BAB II KEWENANGAN MENGALIHKAN BENDA BERGERAK 2.1 Gadai sebagai jaminan kebendaan 2.1.1 Gadai menurut BW - KEWENANGAN MENJAMINKAN ATAS OBJEK GADAI DITINJAU DARI PASAL 1152 AYAT 4 BURGERLIJK WETBOEK Repository - UNAIR REPOSITORY

BAB II KEWENANGAN MENGALIHKAN BENDA BERGERAK

2.1 Gadai sebagai jaminan kebendaan

2.1.1 Gadai menurut BW

  Lembaga jaminan gadai masih banyak dipergunakan didalam praktik. Kedudukan pemegang jaminan gadai lebih kuat dan aman daripada pemegang fidusia karena benda yang dijadikan jaminan ada pada kekuasaan penerima gadai, sehingga penerima gadai/ kreditur dapat terhindar dari itikad tidak baik.

  Gadai yang pengertiannya dan persyaratan sebagai pand merupakan lembaga hak jaminan kebendaan bagi kebendaan bergerak yang diatur didalam BW, Menurut BW, merumuskan gadai dalam Pasal 1150 sebagai berikut:

  "Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang, atau oleh seorang lain atas namanya, dan memberi kekuasaaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang orang berpiutang lainnya;dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatannya setelah barang itu digadaikan ,biaya biaya mana harus didahulukan"

  Dari perumusan Pasal 1150 BW di atas dapat diketahui bahwa gadai merupakan suatu hak jaminan kebendaan atas kebendaan bergerak tertentu milik debitur (pemilik benda) atau seseorang lain atas nama debitur untuk dijadikan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu.

  Pelunasan atas utang tersebut diberikan hak untuk didahulukan

  (voorrang,preferens) kepada pemegang hak gadai atas kreditur lainnya. Gadai adalah suatu hak yang mendahului dari seorang kreditur untuk memperoleh pelunasan

  13

  piutangnya. Ketentuannya terdapat dalam Pasal 1133 BW dan 1134 BW sebagai berikut: "Hak untuk didahulukan diantara orang orang berpiutang terbit dari hak istimewa, dari gadai dan dari hipotik" "Hak istimewa ialah suatu hak yang oleh undang undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya, semata mata berdasarkan sifat piutangnya." "Gadai dan hipotik adalah lebih tinggi daripada hak istimewa,kecuali dalam hal hal dimana oleh undang undang ditentukan sebaliknya"

  Gadai diperjanjikan dengan maksud untuk memberikan jaminan atas kewajiban tertentu misalnya perjanjian utang piutang. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa perjanjian gadai mengikuti perjanjian pokoknya atau ia merupakan perjanjian yang bersifat accessoir. Pada prinsipnya objek gadai dapat dipakai untuk menjamin setiap pemenuhan prestasi tertentu.

2.1.2 Subjek Hukum dan Objek Hak Gadai

  Berdasarkan atas ketentuan Pasal 1150 BW bahwa subjek hak gadai yaitu pihak

  14

  yang ikut serta dalam membentuk perjanjian gadai yaitu: a. Pihak yang memberikan jaminan gadai, dinamakan pemberi gadai (pandgever).

  b. Pihak yang menerima jaminan gadai, dinamakan penerima gadai (pandnemer). 13 Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja, Seri Hukum Harta Kekayaan:Hak Istimewa Gadai dan

  Atas kesepakatan antara debitur dan kreditur, barang yang digadaikan berada atau diserahkan kepada pihak ketiga. Berdasarkan ketentuan Pasal 1152 ayat (1) BW, maka pihak ketiga tersebut juga dapat disebut sebagai pihak ketiga penerima gadai.

  Barang yang digadaikan tidak harus kebendaan bergerak milik sendiri namun juga dimungkinkan kebendaan bergerak milik orang lain, dengan kata lain seseorang dapat menggadaikan kebendaan bergerak miliknya untuk menjadi jaminan atas utang orang lain. Ketentuan ini dapat dilihat di Pasal 1150 BW. Bahwa Gadai dapat diserahkan oleh yang berhutang secara langsung ataupun seorang lain atas nama yang berhutang. Seorang lain inilah yang disebut pihak ketiga pemberi gadai.

  Berdasarkan ketentuan Pasal 1152 ayat (1), Pasal 1152 bis, Pasal 1153 dan Pasal 1158 ayat (1) BW bahwa pada dasarnya semua kebendaan bergerak dapat menjadi objek hukum hak gadai. Kebendaan bergerak dapat berupa kebendaan bergerak yang berwujud atau bertubuh (lichamelijk) dan kebendaan bergerak yang tidak berwujud atau bertubuh (onlichamelijk) berupa piutang atau tagihan tagihan dalam bentuk surat berharga.

