VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR RESIDU E

VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR RESIDU
ENDOSULFAN DENGAN KROMATOGRAFI GAS
SPEKTROMETRI MASSA PADA WORTEL
Nasa Elfita DIRGANTARA (*), Riesta PRIMAHARINASTITI, Muhammad
ZAINUDDIN
Departemen Kimia Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga
Email : nasa.dirgantara@gmail.com

ABSTRACT
Endosulfan is one of the organochlorine insecticide that is widely used on
agricultural. The application of pesticide could leave residues on vegetables. Endosulfan
is used in the leaves of the plant but it may have translocated to the roots. This condition
can lead contamination in carrots, because carrot is a tuber in the soil. The purpose of
this research is to obatain a valid method in determining endosulfan’s residues on
carrots as a surveillance of agricultural products. Gas chromatography-mass
spectrometry (GC-MS) was used to determine endosulfan residu in the research, mass
spectrometry is also able to qualitatively identify the component using library match of
the fragmentation. The method validation gave a good result for parameter selectivity,
represent as resolution have value greater than 1,5. It show a good linierity with r >
0,99. Range average % recovery of this method from 79,22% to 133,81% with % RSD
13,91%; 19,28% and 28,79%, for this % recovery and % RSD out of limit acceptance

range.
Keyword : method validation, endosulfan, gas chromatography, carrots, pesticides

PENDAHULUAN
Penggunaan pestisida sintesis dalam sektor pertanian untuk melindungi serta
mencegah tanaman diserang oleh hama dan penyakit lainnya dianggap paling efektif
untuk mengontrol hama dan penyakit yang merusak sayuran dan buah (Fenoll et al.,
2006). Residu pestisida dapat menimbulkan efek yang bersifat tidak langsung terhadap
manusia dalam jangka panjang dapat menyebabkan gangguan pada syaraf dan
metabolisme enzim (Winarti dan Miskiyah, 2010). Pestisida juga dapat menyebabkan
keracunan akut, misalnya dalam hal mengkonsumsi sayuran atau produk pertanian yang
mengandung residu dalam jumlah besar (Djojosumarto, 2008).
Endosulfan merupakan insektisida yang masih digunakan secara luas di banyak
negara pada hasil panen seperti sayuran (PAN, 2008). Endosulfan adalah golongan
organoklorin dari pestisida termasuk sub golongan siklodien (IPEN, Pesticide Working
Group Project, 2004) merupakan pencemar utama dalam golongan Persistent Organic
Pollutant akibat sifatnya yang toksik kronis, persisten dan bioakumulatif (Zhou et al.,
2006).

US


EPA (Environmental

Protection

Agency)

dan

European

Union

mengklasifikasikan endosulfan sebagai kategori Ib sangat berbahaya, sedangkan WHO
(World Health Organisation) mengklasifikasikan endosulfan pada kategori II yaitu
bahaya sedang (IPEN Pesticide Working Group Project, 2004). Karena dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan,
pemerintah mengeluarkan larangan penggunaan endosulfan pada lahan pertanian yang
diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 24/Permentan/SR.140/4.2011 tentang
Syarat dan Tatacara Pendaftaran Pestisida.


Pestisida endosulfan yang penggunaannya diaplikasikan pada daun dapat
mengalami translokasi menuju ke akar dan dapat dimetabolisme di dalam tanaman.
Pada lingkungan, endosulfan dapat terikat secara kuat dengan tanah dan tidak dapat
berpindah (Medical Toxicology and Worker Health and Safety Branches, 2008). Hal ini
menyebabkan residu endosulfan bisa terdapat pada wortel yang merupakan umbi pada
tanaman yang tumbuh di dalam tanah.
Data Badan Pusat Statistik, produksi wortel di Indonesia dari tahun 1997-2010
mengalami peningkatan. Data Pusdatin dan BPS (2008), menunjukan ekspor wortel
meningkat dari tahun 2005-2006 yaitu 214.883 kg menjadi 439.505 kg. Selain itu wortel
termasuk salah satu tanaman umbi komoditas ekspor dan termasuk jenis sayuran umbi
yang sering dikonsumsi langsung tanpa dimasak terlebih dahulu (Sinulingga, 2006).
Batas maksimum residu endosulfan pada wortel

sebesar 0,2 mg/kg (ASEAN

Cooperation in Food, Agriculture and Forestry, 2002; Kepmenkes, 1996).
Program monitoring dan kontrol ekspor dibutuhkan untuk melindungi konsumen
dan evaluasi kualitas dari suatu komoditas (Gamon, Lleo and Ten, 2001). Mengingat
bahwa konsumsi sayuran dari tahun ke tahun cenderung meningkat sampai 26%

