UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPS MATERI MENGHARGAI KEBERAGAMAN SUKU BANGSA DAN BUDAYA MELALUI PEMBELAJARAN MAKE A MATCH DI KELAS IV A SD NEGERI 1 MANDIRAJA WETAN - repository perpustakaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Prestasi Belajar Menurut Arifin (2010: 12) kata “prestasi” berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie. Kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi

  “prestasi” yang berarti “hasil usaha”. Sedangkan menurut Kamus Umum Besar Bahasa Indonesia (2007: 910), prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya). Dari beberapa pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa prestasi adalah tingkat penguasaan atau kemampuan seseorang yang telah dicapai sebagai bukti usaha yang telah dilakukan.

  Menurut Slameto (2010: 2), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Seseorang yang melakukan proses belajar pasti akan mengalami perubahan tingkah laku pada dirinya baik itu perubahan tingkah laku yang baik ataupun perubahan tingkah laku yang buruk.

  Dari pendapat tersebut maka belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku pada siswa menuju tingkat kedewasaan yang lebih matang yang terjadi sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan rumah, masyarakat, dan sekolah yang melibatkan proses kognitif dan dilaksanakan secara rutin melalui latihan atau pengalaman.

  8 Berdasarkan definisi prestasi dan belajar yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil usaha belajar yang telah dicapai oleh siswa melalui latihan atau pengalaman yang berupa perubahan dalam aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu dan dinyatakan dalam nilai setelah mengalami proses pembelajaran di sekolah.

  Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar itu sendiri karena hasil dari seseorang melakukan kegiatan belajar adalah prestasi.

a. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

  Untuk mencapai prestasi belajar yang diharapkan, maka terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa.

  Pendapat Slemeto (2010: 54-71), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa secara garis besar terbagi menjadi 2 bagian, diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Faktor Intern

  Faktor intern adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri yaitu menyangkut kondisi jasmani atau rohani siswa.

  Faktor-faktor intern tersebut antara lain:

  a) Faktor kesehatan Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit. Kesehatan adalah keadaan atau hal sehat. Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajarnya. Agar seseorang dapat belajar dengan baik, maka harus selalu mengusahakan kesehatan badannya tetap terjamin dengan cara selalu mengindahkan ketentuan-ketentuan tentang bekerja, belajar, istirahat, tidur, makan, olahraga, rekreasi dan ibadah.

  b) Cacat tubuh Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh. Keadaan cacat tubuh mempengaruhi belajar. Siswa yang cacat belajarnya juga terganggu. Jika hal ini terjadi, hendaknya ia belajar pada lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat menghindari atau mengurangi pengaruh kecacatannya itu.

  c) Intelegensi atau Kecerdasan Intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui atau menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, emngetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Intelegensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar. Dalam situasi yang sama, siswa yang mempunyai intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah. Walaupun begitu siswa yang mempunyai tingkat intelegensi lebih tinggi belum pasti berhasil dalam belajarnya. Hal ini dikarenakan bahwa belajar adalah suatu proses yang kompleks dengan banyak faktor yang mempengaruhinya, sedangkan intelegensi adalah salah satu faktor diantara faktor yang lainnya. Oleh karena itu faktor intelengensi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dalam kegiatan belajar siswa.

  d) Perhatian Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya, jika bahan pelajaran tersebut tidak mendapat perhatian dari siswa maka timbullah kebosanan sehingga siswa tidak suka lagi belajar. Agar siswa dapat belajar dengan baik, usahakan bahan pelajaran selalu menarik perhatian denga cara mengusahakan pelajaran itu sesuai dengan hobi atau bakat.

  e) Minat Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya, tetapi jika bahan pelajaran menarik minat siswa, maka lebih mudah dipelajari dan disimpan karena minat menambah kegiatan belajar. Jika terdapat siswa yang kurang berminat terhadap belajar, maka dapat diusahakan dengan cara menjelaskan hal-hal yang menarik dan berguna bagi kehidupan serta hal-hal yang berhubungan dengan cita-cita serta kaitannya dengan bahan yang dipelajarinya.

  f) Bakat Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang sebagai kecakapan bawaan. Bakat dapat mempengaruhi belajar. Jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya lebih baik karena ia senang belajar dan pastilah selanjtnya ia akan lebih giat lagi dalam belajar. Adalah penting untuk mengetahui bakat siswa dan menempatkan siswa sesuai dengan bakat yang dimiliki.

  g) Motif Dalam proses belajar haruslah memperhatikan apa yang dapat mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik atau padanya mempunyai motif untuk berfikir atau memusatkan perhatian, merencanakan, dan melaksanakan kegiatan yang berhubungan atau menunjang belajar. Motif-motif yang dapat diberikan pada siswa dapat berupa pujian, pemberian hadiah dan sebagainya. Motig yang kuat sangat perlu dalam belajar, di dalam membentuk motif yang kuat dapat dilaksanakan dengan adanya latihan-latihan atau kebiasaan-kebiasaan dan pengaruh lingkungan. Jadi latihan atau kebiasaan sangat perlu dalam belajar.

