BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cengkeh (Syzygium aromaticum) - POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN CENGKEH (Syzygium aromaticum) TERHADAP KEMATIAN NYAMUK Aedes aegypti DENGAN METODE SEMPROT - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cengkeh (Syzygium aromaticum)

  1. Nama Lokal Cengkeh (Indonesia, Jawa, Sunda), Clove (Inggris), Bungeu lawang (Gayo), Gomode (Halmahera, Tidore), Cangkih (Lampung),

  Wunga Lawang (Bali), Cengke (Bugis), Sinke (Flores), Canke (Ujung Pandang), Sake (Nias) (Haditomo, 2010).

  2. Sinonim

  Syzygium aromaticum L., Eugenia caryophyllata, Eugenia aromatica, Caryophyllus aromaticus, Jambos carryhophyllus, Jambosa caryophyllus N. D. Z. (Haditomo, 2010).

  3. Klasifikasi Klasifikasi menurut Suwarto et al (2014) adalah sebagai berikut :

  a. Divisio : Spermatophyta

  b. Sub-Divisio : Angiospermae

  c. Kelas : Dicotyledoneae

  d. Ordo : Myrtales

  e. Famili : Myrtaceae

  f. Genus : Syzygium

  g. Spesies : Syzygium aromaticum L Merr & Perry

  4. Deskripsi tanaman Cengkeh (Syzygium aromaticum) termasuk jenis tumbuhan perdu yang dapat memiliki batang pohon besar dan berkayu keras. Cengkeh mampu bertahan hidup puluhan bahkan sampai ratusan tahun, tingginya dapat mencapai 20-30 meter dan cabang-cabangnya cukup lebat. Bunga dan buah cengkeh akan muncul pada ujung ranting daun dengan tangkai pendek serta bertandan. Pada saat masih muda bunga cengkeh berwarna keungu-unguan, kemudian berubah menjadi kuning kehijauan dan berubah lagi menjadi merah muda apabila sudah tua. Sedangkan bunga cengkeh kering akan berwarna cokelat kehitaman dan berasa pedas karena mengandung minyak atsiri (Thomas, 2007). Daun cengkeh berwarna hijau dan berbentuk bulat telur memanjang dengan bagian ujung dan pangkalnya menyudut, rata-rata mempunyai ukuran lebar 2-3 cm dan panjang daun tanpa tangkai berkisar 7,5-12,5 cm (Suwarto et al., 2014). Daun cengkeh tidak termasuk daun yang lengkap karena tidak memiliki upih/pelepah daun (vagina), namun hanya memiliki tangkai daun (petioles), helaian daun (lamina). Daunnya berbentuk lonjong dan berbunga pada bagian ujungnya. Daun cengkeh termasuk daun majemuk karena dalam satu ibu tangkai ada lebih dari satu daun (Nuryanti, 2015). Menurut Kardinan (2003) tanaman cengkeh memiliki daun tunggal, bertangkai, tebal, kaku, bentuk bulat telur sampai lanset memanjang, ujung runcing, pangkal meruncing, tepi rata, tulang daun menyirip, permukaan atas mengkilap, panjang 6 - 13,5 cm, lebar 2,5 - 5 cm, warna hijau muda atau cokelat muda saat masih muda dan hijau tua ketika tua (Gambar 2.1).

  

Gambar 2.1.Tanaman Cengkeh Cabang-cabang dari tumbuhan cengkeh pada umumnya panjang dan dipenuhi oleh ranting-ranting kecil yang mudah patah. Mahkota atau biasa disebut tajuk pohon cengkeh berbentuk kerucut. Tanaman ini tumbuh baik di daerah tropis di ketinggian 600 - 1.100 meter di atas permukaan laut (dpl) di tanah yang berdrainase baik (Kardinan, 2003).