(Winarti dan Miskiyah, 2010).
Dalam penelitian ini dilakukan validasi metode penetapan residu endosulfan
dengan kromatografi gas spektrometri massa pada wortel. Metode kromatografi gas
spektrometri massa bisa digunakan untuk mendeteksi residu pestisida pada wortel dapat
mengetahui informasi mengenai status kontaminan pada sayuran dan upaya yang dapat
dilakukan untuk mencegahnya sehingga keamanan dan mutu sayuran makin meningkat
(Winarti dan Miskiyah, 2010).

Metode analisis yang digunakan untuk analisis sampel perlu dilakukan validasi.
Alasannya digunakan sebagai pengaturan keperluan pada perkembangan ilmu
pengetahuan dan sebagai keperluan dari kontrol kualitas. Pada perkembangan ilmu
pengetahuan metode analisis digunakan untuk menunjukkan akurasi, sensitifitas,
spesifitas dan reprodusibilitas. Sedangkan untuk kontrol kualitas, metode analisis yang
tervalidasi digunakan untuk mengontrol suatu produk sehingga aman untuk digunakan
(Chan, 2004)
METODE PENELITIAN
Bahan : Endosulfan 2000 ppm (Supelco), dalam pelarut Toluena: n-Heksana (1:1),
Wortel didapatkan dari pedagang di salah satu pasar di Surabaya, Aseton p.a (Merck;
99,5%), Dikloro metana p.a (Merck, 99,8%), Etil Asetat p.a (Mallinckrodt; 99,9%),
Toluena p.a (Merck; 99,5%), n-Heksana p.a (Mallinckrodt; 98,5%), NaCl p.a (Merck; >

99,9%), Na2SO4 anhidrat p.a (Riedel-de Haën; >99%).
Alat : Kromatografi Gas (GC Agilent Technologies 6890 N) Kolom : Agilent 19091J413 HP-5, (capillary 30,0 m x 0,32 mm x 0,25 µm). Detektor : MSD (Mass Selective
Detector); Autosampler Injector Agilent Technologies 7683 Series G2613A. Gas
pembawa : Helium (He). Kondisi Kromatografi Gas Spektrometri Massa, kecepatan gas
pembawa 1,5 mL/menit; split ratio 1:1 ; suhu inlet 250 oC; suhu detektor 250oC; suhu
oven mulai dari 180oC dipertahankan 2 menit kemudian dinaikan menjadi 190 oC
(1oC/menit), dinaikan lagi 204oC (2oC/menit), kemudian naik menjadi 206oC
(1oC/menit) kemudian naik lagi menjadi 290oC (2oC/menit) dan dipertahankan selama 2
menit. Software : Chem station, Timbangan analitik (Adventurer ohaus), Vortex (Maxi
Max Thermolyte), Ultrasonik (Sakura US - 10E, Bransonic 3510E-MTH), Mikropipet
(Thermo Scientific FJ76476), Alat-alat gelas, Rotavapor (Heidolph Laborota 4000).

Preparasi Sampel : Wortel sebanyak 10,0 gram bagian dicampur dengan 10,0 mL
aseton disonikasi selama 10 menit. Lalu disaring gravitasi dengan kertas saring dan
corong. Residu wortel ditambah 10,0 mL aseton disonikasi 10 menit dan disaring, filtrat
kedua digabung dengan filtrat yang pertama. Kemudian ditambah NaCl (1,5 gram)
dikocok selama 3 menit dengan vortex. Ditambah diklorometana dan etil asetat (1:1)
masing-masing 4,0 mL, dikocok selama 3 menit dengan vortex. Dipisahkan fase organik
(atas) dan fase air (bawah). Fase air ditambah etil asetat 4,0 mL dan kocok selama 3
menit dengan vortex. Diambil fase organik, semua fase organik