2.1.3 Ciri- Ciri Gadai

  Perjanjian yang melahirkan gadai dan segala akibat dari perjanjian pemberian gadai tersebut dari sisi hukum melahirkan perikatan bagi para pihak yang membuatnya. Hak kebendaan gadai memiliki karakteristik khusus, demikian

  15

  karakteristik gadai sebagai berikut:

  1. Gadai dapat beralih atau dipindahkan

  Gadai lahir dari suatu perjanjian yang bersifat accessoir, yang mana utang menjadi dasar bagi lahirnya gadai. Hal tersebut mengindikasikan bahwa barang gadai dapat beralih dengan terjadinya peralihan atau perpindahan hak milik atas piutang yang dijamin dengan penanggungan-penanggungan. Ketentuan tersebut terdapat dalam Pasal 1533 BW.

  2. Gadai bersifat menyeluruh (Totaliteit) Suatu hak kebendaan dikatakan menyeluruh jika hak kebendaan itu mengikuti segala yang melekat dan menjadi satu kesatuan dengan benda terhadap mana hak kebendaan tersebut diberikan.Misalnya ketentuan Pasal 1158 BW, bahwa bunga yang diperoleh dari piutang yang digadaikan mengikuti piutang yang digadaikan itu. Dengan demikian berarti menjadi juga benda yang digadaikan, meskipun untuk itu tidak dijanjikan terlebih dahulu

  3. Gadai tidak dapat dipisah-pisahkan (Onsplitsbaarheid) Barang gadai yang menjadi objek jaminan haruslah satu kesatuan yang utuh.

  Tidak dapat dibagi bagi, penyerahan benda pada kreditur haruslah seluruh benda.

  4. Gadai mengikuti bendanya (droit de suite) Kemanapun objek gadai yang telah menjadi jaminan maka penerima gadai dapat untuk menuntut kembali atas benda tersebut. Ketentuan tersebut terdapat pada Pasal 1152 ayat (3) BW.

  5. Gadai bersifat mendahulu (droit de preference) Gadai memiliki sifat untuk pelunasan yang didahulukan. Barang gadai yang telah ada pada kekuasaan penerima gadai dapat langsung mengeksekusi barang gadai tersebut apabila pemberi gadai ingkar janji. Ketentuan tersebut terdapat dalam Pasal 1133 BW jo. Pasal 1150 BW

  6. Gadai sebagai Jura in re Aliena (yang terbatas) Gadai hanyalah sebatas atau semata mata hanya ditujukan untuk kepentingan pelunasan hutang, pelunasan hutang dilakukan dengan cara menjual barang gadai apabila barang gadai tersebut sudah dijual dan memperoleh hasil atas penjualan tersebut maka pelunasannya sejumlah nilai gadai atau nilai piutang. Jadi gadai sangatlah terbatas hanya perjanjian assessoir. penerima gadai tidak diperkenankan berbuat lebih atas benda gadai seperti memilikinya. Ketentuan tersebut tercantum dalam Pasal 1154 BW

2.2 Lahirnya Hak Gadai

2.2.1 Keabsahan Perjanjian Gadai

  Dalam setiap pemberian gadai unsur yang penting adalah adanya suatu perjanjian pokok, jaminan gadai adalah perjanjian ikutan /accessoir merupakan perjanjian tambahan atas dasar suatu perjanjian utama. Dalam perjanjian pokok yang menjadi dasar atas suatu bentuk formalitas bagi sahnya perjanjian pokok tersebut, maka gadai juga dapat diberikan dengan cara yang sama, yaitu menurut ketentuan keabsahan suatu perjanjian pokok.

  Mengenai syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 BW, yaitu

  1. Adanya Kesepakatan untuk mengikatkan diri

  2. Kecakapan kedua belah pihak untuk suatu perikatan

  3. Objek tertentu 4. Suatu sebab yang tidak terlarang.

  Dari keempat hal itu, ilmu hukum membagi menjadi 2 syarat dalam sahnya perjanjian yaitu syarat subjektif dan syarat objektif. Unsur pertama dan kedua berkaitan dengan subjek oleh sebab itu disebut syarat subjektif jika syarat tersebut tidak dipenuhi maka sebuah perjanjian dapat dibatalkan, Unsur ketiga dan keempat berkaitan dengan objek perjanjian oleh sebab itu disebut sebagai syarat objektif jika tidak dipenuhi maka sebuah perjanjian batal demi hukum.

  a. Adanya kesepakatan untuk memberikan gadai Sebelum terjadinya sebuah kesepakatan, dalam melaksanakan sebuah perjanjian biasanya didahului dengan proses negoisasi, bahwa telah terjadi penawaran yang selanjutnya penawaran tersebut di akseptasi sehingga terjadilah sebuah kesepakatan. Penawaran berisikan kehendak dari salah satu pihak, sedangkan pihak lawan harus memutuskan apakah kehendak itu diterima atau tidak, jika penawaran tersebut diterima maka tercapailah kata sepakat.

