TINJAUAN TERHADAP PENGELOLAAN WAKAF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

TINJAUAN TERHADAP PENGELOLAAN WAKAF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh : RATNA DUMILAH E.0003034 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2011

commit to user

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi) TINJAUAN TERHADAP PENGELOLAAN WAKAF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

Disusun oleh: RATNA DUMILAH NIM: E.0003034

Disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, 2 Februari 2011

Pembimbing

M.Adnan, S.H., M.Hum. NIP. 195407121984031002

commit to user

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi) TINJAUAN TERHADAP PENGELOLAAN WAKAF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

Oleh: RATNA DUMILAH NIM: E.0003034

Telah diterima dan disahkan oleh Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skrpsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta pada:

Hari

: Rabu

Tanggal : 2 Februari 2011 DEWAN PENGUJI

[1].

Agus Rianto, SH.,Mhum. NIP.196108131989031002

: …………………………………………

[2].

Zeni Lutfiyah, SAg., MAg. NIP.197210112005012001

: …………………………………………

[3].

M.Adnan, S.H., M.Hum. NIP. 195407121984031002

: ………………………………………....

Mengetahui Dekan Fakultas Hukum UNS,

Mohammad Jamin, S.H., M.Hum.

NIP. 19610930198601001

commit to user

Maha Suci Engkau, tiada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sungguh Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Maha

Bijaksana.

(QS Al Baqarah:32)

Jika engkau bisa, jadilah seorang ulama. Jika engkau tidak mampu, maka jadilah penuntut ilmu. Bila engkau tidak bisa menjadi seorang penuntut ilmu, maka cintailah mereka. Dan jika kau tidak mencintai mereka, janganlah engkau benci mereka."

(Umar bin Abdul Aziz)

Sesungguhnya setiap kedipan mata adalah nikmat, setiap helaan nafas adalah nikmat, karena itu bersyukurlah pada Sang Pemberi Nikmat.

commit to user

Karena doa, harapan dan kemuliaan hati mereka, dapat kuselesaikan karya ini untuk kupersembahkan kepada:

Allah yang menciptakan, yang memiliki segala sesuatu di langit dan di bumi, yang Maha Pemurah lagi Penyayang.

Ayahku yang pemegang kejujuran dan ibuku pendamping setia, kakak-kakakku yang tiada henti tiada putus asa membantu dan berkorban untukku. Ya Allah kasihilah mereka sebagaimana mereka mengasihiku sewaktu kecil.

Sahabat setia dalam suka dan duka yang senatiasa melimpahkan kesabaran, kasih sayang, semangat, menemani dan menghargai setiap usaha yang kulakukan.

Semoga Allah membalas kebaikan kalian, melimpahkan rahmat, memelihara dengan kerahimanNYA, dan menjadikan penggugur dosa.

commit to user

Nama : Ratna Dumilah NIM : E0003034

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:”Tinjauan Terhadap Pengelolaan Wakaf Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf ” adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini, diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 28 Januari 2011 Yang Membuat Pernyataan,

Ratna Dumilah NIM. E0003034

commit to user

Ratna Dumilah.

PENGELOLAAN WAKAF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengelolaan wakaf di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan bagaimana peran Badan Wakaf Indonesia sebagai lembaga yang berkompeten dalam pengelolaan wakaf menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif yaitu berusaha mengetahui bagaimana pengelolaan wakaf di Indonesia dan peran Badan Wakaf Indonesia sebagai lembaga perwakafan. Pendekatan yang digunakan untuk menelaah penulisan hukum ini adalah dengan pendekatan perundang-undangan. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Sumber bahan hukum yang digunakan ialah bahan hukum primer, sekunder dan tersier melalui studi kepustakaan dan cybermedia. Analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif dengan logika deduktif.

Berdasar penelitian ini, diperoleh hasil bahwa pengelolaan wakaf di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dilakukan oleh masyarakat melalui lembaga nazhir sesuai dengan prinsip syariah secara produktif. Nazhir dilarang melakukan perubahan peruntukkan harta wakaf kecuali atas ijin tertulis BWI. Harta wakaf berkembang dapat berupa benda bergerak. Wakaf tunai termasuk harta wakaf benda bergerak yang diwakafkan melalui lembaga keuangan syariah sebagai pengelola yang ditunjuk Menteri dan diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf tunai. Badan Wakaf Indonesia adalah lembaga independen yang dibentuk guna memajukan dan mengembangkan perwakafan nasional. Badan Wakaf Indonesia bertugas melakukan pembinaan, pengelolaan dan pengembangan terhadap penyelenggaraan wakaf berskala nasional dan internasional, bekerjasama dengan pemerintah dan masyarakat dengan memperhatikan saran dari Menteri dan Majelis Ulama Indonesia.

Kata Kunci: Wakaf, Pengelolaan Wakaf, Badan Wakaf Indonesia

commit to user

Ratna Dumilah. E.0003034. 2010. THE CONSIDERATION OF WAQF MANAGE ACCORDING TO LAW NUMBER 41 OF 2004 ABOUT WAQF. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Purpose of this research is to know how the waqf manage in Indonesia according to Law Number 41 0f 2004 about waqf and how Badan Wakaf Indonesia`s job as a competent waqf institution in waqf manage according to Law Number 41 of 2004 about waqf.

This research is a normative, prescriptive and that is to know how the waqf manage in Indonesia and Badan Wakaf Indonesia`s job as waqf institution. Some approaches used to analyse this law research is statute approach. The kind of data sources that being used are secondary data. The law material sources used are primary, secondary and tertiary data through literature study and cybermedia. The analysis of legal materials use qualitative with deductive logic.

