

2. Tugas dan Wewenang DPR Menurut UU MD3

Pengaturan mengenai tugas dan wewenang DPR selaku lembaga legislatif yang merepresentasikan dan mewakili aspirasi rakyat telah termuat dalam Konstitusi. Namun pengaturan lebih mendalam diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.

7Ni’matul Huda, Politik Ketatanegaraan Indonesia Kajian Terhadap Dinamika

Perubahan UUD 1945, FH UII Press, Yogyakarta, 2003.


(9)

Tugas dan kewenangannya diatur secara lebih spesifik dalam Pasal 71-75 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang telah diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 71 dinyatakan bahwa kewenangan DPR meliputi:9

a. membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama;

b. memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang diajukan oleh Presiden untuk menjadi undang-undang;

c. membahas rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden atau DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, dengan mengikutsertakan DPD sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden;

d. memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang tentang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;

e. membahas bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan memberikan persetujuan atas rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden;

f. membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh DPD atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama;

g. memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang dan membuat perdamaian dengan negara lain;

h. memberikan persetujuan atas perjanjian internasional tertentu yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang

9


(10)

terkait dengan beban keuangan negara dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang;

i. memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian amnesti dan abolisi;

j. memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal mengangkat duta besar dan menerima penempatan duta besar negara lain;

k. memilih anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD; l. memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan

pemberhentian anggota Komisi Yudisial;

m.memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden; dan

n. memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi dan mengajukannya kepada Presiden untuk diresmikan dengan keputusan Presiden.

Sementara dalam Pasal 72 dinyatakan bahwa tugas DPR meliputi:10

a. menyusun, membahas, menetapkan, dan menyebarluaskan program legislasi nasional;

b. menyusun, membahas, dan menyebarluaskan rancangan undang-undang;

c. menerima rancangan undang-undang yang diajukan oleh DPD berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah; d. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang,

APBN, dan kebijakan pemerintah;

e. membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan oleh BPK; f. memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara

yang menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan terhadap perjanjian yang berakibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara;

g. menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat ; dan

h. melaksanakan tugas lain yang diatur dalam undang-undang.

Pasal 73 sampai Pasal 75 yang merupakan satu bagian dari tugas dan wewenang DPR merupakan ketentuan pendukung yang mempertegas pelaksanaan tugas dan wewenang DPR yang terdapat di dalam Pasal 71 sampai Pasal 72.

10


(11)

3. Peran BK sebagai alat kelengkapan DPR Menurut UU Nomor 27 Tahun 2009

Mengingat pengalaman dimasa lalu, dimana Dewan Kehormatan tidak berjalan dengan efektif, Badan Kehormatan (BK) selanjutnya dijadikan sebagai alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. Perubahan terminologi dari Dewan Kehormatan menjadi Badan Kehormatan disesuaikan dengan Pasal 123 - Pasal 129 UU Susduk (UU Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD), yang mencantumkan Badan Kehormatan sebagai salah satu alat kelengkapan DPR.11

Dalam Pasal 123 UU Susduk dinyatakan bahwa:

“Badan Kehormatan dibentuk oleh DPR dan merupakan alat

kelengkapan DPR yang bersifat tetap.”

Lebih lanjut dalam Pasal 124 ayat (1) UU Susduk dinyatakan bahwa susunan keanggotaan BK ditetapkan oleh DPR sendiri dengan memperhatikan perimbangan dan pemerataan tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang.

11 T.A Legowo, Lembaga Perwakilan Rakyat diIndonesia, Penerbit FORMAPPI, Jakarta,


(12)

Lebih lanjut dinyatakan dalam ayat selanjutnya (Pasal 124 ayat (2)) bahwa anggota BK berjumlah 11 (sebelas) orang dan ditetapkan dalam rapat paripurna dalam rapat paripurna pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang.

Dalam Pasal 127 dinyatakan bahwa:

(1) Badan Kehormatan bertugas melakukan penyelidikan dan verifikasi pengaduan terhadap anggota karena:

a. Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79; b. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan

tetap sebagai anggota DPR selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apapun;

c. Tidak menghadiri rapat parpurna dan / atau rapat alat kelengkapan DPR yang menjadi tugas dan kewajibannyasebanyak 6 (enam) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah;

d. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD; dan / atau

e. Melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

(2) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Kehormatan melakukan evaluasi dan penyempurnaan peraturan DPR tentang kode etik DPR.