  Gadai sebagai suatu perjanjian riil, kesepakatan pemberian gadai lahir pada saat benda yang hendak dijaminkan dalam bentuk gadai diserahkan, dengan pengertian bahwa dikeluarkan penguasaannya dari pemilik benda tersebut sebagai pemberi gadai. Adanya kesepakatan dibuktikan dengan dikeluarkannya benda gadai dari penguasaan pemilik benda tersebut. b. Kecakapan untuk memberikan gadai Kecakapan dalam bertindak adalah syarat subjektif kedua agar terbentuk perjanjian yang sah. Dalam membahas masalah kecakapan yang melahirkan suatu perjanjian yang sah maka tidak dapat dipisahkan adalah masalah kewenangan. Jika masalah kecakapan bertindak berkaitan dengan masalah kemampuan dari orang perorangan yang melakukan suatu tindakan atau perbuatan hukum dilihat dari umur kedewasaan, namun masalah kewenangan berkaitan dengan kapasitas orang perorangan yang bertindak atau berbuat dalam hukum. Jadi orang yang cakap bertindak dalam hukum belum tentu berwenang melakukan suatu perbuatan hukum demikian sebaliknya.

  Berdasarkan rumusan Pasal 570 BW, dapat diketahui bahwa hanya seorang pemiliklah yang berhak untuk memberikan pembebanan atas suatu benda (jura in re

  aliena ). Dalam ketentuan Pasal 1977 ayat (1) BW bahwa seorang yang menguasai

  benda bergerak maka dianggap sebagai pemiliknya, dengan demikian bahwa pemberian gadai hanya dapat dilakukan oleh pemilik benda yang akan digadaikan tersebut. Hal ini menyimpulkan adanya dua hal:

  1. Mengenai kapasitas dari subjek hukum yang membuat perjanjian gadai;

  2. Mengenai keterkaitan hubungan objektif antara subjek hukum yang membuat

  16 perjanjian gadai dengan benda yang menjadi objek perjanjian gadai.

  c. Objek tertentu 16

  Rumusan mengenai objek suatu perjanjian dapat ditemukan di Pasal 1333 BW sebagai berikut: "Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya.Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung"

  Ketentuan dalam Pasal 1332 BW bahwa hanya kebendaan yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok perjanjian. Jadi bahwa yang menjadi kewajiban dalam perikatan adalah kebendaan yang masuk dalam lapangan harta kekayaan.

  d. Suatu sebab yang tidak terlarang dalam pemberian gadai Ketentuan Pasal 1337 BW bahwa suatu sebab terlarang apabila berlawanan dengan undang- undang atau berlawanan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.

  Menurut Kartini Muljadi, bahwa sebab yang diperolehkan dalam ketentuan Pasal 1320 BW jo Pasal 1337 BW adalah prestasi dalam perjanjian yang melahirkan perikatan, yang wajib dilakukan atau dipenuhi oleh para pihak, yang tanpa adanya prestasi yang ditentukan tersebut maka perjanjian tersebut tidak mungkin dan tidak

  17 akan pernah ada diantara para pihak.

2.2.2 Hak dan Kewajiban Para Pihak

  Dalam setiap perikatan akan timbul hak dan kewajiban dari masing masing pihak yang membuat sebuah perjanjian sebagai akibat hukum yang timbul, demikan pula dalam perjanjian gadai, kedua belah pihak memiliki hak dan kewajiban yang harus

  18

  dipenuhi. Penerima gadai mempunyai beberapa hak sebagai berikut: 1. Menjual dengan kekuasaannya sendiri (Parate Eksekusi).

  2. Untuk melakukan penjualan ini, penerima gadai harus terlebih dahulu memberikan peringatan (sommatie) kepada pemberi gadai supaya utangnya dibayar. Penjualan harus dilakukan didepan umum, menurut kebiasaan setempat. Setelah penjualan dilakukan, penerima gadai memberikan pertanggungjawaban tentang hasil penjualan itu kepada pemberi gadai.

  3. Menjual benda gadai dengan perantaraan hakim.

  4. Penjual benda gadai untuk mengambil pelunasan dapat juga terjadi jika si berpiutang menuntut dimuka hakim supaya barang gadai dijual menurut cara yang ditentukan hakim untuk melunasi utang beserta bunga dan biaya.

  5. Hak retensi (Recht van terughouden).

  6. Selama penerima gadai tidak menyalahgunakan barang yang diberikan dalam gadai, yang berutang tidak berkuasa menuntut pengembaliannya sebelum ia membayar sepenuhnya baik uang pokok maupun bunga dan biaya utangnya.

  Kewajiban penerima gadai adalah sebagai berikut:

  1. Bertanggung jawab untuk hilangnya atau merosotnya barang gadai, dikarenakan telah terjadi kelalaiannya (Pasal 1157 ayat (1) BW).

  2. Kewajiban untuk memberitahukan pemberi gadai jika barang gadai dijual (Pasal 1156 ayat (2) BW).

  3. Bertanggung jawab terhadap hasil penjualan barang gadai (Pasal 1159 ayat (1)

  BW).

