TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF TERHADAP NAZ{IR WAKAF DI LEMBAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL ANAK AR-ROHMAH JORESAN MLARAK SKRIPSI

TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF TERHADAP NAZ{IR WAKAF DI LEMBAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL ANAK AR-ROHMAH JORESAN MLARAK SKRIPSI

  Oleh: AKHIDA NAFIS KURTUBI 210114096 JURUSAN AHWAL SYAKHSIYAH FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO

  

TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG

WAKAF TERHADAP NAZ{IR WAKAF DI LEMBAGA

KESEJAHTERAAN SOSIAL ANAK AR-ROHMAH

JORESAN MLARAK

  Diajukan untuk melengkapi syarat-syarat guna memperoleh gelar sarjana program strata satu (S-1) pada Fakultas Syariah Jurusan Ahwal Syakhsiyyah Institut Agama Islam Negerib (IAIN) Ponorogo

  

Oleh:

AKHIDA NAFIS KURTUBI

210114096

Pembimbing:

  

Dr. MIFTAHUL HUDA, M.Ag

NIP. 197605172002121002

JURUSAN AHWAL SYAKHSIYAH FAKULTAS SYARI’AH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

(IAIN) PONOROGO

  

ABSTRAK

Kurtubi, Akhida Nafis. 2018. Tinjauan Undang-undang Nomor 41 tahun 2004

  tentang Wakaf terhadap Naz{ir Wakaf di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Ar-Rohmah Joresan Mlarak. Jurusan Ahwal Syakhsiyyah Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Ponorogo. Pembimbing: Dr. Miftahul Huda, M.Ag

  Kata Kunci: Hukum Wakaf, Naz{ir, Undang-undang Nomor 41 tahun 2004

  Di samping sebagai salah satu aspek ajaran Islam yang berdimensi spiritual, wakaf juga merupakan ajaran yang menekankan pentingnya kesejahteraan ekonomi (dimensi sosial). Dalam kaitannya dengan wakaf, naz{ir merupakan salah satu peran sentral dalam pengurusan dan pengelolaan harta benda wakaf. Karena naz{ir adalah pelaku utama dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf. Dalam undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf, naz{ir memiliki beberapa hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugasnya. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Ar-Rohmah merupakan naz{ir wakaf yang berbentuk organisasi di bidang sosial, maka dari itu lembaga tersebut diharuskan melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai naz{ir organisasi sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.

  Berangkat dari latar belakang di atas, penelitian dilakukan untuk mengetahui dan menganalisa bagaimana keberadaan naz{ir wakaf di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Ar-Rohmah dan bagaimana hak dan kewajiban naz{ir wakaf di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Ar-Rohmah sesuai dengan Undang- undang nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf. Penelitian tersebut dilaksanakan di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Ar-Rohmah Desa Joresan Kecamatan Mlarak Kabupaten Ponorogo.

  Penelitian pada skripsi ini menggunakan jenis penelitian field research (penelitian lapangan) yang menggambarkan fenomena secara apa adanya dan dengan cara mencari data secara langsung dengan melihat objek yang akan diteliti.

  Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan lebih menekankan pada analisis proses penyimpulan secara induktif yang diperoleh dari data lapangan.

  Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa keberadaan naz{ir wakaf di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Ar-Rohmah tidak menyalahi undang- undang nomor 41 tentang wakaf pada pasal 10 ayat (2). Kemudian hak dan kewajiban naz{ir wakaf di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Ar-Rohmah juga terpenuhi seperti yang tertuan pada pasal 11 dan 12 undang-undang nomor 41 tentang wakaf.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemiskinan dan kesenjangan sosial di sebuah negara yang kaya akan

  sumber daya alam dan mayoritas penduduknya beragama islam seperti Indonesia, merupakan suatu keprihatinan. Jumlah penduduk miskin terus bertambah jumlahnya sejak krisis ekonomi pada tahun 1997 hingga saat ini.

  Pengabaian atau ketidakseriusan penanganan terhadap nasib dan masa depan puluhan kaum dhuafa yang tersebar dieluruh tanah air merupakan sikap yang berlawanan dengan semangat dan komitmen syariat Islam terhadap persaudaraan dan keadilan sosial. Masyarakat Indonesia yang pada saat ini sedang memasuki peradaban yang sudah maju, banyak dipengaruhi oleh paham modernisme barat yang cenderung individualistik dan materialistik yang pada kenyataannya banyak terjadi penguasaan harta oleh sekelompok orang dan

  1 melahirkan eksploitas kelompok minoritas antara si kaya terhadap si miskin.

  Di tengah problem sosial masyarakat Indonesia dan tuntutan akan kesejahteraan ekonomi akhir-akhir ini, keberadaan lembaga wakaf menjadi sangat strategis. Disamping sebagai salah satu aspek ajaran Islam yang berdimensi spiritual, wakaf juga merupakan ajaran yang menekankan

1 M. Fauzan Abdul Manan, Pokok-pokok Hukum Perdata: Wewenang Peradilan Agama,

  pentingnya kesejahteraan ekonomi (dimensi sosial). Wakaf dalam sejarah telah berperan penting dalam membantu kesejahteraan umat.

  Lembaga-lembaga ekonomi yang ditawarkan oleh Islam merupakan upaya-upaya strategis dalam upaya mengatasi berbagai macam problematika

  2

  kehidupan masyarakat. Sebagai salah satu potensi yang mempunyai pranata keagamaan yang bersifat ekonomis, wakaf seharusnya dikelola dan dikembangkan agar menjadi suatu instrumen yang mampu memberikan jawaban riil ditengah kehidupan problematika kehidupan masyarakat, khususnya di bidang ekonomi.

  Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya. Guna kepentingan ibadah atau keperluan lainnya sesuai

  3

  dengan ajaran Islam. Dengan demikian wakaf merupakan istilah keagamaan, hal ini selain sebagai pengabdian diri kepada Allah SWT. Juga berfungsi untuk memelihara rasa sosial sesama umat Islam. Dapat dipahami bahwa wakaf adalah salah satu usaha untuk memelihara hubungan dengan pencipta-Nya.