dijadikan satu

kemudian ditambah Na2SO4 anhidrat sebagai pengering. Dan disaring untuk
memisahkan Na2SO4, kemudian fase organik diuapkan dengan rotavapor pada suhu
40oC sampai kering. Residu dilarutkan lagi dalam toluena : n-heksana sebanyak 1,0 mL
(1:1). Kemudian sampel sebanyak 1,0 µL, diinjeksikan pada kromatografi gas.
HASIL DAN DISKUSI
Parameter validasi metode meliputi selektivitas, linieritas, batas deteksi dan batas
kuantifitas serta akurasi dan presisi. Selektivitas, menginjeksikan larutan standar
organoklorin konsentrasi 2,0 ppm, hasil ekstraksi matrik wortel, hasil ekstraksi matrik
wortel yang mengandung endosulfan dengan metode adisi untuk melihat harga resolusi
endosulfan.
Pada penelitian ini digunakan kromatografi gas, karena kromatografi merupakan
teknik pemisahan pada zat kimia dalam matrik yang komplek dan dapat mendeteksi
kadar kecil. Kromatografi gas yang digunakan dengan detektor spektrometri massa, gas
pembawa Helium (He) sebagai gas pembawa dan suhu oven terprogram untuk
menghasilkan pemisahan yang lebih baik (Mulja dan Suharman, 1995). Dalam analisis
ini digunakan matrik wortel, karena wortel merupakan sayuran yang sering dikonsumsi


secara langsung. Pada penelitian sebelumnya Sinulingga (2006) pernah ditemukan
residu organoklorin pada sayur wortel. Kromatografi gas spektrometri massa ini
merupakan instrumen yang sensitif, untuk analisis kualitatif instrumen dapat membaca
suatu komponen pada kromatogram yang komplek dari pemisahan yang buruk (Harris,
2007). Analisis kualitatif dapat dimonitor dengan menggunakan ion terpilih pada suatu
komponen dengan spektrometri massa.
Parameter validasi metode yang pertama ditentukan adalah selektivitas, yang
bertujuan untuk mengetahui pemisahan (derajat pemisahan) puncak analit endosulfan
dengan komponen lain yang terdapat pada standar maupun matrik. Pada konsentrasi ini
terjadi pemisahan yang baik antara endosulfan dengan komponen lainnya dalam standar
dapat dilihat pada Gambar 1, begitu juga dalam matrik wortel dengan adisi standar
organoklorin yang ditunjukkan dengan nilai Rs yang lebih dari 1,5 (Gambar 2 dan
Tabel 1).
Selanjutnya tahap penentuan linieritas dilakukan pada 6 macam konsentrasi dari
masing-masing endosulfan. Semua nilai koefisien korelasi (r hitung) masih lebih besar
dari nilai r tabel. Koefisien korelasi pada ketiga linieritas endosulfan didapatkan kurang
dari 0,999 sehingga harus menghitung nilai parameter linieritas lainnya seperti Vxo, Xp
maupun Anova (Yuwono dan Indrayanto, 2005). Pada perhitungan linieritas ini dihitung
parameter Vxo untuk masing-masing linieritas endosulfan, nilai penerimaan untuk Vxo
harus tidak lebih dari 5% (Yuwono dan Indrayanto, 2005). Nilai Vxo yang didapat pada

endosulfan sulfat lebih besar dari 5%, yang menunjukkan bahwa perbedaan variasi pada
6 macam konsentrasi yang digunakan cukup besar, dapat dilihat pada Tabel 2.
Analisis residu pestisida memerlukan perhitungan batas deteksi dan batas
kuantifitas, karena residu merupakan pengotor yang cenderung mempunyai konsentrasi

yang rendah sehingga perlu mengetahui batas konsentrasi yang bisa dideteksi oleh alat
kromatografi gas. Pada perhitungan didapatkan nilai batas deteksi untuk endosulfan I,
endosulfan II dan endosulfan sulfat masing-masing 0,21 ppm; 0,21 ppm dan 0,24 ppm,
jadi alat masih bisa mendeteksi analit pada konsentrasi tersebut. Sedangkan untuk nilai
batas kuantifitas masing-masing didapatkan 0,62 ppm; 0,64 ppm dan 0,74 ppm, pada
konsentrasi tersebut analit dapat diukur secara kuantitatif (Tabel 2).
Penerimaan % recovery untuk analit yang mempunyai konsentrasi kecil dibawah
1,0 ppm yaitu 70%-120% (Yuwono dan Indrayanto, 2005) dan pada konsentrasi 1,0
ppm yaitu 75%-120% (AOAC, 2002). Pada perhitungan % recovery (nilai perolehan
kembali) endosulfan I dan endosulfan II memenuhi persyaratan validasi metode
sedangkan untuk endosulfan sulfat berada diluar rentang persyaratan validasi. Pada dari
endosulfan I nilai perolehan kembali lebih kecil daripada endosulfan II hal ini dapat
disebabkan karena endosulfan I lebih cepat terhidrolisis daripada endosulfan II, dan
endosulfan II lebih sedikit larut dalam air daripada endosulfan I. untuk endosulfan
sulfat, merupakan produk degradasi (Medical Toxicology and Worker Health and Safety

