IDENTIFIKASI DAN SKRINING ISOLAT KAPANG ENDOFIT DARI TANAMAN BENALU TEH SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP Escherechia coli DAN Bacillus subtilis - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Benalu Teh

2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi

  Benalu merupakan kelompok tumbuhan yang bersifat hemiparasit atau setengah parasit. Tumbuhan ini hidup dengan cara menumpang pada organisme lain (tanaman inang), meskipun masih mampu menghasilkan makanan sendiri melalui proses asimilasi dengan bantuan klorofil (Bustanussaalam et al., 2009).

  Kajian bidang biosistematika tumbuhan menunjukkan bahwa tanaman benalu termasuk dalam suku Loranthaceae yang terdiri atas dua subfamili yaitu

  

Loranthoideae dan Viscoideae. Kelompok Loranthaceae diperkirakan terdiri atas

850 spesies dari 24 genus (Heywood, 1978 dalam Sunaryo & Rachman, 2005).

  Tanaman benalu tidak memiliki spesies inang yang spesifik. Tanaman tersebut dapat tumbuh pada berbagai spesies semak dan pohon yang umumnya menginfeksi pada bagian cabang atau ranting tanaman inang. Jarang ditemukan benalu dari kelompok Loranthaceae yang tumbuh pada bagian batang pokok tanaman (Sunaryo, 1999 dalam Sunaryo & Rachman, 2005).

  Di Indonesia terdapat berbagai spesies tanaman benalu. Masyarakat umum lebih mengenal tanaman benalu berdasarkan tanaman inangnya, misalnya benalu teh adalah benalu yang hidup pada tanaman teh (Fajriah et al., 2007). Menurut Suganda et al. (1996) terdapat tiga jenis benalu teh yang berhasil diidentifikasi

  

6 dari daerah sekitar Gunung Tangkubanperahu, Wates, dan Subang, yaitu

  

Dendrophthoe pentandra (L) Miq., Lepeostegeres gemmiflorus (Bl) Bl., dan

Scurrula lepidota (Bl) G. Menurut Sunaryo (2008) salah satu jenis tanaman

  benalu yang dapat ditemukan di perkebunan teh adalah Scurrula oortiana.

  Tanaman benalu S. oortiana memiliki wilayah penyebaran di Pulau Jawa dan Sumatra. Habitat tumbuhnya berada di dataran tinggi mulai pada ketinggian 1000-2050 m dpl. Benalu S. oortiana rata-rata memiliki kemampuan merusak ranting atau cabang di atas 50% (Sunaryo, 2008).

  Benalu S. oortiana memiliki ciri-ciri berupa tumbuhan perdu, berbentuk ramping, bagian vegetatif yang masih muda ditutupi oleh rambut-rambut bintang yang padat berwarna emas atau kecoklatan dan menjadi jarang setelah dewasa. Daun berhadapan, bentuk helaian lonjong sampai bundar telur, panjang 9-14 cm dan lebar 4,5-6 cm, pangkal daun romping atau agak menjantung, panjang tangkai daun 3-8 mm, perbungaan aksiler, tandan dengan 4-12 bunga, panjang sumbu perbungaan 8-40 mm. Bunga biseksual, diklamid, panjang pedisel 3-9 mm; braktea berbentuk jorong sampai agak bundar, cembung, membundar, panjang 5-7 mm, menutupi bakal buah, mahkota bunga ramping, ujung menggada dan runcing, panjang tabung mahkota 10-30 mm; panjang kepala sari 2-3 mm. Buah ramping, panjang 11-14 mm termasuk panjang tangkai 7-11 mm. Biji kecil, berukuran 1-2 mm berbentuk bulat pipih, menyerupai cakram, biasanya menempel pada tumbuhan inang beserta kotoran burung pemakannya (Sunaryo, 2008). Menurut Backer & Brink (1965) dalam Sunaryo (2008) klasifikasi tanaman benalu teh (Scurrula oortiana) adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Phyllum : Magnoliophyta Classis : Magnoliopsida Ordo : Santalales Familia : Loranthaceae Genus : Scurrula Spesies : Scurrula ortiana

Gambar 2.1. Benalu Scurrula oortiana (Korth.)