Based on this result of research, the conclusion that the waqf manage in Indonesia according to Law Number 41 of 2004 is executing by society through nazhir institution according to syariah principe and productive. It is forbidden to nazhir to change purpose and and benefit of waqf except by legal license by BWI. Waqf object expand to moved and unmoved object. Cash waqf included moved object through syariah financial institution by minister order and published in Cash Waqf Sertificate. Badan Wakaf Indonesia is independent institution formed to progress and expand national waqf. Badan Wakaf Indonesia have order to constructing, managing and expanding national and international waqf manage, cooperation with government, and society obey advice from minister and religious former.

Key words: Waqf , Waqf Manage, Badan Wakaf Indonesia

commit to user

Bismillah

Alhamdulillah segala puji bagi Allah Maha Tinggi yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala nikmat ilmuNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) yang berjudul “TINJAUAN TERHADAP PENGELOLAAN WAKAF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF” ini dengan baik. Penulisan Hukum ini disusun dan diajukan penulis untuk melengkapi persyaratan guna memperoleh derajat S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada kata pengantar ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis, baik yang berupa materiil maupun immateriil selama proses penulisan karya tulis ini. Berbagai faktor yang menghambat penulis untuk sesegera mungkin menyelesaikan penulisan hukum ini tidak akan bisa penulis terlewati tanpa doa dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan penuh kerendahan hati penulis sampaikan terima kasih yang setinggi-tingginya, terutama kepada :

1. Bapak Mohammad Jamin, S.H, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret beserta jajarannya.

2. Ibu Maria Madalina, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik penulis.

3. Bapak M. Adnan, S.H., M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum dan Masyarakat yang telah membantu dalam penunjukkan dosen pembimbing skripsi dan telah bersedia meluangkan waktu berbagi ilmu memberi bimbingan dan masukan untuk penulisan hukum ini.

4. Bapak Joko Susilo yang sangat membantu penulis dalam penyelesaian studi di Fakultas Hukum ini.

5. Segenap dosen dan karyawan di Fakultas Hukum dan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang turut membantu penulis dalam menempuh studi yang tidak penulis sebutkan satu persatu.

commit to user

dengan kesabarannya selalu berdoa agar anaknya segera lulus dan menjadi insan mandiri yang bermanfaat bagi dunia dan akhiratnya. Mohon maaf jika selama ini mengecewakan dan belum mampu membuat kalian bangga.

7. Keluarga besar dengan saudara-saudara yang menyayangiku dan sangat aku sayangi, dengan beda dimensi pemikiran dan jarak yang jauh terbentang takkan memutus silatrahim kita. Terutama untuk mas Doni dan mas Farid, yang lelah bersusah payah membantuku dan selalu mendoakanku dengan tulus dan sabarnya. Juga mas Herry, mas Noer, mas Hadi, mas Fendi dan mbak Ida.

8. Sahabat setiaku dalam suka dan duka, belahan jiwa pelimpah kasih sayang penuh kesabaran yang senantiasa menemani dan mendampingiku dengan tiada pernah lelah, membimbing, mendoakan dan mengenalkan aku akan kebaikan dunia, Endra Dwisukma Abadi, terima kasih yang tak terhingga.

9. Adik-adikku di HMI yang sangat membantuku, yang mau menerimaku dengan segala kekuranganku dan sering merepotkan kalian, Dahat, Marthin, Adil, Yasser, Anung, Okky, Didit, Refi dan lainnya yang belum kusebut.

10. Bidadari-bidadari jelitaku Damai 1, yang telah sering direpotkan penulis, Yunita, Dita, Titin, Widi, Indah, Putri, Esty, Dini, Tami, Dessy, adik-adik baru Arum, Nurul, Aji, Rizky, Dwi dan semua warga Damai, terima kasih sudah mengizinkanku bernaung di sini.

11. Sahabat-sahabatku yang cantik dan hebat, yang menerimaku, menghiburku, mendampingiku dengan doa, menemani jalan-jalan dan memberi semangat, Fajar Afril, Ruci, Inung, Eny, dan Cita.

12. Tak lupa pula untuk yang sering menjadi penguji hati dan kesabaran, yang menjadi sumber inspirasi bagi karya tulis ini, Handry Purwandani.

commit to user

khususnya Bagian Zakat dan Wakaf yang telah mengizinkan penulis menggunakan koleksi perpustakaannya.

14. Semua pihak yang telah membantu dan memperlancar penyusunan Karya Tulis ini, yang belum penulis sebut satu persatu.

Penulis menyadari bahwa kualitas penulisan hukum ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis berharap saran dan kritik masukan kepada penulis guna penyempuranaan karya ini. Mudah-mudahan penulisan hukum ini mampu memberikan manfaat bagi kita semua.

Surakarta, Januari 2011

Penulis

commit to user

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pengelolaan Wakaf di Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf .......................................

36

B. Peran Badan Wakaf Indonesia sebagai Lembaga yang Berkompeten dalam Pengelolaan Wakaf Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 ................................................. 90

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................. 105

B. Saran ........................................................................................... 106

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 108

commit to user

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia dan juga memiliki aset wakaf yang cukup besar, perkembangan wakaf di Indonesia tertinggal jauh jika dibandingkan dengan negara-negara mayoritas penduduk muslim lain, hal ini tentunya dipengaruhi dengan berbagai faktor, di antaranya terkait dengan pengelolaan wakafnya, baik sistem pengelolaan wakaf maupun pihak pengelola wakafnya. Walaupun sudah ada BWI sebagai lembaga yang khusus menangani permasalahan wakaf di Indonesia. Namun harus ada pula usaha bersama antara pemerintah dan masyarakat untuk memaksimalkan peran lembaga tersebut (http://shariaeconomy.blogspot.com/2008/07/dr-uswatun-hasanah.html).