(3) Badan Kehormatan berwenang memanggil pihak terkait dan melakukan kerja sama dengan lembaga lain.

(4) Badan Kehormatan membuat laporan kinerja pada akhir masa keanggotaan. Tugas BK lainnya diatur dalam Pasal 128 yang menyatakan bahwa:

“Badan Kehormatan menyusun rancangan anggaran untuk pelaksanaan tugasnya

sesuai dengan kebutuhan, yang selanjutnya disampaikan kepada Badan Urusan

Rumah Tangga (BURT).”

Namun, dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang kemudian diperbarui menjadi UU Nomor 42 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014


(13)

Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3 saat ini) telah mengganti BK sebagai alat kelengkapan DPR menjadi Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

4. Tujuan Hadirnya MKD Sebagai Alat Kelengkapan DPR yang Baru

Menurut UU MD3

Sebagai alat kelengkapan yang baru dibentuk oleh DPR, MKD berperan mengambil alih tugas yang semula dipegang oleh BK. Tentunya bukan tanpa pertimbangan DPR mengganti alat kelengkapannya. Kinerja BK selama ini dinilai belum maksimal sebagai lembaga etik DPR menjadi salah satu alasan pergantian alat kelengkapan DPR ini.

MKD merupakan lembaga pengawas yang kedudukannya setara dengan anggota DPR lainnya. Hal ini dapat dilihat dari susunan keanggotaan MKD yang berasal dari anggota DPR itu sendiri, bukan berasal dari kalangan profesional diluar keanggotaan DPR.

DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Mahkamah Kehormatan Dewan yang terdiri atas semua fraksi dengan memperhatikan perimbangan dan pemerataan jumlah anggota setiap fraksi pada permulaan masa


(14)

keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang.12 Anggota Mahkamah

Kehormatan Dewan berjumlah 17 (tujuh belas) orang dan ditetapkan dalam rapat paripurna.13 Tujuan utama dibentuknya MKD yaitu adalah untuk menjaga

serta menegakkan keluhuran martabat DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat.14 Dengan kata lain, MKD merupakan lembaga pengawas dan lembaga etik yang mengawasi perilaku dari DPR yang kedudukannya setara sehingga banyak menimbulkan perdebatan seiring kehadiran MKD ini.

5. Tugas dan Wewenang MKD Menurut UU MD3

Kehadiran MKD memang merupakan alat kelengkapan baru yang berperan sebagai lembaga etik yang mengawasi perilaku dan kinerja DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat. Namun, seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa MKD merupakan pengganti BK yang juga merupakan lembaga etik pengawas DPR.

Hal ini tentunya yang menyebabkan tugas dan wewenang keduanya tidak jauh berbeda. Dalam Pasal 122 UU MD3 dinyatakan bahwa:

(1) Mahkamah Kehormatan Dewan bertugas melakukan penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap anggota karena:

a. tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81;

b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota DPR selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan yang sah; c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota DPR sebagaimana ketentuan mengenai syarat calon anggota

12

Pasal 120 ayat (1) UU MD3.

13

Pasal 120 ayat (2) UU MD3.

14


(15)

DPR yang diatur dalam undang–undang mengenai pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD; dan/atau d. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

(2) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mahkamah Kehormatan Dewan melakukan evaluasi dan penyempurnaan peraturan DPR tentang kode etik DPR.

(3) Mahkamah Kehormatan Dewan berwenang memanggil pihak yang berkaitan dan melakukan kerja sama dengan lembaga lain.

Selain tugas dan wewenang yang telah disebutkan diatas, terdapat tugas lainnya yang dimiliki oleh MKD selaku alat kelengkapan DPR yang baru. Dalam Pasal 123 UU MD3 dinyatakan bahwa tugas tambahan bagi MKD adalah:

“Mahkamah Kehormatan Dewan menyusun rencana kerja dan anggaran

setiap tahun sesuai dengan kebutuhan, yang selanjutnya disampaikan kepada

Badan Urusan Rumah Tangga.”

Ketentuan Pasal diatas secara implisit menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, MKD memiliki hubungan koordinasi dengan lembaga lainnya seperti Badan Urusan Rumah Tangga (BURT).