2.1.2 Manfaat Benalu Teh Tanaman benalu telah lama digunakan dalam pengobatan tradisional.

  Benalu umumnya digunakan sebagai obat batuk, diuretik, penghilang nyeri, perawatan setelah persalinan, campak, amandel, dan kanker. Hal senada juga disampaikan oleh Tambunan et al. (2003) dalam Bustanussalam et al. (2009) yang menyatakan bahwa tanaman benalu dapat digunakan untuk mengobati penyakit cacar sapi, cacar air, diare, cacing tambang, dan kanker.

  Beberapa publikasi penelitian telah melaporkan bahwa benalu teh mempunyai efek sebagai antidiare (Saroni et al., 1998), antioksidan (Simanjuntak

  

et al., 2004), perbaikan sistem imun (Winarno et al., 2000), dan hambatan

  pertumbuhan sel tumor (Murwani, 2008). Kemampuan tanaman benalu teh dalam menghambat pertumbuhan sel tumor yaitu dengan cara membuat sel tersebut lebih peka terhadap molekul tumor necrosis factor alfa (TNFα). Molekul TNFα ini biasanya dilepaskan oleh sel kekebalan tubuh untuk melawan sel tumor (Murwani & Simanjuntak, 2002).

2.1.3 Kandungan Senyawa Kimia Benalu Teh

  Senyawa aktif yang terkandung dalam tanaman benalu teh meliputi flavonoid, tanin, asam amino, karbohidrat, alkaloid dan saponin. Flavonoid adalah senyawa polifenol yang banyak terdapat pada tanaman sayuran dan buah-buahan. Flavonoid telah menunjukkan potensinya sebagai antioksidan, antimutagenik, antineoplastik, dan aktivitas vasodilatator (Anonim, 1996 dalam Ikawati et al., 2008). Senyawa aktif lainnya adalah tanin yang merupakan polifenol. Senyawa tersebut berasa pahit, dapat mengikat dan mengendapkan protein serta larut dalam air. Tanin umumnya digunakan untuk pengobatan penyakit kulit dan sebagai antibakteri, namun juga banyak diaplikasikan untuk pengobatan diare, hemostatik (penghentian pendarahan) dan wasir (Widiana et al., 2013).

  Berdasarkan penelitian, ekstrak benalu teh S. oortiana mengandung senyawa catechin, phytol, flavonoid glikosida dan kafein (Murwani & Simanjuntak, 2002). Hasil penelitian Badan Tenaga Atom Nasional Indonesia yang bekerjasama dengan Prof. Dr Mutsuku Mukai dari Osaka Medical Center dan Prof. Hirotaka Shibuya dari Universitas Fukuyama Jepang, menunjukkan bahwa pada benalu teh genus Scurulla terdapat 16 senyawa penting. Senyawa- senyawa tersebut terdiri dari 6 senyawa lemak tak jenuh, 4 senyawa flavonol, 2 senyawa flavonol glikosida, 2 senyawa xantin, 1 senyawa lignan glikosida dan 1 senyawa monoterpen glikosida (Winarno et al., 2003 dalam Murtini, 2006).

2.2 Kapang Endofit

2.2.1 Deskripsi Kapang Endofit

  Menurut Pleczar & Chan (1986) kapang merupakan jamur multiseluler yang mempunyai filamen. Struktur morfologi kapang tersusun atas dua bagian yaitu filamen dan spora. Filamen yang bercabang sering disebut dengan hifa. Pertumbuhan hifa dimulai dari spora yang melakukan germinasi membentuk tuba germ yang akan tumbuh terus membentuk miselium. Spora dibentuk di miselium (Sporocarp) dan pelepasannya dari induk spora.