  Wakaf telah mengakar dan menjadi tradisi umat Islam dimanapun juga, tidak terkecuali Indonesia. Lembaga ini telah menjadi salah satu penunjang perkembangan masyarakat.

  Wakaf adalah ibadah yang diutamakan dalam Islam sebagai pendekatan diri kepada Allah SWT sekaligus modal dalam perkembangan dan kemajuan

2 Depag RI, Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf, (Jakarta: Ditjen Bimas Islam

  Penyelenggaraan Haji Proyek Peningkatan Pemberdayaan Wakaf, 2004), 73 agama Islam. Mewakafkan harta yang dimiliki, maka manfaat yang akan diperoleh lebih dari bersedekah atau berderma. Sebab harta wakaf bersifat abadi dan hasilnya dapat terus menerus dipergunakan untuk kepentingan masyarakat.

  Dalam literatur fiqih, pengertian wakaf yaitu menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama dzatnya kepada seseorang atau Naz{ir (pemelihara atau pengurus wakaf) atau kepada suatu badan pengelola, dengan ketentuan bahwa hasil atau manfaatnya dipergunakan sesuai dengan ajaran Islam. Benda yang diwakafkan tidak lagi menjadi hak milik yang mewakafkan, dan bukan pula milik tempat menyerahkan (Naz{ir), tetapi menjadi milik Allah (hak umat).

  Sedangkan menurut Undang-undang wakaf Nomor 41 tahun 2004 definisi wakaf adalah perbuatan hukum waqif untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya, untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai kepentingannya guna keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum menurut syariah.

  Hampir semua rumah ibadah, madrasah, perguruan tinggi Islam, dan

  4

  lembaga keagamaan Islam dibangun diatas tanah wakaf. Dalam sejarah Indonesia wakaf telah dikenal dan dilaksanakan oleh umat Islam sejak agama Islam pertama kali masuk ke Indonesia. Sebagai suatu lembaga Islam, wakaf telah menjadi salah satu penunjang perkembangan masyarakat. Jumlah tanah wakaf di Indonesia sangat banyak. Menurut data Departemen Agama Republik Indonesia terakhir terdapat 338.573 lokasi tanah wakaf dengan 49.809.00 Ha dan bersertifikat hanya 63,71 % antara lain yaitu masjid 44,89 % musholla 28,45 % sekolah 10,54 % pesantren 3,15 % makam 4,61 % dan sosial lainnya

  5 8,35 %.

  Pelaksanaan wakaf di Indonesia umumnya masih di dominasi pada penggunaan untuk tempat-tempat ibadah seperti masjid, pondok pesantren,

  6

  musholla atau langgar. Selain yang bersifat perorangan, terdapat juga wakaf gotong royong berupa masjid, madrasah, musholla, rumah sakit, jembatan dan sebagainya. Dengan mekanisme pembentukan panitia yang bertugas mengumpulkan dana, dan setelah dana terkumpul, anggota masyarakat sama- sama berkumpul untuk menyumbangkan tenaga untuk pembangunan wakaf yang dimaksud. Dalam pembangunan masjid atau rumah sakit, sumbangan bahan atau kalau berupa uang, uang tersebut dibelikan bahan untuk

  7

  pembangunan masjid atau rumah sakit. Sedangkan pengelolaan wakaf secara produktif di Indonesia, yakni memanfaatkan harta pokok untuk di inveastaikan hingga memperoleh keuntungan, kemudian keuntungan tersebut digunakan sesuai dengan tujuan wakaf, misalnya disalurkan untuk kepentingan ekonomi, pendidikan, dan dakwah masih sangat sedikit.

  Hal ini berbanding terbalik dengan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dilakukan oleh Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Ar-Rohmah Joresan Mlarak. Setelah melakukan identifikasi terkait dengan lembaga yang akan diteliti, penulis mendapatkan sebuah gambaran dan tujuan 5 6 (diakses hari Senin tanggal 19 Maret 2018 jam 16.15 WIB) Achmad Djunaidi, dkk. Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia, (Jakarta: Mitra

  Abadi Press), 23 yang hendak dicapai dalam penelitian, yaitu bagaimana Naz{ir wakaf dalam bentuk lembaga/badan hukum ini melaksanakan tugasnya sebagai penerima, pengelola, dan penyalur harta benda. Lembaga yang berada di bawah naungan perserikatan Muhammadiyah tersebut telah ada sejak tahun 2007. Lembaga tersebut awalnya adalah berasal dari seseorang yang mewakafkan tanahnya ke perserikatan Muhammadiyah Cabang Mlarak yang bertempat di Desa Joresan Kecamatan Mlarak Kabupaten Ponorogo. Kemudian pada tahun 2007 Pimpinan Muhammadiyah Cabang Mlarak memutuskan untuk mendirikan Panti Asuhan yatim piatu dan dhuafa yang diberi nama Ar-Rohmah, kemudian

  8 saat ini menjadi Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Ar-Rohmah.

  Lembaga tersebut mengasuh sedikitnya 25 anak kurang mampu baik yang berasal dari sekitar panti maupun dari luar kecamatan Mlarak, dan lembaga tersebut memiliki 4 orang pengasuh yang menetap. Dari total 25 anak, kurang lebih ada 20 anak yang menetap dan bermukim, sisanya tidak menetap di lembaga tersebut. Seluruh dari anak didik yang diasuh oleh lembaga kesejahteraan sosial anak Ar-Rohmah termasuk dalam kategori anak kurang mampu yang berhak mendapatkan bantuan dari hasil pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dilakukan oleh lembaga itu.

  Penyaluran harta benda wakaf diwujudkan dalam beberapa sektor, yaitu pendidikan, kesehatan, pakaian, makanan dan minuman, serta biaya-biaya penunjang lain yang dibutuhkan oleh anak-anak asuh tersebut. Lembaga

8 Dewi Yulianti, (hasil wawancara dengan salah satu pengasuh Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Ar-Rohmah), dilakukan pada tanggal 14 Maret 2018.

