KONSEP DIRI PADA PEMANDU KARAOKE SKRIPSI

  KONSEP DIRI PADA PEMANDU KARAOKE SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

  Disusun Oleh : Ferra Setyoningtyas Sutanto

  059114100

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

SKRIPSI KONSEP DIRI PADA PEMANDU KARAOKE

  Disusun Oleh :

  Ferra Setyoningtyas Sutanto 059114100

  Telah disetujui dan diterima baik oleh : Dosen Pembimbing

  V. Didik Suryo Hartoko, S.Psi., M.Si. Yogyakarta,

  

SKRIPSI

KONSEP DIRI PADA PEMANDU KARAOKE

  Dipersiapkan dan ditulis oleh : Ferra Setyoningtyas Sutanto

  059114100 Telah dipertahankan di depan panitia penguji pada tanggal 13 Maret 2012 dan dinyatakan memenuhi syarat.

  Susunan Panitia Penguji : Nama Lengkap Tanda tangan 1. V. Didik Suryo Hartoko, S.Psi., M.Si. ........................................

  2. Prof. Dr. Agustinus Supraktiknya ........................................

  3. Debri Pritinella S.Psi., M.Si. ........................................

  Yogyakarta, Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Dekan, (Dr. Ch. Siwi Handayani) The old star you’ve been wishing on is shining mighty bright

But it’s the fire inside your heart that gonna lead you to the light

Failure isn’t failure if a lesson from it is learned Love isn’t love without a risk of being burned How you ever gonna know what is like to dance, If you never take a chance? How you ever gonna what it feels to fly, If you never really try? How you ever gonna know that you’re the best, If you never put it on the test? How you ever gonna know what living means, If you never chase the dream? How you ever gonna know victory And dreams become reality?

  This script is dedicated to : My Lord Jesus Christ My beloved fams My real tough partner

  And also my self

HALAMAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sungguh-sungguh bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, pengecualian yang telah disebutkan dalam kutipan dan dalam daftar pustaka sebagaimana layaknya sebuah karya ilmiah.

  Yogyakarta, 13 Maret 2012 Penulis

  Ferra Setyoningtyas

KONSEP DIRI PADA PEMANDU KARAOKE

  

Ferra Setyoningtyas Sutanto

ABSTRAK

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep diri pada pemandu karaoke dan stigma

yang terjadi pada pemandu karaoke. Partisipan dalam penelitian ini adalah tiga orang pemandu

karaoke yang bekerja di wilayah Yogyakarta. Mereka dipilih secara berantai dengan menggunakan

teknik snowball sampling. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif. Data

diperoleh menggunakan metode wawancara semi terstruktur. Metode analisis data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah metode analisis isi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemandu

karaoke memiliki konsep diri yang cenderung negatif. Konsep diri yang negatif ini terlihat dari

gambar diri dan evaluasi diri yang negatif, baik dalam konteks pekerjaan, keluarga, masyarakat,

dan gambaran diri umum. Pemandu karaoke melihat bahwa diri mereka mendapat stigma dari

masyarakat, baik berupa pandangan, label, dan perlakuan yang negatif. Stigma ini berkaitan

dengan status sosial dan perilaku yang mereka lakukan. Pandangan masyarakat ini pula yang

dipakai oleh pemandu karaoke dalam menilai diri sehingga mereka memiliki konsep diri yang

cenderung negatif dan merasa gagal dalam segala hal.

  Kata kunci : konsep diri, stigma, pemandu karaoke.

THE SELF-CONCEPT OF KARAOKE GUIDE

  

Ferra Setyoningtyas Sutanto

ABSTRACT

This research aimed to find out the self-concept and stigma of karaoke guides. The

participants of this research were three karaoke guides who work in Yogyakarta. They are

selected in sequence by snowball sampling technique. This research included in the kind of

qualitatif descriptive.. Data is obtained using the method of semi structured interview. Data

analysis method used in this research is a content analysis. The result showed that the karaoke

guides tend to have negative self-concept. The negative self-concept is showed in negative self-

images and self evaluation, either in the context of work, family, society, and general self-image.

Karaoke guides see that themselves got stigma from society, either in the form of view, labels, and

negative treatment. This stigma is related to social status and behavior that they do. The society

view was also used by karaoke guides in judging themselves so that their self-concept tend to be

negative and they fail in everything.

  Keywords : self-concept, stigma, karaoke guides

  

KATA PENGANTAR

Penulis mengartikan penyusunan skripsi ini hampir sama seperti “berperang”.

  Layaknya memulai peperangan dengan satu batalion pasukan untuk menyerang pertahanan musuh. Di medan perang ada pasukan yang gugur di tengah peperangan, ada yang melarikan diri, dan ada yang sudah berhasil memasuki pertahanan musuh. Dalam peperangan pun ada saat dimana kita tertinggal dari pasukan. Meskipun tertinggal jauh, kita tetap berjuang untuk menyelesaikan misi peperangan. Di saat jauh dan terpisah dari teman sepasukan dan hanya tinggal sendiri di titik tertentu, ada rasa kesepian dan kurang bersemangat dalam menyelesaikan misi. Akan tetapi, sebagai seorang prajurit berkewajiban untuk menyelesaikan misi walaupun harus berjuang seorang diri. Kesendirian bukan menjadi alasan untuk menyerah dan kalah. Meskipun demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa kehadiran teman juga menjadi bagian yang penting dalam sepanjang perjalanan hidup. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa syukur dan terima kasih kepada : 1. Tonggak Hidupku yang membuatku terus maju dengan langkah tegap.