  5. Kandungan kimia daun cengkeh Di dalam minyak atsiri daun cengkeh mengandung eugenol, trans-karyofilen, alfa-humulen eugenil asetat, karyofilen oksida dan trimetoksiasetofenon (Prianto et al, 2013). Kandungan daun cengkeh sebagian besar didominasi oleh eugenol yaitu berkisar 80-88% (Nuryoto

  et al ., 2011). Eugenol (C

10 H

  12 O 2 ), merupakan turunan guaiakol yang

  mendapat tambahan rantai alkil, dikenal dengan nama IUPAC 2-metoksi- 4-(2-propenil) fenol. Eugenol dapat dikelompokkan dalam keluarga alkilbenzena dari senyawa-senyawa fenol. Eugenol memberikan bau dan aroma yang khas pada minyak cengkeh, berbau keras, dan mempunyai rasa pedas. Eugenol mudah berubah menjadi kecoklatan apabila dibiarkan di udara terbuka. Eugenol dapat mempengaruhi susunan saraf yang khas dipunyai serangga dan tidak terdapat pada hewan berdarah panas. Eugenol mempunyai sifat neurotoksik yang bekerja dalam proses penekanan terhadap sistem saraf serangga, paralisis, selanjutnya terjadi kematian, ditandai dengan tubuh yang apabila disentuh terasa lunak dan lemas (Sanjaya dan Safaria, 2006). Struktur kimia eugenol adalah sebagai berikut :

Gambar 2.2. Struktur kimia eugenol

  Sumber : Iswari (2007)

  6. Manfaat Tanaman Cengkeh Senyawa eugenol mempunyai aktivitas farmakologi sebagai analgesik, antiinflamasi, antimikroba, antiviral, antifungal, antiseptik, antispamosdik, antiemetik, stimulan, anastetik lokal sehingga senyawa ini banyak dimanfaatkan dalam industri farmasi. Begitupun dengan salah satu turunan senyawa eugenol, yaitu isoeugenol yang dapat dipergunakan sebagai bahan baku obat antiseptik dan analgesik.

  Dalam bidang kedokteran gigi, senyawa eugenol dalam bentuk campurannya dengan zinc oxide terutama berlaku sebagai cementing

  agent. Semen zinc oxide eugenol memiliki kekuatan antibakteri yang

  lebih kuat dibandingkan dengan bahan penyemen gigi lainnya seperti polikarboksilat, zinc fosfat, silikofosfat, kalsium hidroksida dan resin komposit.

  Aktivitas eugenol sebagai antimikroba dan antiseptik banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku obat kumur (mouthwash), pasta gigi,

  

toilet water , cairan antiseptik, tisue antiseptik dan spray antiseptik.

  Selain itu, masih banyak manfaat tanaman cengkeh pada bidang lain misal di industri makanan, minuman, rokok, industri pestisida nabati, industri kemasan aktif, serta industri kimia lainnya.

B. Demam Berdarah

  1. Virus Demam Berdarah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang biasa disebut

  Dengue Haemorrahagic Fever (DHF) merupakan satu dari beberapa

  penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan di dunia terutama negara berkembang. Penyakit itu disebabkan oleh virus dari famili Flaviridae yang ditularkan oleh serangga (arthropod borne virus =

  arbovirus ). Virus tersebut mempunyai 4 serotype yaitu DEN-1, DEN-2,

  DEN-3 dan DEN-4). Seseorang yang pernah terinfeksi oleh salah satu

  serotype virus tersebut biasanya kebal terhadap serotype yang sama

  dalam jangka waktu tertentu, namun tidak kebal terhadap serotype lainnya, bahkan menjadi sensitif terhadap serangan demam berdarah Dengue. Serangga yang diketahui menjadi vektor utama adalah nyamuk

  (Supartha, 2008). Banyak faktor yang mempengaruhi

  Aedes aegypti

  kejadian penyakit DBD. Beberapa di antaranya adalah faktor inang (host), lingkungan (environment) dan faktor penular serta patogen (virus). Faktor inang menyangkut kerentanan dan imunitasnya terhadap penyakit, sedangkan faktor lingkungan menyangkut kondisi geografi (ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin, kelembaban, musim), kondisi demografi (kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial ekonomi penduduk), jenis dan kepadatan nyamuk sebagai vektor penular penyakit tersebut (Kesumawati, 2011). Nyamuk dapat mengandung virus DBD bila menghisap darah penderita. Virus tersebut akan masuk ke dalam intestinum nyamuk. Replikasi virus terjadi dalam

  hemocoelum dan akhirnya akan menuju ke dalam kelenjar air liur serta

  siap ditularkan. Fase ini disebut sebagai extrinsic incubation periode yang memerlukan waktu selama tujuh sampai empat belas hari (Palgunadi dan Rahayu, 2011).