  Kesejahteraan Sosial Anak Ar-Rohmah merupakan lembaga yang terdaftar di Dinas Sosial Kabupaten Ponorogo, yang mana setiap prosedur dan administrasi terkait dengan harta benda wakaf di lembaga tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan aturan. Dalam lembaga tersebut ada 14 orang pengurus dan 4 orang pengasuh yang terdaftar dalam struktur dan kepengurusan. Bapak Drs.

  Rudi Purdiyanto, M. Pd. selaku ketua lembaga, Bapak Awaludin, S. Pd. selaku

  9 Sekertaris lembaga, dan Bapak Iskani bagian bendahara lembaga.

  Peran Naz{ir sebagai manajer atau pihak yang mendapat kepercayaan mengelola harta wakaf sangat penting. Walaupun para mujtahid tidak menjadikan Naz{ir sebagai rukun wakaf, namun para ulama’ sepakat bahwa wakif harus menunjuk Naz{ir wakaf yang mampu mengelola aset wakaf agar tetap terjaga dan terurus. Manajemen wakaf yang ideal menyerupai manajemen

  10 perusahaan, perlu tim kerja yang solid untuk memaksimalkan hasil wakaf.

  Kesungguhan pemerintah dalam mengelola wakaf terbukti dengan disahkannya Undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf. Dalam pasal 42 dan 42 Undang-undang tersebut, lembaga wakaf dituntut untuk dapat mengelola dan mengembangkan aset wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya. Dilaksanakan sesuai dengan prinsip syariah dan dilakukan

  11 secara produktif.

  9 Dewi Yulianti, (hasil wawancara dengan salah satu pengasuh Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Ar-Rohmah), dilakukan pada tanggal 14 Maret 2018. 10 Andy Agung Prihatna, dkk. Wakaf, Tuhan, dan Agenda Kemanusiaan, (Jakarta: Center for the Study of Religion Culture, 2004), 139 11 M. Attamimy, dkk. Himpunan Peraturan Perundang-undangan tentang Wakaf, (Jakarta:

  Berangkat dari latar belakang di atas, penulis tertarik melakukan penelitian mengenai bagaimana realitas Hak dan Kewajiban Naz{ir Wakaf di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Ar-Rohmah Joresan Mlarak (Tinjauan terhadap Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf). Hal tersebut dikarenakan LKSA Ar-Rohmah berdiri di atas tanah wakaf dan disana terdapat berbagai macam bidang pengelolaan tanah wakaf seperti panti asuhan, masjid, pondok pesantren. Dengan demikian wakaf tersebut sangat berpotensi menjadi wakaf produktif dan layak untuk menjadi objek penelitian.

B. RUMUSAN MASALAH

  Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penyusunan penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana Eksistensi Naz{ir Wakaf di Lembaga Kesejahteraan Sosial

  Anak Ar-Rohmah menurut undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf? 2. Bagaimana Hak dan Kewajiban Naz{ir Wakaf di Lembaga Kesejahteraan

  Sosial Anak Ar-Rohmah menurut undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf?

C. TUJUAN PENELITIAN

  Adapun hasil yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah terjawabnya semua permasalahan yang dirumuskan, yaitu:

1. Bagi Peneliti a.

  Untuk mendeskripsikan bagaimana Eksistensi Naz{ir Wakaf di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Ar-Rohmah b.

  Untung mengetahui dan menganalisa Hak dan Kewajiban tersebut dengan Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf

2. Bagi IAIN Ponorogo a.

  Sebagai sumbangan ilmu bagi jurusan Ahwal Syakhsiyyah pada khususnya dan seluruh mahasiswa yang lain pada umumnya yang berkaitan dengan wakaf b. Sebagai telaah pustaka bagi adik-adik angkatan IAIN Ponorogo Jurusan

  Ahwal Syakhsiyyah khususnya 3. Bagi Lembaga/Organisasi Pengelola Wakaf

  Diharapkan penelitian ini bisa menjadi contoh, bagaimana memanajemen wakaf yang baik, dari segi eksistensi dan pemenuhan hak serta kewajiban Naz{ir wakaf sesuai dengan undang-undang. Karena pada dasarnya wakaf itu dari umat dan untuk umat.

D. MANFAAT PENELITIAN

  Merujuk pada tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini sekurang- kurangnya diharapkan dapat memberikan dua kegunaan, yaitu:

  1. Manfaat teoritis, dapat memperkaya konsep atau teori yang menyokong perkembangan ilmu pengetahuan Hukum Keluarga Islam (Ahwal Al

  Syakhsiyyah ), khususnya yang terkait dengan wakaf.

2. Manfaat praktis, dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagi IAIN Ponorogo dan adik adik angkatan.

E. TELAAH PUSTAKA

  Kajian pustaka pada penelitian ini pada dasarnya untuk mendapatkan gambaran hubungan topik yang akan diteliti dengan penelitian yang sejenis yang pernah dilakukan penelitian lain sebelumnya, sehingga diharapkan tidak ada pengulangan materi penelitian secara mutlak. Kajian pustaka tersebut berupa kajian skripsi mahasiswa sebelumnya, akan tetapi kebanyakan pembahasan yang telah dilakukan oleh penelitian tersebut berbeda dari penelitian yang penulis lakukan. Letak perbedaannya yaitu terdapat dari segi pembahasan, tahun penelitian dan juga tempat dilakukannya penelitian tersebut. Penulis menemukan data yang berhubungan dengan penelitian yang sedang ditulis, antara lain:

  Penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa STAIN Ponorogo, Amirul Ihsan, tahun 2013. Efektifitas Pengelolaan Wakaf Uang di LMI (Lembaga

  Manajemen Infaq) Kota Madiun. Dalam penelitian tersebut penulis

  menekankan pada penghimpunan, pengelolaan, dan penyaluran wakaf uang sebagai salah satu upaya untuk pemberdayaan masyarakat, dibidang

  12 pendidikan khususnya.

