BAB II TINJAUAN PUSTAKA - ASUHAN KEBIDANAN IBU BERSALIN DENGAN KETUBAN PECAH DINI PADA NY. T UMUR 34 th G2 P1 A0 HAMIL MINGGU 38 MINGGU 4 HARI DI R.S Prof. dr. MARGONO SOEKARDJO – PURWOKERTO - repository perpustakaan

  1. Definisi

  a. Definisi Persalinan Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Wiknjosastro,

  2007 : h. 180).

  Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (Manuaba, 2010 ; h. 164).

  Jadi persalinan dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengeluaran hasil dari konsepsi yang berupa janin dan uri yang telah cukup bulan dan mampu hidup diluar kandungan.

  Tanda – tanda persalinan menurut (Manuaba, 2010 ; h.173) antara lain : 1) Terjadinya his persalinan a) Pinggang terasa nyeri yang menjalar ke depan.

  b) Sifatnya teratur, interfal makin pendek, dan kekuatannya makin besar.

  c) Mempunyai pengaruh terhadap perubahan serviks.

  d) Makin beraktifitas kekuatan makin bertambah.

  8

  2) Pengeluaran lendir Dengan his persalinan terjadi perubahan pada serviks yang menimbulkan : a) Pendataran dan pembukaan.

  b) Pembukaan menyebabkan lendir yang terdapat pada kanalis servikalis lepas.

  c) Terjadi perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah. 3) Pengeluaran cairan

  Pada beberapa kasus terjadi ketuban pecah yang menyebabkan pengeluaran cairan. Sebagian besar ketuban baru pecah menjelang persalinan berlangsung dalam waktu 24 jam. 4) Pada pemeriksaan dalam, dijumpai perubahan serviks (Manuaba, 2010 ; h. 169) : a) Perlunakan serviks.

  b) Pendataran serviks.

  c) Terjadi pembukaan serviks.

  b. Mekanisme persalinan Mekanisme persalinan merupakan cara penyesuaian diri dan lewatnya janin melalui panggul ibu. Ada enam gerakan dengan overlapping yaitu : 1) Penurunan

  Penurunan yaitu meliputi engagement pada diameter oblique kanan panggul, berlangsung terus selama persalinan normal pada waktu janin melalui jalan lahir. Pada primigravida sebelum persalinan mulai sudah harus terjadi penurunan kepala yang jelas dalam proses

  engagement. Pada multi mungkin engagement tidak akan terjadi sampai persalinan betul-betul berjalan baik (Oxorn, 2010 ; h. 84).

  2) Flexi Efek dari pada flexi adalah untuk merubah diameter terendah dari occipitofrontalis menjadi suboccipito bregmatica yang lebih kecil dan lebih bulat (Oxorn, 2010 ; h. 84). 3) Putar paksi dalam

  Keelastisitasan diafragma pelvis dan tekanan intrauterine yang disebabkan oleh his yang berulang-ulang, maka kepala mengadakan 4) Ekstensi

  Setelah kepala janin sampai di dasar panggul dan ubun-ubu kecil dibawah simfisis, maka dengan suboksiput sebagai hipomoklion, kepala mengadakan gerakan defleksi untuk dapat dilahirkan. Dengan kekuatan his bersamaan dengan kekuatan mengedan maka berturut- turut tampak bregma, dahi, muka, dan akhirnya dagu (Wiknjosastro, 2007 ; h. 189).

  5) Putaran paksi luar Gerakan kembali sebelum putaran paksi dalam terjadi, untuk menyesuaikan kedudukan kepala dengan punggung anak (Wiknjosastro, 2007 ; h. 189). 6) Ekspulsi

  Kepala telah dilahirkan, bahu akan berada dalam posisi depan belakang selanjutnya dilahirkan bahu depan terlebih dahulu, baru kemudian bahu belakang. Demikian pula dilahirkan trokanter depan terlebih dahulu, baru kemudian trokanter belakang kemudian bayi lahir seluruhnya (Wiknjosastro, 2007 ; h. 314). 7) Proses persalinan

  Menurut (Wiknjosastro, 2007 : h. 181) persalinan dibagi menjadi 4 kala yaitu : a) Kala I serviks membuka sampai terjadi pembukaan 10 cm. Kala I dinamakan kala pembukaan.

  b) Kala II disebut kala pengeluaran. Kala II dimulai dari pembukaan lengkap sampai bayi lahir. dinding uterus dan dilahirkan.

  d) Kala IV dimulai dari lahirnya plasenta dan lamanya 2 jam setelah melahirkan.

  8) Partograf Untuk dapat menjamin keberhasilan partograf dengan baik maka partograf tidak dipergunakan pada kasus (Manuaba, 2010 ; 158) : a) Wanita hamil dengan tinggi badan kurang dari 145 cm.

  b) Perdarahan antepartum.

  c) Pre-eklamsia berat dan eklamsia.

  d) Persalinan prematur.

  e) Persalinan bekas seksio sesaria atau bekas operasi rahim (uterus).

  f) Persalinan dengan hamil ganda.

  g) Kelainan letak. h) Pada keadaan gawat janin. i) Dugaan kesempitan panggul. j) Persalinan induksi. k) Hamil dengan anemia.

  c. Definisi Ketuban pecah dini Ketuban dinyatakan pecah dini apabila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung (Saifudin, 2006 ; h. 218).

  Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum awitan persalinan, tanpa memperhatikan usia gestasi (Varney, 2007 ; h. 788).

  Ketuban pecah dini adalah ketuban yang pecah sebelum ada tanda –

  • – tanda inpartu. Early ruptur of membrane adalah ketuban yang pecah pada saat fase laten (Manuaba, 2003 ; h. 72).

  Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan (Wiknjosastro, 2008 ; h. 677).

  Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput janin sebelum persalinan dimulai (Norwitz, 2007 ; h. 119).

  Ketuban pecah dini adalah suatu keadaan dimana selaput ketuban pecah pada kehamilan yang telah viabel dan 6 jam setelah itu tidak diikuti dengan terjadinya persalinan (Achadiat, 2004 ; h. 81).