  2. Patogenesis dan Patofisiologi Patogenesis DBD tidak atau belum sepenuhnya dipahami, namun ada yang penting diketahui, terdapat dua perubahan patofisiologi yang mencolok yaitu :

  a. Meningkatnya permeabilitas kapiler/pembuluh darah yang mengakibatkan bocornya plasma ke dalam rongga pleura dan rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat (24-48 jam).

  b. Hemostasis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati trombositopenia dan koagupati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan.

  3. Gejala klinis DBD Pada awalnya muncul menyerupai gejala flu dan tifus (typhoid), oleh karenanya seringkali dokter dan tenaga kesehatan lainnya juga keliru dalam penegakkan diagnosa. Virus ini dipindahkan oleh nyamuk yang terinfeksi saat mengisap darah orang tersebut. Setelah masuk ke dalam tubuh, lewat kapiler darah virus melakukan perjalanan ke berbagai organ tubuh dan berkembang biak. Masa inkubasi virus ini berkisar antara 8-10 hari sejak seseorang terserang virus dengue, sampai timbul gejala-gejala demam berdarah seperti: Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 - 40°C). Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya bintik- bintik perdarahan, adanya bentuk perdarahan di kelopak mata bagian dalam (konjungtiva), mimisan (epitaksis), buang air besar dengan kotoran (feses) berupa lendir bercampur darah (melena), dan lain- lainnya, adanya pembesaran hati (hepatomegali), tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok. Pada pemeriksaan laboratorium (darah) hari ke 3 - 7 terjadi penurunan trombosit dibawah 100.000 /mm3 (trombositopeni), terjadi peningkatan nilai hematokrit diatas 20% dari nilai normal (hemokonsentrasi), timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual, muntah, penurunan nafsu makan (anoreksia), sakit perut, diare, menggigil, kejang dan sakit kepala, mengalami perdarahan pada hidung (mimisan) dan gusi, demam yang dirasakan penderita menyebabkan keluhan pegal/sakit pada persendian, munculnya bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah (Kesumawati, 2011).

  4. Derajat Penyakit DBD Menurut Misnadiarly (2009) derajat penyakit DBD adalah sebagai berikut : a. Derajat I

  Pada tingkat ini terjadi demam yang disertai gejala klinis tidak khas. Satu-satunya gejala perdarahan adalah hasil uji tourniquet yang positif.

  b. Derajat II Pada tingkat ini, gejala yang terdapat pada derajat I ditambah perdarahan spontan, biasanya dalam bentuk perdarahan kulit dan atau bentuk perdarahan lainnya. c. Derajat III Terjadi kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan lemah, menyempitnya tekanan nadi 20 mmHg atau kurang atau hipotensi, ditandai dengan kulit dingin dan lembab serta pasien menjadi gelisah.

  d. Derajat IV Terjadi syok berat dengan tidak terabanya denyut nadi maupun tekanan darah.

C. Nyamuk Aedes aegypti

  Nyamuk aedes merupakan sejenis nyamuk yang biasanya ditemui di kawasan tropis. Namanya diperoleh dari perkataan Yunani aedes, yang berarti "tidak menyenangkan", karena nyamuk ini menyebarkan beberapa penyakit berbahaya seperti demam berdarah dan demam kuning (Adifian,

  et al., 2013).

  a. Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti Klasifikasi nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Subphylum : Unimaria Kelas : Insecta Ordo : Diptera Sub-ordo : Nematocera Superfamili : Culicoidea Famili : Culicidae Sub-famili : Culicinae Genus : Aedes Spesies : Aedes aegypti (Wibawa, 2012).

  b. Morfologi 1) Telur

  Telur Aedes aegypti berbentuk lonjong, dan panjangnya sekitar 0,6 mm yang menempel pada dinding tempat penampungan air. Telur berwarna hitam dan setiap kali bertelur, nyamuk betina dapat menghasilkan telur sebanyak seratus butir telur. Setelah 2 hari telur terendam dalam air, telur akan menetas menjadi jentik (Silalahi, 2004). 2) Larva

