SKRIPSI AKIBAT HUKUM DALAM PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI RUMAH TOKO DENGAN OBJEK RUMAH SUSUN

SKRIPSI AKIBAT HUKUM DALAM PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI RUMAH TOKO DENGAN OBJEK RUMAH SUSUN

  ii iii

  Motto : Hidup adalah sebuah kompetisi, dimana tidak ada keraguan dalam melangkah dan selalu menerima apa yang akan terjadi. Entah itu berhasil atau gagal yang terpenting adalah telah mencoba dan berusaha untuk menjadi pemenang. Walaupun kadang sulit terus melangkah dan menghadapi masa depan, ingatlah bahwa Allah tidak akan memberikan cobaan yang melebihi dari kekuatan ummatnya. Lalu, nikmat manakah yang engkau dustakan? (QS.AR-RAHMAT) iv

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, nikmat dan juga ridho yang dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Airlangga. Dalam Skripsi ini Penulis mengkaji “AKIBAT HUKUM DALAM PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL

  BELI RUMAH TOKO DENGAN OBJEK RUMAH SUSUN”.

  Tulisan ini penulis buat karena ketertarikan penulis akan hukum perumahan dan rumah susun terutama berkaitan dengan jenis pengaturan yang memiliki kriteria tertentu dalam menyelesaikan sengketa dalam hal melakukan suatu perjanjian tertutama perjanjian jual beli .

  Tidak penulis pungkiri bahwa penulis menemui banyak kesulitan didalam penulisan skripsi ini. namun dengan dorongan dari berbagai pihak membuat penulis merasa terpacu untuk tidak pernah berputus asa sehingga proses penulisan skripsi ini pun dapat berjalan dengan baik dan lancar. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung, memberi nasihat dan semangat serta doa kepada :

  1. Allah SWT yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, Pemilik Alam Jagat Raya. Tuhan yang telah memberikan kasih sayang yang tidak terhingga kepada Penulis yang selalu memberikan kemudahan dan kesehatan dari menyelesaikan skripsi, Terima kasih atas segala nikmat, kesempatan, dan mukjizat yang selama ini dberikan oleh-Nya kepada penulis dalam menjalani tiga setengah tahun yang luar biasa di Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

  2. Kedua orang tuaku tercinta, Sumedi SKM.,MM. dan Rahayu Sulistyarini S.E. yang selalu memberikan doa dan semangat kepada penulis sehingga penulis bisa berhasil mencapai impian menjadi Sarjana Hukum yang tidak terduga sama sekali. Terimakasih atas kasih sayangnya, motivasinya serta perhatian mama dan bapak kepada Penulis v

  3. Prof. Dr. Muchammad Zaidun, S.H., M.Si. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga serta segenap jajaran Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga

  4. Dr.Agus Sekarmadji ,S.H.,M.Hum. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi.

  5. Dr.Sri Winarsi,S.H.,M.H., selaku ketua tim Penguji, Dr.Urip Santoso,S.H.,M.H., dan Indrawati, S.H.,LL.M. selaku anggota tim penguji terima kasih atas saran dan masukan yang membangun.

  6. Terima kasih kepada Bapak Faizal Kurniawan S.H., LL.M. selaku dosen wali yang selalu baik kepada penulis.

  7. Terima kasih kepada seluruh dosen fakultas hukum Universitas Airlangga yang telah mendidik dan membagi ilmunya kepada saya selama berkuliah disini

  8. Kedua adikku, Meninha Dira Rachma dan Mera Amellinda Jane terimakasih atas dorongan semangatnya.

  9. Terima kasih kepada Breindy Pember Kantrisna baik waktu, tenaga, dan materi yang selalu memotivasiku.

  10. Terima kasih untuk teman-teman SKI dan M.Y.M.A yang telah menjadi bagian dari kelurga kecilku di Surabaya. Terutama untuk rezhi, erisa, aza, novi, rani, ike, radit, abdu, juan, dan afri telah menjadi sahabat, teman dan keluarga selama kuliah disini.

  Akhir kata penulis ingin mengucapkan bahwa, “tiada kesempurnaan selain milik Allah SWT”, sehingga tentunya masih banyak kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini, untuk itu segala masukan akan sangat berharga untuk memberikan pengembangan bagi skripsi ini. Semoga apa yang penulis dapat memberikan manfaat bagi semua orang.

  Surabaya, 2 Maret 2015 Penulis, vi Mega Ayu Ratnasari

  

ABSTRAK

  Perjanjian pengikatan jual beli merupakan perjanjian yang dilakukan untuk melakukan jual beli dengan objek bangunan. Dalam hal ini yang menjadi objek adalah rumah dan rumah susun. Undang-Undang telah mengatur bahwa jenis rumah dan rumah susun berbeda. Karena dalam rumah susun terdapat akta pemisahan. Oleh sebab itu, perjanjian jual beli rumah tidak bisa disamakan dengan rumah susun karena sertifikat yang dikeluarkan berbeda. Oleh karena itu , perlu diperhatikan dalam penerbitan sertifikat hak atas kepemilikan antara rumah dengan rumah susun karena menimbulkan akibat hukum dari objek yang diperjanjikan sebelumnya.

  Kata kunci : rumah toko, rumah susun, perjanjian

  Legal effect in a binding purchases agreement houses store with object apartements Abstract A binding purchases agreement is agreement for sale and purchases with object

builds. This an object is houses store and apartement. The law been regulate that types of

houses store and apartement different. Because apartement have “akta pemisahan”.