  Dengan demikian ketuban pecah dini dapat didefinisikan pecahnya selaput ketuban pada fase laten tanpa memandang usia kehamilan dan setelah ditunggu 6 jam tidak segera diikuti proses persalinan.

  2. Etiologi Ada beberapa faktor yang merupakan penyebab ketuban pecah dini

  a. Infeksi Inveksi yang dimaksud disini seperti vaginosis bakterial, trikomonas, dan gonore, (Varney, 2007 : h. 788).

  1) Vaginosis bakterial merupakan sindrom klinik akibat pergantian flora normal vagina dengan bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi.

  Vaginosis bacterial telah diasosiasikan dengan gangguan kehamilan termasuk abortus spontan pada kehamilan trimester pertama dan kedua, kelahiran prematur, rupture membrane yang prematur, korioamnionitis, endometritis pasca persalinan, dan infeksi pasca operasi sesar (Wiknjosastro, 2009 ; h. 928). 2) Trikomonas merupakan penyakit infeksi protozoa yang disebabkan oleh tricomonas vaginalis yang menyerang traktus urogenitalis bagian bawah bila infeksi ini ditemukan pada trimester dua kehamilan dapat mengakibatkan premature rupture membrane, bayi berat lahir rendah, dan abortus (Wiknjosastro, 2009 ; h. 927). 3) Gonore selama kehamilan telah diasosiasikan dengan pelvic inflammatory disease (PID), infeksi ini sering ditemukan pada trimester pertama sebelum korion berfungsi dengan desidua dan mengisi kavum uteri. Pada tahap lanjut gonore diasosiasikan dengan rupture membran yang premature, kelahiran premature, korioamnionitis, dan infeksi pasca persalinan (Wiknjosastro, 2009 ; h.

  925). b. Serviks yang inkompetensia merupakan ketidakmampuan serviks uteri untuk memprtahankan kehamilan yang disebabkan oleh trauma bedah serviks pada konisasi, dilatasi berlebihan serviks pada terminasi kehamilan atau laserasi obstetric (Wiknjosastro, 2009 ; h. 760 – 763).

  Inkompetensia serviks ditegakan berdasarkan peristiwa yang sebelumnya terjadi, yakni minimal dua kali keguguran pada pertengahan trimester tanpa disertai awitan persalinan (Varney, 2006 ; h. 609). Serviks inkompeten dibuktikan dengan dilatasi serviks pasif, tanpa nyeri yang diikuti penggelembungan selaput ketuban kedalam vagina, pecahnya ketuban, dan pelahiran janin yang tidak matur (Sinclair, 2009 ; h. 86). pertumbuhan struktur abnormal, dikarenakan asam askorbik merupakan komponen kolagen. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah (Wiknjosastro, 2009 : h. 678).

  Selain ketiga faktor diatas, ada beberapa keadaan yang dapat beresiko terjadinya ketuban pecah dini : a. Keletihan karena bekerja dapat peningkatan risiko ketuban pecah dini

  (Varney, 2007 ; h. 788). Menurut Norwitz pada usia kehamila cukup bulan, kelemahan fokal terjadi pada selaput janin diatas os serviks internal yang memicu robekan (Norwitz, 2007 ; h. 119). Sehingga jika ibu bekerja dengan keadaan hamil tua dapat berpotensi mengalami ketuban pecah dini.

  b. Riwayat KPD pada kehamilan sebelumnya, kemungkinan akan berulang pada kehamilan berikutnya (Joseph Nugroho, 2010 ; h. 186). Dikarenakan dicurigai ibu mengalami inkompetensia serviks seperti yang disebutkan dalam teori (Wiknjosastro, 2009 ; h. 760 – 763) serviks inkompetensia merupakan ketidakmampuan serviks uteri untuk memprtahankan kehamilan yang disebabkan oleh trauma bedah serviks pada konisasi, dilatasi berlebihan serviks pada terminasi kehamilan atau laserasi obstetric.

  c. Pernah menggunakan kontrasepsi jenis IUD terdapat kemungkinan terjadi rabas vagina yang menyebabkan infeksi, sehingga persalinannya terjadi ketuban pecah dini (Varney, 2007 : h. 457).

  d. (Norwitz, 2007 ; h. 42) menyebutkan bahwa diabetes militus dalam 2007 ; h. 788) mengatakan bahwa insiden ketuban pecah dini lebih tinggi pada wanita dengan inkompetensia serviks, polihidramnion, malpresentasi janin, kehamilan kembar, dan infeksi vagina. Hamil dengan polidramnion akan mengalami overdistensi uterus yang kemungkinan besar dapat menyebabkan ketuban pecah dini sehingga ibu dengan diabetes militus tidak menutup kemungkinan mempunyai resiko mengalami ketuban pecah dini.

  e. (William, 2005 ; h. 479) menguraikan bahwa normalnya pembukaan serviks dipermudah oleh efek hidrostatik selaput ketuban yang belum pecah namun pada panggul sempit saat kepala tertahan di PAP seluruh gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus bekerja secara langsung pada bagian selaput ketuban yang menutupi serviks yang membuka. Akibatnya kemungkinan besar terjadi pecah selaput ketuban.

  3. Patofisiologi Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah. Salah satu penyebabnya adalah berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen yang dapat mengakibatkan struktur abnormal sehingga menyebabkan ketuban pecah dini (Wiknjosastro, 2008 ; h. 678).

  Tanda dan gejala untuk mendeteksi terjadinya ketuban pecah dini menurut (Varney, 2007; h.789) : a. Wanita yang mengalami KPD biasanya mengeluh keluar cairan yang terus

  • – menerus (jernih, keruh, kuning, atau hijau) dan perasaan basah pada celana dalam.

  b. Cairan yang keluar biasanya jernih atau keruh jika bercampur mekonium.

  c. Cairan yang keluar berbau apek yang khas dan berbeda dengan bau urin.