  Penelitian yang dilakukan oleh Maylina Nihayatun Nikmah tahun 2017,

   Dalam skripsi ini membahas bagaimana manajemen penyaluran

  wakaf produktif di Swalayan Surya Ponorogo. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian lapangan. Penggalian data

12 Amirul Ihsan, Efektifitas Pengelolaan Wakaf Uang di LMI (Lembaga Manajemen Infaq)

  dilakukan dengan cara wawancara kepada beberapa narasumber yaitu, direktur Swalayan Surya, Naz{ir Perserikatan Muhammadiyah dan kepada Mauquf

  ‘Alaih. Dalam skripsi ini ditemukan beberapa model penyaluran wakaf

  produktif yaitu dengan cara: 1) Kedermawanan sosial; 2) Penguatan lembaga dan 3) Pemberdayaan. Dari ketiga model tersebut memberikan implikasi terhadap penyaluran wakaf produktif dan terwujud dalam tiga bidang pula,

  13 yaitu bidang pendidikan, bidang ekonomi, dan bidang kesehatan.

  Penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa STAIN Ponorogo, Dewi Susanti Liana tahun 2015

   Dalam Tesis ini membahas tentang bagaimana implementasi pengelolaan wakaf uang pada Yayasan Yatim Mandiri Surabaya.

  Peneliti menggunakan metode pendekatan kualitatif dalam melakukan penellitiannya. Dalam teknik pengumpulan data peneliti menggunakan metode wawancara, dokumentasi, dan observasi. Wakaf uang merupakan wakaf produktif, sejatinya pengelolaan wakaf uang dapat dimanfaatkan hasilnya terutama untuk pembiayaan sekolah anak-anak miskin. Dalam kaitannya dengan penerimaan dan pengelolaan wakaf uang, disini terdapat Zisco (Zakat, Infaq, Shadaqah dan Consultant) yang berperan sebagai Naz{ir wakaf yang menerima dan menghimpun wakaf dalam bentuk uang. Akan tetapi, dalam prakteknya peneliti menemukan problem yakni terkait dengan penerimaan dan pemanfaatan wakaf uang tersebut oleh Zisco. Sehingga peneliti melakukan

13 Maylina Nihayatun Nikmah, Manajemen Penyaluran Wakaf Produktif (Studi kasus di

  penelitian guna memperoleh data terkait dengan implementasi pengelolaan

  14 wakaf uang di yayasan tersebut.

  Penelitian yang dilakukan oleh Anita Fitriana tahun 2015,

   Dalam Tesis ini membahas mengenai bagaimana model

  pengembangan wakaf produktif di Pondok Pesantren Walisongo Ngabar, bagaimana penghimpunan sumber wakaf produktifnya, kemudian bagaimana cara memanfaatkan hasil wakaf produktif tersebut. Penelitian tersebut menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu penelitian yang dilakukan dengan menganalisis data yang diarahkan guna menjawab pertanyaan- pertanyaan dan fokus masalah. Dari penelitian tersebut, diperoleh sumber data tentang model pengembangan wakaf produktif di Pondok Pesantren Walisongo Ngabar yaitu dengan cara profesional-produktif. Profesinoalisme yaitu melalui pemberian masyarakat umum, aspek manajemen yang dilakukan, SDM keNaz{iran, dan pola kemitraan. Adapun produktifitas dari wakaf tersebut dikembangkan pada sektor usaha seperti unit pertanian, kantin, swalayan, penggilingan padi, jasa travel, konveksi, laundry, dan lain-lain. Dimana usaha- usaha tersebut dikelola dan dikembangkan dengan sangat produktif dan hasilnya dapat didistribusikan untuk pengembangan sarana ibadah seperti masjid, sarana bidang pendidikan, peningkatan mutu SDM, menambah

  15 investasi berupa pembelian tanah baru, dan lain-lain. 14 Dewi Susanti Liana, Implementasi Pengelolaan Wakaf Uang di Yayasan Yatim Mandiri Surabaya, Skripsi, (Ponorogo: STAIN Ponorogo, 2015) 15 Anita Fitriana, Model Pengembangan Wakaf Produktif di Pondok Pesantren Walisongo

  Penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa UIN Syarif Hidayatulloh Jakarta, Imam Saputra tahun 2009, Tinjauan Hukum Islam terhadap

  Pengelolaan dan Pengawasan Tanah Wakaf (Studi di KUA Karang Tengah, Ciledug). Dalam penelitian ini membahas tentang tinjauan hukum Islam

  terhadap pengelolaan dan pengawasan tanah wakaf yang dilakukan di KUA Karang Tengah kota Ciledug. Bagaimana peran KUA dalam melaksanakan

  16 pengelolaan dan pengawasan tanah wakaf di Kecamatan Karang Tengah.

  Dari beberapa penelitian tentang wakaf yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti diatas, ada perbedaan mendasar pada penelitian ini, yaitu membahas lebih khusus tentang Naz{ir wakaf. Adapun dari beberapa penelitian diatas lebih luas membahas tentang wakaf, pengelolaan, pemanfaatan, dan pengawasan. Maka perbedaan penelitian ini yaitu lebih khusus menganalisa bagaimana Hak dan Kewajiban Naz{ir Wakaf di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Ar-Rohmah.

F. METODE PENELITIAN 1.

  Jenis dan Pendekatan Penelitian Pendekatan yang dilakukan penulis adalah pendekatan kualitatif, sebagai suatu proses yang mencoba untuk mendapatkan pemahaman yang

  17

  lebih baik mengenai kompleksitas yang ada didalam interaksi manusia: Maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini menggunakan 16 pendekatan kualitatif, penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang

  Imam Saputra, Tinjauan Hukum Islam terhadap Pengelolaan dan Pengawasan Tanah

Wakaf (Studi di KUA Karang Tengah, Ciledug), Skripsi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatulloh, 2009)

17 Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu,

  menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tulisan atau lisan dari orang-

  18 orang dan perilaku yang dapat diamati.

  Ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan berperan serta. Sebab, dalam penelitian ini, peneliti bertindak

  19 sebagai instrumen kunci, sedangkan yang lain hanya sebagai penunjang.

  2. Kehadiran Peneliti Ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan berperan serta. Sebab, dalam penelitian ini, peneliti bertindak

  20 sebagai instrumen kunci, sedangkan yang lain hanya sebagai penunjang.

  Kehadiran peneliti merupakan salah satu kewajiban yang harus dipenuhi peneliti. Karena dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan partisipator yang harus berperan serta atau ikut andil dalam penelitian tersebut. Dengan kehadiran peneliti, peneliti dapat memahami kasus lebih rinci dengan cara pengumpulan data melalui berhadapan langsung pada objek yang sedang diteliti. Dengan demikian, hasil penelitian pun dapat dipertanggung jawabkan oleh peneliti.

  3. Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini penulis memilih lokasi di LKSA (Lembaga

  Kesejatheraan Sosial Anak) Ar-Rohmah Joresan Mlarak Kabupaten Ponorogo, yang mana LKSA ini merupakan nazdir wakaf dalam bentuk 18 badan hukum sebagai pengelola harta benda wakaf. 19 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2005), 1 Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008),

  20

  4. Data Penelitian dan Sumber Data Dalam penelitian ini, pengumpulan data meliputi latarbelakang berdirinya LKSA (Lembaga Kesejatheraan Sosial Anak) Ar-Rohmah

  Joresan Mlarak, struktur organisasi dan kepengurusan, serta keberadaan Naz{ir wakaf, pemenuhan hak dan kewajibannya sebagai Naz{ir. Sedangkan sumber data penulis menggunakan sumber manusia dan benda yang meliputi, pengurus LKSA (Lembaga Kesejatheraan Sosial Anak) Ar- Rohmah Joresan Mlarak, dokumentasi, arsip-arsip, dan lain-lain yang berkaitan dengan penelitian.

  5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis, menganalisis terhadap gejala-gejala tersebut terpusat kepada maknanya, maka analisis yang dilakukan harus menggunakan kebudayaan yang berlaku di masyarakat sebagai kerangka acuannya.

  a.

  Observasi Observasi dilakukan untuk mengetahui secara sistematik kejadian- kejadian, perikalu, obyek-obyek yang ada di LKSA (Lembaga Kesejatheraan Sosial Anak) Ar-Rohmah Joresan Mlarak. Mengamati dan melihat bagaimana harta benda wakaf dapat mencapai

  21 pemanfaatannya dengan baik dan maksimal. b.

  Wawancara Wawancara dengan cara melakukan pembicaraan informal, wawancara umum terarah, wawancara terbuka yang standar dengan pihak pengurus LKSA (Lembaga Kesejatheraan Sosial Anak) Ar- Rohmah Joresan Mlarak, dalam rangka mengetahui Hak dan Kewajiban Naz{ir Wakaf di LKSA (Lembaga Kesejatheraan Sosial Anak) Ar-Rohmah Joresan Mlarak.

  c.

  Dokumentasi Dokumentasi diharapkan membantu peneliti dalam mengumpulkan data atau informasi dan surat-surat berharga, pernyataan tertulis, dan sejauh mana pelaksanaan Hak dan Kewajiban Naz{ir Wakaf di LKSA (Lembaga Kesejatheraan Sosial Anak) Ar-Rohmah Joresan Mlarak.

6. Analisis Data

  Dalam membahas dan menganalisa Hak dan Kewajiban Naz{ir Wakaf di LKSA (Lembaga Kesejatheraan Sosial Anak) Ar-Rohmah Joresan Mlarak, mengkaji persoalan-persoalan yang umum kemudian diaplikasikan kedalam persoalan yang khusus. Setelah memperoleh data- data tentang Hak dan Kewajiban Naz{ir Wakaf di LKSA (Lembaga Kesejatheraan Sosial Anak) Ar-Rohmah Joresan Mlarak, maka penulis menganalisa pelaksanaan, Hak dan Kewajiban Naz{ir Wakaf di LKSA (Lembaga Kesejatheraan Sosial Anak) Ar-Rohmah Joresan Mlarak sesuai dengan aturan Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf.

G. SISTEMATIKA PEMBAHASAN

  Untuk mempermudah dalam penyusunan skripsi ini, maka pembahasan dikelompokkan menjadi lima bab yang masing-masing bab terdiri dari sub-bab yang berkaitan. Sistematika pembahasan skripsi ini secara detail adalah:

  BAB I : Berisikan pendahuluan yang memberikan gambaran umum dalam skripsi ini. Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penelitian terdahulu/telaah pustaka, metode penelitian, dan sistematika pembahasan

  BAB II : Berisikan kajian teori yang merupakan bagian dari isi penelitian, mengemukakan tinjauan terhadap beberapa penelitian terdahulu atau buku yang terbit sebelumnya. Diantaranya berisikan tentang penelitian terdahulu, sejarah wakaf dan deskripsi wakaf yang terbagi menjadi beberapa bagian diantaranya: pengertian wakaf, dasar hukum wakaf, fungsi dan tujuan wakaf, rukun wakaf, syarat wakaf, macam-macam wakaf.

  BAB III : Berisikan gambaran umum terhadap lokasi penelitian yaitu di LKSA (Lembaga Kesejatheraan Sosial Anak) Ar-Rohmah Joresan Mlarak. Pada bab ini dijelaskan struktur organisasi dan kepengurusan, prosedur dan administrasi harta benda wakaf di LKSA (Lembaga Kesejatheraan Sosial Anak) Ar-Rohmah Joresan Mlarak.