  2. Segenap keluarga atas segala bentuk doa dan dukungannya, terutama papa, mama, malaikat-malaikat kecil, dan kakak-kakakku semua.

  3. Dr. Ch. Siwi Handayani selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  4. V. Didik Suryo Hartoko, S.Psi., M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan masukan dan meluangkan waktu untuk penulis hingga skripsi ini bisa terselesaikan.

  5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan dukungan dan perhatian agar penulis dengan segera menyelesaikan skripsinya.

  6. Mas Gandung, Mbak Nanik, Mas Doni, Mas Muji, dan Pak Gie terima kasih atas keramahan dan kebaikan kalian.

  7. Leo ‘babi’ atas perhatian dan semangatnya.

  8. Sahabat-sahabat Angel Monk : Kun, Mikhael, Chachan, Edo, Diah, dan semua partisipan penelitian.

  9. Teman-temanku yang paling special : Silvi, Agnes, Via, Agung, Mathel, Sherly, dan Ucie.

  10. Temen-temen seperjuangan : Ane, Jessi, Hanes, Tristan, Puput, Reni, Heni, dan Anggoro

  11. Teman-teman Psikologi USD dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, terima kasih untuk semuanya Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca .

  Penulis, Ferra Setyoningtyas

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN HALAMAN JUDUL............................................................................................i HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING...................................ii HALAMAN PENGESAHAN............................................................................iii HALAMAN MOTTO ........................................................................................iv HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... v HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................vi ABSTRAK ........................................................................................................vii ABSTRACT.....................................................................................................viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ......................ix KATA PENGANTAR ........................................................................................ x DAFTAR ISI.....................................................................................................xii DAFTAR TABEL............................................................................................. xv DAFTAR SKEMA...........................................................................................xvi DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................xvii

  BAB I : PENDAHULUAN................................................................................. 1 A. Latar Belakang Masalah.......................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................... 6 C. Tujuan Penelitian..................................................................................... 6 D. Manfaat Penelitian................................................................................... 6 BAB II : KAJIAN PUSTAKA............................................................................ 7

  A. Konsep Diri ............................................................................................. 7

  1. Diri...................................................................................................... 7

  2. Pengertian Konsep Diri ...................................................................... 9

  3. Komponen Konsep Diri.................................................................... 11

  4. Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri......................................... 13

  B. Stigma Sosial......................................................................................... 16

  C. Pemandu Karaoke ................................................................................. 17

  D. Stigma dalam Pembentukan Konsep Diri pada Pemandu Karaoke ...... 19

  E. Pertanyaan Penelitian ............................................................................ 21

  BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 23 A. Jenis Penelitian...................................................................................... 23 B. Metode Pemilihan Partisipan Penelitian ............................................... 23 C. Fokus Penelitian .................................................................................... 24 D. Metode Pengambilan Data .................................................................... 25

  1. Persiapan Penelitian.......................................................................... 25

  2. Pelaksanaan Penelitian ..................................................................... 27

  E. Prosedur Analisis Data .......................................................................... 28

  F. Kredibilitas Penelitian ........................................................................... 29

  BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................ 30 A. Deskripsi Hasil Temuan Setiap Partisipan ............................................ 30

  1. Partisipan 1 ....................................................................................... 30

  2. Partisipan 2 ....................................................................................... 35

  3. Partisipan 3 ....................................................................................... 40

  B. Hasil Temuan Seluruh Partisipan dan Pembahasan .............................. 45

  1. Gambar diri general .......................................................................... 45

  2. Diri dalam konteks pekerjaan ........................................................... 46

  3. Diri dalam konteks keluarga............................................................. 48

  4. Diri dalam konteks masyarakat ........................................................ 49

  5. Stigma pada pemandu karaoke ......................................................... 51

  6. Stigma dalam proses pembentukan konsep diri ............................... 55

  BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 56 A. Kesimpulan............................................................................................ 56

  1. Konsep diri pemandu karaoke............................................................... 56

  2. Stigma pada pemandu karaoke.............................................................. 57

  3. Stigma dalam pembentukan konsep diri ............................................... 58

  B. Keterbatasan Penelitian ......................................................................... 58

  C. Saran...................................................................................................... 59 DAFTARA PUSTAKA .................................................................................... 61 LAMPIRAN...................................................................................................... 63

  

DAFTAR TABEL

  HALAMAN Tabel 1 : Interview Guide Penelitian Konsep Diri Pemandu Karaoke.............. 26 Tabel 2 : Pelaksanaan Wawancara .................................................................... 28 Table 3 : Stigma pada Pemandu Karaoke ......................................................... 53

  

DAFTAR SKEMA

  HALAMAN Skema 1 : Struktur Diri Burns............................................................................. 9 Skema 2 : Konsep Diri Pemandu Karaoke........................................................ 22 Skema 3 : Konsep Diri Partisipan 1 .................................................................. 34 Skema 3 : Konsep Diri Partisipan 2 .................................................................. 39 Skema 4 : Konsep Diri Partisipan 3 .................................................................. 44 Skema 5 : Hasil Penelitian Seluruh Partisipan.................................................. 50

DAFTAR LAMPIRAN

  HALAMAN Lampiran 1 : Transkrip Verbatim Partisipan 1 ................................................ 64 Lampiran 2 : Transkrip Verbatim Partisipan 2 ................................................. 70 Lampiran 3 : Transkrip Verbatim Partisipan 3 ................................................. 77

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tempat hiburan yang banyak diminati oleh masyarakat saat ini

  adalah karaoke. Tampaknya, bernyanyi di tempat karaoke kini sudah menjadi gaya hidup bagi masyarakat di kota besar maupun di kota kecil. Oleh karena itu, tak heran jika sekarang banyak berdiri rumah karaoke dengan segmen pasar masing-masing, seperti untuk anak muda, keluarga, dan kelas menengah ke atas. Pelayanan yang memuaskan kepada setiap pengunjung atau tamu, selalu dijadikan nilai tambah bagi tempat usaha karaoke. Servis tersebut diantaranya adalah dengan menjaga privasi tamu, keramahtamahan, dan pelayanan yang memuaskan kepada pengunjung (Karaoke Ekspresikan, 2008). Selain itu, adapula tempat karaoke yang menyediakan pemandu-pemandu karaoke yang siap untuk menjamu dan menemani tamu saat menikmati layanan karaoke.