  h) Kematangan

  Kematangan adalah suatu tingkat pertumbuhan seseorang, dimana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. Kematangan belum berarti anak dapat melaksanakan kegiatan secara terus-menerus, untuk itu diperlukan latihan-latihan dan pelajaran. Belajar akan lebih berhasil jika anak sudah siap (matang). Jadi kemajuan baru untuk memiliki kecakapan itu tergantung dari kematangan dan belajar. i) Kesiapan

  Kesiapan adalah kesediaan untuk meberi respon atau beraksi. Kesediaan itu timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan kecakapan. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dan padanya sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik. j) Faktor kelelahan

  Kelelahan ada dua macam yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Kelelahan dapat mempengaruhi belajar. Agar siswa dapat belajar dengan baik harus menghindari jangan sampai terjadi kelelahan dalam belajarnya. Kelelahan dapat dihindari dengan cara tidur, istirahat, mengusahakan variasi dalam belajar, olahraga teratur, rekreasi dan ibadah teratur, memakan makanan bergizi dan sebagainya. Oleh karena itu kelelahan harus dihindari agar kegiatan belajar dapat berjalan dengan lancar.

  2) Faktor Ekstern Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa.

  Faktor-faktor tersebut berupa:

  a) Faktor keluarga Keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam suatu masyarakat dan tempat seseorang dilahirkan serta dibesarkan.

  Keluarga adalah lembaga pendidikan pertama dan utama yang dapat membentuk dan mempengaruhi karakter anak. Anak yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa cara mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga. Orang tua harus menyadari bahwa pendidikan pertama dimulai dari keluarga dan dilanjutkan dengan pendidikan sekolah. Perhatian dari anggota keluraga terutama orang tua dapat memberikan dukungan dan motivasi sehingga anak dapat belajar dengan rajin dan tekun.

  b) Faktor sekolah Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa.

  Lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong siswa untuk lebih giat dalam belajar. Keadaan sekolah yang baik ini meliputi metode mengajar yang baik, kurikulum yang sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan karakteristik siswa, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, serta metode belajar dan tugas rumah.

  c) Faktor masyarakat Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar anak. Pengaruh itu terjadi karena keberadaan anak dalam masyrakat. Dalam kehidupan sehari- hari anak akan sering bergaul dalam lingkungan masyarakat, maka dari itu lingkungan masyarakat memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan pribadi siswa. Apabila anak-anak yang sebaya merupakan anak yang rajin maka anak akan terpengaruh untuk rajinbelajar. Sebaliknya jika anak-anak yang sebaya adalah anak-anak yang tidak rajin maka anak akan menjadi anak yang tidak rajin pula. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lingkungan memberikan kontribusi dalam membentuk kepribadian anak, karena dalam bergaul seorang anak akan menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan lingkungannya.

b. Prinsip-Prinsip Pengukuran Prestasi Belajar

  Prestasi belajar dapat diukur melalui tes yang sering sekali disebut dengan tes prestasi belajar. Menurut Gronlund (dalam Saifuddin Azwar 2010: 18-21) merumuskan beberapa prinsip dasar dalam pengukuran prestasi belajar sebagai berikut: 1) Tes prestasi harus mengukur hasil belajar yang telah dibatasi secara jelas sesuai dengan tujuan instruksional.

  Prinsip ini menjadi langkah pertama dalam penyusunan tes prestasi belajar, yaitu langkah pembatasan tujuan ukur. Identifikasi dan pembatasan tujuan ukur harus bersumber dan mengacu pada tujuan instruksional yang telah digariskan bagi suatu program.

  2) Tes prestasi harus mengukur sampel representatif dari hasil belajar dan dari materi yang dicakup oleh program instruksional atau pengajaran.

  Maksud sampel hasil belajar dalam hal ini adalah perwujudan soal tes dalam bentuk item-item yang mewakili kesemua pertanyaan mengenai materi pelajaran yang secara teoritik mungkin ditulis. Untuk dapat dikatakan mengukur hasil belajar materi pelajaran secara keseluruhan, sampel pertanyaan yang termuat dalam tes harus representatif, yakni harus menanyakan semua bagian materi yang dicakup oleh suatu program secara proposional.

  3) Tes prestasi harus berisi item-item dengan tipe yang paling cocok guna mengukur hasil belajar yang diinginkan.

  Hasil belajar yang hendak diukur akan menentukan tipe perilaku yang harus diterima sebagai bukti tercapainya tujuan instruksional yang telah ditetapkan. Tes prestasi memiliki berbagai tipe dan format item yang dapat digunakan sesuai dengan tujuan pengukuran. Apabila tujuan pengukuran adalah pengungkapan proses mental atau kompetisi tingkat tinggi guna pemecahan masalah maka dapat dipilih tipe item esai, atau tipe pilihan ganda. 4) Tes prestasi harus dirancang sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaan hasilnya.

