VALIDASI METODE DAN PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY SECARA HIGH PERFORMANCE LIQUID

VALIDASI METODE DAN PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY SECARA HIGH PERFORMANCE LIQUID

CHROMATHOGRAPHY (HPLC) FASE TERBALIK

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

  Program Studi Ilmu Farmasi Oleh :

  Kristian Bayu Kuncoro NIM : 068114060

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

  i

VALIDASI METODE DAN PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY SECARA HIGH PERFORMANCE LIQUID

CHROMATHOGRAPHY (HPLC) FASE TERBALIK

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

  Program Studi Ilmu Farmasi Oleh :

  Kristian Bayu Kuncoro NIM : 068114060

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

  ii

VALIDASI METODE DAN PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM JELLY SECARA HIGH PERFORMANCE LIQUID

CHROMATHOGRAPHY (HPLC) FASE TERBALIK

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

  Program Studi Ilmu Farmasi Oleh :

  Kristian Bayu Kuncoro NIM : 068114060

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

  iii iv

v

  SKRIPSI INI KUPERSEMBAHKAN UNTUK MAMAH PAPAH TERCINTA, yang sangat menyayangiku

  KAKAKKU, yang kuat dan bersemangat

YASHINTA WIDYANIGTYAS,

  aku bersyukur bisa mengenalmu lebih

DUNIA KESEHATAN INDONESIA,

  ayo bangkit.....! vi

vii

  PRAKATA

  Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Validasi Metode dan Penetapan Kadar Parasetamol Dalam Jelly Secara

  

High Performance Liquid Chromathography (HPLC) Fase Terbalik

  Menggunakan Teknik Preparasi Pemanasan” yang disusun sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dari banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada : 1.

  Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas ide awal penelitian yang berawal dari PKM, atas bimbingannya selama penulis melakukan proses pembelajaran di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

  2. Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing atas ide luar biasa mengenai penelitian, atas perhatian, dukungan, arahan, serta semangat yang diberikan kepada penulis baik selama penelitian maupun penyusunan skripsi ini.

3. Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji atas segala arahan, masukan, kritik, diskusi dan semangat yang diberikan kepada penulis.

  viii

  4. Dra. M. M. Yetty Tjandrawati, M.Si. selaku dosen penguji atas segala arahan, masukan, kritik, diskusi dan semangat yang diberikan kepada penulis. Mas Bimo, Pak Parlan, Mas Kunto, dan Pak Otok atas bantuannya selama 5. peneliti bekerja di laboratorium Kimia Analisis Instrumental. Segenap dosen pengajar, staf sekretariatan serta laboran Fakultas Farmasi 6. Universitas Sanata Dharma atas dukungan dan bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

  Kho Jimmy Iwan Tamara, selaku rekan kerja penulis sebelum penelitian, 7. selama penelitian, dan penyusunan naskah skripsi atas kebersamaannya di saat susah dan gembira, kita jalani bersama.

  Seluruh staf dan karyawan Perpustakaan Universitas Sanata Dharma 8. Yogyakarta (Kampus III Paingan) khususnya pak Totok yang sangat membantu penulis selama berada di perpustakaan. Dan terima kasih atas pelayanan serta fasilitas terbaik yang di berikan. Om Sigit, atas berbagi pengalaman berharganya selama bekerja di Industri 9. Farmasi yang dapat memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi dan semangat untuk mencintai pekerjaan.

  10. Sahabat-sahabatku, Bernardus Tatag, Felicia Satya C, Lulu Lunggati atas proses pendewasaan, semangat, kasih sayang dan dukungan serta kebersamaan yang telah dilalui dalam suka dan duka bersama penulis.

11. Teman-temanku, Aan, Dian, dan semua teman yang telah memberi semangat

  ix x

xi

  

INTISARI

  Telah dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan dengan tujuan untuk mengetahui akurasi, presisi, spesifisitas, dan linearitas dari metode HPLC sehingga dapat digunakan untuk menetapkan kadar parasetamol dalam jelly.

  Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dekriptif. Tahap pendahuluan dalam penelitian ini adalah pembuatan jelly parasetamol kemudian mengubah sistem jelly yang semi padat dan sangat viskos menjadi cair dengan menggunakan teknik pemanasan pada suhu 50ºC selama 30 menit. Selanjutnya, parasetamol di analisis secara kuantitatif dengan menggunkan metode HPLC fase terbalik dengan fase diam kolom packing Kromasil 100-5 C panjang kolom 25

  18

  cm, internal diameter 4,6 mm, perbandingan fase gerak metanol:aquabides (90:10), kecepatan alir 1 ml/menit, dan detektor UV pada

  λ pengamatan 247,4 nm yang telah tervalidasi. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata % recovery 100,3991%, CV

  0,6654%, dan koefisien korelasi (r) 0,99905. Rata-rata kadar parasetamol dalam 10 sampel adalah 111,1855 mg. Sehingga metode penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara High Performance Liquid Chromatography (HPLC) fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan memiliki validitas yang baik dengan kadar parasetamol yang sesuai dengan persyaratan.