However, a binding and purchases agreement houses store can’t to same with apartement

because certificates to out different too. Must consider in the issuance of the certificate of

ownership rights over the houses store with apartement for the legal consequences of objects

previously agreed .

  Key words : houses store, apartement, agreement

vii

  DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL................................................................................................i HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii HALAMAN PERSETUJUAN...............................................................................iii HALAMAN MOTTO.............................................................................................iv KATA PENGANTAR.............................................................................................v ABSTRAK.............................................................................................................vii DAFTAR ISI.........................................................................................................viii

  BAB I PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang Masalah...................................................................1

  2. Rumusan Masalah............................................................................7

  3. Tujuan Penulisan..............................................................................7

  4. Metode Penelitian............................................................................7

  4.1 Pendekatan Masalah...............................................................8

  4.2 Sumber Bahan Hukum...........................................................9

  4.3 Metode Pengumpulan Bahan Hukum...................................10

  4.4 Analisa Bahan Hukum..........................................................10

  5. Pertanggung Jawaban Sistematika.................................................11

  viii

  BAB II PERBEDAAN ANTARA RUMAH TOKO DAN RUMAH SUSUN

  2.1 Pengertian dan tujuan Pembangunan rumah toko dan rumah susun...............................................................................................12

  2.2 Persyaratan pembangunan rumah toko dan rumah susun...............17

  2.3 Hak atas tanah yang dapat dibebani oleh rumah toko dan rumah susun dan jenis status kepemilikannya...........................................24

  2.4 Izin yang diperlukan dalam pembangunan rumah toko dan rumah susun...............................................................................................27

  2.5 Sistem jual beli antara rumah toko dan rumah susun.....................35

  BAB III KEABSAHAN DAN AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI (PPJB) ATAS UMAH TOKO DENGAN OBYEK SATUAN RUMAH SUSUN

  3.1 Syarat sah perjanjian menurut Burgelijk Wetboek.........................49

  3.2 Keabsahan Perjanjian Pengikatan Jual Beli menurut Hukum Tanah Nasional..........................................................................................55

  BAB IV PENUTUP

  4.1 Kesimpulan.....................................................................................58

  4.2 Saran...............................................................................................59

  DAFTAR BACAAN

  1 BAB I

  PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1.

  Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan dalam Pasal 33 ayat (3) bahwa “ bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat”. Seiring berkembangnya suatu teknologi dan kebutuhan masyarakat akan kebutuhan primer yaitu papan ( tempat tinggal) tidak harus dibangun secara horizontal. Hal ini guna mencegah keterbatasan tanah yang ada. Tidak jarang, terjadi perebutan tanah tempat bermukim maupun untuk usaha menimbulkan sengketa antar masyarakat terutama di kota-kota besar.

  Di pinggir perkotaan lahan-lahan yang produktif untuk kegiatan pertanian maupun perkebunan berubah fungsi menjadi tanah perindustrian, perkantoran atau bahkan menjadi pusat perbelanjaan. Jika hal ini tidak dapat dihentikan maka terjadi banyak masalah di berbagai aspek kehidupan. Jika pembangunan tersebut dibiarkan secara horizontal, maka akan menghabiskan pengeluaran biaya pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana serta utilitas kota yang lebih mahal. Masyarakat akan menanggung beban transportasi yang mahal dan kemacetan yang luar biasa akan terjadi.

  Dengan intensitas transportasi yang meningkat membuat biaya hidup di kota semakin mahal bagi penghuninya. Salah satu upaya untuk mengurangi permasalahan tersebut adalah dengan membangun rumah yang bernilai ekonomis

  1

  2 baik untuk hunian atau non hunian yang manfaatnya akan mengurangi penggunaan tanah dan memperpendek jaringan prasarana dan utilitas kota.

  Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau didalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan

  1

  keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus , oleh sebab itu bangunan gedung termasuk bentuk dari rumah yang digunakan oleh masyarakat.

  2 Rumah dibedakan menjadi 5 (lima) jenis yaitu :

  Rumah komersial, yaitu rumah yang diselenggarakan dengan tujuan - mendapatkan keuntungan

  • Rumah swadaya, yaitu rumah yang dibangun atas prakarsa dan upaya masyarakat Rumah umum, yaitu rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi - kebutuhan rumah bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah Rumah khusus, yaitu rumah yang diselenggaraka untuk memenuhi - kebutuhan khusus

1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara

  Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134),Ps 1 (1). Selanjutnya disebut UU No.28 Tahun 2002 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188). Selanjutnya disebut UU No.1 tahun 2011

  3

  • Rumah negara, yaitu rumah yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/ atau pegawai negeri. Salah satu jenis rumah yang dibutuhkan masyarakat adalah rumah dan toko, merupakan sebutan bangunan-bangunan bertingkat di Indonesia biasanya terdiri dari beberapa lantai, dimana lantai yang bawah biasanya digunakan untuk kegiatan usaha dan lantai paling atas digunakan sebagai tempat tinggal. Ruko ini dapat ditemui di kota-kota besar dan biasanya ditempati oleh orang-orang kalangan menengah

  3

  . Pembangunan rumah dan toko ditujukan agar seluruh rakyat Indonesia menempati rumah dan toko sesuai dengan dengan perencanaan tata ruang kota, aman ,serasi dan teratur

  4 .