  5. Diagnosa Karena resiko infeksi intra uterin (korioamnionitis) meningkat seiring insiden pecah ketuban, penting agar bidan menegakan diagnosa yang akurat tanpa meningkatkan resiko infeksi (Varney, 2007 ; h. 789). Data berikut digunakan untuk menegakan diagnosa: a. Anamnesa Penderita merasa mengeluarkan cairan dari vagina dan kadang – kadang disertai dengan tanda tanda persalinan lainnya (Wiknjosastro,

  2009 ; h. 679).

  b. Pemeriksaan fisik Lakukan palpasi abdomen untuk menentukan volume cairan amnion.

  Apabila pecahnya ketuban telah pasti, terdapat kemungkinan mendeteksi berkurangnya cairan karena terdapat peningkatan molase uterus dan dinding abdomen disekitar janin dan penurunan kemampuan balotemen dibandingkan temuan pada pemeriksaan sebelum pecah ketuban infeksi adalah bila suhu ibu lebih dari 38°C, leukosit darah > 15.000/mm³ serta air ketuban keruh dan berbau (Wiknjosastro, 2008 ; h. 680).

  c. Inspeksi Minta wanita mengejan (perasat valsava). Secara bergantian beri tekanan pada fundus perlahan – lahan atau naikan dengan perlahan bagian presentasi pada abdomen untuk memungkinkan cairan melewati bagian presentasi pada kasus kebocoran berat sehingga dapat mengamati kebocoran cairan (Varney, 2007 ; h. 789).

  d. Pemeriksaan spekulum Visualisas serviks untuk menentukn dilatasi jika pemeriksaan dalam tidak akan dilakukan dan untuk mendeteksi prolaps tali pusat atau ekstremitas janin (Varney, 2007 ; h. 789).

  6. Pemeriksaan penunjang

  a. Pemeriksaan laboratorium 1) Leukosit darah untuk menentukan adanya infeksi ( Wiknjosastro, 2008 ; h. 680).

  2) Uji pakis positif : apus specimen pada objek glas biarkan seluruhnya kering biarkan minimal 10 menit, inspeksi objek glas dibawah mikroskop untuk memeriksa pola pakis (Varney, 2007 ; h. 789). 3) Uji nitrazin positif : kertas berwarna mustard-emas yang sensitive terhadap pH ini akan berubah warna menjadi biru gelap jika kontak dengan bahan bersifat basa (Varney, 2007 ; h. 789). ketuban pHnya menjadi sekitar 7,1 – 7,3 (Wiknjosastro, 2009 ; h. 679)

  b. Pemeriksaan USG Ultrasonografi dapat sangat membatu memberikan gambaran jelas mengenai pecahnya ketuban. (Varney, 2007 ; h. 789).

  7. Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini antara lain : a. Komplikasi maternal menurut (Manuaba, 2007 ; h.179).

  1) Korioamnionitis. 2) Infeksi masa nifas.

  b. Komplikasi neonatal 1) Infeksi neonatal (Wiknjosastro, 2008 ; h. 678 - 679).

  2) Hipoksia dan asfiksia (Wiknjosastro, 2008 ; h. 678 - 679).

  8. Penatalaksanaan medis Sebelum melakukan penatalaksanaan ketuban pecah dini, Menurut

  (Manuaba, 2007 ; h. 180) ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan antara lain : a. Fase laten

  1) Lamanya waktu sejak ketuban pecah sampai terjadi proses persalinan.

  2) Semakin panjang fase laten semakin besar kemungkinan terjadi infeksi.

  3) Mata rantai infeksi merupakan asendens infeksi, antara lain : (1) Abdomen terasa tegang.

  (2) Pemeriksaan laboratorium terjadi leukositosis. (3) Protein C reaktif meningkat.

  b) Desiduitis : infeksi pada desidua.

  b. Perkiraan berat badan janin dapat ditentukan dengan pemeriksaa USG.

  Semakin kecil berat badan janin, semakin besar kemungkinan kematian dan kesakitan sehingga tindakan terminasi memerlukan pertimbangan keluarga.

  c. Presentasi janin intra uteri Pada kelainan letak lintang dan bokong, harus dilakukan dengan jalan seksio sesarea.

  Penatalaksanaan ketuban pecah dini menurut sebagai berikut : 1) Konservatif

  a) Rawat inap di rumah sakit

  Rawat inap yang dimaksud disini adalah tirah baring untuk mengurangi keluarnya air ketuban sehingga masa kehamilan dapat diperpanjang (Saifuddin, 2006 ; h. 219).

  b) Berikan antibiotika : ampisilin 4 X 500 mg atau eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan metronidazol 2 X 500 mg selama 7 hari (Wiknjosastro, 2009 ; h. 680).

  c) Berikan kortikosteroid sebelum usia kehamilan 30 – 32 minggu dengan memberikan betametason 12 mg setiap 24 jam untuk 2 dosis atau deksametason 6 mg setiap 12 jam untuk 4 dosis (Sinclair, 2009 ; h.135). kehamilan pada usia kehamilan 37 minggu (Saifuddin, 2006 ; h. 219). 2) Aktif

  a) Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin bila gagal seksio sesaria. Dapat diberikan misoprostol 50 µg intravagina tiap 6 jam maksimal 4 kali (Saifuddin, 2006 : hal 219).

  b) Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan diakhiri (Saifuddin, 2006 ; h. 219) : (1) Bila skor pelvic < 5 lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesaria. (2) Bila skor pelvic > 5 induksi persalinan, partus pervagina. Tabel. 2.1

  PENILAIAN STATUS SERVIKS DENGAN SKOR BISHOP SKOR Dilatasi (cm) Pembukaan (%) Posisi (stase) Konsistensi Posisi serviks 0 – 30

  − 3 Padat Posterior

  1 1 – 2 − 2 Sedang Posisi tengah

  2 3 – 4 − 1 atau 0 Lunak Anterior

  3 ≥ 5 ≥ 8 − − (Norwitz, 2007; h.120).

  Indikasi untuk melakukan induksi pada ketuban pecah dini (PROM) menurut (Manuaba, 2001 ; h. 224).