  Kata kunci : parasetamol, jelly, HPLC fase terbalik, pemanasan, parameter validitas xii

  

ABSTRACT

  Has been perform validation method and determining the concentration of paracetamol in jelly by reversed phase HPLC uses heating preparation technique with aim to knowing the accuracy, precision, specificity, and linearity from HPLC method, finally can be used to determination the concentration of paracetamol in jelly

  This research is descriptive non experimental research. The preliminary stage in this research was making paracetamol jelly, and then change jelly system that semi solid and very viskos to be liquid with uses heating technique at 50ºC temperature during 30 minutes. Next, paracetamol be analyzed by quantitatife with uses reversed phase HPLC with stationery phase column packing Kromasil 100-5 column’s length 25 cm, internal diameter 4,6 mm, the mobile phase comparison metanol:aquabidest (90:10), flow rate 1 ml/minute, and UV detector UV at

  λ observation 247,4 nm has been validated Result of research indicate % recovery average value 100,3991%, CV

  0,6654%, and coefficient of corelation (r) 0,99905. The average of paracetamol concentration in 10 sampels is 111,1855 mg. So, method of determining the concentration of paracetamol in jelly by High Performance Liquid

  

Chromatography (HPLC) reversed phase fase uses heating preparation technique

have good validity with parasetamol concentration that suitable with requirement.

  Keywords : paracetamol, jelly, reversed phase HPLC, heating, validation parameters

  xiii

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... i HALAMAN JUDUL............................................................................................. ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... v HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI........................................................ vi PRAKATA............................................................................................................ vii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................... x

  INTISARI.............................................................................................................. xi ABSTRAK ............................................................................................................ xii DAFTAR ISI ........................................................................................................xiii DAFTAR TABEL ................................................................................................xix DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xx DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xxii

  BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1 A. Latar Belakang...............................................................................................1

  1. Perumusan Masalah ..................................................................................3

  2. Keaslian Penelitian....................................................................................3

  3. Manfaat Penelitian ....................................................................................3

  B. Tujuan Penelitian........................................................................................... 4

  xiv A. Parasetamol.................................................................................................... 5

  1. Stabilitas Suhu Parasetamol ..................................................................... 7

  2. Stabilitas pH Parasetamol ........................................................................ 7

  B. Bentuk Sediaan Gel………….. .....................................................................8

  1. Definisi dan Klasifikasi Gel ..................................................................... 8

  2. Mekanisme Pembentukan Gel secara umum ........................................... 9

  3. Analisis Sediaan Gel dan Perusakan Sistem Gel ..................................... 10

  C. Jelly................................................................................................................10

  D. Senyawa Eksipien Penyusun Jelly................................................................. 11

  E. Karagenin.......................................................................................................11

  1. Definisi dan sifat dasar karagenin ............................................................ 11

  2. Pembentukan gel dengan gelling agent karagenin................................... 12

  3. Kelarutan .................................................................................................. 14

  4. Stabilitas pH ............................................................................................. 15

  F. Bubuk Konnyaku...........................................................................................16

  G. Asam sitrat.....................................................................................................16

  H. Frukto oligosakarida ......................................................................................17

  I. Vitamin D ......................................................................................................18 J. Kalsium..........................................................................................................18 K. Pewarna makanan karmoisin CI 14720 .........................................................19 L. Spektrofotometri Ultraviolet..........................................................................19 M. High Performance Liquid Chromatography................................................22

  xv

  2. Komponen-komponen HPLC................................................................... 23

  a. Pompa (Pump).......................................................................................23

  b. Injektor (Injector).................................................................................. 23

  c. Kolom (Column) ...................................................................................24

  d. Detektor (Detector) ............................................................................... 25

  3. Kromatografi Partisi Fase Balik............................................................... 25

  a. Kolom....................................................................................................26

  b. Fase gerak ............................................................................................. 26

  4. Injeksi sampel........................................................................................... 27

  5. Waktu retensi ........................................................................................... 27

  6. Profil puncak dan Pelebaran puncak ........................................................ 28

  a. Penyebab pertama : Difusi Eddy...........................................................28

  b. Penyebab kedua : Distribusi aliran........................................................ 29

  c. Penyebab ketiga : Difusi molekul sampel dalam fase gerak.................30

  d. Penyebab keempat :Perpindahan massa antara fase gerak, fase gerak yang stagnan, dan fase diam .................................................................. 31

  7. Persamaan Van Deemter .......................................................................... 32

  8. Faktor-faktor yang digunakan untuk evaluasi kinerja kolom .................. 34

  a. Efisiensi kolom .....................................................................................34

  b. Faktor asimetri (faktor pengekoran)...................................................... 36 N. Validitas Metode Analisis Instrumental.......................................................37

  1. Akurasi ..................................................................................................... 37

  xvi

  3. Linieritas dan rentang............................................................................... 39

  4. Spesifisitas ............................................................................................... 39 O. Landasan Teori.............................................................................................41 P. Hipotesis.......................................................................................................42