  BAB IV : Berisikan Hak dan Kewajiban Naz{ir Wakaf di LKSA (Lembaga Kesejatheraan Sosial Anak) Ar-Rohmah Joresan Mlarak sesuai dengan tinjauan Undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf. Dalam bab ini terbagi atas beberapa sub- bab yaitu: Bagaimana Hak dan Kewajiban Naz{ir Wakaf di LKSA (Lembaga Kesejatheraan Sosial Anak) Ar-Rohmah Joresan Mlarak. Serta bagaimana kesesuaian Hak dan Kewajiban Naz{ir Wakaf tersebut dengan Undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf.

  BAB V : Berisikan penutup dari rangkaian penulisan skripsi ini, yang memuat kesimpulan dan saran-saran, serta dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran.

BAB II HUKUM WAKAF DAN EKSISTENSI NAZ{IR A. WAKAF 1. Pengertian Secara Bahasa Secara bahasa wakaf berasal dari kata waqa>fa yang berarti berhenti, berdiri.

1 Kata al-waqf adalah masdar dari ungkapan waqfu al-

  sha> ’i yang berarti menahan sesuatu.

  2 Sedangkan dalam Fiqh, Wakaf

  menurut bahasa berarti berhenti, berdiri, berdiam di tempat atau menahan.

3 Kata al-waqf mengandung pengertian:

  Artinya: “Menahan-nahan harta untuk diwakafkan, tidak dipindah milikkan ”.

  4 2.

   Pengertian Secara Istilah

  Menurut istilah syara’, wakaf berarti menahan harta dan memberikan manfaatnya di jalan Allah SWT.

  5 Secara umum, wakaf

  adalah sejenis pemberian yang pelaksanaannya dilakukan dengan jalan

  1 Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir Kamus Bahasa Arab Indonesia. (Surabaya: Pustaka Progressif. 2022), 1576 2 Abd. Ghofur Anshari, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia, (Yogyakarta: Pilar Media, 2005), 7 3 Suhrawardi K. Lubis, dkk. Wakaf dan Pemberdayaan Umat, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), 3 4 Depag RI, Fiqih Wakaf, (Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen Bimbingan

  Masyarakat Islam Fiqih Wakaf , (Jakarta: 2007), 1 5 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 14. Alih Bahasa oleh Mohammad Nabhan Husein, menahan (pemilikan) asal (tah{bi>sul as{li), lalu menjadikan manfaatnya berlaku umum. Yang dimaksud tah{bi>sul as{li ialah menahan barang yang diwakafkan itu agar tidak diwariskan, dijual, dihibahkan, digadaikan, disewakan dan sejenisnya. Sedangkan cara pemanfaatannya adalah menggunakan sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif) tanpa

  6 imbalan.

  Adapun definisi wakaf menurut ahli fikih adalah sebagai berikut: a.

  Mazhab Hanafi Menurut Imam Abu Hanifah wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap milik si wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Berdasarkan definisi itu maka pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si wakif, bahkan ia dibenarkan menariknya kembali dan ia boleh menjualnya. Jika si wakif wafat, harta tersebut menjadi harta warisan buat ahli warisnya. Jadi yang timbul dari wakaf hanyalah

  “menyumbangkan manfaat”. Karena itu madzhab Hanafi mendefinisikan wakaf adalah: Tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus tetap sebagai hak millik dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu pihak

  7 kebajikan (sosial) baik sekarang maupun akan datang.

  6 Depag RI, Paradigma Baru Wakaf Di Indonesia (Direktoral Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam & Penyelenggaraan Haji, 2005), 1 7 Departemen Agama RI, Fiqh Wakaf (Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen b.

  Mazhab Maliki Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat suatu harta yang dimiliki (walaupun pemiliknya dengan cara sewa) untuk diberikan kepada orang yang berhak dengan satu akad (sighat) dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan wakif.

  Ibn Arafah mendefinisikan wakaf seperti yang dikutip oleh Abdul Ghofur: Memberikan manfaat sesuatu pada batas waktu keberadaannya, bersamaan tetapnya wakaf dalam kepemilikan si

  8 pemiliknya meski hanya perkiraan (pengandaian).

  Mazhab maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, namun wakaf tersebut mencegah wakif melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain dan wakif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik

  9 kembali wakafnya.

  c.

  Mazhab Syafi’i dan Ahmad bin Hambali Syafi’i dan Ahmad berpendapat bahwa wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan. Wakaf tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta yang diwakafkan, seperti: Perlakuan pemilik dengan cara pemilikannya 8 kepada yang lain, baik dengan tukaran atau tidak. Jika wakif wafat,

  Abd. Ghofur Anshari, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia, (Yogyakarta, Pilar Media, 2005), 10 harta yang diwakafkan tersebut tidak dapat diwarisi oleh ahli warisnya. Wakif menyalurkan manfaat harta yang diwakafkannya kepada mauquf ‘alaih (yang diberi wakaf) sebagai sedekah yang mengikat, di mana wakif tidak dapat melarang penyaluran sumbangannya tersebut.

  Apabila wakif melarangnya, maka qa>d{i> berhak memaksanya agar memberikannya kepada mauquf ‘alaih

  . Karena itu mazhab syafi’i mendefinisikan wakaf adalah: “Tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus sebagai milik Allah SWT, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu kebajikan (sosial)

  ”. Dari berbagai rumusan pengertian tentang wakaf dapat diartikan bahwa wakaf adalah memindahkan hak kepemilihan suatu benda abadi tertentu dari seseorang kepada orang lain (individu) atau organisasi Islam, untuk diambil manfaatnya dalam rangka ibadah untuk mencari ridha Allah SWT.

  10 3.

   Definisi Wakaf Dalam Perundang-Undangan

  Dalam PP nomor 28 tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik dijelaskan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakan selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.

  11

  10 Abd. Ghofur Anshari, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia..., 10 11 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik, bab I

  Definisi wakaf yang terdapat dalam peraturan pemerintah nomor 28 tahun 1977 memperlihatkan tiga hal: a.

  Wakif atau pihak yang mewakafkan secara perorangan atau badan hukum seperti perusahaan kemasyarakatan b.