  Purwanto (2008) dalam Hidayahti (2010) menyebutkan bahwa endofit merupakan mikroorganisme yang sebagian atau seluruh hidupnya berada di dalam jaringan hidup tanaman inang. Kapang endofit adalah kapang yang terdapat di dalam sistem jaringan tumbuhan, seperti daun, bunga, ranting ataupun akar tumbuhan. Jamur endofit menginfeksi tumbuhan sehat pada jaringan tertentu dan mampu menghasilkan mikotoksin, enzim serta antibiotika (Sumarni, 2010).

  Kapang endofit hidup bersimbiosis mutualisme, dalam hal ini jamur endofit mendapatkan nutrisi dari hasil metabolisme tanaman dan memproteksi tanaman melawan herbivora, serangga, atau jaringan yang patogen, sedangkan tanaman mendapatkan derivat nutrisi dan senyawa aktif yang diperlukan selama hidupnya (Simarmata et al., 2007). Menurut Worang (2003) dalam Sunarmi (2010), asosiasi kapang endofit dengan tumbuhan inangnya dapat digolongkan dalam dua kelompok, yaitu mutualisme konstitutif dan induktif. Mutualisme konstitutif merupakan asosiasi yang erat antara jamur dengan tumbuhan terutama rumput-rumputan. Kapang endofit menginfeksi ovula (benih) inang, dan penyebarannya melalui benih serta organ penyerbukan inang. Mutualisme induktif adalah asosiasi antara kapang dengan tumbuhan inang, yang penyebarannya terjadi secara bebas melalui air dan udara.

  Purwanto (2000) dalam Hidayahti (2010) menambahkan bahwasannya mikroorganisme endofit akan mengeluarkan suatu metabolit sekunder yang merupakan senyawa antibiotik. Metabolit sekunder merupakan senyawa yang disintesis oleh banyak organisme, tidak untuk memenuhi kebutuhan primernya (tumbuh dan berkembang) melainkan untuk mempertahankan eksistensinya dalam berinteraksi dengan lingkungan. Metabolit sekunder yang dihasilkan oleh mikroorganisme endofit merupakan senyawa antibiotik yang mampu melindungi tanaman dari serangan hama insekta, mikroba patogen, atau hewan pemangsanya, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai agen biokontrol.

2.2.2 Manfaat Kapang Endofit

  Menurut Kanti (2005) dalam Hidahyati (2010) kapang endofit bersifat simbiosis mutualisme dengan tanaman inangnya. Manfaat yang diperoleh dari tanaman inang yakni meningkatkan laju pertumbuhan tanaman inang, tahan terhadap serangan hama, penyakit dan kekeringan. Selain itu, kapang endofit dapat membantu proses penyerapan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk proses fotosintesis dan hasil fotosintesis dapat digunakan oleh kapang untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.

  Potensi dari kapang endofit yakni dapat menghasilkan enzim, antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba dan mampu menghasilkan metabolit sekunder termasuk Aspergillus sp. Spesies kapang lainnya seperti A.

  flavus menghasilkan aflatoksin, A. niger

  menghasilkan enzim α-amilase, amiloglukosidase, β- glukosidase, lipase dan okratoksin, A. oryzae menghasilkan β – glukosidase, protease dan A. fumigatus mampu memproduksi endotoksin. Selain itu, Penicillium sp. juga mampu menghasilkan senyawa metabolit sekunder berupa penisilin (Melliawati et al., 2006).

2.2.3 Klasifikasi dan Karakteristik Kapang Endofit

  Menurut Pelczar & Chan (1986), kapang diklasifikasikan berdasarkan ciri-ciri spora seksual dan tubuh buah yang ada selama tahap-tahap seksual pada daur hidupnya. Kapang dapat dibagi menjadi 4 kelas yaitu: Phycomycetes, Ascomycetes, Basidiomycetes dan Deuteromycetes.

  1. Kelas Phycomycetes Phycomycetes memiliki ciri-ciri, miseliumnya tidak berseptum dan hifa fertil menghasilkan sporangium yang berwarna kehitam-hitaman.