Branches, 2008) hal ini yang menyebabkan prosen perolehan kembali endosulfan sulfat
lebih besar.
Untuk perhitungan presisi yang dinyatakan dengan % koefisien variasi (% KV)
menggunakan data dari akurasi dan dihitung % KV-nya. Persyaratan yang diterima yaitu
nilai % KV tidak > 15% untuk analisis biologi (Yuwono dan Indrayanto, 2005). Nilai %
KV dari endosulfan I memenuhi kriteria persyaratan namun nilai % KV untuk
endosulfan II dan endosulfan sulfat terlalu besar diluar persyaratan, hal ini menunjukkan
bahwa metode yang digunakan belum menunjukkan hasil yang sama pada replikasi
(Tabel 3 dan Tabel 4).

Nilai % perolehan kembali dan % koefisien variasi yang berada diluar rentang
persyaratan dapat disebabkan karena adanya kesalahan dalam melakukan pengambilan
data. Pada nilai % perolehan kembali endosulfan sulfat didapatkan lebih besar, karena
endosulfan sulfat juga merupakan produk degradasi, faktor kesalahan ini sulit dievaluasi
dalam mendapatkan nilai yang sesuai dengan persyaratan. Sedangkan pada % koefisien
variasi pada endosulfan II dan sulfat juga berada diluar persyaratan, untuk menunjukkan
hasil yang sama pada setiap replikasi perlu diperbanyak jumlah replikasi pada setiap
ekstraksi matrik.
Tabel 1. Data nilai selektivitas dan nilai resolusi standar endosulfan konsentrasi (2,0 ppm) dan standar
endosulfan (2,0 ppm)

Analit

Standar endosulfan
tR

Endosulfan
I

11,816

Endosulfan
II

15,625

Endosulfan
Sulfat

18,808



1,21
1,14
1,05
1,07
1,10
1,04

Rs
13,18
10,35
5,07
6,44
10,33
3,82

Standar endosulfan dalam
matrik wortel
tR
11,811
15,616
18,794


1,20
1,05
1,05
1,07
1,06
1,04

Rs
11,63
2,48
3,63
5,07
5,29
3,75

Tabel 2. Data Linieritas, Batas Deteksi, dan Batas Kuantifitas pada Endosulfan I, II dan Sulfat
Linieritas
Batas Deteksi
Batas
kuantifitas
y = 1151628,7992 x – 870573,0435
Endosulfan
r = 0,9982 (r tabel = 0,917; n=6)
0,21 ppm
0,62 ppm
I
Vxo = 4,33%
y = 1015336,1451 x – 867962,4865
Endosulfan
r = 0,9977 (r tabel = 0,917; n=6)
0,21 ppm
0,64 ppm
II
Vxo = 4,93%
y = 504343,5556 x – 462990,7297
Endosulfan
r = 0,9905 (r tabel = 0,917; n=6)
0,24 ppm
0,74 ppm
sulfat
Vxo = 10,06%
Tabel 3. Data akurasi dan presisi endosulfan I dan endosulfan II
Konsentrasi
Akurasi
Presisi
Konsentrasi
Rep
pengukuran
(% recovery)
(% KV)
pengukuran
1
1,136
60,17 %
1,279
2
1,385
73,36 %
1,612
3
1,690
89,51 %
1,298
13,91%
4
1,511
80,03 %
2,137
5
1,664
88,14 %
1,655
6
1,588
84,11 %
1,880
SD = 11,02
� = 79,22 %
SD = 16,61

Akurasi
(% recovery)
67,89 %
85,56 %
68,90 %
110,99 %
85,93 %
97,61 %
� = 86,15 %

Presisi
(% KV)

19,28 %

Tabel 4. Data akurasi dan presisi endosulfan sulfat
Konsentrasi Konsentrasi yang
Akurasi
Replikasi
pengukuran
ditambahkan
(% recovery)
1
2,119
1.886
116,60 %
2
3,356
1.886
177,94 %
3
2,016
1.886
106,89 %
SD = 38,52
� = 133,81 %