Selain itu, pemahaman masyarakat terhadap ihwal benda wakaf juga masih sempit. Harta yang bisa diwakafkan masih dipahami sebatas benda tak bergerak, yaitu tanah. Padahal, wakaf juga bisa berupa benda bergerak, antara lain uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual, dan hak sewa. Hal ini tercantum dalam Bab II pasal 16 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, dan juga sejalan dengan fatwa MUI ihwal diperbolehkannya wakaf uang.

Sebab lain adalah jumlah tanah strategis dan kontroversi pengalihan tanah wakaf, ditilik jumlah tanah wakaf, memang sangatlah luas. Tapi tak semuanya bisa dikategorikan tanah strategis. Hal ini bisa dicermati dari lokasi dan kondisi tanah. Kalau lokasinya di pedalaman desa dan tanahnya tak subur, secara otomatis, susah untuk diproduktifkan. Karena itu, jalan keluarnya adalah pengalihan tanah atau tukar guling (ruislag) untuk tujuan produktif, ternyata, langkah ini pun berbuah kontroversi.

Memang secara fikih, ada perbedaan pendapat antara mazhab satu dengan mazhab lainnya. Imam Syafii berpendapat bahwa tukar guling harta wakaf itu tidak boleh secara mutlak, apapun kondisinya. Sementara sebagian Ulama Syafiiyah (murid-murid Imam Syafii) membolehkan, asal digunakan untuk tujuan

commit to user

lebih produktif. Selain itu, Abu Zahrah, menyatakan bahwa Imam Hambali dan Hanafi juga memperbolehkan tukar guling dengan tujuan produktif (http://bw- indonesia.net). Jadi, tukar guling itu hakikatnya diperbolehkan oleh para fuqaha asal untuk tujuan produktif. Apalagi, kini permasalahan ini sudah diatur secara gamblang dalam Bab VI, pasal 49-51, PP No. 42 tahun 2006. Hal lain yang mempengaruhi perkembangan pengelolaan wakaf di negara kita adalah tanah wakaf yang belum bersertifikat. Ini lebih dikarenakan tradisi kepercayaan yang berkembang di masyarakat. Menurut kacamata agama, wakaf itu dipahami masyarakat sebagai ibadah yang pahalanya mengalir (shadaqah jariyah), cukup dengan membaca shighat wakaf seperti waqaftu (saya telah mewakafkan) atau kata-kata sepadan yang dibarengi dengan niat wakaf secara tegas. Dengan demikian, wakaf dinyatakan sah, jadi tidak perlu ada sertifikat dan administrasi yang dianggap ruwet oleh masyarakat. Akibatnya, tanah wakaf yang tidak bersertifikat itu tidak bisa dikelola secara produktif karena tidak ada legalitasnya. Belum lagi, bisa terjadi kasus penyerobotan tanah wakaf yang tak bersertifikat. Untuk itu, penyadaran kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikat tanah wakaf perlu digalakkan.

Selain hal-hal di atas, nazhir sebagai pengelola harta wakaf masih berprinsip tradisional dan cenderung konsumtif. Meski tidak termasuk rukun wakaf, para ahli fikih mengharuskan wakif (orang yang berwakaf) untuk menunjuk nazhir wakaf. Nazhir inilah yang bertugas untuk mengelola harta wakaf. Tapi, nazhir wakaf di Indonesia kebanyakan masih jauh dari harapan, dengan pemahaman yang masih terbilang tradisional dan cenderung bersifat konsumtif (non-produktif), tak heran jika pemanfaatan harta wakaf kebanyakan digunakan untuk pembangunan masjid dan kuburan. Secara benefit, apa yang bisa dihasilkan dari masjid dan kuburan? Bisa-bisa tidak dapat keuntungan malah tekor untuk biaya perawatan (http://bwi.or.id).

Melihat fakta-fakta di atas, baik perkembangan perwakafan di Indonesia maupun segala permasalahan yang ada, menunjukkan bahwa masyarakat maupun pemerintah sebagai lembaga yang terkait dengan penanganan wakaf masih belum

commit to user

wakaf, bagaimana pengelolaan wakaf yang baik dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini, serta sejauh manakah peran BWI sebagai lembaga yang berwenang dalam menangani masalah perwakafan di Indonesia sesuai undang- undang wakaf yang belaku, yaitu Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004.

Berdasarkan uraian dan permasalahan tersebut, maka penulis bermaksud mengadakan pengkajian dan penelitian yang lebih lanjut mengenai pengelolaan wakaf di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 serta bagaimana peran Badan Wakaf Indonesia sebagai lembaga yang berkompeten dalam pengelolaan wakaf menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dalam

bentuk penulisan hukum dengan judul "TINJAUAN TERHADAP PENGELOLAAN WAKAF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF”

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah adalah instansi vital dalam suatu karya ilmiah untuk mengidentifikasi permasalahan yang akan diteliti agar lebih khusus dan memperjelas arah penelitian, biasanya berisi pertanyaan–pertanyaan kritis, sistematis, dan representatif guna mencari jawaban dari persoalan yang akan dipecahkan. Arti penting perumusan masalah adalah sebagai pedoman bagi tujuan dan manfaat penelitian dalam rangka mencapai kualitas penelitian yang optimal.

Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan permasalahan yang diteliti oleh penulis adalah :

1. Bagaimana pengelolaan wakaf di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor

41 Tahun 2004 tentang Wakaf ?

2. Bagaimana peran Badan Wakaf Indonesia sebagai lembaga yang berkompeten dalam pengelolaan wakaf menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf ?

commit to user

Penelitian merupakan suatu tindakan untuk lebih mengetahui dan memahami objek yang diteliti.

Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas. Hal itu dimaksudkan untuk menjawab masalah yang telah dirumuskan secara tegas dalam perumusan masalahnya. Penelitian merupakan kegiatan ilmiah di mana berbagai data dan informasi dikumpulkan, dirangkai, dan dianalisa yang bertujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan juga dalam rangka pemecahan masalah yang dihadapi.

Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Obyektif

a) Untuk mengetahui pengelolaan wakaf di Indonesia menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

b) Untuk mengetahui peran Badan Wakaf Indonesia sebagai lembaga yang berkompeten dalam pengelolaan wakaf di Indonesia menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

2. Tujuan Subyektif

a) Untuk menambah, mengembangkan pengetahuan, pengalaman, dan pemahaman penulis mengenai ilmu hukum, khususnya peraturan hukum yang mengatur masalah perwakafan di Indonesia.

b) Untuk memberikan sumbangan berupa gambaran bagi ilmu pengetahuan pada umumnya dan khususnya ilmu hukum Islam.

c) Untuk memperoleh data dalam rangka penyusunan skripsi sebagai syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Nilai dari suatu penelitian dapat dilihat dari adanya manfaat yang dapat diberikan penelitian tersebut. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari diadakannya penelitian ini adalah :

commit to user

a) Memperkaya khasanah pemikiran dan pendapat hukum, memberi landasan teoritis dan praktis bagi perkembangan ilmu hukum.

b) Menambah referensi/perbendaharaan pustaka, atau dapat juga dijadikan sebagai sumber atau bahan dalam menyusun penelitian atau penulisan lain yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

2. Manfaat Praktis

a) Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis, serta menerapkan ilmu yang penulis peroleh selama berada di bangku kuliah.

b) Merupakan sarana sosialisasi, menambah pengetahuan, dan mengembangkan wawasan masyarakat terhadap permasalahan wakaf, pengelolaan wakaf, dan lembaga yang memiliki kompetensi dalam pengelolaannya.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian sangat diperlukan dalam suatu penelitian ilmiah.

1. Definisi Metode Penelitian Penelitian hukum pada hakikatnya juga suatu upaya untuk mencari dan menemukan pengetahuan yang benar mengenai hukum, yaitu pengetahuan yang dapat dipakai untuk menjawab atau memecahkan secara benar suatu masalah tentang hukum. Mencari dan menemukan itu tentu saja ada caranya. Cara itu disebut metode, sedangkan perbincangan keilmuan tentang keilmuan disebut metodologi (M. Syamsudin, 2007: 21).

Metode merupakan cara yang utama yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan, untuk mencapai tingkat ketelitian, jumlah dan jenis masalah yang dihadapi, akan tetapi dengan mengadakan klasifikasi yang berdasarkan pada pengalaman, dapat ditentukan teratur dan terpikirkannya alur yang runtut dan baik untuk mencapai suatu maksud (M. Syamsudin, 2007: 22).

commit to user

dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, gejala atau hipotesa, usaha mana dilakukan dengan mengunakan metode ilmiah. Pentingnya dilaksanakan penelitian hukum ialah untuk mengembangkan displin hukum dan ilmu hukum sebagai salah satu tridarma perguruan tinggi. Penelitian hukum itu bertujuan untuk membina kemampuan dan keterampilan para mahasiswa dan para sarjana hukum dalam mengungkapkan kebenaran ilmiah, yang obyektif, metodik, dan sistematik (Hilman Hadikusuma, 1995: 8).

2. Jenis Penelitian Penelitian dibutuhkan untuk memecahkan atau menyelesaikan suatu masalah atau problem. Pada umumnya kegiatan penelitian ini diawali dengan mencari sumber-sumber pengetahuan yang dapat dijadikan rujukan untuk menjawab atau memecahkan masalah tersebut.

Jenis penelitian hukum dapat dibedakan antara lain penelitian hukum normatif dan penelitian hukum sosiologis/empiris. Biasanya penelitian hukum normatif yang diteliti adalah bahan pustaka atau data sekunder, sedangkan penelitian hukum empiris yang diteliti adalah keberfungsian hukum dalam masyarakat, terkait mengenai implementasi hukum di masyarakat (Soerjono Soekanto, 2006: 52).

Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penyusunan penulisan hukum ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Penelitian hukum normatif atau kepustakaan tersebut mencakup (Soerjono Soekanto, 2001: 13-14):

a. Penelitian terhadap asas-asas hukum

b. Penelitian terhadap sistematik hukum

c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horisontal

d. PenelitianPerbandingan hukum

e. Sejarah hukum.

commit to user

pada penelitian terhadap sistem pengelolaan wakaf di Indonesia menurut berlakunya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

3. Sifat Penelitian Sifat penelitian dalam penelitian hukum normatif adalah preskriptif. Sifat ini sesuai dengan karakteristik ilmu hukum karena mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum. Penelitian hukum yang bersifat preskriptif mengangkat kejadian-kejadian mengenai makna hukum di dalam kehidupan bermasyarakat (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 22).

4. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian berguna untuk membatasi peneliti mengeksplorasi landasan konseptual yang kelak bisa membedah objek penelitian. Pendekatan (approach) merupakan suatu cara untuk mendekati objek penelitian dan menentukan dari sisi mana sebuah objek penelitian akan dikaji.

Oleh karena itu, pendekatan penelitian hendaklah diartikan sebagai cara mendekati objek penelitian dari sisi tertentu. Pendekatan penelitian menjadi dasar untuk menentukan teori penelitian. Pendekatan penelitian janganlah dianggap memberatkan mahasiswa hukum yang akan menulis proposal penelitian. Sebaliknya, ia justru membantu mahasiswa hukum untuk tetap memelihara efisiensi penelitian (M. Syamsudin, 2007:56).