  Hal ini berkaitan dengan fungsi evaluasi yang dimiliki oleh masing-masing tes. Untuk tes yang hasilnya akan digunakan sebagai dasar penempatan biasanya diperlukan item yang tidak terlalu tinggi taraf kesukarannya dan cakupannya pun tidak terlalu luas. Bagi tes yang dimaksudkan berfungsi sumatif guna mengukur kemajuan belajar tertentu harus disusun item yang mencakup bagian-bagian penting tertentu dari keseluruhan materi pelajaran. Sedangkan tes yang berfungsi diagnostik akan berisi item dalam jumlah besar dari setiap bagian kawasan materi pelajaran. Dalam hal ini perhatian lebih ditujukan pada respon atau jawaban yang diberikan siswa pada item-item tertentu sedangkan skor keseluruhan menjadi berkurang penting peranannya. Pusat perhatian akan tertuju pada kesalahan-kesalahan yang biasa dilakukan oleh siswa dan bukan pada usaha membuat item guna mengukur efektifitas program pengajaran. Karena tes seperti ini tujuan utamanya adalah untuk mendeteksi masalah-masalah kesukaran belajar maka taraf kesukaran tiap-tiap itemnya pun dibuat rendah. 5) Reliabilitas tes prestasi harus diusahakan setinggi mungkin dan hasil ukurnya harus ditafsirkan dengan hati-hati.

  Reliabilitas hasil ukur merupakan salah satu ciri kualitas tes yang tidak dapat diabaikan. Tes yang tidak dapat memberikan hasil yang konsisten akan memberikan penafsiran yang keliru mengenai aspek yang diungkapkan. Ketidakreliabelan ini dapat terjadi karena adanya kesalahan pengukuran yang bersumber antara lain dari dalam tes itu sendiri. Selain itu peningkatan jumlah item yang disertai oleh peningkatan kualitas item akan banyak berarti dalam meningkatkan reliabilitas tes. Informasi mengenai reliabilitas tes haruslah menjadi salah satu pertimbangan penting dalam melakukan interpretasi hasil ukur tes yang bersangkutan. Untuk itulah biasanya selain adanya laporan mengenai koefisien reliabilitas setiap tes perlu juga dilengkapi dengan laporan besarnya eror standar dalam pengukuran. 6) Tes prestasi harus dapat digunakan untuk meningkatkan belajar para anak didik.

  Tujuan utama pengukuran prestasi belajar, baik formatif maupun sumatif adalah membantu mereka dalam belajar haruslah dapat dikomunikasikan kepada para siswa. Bila para siswa telah dapat memandang suatu tes sebagai sarana yang menolong mereka, disamping sebagai dasar pemberian angka atau nilai rapor, maka fungsi tes sebagai motivator dan pengarah dalam belajar telah tercapai Prestasi belajar seorang siswa dapat diukur melalui evaluasi. Pada prinsipnya, evaluasi merupakan kegiatan berencana dan berkesinambungan (Syah, 2010: 142). Ragam evaluasi banyak bentuknya, mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks. Ragam evaluasi menurut Syah (2010: 142) antara lain sebagai berikut: 1) Pre test dan post test

  Kegiatan pre test dilakukan guru secara rutin pada setiap akan memulai penyajian materi baru. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasikan saraf pengetahuan siswa mengenai bahan yang akan disajikan. Evaluasi seperti ini berlangsung singkat dan sering tidak memerlukan instrumen tertulis. Post test adalah kebalikan dari pre test, yaitu kegiatan evaluasi yang dilakukan guru pada setiap akhir penyajian data. Tujuannya adalah untuk mengetahui taraf penguasaan siswa atas materi yang telah diajarkan. 2) Evaluasi prasyarat

  Evaluasi jenis ini mirip dengan pre test. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi penguasaan siswa atas materi lama yang mendasari materi baru yang akan diajarkan. 3) Evaluasi diagnostik

  Evaluasi ini dilakukan setelah selesai penyajian sebuah satuan pelajaran dengan tujuan mengidentifikasi bagian-bagian tertentu yang belum dikuasai oleh siswa. 4) Evaluasi formatif

  Evaluasi jenis ini kurang lebih sama dengan ulangan yang dilakukan pada setiap akhir penyajian satuan pelajaran atau modul.

  Tujuannya adalah untuk memperoleh umpan balik yang mirip dengan evaluasi diagnostik, yakni untuk mendiagnosis kesulitan belajar siswa. 5) Evaluasi sumatif

  Evaluasi ini dilakukan untuk mengukur prestasi belajar siswa pada akhir periode pelaksanaan program pengajaran. Evaluasi ini dilakukan pada setiap akhir semester atau akhir tahun ajaran. 6) UAN

  Evaluasi ini dijadikan sebagai alat penentu kenaikan status siswa.

  Dari berbagai ragam evaluasi yang telah diuraikan di atas maka guru dapat melakukan evaluasi sesuai dengan waktu dan tujuan dari jenis evaluasi yang dilakukan tersebut, sehingga pembelajaran akan dapat berjalan secara efektif dan efisien serta kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran akan lebih terprogram.

2. Pembelajaran Kooperatif a. Pengertian pembelajaran kooperatif

  Menurut Abdul Majid (2013 : 174) pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif ini, siswa akan bekerja sama satu sama lain. Biasanya dalam pembelajaran ini siswa akan dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4 sampai 6 siswa. Dalam satu kelompok itu terdiri dari siswa yang memiliki kemampuan akademis beragam atau heterogen.

  Menurut Abdulhak dalam (Majid 2013 : 174) Pembelajaran kooperatif dilaksanakan melalui sharing proses antara peserta didik, sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama antara peserta didik itu sendiri.