  Larva Aedes aegypti melalui 4 stadium larva yaitu dari instar I, instar II, instar III, dan instar IV. Larva instar I sangat kecil tubuhnya, warnanya transparan, panjang sekitar 1-2 mm, duri-duri (spinae) pada dada (thorax) belum begitu jelas, corong pernapasan (siphon) belum menghitam. Larva instar II bentuknya lebih besar dari larva instar I dengan ukuran sekitar 2,5-3,9 mm, duri dada belum jelas, dan corong pernapasan sudah berwarna hitam. Larva instar III berukuran 4-5 mm, duri dada mulai jelas dan corong pernapasan berwarna coklat kehitaman. Larva instar IV sudah lengkap anatominya yaitu sudah terdapat kepala (caput), dada (thorax), dan perut (abdomen). Larva instar IV punya tanda yang khas yaitu pelana yang terbuka pada segmen anal, sepasang bulu siphon dan gigi sisir yang berduri lateral pada segmen abdomen ke-7 (Haditomo, 2010). Setelah 6-8 hari larva akan menjadi pupa (Rosmayanti, 2014). 3) Pupa (kepompong)

  Berbentuk seperti koma, bentuknya lebih besar dan lebih ramping. Kepala dan dadanya bersatu dilengkapi sepasang terompet pernafasan. Pupa akan menjadi nyamuk dewasa dalam kurun waktu sekitar 2 hari (Wibawa, 2012). 4) Nyamuk dewasa

  Mempunyai warna dasar yang hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan, kaki, dan sayap. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa mencapai 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2 sampai 3 bulan. Sayap berukuran 2,5-3mm, bersisik hitam, mempunyai vena yang permukaannya ditumbuhi sisik-sisik sayap (wing scales) yang letaknya mengikuti vena. (Gandahusada, 1998). Umumnya, suhu untuk tempat perkembang biakan nyamuk Aedes aegypti berkisar antara suhu 25

  • –27°C (Depkes RI, 2001). Fluktuasi pH air sangat di tentukan oleh alkalinitas air, pH normal untuk perkembangan nyamuk dari bertelur sampai menjadi pupa berkisar antara 4
  • – 9 (Adifian et al., 2013). Virus dengue disebarkan dari penderita ke orang lain melalui nyamuk Aedes

  aegypti . Nyamuk ini yang menghisap darah orang yang sudah

  terinfeksi virus Dengue dan dapat berkembang biak dalam air liur nyamuk dengan masa pengeraman 8

  • – 10 hari. Nyamuk yang sudah terinfeksi masih dapat hidup berkisar 15
  • – 65 hari dan dapat menularkan ke orang lain (Waluyo et al., 2011).

  c. Daur hidup Daur hidup nyamuk Aedes aegypti melalui metamorfosis sempurna yaitu dimulai dari : telur, larva (jentik), pupa

  (kepompong), dan nyamuk dewasa. Nyamuk betina meletakkan telur di atas permukaan air dalam keadaan menempel pada dinding tempat perindukkannya. Setelah kira-kira 2 hari, telur menetas menjadi larva lalu terjadi pengelupasan kulit sebanyak 4 kali, kemudian tumbuh menjadi pupa dan akhirnya menjadi dewasa. Pertumbuhan dari telur hingga menjadi nyamuk dewasa memerlukan waktu kira-kira 9 hari (Wibawa, 2012).

  d. Tempat Perkembangbiakan Tempat perindukan utama nyamuk Aedes aegypti adalah tempat-tempat berisi air bersih yang berdekatan letaknya dengan rumah penduduk, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Tempat perindukkan tersebut berupa :

  1) Tempat perindukan buatan manusia, misalnya: tempayan, gentong tempat penyimpanan air minum, bak mandi, jambangan atau pot bunga, kaleng botol, drum, ban mobil yang terdapat di halaman rumah atau di kebun yang berisi air hujan. 2) Tempat perindukan alamiah seperti: kelopak daun tanaman, tempurung kelapa, tonggak bambu, dan lubang yang berisi air hujan (Gandahusada, 2000).