  Hak pemberi gadai adalah sebagai berikut:

  1. Berhak untuk menuntut apabila barang gadai itu telah hilang atau merosot nilainya sebagai akibat dari kelalaian penerima gadai.

  2. Berhak mendapat pemberitahuan terlebih dahulu dari penerima gadai apabila barang gadai akan dijual.

  3. Berhak mendapatkan kelebihan atas penjualan barang gadai setelah dikurangi dengan pelunasan utangnya.

  4. Berhak mendapat kembali barang yang digadaikannya apabila utang dibayar lunas.

  Kewajiban pemberi gadai adalah sebagai berikut: 1. Menyerahkan barang yang dipertanggungkan sampai waktu utang dilunasi .

  2. Bertanggung jawab atas pelunasan utangnya.

  3. Memberikan ganti kerugian atas biaya biaya yang telah dikeluarkan penerima gadai untuk menyelamatkan barang yang digadaikan.

2.2.3 Inbezitstelling dalam Perjanjian Gadai

  Perjanjian gadai akan terjadi apabila benda yang menjadi objek gadai telah diserahkan pada kreditur atau penerima gadai. Ketentuan tersebut tercantum dalam Pasal 1152 ayat (1) dan Pasal 1152 ayat (2) BW:

  "Hak gadai atas benda benda bergerak dan atas piutang-piutang bawa diletakkan dengan membawa barang gadainya di bawah kekuasaan di berpiutang atau seorang pihak ketiga, tentang siapa telah disetujui kedua belah pihak"

  "Tidak sah adalah hak gadai atas segala benda yang dibairkan dalam kekuasaan si berutang atau si pemberi gadai, ataupun yang kembali atas kemauan si berpiutang". Benda gadai haruslah berada dalam kekuasaan penerima gadai dikarenakan untuk menjamin kedudukan kreditur dari risiko pengalihan benda gadai, ketentuan ini disebut dengan pola inbezitstelling. Penyerahan benda gadai pada kreditor atau pihak ketiga yang disetujui bukan penyerahan secara yuridis (levering), Penyerahan benda hanyalah syarat lahirnya hak kebendaan yaitu hak gadai.

19 Fungsi pola inbezitstelling adalah:

  1. Perwujuan dari asas publisitas dalam gadai

  2. Perjanjian gadai merupakan perjanjian riil

  3. Sebagai pencerminan dari keabsahan gadai Asas publisitas dalam gadai adalah mengasingkan benda dari pemiliknya untuk diserahkan kepada kreditor sebagai perwujudan dari asas publisitas. Dengan adanya pola inbezitstelling maka menjadi perlindungan hukum bagi kreditur karena objek gadai adalah benda bergerak.

  Sesuai ketentuan Pasal 1977 ayat (1) BW bahwa seseorang yang menguasai benda bergerak yang tidak berupa bunga ataupun piutang yang tidak harus dibayar atas tunjuk, dianggap sebagai pemiliknya sepenuhnya. Dengan demikian, jika objek gadai tetap berada ditangan pemiliknya maka dengan mudah pemberi gadai mengalihkan benda tersebut padahal sudah menjadi objek gadai hal ini jelas

  20 merugikan kreidtur yang sudah memberikan pinjaman.

  Pasal ini menunjukkan perlindungan bagi bezitter selaku penguasa benda. Jadi dengan adanya pasal ini, maka inbezitstelling diperlukan agar pemberi gadai/ debitur tidak mengalihkan objek gadai jika barang tersebut masih dalam kekuasaannya

2.3 Hak Pemilik Benda sebagai Pemegang Hak Kebendaan

2.3.1 Itikad baik dalam Hukum Benda

  Dalam hukum kontrak Perancis, kehendak para pihak diwujudkan dalam kesepakatan menjadi dasar mengikatnya suatu perjanjian. Kehendak itu dapat dinyatakan dengan berbagai cara baik lisan maupun tertulis dan mengikat para pihak

  21

  dengan segala akibat hukumnya. Dalam setiap perjanjian, dikenal asas kebebasan berkontrak yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1) BW: "Suatu perjanjian dibuat secara sah mengikat sebagai undang-undang bagi pihak yang membuatnya". Dalam Pasal 1338 ayat (3) BW menyebutkan bahwa, "setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik". Dalam kamus bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan 'itikad' adalah kepercayaan, keyakinan yang teguh, maksud, kemauan (yang baik). Dalam kamus hukum Fockema Andrea dijelaskan bahwa "goede trouw" adalah maksud, semangat yang menjiwai para peserta dalam suatu perbuatan hukum atau

  22

  tersangkut dalam suatu hubungan hukum. Pengertian Good Faith menurut Black's 20 21 Ibid, h.41

  Law yaitu:

  23

  "A state of mind consisting in (1) honesty in belief or purpose,(2) Faithfulness to one's duty or obligation,(3) observance of reasonable comercial standards of fair dealing given trade or business,(4)absence of intent to defraud or to seek unconscioable advantage"

  Terjemahannya adalah "Sebuah pemikiran yang terdiri atas (1) kejujuran dalam keyakinan atau tujuan,