  Pekerjaan sebagai pemandu karaoke mungkin jarang diketahui oleh banyak orang karena profesi ini muncul seiring dengan berkembangannya tempat hiburan yang menyediakan sarana untuk berkaraoke. Oleh karena itu, untuk mengetahui gambaran mengenai pekerjaan tersebut, berikut sebuah contoh kasus mengenai suka duka seorang pemandu karaoke.

  Kut (19 tahun) memiliki hobi menyanyi dan telah 5 bulan bekerja sebagai pemandu karaoke. Jam kerjanya hanya malam hari dari jam 19.00 hingga jam 02.00 dinihari. Sebagai pemandu karaoke, dia bertugas untuk menemani tamu bernyanyi dan memiliki penghasilan yang lumayan besar. Sebagaian penghasilannya diberikan kepada orangtua karena dia ingin berbakti dan berusaha untuk menyenangkan orangtuanya. Kut merasa bahwa bekerja di dunia hiburan malam sangat beresiko. Berkali-kali dia diajak tidur oleh tamu. Dia mencoba menolak semua ajakan iseng itu sehingga terkadang membuat para tamu itu mengamuk dan marah. Selain itu, dia juga sering minum-minuman keras hingga mabuk ketika menemani tamu. Banyak orang mengatakan bahwa bekerja sebagai pemandu karaoke kalau tidak ‘nyambi’ sekalian ya munafik dan Kut tidak mau berkomentar tentang itu. Seminggu sekali Kut pergi ke salon untuk permak wajah dan rambut karena itu salah satu permintaan bosnya agar penampilannya selalu menarik di mata tamu. Hanya keluarga Kut saja yang tahu ia bekerja di tempat seperti itu. Teman, tetangga, maupun keluarga jauhnya tak ada yang paham ia bekerja apa. Meski lurus- lurus saja, Kut merasa tidak bangga juga bila ketahuan profesi yang ia geluti karena gengsi (Suka Duka, Sabtu 31 Januari 2004).

  Berdasarkan kasus di atas, penulis menjadi tahu bahwa tidak mudah menjadi seorang pemandu karaoke. Pekerjaan sebagai pemandu karaoke mungkin cukup menyenangkan bagi sebagian orang. Hal ini dikarenakan selain bekerja untuk mendapatkan uang dan menyalurkan hobi menyanyi, mereka juga dapat sekaligus menikmati hiburan-hiburan yang tersedia di tempat kerja. Namun di lain sisi, pekerjaan ini juga mengandung resiko dan konsekuensi yang cukup besar. Tidak jarang para pemandu karaoke ini mendapat pelecehan dari tamu, seperti colek-colekan nakal atau pun tawaran-tawaran untuk berbuat mesum. Selain di tempat kerja, mereka juga mendapat tekanan dari masyarakat sekitar. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Yuli (dalam Khrisna, 2009) yang bekerja di tempat hiburan malam bahwa ia sering dipandang miring, kerja yang tidak baik oleh kerabat dan tetangganya karena sering pulang pagi.

  Padahal menurut Yuli tidak semua pekerja hiburan malam ikut terjerumus dalam hal-hal negatif, semua itu tergantung pada pribadi masing-masing.

  Stigma negatif memang sering melekat pada wanita yang bekerja di malam hari. Stigma sendiri dahulunya merupakan sebutan untuk pembuatan cap atau stempel. Pada perkembangannya, stigma telah berubah makna lagi menjadi konotasi sosial yang menjurus pada hal-hal yang dianggap aib dan kenistaan atau yang sering disebut stigma sosial. Erving Goffman (1963) mengatakan bahwa stigma merupakan label yang diberikan kepada individu atau kelompok oleh orang lain karena dianggap telah melanggar aturan atau norma yang sangat dihormati sehingga sering menyebabkan pengucilan pada seseorang ataupun kelompok. Stigma sosial dapat terjadi pada orang yang memiliki fisik kurang atau cacat mental, pekerjaan yang bertentangan dengan norma agama, anak diluar nikah, kaum homoseksual, dan etnis. Crocker dan Major (1989) melakukan kajian yang luas melihat pengaruh stigma sosial pada individu dengan cacat fisik, homoseksual dan sakit mental. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa anggota kelompok stigma memiliki self-esteem lebih rendah dari anggota kelompok non-stigma. Selain itu, Szivos (Paterson, 2009) mewawancarai 50 remaja dengan ketidakmampuan belajar dan melaporkan bahwa stigma membuat para remaja ini memiliki harga diri yang rendah sehingga menganggap dirinya paling tidak mampu dibandingkan dengan saudara mereka yang lain.