  Sementara itu menurut Tom V. Savage dalam (Majid 2013 : 175) mengemukakan bahwa cooperative learning merupakan satu pendekatan yang menekankan kerja sama dalam kelompok.

  Dari pengertian pembelajaran kooperatif menurut para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif atau cooperative learning merupakan suatu proses pembelajaran yang melibatkan aktivitas siswa secara penuh. Dalam pembelajaran kooperatif siswa dituntut untuk bisa bekerja sama dalam menyelesaikan tugas atau permasalahan yang diangkat dalam kegiatan belajar mengajar. Aktivitas siswa sangat dilibatkan dalam hal ini, setiap anggota kelompok harus memberikan kontribusi sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Guru hanya berperan sebagai fasilitator dan mengarahkan siswa agar bisa bersaing secara sehat.

b. Tujuan dan manfaat pembelajaran kooperatif

  Menurut Abdul Majid (2013 : 175) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tujuan, antara lain :

  1) Meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Model pembelajaran kooperatif ini memiliki keunggulan dalam membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang sulit;

  2) Agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belakang; 3) Mengembangkan ketrampilan sosial siswa; berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, dan bekerja dalam kelompok.

  c. Ciri-ciri pembelajaran kooperatif

  Menurut Abdul Majid (2013 : 176) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri atau karakteristik sebagai berikut:

  1) Siswa bekerja dalam kelompok untuk menuntaskan materi belajar; 2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki ketrampilan tinggi, sedang, dan rendah (heterogen); 3) Apabila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, dan jenis kelamin yang berbeda; 4) Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.

  d. Strategi pembelajaran kooperatif

  Menurut Siahaan dalam (Majid 2013 : 177) dalam pembelajaran kooperatif terdapat lima unsur penting, yaitu : 1) Saling ketergantungan yang positif; 2) Interaksi berhadapan;

  3) Tanggungjawab individu; 4) Ketrampilan sosial; 5) Terjadinya proses dalam kelompok.

  Kemudian menurut Lundgren dalam (Majid 2013 : 178) mengungkapkan bahwa ketrampilan kooperatif terdiri dari tiga bentuk, yaitu :

  1) Ketrampilan kooperatif tingkat awal Ketrampilan ini meliputi:

  a) Menggunakan kesempatan;

  b) Menghargai kontribusi;

  c) Mengambil giliran dan berbagi tugas;

  d) Berada dalam kelompok;

  e) Berada dalam tugas;

  f) Mendorong aktivitas;

  g) Mengundang orang lain untuk berbicara;

  h) Menyelesaikan tugas pada waktunya; i) Menghormati perbedaan individu.

  2) Ketrampilan kooperatif tingkat menengah Ketrampilan ini meliputi:

  a) Menunjukkan penghargaan dan simpati;

  b) Mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima; c) Mendengarkan dengan aktif;

  d) Bertanya; e) Membuat ringkasan;

  f) Menafsirkan;

  g) Mengatur dan mengorganisir;

  h) Menerima tanggung jawab; i) Mengurangi ketegangan.

  3) Ketrampilan kooperatif tingkat mahir

  a) Ketrampilan ini meliputi:

  b) Mengolaborasi;

  c) Memeriksa dengan cermat;

  d) Menyatakan kebenaran;

  e) Menetapkan tujuan; f) Berkompromi.

  Dari bentuk-bentuk ketrampilan pembelajaran kooperatif di atas bisa dilihat bahwa setiap siswa harus bertanggung jawab secara individu dan kelompok. Selain itu dalam pembelajaran kooperatif siswa harus bisa mengesampingkan egoriya masing-masing demi terciptanya situasi yang harmonis dalam kelompok sehingga tujuan dari pembelajaran kooperatif tersebut bisa tercapai.

3. Tipe Make a Match

  Dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe make a

  

match hal yang perlu dipersiapkan adalah kartu-kartu. Kartu-kartu tersebut

  adalah kartu berisi pertanyaan-pertanyaan dan kartu-kartu yang lainnya berisi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Dalam hal ini guru bertugas memfasilitasi diskusi untuk memberikan kesempatan pada seluruh siswa untuk menginformasikan hal-hal yang telah mereka lakukan yaitu memasangkan pertanyaan-pertanyaan dengan jawaban-jawaban yang ada serta melaksanakan penilaian.

  Model pembelajaran kooperatif tipe make a match ini dapat membuat suasana belajar menjadi lebih menyenangkan dan lebih menarik.

  Selain itu dengan menggunakan tipe make a match ini dapat membuat siswa lebih beraktivitas dalam proses pembelajaran. Dengan keterlibatan serta keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, maka akan terjalin komunikasi yang baik antara siswa dengan siswa ataupun antara guru dengan siswa, sehingga informasi yang diberikan guru akan mudah diterima dan dipahami oleh siswa. Kerjasama yang terjalin antar siswa dalam mencari pasangan dan keberanian mengemukakan pendapat pada saat mengemukakan hasil temuannya dalam mencari pasangan merupakan salah satu tipe dalam model pembelajaran kooperatif.

