Lembaga-lembaga Ekonomi Islam di Indonesia Part 2
LEMBAGA-LEMBAGA
EKONOMI ISLAM DI
INDONESIA
LEMBAGA-LEMBAGA EKONOMI
1. Bank
2. Asuransi
3. Pasar Modal
4. Zakat
5. Wakaf
6. Lembaga gadai
7. Koperasi
8. Perusahaan Pembiayaan
9. Dewan Syariah Nasional
VI. PEGADAIAN
PEGADAIAN SEBELUM INDONESIA
MERDEKA Masa VOC
Pemerintah Belanda (VOC) mendirikan Bank van Leening
yaitu lembaga keuangan yang memberikan kredit dengan sistem gadai, pada tanggal 20 Agustus 1746- Masa Inggris
- Bank Van Leening dibubarkan
- "liecentie stelsel“ masyarakat diberi keleluasaan untuk
mendirikan usaha pegadaian asal mendapat lisensi dari
Pemerintah Daerah setempat menjadikan praktik rentenir dan dirasakan kurang menguntungkan pemerintah Inggris- Kemudian diubah menjadi "pacth stelsel" yaitu pendirian pegadaian diberikan kepada umum yang mampu membayar pajak yang tinggi kepada pemerintah daerah
CONT’D
- Masa Belanda (kembali)
- Pacth stelsel tetap dipertahankan memberi dampak yang sama (rentenir). Pemegang hak ternyata banyak melakukan penyelewengan dalam menjalankan bisnisnya.
- Kemudian diubah menjadi "cultuur stelsel“, berdasar riset tentang pegadaian, disarankan agar sebaiknya kegiatan pegadaian ditangani sendiri oleh pemerintah agar dapat
memberikan perlindungan dan manfaat yang lebih besar bagi
masyarakat. - Berdasarkan hasil riset tersebut, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Staatsblad No. 131 tanggal 12 Maret 1901 bahwa usaha Pegadaian merupakan monopoli Pemerintah
- Pada tanggal 1 April 1901 didirikan Pegadaian Negara pertama di Sukabumi, Jawa Barat dengan Wolf Von Westerode sebagai kepala
CONT’D
Masa Jepang
Tidak banyak perubahan kebijakan dan struktur organisasi Jawatan Pegadaian.
- Jawatan Pegadaian disebut ‘Sitji Eigeikyuku’,
- Pimpinan Jawatan Pegadaian dipegang oleh orang Jepang yang bernama Ohno-San dengan wakilnya orang pribumi yang bernama M. Saubari.
MASA INDONESIA MERDEKA
- Status Pegadaian mengalami beberapa kali perubahan, yaitu Perusahaan Negara (PN) sejak 1 Januari
- 1961,
- Perusahaan Jawatan (Perjan) berdasarkan PP No.7/1969
- Perusahaan Umum (Perum) berdasarkan PP No.10/1990 diperbaharui dengan PP No.103/2000)
PEGADAIAN SYARIAH
- Perum Pegadaian membentuk Unit Layanan
Gadai Syariah (ULGS) pada tahun 2003 di:
- Jakarta
- Surabaya
- Makassar
- Semarang
- Surakarta
- Yogyakarta
- Aceh
- Batam
MAKSUD DAN TUJUAN PERSERO
PEGADAIAN
PP No. 51 Tahun 2011 Pasal 2 ayat (1)
untuk melakukan usaha di bidang gadai dan fidusia, baik secara konvensional maupun
syariah, dan jasa lainnya di bidang keuangan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan terutama untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya Perseroan dengan menerapkan prinsip perseroan terbatas.
KEGIATAN USAHA
- a. Penyaluran pinjaman berdasarkan hukum gadai
PP No. 51 Tahun 2011 Pasal 2 ayat (2) dan (3):
termasuk gadai efek;
b. Penyaluran pinjaman berdasarkan jaminan fidusia; dan
c. Pelayanan jasa titipan, pelayanan jasa taksiran, sertifikasi dan perdagangan logam mulia serta batu adi.
- Kegiatan usaha lainnya:
a. Jasa transfer uang, jasa transaksi pembayaran, dan jasa administrasi pinjaman; dan
b. Optimalisasi sumber daya Perusahaan Perseroan (Persero).