D. Pengendalian Nyamuk Aedes aegypti

  1. Pengendalian Mekanis Pengendalian nyamuk bisa dilakukan dengan cara mekanis yaitu dengan cara menghilangkan sarang nyamuk dengan cara menguras dan menyikat dinding tempat penampungan air seminggu sekali, membersihkan kontainer, tambak, dan lain-lain (Komariah et al., 2010).

  Mengubur barang-barang bekas yang bisa menampung air hujan, misal kaleng, ban-ban bekas, tempurung kelapa yang tergenang air hujan, dan lainnya. Membersihkan atau mengangkat tanaman air atau lumut di tempat perindukkan nyamuk penular. Cara lain adalah dengan memasangkan kawat kasa (kawat nyamuk) pada semua lubang yang ada di rumah, misalnya lubang angin, lubang jendela, pintu, dan lainnya (Wibawa, 2012).

  2. Pengendalian Biologis Pengendalian biologis dapat dilakukan dengan menggunakan bakteri patogen yaitu Bacillus thuringiensis, cara ini adalah cara yang paling efektif dan potensial serta tidak menimbulkan efek samping, dengan menggunakan bakteri ini diisolasi dalam habitat tanah dan dibiakkan dalam media lokal air cucian beras terhadap larva Aedes

  aegypti (Komariah et al., 2010). Bacillus thuringiensis memproduksi

  toksin yang terdapat dalam bentuk kristal yang sangat beracun dengan larutan alkalis yang terdapat dalam usus serangga terjadi perubahan bentuk krital-kristalnya dan apabila diabsorpsi ke dalam darah menyebabkan kenaikan pH darah (Wibawa, 2012).

  3. Pengendalian Cara Terpadu Pengendalian cara terpadu terhadap vektor nyamuk dalam hal ini melibatkan masyarakat dan pemerintah dengan melakukan berbagai kegiatan rutin seperti pembersihan lingkungan di lingkungan sekolah, kantor pemerintahan dan rumah sakit (Komariah et al., 2010).

E. Metode Destilasi

  1. Definisi Destilasi merupakan metode pemisahan dan pemurnian dari cairan yang mudah menguap yang penting. Prosesnya meliputi penguapan cairan tersebut dengan cara memanaskan, dilanjutkan dengan kondensasi uapnya menjadi cairan, disebut dengan destilat. Terdapat berbagai macam cara destilasi, yaitu destilasi sederhana, destilasi fraksi, destilasi tekanan rendah, destilasi uap air, dan microscale destilasi (Walangare et al, 2013).

  a. Jenis destilasi menurut Walangare et al (2013) : 1) Destilasi Sederhana

  Destilasi sederhana atau destilasi biasa adalah teknik pemisahan kimia untuk memisahkan dua atau lebih komponen yang memiliki perbedaan titik didih yang jauh. Suatu campuran dapat dipisahkan dengan destilasi biasa ini untuk memperoleh senyawa murni. Senyawa yang terdapat dalam campuran akan menguap saat mencapai titik didih masing-masing. 2) Destilasi Fraksionasi (Bertingkat)

  Sama prinsipnya dengan destilasi sederhana, hanya destilasi bertingkat ini memiliki rangkaian alat kondensor yang lebih baik, sehingga mampu memisahkan dua komponen yang memiliki perbedaan titik didih yang berdekatan. Untuk memisahkan dua jenis cairan yang sama mudah menguap dapat dilakukan dengan destilasi bertingkat. Destilasi bertingkat adalah suatu proses destilasi berulang. Proses berulang ini terjadi pada kolom fraksional. Kolom fraksional terdiri atas beberapa plat dimana pada setiap plat terjadi pengembunan. Uap yang naik plat yang lebih tinggi lebih banyak mengandung cairan yang lebih atsiri (mudah menguap) sedangkan cairan yang yang kurang atsiri lebih banyak kondensat. 3) Destilasi Azeotrop

  Memisahkan campuran azeotrop (campuran dua atau lebih komponen yang sulit di pisahkan), biasanya dalam prosesnya digunakan senyawa lain yang dapat memecah ikatan azeotrop tersebut atau dengan menggunakan tekanan tinggi. 4) Destilasi uap

  Destilasi uap adalah istilah yang secara umum digunakan untuk destilasi campuran air dengan senyawa yang tidak larut dalam air, dengan cara mengalirkan uap air kedalam campuran sehingga bagian yang dapat menguap berubah menjadi uap pada temperatur yang lebih rendah dari pada dengan pemanasan langsung. 5) Destilasi Vakum

  Memisahkan dua komponen yang titik didihnya sangat tinggi, metode yang digunakan adalah dengan menurunkan tekanan permukaan lebih rendah dari 1 atm, sehingga titik didihnya juga menjadi rendah, dalam prosesnya suhu yang digunakan untuk mendestilasinya tidak perlu terlalu tinggi.