  Tipe pembelajaran make a match atau mencari pasangan ini selain dikembangkan oleh Lorna Curran juga dikembangkan oleh Agus Suprijono. Aplikasi dari tipe make a match yang dikembangkan oleh Agus Suprijono (2010: 94) dengan langkah-langkah sebagai berikut:

  a. Hal-hal yang perlu disiapkan adalah kartu-kartu. Kartu-kartu tersebut terdiri dari kartu berisi pertanyaan-pertanyaan dan kartu lainnya berisi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. b. Guru membagi komunitas kelas menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama merupakan kelompok pembawa kartu-kartu berisi pertanyaan- pertanyaan. Kelompok kedua adalah kelompok pembawa kartu-kartu berisi jawaban-jawaban. Kelompok ketiga adalah kelompok penilai.

  c. Mengatur posisi kelompok-kelompok tersebut menjadi huruf U.

  d. Jika masing-masing kelompok sudah berada di posisi yang telah ditentukan, maka guru membunyikan peluit sebagai tanda agar kelompok pertama maupun kelompok kedua saling bergerak, mereka bertemu, mancari pasangan pertanyaan-jawaban yang cocok.

  e. Guru memberikan kesempatan pada mereka untuk berdiskusi.

  f. Hasil diskusi ditandai oleh pasangan-pasangan antara anggota kelompok pembawa kartu pertanyaan dan anggota kelompok pembawa kartu jawaban.

  g. Pasangan-pasangan yang sudah terbentuk wajib menunjukkan pertanyaan-jawaban kepada kelompok penilai. Kelompok ini kemudian membacakan apakah pasangan pertanyaan-jawaban itu cocok.

  h. Setelah penilaian dilakukan, guru mengatur kelompok pertama dan kelompok kedua bersatu kemudian memosisikan dirinya menjadi kelompok penilai. Sementara, kelompok penilai pada sesi pertama dipecah menjadi dua, sebagain anggota memegang kartu pertanyaan dan sebagian lainnya memegang kartu jawaban. i. Guru memosisikan mereka dalam bentuk huruf U. j. Guru kembali membunyikan peluit menandakan kelompok pemegang kartu pertanyaan dan jawaban bergerak untuk mencari dan mendiskusikan pertanyaan-jawaban. k. Masing-masing pasangan pertanyaan-jawaban menunjukkan hasil kerjanya kepada penilai.

  Sedangkan aplikasi dari tipe make a match yang dijelaskan oleh Sri Rahayu (guru MTs S Al Washliyah) dimulai dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.

  b. Setiap siswa mendapat satu buah kartu.

  c. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.

  d. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban).

  e. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.

  f. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya.

  g. Demikian seterusnya.

  h. Simpulan/penutup.

  Berdasarkan aplikasi make a match yang telah dikembangkan oleh Suprijono dan Curran, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan langkah-langkah make a match sebagai berikut: a. Guru menyiapkan beberapa kartu. Kartu-kartu tersebut terdiri dari kartu-kartu berisi pertanyaan-pertanyaan dan kartu lainnya berisi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.

  b. Guru membagi komunitas kelas menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama merupakan kelompok pembawa kartu-kartu berisi pertanyaan- pertanyaan. Kelompok kedua merupakan kelompok pembawa kartu- kartu berisi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut serta kelompok ketiga adalah kelompok penilai.

  c. Setelah membagi komunitas kelas menjadi 3 kelompok, maka guru mengatur posisi kelompok-kelompok tersebut menjadi huruf U.

  d. Jika masing-masing kelompok sudah berada dalam posisi yang telah ditentukan, maka guru membunyikan peluit sebagai tanda agar kelompok pertama maupun kelompok kedua saling bergerak mencari pasangan pertanyaan-jawaban yang cocok.

  e. Setiap siswa yang sudah menemukan pasangan pertanyaan-jawaban yang cocok sebelum batas waktu yang telah ditentukan maka pasangan tersebut diberi poin atau reward.

  f. Setelah menemukan pasangan pertanyaan-jawaban yang cocok, maka guru memberikan kesempatan kepada mereka untuk berdiskusi. g. Hasil diskusi dilaporkan kepada kelompok penilai di depan siswa lainnya. Kemudian terjadi diskusi kelas untuk menyepakati apakah pasangan pertanyaan-jawaban sudah cocok atau belum cocok.

  h. Bagi pasangan yang dapat mencocokkan kartu pertanyaan-jawaban dengan benar maka guru akan memberikan hadiah. i. Setelah penilaian dilakukan, guru kembali mengatur kelompok pertama dan kelompok kedua untuk bersatu dan memosisikan dirinya sebagai kelompok penilai. Sementara itu, kelompok penilai pada sesi pertam dipecah menjadi dua untuk menjadi kelompok pertama yaitu kelompok pembawa kartu-kartu berisi pertanyaan dan untuk menjadi kelompok kedua yaitu kelompok pembawa kartu-kartu berisi jawaban. j. Guru memosisikan kembali mereka dalam bentuk huruf U. k. Guru kembali membunyikan peluit sebagai tanda bergeraknya kelompok pertama dan kelompok kedua untuk mencari pasangan pertanyaan-jawaban yang cocok. l. Setiap siswa yang sudah menemukan pasangan pertanyaan-jawaban yang cocok sebelum batas waktu yang telah ditentukan maka akan diberi poin atau reward. m. Setelah menemukan pasangan pertanyaan-jawaban yang cocok, maka guru memberikan kesempatan untuk berdiskusi. n. Hasil diskusi dilaporkan kepada tim penilai di depan siswa lainnya.