VII. KOPERASI
SEJARAH KOPERASI SYARIAH
- Solusi pelaksanaan perbankan syariah (bank dengan bunga 0%) adalah mendirikan Baitul Mal wattamwil (BMT).
BMT pertama yang didirikan: Baitut Tamwil – Salman di
- Bandung
Fungsi dari BMT disamakan dengan sistem perbankan
yang kegiatannya didasarkan pada syariah- Secara organisasi, BMT adalah sebuah Kelompok Simpan Pinjam atau Kelompok Swadaya Masyarakat berbentuk pra-koperasi atau koperasi dan beroperasi
berdasarkan syariah yang dibina oleh BI dalam Proyek
Hubungan Bank dengan Kelompok Swadaya Masyarakat
CONT’D Pendirian dan kegiatan BMT berada di bawah Menteri
- Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah karena bentuk badan hukum dari LKS ini adalah Koperasi
- Kelembagaan BMT secara yuridis: Surat Menteri Dalam Negeri RI cq. Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah (BANGDA), tanggal 14 April
1997 Nomor 538/PKK/IV/1997 tentang Status Badan
Hukum untuk Lembaga Keuangan Syariah jo. Surat
dari Menteri Dalam Negeri RI cq. Direktorat Jenderal
Pembangunan Daerah (BANGDA) jo. UU No. 25 Th. 1992 tentang Perkoperasian
KEGIATAN BMT
- Koperasi Simpan Pinjam (KSP) yang kegiatan usahanya hanya usaha simpan pinjamKeputusan Menteri Negara Koperasi dan
Baitul Mal wa Tamwil termasuk dalam jenis
Usaha Kecil dan Menengah No. 138/KEP/M.UKM/X/ 2003 tentang Petunjuk Teknis Program Perkuatan KSP/USP Koperasi Pola Syariah Untuk Pemberdayaan Usaha Kecil dan Mikro Pasal 1 angka 3
CONT’D
- Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) yang kegiatan usahanya meliputi pembiayaan, investasi, dan simpanan dengan pola bagi hasil (syariah): Keputusan Menteri Negara
Perkembangan selanjutnya BMT termasuk jenis
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah No. 91/ KEP/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah
UU NO. 17 TAHUN 2012 TENTANG
PERKOPERASIAN
- Koperasi adalah
- badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk
menjalankan usaha, yang memenuhi
aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi
SYARIAH DALAM UU PERKOPERASIAN
- Pasal 1 angka 16
Unit Simpan Pinjam adalah salah satu
unit usaha Koperasi non-Koperasi Simpan Pinjam yang dilaksanakan secara konvensional atau syariah- Pasal 87 ayat (3)
- Koperasi dapat menjalankan usaha atas dasar prinsip ekonomi syariah.
JENIS KOPERASI
a. Koperasi konsumen
- menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang penyediaan barang kebutuhan Anggota dan non-Anggota.
b. Koperasi produsen
menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang
- pengadaan sarana produksi dan pemasaran produksi yang dihasilkan Anggota kepada Anggota dan non-Anggota.
c. Koperasi jasa
menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan jasa non-
- simpan pinjam yang diperlukan oleh Anggota dan non- Anggota.
d. Koperasi Simpan Pinjam
- menjalankan usaha simpan pinjam sebagai satu-satunya
UU NO. 1 TAHUN 2013 TENTANG
LEMBAGA KEUANGAN MIKRO- Lembaga Keuangan Mikro:
- lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi
SYARIAH DALAM UU LKM
- Pasal 1 angka 4
Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh LKM kepada masyarakat yang
harus dikembalikan sesuai dengan yang diperjanjikan dengan prinsip syariah1) Penyaluran Pinjaman atau Pembiayaan dan pengelolaan Simpanan oleh
LKM dilaksanakan setara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah.
2) Kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah wajib dilaksanakan sesuai
dengan fatwa syariah yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional,
Majelis Ulama Indonesia.- Pasal 13
1) Untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah
LKM wajib membentuk dewan pengawas syariah.2) Dewan pengawas syariah bertugas memberikan nasihat dan
saran kepada direksi atau pengurus serta mengawasi kegiatan LKM agar sesuai dengan prinsip syariah.BMT DALAM UU LKM
- 1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Bank Desa,
Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), Badan Usaha Kredit Pedesaan (BUKP), Baitul Maal wa Tamwil (BMT), Baitul Tamwil Muhammadiyah (BTM), dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu tetap dapat beroperasi sampai dengan 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang- Undang ini berlaku.
2) Lembaga-lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak
VIII. PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
SEJARAH INDUSTRI PEMBIAYAAN
- Industri pembiayaan (multifinance) di Indonesia mulai tumbuh tahun 1974 , didasarkan pada SKB tiga menteri: Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan
- Tahun 1975 berdiri PT Pembangunan Armada Niaga
Nasional, yang kemudian menjadi PT (Persero) PANN Multi
Finance - Tahun 1988, pemerintah memberi kesempatan luas kepada masyarakat melalui Keputusan Presiden No. 61 Th.
1988 tentang Lembaga Pembiayaan, yang ditindaklanjuti
dengan SK Menteri Keuangan No. 1251/ KMK.013/1988, untuk melakukan usaha pembiayaan
CONT’D
- Keputusan Presiden No. 61 Th. 1988, Pasal 1 angka 2:
lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.
Kegiatan usaha dari lembaga pembiayaan ini dapat dilakukan
oleh bank, lembaga keuangan bukan bank, dan perusahaan pembiayaan- Bank adalah Bank Umum, Bank Tabungan dan Bank Pembangunan
Lembaga Keuangan Bukan Bank adalah badan usaha yang melakukan
kegiatan di bidang keuangan yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana dengan jalan mengeluarkan surat berharga dan menyalurkannya ke dalam masyarakat guna membiayai investasi perusahaan-perusahaan- Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha di luar Bank dan Lembaga
CONT’D
- PP No. 9 Th. 2009 tentang Lembaga Pembiayaan
- Ruang lingkup kegiatan usaha lembaga pembiayaan dapat dilakukan oleh tiga bentuk perusahaan yaitu perusahaan pembiayaan, perusahaan modal ventura, dan perusahaan pembiayaan infrastruktur
Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk
melakukan sewa guna usaha, anjak piutang, pembiayaan konsumen, dan/atau usaha kartu kreditPerusahaan Modal Ventura (Venture Capital Company) adalah badan usaha
yang melakukan usaha pembiayaan/penyertaan modal ke dalam suatu Perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan (investee company) untuk jangka waktu tertentu dalam bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi, dan/atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usahaPerusahaan Pembiayaan Infrastruktur adalah badan usaha yang didirikan
khusus untuk melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana pada
PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH
- prinsip syariah dapat dilakukan oleh
Perusahaan pembiayaan yang berdasarkan
perusahaan pembiayaan yang melaksanakan sistem
syariah secara keseluruhanperusahaan pembiayaan yang melaksanakan sistem
konvensional dengan membuka unit usaha syariah pada perusahaannya.
CONT’D
- Perusahaan pembiayaan syariah
- PT Amanah Finance
- PT Al Ijarah Finance Indonesia
- Unit usaha syariah dari perusahaan pembiayaan konvensional, di antaranya:
- PT Woka International Finance,
- PT Nusa Surya Cipta Dana,
- PT Federal International Finance,
- PT Mandala Multifinance,
- PT Trust Finance Indonesia,
- PT Wahana Ottomitra Multiartha,
- PT Fortuna Multi Finance,
- PT Capitalinc Finance,
- PT Trihamas Finance
KETENTUAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
SYARIAH Keputusan Menteri Keuangan No. 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan- Pasal 7
- “Dalam menjalankan kegiatan usahanya, Perusahaan Pembiayaan dapat melakukan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.”
- Pasal 1 huruf i, Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah
- “pembiayaan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
Perusahaan Pembiayaan dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
yang dibiayai untuk mengembalikan pembiayaan tersebut dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil”.