  BAB III. METODE PENELITIAN ...................................................................... 43 A. Jenis dan Rancangan Penelitian.....................................................................43 B. Variabel dan Definisi Operasional ................................................................43

  1. Klasifikasi Variabel.................................................................................. 43

  2. Definisi Operasional ................................................................................ 43

  C. Bahan Penelitian ............................................................................................44

  D. Alat Penelitian ...............................................................................................44

  E. Tata Cara Penelitian.......................................................................................45

  1. Pembuatan fase gerak............................................................................... 45

  2. Pembuatan larutan baku parasetamol....................................................... 45

  3. Penetapan λ maksimum parasetamol .......................................................45

  4. Pembuatan kurva baku dan penentuan waktu retensi parasetamol .......... 46

  5. Validasi metode analisis........................................................................... 46

  6. Penetapan kadar sampel ........................................................................... 47

  a. Pembuatan larutan jelly tanpa parasetamol...........................................47

  b. Pembuatan dan penyiapan sampel jelly parasetamol ............................ 47

  c. Destruksi jelly .......................................................................................48

  F. Analisis hasil..................................................................................................49

  xvii a. Akurasi ..................................................................................................49

  b. Presisi .................................................................................................... 49

  c. Linearitas ............................................................................................... 49

  d. Spesifisitas ............................................................................................ 49

  2. Analisis kuantitatif ...................................................................................... 50

  BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 51 A. Penyiapan Fase Gerak ...................................................................................51 B. Optimasi Metode HPLC ................................................................................53

  1. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum menggunakan spektrofotometer ultraviolet ...................................................................... 53

  2. Pengamatan waktu retensi dan pembuatan kurva baku parasetamol..........57

  C. Analisis Validasi Metode...............................................................................63

  1. Akurasi ......................................................................................................65

  2. Presisi ........................................................................................................66

  3. Spesifisitas ................................................................................................67

  4. Linieritas ...................................................................................................71

  5. Range ........................................................................................................71

  D. Penetapan Kadar Parasetamol dalam Campuran ...........................................72

  1. Pembuatan jelly parasetamol.....................................................................72

  2. Penyiapan Sampel .....................................................................................72

  3. Destruksi sampel dan isolasi analit dari sampel........................................73

  BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 78

  xviii B. Saran ..............................................................................................................78

  DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 79 LAMPIRAN.......................................................................................................... 83 BIOGRAFI PENULIS ........................................................................................ 121

  xix

  

DAFTAR TABEL

  Tabel I. Senyawa eksipien penyusun jelly ............................................................ 11 Tabel II. Daya kelarutan karaginan pada berbagai media pelarut......................... 15 Tabel III. Stabilitas karaginan dalam berbagai media pelarut............................... 16 Tabel IV. Kriteria rentang recovery yang dapat diterima (Harmita, 2004) .......... 38 Tabel V. Kriteria KV yang dapat diterima ........................................................... 38 Tabel VI. Parameter analitik ................................................................................. 40 Tabel VII. Data Kurva Baku Parasetamol............................................................. 62 Tabel VIII. Data Validasi Metode Analisis........................................................... 65 Tabel IX. Data % recovery.................................................................................... 66 Tabel X. Data CV.................................................................................................. 67 Tabel XI. Perbandingan pengamatan waktu retensi seri larutan baku parasetamol dengan sampel........................................................................................ 68 Tabel XII. Hasil pengukuran kadar parasetamol................................................... 76

  xx

  

DAFTAR GAMBAR

  Gambar 1. Struktur kimia parasetamol ................................................................. 5 Gambar 2. Reaksi hidrolisis parasetamol.............................................................. 7 Gambar 3. Struktur kimia kappa karaginan ......................................................... 12 Gambar 4. Mekanisme pembentukan gel karaginan ............................................. 13 Gambar 5. Struktur kimia asam sitrat ................................................................... 17 Gambar 6. Struktur kimia vitamin D..................................................................... 18 Gambar 7. Struktur kimia karmoisin..................................................................... 19 Gambar 8. Diagram blok HPLC............................................................................ 23 Gambar 9. Difusi Eddy dalam kromatografi kolom.............................................. 29 Gambar 10. Difusi distribusi aliran dalam kromatografi ...................................... 30 Gambar 11. Pelebaran pita oleh difusi longitudinal.............................................. 30 Gambar 12. Struktur pori molekul fase diam........................................................ 31 Gambar 13. Perpindahan massa antara fase diam dan fase gerak......................... 32 Gambar 14. Kurva Van Deemter .......................................................................... 32 Gambar 15. Cara mengukur t R, t, W h/2, W b suatu puncak kromatogram............... 35

  σ Gambar 16. Menghitung besarnya TF pada kromatogram ................................... 36 Gambar 17. Gugus kromofor parasetamol ............................................................ 54 Gambar 18. Gugus auksokrom parasetamol ......................................................... 54 Gambar 19. Spektrum serapan parasetamol ( maks = 247,2 nm) pada konsentrasi