  Selain itu, pembangunan rumah susun juga mulai berkembang seiring bertambahnya jumlah penduduk yang ada di kota-kota besar. Ridwan Halim menyatakan bahwa :

  “ Dengan pembangunan rumah susun, sebidang tanah dapat digunakan secara optimal untuk menjadi tempat tinggal bertingkat yang dapat menampung sekian dan sebanyak mungkin orang. Melalui pembangunan rumah susun, optimasi penggunaan tanah secara vertikal sampai beberapa tingkat akan lebih efektif daripada optimasi penggunaan tanah secara horizontal

  5 ”.

  3 Syam Rizky Puruhita, Perubahan Perjanjian Jual Beli Rumah Toko Secara Sepihak Oleh

Developer (Pengembang),Skripsi,Fakultas Hukum Universitas Airlangga,Surabaya,2007,h.2

4 Siswono Judohusodo, Rumah untuk seluruh rakyat, INKOPOL, Unit Percetakan

  Bharakerta, Dalam Yuridika Vol.18 No.4 Juli 2003, Jakarta, 1991, h.27 5 Ridwan Halim, Hak Milik, Kondominium, dan Rumah Susun, Puncak Karma, Jakarta, 1990, h. 229

  4 Sesuai dengan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang

6 Rumah Susun bahwa Rumah susun dapat dibangun diatas tanah hak milik ,hak

  guna bangunan atau hak pakai atas tanah negara, dan hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan. Dalam hal pengembang berbentuk Perseroan Terbatas, maka salah satu alas hak atas rumah susun yang dimungkinkan yaitu dalam bentuk Hak Guna Bangunan.

  Pasal 15 dan Pasal 16 UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun bahwa pembangunan rumah umum maupun komersial dapat dilaksanakan oleh setiap orang, lembaga nirlaba dan badan usaha. Bagi pembangunan rumah susun komersial wajib menyediakan rumah susun umum sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari total luas lantai rumah susun komersial yang dibangun.

  7 Di Indonesia di kenal beberapa tipe rumah susun antara lain :

  a. Rumah susun mewah yang penghuninya sebagian besar tenaga kerja asing

  b. Rumah susun golongan menengah yang dihuni masyarakat berpenghasilan menengah ke atas c. Rumah susun sederhana yang dihuni oleh masyarakat golongan berpenghasilan menengah dan rendah.

  d. Rumah susun murah yang dihuni oleh masyarakat berpenghasilan rendah ke bawah.

  Dalam hal ini, penulis akan membahas mengenai rumah toko dan rumah susun yang mana memiliki pengaturan yang berbeda. Rumah toko merupakan 6 7 Selanjutnya disebut UU No.20 Tahun 2011 Urip Santoso, Pengaturan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun Dalam Hukum Nasional,

  

Yuridika, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, Vol.18,No.4, Juli 2003,h.328

  5 rumah yang digunakan untuk melakukan kegiatan usaha dan menghasilkan keuntungan. Banyak kegiatan usaha yang dapat dilakukan dalam rumah toko antara lain CV (Comanditaire Venootschap) , Firma atau UD (Unit Dagang).

  Seiring perkembangan jaman, rumah toko dibuat layaknya rumah bertingkat yang mana hampir mirip dengan rumah susun. Biasanya dibuat hingga tiga sampai empat lantai. Hal ini dilakukan oleh pengembang guna efesiensi tempat dalam melakukan kegiatan ekonomi bagi calon pembeli. Namun dalam transaksinya jual beli rumah toko sama halnya dengan jual beli rumah pada umumnya. Adanya sertipikat hak milik atas tanah dan bangunannya serta akta-akta yang berkaitan dengan tanah dan bangunan tersebut.

  Berbeda dengan rumah susun, disini rumah susun memiliki pengaturan yang berbeda. Rumah susun hanya dapat dijual belikan berdasarkan satuan rumah susun saja, tidak dengan tanah dan benda di sekitar satuan rumah susun. Karena adanya pertelaan yang memisahkan antara tanah bersama, benda bersama dan bagian bersama. Transaksi jual beli antara rumah toko dengan rumah susun juga berbeda. Jual beli antara rumah toko dan rumah susun dapat melalui perjanjian pengikatan jual beli dimana hal ini dilakukan sebagai perjanjian pendahuluan sebelum terjadi pelunasan. Perjanjian pengikatan jual beli dapat dilakukan apabila pembeli belum mampu melunasi pembelian tersebut dan memberikan sejumlah uang yang dimiliki sebagai uang muka atau uang tanda jadi. Biasanya, calon pembeli melakukan perjanjian jual beli tersebut karena merasa tertarik dengan jenis rumah yang ditawarkan oleh pengembang.

  6 Dalam kasus ini, pengembang menawarkan rumah toko kepada calon pembeli dan tertarik untuk memiliki rumah toko yang ditawarkan oleh pengembang. Calon pembeli dan pengembang sepakat untuk melakukan jual beli karena rumah yang ingin dibeli oleh pembeli belum selesai dibangun. Pembeli hanya diberi gambar oleh pengembang sebagai metode promosi penjualan. Oleh sebab itu, untuk melindungi kepentingan para pihak dibuatkan perjanjian pengikatan jual beli. Hal ini dilakukan untuk memberikan kepastian hukum kepada pembeli agar rumah yang dipesan tidak dijual lagi tanpa sepengetahuan dari pembeli dan pembeli dapat melunasi pembayaran pembelian secara berkala sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat. Perjanjian pengikatan jual beli juga memberikan kepastian hukum bagi pengembang yaitu obyek yang dijualbelikan sudah laku dengan dibuatkannya perjanjian jual beli. Bila nanti pembeli tidak sanggup membayar lunas, maka pengembang dapat menjual kembali rumah tersebut kepada pembeli yang lain.