Pasal 1 huruf j, Prinsip Syariah adalah
“aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara Perusahaan
Pembiayaan dengan pihak lain untuk melakukan pembiayaan sesuai
CONT’D
- PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan,
Peraturan Menteri Keuangan No. 84/
Pasal 26 mengatur bahwa Perusahaan Pembiayaan dapat memperoleh pendanaan syari’ah melalui:
1. Pendanaan Mudharabah Mutlaqah (unrestricted investment);
2. Pendanaan Mudharabah Muqayyadah (restricted investment)
3. Pendanaan Mudharabah Musytarakah
4. Pendanaan Musyarakah (equity participation), dan
KEGIATAN USAHA PERUSAHAAN
PEMBIAYAAN
1. Sewa Guna Usaha yang dilakukan berdasarkan ijarah atau ijarah muntahiyah bittamlik,
2. Anjak Piutang yang dilakukan berdasarkan akad
wakalah bil ujrah,3. Pembiayaan Konsumen yang dilakukan
berdasarkan murabahah, salam atau istishna,
4. Usaha Kartu Kredit yang dilakukan sesuai
dengan Prinsip Syariah, dan
5. Kegiatan pembiayaan lainnya yang dilakukan sesuai Prinsip Syariah.
IX. DEWAN SYARIAH NASIONAL
EKONOMI SYARIAH
- setiap perusahaan syariah sebagai konsultan dan pengawas pelaksanaan syariah
Pembentukan Dewan Pengawas Syariah pada
- DPS memberikan OPINI menjadi dasar pelaksanaan kegiatan
- Negara atau pemerintah tidak memberi fasilitas pendukung pelaksanaan kegiatan ekonomi syariah
CONT’D
- tanggal 29-30 Juli 1997 merekomendasikan pendirian lembaga sebagai wadah kebutuhan praktisi ekonomi syariah MUI, melalui SK MUI No. Kep. 754/MUI/II/1999,
Lokakarya Ulama tentang Reksadana Syariah
- dibentuk Dewan Syariah Nasional
TUGAS DSN
1. Menumbuh-kembangkan penerapan nilai-nilai
syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya
2. Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan
keuangan
3. Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa
keuangan syariah
4. Mengawasi penerapan fatwa yang telah
dikeluarkan
KEWENANGAN DSN
1. Mengeluarkan fatwa yang mengikat DPS di
masing-masing LKS dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait
2. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan
bagi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang
3. Memberikan rekomendasi dan/atau mencabut
rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai DPS pada suatu LKS
CONT’D
4. Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu
masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah
5. Memberi peringatan kepada LKS untuk
menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN
6. Mengusulkan kepada instansi yang berwenang
untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan
PROSES PENETAPAN FATWA DSN
Usulan atau Pertanyaan DPS atau DSN menerima usulan atau pertanyaan Ketua BPH DSN menerima usulan atau pertanyaan
Ketua BPH DSN,
Anggota DSN dan
Staf Ahli
membahas usulan
Memorandum
Rapat Pleno BPH
DSN
Pengesahan FatwaDSN oleh Ketua BPH DSN Fatwa DSN ditetapkan oleh
Ketua dan Sekretaris MUI
JUMLAH FATWA DSN
Tahun Nomor Fatwa DSN Jumlah
2000 1 – 1818 2001 19 – 21 3 2002 22 – 39
18 2003
40
1 2004 41 – 44 4 2005 45 – 49 5 2006 50 – 54 5 2007 55 – 64
10 2008 65 – 73 9 2009 74 – 75 2 2010 76 – 78
3
X. DEWAN PENGAWAS SYARIAH
DASAR PEMBENTUKAN DPS
1. PP No. 72 Th. 1992 Pasal 5 1) Bank berdasarkan prinsip bagi hasil wajib memiliki Dewan
Pengawas Syari'at yang mempunyai tugas melakukan pengawasan atas produk perbankan dalam menghimpun dana dari masyarakat
dan menyalurkannya kepada masyarakat agar berjalan sesuai
dengan prinsip Syari'at.2) Pembentukan Dewan Pengawas Syari'at dilakukan oleh Bank yang bersangkutan berdasarkan hasil konsultasi dengan lembaga yang menjadi wadah para ulama Indonesia MUI
3) Dalam melaksanakan tugasnya Dewan Pengawas Syariat berkonsultasi dengan lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
2. SEBI No. 25/4/BPPP tanggal 29 Februari 1993 ditentukan
pula bahwa bank berdasarkan prinsip bagi hasil (bank
CONT’D
- dan terpisah dari kepengurusan bank sehingga tidak mempunyai akses terhadap operasional bank Pembatasan akses DPS tersebut adalah untuk
Dewan Pengawas Syari'at bersifat independen
- memenuhi tugas DPS sebagai pengawas kepatuhan secara syariah, bukan menginterfensi pelaksanaan operasional bank tersebut.