  λ 5,0 ppm replikasi 1.............................................................................. 55

  xxi Gambar 20. Spektrum serapan parasetamol ( maks = 247,2 nm) pada konsentrasi

  λ 5,0 ppm replikasi 2.............................................................................. 55

  Gambar 21. Kromatogram t larutan baku parasetamol 5,0 ppm ......................... 58

  R

  Gambar 22. Gugus non polar pada parasetamol ................................................... 59 Gambar 23. Interaksi antara gugus non polar dari parasetamol (benzen) dengan fase diam Oktadekil (C

  18 ).................................................................... 59

  Gambar 24. Interaksi antara gugus parasetamol dengan fase gerak campuran metanol:air (90:10) ............................................................................. 60 Gambar 25. Kurva Baku Parasetamol C vs AUC ................................................. 63 Gambar 26. t R seri baku parasetamol konsentrasi 8,0 ppm = 2,525 menit ........... 69 Gambar 27. t R sampel replikasi 6 dengan konsetrasi 7,4587 ppm = 2,542 menit.................................................................................................... 69 Gambar 28. Kromatogram sampel replikasi 6 dengan konsetrasi 7,4587 ppm .... 70 Gambar 29. Kromatogram sampel tanpa analit parasetamol ................................ 70 Gambar 30. Mekanisme destruksi gelling agent dengan pemanasan.................... 75

  xxii

  

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1. Sertifikat Analisis Parasetamol......................................................... 84 Lampiran 2. Kemasan jelly (Nutrijel) ................................................................... 85 Lampiran 3. Data Penimbangan Baku Parasetamol.............................................. 86 Lampiran 4. Skema Pembuatan larutan baku Parasetamol dan contoh perhitungan kadar larutan baku yang digunakan.................................................. 87 Lampiran 5. Kromatogram Larutan Baku Parasetamol ........................................ 89 Lampiran 6. Data Penentuan Kurva Baku Parasetamol ........................................ 95 Lampiran 7. Data Validasi Metode ....................................................................... 96 Lampiran 8. Kromatogram Validasi Metode ........................................................ 97 Lampiran 9. Data Penimbangan Sampel Parasetamol ........................................ 106 Lampiran 10. Skema Pembuatan sampel dan contoh perhitungan kadar parasetamol .................................................................................... 107 Lampiran 11. Data AUC, Kadar parasetamol, % recover, dan CV sampel ........ 110 Lampiran 12. Kromatogram sampel ................................................................... 111

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini merupakan satu rangkaian pengembangan penelitian dari Widyaningtyas dkk (2008) mengenai “ Formulasi dan Penetapan Kadar Sediaan Parasetamol Dalam Bentuk Jelly untuk meningkatkan Kepatuhan Anak Minum Obat”. Dalam penelitian ini penulis lebih menekankan pada validasi metode dan penetapkan kadar parasetamol tiap kemasan jellynya. Farmasis sebagai bagian health care team harus selalu meningkatkan

  

kemampuannya tidak hanya dalam hal menjamin penyediaan dan pemberian

informasi obat yang berkualitas, tetapi juga berupaya untuk menginovasi bentuk

  sediaan obat yang praktis, nyaman, manjur dan aman sehingga sediaan obat dapat diterima oleh pasien, khususnya anak-anak dengan rasa dan bau yang lebih sedap, bentuk yang lebih menarik, maupun bentuk sediaan yang dapat dikombinasikan dengan makanan dapat digunakan untuk mengurangi kejadian ”gagal menerima obat oleh pasien atau yang disebut failure to receive drug”. Salah satu bentuk sediaan obat semi solid yaitu jelly dapat dikembangkan sebagai obat analgesik antipiretik dengan parasetamol sebagai zat aktif di dalamnya (Handajani, 2006).

  Jelly merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar terpenetrasi oleh suatu cairan (Anonim, 1995).

  Pada proses pembuatan jelly dan pencampuran obat ke dalam jelly dengan proses pemanasan di khawatirkan dapat mengakibatkan perubahan sifat fisika, kimia, dan klinis dari zat aktifnya, yaitu parasetamol. Sifat fisika yang dapat berubah yaitu stabilitas sediaan, sedangkan perubahan sifat kimia dapat diketahui dengan melakukan pengujian kadar zat aktif yang terdapat dalam sediaan racikan tersebut. Dari penelitian Novianti P (2004) dan Arisandi W.S., (2008) mengenai pengaruh suhu dan pH terhadap kadar parasetamol dalam sediaan yang mengandung parasetamol, mengemukakan bahwa suhu dan pH mempengaruhi kadar parasetamol meskipun tidak berbeda secara signifikan. Karena adanya pengaruh suhu yang tinggi yaitu 60ºC, di khawatirkan dapat mendegradasi zat aktif sehingga kadar parasetamol yang ada di dalam sediaan dapat berkurang.

  Perlu dilakukan validasi metode dan penetapan kadar parasetamol di dalam jelly dengan tujuan untuk mengetahui apakah metode penetapan kadar parasetamol memiliki validitas yang baik, serta untuk menentukan kadar parasetamol dalam jelly menggunakan metode HPLC fase terbalik dengan teknik preparasi pemanasan yang mempunyai sensitifitas yang tinggi dan untuk menjamin keseragaman dosis, serta sebagai upaya pengawasan kualitas dan mutu terhadap sediaan jelly yang diuji sehubungan dengan keamanan dan khasiatnya (Tanu, 1985).

  1. Perumusan Masalah :

  Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disusun permasalahan sebagai berikut: a. Apakah metode HPLC fase terbalik menggunakan teknik preparasi pemanasan mempunyai validitas yang baik untuk menetapkan kadar parasetamol dalam jelly yang didasarkan pada parameter akurasi, presisi, sensitivitas, dan linearitas? b. Berapakah kadar parasetamol dalam jelly, dan apakah kadar parasetamol tersebut sesuai dengan kadar penggunaan untuk anak yaitu 120mg/kemasan jelly? 2.

   Keaslian Penelitian

  Sejauh penelusuran pustaka penulis, penelitian tentang validasi penetapan kadar parasetamol menggunakan metode HPLC fase terbalik telah banyak dilakukan. Tetapi validasi metode dan penetapan kadar parasetamol dalam jelly secara High Performance Liquid Chromatograph (HPLC) dengan menggunakan teknik preparasi pemanasan belum pernah dilakukan sebelumnya.

  3. Manfaat Penelitian

  Hasil Penelitian ini nantinya diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut :

  a. Manfaat Teoritis

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bahwa parasetamol dapat di campurkan dalam jelly sebagai alternatif bentuk sediaan yang sesuai dan nyaman bagi anak, dan untuk membuktikan bahwa kadar parasetamol tidak mengalami perubahan selama berada dalam jelly.

  b. Manfaat Metodologis.

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bahwa metode HPLC fase terbalik dengan teknik preparasi pemanasan dapat digunakan untuk menetapkan kadar parasetamol dalam jelly dengan validitas yang memenuhi persyaratan.

  c. Manfaat Praktis.

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kualitas jelly parasetamol dan perkembangan bentuk sediaan lain yang cocok dan nyaman bagi anak-anak.

  B.

  

Tujuan Penelitian

  1. Untuk memberikan informasi bahwa metode HPLC fase terbalik dengan teknik preparasi pemanasan dapat digunakan untuk penetapan kadar parasetamol dalam jelly dengan validitas metode yang baik

  2. Untuk mengetahui secara kuantitatif kadar parasetamol dalam jelly

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Parasetamol Parasetamol atau 4’-hidroksiasetanilida dengan bobot molekul 151,16

  mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 % C

  8 H

  9 NO 2 ,

  dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit, kelarutan : larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N, mudah larut dalam etanol (Anonim, 1995). Struktur kimia dari parasetamol dapat dilihat pada gambar 1.

  

Gambar 1. Struktur kimia parasetamol

o o

  Parasetamol memiliki jarak lebur 169 C-172

  C. Kelarutannya adalah 1

  o

  gram dapat larut kira-kira 70 ml air pada suhu 25

  C, 1 g larut dalam 20 ml air mendidih, dalam 70 ml alkohol, dalam 13 ml aseton, dalam 50 ml kloroform, dalam 40 ml gliserin dan dalam 9 ml propilenglikol. Tidak larut dalam benzen dan eter dan larut dalam alkali hidroksida. Larutan jenuh mempunyai pH kira-kira 6 dan pKa 9,51 (Connors,et al.,1986).

  Serapan maksimum parasetamol pada daerah ultraviolet di larutan asam adalah 254 nm (A 1%, 1cm = 668) dan dalam larutan basa adalah 257 nm (A 1%, larutan 1 % zat terlarut dalam sel dengan ketebalan 1 cm (Anonim, 1995). Serapan parasetamol pada panjang gelombang maksimum lebih kurang 244 nm, terhadap air sebagai blangko (Anonim, 1995).

  Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang telah digunakan sejak tahun 1893. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Parasetamol juga digunakan sebagai analgesik. Namun penggunaan parasetamol untuk meredakan demam (antipiretik) tidak seluas penggunaannya sebagai analgesik. Efek analgesik dari parasetamol yaitu meredakan rasa nyeri ringan hingga sedang (Wilmana, 1995).

  Dosis untuk nyeri dan demam oral 2-3 dd 0,5-1 g, maksimal 4 g/hari, pada penggunaan kronis maksimal 2,5 g/hari. Anak-anak: 4-6 dd 10 mg/kg, yakni rata-rata usia 3-12 bulan 60 mg, 1-4 tahun 120-180 mg, 4-6 tahun 180 mg, 7-12 tahun 240-360 mg, 4-6 kali sehari. Dosis rektal 20mg/ kg setiap kali, dewasa 4 dd 0,5-1 g, anak-anak usia 3-12 bulan 2-3 dd 120 mg, 1-4 tahun 2-3 dd 240 mg, 4-6 tahun 4 dd 240 mg dan 7-12 tahun 2-3 dd 0,5 g (Rahardja, 2007).

  Senyawa yang mengandung gugus amida dapat mengalami hidrolisis dengan cara yang serupa dengan senyawa jenis ester. Pengganti asam dan alkohol yang terbentuk pada hidrolisis ester, pemecahan hidrolisis amida menghasilkan asam dan amida. Langkah penentu laju reaksi pada reaksi yang terkatalisis ion hidroksida adalah serangan nukleofilik oleh ion hidroksida. Mekanisme hidrolisis asam pada amida memerlukan substituen yang efek polarnya lemah, tetapi efek steriknya kuat jika letaknya sesuai (Lachman,et al., 1986).

  Jalur utama degradasi yang menyebabkan asetaminofen tidak stabil adalah peristiwa hidrolisis yang memecah parasetamol menjadi p-aminofenol dan asam asetat (Connors,et al.,1986). Reaksi hidrolisis parasetamol dapat dilihat pada gambar 2.

  

Gambar 2. Reaksi hidrolisis parasetamol

  1. Stabilitas Suhu Parasetamol

  Stabilitas suatu obat perlu di uji untuk mengetahui apakah suatu obat masih layak untuk dikonsumsi atau tidak. Stabilitas obat tergantung dari beberapa faktor, antara lain temperatur. Semua obat pada dasarnya akan rusak apabila disimpan dalam temperatur yang tinggi. Semakin naik suhu penyimpanan maka waktu paruh (t 1/2 ) dan waktu kadaluwarsa (t

  90 ) semakin kecil. Dengan demikian

  menyatakan bahwa dengan semakin naiknya suhu penyimpanan, parasetamol akan mengalamani degradasi sehingga kadarnya berkurang (Novianti, 2004).

  2. Stabilitas pH Parasetamol

  Parasetamol merupakan obat golongan analgetik antipiretik yang saat ini banyak digunakan sehingga perlu dibuat suatu formula yang stabil untuk sediaan sirup yang mendekati pH optimumnya. Parasetamol dalam bentuk cair dapat terdegradasi melalui peristiwa hidrolisis, sehingga perlu dirancang suatu sediaan parasetamol agar mendekati pH optimumnya (Arisandi, 2008).

  B.

  

Bentuk Sediaan Gel

1. Definisi dan klasifikasi Gel

  Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar terpenetrasi oleh suatu cairan (Anonim, 1995). Barry (1983) mendefinisikan gel sebagai sistem dua komponen dari sediaan semipadat yang kaya akan cairan. Pada gel yang polar, polimer alam atau sintetik yang digunakan pada konsentrasi rendah (biasanya di bawah 10%) membentuk matriks tiga dimensi melalui cairan hidrofilik. Sistem yang terbentuk mungkin jernih ataupun keruh, karena gelling agent yang digunakan tidak terlarut sempurna atau terbentuknya agregat (Barry, 1983).

  Secara umum, ada dua sistem klasifikasi gel. Klasifikasi pertama membagi gel berdasarkan gelling agent-nya, yaitu (i) inorganik yang merupakan sistem dua fase, (ii) organik yang merupakan sistem satu fase. Klasifikasi kedua membagi gel berdasarkan solvennya yaitu (i) hidrogel (inorganik, gum alam dan sintetik, serta organik), (ii) organogel (tipe hidrokarbon, lemak minyak atau hewan, organogel hidrofilik) ( Allen, 2002 ).

  Hidrogel dideskripsikan sebagai sistem dua komponen yaitu (i) substansi polimer hidrofilik tetapi tidak larut air, merupakan polimer jaringan 3 dimensi, dan (ii) air (Zatz dan Kushla,1996). Menurut Buchmann (2001), hidrogel adalah

  

alcoholic dan gelling agent. Polimer organik yang biasa digunakan adalah asam

  poliakrilat (carbopol), natrium karboksimetilselulosa, atau selulosa non ionik lainnya.

  Hidrogel akan memberikan efek mendinginkan karena evaporasi pelarut. Hidrogel mudah diaplikasikan dan memberi kelembaban secara instan tetapi pada penggunaan jangka panjang akan membuat kulit kering. Dengan demikian, diperlukan humectant seperti gliserol (Buchmann, 2001). Salah satu alasan penggunaan hidrogel adalah pelarut yang digunakan dalam pembuatan obat mempunyai kompatibilitas yang baik terhadap jaringan biologis tubuh (Zatz dan Kushla, 1996).

  Dispersi hidrolipid merupakan tipe khusus dari emulsi yang merupakan sistem dispersi dari fase dispers lipofilik medium dispers hidrofilik. Konsentrasi lipid berkisar antara 2-20%. Pada prinsipnya, dispersi hidrolipid merupakan sistem termodinamik yang tidak stabil sehingga dibutuhkan polimer yang dapat menstabilkan koloid liofilik dalam medium berair. Ukuran droplet minyak yang terdispersi berkisar antara 20-50 µm (Buchmann, 2001).