  Warna miselium putih dan jika tua berwarna kekuning-kuningan. Reproduksi seksual pada beberapa genus dengan cara peleburan ujung- ujung hifa multinukleat. Contohnya: Phytophthora, Mucor, dan Rhizopus.

  2. Kelas Ascomycetes Ascomycetes memiliki ciri-ciri, miseliumnya berseptum dan perkembangbiakan secara vegetatif menggunakan konidia.

  Perkembangbiakan secara generatif menggunakan spora yang dibentuk di dalam askus. Contohnya: Neurospora, Aspergillus dan Penicillium.

  3. Kelas Basidiomycetes Basidiomycetes dicirikan dengan basidiospora yang terbentuk di luar, di ujung atau di sisi basidium. Miselium berseptum dan reproduksi seksualnya dengan membentuk basidiospora. Sedangkan reproduksi Basidiomycetes secara aseksual dengan membentuk pertunasan melalui mikrokonidia. Contohnya: Volvariella volvaceae (jamur merang), dan

  Pleurotus sp . (jamur tiram).

  4. Kelas Deuteromycetes Deuteromycetes mempunyai miselium berseptum dan reproduksi aseksual menggunakan konidia. Deuteromycetes merupakan fungi tidak sempurna atau fungi imperfektif, karena belum diketahui perkembangan spora seksualnya. Contohnya: Trichophyton, Microsporum , dan

  Epidermophyton .

  Ditinjau dari sisi taksonomi dan ekologi, kapang endofit merupakan organisme yang sangat heterogen. Petrini et al. (1992) dalam Lingga (2009) menggolongkan kapang endofit dalam kelompok Ascomycetes dan Deuteromycetes. Strobell et al. (1996) mengemukakan bahwa kapang endofit meliputi genus Pestalotia, Pestalotiopsis, Monochaetia, dan lain-lain. Clay (1988)

  

dalam Lingga (2009) melaporkan, bahwa kapang endofit dimasukkan dalam

  famili Balansiae yang terdiri dari 5 genus yaitu Atkinsonella, Balansiae,

  

Balansiopsis, Epichloe dan Myriogenospora. Genus Balansiae umumnya dapat

  menginfeksi tumbuhan tahunan dan hidup secara simbiosis mutualistik dengan tumbuhan inangnya.

  Agusta (2009) menjelaskan terdapat beberapa jenis kapang endofit yang dapat hidup berasosiasi dengan tanaman teh (Camellia sinensis (L.) O.K.) antara lain: Diaporthe, Penicillium, Schizophyllum dan Fusarium.

  1. Diaporthe Kelompok kapang yang tergolong ke dalam genus Diaporthe adalah salah satu jamur yang sulit diidentifikasi secara morfologi. Hal ini disebabkan susahnya merangsang pembentukan perithecia yang merupakan parameter utama dalam mengidentifikasi kapang Diaporthe secara konvensional. Perithecia kapang Diaporthe terlihat seperti tiang kecil yang berwarna hitam atau seperti pita hitam apabila diamati secara makroskopis. Dalam kondisi pertumbuhan kapang yang kurang mendukung, perithecia jarang sekali terbentuk, yang kerap muncul adalah

  pyenidia yang merupakan ciri khas dari kapang Phomopsis.

  2. Penicillium Tanaman teh dilaporkan memiliki kapang endofit dari marga

  Penicillium . Pada medium PDA jamur endofit Penicilluim sp. akan membentuk koloni berwarna hijau tua dengan warna putih disekelilingnya.

  Pengamatan secara mikroskopis memperlihatkan bahwa kapang tersebut memiliki rough cylindrical conidia dengan struktur conidiophore yang bercabang dua tingkat.

  3. Schizophyllum

  Schizophyllum adalah salah satu genus yang termasuk ke dalam

  Basidiomycetes. Kapang ini dicirikan dengan perkembangannya yang cepat, membentuk koloni seperti kapas dan memiliki tubuh buah seperti basidium. Karakterisasi morfologi dalam mengidentifikasi kapang ini adalah terbentuknya clamp connection.

  4. Fusarium Dalam mengidentifikasi jenis kapang Fusarium, karakter morfologi dan tipe conidia (spora) adalah hal yang penting. Summerell et al. (2003)

  

dalam Agusta (2006) mengajukan strategi untuk mengidentifikasi kapang

Fusarium . Langkah awal adalah mengamati morfologi koloni dengan

  parameter kecepatan berkembang dan ada tidaknya pigmentasi pada media PDA. Selanjutnya, mengamati terbentuk atau tidaknya chlamydospore serta bentuk dan ukuran macroconidia dan microconidia. Bentuk

  

macroconidia dari kapang Fusarium adalah sangat spesifik, berbentuk

  bulat panjang dan meruncing pada kedua ujungnya, atau seperti bulan sabit. Sementara microconidia sangat bervariasi dengan bentuk oval, , dan globose.

  pyriform, clavate, fusiform, napiform

2.3 Bahan Antimikroba

  Bahan antimikroba digunakan sebagai bahan untuk menghambat pertumbuhan dan metabolisme mikroba (Pelczar & Chan, 1988). Secara umum istilah antimikroba merupakan bahan penghambat pertumbuhan mikroorganisme, bila digunakan dalam menghambat kelompok organisme khusus maka sering digunakan istilah seperti antibakterial atau antifungal. Antimikroba adalah komposisi kimia yang berkemampuan dalam menghambat pertumbuhan atau mematikan mikroorganisme (Utami, 2005). Pelczar & Chan (1988) menjelaskan bahwa syarat-syarat bahan antimikroba sebagai berikut :

  1. Kemampuan mematikan mikroorganisme

  2. Mudah larut

  3. Bersifat stabil

  4. Tidak bersifat racun bagi manusia maupun hewan yang lain

  5. Homogen

  6. Efektif pada suhu kamar ataupun pada suhu tubuh

  7. Tidak menimbulkan karat dan warna

  8. Berkemampuan untuk menghilangkan bau yang kurang sedap 9. Mudah didapat dan harganya murah.

  Menurut Pelczar dan Chan (1988), cara kerja zat antimikroba dalam melakukan efeknya terhadap mikroorganisme adalah sebagai berikut : a. Merusak dinding sel Umumnya bekteri memiliki suatu lapisan luar yang kaku disebut dinding sel.

  Dinding sel berfungsi untuk mempertahankan bentuk dan menahan sel, dinding sel bakteri tersusun atas lapisan peptidoglikan yang merupakan polimer komplek yang terdiri atas rangkaian asam N-asetil glukosaminm dan asam N-asetilmuramat yang tersusun secara bergantian. Keberadaan lapisan peptidoglikan menyebabkan dinding sel bersifat kaku dan kuat sehingga mampu menahan tekanan osmotik dalam sel yang kaku. Struktur dinding sel dapat dirusak dengan cara menghambat pembentukannya atau dengan mengubahnya setalah selesai dibentuk. Pada konsentrasi rendah, bahan antimikroba yang ampuh akan menghambat pembentukan ikatan glikosida sehingga pembentukan dinding sel baru tergangu. Selanjutnya dijelaskan bahwa pada konsentrasi tinggi bahan antimikroba akan menyebabkan ikatan glikosida menjadi terganggu dan pembentukan dinding sel terhenti.

  Dinding sel bakteri menentukan bentuk karakteristik dan berfungsi melindungi bagian dalam sel terhadap perubahan tekanan osmotik dan kondisi lingkungan lainnnya. Dinding sel bakteri gram positif tersusun atas lapisan peptidoglikan relatif tebal, dikelilingi lapisan teichoic acid dan pada beberapa spesies memiliki lapisan polisakarida. Dinding sel bakteri gram negatif memiliki lapisan peptidoglikan relatif tipis dikelilingi lapisan lipoprotein, lipopolisakarida, fosfolipid dan beberapa protein. Peptidoglikan kedua jenis bakteri merupakan komponen yang menentukan rigiditas pada gram positif dan berperan pada integritas gram negatif. Oleh karena itu, gangguan pada sintesis dinding sel menyebabkan sel lisis dan dapat menyababkan kematian sel. b. Mengubah protein dan asam nukleat Kelangsungan hidup sel sangat tergantung pada molekul-molekul protein dan asam nukleat. Hal ini berati bahwa gangguan apapun yang terjadi pada pembentukan atau fungsi zat-zat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan total pada sel. Bahan antimikroba yang dapat mendenaturasi protein dan asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki lebih lanjut.

  c. Mengubah permeabilitas sel Sitoplasma dibatasi oleh selaput yang disebut membran sel yang mempunyai permeabilitas selektif. Membran sel tersusun atas fosfolipid dan protein.

  Membran sitoplasma berfungsi mengatur keluar masuknya bahan-bahan tertentu dalam sel. Apabila fungsi membran sel terganggu oleh adanya bahan antimikroba, maka permeabilitas sel bakteri akan mengalami perubahan, sehingga akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau kematian sel.

  d. Menghambat kerja enzim Di dalam sel terdapat enzim protein yang membantu kelangsungan proses metabolisme. Banyak zat kimia yang dapat mengganggu reaksi biokimia misalnya logam berat, golongan tembaga, perak, air raksa dan senyawa logam berat lain. Penghambatan kerja enzim akan menyebabkan proses metabolisme terganggu, sehinga aktifitas sel bakteri akan terganggu, hal tersebut dapat menyebabkan sel bakteri hancur dan akan mati. e. Menghambat sintesa DNA, RNA, dan protein DNA, RNA, dan protein memegang peranan penting dalam proses kehidupan normal sel. Beberapa bahan antimikroba dalam bentuk antibiotik dapat menghambat sintesis protein. Apabila keberadaan DNA, RNA dan protein mengalami gangguan atau hambatan pada pembentukan atau fungsi zat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan sel sehingga proses kehidupan sel terganggu.

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kerja Bahan Antimikroba

  Menurut Pelczar & Chan (1988), beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kerja bahan antimikroba sebagai berikut : a. Konsentrasi atau intensitas bahan antimikroba, makin tinggi konsentrasi bahan antimikroba maka semakin tinggi daya penghambatan atau daya bunuhnya (sampai batas tertentu).

  b. Sifat bahan antimikroba, terdapat golongan / bahan yang memiliki kemampuan bekerja relatif cepat dalam menghambat atau mematikan mikroorganisme dan ada yang memiliki aktivitas relatif sangat lambat.

  c. Jumlah, macam, umur dan kondisi mikroorganisme atau jasad yang dikenai, menghambat atau membunuh mikroorganisme dalam jumlah besar lebih sukar daripada mikroorganisme dalam jumlah kecil.

  d. Keasaman dan kebasahan (pH), mikroorganisme yang terdapat pada bahan dengan asam dapat dibasmi pada suhu yang lebih rendah dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan mikroorganisme yang sama dalam lingkungan basa.

  e. Suhu dan waktu, kenaikan suhu yang sedang secara besar dapat menaikkan keefektifan suatu bahan antimikroba. Setiap kenaikan 100 C dapat menyebabkan penggandaan angka kematian. Mikroorganisme yang berada cukup lama dalam bahan anti mikroba akan terhambat pertumbuhannya atau dapat mati, sebab waktu memberikan kontribusi dalam peresapan bahan antimikroba kedalam sel mikroorganisme.