  (2) Kesetiaan untuk atau kewajiban, (3) ketaatan standar komersial yang wajar ,kesepakatan yang adil diberikan dagang atau bisnis, (4) tidak adanya niat untuk menipu atau untuk mencari keuntungan sendiri "

  Wirjono Prodjodikoro memberikan batasan itikad baik dengan istilah "dengan jujur" atau "secara jujur"

  24

  . Menurut Wirjono Prodjodikoro membagi itikad baik menjadi dua macam, yaitu: a. Itikad baik pada waktu mulai berlakunya suatu hubungan hukum. Itikad baik disini biasanya berupa perkiraaan atau anggapan seseorang bahwa syarat-syarat yang diperlukan bagi dimulai hubungan hukum telah terpenuhi. Dalam konteks ini hukum memberikan perlindungan kepada pihak yang beritikad baik, sedang bagi pihak yang beritikad tidak baik (te kwader trouw) harus bertanggung jawab dan menanggung risiko. Itikad baik semacam ini dapat dilihat dari ketentuan Pasal 1977 (1) BW dan Pasal 1963 BW, dimana terkait dengan salah satu syarat untuk memperoleh hak milik atas barang melalui daluwarsa. Itikad baik ini bersifat subyektif dan statis.

  b. Itikad baik pada waktu pelaksanaan hak-hak dan kewajiban kewajiban yang

  Laksbang Mediatama,Yogyakarta, 2008, h.116 23 termaktub dalam hubungan hukum itu. Pengertian itikad baik semacam ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 (3) BW adalah bersifat obyektif dan dinamis mengikuti situasi sekitar perbuatan hukumnya. Titik berat itikad baik disini terletak pada tindakan yang akan dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu tindakan sebagai pelaksanaan suatu hal. Pengertian itikad baik menurut Pasal 1977 (1) BW, terkait dengan cara pihak ketiga memperoleh suatu benda (kepemilikan) yang disebabkan ketidaktahuan mengenai cacat kepemilikan tersebut dapat dimaafkan, namun dengan syarat- syarat tertentu. Dalam penerapan, itikad baik menurut Pasal 1977 (1) BW sering diartikan "tidak tahu dan tidak harus tahu". Maksudnya ketidaktahuan pihak ketiga mengenai cacat kepemilikan ini dapat dimaafkan menurut asas kepatutan dan kelayakan.

  Sementara itu pengertian itikad baik dalam Pasal 1338 (3) BW yang berarti melaksanakan perjanjian dengan itikad baik, adalah bersifat dinamis. Artinya dalam melaksanakan perbuatan ini kejujuran harus berjalan dalam hati sanubari seorang manusia. Jadi selalu mengingat bahwa manusia sebagai anggota masyarakat harus jauh dari sifat merugikan pihak lain pada saat kedua belah pihak membuat suatu perjanjian. Kedua belah pihak harus selalu memperhatikan hal- hal ini, dan tidak

  25 boleh mempergunakan kelalaian pihak lain untuk menguntungkan diri pribadi.

  Dalam Pasal 584 BW mensyaratkan bahwa suatu penyerahan sebagai akibat adanya suatu alas hak berpindahnya eigendom yang berasal dari yang berhak.

  Disamping suatu titel yang sah juga disyaratkan adanya beschikkingbevoegheid dari

  26 orang yang memindahkan iu sebagai suatu syarat untuk sahnya suatu penyerahaan.

  Ini adalah suatu akibat dari ketentuan yang terkenal bahwa "tiada seorangpun dapat memindahkan hak yang lebih daripada yang dipunyainya". A tidak dapat menyerahkan sebuah rumah yang menjadi milik B. Disamping itu, bilamana suatu hak dibatasi oleh hak yang bersifat hak kebendaan, maka hanyalah dapat diserahkan dengan mempertahankan perbatasan ini

  27 Mengenai keabsahan kepemilikan hak milik, telah dikenal dua asas,

  1. asas “Nemo plus juris transfere potest quam ipse habet”, artinya tidak seorangpun dapat mengalihkan atau memberikan sesuatu kepada orang lain melebihi hak miliknya atau apa yang dia punyai. 2. asas“Nemo sibi ipse causam possessionis mutare potest”, artinya tidak seorangpun dapat mengubah ataupun kepentingannya sendiri, untuk tujuan dari penggunaan objek tertentu. Di dalam asas Nemo plus juris, perlindungan diberikan pada pemegang atas hak sebenarnya maka dengan asas ini selalu terbuka kemungkinan adanya gugatan kepada pemilik terdaftar dari orang yang merasa sebagai pemilik sebenarnya. Didalam asas

  nemo sibi ipse causam possessionis mutare potest , memberikan penjelasan bahwa

  penggunaan objek dengan mengubah kepentingan atas objek tersebut adalah hal yang dilarang. 26 Soetojo Prawirohamidjojo, Marthalena Pohan, Bab Bab Tentang Hukum Benda, Bina Ilmu,

  Surabaya, 1984, h.47-48 27

  Menurut Irawan Soerodjo, bahwa asas nemo plus juris merupakan asas bahwa seseorang tidak dapat melakukan tindakan hukum yang melampaui hak yang dimilikinya, dan akibat dari pelanggaran tersebut adalah batal demi hukum (van rechts wegenietig ). Akibat dari pelanggaran tersebut adalah batal demi hukum.