2. Mekanisme Pembentukan Gel secara umum

  Konsistensi gel disebabkan oleh gelling agent, biasanya polimer dengan membentuk matriks tiga dimensi. Gaya intermolekuler akan mengikat molekul solven pada matriks polimer sehingga mobilitas solven berkurang yang menghasilkan sistem tertentu dengan peningkatan viskositas (Buchmann, 2001).

3. Analisis Sediaan Gel dan Perusakan Sistem Gel

  Gel tersusun atas sejumlah kecil komponen padatan yang terdispersi dalam sejumlah besar cairan. Komponen padat dari gel membentuk jaringan tiga dimensi yang membentuk rigiditas gel. Oleh sebab itu, meskipun sebagian besar komponennya berupa cairan, gel memiliki kemampuan untuk mempertahankan bentuknya dengan pemberian sedikit tekanan. Padatan yang lazim digunakan dalam gel adalah polimer meskipun beberapa gel tersusun atas padatan inorganik.

  Contoh polimer yang biasa digunakan sebagai gelling agent antara lain carbomer, poloxamer, CMC-Na. Hidroxy Propyl Methyl Cellulose (HPMC), dan karaginan (Swarbick and Boylan, 1992).

  Untuk memperoleh analit, yang merupakan komponen gel, system

  

disperse dari gel perlu dipisahkan terlebih dahulu. Salah satu cara untuk merusak

  sistem gel adalah dengan cara pendidihan. Kenaikan suhu pada sistem menyebabkan jumlah tumbukan antara partikel-partikel solid dengan molekul- molekul air bertambah banyak. Menyebabkan lepasnya elekrolit yang teradsorpsi pada permukaan koloid (Sugianto, 2006).

  C.

  

Jelly

  Jelly merupakan bahan pangan setengah padat yang terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar terpenetrasi oleh suatu cairan di aplikasikan secara oral dimana jelly mempunyai tekstur kenyal, bentuk menarik dan beraneka ragam, warnanya mencolok, serta beraroma buah-buahan. Sifat dasar dari makanan ini rendah lemak dan tinggi serat (Kusumawardini, 2006).

  

D. Senyawa Eksipien Penyusun Jelly

Tabel I. Senyawa Eksipien Penyusun Jelly

Karagenin Bubuk konnyaku Asam sitrat Frukto oligosakarida Vitamin D Kalsium Pewarna makanan karmoisin CI 14720 E.

  

Karagenin

1. Definisi dan sifat dasar karagenin

  Karagenin atau disebut juga karagenan merupakan suatu istilah untuk

  polisakarida yang diperoleh melalui ekstraksi alkali (dan modifikasi) dari alga merah (Rhodophyceae) kebanyakan berasal dari genus Chondrus, Euchema, Gigartina, dan Iridaea. Rumput laut yang berbeda menghasilkan karagenan yang berbeda pula (Chaplin, 2007).

  Karagenan dibuat dari rumput laut yang dikeringkan, rumput laut diayak untuk menghilangkan kotoran-kotoran seperti pasir dan kemudian dicuci. Setelah melalui perlakuan dengan larutan basa panas (contohnya 5-8% kalium hidroksida), selulosanya dihilangkan dari karagenan dengan menggunakan proses sentrifugasi dan filtrasi. Larutan karagenan yang didapat dipekatkan melalui evaporasi, kemudian dikeringkan dan dipisahkan lagi menurut spesifikasinya

  Karagenan dijual dalam bentuk bubuk, warnanya bervariasi dari putih sampai kecoklatan bergantung dari bahan mentah dan proses yang digunakan.

  Ukuran karagenan umumnya sebesar 60 mesh. Karagenan tidak dapat larut dalam pelarut organik seperti alkohol, eter dan minyak. Kelarutan dalam air bergantung pada struktur karagenan, media, dan suhu. Umumya, gel karagenan harus dipanaskan sementara non-gel karagenan dapat larut dalam air dingin (Kelco, 2007).

  Sifat dasar karaginan terdiri dari tiga tipe karaginan yaitu kappa, iota dan lambda karaginan. Tipe karaginan yang paling banyak dalam aplikasi pangan adalah kappa karaginan. Sifat-sifat karaginan meliputi kelarutan, viskositas, pembentukan gel dan stabilitas pH (Towle, 1973). Berikut struktur kimia kappa karaginan dapat dilihat pada Gambar 3

  

Gambar 3. Struktur kimia kappa karaginan

2. Pembentukan gel dengan gelling agent karagenin

  Menurut Fardiaz (1989), pembentukan gel adalah suatu fenomena penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga terbentuk suatu jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya jala ini menangkap atau Sifat pembentukan gel ini beragam dari satu jenis hidrokoloid ke jenis lain, tergantung pada jenisnya. Gel mempunyai sifat seperti padatan, khususnya sifat elastis dan kekakuan.