Presisi
(% KV)
28,79 %

Simpulan : Validasi metode penentuan kadar residu endosulfan dengan kromatografi
gas spektrometri massa pada wortel, parameter validasi metode nilai Rs, nilai r pada
linieritas, batas deteksi dan batas kuantifitas, memenuhi persyaratan, tetapi nilai ratarata % recovery dan nilai % KV masih diluar rentang persyaratan.
Saran : Penentuan residu pestisida endosulfan dalam matrik wortel dapat digunakan
metode kromatografi gas spektrometri massa dengan menggunakan etil asetat sebagai
pelarut pengekstraksi masih perlu dilakukan pengulangan untuk mendapatkan hasil
yang memenuhi persyaratan.
Ucapan terima kasih : Project Grant 2012 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
yang diketua oleh Riesta Primaharinastiti beserta tim
DAFTAR PUSTAKA
Fenoll, J., Hellin, P., Martinez, C.M., Miguel, M., and Flores, P., 2007. Multiresidue
method for analysis of pesticides in pepper and tomato by chromatography with
nitrogen-phosphorus detection. Food Chemistry, 105, p.711-719.
Djojosumarto, Panut. 2008. Pestisida dan aplikasinya. Jakarta : PT Agro Media
Pustaka, hal. 6-86.
Winarti, C dan Miskiyah, 2010. Status Kontaminan pada Sayuran dan Upaya
Pengendaliannya di Indonesia. Pengembangan Inovasi Pertanian 3 (3), hal
227-237.
Pesticide Action Network (PAN) Europe, 2008. Endosulfan Fact Sheet. Pesticide
Action Network (PAN) Europe.
IPEN Pesticide Working Group Project, 2004. Endosulfan, A Fact sheet and answer to
common question. Kerala.
Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian Nomor
881/MENKES/SKB/VIII/1996 tentang Batas Maksimum Residu Pestisida pada
Hasil Pertanian.

Zhou R., Zhu L., Yang K., Chen Y. 2006. Distribution of Organochlorine Pesticides in
Surface Water and Sediments from Qiantang River, East China. Journal of
Hazardous Materials, 137(1), p. 68-75.
ASEAN Cooperation in Food, Agriculture and Forestry, 2002. Harmonization of
Maximum Residue Limits (MRLs) of Pesticides for Vegetables. Corps
Publication Series No.1, ASEAN.
Gamon, M., Lleo C., and Ten, A., 2001. Multiresidu Determination of Pesticides in
Fruit and Vegetables by Gas Chromatography/Tandem Mass Spectrometry.
Journal of AOAC International vol. 84 no. 4, pp 1209-1216.
Medical Toxicology and Worker Health and Safety Branches, 2008. Endosulfan Risk
Characterization Document, Volume I. Departement of Pesticide Regulation.
California Environmental Protection Agency.
Chan , C. C., 2004. Potency Method Validation. In: Chan , C. C., Lam, H., Lee, Y.C.,
Zhang, X.M. Analytical Method Validation and Instrument Performance
Verification. New Jersey : John Wiley and Sons, Inc. pp. 11-26.
Mulja, M., dan Suharman, 1995. Analisis Instrumental. Surabaya : Airlangga
University Press. hal.51-52, 57.
Sinulingga, Karya. 2006. Telaah Residu Organoklor pada Wortel Daucus carota L. di
Kawasan Sentra Kab. Karo Sumut. Jurnal Sistem Teknik Industri vol. 7, No 1,
hal. 92-97.
Harris, Daniel., 2007. Quantitative Chemical Analysis, Seventh Edition. England : WH
Freeman and Company, p. 528-551
Yuwono, M., and Indrayanto, G., 2005. Validation of Chromatographic Method of
Analysis. Profiles of Drug Subtances, Excipients, and Related Methodology,
vol. 32, p. 243-259
AOAC Guidelines for Single Laboratory Validation of Chemical Methods for Dietary
Supplements
and
Botanicals,
2002,
diakses
dari
http://www.aoac.org/Official_Methods/slv_guidelines.pdf, pada tanggal 7
Desember 2011, 20:34.

tR 11,8 : Endosulfan I

tR 15,6 : Endosulfan II

tR 18,8 : Endosulfan sulfat

Gambar I. Kromatogram matrik wortel yang tidak mengandung (endosulfan)

tR 11,8 : Endosulfan I

tR 15,6 : Endosulfan II

tR 18,8 : Endosulfan sulfat

Gambar II. Kromatogram matrik wortel yang mengandung endosulfan

tR 11,8 : Endosulfan I

tR 15,6 : Endosulfan II

tR 18,8 : Endosulfan sulfat