Dalam penelitian hukum dogmatik, beberapa pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan perbandingan (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach).

commit to user

pendekatan undang-undang. Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan masalah hukum yang sedang ditangani (M. Syamsudin, 2007: 58).

5. Jenis Data Dilihat dari sumbernya, jenis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, yaitu data atau informasi hasil penelaahan dokumen penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya, bahan kepustakaan seperti buku-buku, literatur, koran, majalah, jurnal, maupun arsip-arsip yang berkesesuaian dengan penelitian yang dibahas (Soerjono Soekanto, 2002: 16).

Selain data sekunder, penulis juga menggunakan jenis data tersier berupa artikel dari media internet guna melengkapi penelitian hukum ini. Menurut Soerjono Soekanto dalam bukunya Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, data sekunder di bidang hukum ditinjau dari kekuatan mengikatnya dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yang terdiri dari;

1) Norma (dasar) atau kaidah dasar, yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

2) Peraturan Dasar

a) Batang Tubuh UUD 1945

b) Ketetapan MPR

3) Peraturan Perundang-undangan

a) Undang-undang dan peraturan yang setaraf

b) Peraturan Pemerintah dan peraturan yang setaraf

c) Keputusan Presiden dan peraturan yang setaraf

d) Keputusan Menteri dan keputusan yang setaraf

e) Peraturan-Peraturan Daerah

4) Bahan hukum yang tidak terkodifikasi, seperti, hukum adat

commit to user

6) Traktat

7) Bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih berlaku, seperti, KUHP (yang merupakan terjemahan yang secara yuridis formal bersifat tidak resmi dari Wetboek van Strafrecht).

b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti;

1) Rancangan peraturan perundang-undangan

2) Hasil karya ilmiah para sarjana

3) Hasil-hasil penelitian

c. Bahan hukum tersier atau penunjang, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, misalnya bahan dari media internet, kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan sebagainya (Soerjono Soekanto, 2002: 13).

6. Sumber Data Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian hukum normatif ini meliputi:

a) Sumber data primer, yaitu sumber data yang terdiri dari peraturan perundang-undangan berupa Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

b) Sumber data sekunder, yaitu sumber data yang terdiri dari buku-buku, karya ilmiah, makalah hasil seminar, dokumen resmi, artikel yang ditulis oleh ahli hukum dan lain sebagainya yang terkait dengan penelitian ini.

c) Sumber data tersier atau penunjang, yaitu sumber data yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap sumber data primer dan sekunder, misalnya materi dari media internet, kamus, dan ensiklopedia.

7. Teknik Pengumpulan Data Banyak cara yang dapat ditempuh oleh peneliti untuk mengumpulkan data penelitian, yaitu:

a. Studi dokumen atau kepustakaan

commit to user

c. Wawancara

d. Pengamatan (observasi)

e. Tes atau eksperimen Cara pengumpulan data yang sebaiknya dipergunakan tergantung pada ruang lingkup dan tujuan penelitian hukum yang akan dilakukan, terutama tergantung pada tipe data manapun yang dibutuhkan. Meskipun demikian, tipe data manapun yang ingin diperoleh, selalu terlebih dahulu harus dilakukan studi kepustakaan (M.Syamsudin, 2007: 101).

Dalam penulisan hukum ini penulis memilih pengumpulan data berupa studi pustaka dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen resmi, dan data dari internet berupa artikel.

8. Teknik Analisis Data Pengolahan data adalah kegiatan mengorganisasikan atau menata data sedemikian rupa sehingga data penelitian tersebut dapat dibaca (readable) dan ditafsirkan (interpretable). Sementara itu, analisis data adalah kegiatan pemaknaan dan penafsiran terhadap hasil pengolahan data. Pemaknaan dan penafsiran data dilakukan dengan menggunakan perspektif tertentu oleh peneliti (M. Syamsudin, 2007: 119-120).

Pengolahan dan analisis data kualitatif adalah teknik yang lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada dinamika hubungan antarfenomena yang diamati, dengan menggunakan logika ilmiah (M.Syamsudin, 2007: 133).

Teknik analisis data yang digunakan penulis adalah analisis data kualitatif yang menelaah isi dari Undang-Undang Wakaf guna menjawab permasalahan yang dibahas.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Guna mendapatkan deskripsi yang menyeluruh mengenai materi yang dibahas dalam penulisan hukum ini, penulis menguraikan sistematika penulisan hukum sebagai berikut:

commit to user

A. Latar Belakang Masalah Dalam latar belakang masalah, dikemukakan apa yang menjadi

latar belakang dalam menyusun penulisan hukum ini, yaitu masalah perwakafan di Indonesia, meliputi pengelolaan wakaf di Indonesia, dan peranan Badan Wakaf Indonesia sebagai lembaga yang berkompeten dalam bidang wakaf di Indonesia, sesuai Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

B. Perumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian

1) Tujuan Objektif

2) Tujuan Subjektif

D. Manfaat Penelitian

1) Manfaat Teoritis

2) Manfaat Praktis

E. Metode Penelitian

F. Sistematika Penulisan Hukum

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori Dalam kerangka teori, dikemukakan tentang teori-teori yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas, yaitu tentang wakaf, pengelolaan wakaf dan tentang Badan Wakaf Indonesia.