(1)

terkait dengan beban keuangan negara dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang;

i. memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian amnesti dan abolisi;

j. memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal mengangkat duta besar dan menerima penempatan duta besar negara lain;

k. memilih anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD; l. memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan

pemberhentian anggota Komisi Yudisial;

m.memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden; dan

n. memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi dan mengajukannya kepada Presiden untuk diresmikan dengan keputusan Presiden.

Sementara dalam Pasal 72 dinyatakan bahwa tugas DPR meliputi:10

a. menyusun, membahas, menetapkan, dan menyebarluaskan program legislasi nasional;

b. menyusun, membahas, dan menyebarluaskan rancangan undang-undang;

c. menerima rancangan undang-undang yang diajukan oleh DPD berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah; d. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang,

APBN, dan kebijakan pemerintah;

e. membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan oleh BPK; f. memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara

yang menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan terhadap perjanjian yang berakibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara;

g. menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat ; dan

h. melaksanakan tugas lain yang diatur dalam undang-undang.

Pasal 73 sampai Pasal 75 yang merupakan satu bagian dari tugas dan wewenang DPR merupakan ketentuan pendukung yang mempertegas pelaksanaan tugas dan wewenang DPR yang terdapat di dalam Pasal 71 sampai Pasal 72.

10


(2)

3. Peran BK sebagai alat kelengkapan DPR Menurut UU Nomor 27 Tahun 2009

Mengingat pengalaman dimasa lalu, dimana Dewan Kehormatan tidak berjalan dengan efektif, Badan Kehormatan (BK) selanjutnya dijadikan sebagai alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. Perubahan terminologi dari Dewan Kehormatan menjadi Badan Kehormatan disesuaikan dengan Pasal 123 - Pasal 129 UU Susduk (UU Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD), yang mencantumkan Badan Kehormatan sebagai salah satu alat kelengkapan DPR.11

Dalam Pasal 123 UU Susduk dinyatakan bahwa:

“Badan Kehormatan dibentuk oleh DPR dan merupakan alat

kelengkapan DPR yang bersifat tetap.”

Lebih lanjut dalam Pasal 124 ayat (1) UU Susduk dinyatakan bahwa susunan keanggotaan BK ditetapkan oleh DPR sendiri dengan memperhatikan perimbangan dan pemerataan tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang.

11 T.A Legowo, Lembaga Perwakilan Rakyat diIndonesia, Penerbit FORMAPPI, Jakarta,


(3)

Lebih lanjut dinyatakan dalam ayat selanjutnya (Pasal 124 ayat (2)) bahwa anggota BK berjumlah 11 (sebelas) orang dan ditetapkan dalam rapat paripurna dalam rapat paripurna pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang.

Dalam Pasal 127 dinyatakan bahwa:

(1) Badan Kehormatan bertugas melakukan penyelidikan dan verifikasi pengaduan terhadap anggota karena:

a. Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79; b. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan

tetap sebagai anggota DPR selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apapun;

c. Tidak menghadiri rapat parpurna dan / atau rapat alat kelengkapan DPR yang menjadi tugas dan kewajibannyasebanyak 6 (enam) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah;

d. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD; dan / atau

e. Melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

(2) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Kehormatan melakukan evaluasi dan penyempurnaan peraturan DPR tentang kode etik DPR.

(3) Badan Kehormatan berwenang memanggil pihak terkait dan melakukan kerja sama dengan lembaga lain.

(4) Badan Kehormatan membuat laporan kinerja pada akhir masa keanggotaan. Tugas BK lainnya diatur dalam Pasal 128 yang menyatakan bahwa:

“Badan Kehormatan menyusun rancangan anggaran untuk pelaksanaan tugasnya

sesuai dengan kebutuhan, yang selanjutnya disampaikan kepada Badan Urusan

Rumah Tangga (BURT).”

Namun, dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang kemudian diperbarui menjadi UU Nomor 42 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014


(4)

Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3 saat ini) telah mengganti BK sebagai alat kelengkapan DPR menjadi Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

4. Tujuan Hadirnya MKD Sebagai Alat Kelengkapan DPR yang Baru

Menurut UU MD3

Sebagai alat kelengkapan yang baru dibentuk oleh DPR, MKD berperan mengambil alih tugas yang semula dipegang oleh BK. Tentunya bukan tanpa pertimbangan DPR mengganti alat kelengkapannya. Kinerja BK selama ini dinilai belum maksimal sebagai lembaga etik DPR menjadi salah satu alasan pergantian alat kelengkapan DPR ini.