  Salah satu contoh dari stigma sosial adalah praktik prostitusi. Pada umumnya masyarakat memandang praktik prostitusi sebagai suatu tindakan yang tercela serta merusak iman dan moral seseorang. Oleh karena itu, banyak pihak yang memberikan hujatan terhadap pelaku prostitusi, bahkan praktik ini dipandang sebagai penyakit masyarakat yang perlu untuk diberantas (Citra, 2004). Hal yang sama juga ditemukan pada para pemandu karaoke karena bekerja di tempat hiburan malam dan berpakain seksi karena tidak jarang dari mereka yang diwajibkan bekerja dengan mengenakan rok mini dan berdandan agak mencolok. Hal ini membuat para pemandu karaoke sering dipersepsikan negatif oleh masyarakat hanya karena bekerja menemani orang bermabuk-mabukan hingga larut malam. Sejalan dengan hal tersebut Ariyudha (2010) seorang pengamat life style berpendapat bahwa profesi sebagai pemandu karaoke sangat merendahkan derajat wanita.

  Pemandu karaoke pasti memiliki imej yang buruk (stigma) di mata masyarakat. Tampaknya, hal ini membuat para pemandu karaoke tidak ingin mengakui profesi yang ia geluti kepada orang lain. Selain itu, stigma yang diterima dapat mempengaruhi pemandu karaoke dalam memandang dirinya dan berpengaruh juga dalam pola interaksi mereka dengan orang lain. Konsep diri merupakan suatu gambaran campuran dari apa yang seseorang pikirkan, pendapat orang lain mengenai diri, dan seperti apa diri yang kita inginkan (Burns, 1993). Konsep diri merupakan salah satu bagian yang sangat penting dari struktur kepribadian seseorang, yaitu sebagai penentu bagaimana seseorang bersikap dan bertingkah laku. Menurut hasil penelitian H. S.

  Sullivan (dalam Rakhmat, 1994) jika dalam interaksi dengan orang lain seseorang selalu direndahkan, ditolak, diberi perlakuan negatif, dan tidak disenangi maka individu tersebut juga akan cenderung untuk melakukan tindakan yang sama terhadap diri mereka. Oleh karena itu, pemandu karaoke diharapkan memiliki pengetahuan mengenai konsep dirinya sehingga mereka memahami nilai-nilai yang ada pada dirinya dan nilai sosial yang berkembang di masyarakat.

  Meskipun banyak resiko dan komentar yang kurang mengenakkan mengenai pemandu karaoke, tampaknya masih ada orang yang memilih berprofesi sebagai pemandu karaoke. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melihat lebih dalam bagaimana pandangan para pemandu karaoke ini terhadap diri sendiri terkait stigma sosial yang mereka terima. Peneliti berharap bisa mendapatkan gambaran mengenai konsep diri pada pemandu karaoke dan stigma yang mereka dapatkan sehingga penelitian ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu psikologi sosial dan psikologi kepribadian. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan refleksi bagi para pemandu karaoke serta dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri dan penerimaan diri yang membentuk kepribadian para pemandu karaoke itu sendiri.

  B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimana konsep diri para pemandu karaoke ?”

  C. Tujuan Penelitian

  Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk 1. Mengetahui konsep diri pada pemandu karaoke.

  2. Mengetahui stigma yang terjadi pada pemandu karaoke

  D. Manfaat Penelitian

  1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat memberi sumbangan bagi perkembangan ilmu psikologi sosial dan psikologi kepribadian, khususnya mengenai konsep diri pada pemandu karaoke.

  2. Manfaat Praktis Bagi para pemandu karaoke, hasil penelitian ini dapat memberi masukan mengenai konsep diri mereka yang dapat menjadi sumbangan dalam melihat diri sendiri (intropeksi diri), dan menambah informasi tentang tingkah laku mereka sehingga mereka tahu bagaimana tingkah laku mereka baik dalam konteks pekerjaan, keluarga, dan masyarakat.

  Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai konsep diri pada pemandu karaoke, sehingga masyarakat semakin memahami tentang kehidupan para pemandu karaoke.

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Diri Konsep diri memiliki peranan yang paling utama sebagai faktor di

  dalam integrasi kepribadian untuk memotivasi tingkah laku dan mencapai kesehatan mental. Konsep diri dapat menentukan bagaimana individu bertingkah laku dalam segala situasi. Pemahaman mengenai konsep diri dapat memudahkan untuk memahami tingkah laku individu. Konsep diri adalah hal-hal yang berkaitan dengan ide, pikiran, kepercayaan serta keyakinan yang diketahui dan dipahami oleh individu tentang dirinya. Meski konsep diri tidak langsung ada ketika individu dilahirkan, tetapi secara bertahap seiring dengan tingkat perkembangan individu, konsep diri akan terbentuk karena pengaruh lingkungannya.

1. Diri

  Diri diartikan sebagai suatu konsepsi individu terhadap dirinya sendiri dan konsepsi orang lain terhadap dirinya. Konsep tentang "diri" dinyatakan bahwa individu adalah subyek yang berperilaku dengan demikian maka dalam "diri" itu tidak semata-mata pada anggapan orang secara pasif mengenai reaksi-reaksi dan definisi-definisi orang lain saja. Menurut pendapat Mead (1934), diri sebagai subyek yang bertindak ditunjukkan dengan konsep "I" dan diri sebagai obyek ditunjuk dengan konsep "me".

  Menurut Mead (Griffin, 2012), self adalah proses mengkombinasikan

  I dan me. I adalah subyek diri dimana individu bertindak dan memiliki

  sebuah dorongan spontan untuk memelihara segala sesuatu, kreatif, dan impulsif. Sedangkan me adalah obyek diri yang hadir dalam cermin diri karena reaksi orang lain terhadap individu. Me terbentuk ketika individu mulai berinteraksi dengan lingkungannya. Me merupakan unsur sosial yang di dalamnya mencakup generalized other. Individu memahami apa harapan masyarakat untuk dilakukan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Oleh karena itu, generalized other mempengaruhi bagaimana bentuk me. Generalized other merupakan suatu set informasi yang terorganisir dalam pikiran individu mengenai apa general expectation dan bagaimana seharusnya perilaku dalam sebuah kelompok sosial.

  Generalized other digunakan untuk mengevaluasi segala perilaku individu dalam suatu situasi sosial.

  Burns (1993) menggambarkan struktur teoritis untuk menjelaskan secara hirarki mengenai diri. Diri tersusun dari dua aspek yaitu I dan Me. I adalah diri sebagai pengenal atau subyek yang sedang mengalami. Sedangkan Me adalah diri sebagai dikenal atau konsep diri. Konsep diri terdiri dari gambaran diri yang mencakup diri yang dipersepsikan individu dan diri yang orang lain persepsikan, dan evaluasi diri atau penerimaan diri yang mencakup perbandingan diri ideal dan diri yang individu diperspsikan.

  Berikut ini ini skema struktur diri menurut Burns (1993) 1993) yang dapat memperjelas ur s uraian diatas :

  Skema 1. Struktur Diri Burns

  Dengan de demikian. konsep diri atau “me”, merupaka upakan hal-hal yang dipersepsikan kan oleh individu, konsep dan evaluasi mengenai nai dirinya sendiri, termasuk gam mbaran orang lain terhadapnya dan gambaran an tentang pribadi yang diharapka pkan yang diperoleh dari suatu pengalaman li lingkungan yang dievaluasi seca secara pribadi.

2. Pengertian K an Konsep Diri

  Chaplin ( (2004) dalam Kamus Psikologi mengatakan kan bahwa konsep diri merupaka kan evaluasi individu mengenai diri sendiri, ndiri, penilaian atau penafsiran me mengenai diri sendiri oleh individu yang ng bersangkutan. Menurut Burns urns (1993) konsep diri adalah suatu gambaran ran campuran dari apa yang kita pi ta pikirkan, pendapat orang lain mengenai kita, kita, dan seperti apa diri yang kita i ta inginkan.

  Cooley (Rakhmat, 1994) menggambarkan konsep diri dengan gejala

  looking-glass self (diri cermin) dimana konsep diri dipengaruhi oleh apa

  yang diyakini individu tentang pendapat orang lain mengenai individu tersebut dan seakan-akan menaruh cermin di depan kita. Pertama, kita membayangkan bagaimana kita tampak pada orang lain, kita melihat sekilas diri kita seperti berada dalam cermin. Kedua, kita membayangkan bagaimana orang lain menilai penampilan kita. Ketiga, kita mengalami perasaan bangga atau kecewa.

  Mead (dalam Burns, 1993) berpendapat bahwa konsep diri sebagai obyek timbul di dalam interaksi sosial sebagai suatu hasil perkembangan dari perhatian individu tersebut mengenai bagaimana orang lain berinteraksi kepadanya. Oleh karena itu, individu tersebut dapat mengantisipasi reaksi orang lain agar bertingkah laku dengan pantas dan individu mampu belajar untuk menginterpretasikan lingkungannya sebagaimana yang telah dilakukan oleh orang lain.

  William D. Brooks (Rakhmat, 1994) mendefinisikan konsep diri sebagai ”those physical, social, and psychological perceptions of

  ourselves that we have derived from experiences and our interaction with ourselves that we have derived from experience and our interactions with others”. Jadi konsep diri adalah pandangan dan perasaan tentang diri yang didapat dari pengalaman dan interaksi dengan orang lain.

  Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa konsep diri merupakan pandangan dan perasaan tentang diri yang diperoleh dari pengalaman dan interaksi dengan lingkungan sekitar. Konsep diri terdiri dari bagaimana individu melihat diri sendiri sebagai pribadi, bagaimana pandangan orang lain tentang diri individu itu sendiri, dan bagaimana individu menginginkan dirinya sendiri menjadi individu yang ideal

3. Komponen Konsep Diri

  Komponen konsep diri menurut Bruns (1993) dalam struktur diri adalah citra atau gambaran diri dan evaluasi diri atau penerimaan diri.

  a. Citra diri atau gambaran diri Citra diri merupakan pengetahuan individu tentang diri sendiri.

  Pengetahuan tentang diri sendiri ini mencakup pemahaman seseorang mengenai dirinya sendiri dan diri lainnya atau diri yang individu yakin orang lain persepsikan. Semua aspek tersebut memperlihatkan kualitas diri seseorang baik kelebihan ataupun kelemahannya.

  b. Evaluasi diri dan penerimaan diri Evaluasi diri adalah evaluasi individu terhadap dirinya sendiri yang mengacu pada penilaian yang berkenaan dengan arti dan nilai pentingnya seseorang. Pengukuran yang dipakai biasanya, pertama adalah perbandingan dari citra diri yang individu persepsikan dengan citra diri yang ideal atau gambaran jenis pribadi yang diinginkan. Titik acuan yang kedua melibatkan internalisasi dari penilaian masyarakat. Hal ini mengandaikan bahwa evaluasi diri ditentukan oleh keyakinan-keyakinan individu mengenai bagaimana orang lain mengevaluasi diri. Titik acuan terakhir melibatkan individu yang bersangkutan mengevaluasi dirinya sendiri sebagai seseorang yang relatif sukses ataupun gagal di dalam melakukan apa yang diminta oleh identitasnya.

  Mead (dalam Horton & Hunt, 1989) memandang diri dan masyarakat sebagai dua aspek yang saling berkaitan. Dalam berinteraksi dengan lingkungannya, individu memahami apa yang menjadi harapan masyarakat untuk dilakukan (generalized other). Kesadaran individu akan generalized

  other berkembang melalui pengambilan peran. Pada individu dewasa,

  pengambilan peran yang paling menonjol adalah dalam keluarga, pekerjaan, dan masyarakat karena terkait dengan tugas perkembangan mereka. Oleh karena itu, konsep diri akan dilihat dalam 3 konteks kehidupan individu yaitu diri dalam konteks pekerjaan, keluarga, dan masyarakat.

  a. Diri dalam konteks pekerjaan Peran yang berkaitan dengan pekerjaan dapat menimbulkan perubahan kepribadiaan sehingga terdapat pengaruh timbalbalik dari individu terhadap pekerjaan dan dari pekerjaan terhadap individu. Dengan demikian, pengetahuan dan pengalaman akan pekerjaan yang dilakukan dapat memberikan masukan dalam konsep diri individu tersebut.

  b. Diri dalam konteks keluarga Dalam hal ini, konsep diri dilihat dari latar belakang individu dan hubungan keluarga. Hubungan keluarga disini mencakup komunikasi serta peranan individu dalam keluarga. Sikap atau respon orang tua dan lingkungan akan menjadi bahan informasi dalam individu menilai siapa dirinya.

  c. Diri dalam konteks masyarakat Yang dimaksud masyarakat disini adalah masyarakat dimana individu tinggal. Penilaian dan sikap orang lain terhadap diri individu akan mempengaruhi konsep diri individu tersebut.

  Dengan demikian, konsep diri merupakan gambaran mengenai diri yang meliputi citra diri dan evaluasi diri. Selain itu, konsep diri akan dilihat dalam konteks-konteks kehidupan individu yaitu diri konteks dalam pekerjaan, keluarga, dan masyarakat.

4. Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

  Konsep diri individu tidak terbentuk secara instan melainkan dengan proses belajar sepanjang hidup individu dan berkembang sejalan dengan pertumbuhannya, terutama akibat dari hubungan individu dengan individu lain. M.Argyle (dalam Hadry & Heyes, 1988) mengatakan bahwa ada empat faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan konsep diri, yaitu :

  a. Reaksi dari orang lain Individu dapat mempelajari dirinya sendiri dengan bercermin mengenai perilaku diri sendiri terhadap respon yang diberikan oleh orang lain. Orang-orang yang memiliki arti pada diri individu (significant other) sangat berpengaruh dalam pembentukan konsep diri. b. Pembandingan dengan orang lain Konsep diri individu sangat tergantung kepada bagaimana cara individu membandingkan dirinya dengan orang lain.

  c. Peranan individu Setiap individu memainkan peranan yang berbeda-beda dan pada setiap peran tersebut individu diharapkan akan melakukan perbuatan dengan cara-cara tertentu pula. Harapan-harapan dan pengalaman yang berkaitan dengan peran yang berbeda-beda berpengaruh terhadap konsep diri seseorang.

  d. Identifikasi terhadap orang lain Anak-anak mencoba menjadi pengikut orang dewasa dengan cara meniru beberapa nilai, keyakinan dan perbuatan. Proses identifikasi ini menyebabkan individu merasakan bahwa dirinya telah memiliki beberapa sifat dari orang yang dikagumi.

  Menurut Stuart dan Sudeen (Salbiah, 2003) ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri yaitu : a. Persepsi diri Persepsi diri merupakan pandangan individu terhadap diri sendiri.

  Selain itu, persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Individu dengan konsep diri positif dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat dari kemampuan interpersonal dan penguasaan lingkungan yang baik. Sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang terganggu. b. Orang lain Konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain. Individu melihat diri sendiri melalui cermin orang lain sehingga diri merupakan interprestasi dari pandangan orang lain terhadap individu tersebut. Significant other ini meliputi semua orang yang mempengaruhi perilaku, pikiran, dan perasaan individu. Mereka mengarahkan tindakan, membentuk pikiran dan menyentuh perasaan secara emosional.

  Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep diri terbentuk seiring dengan pertumbuhan individu melalui proses belajar.

  Faktor yang mempengaruhi dalam pembentukkan konsep diri adalah persepsi diri, orang lain (reaksi dan pembandingan) serta peran individu.

  Persepsi diri adalah pandangan individu terhadap diri sendiri, serta persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Sumber informasi dalam perkembangan konsep diri adalah orang lain. Konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain. Oleh karena itu, konsep diri juga merupakan interprestasi dari pandangan orang lain terhadap diri. Selain itu, konsep diri juga dipengaruhi oleh peran yang individu lakukan, baik peran dalam keluarga, pekerjaan, dan dalam masyarakat.

B. Stigma Sosial

  Stigma memiliki konotasi sosial yang menjurus pada hal-hal yang dianggap aib dan kenistaan. Menurut Goffman (1963) stigma merupakan label yang diberikan kepada individu atau kelompok oleh orang lain karena dianggap telah melanggar aturan atau norma yang sangat dihormati. Stigma sosial dapat terjadi pada orang yang berbentuk fisik kurang atau cacat mental, pekerjaan yang bertentangan dengan norma agama, anak diluar nikah, kaum homoseksual, dan etnis. Goffman (1963) membagi tiga jenis stigma yang sering disebutkan, yaitu a. Stigma pada orang dengan cacat fisik atau tubuh seperti orang buta, orang lumpuh, orang tuli, dan orang bisu.

  b. Stigma pada orang dengan cacat karakter, seperti gangguan mental, penjahat, pemabuk, pengangguran, kaum homoseksual, orang yang pekerjaannya bertentangan dengan norma yang ada, dan orang yang pernah mencoba bunuh diri.

  c. Stigma suku, ras, bangsa, dan agama.

  Stigma dapat meningkatkan potensi stres pada individu karena penilaian atau perlakuan yang tidak adil. Sejumlah perspektif teoritis menunjukkan bahwa orang yang mendapat stigma cenderung melakukan pertahanan ego, merasa rendah diri, dan depresi. Crocker dan Major (1989) melakukan kajian yang luas melihat pengaruh stigma sosial, dan melaporkan bahwa stereotip negatif yang ada pada individu dengan cacat fisik, homoseksual dan sakit mental berpengaruh pada keadaan ekonomi dan hubungan interpersonal pada kelompok ini, seperti sulit mendapat pekerjaan dan kesulitan dalam hubungan interpersonal. Dalam kajian mereka, Crocker dan Mayor (1989) berpendapat bahwa anggota kelompok stigma memiliki self-esteem lebih rendah dari anggota kelompok non-stigma.

  Dari pengertian di atas, stigma merupakan label yang diberikan kepada individu atau kelompok oleh orang lain karena dianggap telah melanggar aturan atau norma yang ada dalam masyarakat. Stigma sendiri biasanya terjadi pada orang-orang yang mengalami cacat fisik, cacat karakter, dan perbedaan ras. Pemberian stigma berpengaruh pada keadaan individu karena penilaian atau perlakuan yang tidak adil.

C. Pemandu Karaoke

  Kata karaoke berasal dari bahasa Jepang. Karaoke terdiri dari dua kata yaitu kara yang berarti kosong dan okesutora yang berarti orkestra. Dalam bahasa Jepang, karaoke artinya sebuah bentuk hiburan dimana seorang penyanyi amatir bernyanyi dengan diiringi musik atau video musik dengan menggunakan mikrofon. Alat karaoke sendiri ditemukan oleh musisi Jepang, Daisuke Inoue, pada awal 1970-an. Alat ini menjadi populer sehingga tersebar ke seluruh Asia dan dunia. Sebelumnya, karaoke hanya tersedia di klub malam dan hotel-hotel berbintang karena eksklusif dan berhubungan dengan hiburan malam. Karaoke di Indonesia kadang masih dianggap sebagai hobi yang kurang baik. Namun, beberapa tahun ini karaoke semakin disukai oleh segala kalangan. Bukan hanya kalangan eksekutif yang ingin melepas penat dan lelah selama bekerja di kantor, namun anak-anak muda seperti mahasiswa dan pelajar pun juga hobi bersenang-senang di tempat karaoke (Jurnalis Pos Kupang, 2009).

  Tempat karaoke sendiri merupakan tempat hiburan yang menyediakan sarana untuk berkaraoke, menyediakan makanan dan minuman baik yang tidak beralkohol atau pun berakhohol (Redaksi Simpang 5, 2008). Tempat karaoke tidak bisa terlepas dari peran handal para pemandu karaoke yang selalu siap sedia melayani pengunjung. Pemandu karaoke sendiri digambarkan sebagai seseorang yang bekerja untuk memberikan pelayanan dan menjamu pengunjung tempat karaoke sehingga pengunjung merasa nyaman. Pemandu karaoke biasanya bertugas untuk menemani tamu mengobrol, bernyanyi, dan memandu atau mencarikan lagu untuk tamu (Minggu Pagi, Sabtu 31 Januari 2004).

  Pemandu karaoke biasanya bekerja pada malam hari dan pulang di pagi hari. Oleh karena itu, tidak jarang mereka sering dipandang miring, apalagi mereka bekerja di tempat hiburan malam, berpakain sedikit seksi dan berdandan agak mencolok. Para pemandu karaoke ini juga sering dipersepsikan negatif oleh masyarakat hanya karena bekerja menemani orang bermabuk-mabukan hingga larut malam. Sejalan dengan hal tersebut Ariyudha (2010) seorang pengamat life style berpendapat bahwa profesi sebagai pemandu karaoke sangat-sangat merendahkan derajat wanita.

  Pandangan masyarakat yang negatif ini membuat para pemandu karaoke cenderung tidak ingin mengakui profesinya kepada orang lain bahkan kepada keluarga sendiri.

  Dari pengertian tersebut, maka peneliti dapat menggambarkan bahwa pemandu karaoke merupakan seseorang yang bekerja pada sebuah tempat karaoke dan memiliki tugas untuk menjamu dan melayani tamu yang sedang menikmati hiburan karaoke sehingga tamu merasa nyaman dan terpuaskan ketika berkaraoke. Pemandu karaoke sering mendapat pandangan miring dari masyarakat karena mereka bekerja ditempat hiburan malam, menemani tamu mabuk, dan pulang dipagi hari.

D. Stigma dalam Pembentukan Konsep Diri pada Pemandu Karaoke

  Seseorang harus berinteraksi dengan orang lain terlebih dahulu sebelum konsep diri terbentuk. Mead (Public Relation, 2009) berpendapat bahwa dengan menggunakan bahasa dan berinteraksi dengan orang lain, individu mampu mengembangkan pikiran sehingga dapat menciptakan konsep atau pandangan bagi masyarakat yang berada di luar diri individu. Pikiran tidak hanya tergantung pada masyarakat. Akan tetapi, keduanya mempunyai hubungan timbal balik. Pikiran merefleksikan dan menciptakan dunia sosial. Ketika individu mempelajari bahasa, ia juga belajar berbagai norma sosial dan aturan budaya yang mengikatnya. Selain itu, melalui interaksi individu juga mempelajari cara-cara untuk membentuk dan mengubah dunia sosialnya.

  Mead (dalam Ardhyana, 2010) menekankan pentingnya looking-glass

  self (cermin diri) dalam konsep pengembangan diri. Menurut pandangan ini, konsep diri berkembang melalui interaksi individu dengan orang lain dan merupakan refleksi dari penilaian orang lain atas diri individu. Jadi, konsep diri merupakan produk kesadaran individu tentang bagaimana orang lain mengevaluasi diri dan bagaimana individu mengadopsi pandangan orang lain tersebut.

  . Menurut Mead (dalam Griffin, 2012), self adalah proses

  mengkombinasikan I dan me. I merupakan subyek diri dimana individu bertindak dan memiliki sebuah dorongan spontan untuk memelihara segala sesuatu, kreatif, dan impulsif. Sedangkan me adalah obyek diri yang hadir di cermin diri karena reaksi orang lain terhadap individu. Misalnya guru berkata kepada seorang murid bahwa nilai-nilainya tidak mencapai standar kelas dan mendapat peringkat terendah di kelas. Oleh karena itu, murid tersebut akan berpikir bahwa dirinya bodoh dan tidak akan naik kelas. Me terbentuk ketika individu mulai berinteraksi dengan orang lain. Dalam individu berinteraksi, ia memahami apa harapan masyarakat untuk dilakukan. Oleh karena itu,

  generalized other mempengaruhi bagaimana bentuk me karena mengevaluasi

  segala perilaku individu dalam suatu situasi sosial. Generalized other membentuk bagaimana individu berpikir dan berinteraksi dalam suatu komunitas.

  Kajian Mead (Public Relation, 2009) mengenai cermin diri dalam proses pengembangan diri mengimplikasikan kekuasaan yang dimiliki oleh sebuah label terhadap konsep diri dan perilaku individu. Kekuasaan ini menunjukkan prediksi pemenuhan diri yang dihasilkan oleh pemberian sebuah label yang dinamakan efek Pygmalion (Pygmlaion effect) yang merujuk pada harapan-harapan orang lain yang mengatur tindakan individu.

  Kelompok stigma menyadari bahwa mereka dianggap negatif oleh orang lain. Oleh karena itu, mereka memberikan sikap negatif juga ke dalam konsep diri sehingga menjadi lebih rendah dalam harga diri.

  Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa konsep diri terbentuk melalui interaksi individu dengan lingkungannya. Me merupakan obyek diri yang hadir di cermin diri karena reaksi orang lain terhadap individu. Reaksi ini bisa berupa sikap, perlakuan, pandangan ataupun stigma terhadap diri dari orang lain. Cermin diri ini menunjukkan pentingnya sebuah label terhadap pembentukan konsep diri dan perilaku. Oleh karena itu, stigma yang diterima oleh individu dapat memberikan masukan negatif ataupun positif dalam proses pembentukan konsep diri.

E. Pertanyaan Penelitian

  Diri adalah proses mengkombinasikan I dan me. I merupakan diri dimana individu bertindak dan me adalah diri sebagai dikenal atau konsep diri. Konsep diri terbentuk melalui interaksi individu dengan lingkungannya yang mengarah pada bagaimana orang lain mengevaluasi diri dan bagaimana individu mengadopsi pandangan orang lain tersebut. Oleh karena itu, pandangan orang lain dan pemberian label atau stigma menjadi penting dalam pembentukan konsep diri dan perilaku. Selain itu, konsep diri juga dipengaruhi oleh peran yang individu lakukan, baik peran dalam keluarga, pekerjaan, dan dalam masyarakat. Konsep diri ini dilihat dari aspek citra diri dan evaluasi diri. Salah satu profesi yang dapat menggambarkan stigma negatif adalah pemandu karaoke karena bekerja ditempat hiburan malam, menemani tamu mabuk, dan pulang di pagi hari. Oleh karena itu, rumusan pertanyaan dalam penelitian ini adalah

  1. Bagaimana konsep diri pemandu karaoke menurut model konsep diri Burns?

  a. Gambaran diri umum

  b. Bagaimana konsep diri pemandu karaoke dalam konteks-konteks kehidupan (pekerjaan, masyarakat, dan keluarga)?

  2. Bagaimana stigma yang terjadi pada pemandu karaoke menurut Goffman?

  

Skema 2. Konsep Diri Pemandu Karaoke

Pemandu karaoke Gambar diri

  Evaluasi diri

Faktor yang mempengaruhi :

  • Persepsi diri
  • - Orang lain (reaksi dan

    pembandingan)
  • Stigma sosial
  • Peranan individu

  

Konsep diri pemandu karaoke

Gambar diri Diri dalam konteks Diri dalam konteks Diri dalam konteks

umum pekerjaan keluarga masyarakat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian

  deskriptif adalah penelitian yang mengadakan deskripsi untuk memberi gambaran yang lebih jelas mengenai situasi-situasi sosial yang terjadi secara faktual apa adanya (Nasution, 2004). Metode kualitatif sendiri menurut Creswell (1998) merupakan suatu proses untuk memperoleh suatu pemahaman yang didasarkan pada metode-metode yang berbeda dalam cara inkuiri untuk mengeksplorasi masalah-masalah manusia atau sosial. Peneliti menyusun suatu gambaran yang menyeluruh, menganalisa kata-kata, melaporkan secara detail pendapat atau pandangan partisipan, dan melaksanakan penelitian tersebut dalam lingkungan alaminya. Penelitian deskriptif kualitatif ini adalah penelitian untuk mengetahui bagaimana konsep diri dan stigma yang terjadi pada partisipan.