2.5 Pengujian Aktivitas Bahan Antimikroba

  Menurut Tortora et al. (2001) pengujian aktivitas bahan antimikroba secara in vitro dapat dilakukan melalui dua cara yaitu:

  1. Metode Dilusi Metode dilusi digunakan untuk menentukan KHM (kadar hambat minimum) dan KBM (kadar bunuh minimum) dari bahan antimikroba. Prinsip dari metode dilusi adalah menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi medium cair dan sejumlah tertentu sel mikroba yang diuji. Selanjutnya masing-masing tabung diisi dengan bahan antimikroba yang telah diencerkan

  o

  secara serial, kemudian seri tabung diinkubasi pada suhu 37 C selama 18-24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan konsentrasi terendah bahan antimikroba pada tabung yang ditunjukkan dengan hasil biakan yang mulai tampak jernih (tidak ada pertumbuhan jamur adalah merupakan konsentrasi hambat minimum). Biakan dari semua tabung yang jernih ditumbuhkan pada medium agar padat, diinkubasi selama 24 jam, dan diamati ada tidaknya koloni jamur yang tumbuh. Konsentrasi terendah obat pada biakan pada medium padat yang ditunjukan dengan tidak adanya pertumbuhan jamur adalah merupakan konsentrasi bunuh minimum bahan antimikroba terhadap jamur uji.

  2. Metode Difusi Cakram (Uji Kirby-Bauer) Prinsip dari metode difusi cakram adalah menempatkan kertas cakram yang sudah mengandung bahan antimikoba tertentu pada medium lempeng padat yang telah dicampur dengan jamur yang akan diuji. Medium kemudian diinkubasi pada suhu 37 C selama 18-24 jam, selanjutnya diamati adanya area (zona) jernih disekitar kertas cakram. Daerah jernih yang tampak di sekeliling kertas cakram menunjukkan tidak adanya pertumbuhan mikroba. Jamur yang sensitif terhadap bahan antimikroba akan ditandai dengan adanya daerah hambatan disekitar cakram, sedangkan jamur yang resisten terlihat tetap tumbuh pada tepi kertas cakram.

2.6 Bakteri Escherichia coli

  Klasifikasi bakteri Escherichia coli menurut Bergey’s (2005) sebagai berikut:

  Kingdom : Bakteria Phyllum : Proteobacteria Classis : Gammaproteobacteria Ordo : Enterobacteriales Familia : Enterobacteriaceae Genus : Escherichia

  Species : Escherichia coli Bakteri E. coli merupakan bakteri gram negatif penghuni mormal saluran pencernaan manusia dan hewan. E. coli juga dapat menginfeksi saluran pencernaan makanan sehingga menimbulkan berbagai penyakit seperti diare. Bakteri E. coli banyak ditemukan di danau, sungai dan laut berasal dari tinja manusia dan hewan berdarah panas serta perairan yang terkontaminasi oleh

  • – limbah bersifat organik. Bakteri E. coli memiliki ukuran sel dengan panjang 2,0 6,0 μm dan lebar 1,1 – 1,5 μm, tidak ditemukan spora, bersifat fakultatif aerobik. Bakteri E. coli memiliki kapsula atau mikrokapsula terbuat dari asam
  • – asam polisakarida, memproduksi m
  • – macam fimbria atau pili. Fimbria merupakan rangkaian hidrofobik dan mempunyai pengaruh panas atau organ spesifik yang bersifat adhesi, mempunyai tipe metabolisme fermentasi dan respirasi tetapi pertumbuhannya paling sedikit banyak di bawah keadaan anaerob. Pertumbuhan bakteri yang baik terhadap suhu optimal 37 C pada media yang mengandung 1% peptone sebagai sumber karbon dan nitrogen (Feliatra, 2002).

  Bakteri E. coli mengandung enzim yang peka terhadap penisilin yakni enzim transpeptidase dan enzim D-alanine carboxypeptidase. Sifat resisten terhadap penisilin disebabkan target kerja yang melibatkan kerusakan dinding sel bakteri yakni dengan menghambat sintesis peptidoglikan. Membran dalam tersusun oleh peptidoglikan 1-10% dari dinding sel dan lipoprotein sedangkan membran luar tersusun atas lipoprotein 30%, fosfolipid 20-25 %, protein 40-45 % yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap lingkungan luar terhadap aksi antibiotik sehingga penisilin lebih sulit untuk mencapai target kerja. Resistensi yang terjadi diakibatkan oleh perubahan permeabilitas selubung sel mikroba, mekanisme kerjanya yaitu dengan menghambat sintesis protein pada ribosom, caranya dengan menghambat pemasukan aminoasil t-RNA pada fase pemanjangan (Azizah, 2002).