B. Kerangka Pemikiran Dalam kerangka pemikiran, dikemukakan keterkaitan masalah yang akan dibahas dengan teori-teori yang ada dalam bentuk sistematika bagan, yaitu hubungan antara masalah wakaf, pengelolaan perwakafan, Badan Wakaf Indonesia dan peranannya menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini disajikan tentang deskripsi pengelolaan wakaf di Indonesia, meliputi masalah umum wakaf, masalah kontemporer wakaf dan solusinya, pengelolaan wakaf menurut Undang-Undang Wakaf serta

commit to user

kompetensinya menurut Undang-Undang Wakaf. BAB IV. PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran-saran

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

commit to user

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan tentang Wakaf

a. Pengertian Wakaf Menurut bahasa, wakaf berasal dari kata bahasa arab “waqafa” yang berarti menahan atau berhenti di tempat. Ada berbagai pengertian wakaf yang telah dikenal masyarakat Indonesia, baik menurut bahasa, istilah, maupun ahli fiqh. Pengertian wakaf menurut bahasa Arab berarti “al- habsu ”, yang berasal dari kata kerja habasa-yahbisu-habsan, menjauhkan orang dari sesuatu atau memenjarakan. Kemudian kata ini berkembang menjadi “habbasa” dan berarti mewakafkan harta karena Allah (Adijani al-Alabij, 1989: 23).

Wakaf menurut istilah, berdasar pendapat Basjir Azhar yang juga dikutip Farid Wasjdy dan Mursyid dalam buku Wakaf dan Kesejahteraan Umat (2007:29), wakaf adalah penahanan harta yang dapat diambil manfaatnya tanpa musnah seketika dan untuk penggunaan yang mubah serta dimaksudkan untuk mendapatkan keridhaan Allah.

Secara harfiah wakaf bermakna “pembatasan” atau larangan, dalam Islam, kata wakaf dimaksudkan pemilikan atau pemeliharaan harta benda tertentu untuk diambil manfaat sosial tertentu dan agar mencegah penggunaan harta wakaf tersebut di luar tujuan yang telah ditetapkan.

Abu Bakar Jabir Al-Jazairi mengartikan wakaf sebagai penahanan harta sehingga harta tersebut tidak diwarisi, atau dijual, atau dihibahkan dan mendermakan hasilnya kepada penerima wakaf (Farid Wadjdy dan Mursyid, 2007: 30).

Abu Hanifah mendefinisikan wakaf sebagai penahanan pokok suatu harta dalam tangan pemilikan wakif dan hasil pemilikan barang itu digunakan untuk tujuan amal shaleh.

commit to user

memberi pengertian wakaf, perbedaan tersebut memberi akibat hukum yang berbeda pula terhadap akibat hukumnya. Menurut ahli fiqh Hanafiyah, wakaf adalah menahan materi benda dan menyedekahkan manfaatnya kepada siapapun untuk tujuan kebajikan. Akibat hukumnya wakif tetap menjadi pemilik harta, sedangkan yamg diwakafkan adalah manfaatnya. Malikiyah berpendapat, wakaf adalah memanfaatkan harta yang dimiliki (walau harta tersebut pemilikannya diperoleh dengan cara sewa) untuk diberikan pada orang yang berhak dengan jangka waktu tertentu. Definisi tersebut hanya menentukan pemberian wakaf hanya kepada orang atau tempat yang berhak saja. Syafi`iyah berpendapat wakaf adalah menahan harta yang bisa memberi manfaat serta kekal materi bendanya dengan cara memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki wakif untuk diserahkan kepada nazhir yang diperbolehkan oleh syariah. Akibat hukumnya, harta yang diwakafkan adalah harta yang bersifat kekal materi bendanya, tidak mudah rusak atau musnah dan dapat diambil manfaatnya secara terus-menerus. Hanabilah mendefinisikan wakaf yaitu perbuatan menahan harta dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan.

Dalam peraturan pemerintah terdahulu yaitu PP Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik pada Pasal 1 ayat (1) terdapat pengertian wakaf yaitu perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian harta kekayaan berupa tanah milik untuk selama-lamanya guna kepentingan peribadatan atau keperluan umum sesuai ajaran Islam.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 sendiri telah mengatur definisi wakaf sebagai berikut : “Wakaf adalah perbuatan wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kasejahteraan umum menurut syariah”.

commit to user

definisi yang berbeda-beda mengenai wakaf, dapat ditarik kesimpulan bahwa eksistensi benda wakaf haruslah bersifat tetap, artinya walau faedah harta itu telah diambil, namun benda yang diwakafkan tersebut masih tetap ada selama-lamanya, sedangkan hak pemilikannya berakhir dan berpindah ke tangan Tuhan. Jadi maksudnya wakaf dipersembahkan wakif (pewakaf) untuk tujuan amal guna mendapat keridhaan Tuhan (Bahder Johan Nasution dan Sri Warjiyati, Hukum Perdata Islam: 1997).

Tujuan wakaf tersebut sesuai dengan fungsi wakaf yang disebutkan oleh Pasal 5 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 yang menyatakan wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum (http://www.bwi.or.id).

b. Landasan Hukum Wakaf Landasan hukum wakaf tidak terdapat secara jelas di dalam Al- Quran, namun beberapa ayat Al-Quran yang memberi petunjuk dapat dijadikan rujukan berdasar keumuman sifat ayat yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah. Ayat-ayat tersebut adalah:

1) Al-Baqarah:267 yang artinya:

“Hai orang-orang yang beriman! Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usaha kamu yang baik-baik, dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu”.

2) Ali Imran:92 yang artinya:

“Kamu sekali-sekali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian dari apa yang kamu cintai”.

3) Al Hajj:77 yang artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman, rukuk dan sujudlah kamu dan sembahlah Tuhanmu serta berbuatlah kebaikan supaya kamu berbahagia ”.

commit to user

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui”.