  Perbuatan hukum tersebut dianggap tidak pernah ada dan karenanya tidak mempunyai akibat hukum. Dengan kata lain asas ini melindungi pemegang hak sebenarnya dari tindakan orang lain yang mengalihkan haknya tanpa diketahui oleh pemegang hak

  28 sebenarnya.

  Menurut Sri Soedewi, Dalam Pasal 584 BW merupakan pelaksanaan dari suatu asas hukum yaitu asas nemoplus, bahwa seorang itu tidak dapat memperalihkan hak melebihi apa yang menjadi haknya, dan lazimnya yang wenang untuk menguasai

  29 benda itu ialah pemilik. .

2.3.2 Hak kebendaan dalam BW

  Para pihak boleh menentukan sendiri tentang hak dan kewajiban dalam hubungan hukum mereka demikian yang terdapat dalam hukum harta kekayaan. Dalam Hukum harta kekayaan hal ini disebut sebagai hak perdata. Hak Perdata dapat dibagi menjadi dua yakni hak absolut (ius in re) dan hak relatif (ius ad rem).

  Hak kebendaan bersifat mutlak dan absolut (ius in re), Hak absolut artinya bahwa suatu hak yang berlaku dan harus dihormati oleh setiap orang dan merupakan bagian dari hak keperdataan. Menurut Wirjono Prodjodikoro, Bahwa hak kebendaan itu 28 29 Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Arkola, Jakarta, 2002, h.189

  bersifat mutlak, bahwa dalam hal gangguan oleh orang ketiga, pemilik hak benda dapat melaksanakan hak beserta tuntutan terhadap siapapun juga. Pemilik hak benda dapat melaksanakan haknya pada siapapun juga yang mengganggunya. Berarti bahwa didalam hak kebendaan itu tetap ada hubungan langsung antara seorang dan benda.

  30 Hak kebendaan sebagai bagian dari hak keperdataan memiliki ciri-ciri yang

  membedakan antara hak kebendaan dan hak perseorangan. Karakteristik hak kebendaan sebagai berikut:

  31

  a. Hak kebendaan merupakan hak mutlak/Jamak arah, dalam arti dapat dipertahankan terhadap siapapun; b. Hak kebendaan mempunyai zaaksgevolg atau droit de suite, artinya hak tersebut diikuti benda pada siapa hak tersebut berada, atau hak yang mengikuti bendanya ditangan siapapun (het recht volgt de eigendom van de zaak);

  c. Apabila diatas suatu hak kebendaan melekat hak kebendaan lain, jika kemudian hak kebendaan pertama dipindahtangankan, maka hak kebendaan diatasnya akan tetap mengikutinya;

  d. Hak kebendaan adalah hal prioritas (yang lebih dahulu ) terjadinya, tingkat hak yang lebih dahulu lebih tinggi dari hak yang terjadi kemudian; e. Hak kebendaan berupa droit de preference atau hak didahulukan;

  f. Pada hak kebendaan orang mempunyai macam macam aksi sebagai cara untuk mengatasi gangguan terhadap haknya. Gugatan yang menyangkut hak kebendaan 30 Rachmadi Usman, Op.Cit,h.107 31 disebut gugat kebendaan. Misalnya penuntutan kembali oleh pemilik benda semula atau penuntutan ganti rugi terhadap siapa yang mengganggu haknya; g. Pemindahan hak kebendaan itu harus dilakukan secara penuh. Sedangkan dalam hak perseorangan/pribadi kemudian pemindahan hak perseorangan/pribadi,kekuasaan atas suatu benda milik orang lain tidak boleh dipindahkan pada pihak ketiga.

  Jika ditinjau dari sudut fungsinya hak kebendaan dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu:

  1. Hak kebendaan yang memberi kenikmatan (zakelijk genotsrecht).

  Didalam kelompok ini kenikmatan yang diberikan hak kebendaan dapat terjadi atas benda milik sendiri maupun benda milik orang lain. Hak atas benda milik sendiri adalah hak menguasai (bezit) dan hak milik (eigendom) sedangkan hak atas benda milik orang lain misalnya, erfpacht, opstal,

  vruchtgebruik,servituut.

  2. Hak kebendaan yang memberi jaminan (zakelijk zekerheidsrecht).

  Jaminan yang diberikan hak kebendaan pada dasarnya terjadi atas benda milik orang lain. Hak jaminan atas benda milik orang lain yang diatur dalam BW yaitu gadai (pand) dan hipotik.