2.7 Bakteri Bacillus subtilis

  Klasifikasi bakteri Bacillus subtilis menurut Bergey’s (2005) sebagai berikut:

  Kingdom :Bacteria Phylum :Firmicutes Classis :Bacilli Ordo :Bacillales Familia :Bacillaceae Genus :Bacillus Species : Bacillus subtilis

  Bakteri B. subtilis merupakan bakteri gram positif, berbentuk batang, dapat ditemukan dan diisolasi dari tanah. Menurut Holt et al (1994) bakteri B. subtilis berukuran 0.5-2.5 x 1.2- 10 μm, hidup menyendiri, berpasangan atau membentuk

  o

  rantai. Bakteri B. subtilis mempunyai suhu optimum 25-37 C berkembang baik dengan endospora 0.6-0.9 x 1.0- 1.5 μm yang berbentuk bulat telur seperti silindris. Kemampuannya membentuk endospora memyebabkan bakteri B. subtilis lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan dan kritis seperti radiasi, panas, asam, desinfektan, kekeringan, nutrisi yang terbatas dan dapat dorman dalam jangka waktu yang lama.

  Bakteri B. subtilis memproduksi nitrit dari nitrat, asam dari dekstrin, xiklosa, arabinosa, glukosa, fruktosa, galaktosa, manosa, maltosa, sukrosa, gliserol dan manitol, selain itu B. subtilis juga dapat menghidrolisis pati. Menurut Jewets (1986) B. subtilis mampu menyebabkan penyakit yang mengganggu fungsi imun seperti meningitis (radang selaput otak dan saraf tunjang) dan gastroenteritis (radang perut dan usus) akut.

Dokumen yang terkait

IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT SEBAGAI ANTI KAPANG DARI

0 3 5

KARAKTERISASI DAN UJI DAYA ANTIBAKTERI ISOLAT BAKTERI ASAM LAKTAT DARI USUS ITIK (Anas domestica) TERHADAP Escherichia coli DAN Salmonella pullorum

1 11 21

STUDI PENGARUH PENAMBAHAN GLISEROL DAN SORBITOL TERHADAP STABILITAS ENZIM SELULASE DARI Bacillus subtilis ITBCCB148

0 30 52

AKTIVITAS FITOHORMON INDOLE-3-ACETIC ACID (IAA) DARI BEBERAPA ISOLAT BAKTERI RIZOSFER DAN ENDOFIT

0 0 7

Bacillus subtilis DARI TANAH TERHADAP BAKTERI Aeromonas hydrophila DAN Staphylococcus aureus

0 0 69

IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA AKTIF DARI KOMBINASI EKSTRAK RIMPANG SUKU ZINGIBERACEAE SEBAGAI ANTIBAKTERI - repository perpustakaan

0 0 15

SENSITIVITAS Escherichia coli DARI ISOLAT URIN PENDERITA ISK DI RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO TERHADAP BEBERAPA ANTIBIOTIK - repository perpustakaan

0 0 18

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI JAMUR ENDOFIT MFR-01 YANG DIISOLASI DARI TUMBUHAN INANG NAGASARI (Mesua ferrea, L.) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus DAN Escherchia coli - repository perpustakaan

0 1 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI JAMUR ENDOFIT MFR-01 YANG DIISOLASI DARI TUMBUHAN INANG NAGASARI (Mesua ferrea, L.) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus DAN Escherchia coli - repository perpustakaan

0 0 8

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI JAMUR ENDOFIT MFR-01 YANG DIISOLASI DARI TUMBUHAN INANG NAGASARI (Mesua ferrea, L.) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus DAN Escherchia coli - repository perpustakaan

0 8 6