Tidak hanya bersumber dari ayat Al-Quran, dasar hukum wakaf juga ada yang berasal dari hadist, yaitu:

1) Hadist Riwayat Al-Jamaah dari Ibnu Umar

”Dan dari Ibnu Umar, bahwa Umar pernah mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, lalu ia bertanya: “Ya Rasulullah! Aku mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, suatu harta yang belum pernah kudapat sama sekali yang lebih baik bagiku selain tanah itu, lalu apa yang hendak Engkau perintahkan padaku?” maka Nabi menjawab, ”jika engkau suka, tahanlah pangkalnya dan sedekahkan hasilnya,” Lalu Umar menyedekahkannya dengan syarat tidak boleh dijual, tidak boleh diberikan, dan tidak boleh diwarisi, yaitu untuk orang-orang fakir, untuk keluarga dekat, untuk memerdekakan hamba sahaya, untuk menjamu tamu, dan untuk orang yang keputusan bekal dalam perjalanan (Ibnu Sabil); dan tidak berdosa orang yang mengurusinya itu untuk memakan sebagiannya dengan cara yang wajar dan untuk memberi makan (kepada keluarganya) dengan syarat jangan dijadikan hak milik dan dalam satu riwayat dikatakan: dengan syarat jangan dikuasai pokoknya”.

2) Hadist Riwayat An-Nasai dan Turmudzi dari Ustman

“Dan dari Ustman, bahwa Nabi SAW pernah datang ke Madinah, sedangkan di Madinah ketika itu tidak ada air tawar kecuali sumur rumah, lalu ia bersabda, ”Siapakah yang mau membeli sumur rumah lalu ia memasukkan timbanya ke dalam sumur itu bersama timba- timba kaum Muslimin yang lainnya, dia akan mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari tulang punggung hartaku”(hadist ini hasan).

commit to user

“Rasulullah SAW bersabda, ”Barangsiapa menahan kuda untuk sabilillah dengan iman dan ihtisab (mengharap pahala), maka tubuh kuda, kotoran dan kencingnya menjadi timbangan kebaikannya”.

4) Hadist Riwayat Abu Dawud dari Ibnu Abbas

“Dari Ibnu Abbas, ia berkata, ”Rasulullah SAW berkehendak melakukan ibadah haji, seorang istri berkata kepada suaminya, ”hajikan saya bersama Rasulullah, dan suami menjawab, aku tidak punya sesuatu untuk menghajikanmu. Si istri berkata, hajikan saya dengan untamu. Si suami menjawab, itu adalah penahan harta untuk jalan Allah. ”Suami datang kepada Rasulullah, Rasulullah SAW bersabda, ”Adapun engkau, jika engkau hajikan dia dengan untamu, itu adalah fi sabilillah.”

Perjalanan panjang keberadaan wakaf di Indonesia tercermin dalam peraturan perundangan yang keberadaannya mengawali sekaligus menlandasi pengaturan wakaf dan pengelolaannya secara formal.

1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tanggal 24 September 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Pasal 29 ayat (1) memberi isyarat bahwa “Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah”.

2) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan

Tanah Milik.

3) Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978 tentang Perwakafan

Tanah Milik.

4) Keputusan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 1978 tentang Pendelegasian Wewenang Kepala-Kepala Kantor

Wilayah Departemen Agama/Provinsi/setingkat di seluruh Indonesia untuk mengangkat setiap Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW).

5) Instruksi bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor

1 Tahun 1978 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 28

commit to user

kepada Gubernur dan Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi se-Indonesia.

6) Surat Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D.II/5/Ed/11/1981 tanggal 16 April 1981 tentang Petunjuk Pemberian Nomor Pada Formulir Perwakafan Tanah Milik.

7) Surat Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D.II/5/Hk/901/1989 tentang Petunjuk Perubahan Status Tukar-Menukar Tanah Wakaf.

8) Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

9) SKB antara Departemen Agama dan Badan Pertanahan Nasional tanggal 19 Oktober 2004 Nomor 422 Tahun 2004 tentang Percepatan Sertifikasi Tanah Wakaf.

Perwakafan di Indonesia apabila ditinjau dari aspek historis, umumnya berobyek tanah, sehingga tidak heran bila peraturan perundang- undangan yang ada mengatur tanah saja, hal ini terlihat dari UUPA Nomor

5 Tahun 1960 dan PP Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.

Ditinjau dari aspek teologis adalah Allah SWT dalam agama Islam mengajarkan pada umatnya akan perwujudan keadilan sosial. Prinsip pemilikan harta dalam Islam adalah tidak dibenarkannya harta hanya dikuasai oleh sekelompok orang. Hal ini menimbulkan wakaf sebagai instrumen sosial dari teologi Islam.

Regulasi wakaf berupa Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 mengenai Perwakafan Tanah Milik dan Kompilasi Hukum Islam belum secara utuh mengatur permasalahan-permasalahan wakaf misalnya Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977 mengenai Perwakafan Tanah Milik yang substansinya hanya berkisar pada harta wakaf berupa tanah milik. Belum adanya peraturan mengenai benda wakaf dalam bentuk benda bergerak yang pada masa ini justru menjadi variabel penting dalam pengembangan ekonomi. Belum adanya instrumen hukum yang jelas

commit to user

menjadikan kehadiran Undang-Undang Wakaf sangat urgen di tengah kehidupan masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim.

Wakaf merupakan lembaga amal yang bersumber dari hukum Islam, walaupun lembaga wakaf ini bersumber dari hukum Islam, namun bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam sudah mengenal dan mengetahui lembaga wakaf sebagaimana yang diatur hukum Islam semenjak sebelum merdeka. Oleh karena itu, pihak pemerintah kemudian menetapkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, dan untuk melengkapi undang-undang tersebut, pemerintah juga telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004.

c. Ruang Lingkup Wakaf

1) Dalam fikih Islam, ada 4 unsur atau rukun yang harus dipenuhi dalam berwakaf, yaitu: waqif (orang yang berwakaf), al-mauquf (harta yang akan diwakafkan), al-mauquf alaih (pihak yang akan menerima wakaf) dan sighat (lafal atau ikrar wakaf).