MKD merupakan lembaga pengawas yang kedudukannya setara dengan anggota DPR lainnya. Hal ini dapat dilihat dari susunan keanggotaan MKD yang berasal dari anggota DPR itu sendiri, bukan berasal dari kalangan profesional diluar keanggotaan DPR.

DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Mahkamah Kehormatan Dewan yang terdiri atas semua fraksi dengan memperhatikan perimbangan dan pemerataan jumlah anggota setiap fraksi pada permulaan masa


(5)

keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang.12 Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan berjumlah 17 (tujuh belas) orang dan ditetapkan dalam rapat paripurna.13 Tujuan utama dibentuknya MKD yaitu adalah untuk menjaga serta menegakkan keluhuran martabat DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat.14 Dengan kata lain, MKD merupakan lembaga pengawas dan lembaga etik yang mengawasi perilaku dari DPR yang kedudukannya setara sehingga banyak menimbulkan perdebatan seiring kehadiran MKD ini.

5. Tugas dan Wewenang MKD Menurut UU MD3

Kehadiran MKD memang merupakan alat kelengkapan baru yang berperan sebagai lembaga etik yang mengawasi perilaku dan kinerja DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat. Namun, seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa MKD merupakan pengganti BK yang juga merupakan lembaga etik pengawas DPR.

Hal ini tentunya yang menyebabkan tugas dan wewenang keduanya tidak jauh berbeda. Dalam Pasal 122 UU MD3 dinyatakan bahwa:

(1) Mahkamah Kehormatan Dewan bertugas melakukan penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap anggota karena:

a. tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81;

b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota DPR selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan yang sah; c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota DPR sebagaimana ketentuan mengenai syarat calon anggota

12

Pasal 120 ayat (1) UU MD3. 13

Pasal 120 ayat (2) UU MD3. 14


(6)

DPR yang diatur dalam undang–undang mengenai pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD; dan/atau d. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

(2) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mahkamah Kehormatan Dewan melakukan evaluasi dan penyempurnaan peraturan DPR tentang kode etik DPR.

(3) Mahkamah Kehormatan Dewan berwenang memanggil pihak yang berkaitan dan melakukan kerja sama dengan lembaga lain.

Selain tugas dan wewenang yang telah disebutkan diatas, terdapat tugas lainnya yang dimiliki oleh MKD selaku alat kelengkapan DPR yang baru. Dalam Pasal 123 UU MD3 dinyatakan bahwa tugas tambahan bagi MKD adalah:

“Mahkamah Kehormatan Dewan menyusun rencana kerja dan anggaran

setiap tahun sesuai dengan kebutuhan, yang selanjutnya disampaikan kepada

Badan Urusan Rumah Tangga.”

Ketentuan Pasal diatas secara implisit menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, MKD memiliki hubungan koordinasi dengan lembaga lainnya seperti Badan Urusan Rumah Tangga (BURT).


Dokumen yang terkait

Problematika pemberi izin penyidikan oleh mahkamah kehormatan dewan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana

10 308 97

Problematika Pemberi Izin Penyidikan Oleh Mahkamah Kehormatan Dewan Terhadap Anggota DPR Yang DiDuga Melakukan Tindak Pidana

0 25 97

Kewenangan Mahkamah Kehormatan Dewan dalam Peradilan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (Studi Kasus Setya Novanto Ketua DPR RI Periode 2014-2019)

2 12 88

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksistensi dan Independensi Mahkamah Kehormatan Dewan Terkait Fungsi Pengawasan terhadap Anggota DPR T1 312012024 BAB I

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksistensi dan Independensi Mahkamah Kehormatan Dewan Terkait Fungsi Pengawasan terhadap Anggota DPR T1 312012024 BAB IV

0 4 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksistensi dan Independensi Mahkamah Kehormatan Dewan Terkait Fungsi Pengawasan terhadap Anggota DPR

0 1 13

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pembatasan Periodisasi Anggota Lembaga Perwakilan Rakyat T1 BAB II

0 0 30

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konsep Diri Anggota “JKT48 Surakarta” T1 BAB II

0 0 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksistensi Badan Kehormatan dalam Menunjang Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

0 0 17

PERAN DAN FUNGSI MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN DALAM MENJAGA MARTABAT DAN PERILAKU ANGGOTA DPR RI DITINJAU DARI FIQIH SIYASAH - Raden Intan Repository

0 0 99