  Kemudian terjadi diskusi kelas untuk menyepakati apakah pasangan pertanyaan-jawaban sudah cocok atau belum cocok. o. Bagi pasangan yang dapat mencocokkan pertanyaan-jawaban dengan benar maka guru akan memberi hadiah atau reward.

  Model pembelajaran make a match mempunyai keunggulan dan juga memiliki kelemahan. Keunggulan dari model pembelajaran make a match menurut Lie (2010: 55) adalah siswa dapat mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Selain itu, keunggulan lainnya dari model pembelajaran make a match seperti yang dijelaskan oleh Sri Rahayu (guru MTs S Al Washliyadalah sebagai berikut:

  a. Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran (Let them move) .

  b. Kerjasama antar sesama siswa terwujud dengan dinamis.

  c. Munculnya dinamika gotong royong yang merata di seluruh siswa.

  Jadi dari beberapa keunggulan tersebut dapat disimpulkan bahwa melalui model pembelajaran make a match suasana belajar menjadi lebih menyenangkan dan menarik sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai serta dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi siswa dalam pembelajaran tersebut.

  Suatu model pembelajaran apapun pasti memiliki sisi kelemahan. Begitu juga dengan model pembelajaran make a match yang memiliki sisi kelemahannya yiatu jika kelasnya termasuk kelas gemuk (lebih dari 30 siswa/kelas) maka harus berhati-hati, karena jika kurang bijaksana dalam mengolola model pembelajaran make a match ini maka akan muncul suasana kegaduhan dan keramaian yang tidak terkendali. Tentu saja kondisi ini akan mengganggu ketenangan belajar kelas kanan kirinya. Hal ini dapat diatasi dengan menyepakati beberapa komitmen ketertiban dengan siswa sebelum tipe ini dimulai. Pada dasarnya mengendalikan kelas itu tergantung bagaimana guru memotivasi siswa pada langkah pembukaan. Selain itu sisi kelemahan lainnya adalah peneliti harus meluangkan waktunya untuk membuat dan mempersiapkan kartu-kartu tersebut sebelum masuk ke dalam kelas Sri Rahayu (guru MTs S Al Washliyah) (http://pelawiselatan.blogspot.com).

4. Media Pembelajaran

  Media berasal dari bahasa Latin yang merupakan bentuk jamak dari kata medium yang berati perantara yang dipakai sebagai alat komunikasi untuk mengetahui suatu hal. Heinich dkk (dalam Arsyad, 2007: 4) mengemukakan bahwa medium sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima.

  Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa media adalah segala bentuk alat bantu yang dapat dijadikan sarana untuk menyampaikan pesan atau informasi sehingga dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam dalam pembelajaran guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh guru.

  Suatu media yang digunakan untuk pembelajaran harus dipilih berdasarkan kondisi lingkungan kelas, kondisi lingkungan sekolah, karakteristik siswa, serta harus sesuai dengan model pembelajaran yang digunakan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Media pembelajaran mempunyai manfaat yang sangat baik agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar. Menurut Kemp dan Dayton (dalam Arsyad, 2007: 21) menyebutkan manfaat media pembelajaran adalah sebagai berikut: a. Penyampaian pembelajaran menjadi lebih baku.

  b. Pembelajaran bisa lebih menarik.

  c. Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan diterapkannya teori belajar dan prinsip-prinsip psikologis yang diterima dalam hal aktivitas siswa, umpan balik dan penguatan.

  d. Lama waktu pembelajaran yang diperlukan dapat dipersingkat karena kebanyakan media hanya memerlukan waktu singkat untuk mengantarkan pesan-pesan dan isi pelajaran dalam jumlah yang cukup banyak dan kemungkinannya dapat diserap oleh siswa.

  e. Kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan bilamana integrasi kata dan gambar sebagai media pembelajaran dapat mengkomunikasikan elemen-elemen pengetahuan dengan cara yang terorganisasikan dengan baik, spesifik dan jelas.

  f. Pembelajaran dapat diberikan kapan dan dimana diinginkan atau diperlukan terutama jika media pembelajaran dirancang untuk penggunaan secara individu.

  g. Sikap positif siswa terhadap apa yang mereka pelajari dan terhadap proses belajar dapat ditingkatkan.

  h. Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif.

  1) Media Gambar

  Pembelajaran di dalam kelas seringkali menggunakan metode ceramah, tanya jawab dll, tapi kadang siswa merasa bosan, maka perlu media yang dapat membuat suasana kelas menjadi menyenangkan sehingga dapat membangkitkan aktivitas siswa.

  a) Pengertian

  Pada penelitian tindakan kelas ini, peneliti menggunakan media gambar. Media gambar digunakan untuk mendukung model pembelajaran yang digunakan. Menurut Sadiman Arief S. (2003:21), Media gambar adalah suatu gambar yang berkaitan dengan materi pelajaran yang berfungsi untuk menyampaikan pesan dari guru kepada siswa. Media gambar ini dapat membantu siswa untuk mengungkapkan informasi yang terkandung dalam masalah sehingga hubungan antar komponen dalam masalah tersebut dapat terlihat dengan lebih jelas.

  b) Kelebihan media gambar

  Menurut Purwanto dan Alim (1997 : 63), kelebihan media gambar adalah: (1) Sifatnya konkrit, gambar lebih realistis menunjukkan pokok masalah dibandingkan dengan media verbal semata, (2) Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu, (3) Media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan, (4) Dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja, (5) Murah harganya, mudah didapatkan dan digunakan.

  c) Kelemahan media gambar

  Menurut Purwanto dan Alim (1997:63), kelemahan media gambar adalah: (1) Gambar menekankan persepsi indera mata, (2) Gambar berada yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran, (3) Ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar.

d) Syarat-syarat media gambar

  Menurut Sadiman Arief S. (2003:25), ada enam syarat yang perlu dipenuhi oleh media gambar, yaitu: (1) Harus Autentik

  Gambar tersebut haruslah secara jujur melukiskan situasi seperti kalau orang melihat benda sebenarnya. Membicarakan atau menyampaikan suatu kejadian sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya, seperti kalau menemukan buku tiga buah, samakanlah sesuai dengan banyak benda yang ditemukannya. (2) Sederhana

  Komposisinya hendak cukup jelas menunjukkan poin-poin pokok dalam gambar, jangan sampai berlebihan sehingga dapat membuat kesulitan siswa untuk memahaminya. (3) Ukuran Relatif

  Gambar dapat membesarkan atau mengecilkan objek/benda sebenarnya. Hendaknya dalam gambar tersebut terdapat sesuatu yang telah dikenal siswa sehingga dapat membantu membayangkan gambar dan isinya.

  (4) Gambar sebaiknya mengandung gerak atau perbuatan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

  Gambar yang baik menunjukkan objek dalam keadaan memperlihatkan aktivitas tertentu sesuai dengan tema pembelajaran. (5) Gambar yang tersedia perlu digunakan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan pembelajaran.

  (6) Gambar hendaklah bagus dari sudut seni dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

5. Ilmu Pengetahuan Sosial SD

  a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu sosial. IPS atau studi sosial merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi cabang-cabang ilmu-ilmu sosial.

  Geografi, sejarah, antropologi merupakan disiplin ilmu yang memiliki keterpaduan yang tinggi. Pemebelajaran geografi memberikan kebulatan wawasan yang berkenaan dengan wilayah- wilayah, sedangkan sejarah memberikan memberikan wawasan berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dari berbagai periode. Antropologi meliputi studi-studi komparatif yang berkenaan dengan nilai-nilai, kepercayaan, struktur sosial, aktivitas-aktivitas ekonomi, organisasi politik dan spiritual, teknologi dan benda-benda budaya dari budaya-budaya terpilih. Ilmu politik dan ekonomi tergolong ke dalam ilmu-ilmu tentang kebijakan pada aktivitas-aktivitas yang berkenaan dengan pembuatan keputusan. Sosiologi dan antropologi sosial merupakan ilmu-ilmu tentang perilaku seperti konsep peran, kelompok, institusi, proses interaksi dan kontrol sosial. Secara intensif konsep-konsep seperti ini digunakan ilmu-ilmu sosial dan studi sosial (Trianto, 2010:171).

  Ilmu pengetahuan sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di tingkat SD/MI/SDLB. Ilmu Pengetahuan Sosial mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI, mata pelajaran IPS memuat materi geografi, sejarah, sosiologi dan ekonomi. Melalui mata

  pelajaran IPS, siswa diarahkan untuk dapat menjadi warga masyarakat yang menghargai nilai-nilai sosial, bertanggung jawab, mencintai lingkungan alam, dan menjadi warga dunia yang cinta damai.

  Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarkat. Dengan pendekatan tersebut, diharapkan siswa akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan. Adapun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk pelajaran IPS pada Kelas IV Sekolah Dasar:

  Tabel SK KD IPS Kelas IV Sekolah Dasar Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

  1. Memahami sejarah, Membaca peta lingkungan setempat kenampakan alam, dan (kabupaten/kota, provinsi) dengan menggunakan keragaman suku bangsa di skala sederhana lingkungan kabupaten/kota Mendeskripsikan kenampakan alam di lingkungan dan provinsi kabupaten/kota dan provinsi serta hubungannya dengan keragaman sosial dan budaya

  Menunjukkan jenis dan persebaran sumber daya alam serta pemanfaatannya untuk kegiatan ekonomi di lingkungan setempat

  Menghargai keragaman suku bangsa dan budaya setempat (kabupaten/kota, provinsi) Menghargai berbagai peninggalan sejarah di lingkungan setempat (kabupaten/kota, provinsi) dan menjaga kelestariannya

  Meneladani kepahlawanan dan patriotisme tokoh- tokoh di lingkungannya Rosdijati (2010: 58-59), menyatakan bahwa mengacu pada tujuan pembelajaran IPS yang tercantum di dalam Standar Isi dan Standar

  Kompetensi Lulusan, maka pembelajaran IPS dilakukan agar siswa dapat mencapai kompetensi-kompetensi sebagai berikut: 1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungan.

  2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah dan ketrampilan dalam kehidupan sosial. 3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.