  2. Minyak Atsiri

  a. Pengertian Minyak Atsiri Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris atau minyak terbang (essential oil, volatile) yang merupakan salah satu hasil metabolisme tanaman. Bersifat mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir, serta berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya. Minyak atsiri larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air (Arniputri et al., 2007). Minyak atsiri merupakan zat yang memberikan aroma pada tumbuhan. Minyak atsiri memiliki komponen volatil pada beberapa tumbuhan dengan karakteristik tertentu. Saat ini, minyak atsiri telah digunakan sebagai parfum, kosmetik, bahan tambahan makanan dan obat (Buchbauer, 1991). Komponen aroma dari minyak atsiri cepat berinteraksi saat dihirup, senyawa tersebut berinteraksi dengan sistem syaraf pusat dan langsung merangsang pada sistem olfactory, kemudian sistem ini akan menstimulasi syaraf-syaraf pada otak di bawah kesetimbangan korteks serebral. Senyawa-senyawa berbau harum atau fragrance dari minyak atsiri suatu bahan tumbuhan telah terbukti pula dapat mempengaruhi aktivitas lokomotor (Buchbauer, 1991).

  b. Destilasi Minyak Atsiri Menurut Nuryoto et al (2011), secara umum destilasi minyak atsiri dilakukan beberapa cara yaitu:

  1) Destilasi Air Pada cara ini, bahan tanaman yang akan didestilasi mengalami kontak langsung dengan air mendidih. Ciri khas cara ini yaitu adanya kontak langsung antara bahan dan air mendidih. Oleh karena itu, sering disebut destilasi langsung. Destilasi dengan cara ini cocok untuk bunga mawar sebab seluruh bagian bahan harus tercelup dan dapat bergerak bebas dalam air mendidih. Meskipun dari proses pengerjaannya sangat mudah, tetapi destilasi dengan cara langsung ini dapat menyebabkan banyaknya rendemen minyak yang hilang.

  2) Destilasi Uap Cara ini disebut destilasi tak langsung. Pada prinsipnya, model ini sama dengan destilasi langsung. Hanya saja air penghasil uap tidak diisikan bersama-sama dalam ketel penyulingan. Uap yang digunakan berupa uap jenuh atau uap yang kelewat panas dengan tekanan lebih dari 1 atmosfer. Di dalam proses destilasi dengan uap ini, uap dialirkan melalui pipa uap yang berlingkar yang berpori dan berada dibawah bahan tanaman yang akan didestilasi. Kemudian uap akan bergerak menuju ke bagian atas melalui bahan yang disimpan di atas saringan. Salah satu kelebihan model ini antara lain sebuah ketel uap dapat melayani beberapa buah ketel destilasi yang dipasang seri sehingga proses produksi akan berlangsung lebih cepat. Namun sayangnya proses destilasi dengan model ini memerlukan konstruksi ketel yang lebih kuat, alat-alat pengaman yang lebih baik. 3) Destilasi Air dan Uap

  Pada destilasi ini, bahan tanaman yang akan didestilasi diletakkan di atas rak - rak atau saringan berlubang. Kemudian ketel penyulingan di isi dengan air sampai permukaannya tidak jauh bagian bawah saringan. Ciri khas model ini yaitu uap selalu dalam keadaan basah, jenuh, dan tidak terlalu panas. Bahan tanaman yang akan disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas. Sebenarnya terdapat perbedaan yang mendasar pada prinsip ketiga model destilasi tersebut. Namun dalam praktek hasilnya akan berbeda bahkan kadang-kadang perbedaanya sangat berarti karena masing

  • –masing metode mempunyai kekurangan dan kelebihan.