PROSEDUR PENETAPAN ANGGOTA DPS
- Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Anggota Dewan Pengawas Syariah Pada Lembaga Keuangan Syariah, Bagian Kelima.
Keputusan DSN-MUI No. 03 Tahun 2000 tentang
1. Lembaga keuangan syariah mengajukan permohonan
penempatan anggota DPS kepada DSN. Permohonan tersebut dapat disertai usulan nama calon DPS.
2. Permohonan tersebut dibahas dalam rapat BPH-DSN.
3. Hasil rapat BPH-DSN kemudian dilaporkan kepada pimpinan DSN.
4. Pimpinan DSN menetapkan nama-nama yang diangkat sebagai anggota DPS.
DPS DALAM PERUNDANG-UNDANGAN
1. UU No. 21 Th. 2008 tentang Perbankan Syariah,
Pasal 32
1) Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS.
2) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
3) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan saran
kepada direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah.CONT’D
2. UU No. 40 Th. 2007 tentang Perseroan Terbatas,
Pasal 109.1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah.
2) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ahli syariah atau lebih yang diangkat oleh RUPS atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
3) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan saran
kepada Direksi serta mengawasi kegiatan PerseroanCONT’D
3. PP No. 39 Th. 2008, Pasal I angka 3 yang
merubah Pasal 3,
“Perusahaan perasuransian dalam melaksanakan kegiatan usahanya harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
- ...
- f. Untuk Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah, memiliki dewan pengawas syariah.”
CONT’D
4. Peraturan Ketua Bapepam dan LK No. Per.-03/BL/
2007 tentang Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah,
- DPS ditempatkan pada perusahaan-perusahaan pembiayaan
KEWAJIBAN DPS
- Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Anggota Dewan Pengawas Syariah Pada Lembaga Keuangan Syariah : 1. Mengikuti fatwa-fatwa DSN.
Keputusan DSN MUI No. 03 Th. 2000 tentang
2. Mengawasi kegiatan usaha LKS agar tidak menyimpang dari ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan oleh DSN.
3. Melaporkan kegiatan usaha dan perkembangan
lembaga keuangan yang diawasinya secara rutin
kepada DSN, sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun.TUGAS POKOK DPS
- Keputusan DSN MUI No. 02 Th. 2000 tentang Pedoman Rumah Tangga Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia :
1. Memberikan nasihat dan saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syari’ah dan pimpinan kantor cabang lembaga keuangan syari’ah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan aspek syari’ah.
2. Melakukan pengawasan, baik secara aktif maupun secara pasif,
terutama dalam pelaksanaan fatwa DSN serta memberikan
pengarahan/pengawasan atas produk/jasa dan kegiatan usaha agar sesuai dengan prinsip syari’ah.3. Sebagai mediator antara lembaga keuangan syari’ah dengan DSN dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari LKS yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN.
TUGAS, WEWENANG &
TANGGUNG JAWAB DPS
SEBI No. 8/19/DPbs tanggal 24 Agustus 2006 DPS,- tugas, wewenang, dan tanggung jawab DPS adalah:
1. Memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional bank terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI.
2. Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional, dan
produk yang dikeluarkan bank.
3. Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan
operasional bank secara keseluruhan dalam laporan publikasi bank.
4. Mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa untuk
dimintakan fatwa kepada DSN-MUI.5. Menyampaikan hasil pengawasan syariah sekurang- kurangnya setiap 6 (enam) bulan kepada Direksi, Komisaris,
TERIMAKASIH