  4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetensi dalam masyarakat yang majemuk di tingkat lokal, nasional dan global. Walau memiliki tujuan yang sangat mulia, kualitas pembelajaran

  IPS seringkali jauh dari harapan. Para guru menghadapi masalah- masalah klasik, seperti rendahnya prestasi serta kurangnya minat atau keinginan terhadap pelajaran IPS di sekolah. Hal ini terjadi karena para siswa umumnya menganggap pelajaran IPS adalah pelajaran yang susah karena banyak materi yang harus dihafalkan.

  Mempelajari IPS berarti mempelajari berbagai konsep dan proses yang berhubungan dengan IPS. Proses IPS dapat dijabarkan ke dalam ketrampilan berpikir atau ketrampilan dasar. Dalam mata pelajaran IPS siswa secara bertahap dibimbing agar memiliki ketrampilan dasar IPS yang digunakan untuk mengenal dan memahami berbagai konsep IPS.

  b. Karakteristik Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Karakteristik mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) berbeda dengan disiplin ilmu lain yang bersifat monolitik. Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya. Rumusan IPS berdasarkan realitas dan fenomena sosial melalui pendekatan intradisipliner.

  Menurut Trianto (2010: 174-175), mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) memiliki beberapa karakteristik antara lain: 1) Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan gabungan dari unsur-unsur geografi, sejarah, ekonomi, hukum dan politik, kewarganegaraan, sosiologi, bahkan juga bidang humaniora. Pendidikan dan agama. 2) Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS berasal dari struktur keilmuan geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi, yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topik (tema) tertentu. 3) Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS juga menyangkut berbagai masalah sosial yang dirumuskan dengan pendekatan intradisipliner dan multidisipliner. 4) Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dapat menyangkut peristiwa dan perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab akibat, kewilayahan, adaptasi dan pengelolaan lingkungan, struktur, proses dan masalah sosial serta upaya-upaya perjuangan hidup agar survive seperti pemenuhan kebutuhan, kekuasaan, keadilan dan jaminan keamanan.

  c. Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial Tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah untuk mengembangkan potensi siswa agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari, baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Tujuan tersebut dapat dicapai manakal program-program pelajaran IPS di sekolah diorganisasikan secara baik. Trianto (dalam Awan Muntakin, Puskur, 2006b: 4), merumuskan tujuan tersebut dalam rincian sebagai berikut: 1) Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui pemahaman terhadap niali-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat. 2) Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial.

  3) Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat. 4) Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang cepat. 5) Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat. 6) Memotivasi seseorang untuk bertindak berdasarkan moral. 7) Fasilitator di dalam suatu lingkungan yang terbuka dan tidak bersifat menghakimi. 8) Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik dalam kehidupannya “to prepare to be well-functioning citizens in a

  democratic society

  ” dan mengembangkan kemampuan siswa menggunakan penalaran dalam mengambil keputusan pada setiap persoalan yang dihadapinya. 9) Menekankan perasaan, emosi, dan derajat penerimaan atau penolakan siswa terhadap materi Pembelajaran IPS yang diberikan.

  Disamping itu juga bertujuan agar sikap siswa terhadap pelajaran berupa: penerimaan, jawaban atau sambutan, penghargaan, pengorganisasian, karakteristik nilai dan menceritakan. Walaupun tujuan dari pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Dasar sangat baik, tapi sering sekali tujuan tersebut masih jauh dari harapan. Para guru selalu dihadapkan pada masalah yang sering terjadi yaitu rendahnya aktivitas dan prestasi siswa terhadap pelajaran IPS. Hal ini terjadi karena siswa menganggap pelajaran IPS adalah pelajaran yang sangat membosankan, materinya banyak dan susah untuk dihafalkan.

B. Penelitian yang relevan

  Sesuai dengan hasil penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya menyatakan bahwa pembelajaran make a match dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa di Sekolah Dasar. Hasil penelitian tersebut jelas diuraikan oleh : 1)

Dokumen yang terkait

SOAL UH IPS KELAS 4 SEMESTER 1 BAB KEBERAGAMAN SUKU BANGSA DAN BUDAYA

0 5 2

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR IPS MELALUI COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 2 SUKOYOSO SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU

0 6 41

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR IPS MELALUI COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 2 SUKOYOSO SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU

0 5 31

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS IV SEMESTER GENAP SD NEGERI 3 REJOSARI KECAMATAN PRINGSEWU KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN 2012

0 5 65

PENINGKATAN AKTIVITAS PEMBELAJARAN IPS MENGGUNAKAN TEKNIK MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS IV SD ARTIKEL PENELITIAN

0 8 15

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS MATERI KEGIATAN EKONOMI PADA SISWA KELAS IV SD 5 KARANGBENER KUDUS SKRIPSI

0 1 24

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS V SD 1 NGEMBAL KULON KUDUS

0 0 23

UPAYA MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR IPA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI TLOGO SEMESTER II TAHUN 2014 2015

0 0 16

MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN IPA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH DI KELAS V SD NEGERI 111I MUARA BULIAN

0 0 11

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR KIMIA PADA MATERI POKOK LAJU REAKSI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS XI IPA 5 SMA NEGERI KEBAKKRAMAT TAHUN PELAJARAN 20162017

0 0 16