  1) Pertimbangan waktu dan berat badan janin dalam rahim.

  a) Pertimbangan waktu : apakah 6, 12, atau 24 jam.

  b) Berat bada janin sebaiknya diatas 2.000 grm atau lebih. 2) Terdapat infeksi intra uterin.

  a) Temperature naik diatas 38°C dengan pengukuran rectal.

  b) Terdapat tanda infeksi melalui hasil : (1) Pemeriksaan laborat.

  (2) Pemeriksaan kultur air ketuban. Induksi persalinan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :

  1. Induksi dengan metode drip oksitosin : Untuk menghasilkan kontraksi yang memadai dan menimbulkan pembukaan serviks dan penurunan janin serta menhindari stimulasi berlebihan terhadap uterus yang dapat menimbulkan status janin yang mengkhawatirkan, pada hiperstimulasi penghentian segera oksitosin hampir selalu menurunkan frekuensi kontraksi dengan cepat sekitar 5 menit (Wiliam, 2005 ; h.522). Pada teori (Manuaba, 2010 ; h.454) induksi dapat dilakukan dengan drip oksitosin yaitu dengan pemberian dekstrose 5% dengan 5 IU oksitosin, tetesan pertama antara 8 – 12 tetes permenit. Setiap 15 menit dilakukan penilaian bila tidak ada his yang adekuat tetesan ditambah 4 tetes sampai maksimal 40 tetes. Bila sebelum tetesan ke 40 sudah timbul his yang adekuat tetesan terakhir dipertahankan sampai persalian berlangsung.

  2. Induksi dengan misoprostol : Tablet misoprostol yang dimasukan ke dalam vagina lebih efektif, komite merekomendasikan pemakaian misoprostol intravagina dalam dosis sekitar

  25 µg seperempat tablet 100 µg. pemberian misoprostol pervagina dapat berakibat hiperstimulasi uterus disertai perubahan frekuansi DJJ. Pada pemberian misoprostol dapat menyebabkan rupture uteri terutama pada ibu dengan riwayat bedah sesar (Wiliam, 2005 ; h. 518-519). perawatan persalinan yang digunakan sama seperti yang lain, dengan tambahan sebagai berikut :

  1) Kaji suhu dan denyut nadi setiap 2 jam. Kenaikan suhu seringkali didahului kondisi ibu yang menggigil.

  2) Lakukan pematauan DJJ. Pemeriksaan DJJ setiap jam sebelum awitan persalinan adalah tindakan yang adekuat sepanjang DJJ dalam batas normal. Pemantauan DJJ ketat dengan alat pemantauan janin elektronik secara kontinu dilakukan selama induksi oksitosin untuk melihat tanda gawat janin akibat kompresi tali pusat atau induksi. Takikardia dapat mengindikasikan infeksi intra uteri.

  3) Hindari pemeriksaan dalam yang tidak perlu. 4) Ketika melakukan pemeriksaan dalam yang benar-benar diperlukan, perhatikan juga hal - hal berikut : a) Apakah dinding vagina teraba lebih hangat dari biasanya. b) Bau rabas atau cairan di sarung tangan.

  c) Warna rabas atau cairan di sarung tangan. 5) Beri perhatian lebih seksama terhadap hidrasi agar dapat diperoleh gambaran yang jelas dari setiap infeksi yang timbul. Seringkali terjadi peningkatan suhu tubuh akibat dehidrasi.

  9. Prosedur tetap penatalaksanaan ketuban pecah dini di RSUD Prof. dr.

  Margono Soekardjo.

  a. Pada kehamilan preterm 1) Bila masih hidup tidak ada tanda – tanda infeksi maka bias dikelola dengan : b) Ampicilin injeksi 1 gram tiap 6 jam (sebelumnya dilaukan test sensitivitas terlebih dahulu).

  c) Bila ada kontraksi uterus diberikan isoxuprine nol tablet 3x1 2) Pengawasan TTV terutama tanda infeksi dan pengeluaran pervaginam maka : a) Bila selama pengawasan air ketuban tidak keluar lagi selama > 2 hari dan tanda – tanda infeksi tidak ada kehamilan diteruskan sampai boleh pulang.

  b) Bila selama perawatan ditemukan tanda – tanda infeksi maka kehamilan diakhiri dengan induksi persalinan.

  3) Bila kehamilan > 28 minggu tetapi < 38 minggu untuk pematangan paru, diberikan kortikosteroid injeksi 20 mg dexametason tiap 12 jam selama 2 hari. b. Pada kehamilan aterm 1) Pada presentasi kepala dan sudah timbul proses persalinan, tidak ada indikasi bedah caesar maka tunggu persalinan pervaginam.

  2) Pada presentasi kepala dan ketuban pecah > 6 jam proses persalinan belum terjadi maka dilakukan induksi persalinan (bila tidak ada kontra indikasi persalinan pervaginam). 3) Pada presentasi kepala, ketuban pecah dini < 6 jam dan tidak ada tanda – tanda infeksi intra uterin bisa ditunggu sampai 6 jam setelah keluar air ketuban : a) Bila timbul inpartu spontan, tunggu persalinan pervaginam. dilakukan induksi.

  B. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan

  1. Manejemen Pelayanan Kebidanan Adalah proses pemecahan masalah yang digunaka sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, temuan, ketrampilan, dalam rangkaian logis untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada klien (Simatupang, 2008 ; h. 121). Proses manajemen menurut Helen Varney ada 7 langkah yang berurutan yaitu :

  Langkah I : Pengumpulan Data Dasar

  Adalah mengumpulkan data dasar yang menyeluruh untuk mengevaluasi ibu dan bayi baru lahir. Data dasar ini meliputi pengkajian riwayat, pemeriksaan fisik dan panggul sesuai indikasi, meninjau kembali proses perkembangan keperawatan saat ini atau catatan rumah sakit terdahulu, dan meninjau kembali data hasil laboratorium dan aporan penelitian terkait secara singkat, data dasar yang diperlukan adalah semua data yang berasal dari sumber informasi yang berkaitan dengan kondisi ibu dan bayi baru lahir.

  Bidan mengumpulkan data dasar awal lengkap, bahkan jika ibu dan bayi baru lahir mengalami komplikasi yang mengharuskan mereka mendapat konsultasi dokter sebagai bagian dari penatalaksanaan kolaborasi (Varney, 2007 ; h. 27).

  Langkah II : Menginterpretasi Data

  Pada langkah ini, dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosis atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data – data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan (Simatupang, 2008 ; h. 124).

  Langkah III : Mengidentifikasi masalah atau diagnosia potensial

  Pada langkah ini, kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang sudah diidentifikasi (Simatupang, 2008 ; h. 124).

  Langkah IV : Identifikasi kebutuhan akan tindakan segera

  Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien (Simatupang, 2008 ; h. 125).

  Langkah V : Merencanakan asuhan yang menyeluruh

  Pada langkah ini, direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan oleh langkah – langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini, tugas bidan adalah merumuskan rencana bersama klien, kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya (Simatupang, 2008 ; h. 125).

  Langkah VI : Melaksanakan rencana perawatan secara menyeluruh

  Pada langkah ini, rencana asuhan yang menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada lankah ke 5 dilaksanakan secara efisien dan aman (Simatupang, 2008 ; h. 125).

  Langkah VII : Evaluasi

  Pada langkah ini, dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan, meliputi pemenuhan kebutuhan terhadap masalah yang telah diidentifikasi di dalam masalah dan diagnosis (Simatupang, 2008 ; h. 126).

  (S) Subjektif : Pernyataan yang diungkapkan oleh ibu atau keluarganya. (O) Objektif : Pernyataan yang dilihat, didengar, dan dirasakan oleh bidan sewaktu melakukan pemeriksaan.

  (A) Asesment : Kesimpulan dari data – data subjektif dan objektif yang didapat.

  (P) Planing : Rencana yang akan dilakukan berdasarkan hasil evaluasi data diatas.

  2. Penerapan Manajement Pelayanan Kebidanan

  a. PENGKAJIAN Pada langkah ini, dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap (Simatupang, 2008 ; h. 124). Ada dua jenis pengkajian data dari pasien yaitu data subjektif dan data objektif (Priharjo, 2007 ; h. 14).

  1) Data subjektif

  a) Identitas pasien Pekerjaan Keletihan karena bekerja dapat peningkatan risiko ketuban pecah dini (Varney, 2007 ; h. 788).

  b) Keluhan utama Pada kejadian ketuban pecah dini data subjektif dapat pula diperoleh dari keluhan yang dikatakan ibu seperti keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu (Saifuddin, 2006 ; h. M -112).

  Data riwayat kesehatan ini dapat kita gunakan sebagai penanda akan adanya penyulit masa hamil dan persalinan.

  (1) Riwayat kesehatan dahulu dan sekarang (a) Apakah ibu memiliki riwayat / sedang mengalami penyakit yang disebabkan oleh organisme anaerob seperti vagionosis bekterial dengan ciri – ciri seperti ibu pernah mengeluh keputihan yang gatal dengan warna abu – abu atau putih susu dan berbau (Varney, 2006 ; h. 399), gonoroe dengan gejala nyeri abdomen bagian bawah, disuria, rabas vagina berwarna kekuningan dan berbau busuk (Varney, 2006 ; h. 403), klamidia dengan gejala keputihan yang berbau dan oedem pada srviks (Varney, 2006 ; h. 402), trikomonas dengan keluhan keputihan yang gatal dan iritasi (Wiknjosastro, 2009 ; h. 927) yang menyebabkan infeksi yang menyebar secara hematogen sehingga pada persalinannya mengalami ketuban pecah dini (Sinclair, 2010 ; h. 132). (b) Apakah ibu mempunyai riwayat penakit diabetes militus seperti yang disebutkan pada teori (Norwitz, 2007 ; h. 42) menyebutkan bahwa diabetes militus dalam kehamilan berpotensi mengalami polihidramnion. Pada bukunya (Varney, 2007 ; h. 788) mengatakan bahwa insiden ketuban pecah dini lebih tinggi pada wanita dengan inkompetensia serviks, polihidramnion, malpresentasi dengan polidramnion akan mengalami overdistensi uterus yang kemungkinan besar dapat menyebabkan ketuban pecah dini sehingga ibu dengan diabetes militus tidak menutup kemungkinan mempunyai resiko mengalami ketuban pecah dini.

  (2) Riwayat kesehatan keluarga (a) Apakah ibu mempunyai riwayat penakit diabetes militus seperti yang disebutkan pada teori (Norwitz, 2007 ; h. 42) menyebutkan bahwa diabetes militus dalam kehamilan berpotensi mengalami polihidramnion. Pada bukunya (Varney, 2007 ; h. 788) mengatakan bahwa insiden ketuban pecah dini lebih tinggi pada wanita dengan inkompetensia serviks, polihidramnion, malpresentasi janin, kehamilan kembar, dan infeksi vagina. Hamil dengan polidramnion akan mengalami overdistensi uterus yang kemungkinan besar dapat menyebabkan ketuban pecah dini sehingga ibu dengan diabetes militus tidak menutup kemungkinan mempunyai resiko mengalami ketuban pecah dini.

  d) Riwayat Obstetri (1) Riwayat Haid

  (a) Fluor albus Untuk mengetahui apakah ibu mengalami fluor albus atau tidak karena pengeluaran fluor dapat di diagnosis sebagai yang disebabkan oleh organisme anaerob seperti vagionosis bekterial, gonoroe, klamidia, trikomonas yang menyebabkan infeksi yang menyebar secara hematogen sehingga pada persalinannya mengalami ketuban pecah dini (Sinclair, 2010 ; h. 132). (b) HPHT

  Umur kehamilan dapat diketahui berdasarkan HPHT (Hari pertama menstruasi terakhir). Jika umur kehamilan 37 – 42 minggu pada 24 jam pertama kemungkinan akan terjadinya infeksi sedangkan pada umur kehamilan < 37 minggu kemungkinan akan mengalami prematuritas (Varney, 2007 ; h. 790).

  (2) Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu (a) Riwayat kehamilan dahulu

  Untuk mengetahui apakah pada kehamilan sebelumnya pernah mengalami ketuban pecah dini atau tidak, dikarenakan menurut Norwitz ibu dengan riwayat KPD pada kehamilan sebelumnya kemungkinan akan berulang pada kehamilan selanjutnya (Joseph dan Nugroho, 2010 ;

  h. 186). Ditanyakan untuk mengetahui apakah ibu pernah keguguran sebanyak dua kali, dikarenakan dua kali keguguran pada pertengahan trimester tanpa disertai awitan persalinan dapat menyebabka inkompetensia servik yang berpotensi KPD pada kehamilan berikutnya

  (b) Riwayat persalinan dahulu Dikaji untuk mengetahui apakah pada persalinan sebelumnya ibu pernah mengalami komplikasi KPD atau tidak dikarenakan ketuban pecah dini dapat berulang pada persalinan berikutnya (Joseph dan Nugroho, 2010 : h. 186). (c) Riwayat Kehamilan Sekarang

  Riwayat kehamilan sekarang dikaji mengenai frekuensi ANC, keluhan, hasil pemeriksaan, dan asuhan yang diberikan yang dapat digunakan untuk mendeteksi dini komplikasi, ketidaknyamanan saat kehamilan, dan setiap keluhan kehamilan yang dialami seorang wanita sejak hari menstruasi terakhirnya (Varney, 2007; h. 525). e) Riwayat KB Ditanyakan untuk mengetahui apakah pasien pernah menggunakan kontrasepsi, jenis kontrasepsi, berapa lama, jika menggunakan KB IUD terdapat kemungkinan terjadi rabas vagina yang menyebabkan infeksi, sehingga persalinannya berpotensi mengalami ketuban pecah dini (Varney, 2007 ; h. 457).

  f) Pola kebutuhan sehari – hari (1) Pola Nutrisi

  Kekurangan tembaga dan asam askorbik (vitamin c) dapat mengakibatkan pertumbuhan struktur abnormal dikarenakan struktur, jumlah sel, dan katabolisme menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah (Wiknjosastro, 2009 : h. 678). (2) Pola eliminasi

  Perasaan sakit saat buang air kecil dan sering pipis merupakan tanda gejala dari infeksi vagina yaitu gonoroe (Wiknjosastro, 2007 ; h. 299 – 300) yang menurut (Varney, 2007 ; h. 788) infeksi vagina / servik seperti vaginosis bakterial, trikomonas, klamidia, dan gonoroe adalah faktor prediaposisi terjadinya ketuban pecah dini.

  (3) Pola aktifitas Hubungan yang signifikan juga telah ditemukan antara keletihan karena bekerja dan peningkatan risiko ketuban pecah dini (Varney, 2007 ; h. 788).

  (4) Pola personal hygien Ditanyakan untuk mengetahui kebersihan pasien, karena risiko infeksi intra uterin meningkat seiring insiden pecah ketuban (Varney, 2007 ; h. 789). 2) Data objektif

  Data yang diperoleh dari pengkajian fisik pasien (Priharjo, 2007 ; h. 14).

  a) Keadaan umum (1) Suhu

  Diagnosis dugaan korioamnionitis ditegakan ketika wanita lebih (Varney, 2007 ; h. 791) dan leukosit darah > 15.000/mm³ (Wiknjosastro, 2009 ; h. 680). (2) Tinggi badan

  Berkaitan dengan kemungkinan panggul sempit, bila tinggi kurang dari 150 cm (Manuaba, 2001 : hal. 183). Seperti yang diuraikan oleh (William, 2005 ; h. 479) dalam teorinya disebutkan bahwa bahwa normalnya pembukaan serviks dipermudah oleh efek hidrostatik selaput ketuban yang belum pecah namun pada panggul sempit saat kepala tertahan di PAP seluruh gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus bekerja secara langsung pada bagian selaput ketuban yang menutupi serviks yang membuka. Akibatnya kemungkinan besar terjadi pecah selaput ketuban. b) Status present Genitalia Vulva yang gatal, bengkak dan kemerahan merupakan salah satu penanda adanya infeksi vagina seperti tikomonas dan gonoroe, yang menurut (Varney, 2007 ; h. 788) infeksi vagina / servik seperti vaginosis bakterial, trikomonas, klamidia, gonoroe, merupakan faktor predisposisi terjadinya ketuban pecah dini.

  c) Status obtetrikus (1) Palpasi

  Palpasi abdomen untuk menentukan volume cairan amnion (2) Auskultasi DJJ

  Setelah terjadi invasi mikroorganisme ke dalam cairan ketuban, janin akan terinfeksi karena janin menelan atau transpirasi air ketuban, ditandai dengan terjadinya takhikardia denyut jantung bayi > 160 kali permenit (Saifuddin, 2006 ; h.

  257). (3) Pemeriksaan dalam

  Pemeriksaan dalam perlu dilakukan untuk menilai vagina terutama dindingnya, keadaan serta pembukaan serviks, kapasitas panggul, ada atau tidaknya penghalang (tumor) pada jalan lahir, sifat fluor albus dan apakah ada alat yang sakit umpamanya bartolinitis, pecah tidaknya ketuban, presentasi kepala janin, turunya kepala dalam ruang panggul, penilaian besarnya kepala terhadap panggul, dan apakah partus telah mulai atau sampai dimanakah partus telah berlangsung (Wiknjosastro, 2007 ; h. 193).

  (4) Pemeriksaan penunjang (a) Leukosit darah untuk menentukan adanya infeksi ( Wiknjosastro, 2008 ; h. 680).

  (b) Uji pakis positif : apus specimen pada objek glas biarkan seluruhnya kering biarkan minimal 10 menit, inspeksi objek glas dibawah mikroskop untuk memeriksa pola pakis (Varney, 2007 ; h. 789).

  (c) Uji nitrazin positif : kertas berwarna mustard-emas yang biru gelap jika kontak dengan bahan bersifat basa (Varney, 2007 ; h. 789). (d) pH vagian : pH permpuan hamil sekitar 4,5 dan bila ada cairan ketuban pHnya menjadi sekitar 7,1 – 7,3

  (Wiknjosastro, 2009 ; h. 679) (e) Pemeriksaan USG untuk membatu memberikan gambaran jelas mengenai pecahnya ketuban (Varney,

  2007 ; h. 789).

  b. INTERPRETASI DATA 1) Diagnosa kebidanan

  Ny…, umur…th, G…P…A…,umur kehamilan…pada persalinan kala I.

  Data dasar : Dasar Subjektif a) Wanita yang mengalami KPD biasanya mengeluh keluar cairan yang terus – menerus (jernih, keruh, kuning, atau hijau) dan perasaan basah pada celana dalam.

  b) Cairan yang keluar biasanya jernih atau keruh jika bercampur mekonium.

  c) Cairan yang keluaran berbau apek yang khas dan berbeda dengan bau urin (Varney, 2012 ; h.789).

  Dasar Objektif

  a) Suhu Pada kasus ketuban pecah dini kenaikan suhu tubuh adanya infeksi korioamnionitis.

  b) Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan palpasi abdomen terdapat peningkatan molase uterus dan dinding abdomen disekitar janin dan penurunan kemampuan balotemen dibandingkan temuan pada pemeriksaan sebelum pecah ketuban (Varney, 2007 ; h. 789).

  c) Pemeriksaan penunjang (1) Uji pakis positif : inspeksi objek glas dibawah mikroskop untuk memeriksa pola pakis (Varney, 2007 : h. 789).

  (2) Uji nitrazin positif : kertas berwarna mustard - emas yang sensitive terhadap pH ini akan berubah warna menjadi biru gelap jika kontak dengan bahan bersifat basa (Varney, 2007 : h. 789). c. DIAGNOSA POTENSIAL Pada ibu : Infeksi intra uterin jika terdapat tanda – tanda suhu lebih dari

  38°C dan leukosit darah > 15.000/mm (Wiknjosastro, 2009 ; h. 680).

  Pada anak : asfiksia dikarenakan dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan talipusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia (Wiknjosastro, 2009 ; h. 679).

  d. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN AKAN TINDAKAN SEGERA ATAU KOLABORASI DAN KONSULTASI

  Selama persalinan

  a) Membatasi sebanyak mungkin masuknya kuman – kuman dalam jalan lahir.

  b) Menjaga supaya persalinan tidak berlarut – larut.

  c) Menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin.

  d) Semua petugas yang berada di kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan masker.

  e) Alat – alat, kain – kain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama.

  f) Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan jika perlu.

  g) Pencegahan perdarahan dengan memberikan transfuse darah, jika perlu (Wiknjosastro, 2007 ; h. 698).

  2) Persiapan resusitasi a) Informasikan unit neonatologi mengenai adanya persalinan risiko tingkat tinggi yang sedang terjadi. Dokter spesialis anak / petugas kesehatan yang terampil dan terlatih dalam resusitasi harus menghadiri semua persalinan risiko tinggi.

  b) Untuk persalinan normal, petugas yang ahli dalam resusitasi neonatus harus hadir.

  c) Untuk asfiksia, dua petugas yang ahli dalam resusitasi dan dua asisten harus hadir.

  d) Semua peralatan harus disiapkan dan dicek fungsinya sebelum persalinan. hangat tersedia.

  f) Cek alat penghisap lender, oksigen, sunggkup wajah dengan ukuran yang sesuai dengan berat bayi, serta balon resusitasi.

  g) Siapkan sebuah pipa endotrakea (ET) dengan ukuran yang sesuai dengan berat bayi, potong hingga 13 – 15 cm.

  h) Siapkan obat – obatan, kateter umbilical, dan sebuah baki (Wiknjosastro, 2009 ; h. 349).

  e. PERENCANAAN 1) Observasi TD,suhu, nadi, DJJ, his, dan pembukaan serviks.

  2) Lakukan tindakan pencegahan infeksi. 3) Lakukan penatalaksanaa sesuai dengan usia gestasi.

  f. PELAKSANAAN 1) Melakukan observasi tanda – tada vital dan kemajuan persalinan untuk mengetahui ada tidaknya kemungkinan gawat janin dengan mengobservasi DJJ, his, Nadi setiap 30 menit, TD, suhu, dan pembukaan serviks setiap 4 jam.

  2) Melakukan pencegahan infeksi dengan cara membatasi masuknya kuman – kuman ke dalam jalan lahir, menjaga supaya persalinan tidak berlarut – larut, menyelaesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin, semua petugas yang berada di kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan masker, alat – alat dan kain yang dipakai dalam persalinan harus sudah disuci hamakan, pemeriksaan dalam dilakukan jika perlu saja, dan mencegahan perdarahan dengan memberikan transfusi darah jika diperlukan. dari usia gestasi menurut (Norwitz, 2006 ; h.118) :

  a) Penatalaksanaan Konservatif, jika : (1) KPD preterm ( < 37 minggu )

  Jika tidak ada kontra indikasi, maka lakukan tatalaksana observasi mencakup (a) KPD < 32 minggu 1)) Pemberian antibiotika untuk servikovaginal positif.

  2)) Pembatasan aktifitas. 3)) Pemantauan infeksi. 4)) Pemeriksaan janin secara regular. 5)) USG secara teratur per 3 – 4 minggu. 6)) Pengobatan kortikosteroid antenatal. 7)) Pemberian antibiotik spectrum luas untuk memperpanjang masa laten.

  (b) KPD 32 – 34 minggu 1)) Pemberian antibioik untuk memperpanjang masa laten.

  2)) Pemberian kortikosteroid antenatal : betametason dengan dosis 12 mg IM per 24 jam x 2 dosis atau deksametason dengan dosis 6 mg IM per 12 jam x 4 dosis.

  (c) KPD > 34 minggu 1)) Pematangan paru tidak perlu dilakukan.

  2)) Pertimbangkan untuk melahirkan bayi (resiko infeksi (2) KPD aterm ( > 37 minggu )

  (a) Jika tidak ada kontra indikasi, maka lakukan tatalaksana observasi.

  (b) Induksi segera dengan atau tanpa pematangan serviks.

  b) Penatalaksanaan Aktif, jika : (1) KPD preterm ( < 37 minggu )

  Jika terdapat kontra indikasi, tatalaksana : (a) Gawat janin.

  (b) Perdarahan pervaginam tanpa diketahui penyebabnya. (c) Proses melahirkan aktif. (d) Korioamnionitis. Segera lahirkan dan beri antibiotika untuk korioamnnitis. (2) KPD aterm ( > 37 minggu )

  Jika terdapat kontra indikasi, tatalaksana :

  (a) Gawat janin. (b) Perdarahan pervaginam tanpa diketahui penyebabnya. (c) Proses melahirkan aktif. (d) Korioamnionitis. Segera lahirkan dan beri antibiotika untuk korioamnnitis.

  g. EVALUASI Pada kasus KPD dapat dilakukan induksi jika suhu tubuh ibu > 38°C, skor bishop > 5, dan presentasi kepal. Dilakukan SC jika suhu tubuh >

  38°C, presentasi bukan kepala, dan tanda gawat janin seperti DJJ > 160 x DATA PERKEMBANGAN I S : Ibu mengatakan ingin meneran seperti ingin BAB O : Hasil observasi kemajuan persalinan meliputi TTV, his, DJJ, pembukaan, POD jika skor bishop > 5 dengan presentasi kepala maka dilakukan penatalaksaan persalinan pervaginam, tetapi jika bukan presentasi kepala maka dilakukan penatalaksanaan persalinan untuk SC.

  A : Ny…., G…P…A…umur…tahu, umur kehamilan…minggu, janin hidup intra uteri, preskep, pada persalinan kala II.

  P : Penatalaksanaan persalinan pervaginam - Persiapan partus set.

  • Pantau DJJ setiap 5 – 10 menit sekali.
  • Bantu ibu memilih posisi yang nyaman.
  • Setelah pembukaan lengkap, pimpin ibu untuk meneran jika ada kontraksi.

  • Anjurkan ibu untuk istirahat dan minum jika tidak ada kontraksi.
  • Bayi lahir dengan asfiksia, segera lakukan resusitasi bayi baru lahir.
  • Cek apakah ada janin berikutnya. DATA PERKEMBANGAN II S : Ibu mengatakan perutnya masih mulas O : Observasi tanda – tanda lepasnya plasenta A : Ny…., P…A…umur…th, pada persalinan kala III. P : Melakukan manajemen aktif kala III - Menyuntikan oksitosin.

  pusat bertambah panjang, terdapat semburan darah.

Dokumen yang terkait

ASUHAN KEPERAWATAN ANSIETAS PRE CURETAGE ATAS INDIKASI ABORTUS INCOMPLIT PADA Ny. U DENGAN G1 P1 A0 HAMIL 12 MINGGU 4 HARI DI RUANG BUGENVILE RSUD dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA - repository perpustakaan

0 0 17

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PADA IBU HAMIL TRIMESTER III, BERSALIN PATOLOGIS DENGAN KALA I MEMANJANG, BAYI BARU LAHIR, NIFAS, DAN KELUARGA BERENCANA PADA NY.K UMUR 32 TAHUN G2P0A1 UMUR KEHAMILAN 38 MINGGU 5 HARI DI PUSKESMAS KALIBAGOR - repository perpu

0 0 13

BAB I PENDAHULUAN - ASUHAN KEBIDANAN IBU HAMIL DENGAN PREEKLAMPSIA BERAT PADA NY. D G2 P1 A0 UMUR 29 TAHUN HAMIL 39+2 MINGGU DI RUANG VK RSUD KRT. SETJONEGORO WONOSOBO - repository perpustakaan

0 0 10

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF IBU HAMIL TM III, BERSALIN, NIFAS, BAYI BARU LAHIR DAN MASA ANTARA (KB SUNTIK 3 BULAN) PADA NY.R UMUR 20 TAHUN G1P0A0 HAMIL 38 MINGGU 2 HARI DI PUSKESMAS II KEMRANJEN – BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 14

ASUHAN KEBIDANAN IBU BERSALIN DENGAN PREEKLAMSIA BERAT PADA NY. M 21 TAHUN G2P0A1 UMUR KEHAMILAN 39 MINGGU 6 HARI DI RSUD BANJARNEGARA - repository perpustakaan

0 0 12

ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR PADA BAYI NY. N UMUR 4 JAM DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DI RUANG MELATI RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO - repository perpustakaan

0 0 16

ASUHAN KEBIDANAN IBU HAMIL DENGAN ABORTUS IMMINENS PADA NY.I UMUR 31 TAHUN G2P1A0 HAMIL 8 MINGGU 3 HARI DI RSUD KEBUMEN - repository perpustakaan

0 1 15

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL PATOLOGI DENGAN ANEMIA RINGAN PADA NY. S G1P0A0 UMUR 20 TAHUN HAMIL 36 MINGGU 4 HARI DI PUSKESMAS II KEMRANJEN BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 15

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF KEHAMILAN, PERSALINAN, BAYI BARU LAHIR, NIFASDAN KB NY. W UMUR 27 TAHUN G1P0A0 UMUR KEHAMILAN 38 MINGGU 5 HARI DI PUSKESMAS II KEMRANJEN BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEHAMILAN - ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF KEHAMILAN, PERSALINAN, BAYI BARU LAHIR, NIFASDAN KB NY. W UMUR 27 TAHUN G1P0A0 UMUR KEHAMILAN 38 MINGGU 5 HARI DI PUSKESMAS II KEMRANJEN BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 61