  Pemisahan tanah milik belum menunjukkan pemindahan kepemilikan tanah milik yang diwakafkan. Meskipun demikian dengan melihat durasi yang ditetapkan, yaitu dilembagakan untuk selama-lamanya; ketentuan ini menunjukkan bahwa benda yang diwakafkan sudah berpindah kepemilikannya dari milik perorangan atau badan hukum menjadi milik umum (milik Allah).

  c.

  Tanah wakaf digunakan untuk kepentingan ibadah atau keperluan

  12 umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.

  Dalam UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf ditetapkan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuannya guna keperluan ibadah atau kesejahteraan umum menurut syariah. Definisi wakaf tersebut memperlihatkan dua hal: a.

  Pihak yang mewakafkan langsung disebut wakif tanpa memperinci pihak yang mewakafkan sebagaimana yang dirincikan dalam PP nomor 28 tahun 1977.

  b.

  Durasi wakaf, hal inilah yang membedakan definnisi wakaf menurut undang-undang nomor 41 tahun 2004 dengan peraturan perundang- undangan sebelumnya.

  Dalam peraturan perundang-undangan sebelumnya ditetapkan bahwa wakaf bersifat mu ‘abbad (abadi, selamanya atau langgeng). Benda yang diwakafkan tidak dapat ditarik kembali karena bukan lagi menjadi hak milik wakif (tapi menjadi milik umum). Sedangkan dalam undang- undang nomor 41 tahun 2004 terdapat ketentuan secara eksplisit yang menyatakan bahwa benda wakaf dapat dimanfaatkan selamanya atau jangka waktu tertentu. Oleh karena itu, dalam undang-undang nomor 41 tahun 2004 terdapat pengakuan terhadap wakaf mu‘aqqat (jangka waktu tertentu) dan pengakuan terhadap aqad wakaf yang ghair la>zm.

B. DASAR HUKUM WAKAF

  Al- Qur’an sebagai sumber hukum Islam yang utama memberi petunjuk secara umum tentang amalan wakaf. Sebab amalan wakaf termasuk salah satu yang digolongkan perbuatan baik. Ayat-ayat Al-

  Qur’an yang berkaitan dengan

  13

  wakaf tersebut antara lain:

1. Q.S Al-Hajj: 77

  َ ۡ ذ َۡيَ لۡٱ ْاوُلَعۡفٱ َو ۡمُكذبَر ْاوُدُبۡعٱ َو ٱسۡجُدُواْۤ َو ْاوُعَكۡرٱ ْاوُنَماَء َنيِ لَّٱ اَهُّي أَٰٓ َي

  ٧٧ َنوُحِلۡفُت ۡمُكذلَعَل Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ruku´lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan ”.

  Al- Qurthubi mengartikan “berbuat baiklah kamu” dengan pengertian pebuatan baik itu adalah perbuatan sunnah bukan perbuatan wajib. Sebab perbuatan wajib adalah kewajiban yang sudah semestinya dilakukan hamba kepada Tuhannya. Salah satu perbuatan sunnah itu adalah wakaf yang selalu menawarkan pahala disisi Allah. Bunyi akhir dari ayat diatas adalah mudah- mudahan kamu sekalian beruntung adalah gambaran dampak positif dari

  14 berbuat amal kebaikan termasuk wakaf.

  Memperhatikan penafsiran diatas yang menyebutkan bahwa al-kha>yr itu adalah perbuatan baik secara umum, antara lain adalah berwakaf. Dalam berwakaf ini hendaknya dilakukan dengan profesional, sehingga pengelolaannya dan peruntukannya dapat diatur dengan sebaik-baiknya.

  Menurut undang-undang wakaf, harta wakaf dapat digunakan untuk: a.

  Sarana dan kegiatan ibadah; b.

  Sarana dan kegiatan pendidikan, beasiswa, dan kesehatan; c. Bantuan untuk fakir miskin, anak terlantar dan yatim piatu; d.

  Peningkatan ekonomi umat; e.

  Kemajuan kesejahteraan umum.

2. Q.S Ali-Imran: 92

  َ ذللّ ٱ َشَ نِم ْاوُقِفنُت اَمَو ََۚنوُّبِ ُتُ اذمِم ْاوُقِفنُت ٰ ذتََّح ۡلٱ ْاوُلاَنَت نَل ذنِإَف ٖءۡ ذِب ٩٢ ۦ

  ٞميِلَع ِهِب Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya

  ”.

  Ayat diatas menunjukkan bahwa untuk sampai kebajikan (yang sempurna) adalah dengan cara menafkahkan sebagian harta yang dicintai.

  Menafkahkan atau mewakafkan harta yang dimiliki maksudnya bukan keseluruhannya melainkan sebagian saja dan dinakfkahkan dari harta yang dicintai bukan dari harta yang tidak dicintai. Ayat ini hendaknya dikaitkan dengan ayat 267 surat Al-Baqarah yang menjelaskan agar jangan memilih yang jelek untuk dinafkahkan. Dengan mewakafkan harta yang dicintai akan tampak keseriusan yang berwakaf seperti mewakafkan tanah milik di perkotaan yang harganya terus menerus meroket (bertambah mahal), tetapi karena ingin menggapai ridha Allah, seorang tidak merasa rugi melainkan merasa untung dapat memberikan yang terbaik untuk kepentingan umat. Dengan demikian

  15 sang wa>qif ada kepedulian sosial.

3. Q.S Al-Baqarah: 267

  َ َ ذ

  مُكَل اَنۡجَرۡخ َنيِ لَّٱ اَهُّي أَٰٓ َي ْاوُقِفنَأ ْآوُنَماَء

  أ ٓاذمِمَو ۡمُتۡب َسَك اَم ِتٰ َبِ ي َط نِم َ ذ ۡ َ َ ۡ ن أ ٓ لۡٱ ْاوُمذمَيَت لََو لۡٱ َنِ م

  بِ‍َٔا مُت ۡسَلَو َنوُقِفنُت ُهۡنِم لَِّ ِهيِهِخ ِضرۡ َثيِبَ

  َ ٢٦٧ ٌديِ َحَ َ ذللّٱ ذن أ ْآوُمَلۡعٱ َغ ْاو ُضِمۡغُت َو ِِۚهيِف

  ي ِن Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.