  Kappa-karaginan dan iota-karaginan merupakan fraksi yang mampu membentuk gel dalam air dan bersifat reversible yaitu meleleh jika dipanaskan dan membentuk gel kembali jika di dinginkan. Proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel akan mengakibatkan polimer karaginan dalam larutan menjadi random coil (acak). Bila suhu diturunkan, maka polimer akan membentuk struktur double helix (pilinan ganda) dan apabila penurunan suhu terus dilanjutkan polimer-polimer ini akan terikat silang secara kuat dan dengan makin bertambahnya bentuk heliks akan terbentuk agregat yang bertanggung jawab terhadap terbentuknya gel yang kuat (Glicksman, 1969). Jika diteruskan, ada kemungkinan proses pembentukan agregat terus terjadi dan gel akan mengerut sambil melepaskan air. Proses terakhir ini disebut sineresis (Fardiaz 1989). Mekanisme pembentukan gel karaginan dapat dilihat pada Gambar 4.

  Kemampuan pembentukan gel pada kappa dan iota karaginan terjadi pada saat larutan panas yang dibiarkan menjadi dingin karena mengandung gugus 3,6-anhidrogalaktosa. Adanya perbedaan jumlah, tipe dan posisi gugus sulfat akan mempengaruhi proses pembentukan gel. Kappa karaginan dan iota karaginan akan

  membentuk gel hanya dengan adanya kation-kation tertentu seperti K , Rb dan

  • Cs . Kappa karaginan sensitif terhadap ion kalium dan membentuk gel kuat dengan adanya garam kalium, sedangkan iota karaginan akan membentuk gel

  2+

  yang kuat dan stabil bila ada ion Ca , akan tetapi lambda karaginan tidak dapat membentuk gel (Glicksman, 1983). Potensi membentuk gel dan viskositas larutan

  • karaginan akan menurun dengan menurunnya pH, karena ion H membantu proses hidrolisis ikatan glikosidik pada molekul karaginan (Angka dan Suhartono, 2000).

3. Kelarutan

  Kelarutan karaginan dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya tipe karaginan, temperatur, pH, kehadiran jenis ion tandingan dan zat- zat terlarut lainnya. Gugus hidroksil dan sulfat pada karaginan bersifat hidrofilik sedangkan gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa lebih hidrofobik. Lambda karaginan mudah larut pada semua kondisi karena tanpa unit 3,6-anhidro-D-galaktosa dan mengandung gugus sulfat yang tinggi. Karaginan jenis iota bersifat lebih hidrofilik karena adanya gugus 2-sulfat dapat menetralkan 3,6-anhidro-D- galaktosa yang kurang hidrofilik. Karaginan jenis kappa kurang hidrofilik karena lebih banyak memiliki gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa (Towle 1983; cPKelco ApS 2004). Daya kelarutan karaginan pada berbagai media dapat dilihat pada Tabel II.

  Tabel II. Daya Kelarutan karaginan pada berbagai media pelarut

  Sifat-sifat Kappa Iota Lambda Air panas Larut suhu > 60ºC Larut suhu > 60ºC Larut Air dingin Larut Na Larut Na Larut garam Susu panas Larut Larut Larut Susu dingin Kental Kental Lebih Kental Larutan gula Larut Susah larut Larut (panas) Larutan garam Tidak larut Tidak larut Larut (panas) Larutan organic Tidak larut Tidak larut Tidak larut

4. Stabilitas pH

  Karaginan dalam larutan memiliki stabilitas maksimum pada pH 9 dan akan terhidrolisis pada pH dibawah 3,5. Pada pH 6 atau lebih umumnya larutan karaginan dapat mempertahankan kondisi proses produksi karaginan (cPKelco ApS, 2004). Hidrolisis asam akan terjadi jika karaginan berada dalam bentuk larutan, hidrolisis akan meningkat sesuai dengan peningkatan suhu. Larutan karaginan akan menurun viskositasnya jika pHnya diturunkan dibawah 4,3 (Imeson, 2003).

  Kappa dan iota karaginan dapat digunakan sebagai pembentuk gel pada pH rendah, tetapi tidak mudah terhidrolisis sehingga tidak dapat digunakan dalam pengolahan pangan. Penurunan pH menyebabkan terjadinya hidrolisis dari ikatan glikosidik yang mengakibatkan kehilangan viskositas. Hidrolisis dipengaruhi oleh pH, temperatur dan waktu. Hidrolisis dipercepat oleh panas pada pH rendah

  Tabel III. Stabilitas karaginan dalam berbagai media pelarut

  Stabilitas Kappa Iota Lamda pH netral Stabil Stabil Stabil dan alkali

  Terhidrolisis jika Terhidrolisis jika Terhidrolisis Ph asam dipanaskan. Stabil dipanaskan. Stabil dalam bentuk gel dalam bentuk gel

  (Glicksman, 1983) F.

   Bubuk konnyaku