  Setelah terjadi pelunasan ternyata pengembang memberikan sertifikat strata title yang merupakan sertifikat satuan rumah susun. Pengembang berdalih bahwa pengembang hanya menjual toko saja bukan rumah toko. Padahal dalam perjanjian dan promosi tersebut pengembang mengatakan menjual rumah toko berseta tipe-tipe rumah yang ditawarkan. Padahal yang diperjanjikan dalam jual beli tersebut adalah rumah toko bukan tokonya saja. Tentu saja pembeli tidak mau menerimanya karena merasa dirugikan oleh pengembang.

  7

  2. Rumusan Masalah

  Dari uraian latar belakang diatas, penulis merumuskan masalah-masalah sebagai berikut: a. Apakah karakteristik antara rumah toko dengan rumah susun?

  b. Apakah akibat hukum dari perjanjian pengikatan jual beli bagi pengembang dan pembeli apabila objek yang diperjanjikan tidak sesuai dengan yang disepakati? 3.

  Tujuan Penulisan

  Penulisan skripsi ini bertujuan :

  a. Untuk mengetahui perbedaan antara rumah toko dengan rumah susun mulai dari pengaturannya menurut peraturan perundang-undangan yang terkait hingga prosedur jual beli.

  b. Untuk mengetahui akibat hukum dari perjanjian pengikatan jual beli yang tidak sesuai dengan objek yang diperjanjikan dan kebasahan perjanjian pengikatan jual beli menurut hukum tanah nasional

  4. Metode Penelitian

  Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif, sebagaimana yang ditulis oleh Peter Mahmud Marzuki

  8

  bahwa penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. 8 Peter Mahmud Marzuki , Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, 2005, h. 35

  8 Oleh karena itu, pilihan metode penelitian ini berkaitan dengan peraturan perundang - undangan yang berkaitan dengan hukum rumah susun. Selanjutnya Metode Penelitian berawal dari pendekatan masalah hingga analisis bahan hukum dengan penjabaran dan penjelasan sebagai berikut :

  4.1 Pendekatan Masalah Berdasarkan dengan adanya penulisan skripsi ini, maka penulis menggunakan beberapa pendekatan masalah sebagai berikut :

  1. Statute Approach, yaitu dilakukan dengan menelaah Peraturan Perundang- undangan yang berlaku yang bersangkutan dengan isu hukum yang dihadapi dengan mencari ratio legis dan dasar ontologis lahirnya peraturan perundang-undangan tersebut, pendekatan peraturan perundang-undangan adalah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan rumah toko dan rumah susun.

  2. Conceptual Approach, yaitu metode pendekatan yang dilakukan dengan mempelajari peraturan perundang-undangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dengan Ilmu Hukum sehingga menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep Hukum, dan asas- asas hukum terkait dengan Isu Hukum yang dihadapi dan dijadikan sandaran dalam membangun argumentasi hukum dengan memecahkan isu hukum yang dihadapi.

  3. Case Study, merupakan suatu studi terhadap kasus tertentu dari berbagai

  9 9 aspek hukum . Dengan studi kasus ini, diharapkan penulis mendapatkan Ibid.h.134

  9 data yang akurat berdasarkan fakta materiil yang ada sehingga dapat menpertajam analisa dan hasil penelitian. Dengan menggunakan kedua metode pendekatan tersebut, penulis dalam penulisan skripsi ini akan melakukan pengkajian mendalam mengenai peraturan perundang-undangan antara lain :

  • Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

  Pokok Agraria,

  • Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan

  Permukiman,

  • Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun,
  • Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung,
  • Burgerlijk Wetboek ( BW) atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata - Peraturan Pemerintah No.4 tahun 1988 Tentang Rumah Susun,
  • Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,
  • dan peraturan yang berkaitan lainnya

  4.2 Sumber Bahan Hukum Adapun dalam penelitian ini adalah prosedur penelusuran atau menginventaris bahan hukum, baik hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Morris L. Cohen menyatakan bahwa hukum primer akan terdiri dari berbagai jenis peraturan perundang-undangan serta putusan pengadilan, sedangkan sumber hukum sekunder akan berupa berbagai macam bentuk

  10 kepustakaan dalam bidang hukum maupun bidang yang terkait termasuk

  10 didalamnya pandangan-pandangan dari Ilmuwan Hukum .

  Bahwa bahan hukum primer dan sekunder yang digunakan adalah : Bahan hukum primer : BW (Burgelijk Wetboek) , Undang-Undang Nomor 5 - Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang- Undang Nomor 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman, dan Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.

  Bahan hukum sekunder : buku-buku tentang hukum agraria, perumahan dan - rumah susun, makalah, jurnal, catatan kuliah, dan seminar.

  4.3 Metode Pengumpulan Bahan Hukum Metode pengumpulan bahan hukum yang penulis lakukan dalam penyusunan skripsi ini melalui prosedur identifikasi dan inventarisasi bahan- bahan hukum yang terkumpul tersebut kemudian dipelajari dan dilakukan klasifikasi secara sistematis sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian.

  4.4 Analisa Bahan Hukum Sumber bahan hukum yang telah penulis peroleh sebagaimana dikemukakan pada bagian sebelumnya, kemudian penulis menganalisis sumber bahan hukum tersebut dengan metode interpretasi. Intepretasi yang digunakan ialah intepretasi gramatikal yang merupakan upaya untuk menemukan arti dari suatu naskah undang-undang dan interpretasi sistematis yang merupakan cara penafsiran yang dilakukan dengan menghubung - hubungkan suatu ketentuan atau aturan dengan 10 Arief Sidharta, Refleksi Tentang Hukum, Mandar Maju,Jakarta,1999, hal. 167

  11 aturan yang lain, baik aturan-aturan yang dikaitkan itu berada dalam undang- undang yang sama atau tidak dengan maksud memperoleh suatu pemahaman yang utuh.

5. Pertanggung Jawaban Sistematika

  Penulisan Pertanggung jawaban sistematika ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam mengetahui secara menyeluruh uraian singkat tentang tulisan ini, yang mana sistematika penulisan ini terdiri dari empat bab.

  Bab I, dalam Bab ini penulis membahas tentang latar belakang permasalahan, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Metode penelitian. Hal tersebut diletakkan dalam Bab I karena berisikan landasan-landasan pemikiran dan fakta-fakta hukum yang mendasari penulisan ini yang juga menjadi pedoman bagi penulisan di Bab-Bab selanjutnya, sehingga akan menjadi kesatuan yang utuh.

  Bab II, akan membahas mengenai perbedaan antara rumah toko dengan susun. Mulai dari pengertian, karakteristik dan tujuan, dan prosedur jual beli antara rumah toko dan rumah susun.

  Bab III akan membahas akibat hukum apabila dalam perjanjian pengikatan jual beli tidak sesuai dengan objek yang diperjanjikan dan keabsahan perjanjian pengikatan jual beli menurut hukum tanah nasional.

  Bab IV merupakan penutup yang merupakan akhir dari penulisan skripsi ini. Pada bab ini terdapat kesimpulan serta sumbangan pemikiran berupa saran terhadap pokok permasalahan yang dibahas, diharapkan dapat dipergunakan untuk tambahan referensi di bidang hukum agraria terutama dibidang hukum perumahan dan rumah susun.

BAB II PERBEDAAN ANTARA RUMAH TOKO DAN RUMAH SUSUN

2.1 Pengertian dan Tujuan Pembangunan Rumah Toko dan Rumah Susun

  Rumah berdasarkan Pasal 1 angka 7 pada UU No. 1 Tahun 2011 adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Terkait pengertian rumah tersebut, telah diatur dalam pasal 21 UU No. 1 Tahun 2011 bahwa terdapat perbedaan jenis rumah berdasarkan pelaku pembangunan dan penghuniannya yaitu rumah komersial, rumah umum, rumah swadaya,rumah khusus, dan rumah negara.

  Dengan adanya landasan hukum yang memberikan pengertian dan pembedaan jenis rumah maka rumah toko termasuk dalam jenis rumah komersial. Karena pengertian dari rumah komersial dalam pasal 1 angka 8 UU No. 1 Tahun 2011 adalah rumah yang dibangun untuk mendapatkan keuntungan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Mengenai bentuknya, rumah toko biasanya dibangun dengan beberapa lantai diatas tanah. Menurut Urip Santoso, bentuk rumah dibedakan berdasarkan

  1

  hubungan antar bangunan. Bentuk rumah meliputi :

  a. Rumah tunggal Rumah tunggal merupakan rumah yang memiliki kaveling sendiri dan slah satu dinding bangunan tidak dibangun tepat pada batas kaveling.

1 Urip Santoso, Hukum Perumahan, Kencana Prenadamedia Group,Jakarta,2014,h.53

  

12 b. Rumah deret Rumah deret merupakan beberapa rumah yang satu atau lebih dari sisi bangunan menyatu dengan sisi satu atau lebih bangunan lain atau rumah lain, tetapi masing- masing mempunyai kaveling sendiri.

  c. Rumah susun Rumah susun merupakan bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional baik secara horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan yang masing-masing dimiliki dan digunakan secara terpisah. Terutama untuk tempat hunian dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.

  Hal ini dilakukan guna efesiensi tempat dan biaya pembangunan. Dalam pasal 16 UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria disebut (UUPA) ,hak atas tanah dapat berupa hak milik, hak guna usaha, hak gunan bangunan, hak pakai,hak sewa untuk bangunan, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan.

  Pembangunan rumah dapat dilakukan di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, baik tanah negara maupun di atas tanah pengelolaan dan hak pakai atas tanah negara berdasarkan pasal 43 ayat (1) UU No.1 tahun 2011. Cara pemilikan rumah dapat melalui membangun rumah di atas tanah haknya sendiri, membeli rumah milik orang lain, mendapatkan hibah berupa rumah, melakukan tukar menukar rumah,

  2 Mengenai memenangkan lelang rumah, mendapatkan warisan berupa rumah .

2 Urip Santoso, Materi Kuliah Hukum Perumahan dan Permukiman, Universitas Airlangga,Surabaya, 2014.

  

pemanfaatan rumah dapat digunakan sebagai kegiatan usaha secara terbatas tanpa

membahayakan dan mengganggu fungsi hunian.

  Pengertian rumah susun menurut Pasal 1 angka 1 UU No.20 Tahun 2011 dinyatakan bahwa : Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing- masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.

  Istilah rumah susun pada jaman sekarang sangatlah beragam . Mulai dari Condominium, apartemen, strata title maupun bangunan bertingkat. Penggunaan kata- kata sepeti itu hanya merupakan suatu peristilahan saja. Condominium adalah istilah hukum yang digunakan di Amerika Serikat dan sebagian provinsi Kanada. Co berarti bersama-sama dan dominium berarti kepemilikan. Di Australia dan provinsi British

3 Columbia di Kanada disebut strata title . Strata title dapat diartikan sebagai hak atas

  lapisan yaitu hak seseorang atau pihak untuk dapat memiliki tanah atas bangunan orang

  4 .

  lain Dalam fungsinya dapat digunakan secara horizontal maupun vertikal dan tetap tunduk pada hukum rumah susun. Dilihat dari fungsi fisiknya merupakan bangunan yang memiliki lantai lebih dari satu. Pada rumah susun ada hak yang bersifat

  3 4 http://id.wikipedia.org/wiki/Kondominium. diakses :18 November 2014 pukul.18.42 Eman Ramelan dkk, Problematika Hukum Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun Dalam

  

Pembebanan Dan Peralihan Hak Atas Tanah, LaksBang Grafika dan Andy Institute, Surabaya, 2012, h.5 perseorangan dan hak bersama. Dimana penguasaannya diletakkan dasarnya pada pasal 4 ayat (1) UUPA yaitu : Atas dasar hak menguasai dai negara sebagai yang dimaksuda dalam pasal 2 ditentukan adanya bermacam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.

  Tujuan pembangunan rumah susun adalah :

  

a. menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan terjangkau dalam

lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan serta menciptakan permukiman yang terpadu guna membangun ketahanan ekonomi, sosial, dan budaya;

  

b. meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang dan tanah, serta

menyediakan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan dalam menciptakan kawasan permukiman yang lengkap serta serasi dan seimbang dengan memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan; c. mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan permukiman kumuh;

  

d. mengarahkan pengembangan kawasan perkotaan yang serasi, seimbang, efisien, dan

produktif;

e. memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi yang menunjang kehidupan penghuni dan

masyarakat dengan tetap mengutamakan tujuan pemenuhan kebutuhan perumahan

dan permukiman yang layak, terutama bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah;

  

f. memberdayakan para pemangku kepentingan di bidang pembangunan rumah susun;

  

g. menjamin terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak dan terjangkau, terutama bagi Masyarakat Berpengasilan Rendah dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan dalam suatu sistem tata kelola perumahan dan permukiman yang terpadu; dan

h. memberikan kepastian hukum dalam penyediaan, kepenghunian, pengelolaan, dan

kepemilikan rumah susun.

i. Sehingga tujuan yang ideal yang harus dipenuhi oleh penyelenggara pembangunan

rumah susun adalah memberikan kepastian hukum bagi calon pembeli rumah susun dan membantu pemerintah untuk mengoptimalkan sumber daya untuk menciptakan tempat tinggal yang layak dan pembangunan perekonomian yang berpenduduk padat seperti kota – kota besar. Sehingga tersedianya ruang terbuka hijau untuk lingkungan yang padat penduduk

  5 .

  Sehingga tujuan dibangunnya rumah toko dan rumah susun adalah untuk menghemat pengeluaran negara dalam rangka penggunaan tanah secara horizontal dengan membangun bangunan secara vertikal namun tetap tunduk pada hukum tanah nasional. Selain itu, dengan adanya rumah toko dan rumah susun memudahkan masyarakat untuk melakukan kegiatan usaha karena tidak terlalu memakan banyak tempat dan lebih menghemat pengeluaran. Bagi masyarakat yang bukan pengguna atau pemilik rumah toko atau rumah susun mendapatkan lebih banyak ruang untuk kegiatan lainnya karena penghematan tanah yang digunakan.

5 Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 108),Ps.3.

2.2 Persyaratan Pembangunan Rumah Toko dan Rumah Susun

  Dengan adanya UU No. 1 Tahun 2011 menjadikan pembangunan rumah berdasarkan kepentingan bagi masing-masing pihak yang membutuhkan memiliki landasan hukum. Dalam konsideran UU No. 1 Tahun 2011 bahwa negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta memanfaatkan rumah sebagai tempat untuk melakukan segala kegiatan sehari-hari. Pembangunan rumah dikembangkan berdasarkan tipologi, ekologi, budaya, dinamika ekonomi tiap daerah, serta mempertimbangkan faktor keselamatan dan keamanan. Pembangunan rumah toko sama dengan pembangunan rumah pada umumnya. Yang membedakan adalah dari sisi kepentingan.

  Persyaratan dalam pembangunan perumahan harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain : a. Persyaratan teknis merupakan persyaratan yang meliputi struktur bangunan, keamanan, keselamatan, kesehatan dan kenyaman yang berhubungan dengan rancang bangun.

  b. Persyaratan administratif merupakan persyaratan yang meliputi Izin usaha, izin lokasi, peruntukan tanah, status hak atas tanah, dan Izin Mendirikan Bangunan c. Persyaratan ekologis merupakan persyaratan yang meliputi keserasian dan keseimbangan lingkungan antara lain analisis dampak lingkungan Dengan memenuhi persyaratan tersebut, pengembang dapat membangun rumah sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.

  Adanya UU No.20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun telah memperkenalkan adanya lembaga kepemilikan sebagai hak kebendaan yaitu adanya Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (HMSRS) yang terdiri dari hak perorangan atas satuan rumah susun, tanah bersama, benda bersama dan bagian bersama yang merupakan kesatuan

  6

  dari rumah susun . Konsep dasar yang melandasi Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun adalah kepemilikan suatu benda baik perorangan dan bersama pada bagian tertentu dalam suatu kesatuan jenis kepemilikan. Dalam kepemilikan satuan rumah susun perlu memenuhi beberapa persyaratan antara lain adalah persyaratan teknis dan persyaratan administratif yang telah diatur dalam Pasal 6 UU No.16 tahun 1985 yang mana telah diubah ke UU No.20 tahun 2011 yang telah dijabarkan lebih rinci tanpa ada pengelompokan persyaratan teknis maupun administratif. Dalam Pasal 4 UU No.20 Tahun 2011 dijabarkan bahwa lingkup pengaturan Undang- Undang Rumah susun antara lain : a. pembinaan;

  b. perencanaan;

  c. pembangunan;

  d. penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan;

  e. pengelolaan;

  f. peningkatan kualitas;

  g. pengendalian;

  h. kelembagaan; 6 Adrian Sutedi, Hukum Rumah Susun & Apartemen,Sinar Grafika,Jakarta,2012,h.198 i. tugas dan wewenang; j. hak dan kewajiban; k. pendanaan dan sistem pembiayaan; dan l. peran masyarakat.

  7 Namun dalam Peraturan Pemerintah No.4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun

  masih menggunakan Undang-Undang rumah susun yang lama yaitu UU No.16 Tahun 1985 yang mana masih menggunakan persyaratan teknis dan persyaratan administratif dalam pembangunan rumah susun. Persyaratan teknis yang harus dipenuhi antara lain :

  Persyaratan teknis mengenai ruangan diatur dalam pasal 11 PP No.4 tahun 1988 meliputi pencahayaan yang cukup dan pertukaran udara yang sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Persyaratan teknis untuk struktur, komponen, dan bahan bangunan diatur dalam

  pasal 12 dan pasal 13 PP No.4 Tahun 1988 yang sesuai dengan persyaratan konstruksi yang berlaku seeperti kuat dan tahan terhadap segala bahaya yang dapat menimbulkan kerugian Persyaratan teknis untuk kelengkapan rumah susun berupa bagian bersama, benda bersama, lokasi rumah susun diatur dalam pasal 14 sampai pasal 22 PP No.4 Tahun 1988 . mengenai kelengkapan rumah susun setidaknya mempunyai saluran dan/ atau tempat pembuangan sampah yang memenuhi persyaratan terhadap kebersihan, kesehatan, dan kemudahan; tempat untuk kemungkinan pemasangan 7 jaringan telepon dan alat komunikasi lainnya; alat transportasi yang berupa

  Selanjutnya disebut PP No.4 Tahun 1988 tangga, lift atau eskalator sesuai dengan tingkat keperluan dan persyaratan yang berlaku; pintu dan tangga darurat kebakaran; tempat jemuran; alat pemadam kebakaran; penangkal petir; alat/ sistem alarm; pintu kedap asap pada jarak - jarak tertentu; generator listrik disediakan untuk rumah susun yang menggunakan lift.

  Bagian bersama yang berupa ruang untuk umum, ruang tangga, lift,selasar, harus mempunyai ukuran yang mempunyai persyaratan yang berlakudan benda bersama harus mempunyai dimensi, lokasi, kualitas, kapasitas yang memenuhi persyaratan yang berlaku.

  Persyaratan teknis untuk kepadatan dan tata letak bangunan diatur dalam pasal 23 dan pasal 24 PP No.4 Tahun 1988 merupakan optimasi daya guna dan hasil guna tanah, sesuai dengan fungsinya, dengan memperhatikan keserasian dan keselamatan lingkungan sekitarnya dan penetapan batas pemilikan tanah bersama, segi - segi kesehatan, pencahayaan, pertukaran udara, serta pencegahan dan pengamanan terhadap bahaya yang mengancam keselamatan penghuni, bangunan, dan lingkungannya berdasarkan peraturan perundang - undangan yang berlaku Persyaratan teknis untuk prasarana dan fasilitas lingkungan diatur dalam pasal 25 sampai pasal 28 PP No.4 Tahun 1988 meliputi fasilitas umum yang dapat menunjang fungsi lain dari rumah susun antara lain jaringan distribusi air bersih, gas, dan listrik dengan segala kelengkapannya termasuk kemungkinan diperlukannya tangki - tangki air, pompa air, tangki gas, dan gardu - gardu listrik; saluran pembuangan air hujan yang menghubungkan pembuangan air hujan dari rumah susun ke sistem jaringan pembuangan air kota; saluran pembuangan air limbah dan/ atau tangki septik yang menghubungkan pembuangan air limbah dari rumah susun ke sistem jaringan air limbah kota, atau penampungan air limbah tersebut ke dalam tangki septik dalam lingkungan; tempat pembuangan sampah yang fungsinya adalah sebagai tempat pengumpulan sampah dari rumah susun untuk selanjutnya dibuang ke tempat pembuangan sampah kota, dengan memperhatikan faktor-faktor kemudahan pengangkutan, kesehatan, kebersihan, dan keindahan; kran-kran air untuk pencegahan dan pengamanan terhadap bahaya kebakaran yang dapat menjangkau semua tempat dalam lingkungan dengan kapasitas air yang cukup untuk pemadam kebakaran; tempat parkir kendaraan dan/atau penyimpanan barang yang diperhitungkan terhadap kebutuhan penghuni dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya sesuai dengan fungsinya; jaringan telepon dan alat komunikasi lain sesuai dengan tingkat keperluannya.

  Sedangkan persyaratan administratif dinyatakan dalam pasal 1 angka 6 Peraturan Pemerintah No.4 tahun 1988 tentang rumah susun meliputi Perizinan usaha dari perusahaan pembangunan rumah susun, izin lokasi, izin mendirikan bangunan, dan izin

  8 layak huni .

  Dalam sistem satuan rumah susun dikenal dengan adanya :

  a. Bagian bersama, merupakan bagian dari rumah susun yang digunakan secara bersama baik fungsi dan bentuknya yang tidak terpisah.

8 Eko Yulian Isnur, Tata Cara Mengurus Surat-Surat Rumah dan Tanah,Pustaka Yustisia,

  Jogyakarta,2008,h.89 b. Benda bersama, merupakan benda yang bukan bagian dari rumah susun yang digunakan secara bersama c. Tanah bersama, merupakan tanah yang digunakan atas hak bersama secara tidak terpisah yang diatasnya berdiri rumah susun.

  d. Pertelaan, merupakan uraian mengenai batas - batas yang jelas dari setiap satuan rumah susun baik secara horizontal dan vertikal , yang merupakan bagian tertentu dari gedung, termasuk bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama yang

  9 didalamnya mengandung nilai perbandingan proporsional .

  e. Nilai Perbandingan Proposional (NPP) merupakan angka yang menunjukkan perbandingan antara satuan rumah susun terhadap hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang dihitung berdasarkan luas dan nilai satuan rumah susun yang bersangkutan ,terhadap luas atau nilai bangunan rumah susun.

  f. Persatuan Penghuni Rumah Susun (PPRS) adalah entitas yang penting dan memiliki peran yang besar dalam sebuah rumah susun karena dalam penyerahan pertama pemilik harus membentuk Persatuan Penghuni Rumah Susun sebagai badan hukum dalam menyelesaikan masalah hukum dalam rumah susun yang dihuni. Nilai perbandingan proporsional sangat penting artinya bagi pemilik satuan rumah susun karena nilai perbandingan proporsional mencerminkan hak dan kewajiban 9 pemilik satuan rumah susun atas pemilikan bagian, benda dan tanah bersama,hak dan

  

Imam Kuswahyono, Hukum Rumah Susun Suatu Bekal Pengantar Pemahaman,Bayumedia Publishing, Malang, 2003, hal.16 kewajiban dalam pemeliharaan dan pengelolaan rumah susun serta hak suara (voting right) dalam Persatuan Penghuni Rumah Susun (PPRS).

  Sedangkan pertelaan merupakan titik awal dimulainya proses hak milik atas satuan rumah susun. Dari pertelaan tersebut akan muncul satuan - satuan rumah susun yang terpisah secara hukum dengan rumah susun dan hak atas tanah bersamanya melalui proses pembuatan akte pemisahan.

  Persyaratan yang harus dipenuhi dalam membangun rumah toko maupun rumah susun hampir sama. Namun yang membedakan adalah adanya Nilai perbandingan proposional dimana syarat ini merupakan syarat mutlak untuk menentukan batas-batas antara kepemilikan pribadi maupun kepemilikan secara bersama. Pembangunan rumah toko tidak memerlukan nilai perbandingan proposional karena seluruhnya merupakan milik pribadi secara keseluruhan. Selain itu, adanya persatuan penghuni rumah susun diman merupakan perkumpulan pemilik satuan rumah susun yang dapat melakukan perbuatan hukum dalam menentukan nilai perbandingan proposional atau menyelesaikan sengketa antar penghuni satuan rumah susun.

  

2.3 Hak Atas Tanah yang Dapat Dibebani Oleh Rumah Toko dan Rumah Susun

Beserta Jenis Status Kepemilikannya

  Sebelum melakukan pembangunan rumah, pihak penyelenggara pembangunan rumah harus menetapkan lokasi dan status hak atas tanah yang akan dibangun rumah.

  Pihak penyelenggara pembangunan rumah bisa warga negara Indonesia, orang asing yang berkedudukan di Indonesia, Badan Hukum berupa Perseroan Terbatas maupun Yayasan, Badan Hukum Asing yang berkedudukan di Indonesia, Badan Usaha Milik

  10 Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Kantor Pemerintahan . Pembangunan rumah

  pada umumnya dibangun berdasarkan status hak atas tanah . menurut Pasal 43 ayat (1) UU No.1 Tahun 2011 ,jenis hak atas tanah yang dapat dibebani oleh pembangunan rumah adalah hak milik, hak guna bangunan, baik tanah negara maupun di atas tanah pengelolaan dan hak pakai atas tanah negara. Hak atas tanah tersebut juga berlaku dalam pembebanan bangunan rumah susun yang diatur dalam pasal 17 UU No.20 Tahun 2011.

  a. Hak Milik Rumah toko yang memiliki hak atas tanah berupa hak milik merupakan hak yang terkuat, terpenuhi dan dapat bersifat turun temurun. Karena hak tersebut tidak mudah hapus dan mudah dipertahankan terhadap gangguan dari pihak lain. Terpenuhi berarti hak milik memiliki wewenang yang luas dibanding hak –hak yang lain seperti dapat disewakan kepada orang lain.