  Ayat diatas menampakkan bahwa yang diseru adalah orang-orang yang beriman. Dalam Al- Qur’an, seruan-seruan ayat ada yang ditujukan kepada orang-orang yang beriman, kepada nabi, kepada rasul, kepada orang-orang kafir, atau kepada manusia secara umum (tanpa melihat agama yang dianut).

  Bagi orang yang beriman banyak perintah yang harus dilakukan di antaranya adalah tentang bernafkah. Dalam ayat ini Allah memotivasi hamba-Nya untuk berinfak. Dalam keterangan lain dikatakan agar berinfak dari yang halal dan

  16 baik.

  Maksud bernafkah pada ayat ini adalah berwakaf. Peraturan berwakaf disini disebutkan sebagai berwakaf di jalan Allah sebagian hasil usaha. Oleh karena itu, tidak dikehendaki mewakafkan seluruh harta yang dimiliki karena juga harus memperhatikan ahli waris yang ditinggalkan. Dalam hal berwakaf 16 Muhammad Ali Al-Shabumi, Shafwah Al-Tafsir, Jilid I, cet. IV, dari Al-

  Qur’an Al- ini pun perlu diperhatikan apakah seseorang telah mengeluarkan zakat hartanya atau belum. Karena mengeluarkan zakat adalah wajib bila telah memenuhi persyaratan untuk itu.

  Selain ayat Al- Qur’an ada juga hadits Rasulullah SAW yang bisa dijadikan sebagai dasar hukum wakaf, yaitu:

  َد َم ا ُنْبا َتَام َاذِا َىلَّ َسَو ِهْيَلَع ُالله ىلَّ َص ِالله ُلْو ُسَر َلاَق : َلاَق ُهْنَع ُالله يَـ ِضَر َةَرـْيَرـُه بيَا ْنَع ( ) .

  

, ,

َل ْوُع ْدَي ٍةَيِراَج ٍةَقَد َص : ٍثَلاَث ْنِمىلاِا ُ ُلَُ َعَ َع َطَقْنِا ِلَّ ْسُم ُهَوَر ٍَل َوْوَا ٍحِل ا َص ِهِب ُعَفَتْنُي ٍ ْلَِّعْوَا

  Artinya : “Dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah SAW bersabda: “Apabila seseorang meninggal, maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara yaitu amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak soleh yang mendo ’akannya”. (HR. Muslim)

  Hadits tersebut dikemukakan didalam bab wakaf, karena para ulama

  17 menafsirkan shadaqah jariyah dengan wakaf.

  Ada hadits nabi yang lebih tegas menggambarkan dianjurkannya ibadah wakaf yaitu: Hadits riwayat Bukhari Muslim dari Ibnu Umar r.a yang mengatakan bahwa Umar r.a datang kepada nabi Muhammad SAW untuk minta petunjuk tentang tanah yang diperolehnya di khaibar, sebaiknya digunakan untuk apa, oleh Rasulullah SAW dinasihatkan: “Kalau engkau mau, tahanlah pokoknya dan sedekahkan hasilnya”. Umar mengikuti nasihat Rasulullah SAW tersebut,

17 Departemen Agama RI, Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis di

  kemudian disedekahkan (diwakafkan) dengan syarat pokoknya tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan dan tidak boleh diwariskan.

  18 Dari riwayat tersebut, dapat diperoleh ketentuan-ketentuan sebagai

  berikut: 1.

  Harta wakaf tidak dapat dipindahkan kepada orang lain, baik dijualbelikan, diwariskan atau dihibahkan

  2. Harta wakaf terlepas kepemilikannya dari wakif (orang yang berwakaf)

3. Tujuan wakaf harus jelas dan termasuk amal kebaikan menurut pandangan

  Islam 4. Harta wakaf dapat dikuasakan kepada pengawas yang mempunyai hak untuk ikut menikmati harta wakaf sekedar perlunya dan tidak boleh berlebih-lebihan 5. Harta wakaf dapat berupa tanah dan lain sebagainya yang tahan lama, tidak musnah seketika setelah dipergunakan.

  19 C. RUKUN DAN SYARAT WAKAF 1.

  Rukun Wakaf Terwujudnya suatu perbuatan hukum, selalu ditumpukan atas terpenuhinya berbagai rukun sebagai faktor penentu yang senantiasa di barengi oleh berbagai rukun tertentu sebagai faktor penunjang.

  20

  18 Syinqithy Djamaludin dan H.M. Mochtar Zoerni, Ringkasan Shohih Muslim, (Bandung: Penerbit Mizan, 2002), 539 19 Abd. Ghofur Anshari, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia..., 23 20 Taufiq Hamami, Perwakafan Tanah dalam Politik Hukum Agraria Nasional, (Jakarta:

  Menurut jumhur ulama ’ (Mazhab Malikiyah, Syafi’iyah, Zaidiyah dan Hanabilah) ada empat rukun yang harus dipenuhi dalam berwakaf, yaitu: a.

  Orang yang berwakaf (wa>qif) b.

  Harta yang diwakafkan (mauquf) c. Tujuan wakaf/kemana arah wakaf itu ditujukan (mauquf ‘alaih) d.

  Ikrar wakaf, yang jelas menunjukkan pada wakaf, seperti perkataan “aku wakafkan...”

  Dalam pasal 6 undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf, unsur atau rukun wakaf ditambah 2 hal lagi yaitu: a.

  Pengurus wakaf (Naz{ir) b.

  Jangka waktu wakaf 2. Syarat wakaf

  Masing-masing rukun wakaf di atas mempunyai syarat-syarat tertentu, yaitu: a.