2.3.3 Pemilik benda Atas Objek Gadai Setiap benda yang digadaikan tentunya memiliki tuan atas benda tersebut.

  Pemilik atas benda tersebut adalah pemilik sejati atas hak milik benda dalam bahasa belanda disebut Eigenaar. Pemilik sejati tersebut memiliki hak yang dilindungi oleh undang undang. Pemilik benda memiliki hak penuh atas benda tersebut termasuk mengalihkan ataupun menjaminkan atas benda miliknya .

  Dalam sistem BW, hak milik adalah hak atas sesuatu benda yang pada hakekatnya selalu bersifat sempurna walaupun dalam kenyataannya tidak demikian.

  Ketentuan hukum mengenai hak milik terdapat dalam Pasal 570 BW sebagai berikut: "Hak untuk menikmati manfaat suatu kebendaan dengan leluasa, dan dengan kedaulatan sepenuhnya berbuat bebas terhadap kebendaan itu, asal tidak bertentangan dengan undang- undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh penguasa yang berwenang dan tidak mengganggu hak hak orang lain; kesemuanya itu dengan tak mengurangi kemungkinan pencabutan hak tersebut demi kepentingan umum berdasarkan atas ketentuan undang- undang dengan pembayaran sejumlah ganti rugi."

  Sedangkan menurut Rachmadi Usman, Hak milik merupakan raja dari semua hak kebendaaan lain, hak yang paling sempurna atau utama atas sesuatu kebendaan.

  Pemegang hak milik diberi keleluasaan dan berbuat bebas sepenuhnya terhadap kebendaannya itu sesuai dengan hak yang dipunyainya. Berarti bahwa pemegang hak milik dapat menguasai suatu benda secara mutlak tanpa dapat diganggu gugat (droit

  32 inviolable et sacre ) oleh orang lain termasuk penguasa sekalipun. Namun atas dasar

  kepentingan umum, maka seorang eigenaar tidak dapat lagi menguasai benda secara mutlak.

  Penguasaan dan penggunaan suatu benda dengan sebebas-bebasnya, diartikan

  33

  sebagai:

  a. Dapat melakukan perbuatan hukum misalnya mengalihkan, membebani, menyewakan, dan lain lain b. Dapat melakukan perbuatan materiil misalnya memetik hasilnya, memakai, memelihara bahkan merusak.

  34 Karakteristik hak milik/ eigendom yaitu:

  1. Absolut artinya terkuat dan terpenuh dan dapat dipertahankan terhadap setiap orang. Terkuat dan terpenuh maksudnya adalah bahwa dalam mempertahankan dan melakukan perbuatan hukum (menjaminkan,mengalihkan, dan lain lain) dan melakukan perbuatan materiil (menikmati, memakai) dimana kedudukannya lebih kuat dari hak hak kebendaan lainnya.

  2. Merupakan hak yang paling luas, artinya pemilik (eigenaar) dapat berbuat apa saja atas bendanya.

  3. Merupakan hak induk terhadap hak-hak kebendaan lain. Hak hak lain yang melekat diatas bersifat terbatas atau hak sampingan saja ibarat hak anak terhadap hak induk.

  4. Memiliki sifat yang tetap artinya tidak akan lenyap walaupun hak- hak lain menimpanya, sedangkan hak kebendaan lain dapat lenyap jika menghadapi 33 hak eigendom.

  5. Mengandung benih dari semua hak kebendaan lain. Hak kebendaan lain hanya merupakan bagian dari hak eigendom.

2.3.4 Hak Menguasai Atas Barang Gadai

  Bezit ialah suatu keadaan lahir, bahwa seseorang menguasai suatu benda seolah-olah kepunyaan sendiri, yang oleh hukum diperlindungi, dengan tidak

  35

  mempersoalkan hak milik atas benda itu sebenarnya ada pada siapa. Dalam hal ini bezitter dapat diinterpretasikan sebagai pemberi gadai karena pemberi gadai adalah penguasa atas objek gadai. Mengenai bezit terhadap benda bergerak berlakulah sebuah asas hukum terkenal sebagaimana dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1977 ayat (1) BW, yaitu:

  "Terhadap benda bergerak yang tidak berupa bunga, maupun piutang yang tidak harus dibayar kepada si pembawa maka barangsiapa yang menguasai dianggap sebagai pemilik"

  Bahwa pada dasarnya undang-undang melindungi seorang pembeli atau penerima gadai yang beritikad baik. Seorang pemegang hak berkuasa atas benda dapat dianggap beritikad baik jika ia memperoleh hak bezit dari cara yang sah untuk memperoleh hak kebendaan gadai.

  Terhadap rumusan yang tercantum dalam Pasal 1977 ayat (1) BW kemudian timbullah pendapat-pendapat yang memberikan penafsiran terhadap ketentuan terssebut memberikan penafsiran terhadap kedudukan bezit mengenai benda bergerak

  36

  itu. Terdapat 2 macam pendapat yang sangat terkenal: 35

  1. Eigendomtheorie

  2. Legitimatietheorie Eigendomtheorie ini dikemukakan oleh Meijers,bahwa bezit terhadap benda bergerak berlaku alas hak yang sempurna. Sedangkan hak yang paling sempurna itu adalah hak milik. Jadi bezit terhadap benda bergerak itu sama dengan hak milik (bezitternya lalu sama dengan pemilik). Jadi bezit terhadap benda bergerak adalah merupakan hal yang paling sempurna.

  Jadi menurut Eigendomstheorie ini jelasnya barangsiapa yang membezit benda bergerak tidak perduli apakah bezit itu diperoleh dengan titel yang sah atau tidak, apakah berasal dari orang yang wenang untuk menguasai benda itu atau tidak, maka bezit itu sama dengan hak milik. Tentu saja bezit itu harus bezit yang jujur. Kalau disimpulkan jadi eigendomtheorie itu menghilangkan/ mengabaikan 2 syarat untuk sahnya penyerahan yang tercantum dalam Pasal 534 BW yaitu:

  1. Harus adanya titel yang sah

  2. Harus dilakukan oleh orang yang wenang untuk menguasai benda itu Sedangkan menurut Legitimatie Theorie dikemukakan oleh Scholten ,bahwa bezit itu bukan / tidak sama dengan hak milik. Hanya saja barang siapa yang secara jujur membezit benda bergerak, dia adalah aman, Legitimatie theorie harus ada titel yang sah namun menghilangkan syarat kedua yaitu hanya dilakukan oleh orang yang berwenang menguasai benda.

  Itikad baik subjektif (subjective goede trouw) dikaitkan dengan hukum benda. Disini ditemui istilah pemegang yang beritikad baik atau pembeli barang yang beritikad baik dan sebagaimana lawannya adalah orang yang beritikad buruk. Seorang pembeli yang beritikad baik adalah seseorang yang membeli barang dengan penuh kepercayaan bahwa si penjual benar benar pemilik dari barang yang dijualnya.

  Ketentuan ini dapat dijadikan acuan dalam transaksi pemberian hak gadai, bahwa seorang penerima gadai yang beritikad baik menerima barang gadai dengan kepercayaan bahwa pemberi gadai adalah pemilik benda atas barang yang digadaikan.

  Penerima gadai sama sekali tidak mengetahui bahwa ia menerima barang dari orang yang bukan pemiliknya, maka ia jujur. Itikad baik subjektif ini berkaitan dengan sikap batin atau kejiwaan (pyschiche gestelheid), yakni apakah yang bersangkutan menyadari atau mengetahui bahwa tindakannya bertentangan atau tidak

  37 dengan itikad baik.

Dokumen yang terkait

PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB KREDITUR TERHADAP PENYALAHGUNAAN OBJEK JAMINAN GADAI DITINJAU DARI PASAL 1159 AYAT (1) KUH PERDATA DALAM PERJANJIAN UTANG PIUTANG DENGAN JAMINAN GADAI

0 3 28

BAB II DEPOSITO BERJANGKA SEBAGAI JAMINAN GADAI DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK A. Gadai 1. Pengertian Gadai dan Dasar Hukumnya. - Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur (Bank) sebagai Pemegang Jaminan Gadai Deposito Berjangka pada Perjanjian Kredit Bank (Stud

0 0 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Gadai 2.1.1 Gadai Menurut Konvensional - Analisis Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Nasabah Menggunakan Fasilitas Gadai Emas Pada PT Bank Syariah Mandiri Cab Iskandar Muda Medan

0 0 18

MUNGKINKAH SUATU YAYASAN PANTI ASUHAN BERKEDUDUKAN SEBAGAI WARIS MENURUT BURGERLIJK WETBOEK (BW) ? Repository - UNAIR REPOSITORY

0 2 55

PENGGANTIAN WARIS (PLAATSVERVULLING) SEBAGAI SALAH SATU CARA MEWARIS MENURUT BURGERLIJK WETBOEK Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 48

KEWENANGAN KEPALA DESA ATAS TANAH BENGKOK BERKAIT DENGAN KASUS TANAH BENGKOK DI CANGKRINGMALANG Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 56

KATA PENGANTAR - KEDUDUKAN PENERIMA FIDUSIA ATAS OBJEK BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG TELAH DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 6

BAB II MAKNA “PEMILIK BANGUNAN” SEBAGAI PEMBERI HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN PASAL 4 AYAT (5) UNDANG- UNDANG HAK TANGGUNGAN 1. Asas Pemisahan Horisontal dan Asas Accessi - KEWENANGAN PEMILIK BANGUNAN UNTUK MENJAMINKAN BANGUNANNYA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG N

0 0 33

BAB II YURISDIKSI DAN KEWENANGAN NEGARA DALAM MENANGANI - YURISDIKSI DAN KEWENANGAN NEGARA DALAM MENANGANI UNRULY PASSENGER Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 23

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah - KEWENANGAN MENJAMINKAN ATAS OBJEK GADAI DITINJAU DARI PASAL 1152 AYAT 4 BURGERLIJK WETBOEK Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 11