F. Pestisida

  1. Pengertian Pestisida Pestisida menurut Kementrian Pertanian (2011) adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk

  :

  a. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian. b. Memberantas rerumputan atau tanaman pengganggu/gulma.

  c. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan.

  d. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian- bagian tanaman, tidak termasuk pupuk.

  e. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan peliharaan dan ternak.

  f. Memberantas atau mencegah hama-hama air.

  g. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat pengangkutan.

  h. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air.

  2. Pestisida Nabati Menurut Kementrian Pertanian (2012), pestisida nabati adalah pestisida yang berasal dari tumbuhan, sedangkan arti pestisida itu sendiri adalah bahan yang dapat digunakan untuk mengendalikan populasi OPT. Pestisida nabati bersifat mudah terdegradasi di alam (Bio-degredable), sehingga residunya pada tanaman dan lingkungan tidak signifikan.

  Indonesia di kenal dengan negara yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati (Mega-biodiversity) terbesar kedua di dunia setelah Brazil, termasuk memiliki sejumlah tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan dasar pestisida, baik yang dapat langsung digunakan atau dengan ekstraksi sederhana dengan air, ekstraksi dengan pelarut organik lainnya ataupun dengan cara penyulingan, tergantung kepada tujuan dari formula yang akan dibuat. Oleh karena itu, penggunaan pestisida nabati di Indonesia perlu diperkenalkan terhadap pengguna, serta disosialisasikan dan didiseminasikan kepada semua para pemangku kepentingan (stake holder).

Dokumen yang terkait

FORMULASI SEDIAAN KRIM MINYAK DAUN CENGKEH (Syzygium aromaticum) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Staphylococcus aureus SECARA IN VITRO

14 125 24

POTENSI EKSTRAK DAUN CENGKEH (Syzygium aromaticum L.) DALAM BENTUK LOTION SEBAGAI ZAT PENOLAK (REPELLENT) TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti

15 59 51

TINGKAT PENERIMAAN PANELIS SERTA KARAKTERISASI SIFAT FISIK DAN KIMIA MILK CHOCOLATE BAR DENGAN PENAMBAHAN MINYAK ATSIRI DAUN CENGKEH (Syzygium aromaticum) - UNS Institutional Repository

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Atsiri - POTENSI AKTIVITAS ANTIBAKTERI CAMPURAN MINYAK ATSIRI CENGKEH ( Syzygium aromaticum) DAN KITOSAN UNTUK PENGAWETAN DAGING AYAM ASEPTIS - repository perpustakaan

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - FORMULASI MOUTHWASH MINYAK ATSIRI DAUN KEMANGI (Ocimum Basilicum L) DAN DAUN CENGKEH (Syzygium Aromaticum L) SERTA UJI ANTIBAKTERI TERHADAP STREPTOCOCCUS MUTANS DAN STAPHYLOCOCCUS AUREUS - repository perpustakaan

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - UJI AKTIVITAS MINYAK ATSIRI DAUN KECOMBRANG (Etlingera elatior) DALAM SEDIAAN LOSION SEBAGAI BAHAN AKTIF REPELAN TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti - repository perpustakaan

0 1 6

UJI EFEKTIVITAS MINYAK ATSIRI DAUN KENIKIR (Cosmos caudatus) TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti DENGAN METODE SEMPROT SKRIPSI

0 1 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tumbuhan kenikir (C. caudatus) - UJI EFEKTIVITAS MINYAK ATSIRI DAUN KENIKIR (Cosmos caudatus) TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti DENGAN METODE SEMPROT - repository perpustakaan

0 0 7

EFEKTIVITAS MINYAK ATSIRI DAUN JERUK NIPIS (Citrus aurantifolia) TERHADAP KEMATIAN NYAMUK Aedes aegypti DENGAN METODE SEMPROT

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tumbuhan Citrus aurantifolia - EFEKTIVITAS MINYAK ATSIRI DAUN JERUK NIPIS (Citrus aurantifolia) TERHADAP KEMATIAN NYAMUK Aedes aegypti DENGAN METODE SEMPROT - repository perpustakaan

0 0 8