2) Selain rukun sebagai unsur pokok yang harus dipenuhi, terdapat juga

beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu:

a) Syarat wakif

(1) Orang yang berwakaf memiliki secara penuh harta tersebut,

dan berwakaf secara sukarela. (2) Orang tersebut berakal, tidak sah wakaf orang yang gila,

bodoh, atau mabuk. (3) Baligh. (4) Orang tersebut mampu bertindak secara hukum (rasyid).

b) Syarat mauquf

(1) Harta wakaf tidak sah dipindahmilikkan, kecuali telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. (2) Harta yang diwakafkan adalah barang berharga/bermanfaat

dan halal.

commit to user

(majhul) maka pengalihan kepemilikan harta ketika itu tidak sah.

(4) Harta yang diwakafkan adalah milik sah wakif, tidak melekat pada harta lain (mufarrazan) atau disebut juga dengan istilah ghaira shai `.

c) Syarat al-mauquf alaih

Dari segi klasifikasi, ada 2 pihak yang menerima wakaf,

yaitu: (1) Tertentu (mu`ayyan), yaitu bahwa jelas orang yang menerima wakaf itu adalah seseorang, atau dua orang, atau kumpulan, yang semuanya tidak boleh dirubah. Syaratnya adalah ahlan li al-tamlik , jadi orang muslim, merdeka, dan kafir zimmi boleh memiliki harta wakaf ini. Adapun orang bodoh, hamba sahaya dan orang gila, tidak sah menerima wakaf.

(2) Tidak tertentu (ghaira mu`ayyan), yaitu bahwa penerima wakaf tersebut dapat menjadikan wakaf untuk kebaikan, sehingga dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah, dan wakaf ini hanya ditujukan untuk kepentingan Islam saja.

d) Syarat sighah

Syarat shigah berkaitan dengan ucapan, dan memerlukan beberapa syarat, yaitu: (1) Kata-kata tersebut harus mengandung kekalnya wakaf (ta`bid), tidak sah wakaf kalau ada batas waktu tertentu. (2) Ucapan itu dapat direalisasikan segera (tanjiz) tanpa digantungkan atau disangkutkan pada syarat tertentu. (3) Ucapan shigah bersifat pasti. (4) Ucapan shigah tidak diikuti syarat yang membatalkan.

Apabila semua syarat telah dipenuhi, maka penguasaan wakaf atas penerima wakaf adalah sah. Wakif tidak dapat lagi menarik balik pemilikan harta (http://www.bwi.or.id).

commit to user

wakaf sebagai berikut:

1) Wakif, adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya. Pasal 7 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 terdapat berbagai jenis yaitu wakif, perseorangan, organisasi dan badan hukum.

2) Nazhir, adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.

3) Harta benda wakaf, adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh wakif.

4) Ikrar wakaf adalah pernyataan kehendak wakaf yang diucapkan secara lisan dan/atau tulisan kepada Nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya.

5) Peruntukan harta benda wakaf.

6) Jangka waktu wakaf.

Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal

8, terdapat pula syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam berwakaf, antara lain:

1) Syarat wakif

a) Perseorangan, wakif perseorangan hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi persyaratan: dewasa, berakal sehat, tidak terhalang melakukan perbuatan hukum, pemilik sah harta benda wakaf.

b) Organisasi, wakif organisasi hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan organisasi yaitu mewakafkan mewakafkan harta benda wakaf milik organisasi sesuai dengan anggaran dasar organisasi yang bersangkutan.

c) Badan hukum, wakif badan hukum dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan badan hukum untuk mewakafkan harta benda wakaf milik badan hukum sesuai dengan anggaran dasar badan hukum yang bersangkutan.

commit to user

Nazhir sebagai pihak yang menerima harta benda wakaf untuk dikelola dan dikembangkan sesuai peruntukannya sesuai Pasal 9 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 meliputi nazhir perseorangan, organisasi, badan hukum.

Persyaratan untuk menjadi Nazhir telah diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 baik untuk nazhir perseorangan, nazhir organisasi, maupun nazhir berupa badan hukum sebagai berikut:

a) Nazhir perseorangan sesuai Pasal 10 ayat (1) adalah calon nazhir tersebut warga negara Indonesia, beragama Islam, dewasa, amanah, mampu secara jasmani dan rohani, tidak terlarang melakukan perbuatan hukum.

b) Nazhir organisasi sesuai Pasal 10 ayat (2) adalah pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan sebagaimana yang dimaksudkan pada ayat (1), organisasi tersebut bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan/atau keagamaan Islam.

c) Nazhir badan hukum

Suatu badan hukum dapat menjadi nazhir badan hukum apabila telah memenuhi persyaratan sesuai Pasal 10 ayat (3) yaitu: (1) Pengurusnya memenuhi persyaratan nazhir perseorangan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (2) Badan hukum tersebut adalah badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Badan hukum yang bersangkutan tersebut adalah suatu badan hukum yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakaan, dan/atau keagamaan Islam.

commit to user

Harta yang dapat diwakafkan adalah harta yang dimiliki dan dikuasai secara sah oleh wakif, ketentuan ini sesuai dengan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

4) Syarat Ikrar Wakaf

Ikrar wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan dan/atau tulisan kepada nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004.

Dalam Undang-Undang Wakaf juga terdapat ketentuan yang lebih rinci mengenai tata cara pelaksanaan ikrar wakaf yang dimuat dalam Pasal 17-21, yaitu: