UPACARA SADRANAN DI PADUKUHAN KALIBULUS BIMOMARTANI NGEMPLAK SLEMAN KAMIS LEGI 23 RUWAH 1940 H : DESKRIPSI PROS ES RITUAL, PANDANGAN MASYARAKAT DAN KAJIAN MAKNA, FUNGSI Skripsi Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Progra m
UPACARA SADRANAN
DI PADUKUHAN KALIBULUS BIMOMARTANI NGEMPLAK SLEMAN
KAMIS LEGI 23 RUWAH 1940 H : DESKRIPSI PROS ES RITUAL,
PANDANGAN MASYARAKAT DAN KAJIAN MAKNA, FUNGSI
Skripsi
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana S-1
Progra m Studi Sastra Indonesia
Oleh
MELYA PUSPITA SARI
NIM: 034114021
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
UPACARA SADRANAN
DI PADUKUHAN KALIBULUS BIMOMARTANI NGEMPLAK SLEMAN
KAMIS LEGI 23 RUWAH 1940 H : DESKRIPSI PROS ES RITUAL,
PANDANGAN MASYARAKAT DAN KAJIAN MAKNA, FUNGSI
Skripsi
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana S-1
Progra m Studi Sastra Indonesia
Oleh
MELYA PUSPITA SARI
NIM: 034114021
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
HALAMAN PERSEMBAHAN
Doa memberikan kekuat an pada orang yang lemah, membuat orang t idak
percaya menjadi percaya dan memberikan keberanian pada orang yang
ket akut an
K upersembahkan K epada : Tuhan Yesus K rist us At as limpahan berkat dan kasih karunia-Nya yang selalu menyert aiku
K eluargaku (Bapak, ibu dan adikku)
At as kasih sayang, doa, dukungan yang t iada hent i di sepanjang hidupku
Christ ian Hut agalungAt as segala ket ulusan cint a,kasih sayang, perhat ian, dukungan dan
semangat unt uk hari-hari indah ku bersamamu
ABSTRAK
Sari, Melya Puspita. 2008. Upacara Sadranan di Padukuhan Kalibulus
Bimomartani Ngemplak Sleman Kamis Legi 23 Ruwah 1940 H : Deskripsi Proses
Ritual, Pandangan Masyarakat, dan Kajian Makna, Fungsi. Skripsi Strata 1 (S-1).
Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas sastra,
Universitas Sanata Dharma.Skripsi ini membahas upacara Sadranan di Padukuhan Kalibulus Bimomartani Ngemplak Slema n Kamis Legi 23 Ruwah 1940 H : deskripsi proses ritual, Kajian Pandangan Masyarakat dan kajian makna, fungsi. Studi ini memiliki tiga tujuan yakni (1) mendeskripsikan proses ritual upacara sadranan di Padukuhan Kalibulus, (2) menguraikan pandangan masyarakat Padukuhan Kalibulus tentang upacara sadranan yang dilaksanakan setiap setahun sekali, (3) menjelaskan makna dan fungsi upacara sadranan.
Judul ini dipilih karena studi kasus tentang upacara sadranan masih jarang dilakukan. Upacara sadranan sekaligus mempunyai nilai penting dan menarik, yakni nilai budi pekerti. Mendidik kita agar tetap menghormati leluhur atau sanak saudara yang telah meninggal dunia, dengan mengirim doa kepada arwah leluhur dan sanak saudara yang telah meninggal dunia.
Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah pendekatan Folklor. Penelitian ini menggunakan empat teknik pengumpulan data yaitu teknik wawancara, observasi, kepustakaan, dan dokumentasi.
Hasil penelitian mengenai upacara sadranan yang dilaksanakan di Padukuhan Kalibulus ini menunjukkan beberapa hal sebagai berikut,
(1) Proses ritual upacara sadranan di Padukuhan Kalibulus, dilaksanakan setiap tanggal 23 Ruwah sesuai dengan penanggalan Jawa dan pelaksanaan upacara sadranan tahun ini jatuh pada hari Kamis Legi tanggal 06 september 2007. Ritual diadakan dengan membawa sesaji yang mempunyai makna simbolik dan berziarah menaburkan bunga di atas makam leluhur dan sanak saudara yang telah meninggal dunia serta mendoakan agar arwahnya diterima di sisi Tuhan Yang Maha Esa. Pihak- pihak yang terlibat dalam pelaksanaan upacara sadranan di Padukuhan Kalibulus antara lain juru kunci makam, modin, dihadiri oleh rombongan tamu undangan pejabat pemerintahan, pejabat dan sesepuh desa serta didukung dan dihadiri oleh seluruh warga masyarakat Padukuhan Kalibulus.
(2) Pandangan masyarakat Padukuhan Kalibulus tentang upacara sadranan adalah (a) berdasarkan makna fungsi, upacara sadranan sangat penting dilaksanakan karena merupakan waktu yang tepat untuk ziarah ke makam, melestarikan budaya leluhur, satu ritual agar arwah leluhur dan sanak saudara dapat diampuni dan diterima amal kebaikannya, sebagai bentuk peringatan bahwa nanti kita semua akan mengalami hal yang sama yaitu kematian, sarana untuk memohon maaf kepada Tuhan, ungkapan balas budi kepada orang tua, bentuk ucapan terima kasih kepada leluhur, dan mengikuti upacara sadranan membuat hati serta pikiran tenang, (b) yang mengandung nilai Ketuhanan. Terdapat kepercayaan dengan mengikuti pelaksanaan upacara sadranan akan mendapatkan berkah. Bagi kaum muda upacara sadranan merupakan sebuah hiburan.
(3) Makna yang terkandung dalam upacara sadranan adalah (a) menjaga hubungan antara jiwa orang yang telah meninggal dunia dengan orang yang masih hidup, (b) upacara sadranan sebagai sebuah kultur atau tradisi, (c) upacara sadranan sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur dan sanak saudara yang telah meninggal dunia, dan (d) upacara sadranan sebagai bentuk pembersihan diri. Fungsi yang terkandung dalam upacara sadranan adalah fungsi religius dan fungsi sosial.
ABSTRACT
Sari, Melya Puspita. 2008. The Ceremony of “Sadranan” in Sub District Kalibulus Bimomartani Ngemplak Sleman, Kamis Legi 23 Ruwah 1940H: The Description of Ritual Process, Perception of the Society and Mean Review, Function. S-1 Degree Thesis. Indonesian Literature Study program, Department of Indonesian Literature, Faculty of Literature, Sanata Dharma University.
This thesis is about the Ceremony of Sadranan in Sub District Kalibulus Bimomartani Ngemplak Sleman, Kamis Legi 23 RUWAH 1940 H: The Description of Ritual Process, Perception of the society and Mean Review, Function. This study has three objectives, (1) description of Sadranan ritual in Kalibulus, (2) analysis of Kalibulus perspective concerning the ritual, (3) explanation about the meaning and function.
The writer chooses this title because there are only a few studies on that matter. Besides, Sadranan has high moral value (natural ability value) and interesting one. It educates us to have a respect on ancestor and the relatives who have passed away by visiting their graves, flowering, and sending them prays.
The approach of this study is Folklore with techniques such as interview, observation, literature, and documentation. The results of the research about ceremony of Sadranan in Sub District
Kalibulus are (1) according to Javanese calendar, every 23 RUWAH, the society holds the ritual process. It equals to Kemis legi 6 September 2007 this year. The ritual were done by some sacrificial ceremonies which have symbolic meaning, visiting the graves of ancestors, flowering, and sending the ancestors and the relatives who have passed away prays so that their souls were side by side with The Almighty God. People related to the ceremony are the graves caretaker, modin, and some invited person from government official, the eldest, and all villagers.
(2) People perspectives are (a) based on the function, Sadranan is important because it is the moment to visit the graves of ancestors, to maintain the culture, a ritual for ancestor and passed away relatives so as getting His forgiveness and the best in hand of God. Besides, it is a reflection, as we will undergo a death, the moment to make a pardon toward God, gratefulness expression toward parents and ancestors, and the moment to peace the heart and mind. (b) based on the religion and belief; there is a freedom to conduct sadranan because it is a cultural heritage which it has religious values. There is a belief that whoever attends ceremony of Sadranan, he / she will get a blessing. For younger people, Sadranan is a kind of enjoyment.
(3) Sadranan means (a) maintaining the relation between the dead ancestor and the relatives who are still alive, (b) a culture, and tradition, (c) a respect to ancestor and the relatives who have passed away, (d) self-cleansing mechanism. Its functions are religious and social.
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat , rahmat serta kemurahan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul Upacara Sadranan di Padukuhan Kalibulus bimomartani
Ngemplak Sleman Kamis Legi 23 Ruwah 1940 H: Deskripsi Proses Ritual, Kajian
Makna, Fungsi dan Pandangan Masyarakat disusun untuk memenuhi syarat
memperoleh gelar Sarjana S-1 di Universitas Sanata Dharma.
Skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan serta dukungan baik secara material, non material ataupun lahir maupun batin dari berbagai pihak. Semua bantuan dan dukungan tersebut senantiasa ada dalam kehidupan penulis ketika belajar di Universitas Sanata Dharma.
Oleh karena itu, perkenankan penulis menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dan memperlancar proses penyelesaian penulisan skripsi ini: 1.
Susilawati Endah Peni Adji,S.S, M.Hum, selaku dosen pembimbing I atas bimbingan, masukan, kesabaran serta semangat yang selama ini telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi di Universitas Sana ta Dharma.
2. Dra. Fr. Tjandrasih Adji, M.Hum, selaku dosen pembimbing II atas bimbingan serta masukan yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi di Universitas Sanata Dharma.
3. Drs. B. Rahmanto, M.Hum, Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum, Drs. Yoseph
Yapi Taum, M.Hum, Drs. P. Ari Subagyo, M.Hum, Drs. Heri Antono,
M.Hum, Drs. F.X. Santosa, atas ilmu yang diberikan kepada penulis selama menempuh kuliah di Universitas Sanata Dharma.
4. Seluruh staf petugas perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah ramah dalam melayani peminjaman buku dan memberikan dukungan.
5. Seluruh staf sekretariat Fakultas Sastra, Program Studi Sastra Indonesia, mbak Rus dan mas Tri, yang telah ramah dalam melayani setiap keperluan penulis semenjak awal perkuliahan sampai penyelesaian tugas akhir.
6. Kedua orang tuaku Bapak Sardjono dan Ibu Sri Hardiningsih atas doa, kasih sayang, dukungan dan semangat yang tiada hentinya diberikan kepada penulis dari awal perkuliahan hingga penyelesaian tugas akhir ini. Terima kasih Pak, Bu buat semua yang telah diberikan buat penulis hingga saat ini.
7. Adikku tersayang Yanna Amalia W buat motivasi dan kasih sayangnya.
Thank you bendul.
8. Terima kasih buat semangat hidup dan penyejuk hatiku Christian Hutagalung atas dukungan, bantuan, motivasi, kebaikan yang tiada henti semenjak kita bersama.
9. Keluarga besar angkatan 2003, terima kasih atas kebersamaannya selama ini, semua akan jadi kenangan yang indah dan tak terlupakan masa- masa kita kuliah bersama di kampus tercinta universitas Sanata Dharma.
10. Sahabatku terkasih Fitria Sri Wulandari, terima kasih de’ buat semangat yang selalu ditebarkan di hari- hariku ketika kita bersama menempuh belajar di kampus tercinta dari awal kuliah hingga saat ini, buat nasehat, dukungan dan kasih sayang yang selalu mengalir untukku.
11. Mbak Dian, Mas Beni item, pakde bude, kakek nenek, keluarga besar Paulus Amat Turaji dan keluarga besar Soehardi, seluruh saudara-saudaraku, terima kasih atas doa dan dukungannya yang terus mengalir untukku.
12. Seluruh keluarga besar masyarakat Padukuhan Kalibulus, mbah Yah, pakde bude Aris, Pak prapto, mas Tono, Pak Mawardi, terima kasih atas kerjasama dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
13. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis telah berusaha dengan semaksimal mungkin dalam penyusunan skripsi ini, namun penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Penulis ma sih banyak memiliki kekurangan. Segala kekurangan dan ketidaksempurnaan yang masih terdapat dalam skripsi ini merupakan tanggung jawab penulis semata-mata.
Semoga karya ini dapat bermanfaat.
Yogyakarta, 01 Juni 2008 Penulis
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karangan ilmiah.
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... iv ABSTRAK ....................................................................................................... v ABSTRACT..................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................... xi DAFTAR ISI.................................................................................................... xii
BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.............................................................................
1 1.2 Rumusan Masalah......................................................................................
7 1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................
7 1.4 Manfaat Penelitian .....................................................................................
8 1.5 Tinjauan Pustaka ........................................................................................
8 1.6 Teori...........................................................................................................
10 1.6.1 Kerangka Berpikir..............................................................................
10 1.6.1.1 Folklor ....................................................................................
10 1.6.1.2 Sadranan.................................................................................
14 1.6.2 Batasan Istilah....................................................................................
16 1.6.2.1 Upacara ..................................................................................
16
1.6.2.3 Proses Ritual..........................................................................
18 1.6.2.4 Pandangan Masyarakat ..........................................................
18 1.6.2.5 Makna dan Fungsi.................................................................
19 1.7 Metode Penelitian .....................................................................................
19 1.7.1 Pendekatan........................................................................................
19 1.7.2 Metode .............................................................................................
20 1.7.3 Teknik Pengumpulan Data................................................................
21 1.7.3.1 Observasi...............................................................................
21 1.7.3.2 Wawancara............................................................................
22
1.7.3.2.1 Narasumber dan Responden……………………….. 23
1.7.3.2.2 Alasan……………………………………………… 24 1.7.3.3 Kepustakaan..........................................................................
24 1.7.3.4 Dokumentasi .........................................................................
25 1.8 Sumber Data...............................................................................................
26 1.9 Sistematika Penyajian...............................................................................
26 BAB II: PROSES PELAKSANAAN UPACARA SADRANAN DI PADUKUHAN
KALIBULUS, BIMOMARTANI, NGEMPLAK, SLEMAN 2.1 Pengantar....................................................................................................
27 2.2 Proses Ritual Secara Umum.......................................................................
27 2.3 Proses Ritual Pelaksanaan Upacara Sadranan di Padukuhan Kalibulus ....
28 2.3.1 Waktu serta tempat Upacara Sadranan di Padukuhan Kalibulus .....
30 2.3.2 Sesaji dalam Upacara Sadranan di Padukuhan Kalibulus................
33
2.3.3 Makna Simbolik yang Terkandung dari Setiap sesaji dalam Upacara
2.3.4 Pihak-pihak yang Terlibat dalam Upacara Sadranan di Padukuhan Kalibulus .......................................................................................... 39
BABIII: PANDANGAN MASYARAKAT PADUKUHAN KALIBULUS TENTANG UPACARA SADRANAN 3.1 Pengantar....................................................................................................
41 3.2 Pengertian Pand angan Masyarakat secara Umum .....................................
41
3.3 Pandangan Masyarakat Padukuhan Kalibulus tentang Upacara Sadranan Berdasarkan Makna, Fungsi, serta, Agama dan Kepercayaan...
42
3.3.1 Pandangan Masyarakat Padukuhan Kalibulus tentang Pelaksanaan Upacara Sadranan Berdasarkan Makna Fungsi ................................
42
3.3.2 Pandangan Masyarakat Padukuhan Kalibulus tentang Pelaksanaan Upacara Sadranan Berdasarkan Agama dan Kepercayaan...............
43 BAB IV: MAKNA DAN FUNGSI UPACARA SADRANAN DI PADUKUHAN
KALIBULUS, BIMOMARTANI, NGEMPLAK, SLEMAN 3.1 Pengantar....................................................................................................
46 3.2 Makna Upacara Sadranan ..........................................................................
46 3.3.Fungsi Upacara sadranan ..........................................................................
48 BAB V: PENUTUP 5.1 Kesimpulan ................................................................................................
51 5.2 Saran...........................................................................................................
57 DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
59
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ide-ide dan gagasan- gagasan manusia banyak yang hidup bersama dalam suatu masyarakat, memberi jiwa kepada masyarakat itu. Gagasan- gagasan itu tidak berada lepas satu dari yang lain, melainkan selalu berkaitan, menjadi suatu sistem. Para ahli antropologi dan sosiologi menyebut sistem ini sistem budaya atau cultural system. Dalam bahasa Indonesia terdapat juga istilah lain yang sangat tepat untuk menyebut wujud ideal dari kebudayaan ini, yaitu adat atau adat-istiadat untuk bentuk jamaknya (Koentjaraningrat, 1986 :187).
Adat- istiadat dalam masyarakat Jawa dapat diwujudkan dalam bentuk tata upacara. Tiap-tiap daerah memiliki adat-istiadat sendiri sesuai dengan letak geografis. Berbagai macam upacara yang terdapat di dalam masyarakat pada umumnya dan masyarakat Jawa khususnya merupakan pencerminan bahwa semua perencanaan, tindakan dan perbuatan telah diatur oleh tata nilai luhur. Tata nilai luhur tersebut diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya sebagai sebuah tradisi (Bratawidjaja, 1988 : 9). Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1988 : 959) tradisi adalah adat- istiadat turun-temurun (dari
nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat atau penilaian, anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan cara yang paling baik dan benar. Yang jelas adalah tata nilai yang dipancarkan melalui tata upacara adat merupakan manifestasi tata kehidupan masyarakat Jawa yang serba hati- hati agar dalam melaksanakan pekerjaan mendapatkan keselamatan baik lahir maupun batin (Bratawidjaja, 1988 :9).
Berbagai macam tata upacara adat terdapat dalam masyarakat Jawa, sejak sebelum manusia lahir sampai meninggal dunia. Misalnya upacara adat pada waktu wanita hamil, upacara tedak siten, upacara ruwatan, upacara tingkeban dan lain- lain. Setiap upacara adat tersebut mempunyai makna sendiri-sendiri dan sampai saat ini masih dilaksanakan oleh masyarakat Jawa, terutama di desa-desa. Upacara mempunyai banyak unsur, yaitu : bersaji, berkorban, berdoa, makan makanan bersama yang telah disucikan dengan doa, menari tarian suci, menyanyi nyanyian suci, berprosesi atau berpawai, memainkan seni drama suci, berpuasa, intoksikasi atau mengaburkan pikiran dengan makan obat bius untuk mencapai keadaan trance atau mabuk, bertapa, dan bersemadi (Koentjaraningrat, 1986 : 378).
Dalam pelaksanaan upacara sadranan di Padukuhan Kalibulus akan disesuaikan dengan keadaan lingkungan setempat dan kemampuan masyarakat Padukuhan Kalibulus. Di samping tata upacaranya, tersaji pendidikan budi pekerti dan aturan-aturannya. Semua itu merupakan warisan nenek moyang yang perlu kita lestarikan (Bratawidjaja, 1988 : 10). Hal ini mengingat salah satu fungsi upacara adalah sebagai pengokoh norma- norma atau nilai- nilai budaya yang berlaku dalam masyarakat (Maharkesti dkk, 1988/1989 : 2).
Upacara sadranan atau nyadran merupakan bagian dari salah satu ritual menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Ritual sadranan menyangkut sistem religi yang merupakan bagian unsur-unsur kebudayaan. Sistem religi mempunyai wujud sebagai sistem keyakinan, dan gagasan-gagasan tentang Tuhan, dewa- dewa, roh-roh halus, neraka, sorga dan sebagainya, tetapi juga berwujud upacara- upacara, baik yang bersifat musiman maupun yang kadangkala (Koentjaraningrat, 1986 : 204). Upacara keagamaan secara khusus mengandung empat aspek yang menjadi perhatian khusus dari para antropologi ialah : tempat upacara keagamaan dilakukan, saat-saat upacara keagamaan dijalankan, benda-benda dan alat upacara, orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara (Koentjaraningrat, 1986 : 377-378). Nyadran berarti melaksanakan upacara sadranan. Nyadran masih populer di kalangan masyarakat Jawa. Upacara ini dilaksanakan pada bulan Ruwah (kalender Jawa) atau Sya’ban (kalender Hijriah) sesudah tanggal 15 hingga menjelang ibadah puasa Ramadhan. Masyarakat percaya bahwa pada bulan Ruwah para arwah leluhur mempunyai kesempatan tilik kubur (berkunjung ke makamnya) dan tilik omah (berkunjung ke rumah) (Partokusumo via Lokesywara).
Di zaman modern seperti sekarang, masyarakat Padukuhan Kalibulus masih memelihara nilai tradisi warisan leluhur dengan mengadakan upacara sadranan setiap tahunnya. Upacara sadranan yang dilaksanakan di Padukuhan Kalibulus dihadiri oleh perwakilan Dinas Pariwisata Pemerintah Kabupaten Sleman yaitu Kepala Bidang Peninggalan Budaya dan Nilai Tradisi Kabupaten Sleman, Camat Ngemplak, Lurah Ngemplak, para tokoh masyarakat setempat dan didukung sepenuhnya oleh warga masyarakat sekitar. Upacara sadranan merupakan sebuah tradisi warisan nenek moyang untuk mengho rmati leluhur dan sanak-saudara yang telah meninggal dunia dengan berziarah ke makamnya. Mendoakan arwah leluhur dan sanak-saudara yang telah meninggal dunia supaya segala kesalahannya dapat diampuni dan amal kebaikannya diterima oleh Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu upacara sadranan juga menjadi sarana untuk merekatkan rasa persaudaraan di antara warga masyarakat. Diharapkan dengan adanya upacara sadranan yang dilaksanakan di Padukuhan Kalibulus ini dapat mengingatkan warga masyarakat yang dulunya berasal dari Padukuhan Kalibulus dan kini sudah tinggal di daerah lain supaya tetap mengingat para leluhurnya dengan selalu berziarah ke makam leluhur.
Makam Padukuhan Kalibulus, tempat dilaksanakannya upacara sadranan merupakan pemakaman umum yang berada di Padukuhan Kalibulus. Dalam komplek pemakaman tersebut, terdapat makam mbah Demang yaitu sesepuh warga masyarakat Padukuhan Kalibulus atau tokoh pendiri Padukuhan Kalibulus, selain itu terdapat makam tokoh-tokoh masyarakat Padukuhan Kalibulus, mantan lurah Ngemplak dan makam warga masyarakat Padukuhan Kalibulus. Tidak terdapat persyaratan khusus bagi seseorang yang ingin dimakamkan di pemakaman Kalibulus, pemakaman ini terbuka bagi siapa saja akan tetapi lebih diutamakan bagi warga masyarakat Padukuhan Kalibulus beserta keturunan dan kerabatnya.
Upacara sadranan di Padukuhan Kalibulus dikemas dalam tata upacara adat Jawa. Warga masyarakat mulai berkumpul di rumah joglo atau rumah utama tempat yang sudah menjadi tradisi untuk berkumpulnya warga masyarakat. Acara dimulai dengan adanya kirab oleh masyarakat Padukuhan Kalibulus, yang terdiri dari dua orang di depan yang membawa sesaji yang berupa dupa dan kemenyan, diikuti oleh ibu- ibu pembawa bunga (kembang setaman) untuk ziarah, bapak- bapak pembawa pusaka, rombongan orang yang memanggul sesaji yang berisi seperangkat minuman dalam poci yang terbuat dari tanah liat, buah-buahan, apem, nasi tumpeng dan ayam. Di belakangnya terdapat rombongan tamu undangan yang terdiri dari Kepala Bidang Peninggalan Budaya dan Nilai Tradisi Kabupaten Sleman, Camat Ngemplak, Lurah Ngemplak, para pejabat dan sesepuh desa, serta bapak-bapak rombongan pembawa peti dari kayu (jodang) dan ibu- ibu yang membawa nampan bulat dari bahan bambu (tenong) yang berisi makanan berupa nasi tumpeng, berbagai macam sayur, buah-buahan dan ikan.
Rombongan kirab berjalan dari rumah joglo menuju ke pemakaman Kalibulus yang berjarak kurang lebih 800 m. Setelah rombongan kirab sampai di pemakaman Kalibulus, kepala dusun selaku pemimpin rombongan kirab, meminta izin kepada juru kunci makam Kalibulus untuk berziarah ke makam leluhur di pemakaman Kalibulus. Kepala dusun beserta rombongan kirab pembawa bunga dan sesaji, diikuti para tokoh dan sesepuh desa me masuki area pemakaman Kalibulus. Pelaksanakan upacara sadranan berupa kegiatan ziarah ke makam leluhur dan sanak-saudara dengan berdoa dan menaburkan bunga di atas makamnya. Sesaji yang berupa dupa dan kemenyan serta sesaji yang berupa makanan seperti nasi tumpeng, buah-buahan, apem, dan seperangkat minuman diletakkan di depan makam leluhur masyarakat Padukuhan Kalibulus. Rombongan bapak dan ibu yang membawa berbagai macam makanan langsung menuju tenda yang telah disiapkan oleh panitia untuk meletakkan berbagai macam makanan tersebut yang nantinya akan dimakan bersama-sama oleh semua warga desa setelah didoakan oleh sesepuh desa (modin) dan setelah upacara sadranan selesai dilaksanakan.
Selain tata upacaranya, nilai penting dan menariknya upacara sadranan ini adalah nilai pendidikan budi pekerti yang terkandung dalam upacara sadranan yaitu agar kita tetap menghormati leluhur atau sanak saudara yang telah meninggal dunia, dengan mengirim doa kepada arwah leluhur dan sanak saudara yang telah meninggal dunia agar segala dosa selama hidup dapat diampuni oleh Tuhan Yang Maha Esa. Di zaman modern sekarang ini banyak orang sudah berpikir lebih rasionalis, tetapi upacara sadranan masih mampu memikat anggota- anggota keluarga besar yang kini banyak memperlihatkan aspek-aspek individualistisnya dengan setahun sekali dalam bulan Ruwah mengunjungi makam leluhur. Kita lebih memahami dan mengetahui hal perawatan kuburan, misalnya membiayai perbaikan makam dan cara penghormatan terhadap roh orang yang sudah meninggal.
Berkaitan dengan topik upacara sadranan yang dilaksanakan di Paduk uhan Kalibulus, dengan adanya ritual berkunjung ke makam leluhur dan sanak-saudara yang telah meninggal dunia dengan mengirimkan doa. Peneliti berusaha lebih mendalam menguraikan tata upacara sadranan sebagai tradisi yang sudah dilaksanakan masyarakat sekitar Padukuhan Kalibulus dari dahulu hingga sekarang dan akan mengungkapkan pentingnya upacara sadranan untuk dibahas. Kita akan mengetahui jalannya proses ritual, sekaligus makna dan fungsi upacara sadranan serta pandangan masyarakat Padukuhan Kalibulus tentang pelaksanaan upacara sadranan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, terdapat masalah pokok yang hendak dijawab. Masalah yang akan dibahas dalam penelitian hanya dibatasi dan ditekankan pada permasalahan di bawah ini :
2.1 Bagaimanakah proses ritual upacara sadranan di Padukuhan Kalibulus Bimomartani Ngemplak Sleman?
2.2 Bagaimanakah pandangan masyarakat Padukuhan Kalibulus Bimomartani Ngemplak Sleman tentang upacara sadranan?
2.3 Apa makna dan fungsi ritual upacara sadranan di Padukuhan Kalibulus Bimomartani Ngemplak Sleman?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
1.3.1 Mendeskripsikan proses ritual upacara tradisi sadranan di Padukuhan Kalibulus Bimomartani Ngemplak Sleman.
1.3.2 Menjelaskan pandangan masyarakat Padukuhan Kalibulus Bimomartani Ngemplak Sleman tentang upacara tradisi sadranan.
1.3.3 Menjelaskan makna dan fungsi upacara tradisi sadranan di Padukuhan Kalibulus Bimomartani Ngemplak Sleman.
1.4 Manfaat Penelitian
Upacara sadranan merupakan salah satu tradisi Jawa yang masih sering dilakukan oleh masyarakat sampai saat ini. Tetapi penelitian secara khusus tentang upacara sadranan belum banyak dilakukan. Penelitian ini dilakukan tidak hanya untuk kepentingan peneliti semata, tetapi diharapkan dapat menambah wawasan dan kepustakaan mengenai penelitian tradisi lisan yang masih banyak terdapat dalam masyarakat Indonesia. Penelitian ini berguna untuk mendapatkan gambaran mengenai proses ritual, pandangan masyarakat sekitar tentang tradisi Sadranan serta makna dan fungsi tradisi Sadranan.
1.5 Tinjauan Pustaka
Penelitian ini berisi pembahasan mengenai hal- hal yang berkaitan dengan upacara sadranan yang dilakukan di Padukuhan Kalibulus. Seperti kita ketahui ada beberapa penelitian yang berisi pembahasan mengenai hal- hal yang berkaitan dengan upacara tradisi sadranan di pulau Jawa. Setiap upacara sadranan di berbagai daerah di pulau Jawa biasanya mempunyai ciri-ciri khusus yang berbeda yaitu waktu pelaksanaan dan tata upacara sadranan dalam pelaksanaan ritualnya.
Penelitian yang berisi pembahasan mengenai hal- hal yang berkaitan dengan upacara sadranan pernah pernah dibahas oleh Eviyanti (2006: http://www.pikiran-rakyat.com). Dalam artikelnya yang berjudul “Nyadran”
Ritual Sambut Ramadhan mengupas tentang ritual nyadran atau Haul Syekh
Murochidin atau mbah Agung Rahmatullah, yang dilaksanakan di Desa Karanggude Kulon, Kecamatan Karangwelas. Pelaksanaan upacara nyadran sangat kental dengan nuansa kejawen. Warga masyarakat berkumpul dan perlengkapan untuk upacara ritual seperti dupa, kembang setaman telah disiapkan.
Selain itu sebagian besar ibu- ibu warga kecamatan Karangwelas membawa makanan, nasi tumpeng kecil lengkap dengan lauk pauknya lengkap, dan upacara pun dimulai. Upacara dipimpin oleh juru kunci makam. Upacara dibuka dengan membakar dupa, sambil menebar kembang setaman di nisan Mbah Agung Rahmatullah. Sesepuh desa dan warga duduk di halaman makam. Setelah ritual kejawen selesai, ritual dilanj utkan dengan doa-doa bernapaskan Islam. Setelah semua ritual usai dilaksanakan, acara dilanjutkan dengan makan bersama.
Selain itu, Sobirin (2006: http://lafadl.wordpress.com) juga pernah mengupas nyadran dalam artikelnya yang berjudul Nyadran di sudut Banyumas, yang memaparkan tentang prosesi nyadran ke makam Bonokeling. Rombongan orang-orang nyadran, yang terdiri dari ratusan lelaki yang berpakaian adat Banyumas dan rombongan perempuan dengan berpakaian kain (jarit) adat Banyumas, memasuki kompleks pemakaman Bonokeling dengan dipimpin oleh juru kunci makam Bonokeling. Semua anak cucu Bonokeling harus sungkem untuk ngalap berkah. Acara ini dilakukan setiap tahun menjelang bulan suci Ramadhan, sebagai bentuk penghormatan anak cucu Bonokeling terhadap leluhur mereka.
Dalam penelitian ini, penulis membahas secara khusus upacara sadranan yang dilaksanakan di Padukuhan Kalibulus, Bimomartani, Ngemplak, Sleman yang selama ini belum pernah ada yang melakukan penelitian di tempat tersebut. Adapun studi yang pernah dilakukan oleh Eviyanti dalam penelitiannya tentang “Nyadran” Ritual Sambut Ramadhan di Desa karanggude Kulon, Kecamatan Karangwelas maupun Sobirin dalam penelitiannya tentang Nyadran di dapat dijadikan bahan referensi.
Sudut Banyumas
1.6 Teori
Untuk mengkaji upacara sadranan yang dilaksanakan di Padukuhan Kalibulus, difokuskan beberapa pemikiran yang akan diteliti dalam kerangka berpikir yang mencakup folklor dan sadranan. Selain itu untuk menjelaskan definisi yang diteliti dalam penelitian ini, bab teori akan dilengkapi dengan batasan istilah, yang mencakup upacara, padukuhan, proses ritual, pandangan masyarakat dan makna fungsi.
1.6.1 Kerangka Berpikir
1.6.1.1 Folklor
Menurut Dundes via Budiaman (1979:13) Folklor adalah sebagian dari kebudayaan yang tersebar dan diwariskan secara turun-temurun dan tradisional di antara anggota-anggota kelompok apa saja, dalam versi yang berbeda-beda, baik dalam bentuk lisan, maupun contoh yang disertai dengan perbuatan.
Menurut kajian ilmiah, folklor dapat diartikan sebagai tradisi lisan dan adat istiadat (oral and customary tradition ) (Danandjaja, 2003 : 31).
Menurut Taylor via Danandjaja (2003 : 31) folklor adalah bahan-bahan yang diwariskan oleh tradisi, baik melalui kata-kata dari mulut atau oleh adat- istiadat dari praktik.
Folklor berasal dari dua kata dasar folk dan lore. Folk artinya “sekelompok orang yang memiliki ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok lainnya. Sedangkan lore adalah ‘tradisi folk’ yaitu sebagian dari kebudayaan yang diwariskan turun-temurun secara lisan atau melalui contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat. Jadi, folklor adalah sebagian kebudayaan yang kolektif dan diwariskan secara turun-temurun secara lisan, baik yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat” (Danandjaja, 2002 : 1-2).
Menurut Dundes via Budiaman (1979 : 13) kata folklor berasal dari dua kata Inggris : folk dan lore. Folk berarti kelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal kebudayaan yang membedakannya dari kelompok lain. Ciri-ciri pengenal tersebut dapat berupa mata pencaharian hidup yang sama, bahasa yang sama, agama yang sama, tingkat pendidikan yang sama dan lain- lain. Tetapi yang terpenting dalam hal ini ialah bahwa mereka telah mempunyai suatu tradisi, yaitu kebudayaan yang telah diwariskan secara turun-temurun yang dapat mereka akui sebagai milik kelompoknya sendiri. Di samping itu, yang penting juga ialah bahwa mereka sadar akan identitas kelompok mereka sendiri. Adapun yang dimaksudkan dengan lore ialah tradisi folk yang diwariskan secara turun-temurun melalui lisan atau tutur kata, ataupun melalui contoh yang disertai perbuatan.
Menurut Budiaman (1979 : 14) folklor sebagai bagian dari kebudayaan mempunyai tanda-tanda pengenal yaitu (1) penyebarannya secara lisan atau perbuatan, yaitu dengan melalui tutur kata dari mulut ke mulut atau dengan menirukan perbuatan orang lain yang telah menjadi tradisi dalam masyarakat, dan berlangsung secara turun-temurun, (2) bersifat tradisional, artinya disebarkan dalam bentuk yang secara relatif tetap, atau dalam bentuk yang standar, dan tersebar di antara kelompok tertentu, dalam waktu yang cukup lama, (3) Folklor tersebar dalam versi ya ng berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena cara penyebarannya pada dasarnya adalah dari mulut ke mulut, bukan melalui tulisan atau rekaman, sehingga mudah mengalami perubahan. Walaupun demikian perbedaannya hanya terletak pada yang kecil-kecil saja, sedangkan bentuk garis besarnya masih identik, (4) Nama pencipta suatu folklor biasanya sudah tidak diketahui lagi, (5) folklor biasanya mempunyai bentuk klise berupa ungkapan- ungkapan tradisional yang stereotip, pemilihan kata atau kalimat yang membantu.
Menurut Brunvand via Danandjaja (2002 : 21-22) folklor dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya: (1) folklor lisan , (2) folklor sebagian lisan (partly verbal folklore), (3) folkor
(verbal fololore)
bukan lisan (non verbal folklore). Folklor lisan adalah folklor yang bentuknya memang murni lisan. Bentuk-bentuk (genre) folklor yang termasuk ke dalam kelompok besar ini antara lain (a) bahasa rakyat (folk speech) seperti logat, julukan, pangkat tradisional, dan titel kebangsawanan; (b) ungkapan tradisonal, seperti peribahasa, pepatah, dan pemeo; (c) pertanyaan tradisonal, seperti teka- teki; (d) puisi rakyat, seperti pantun, gurindam dan syair; (e) cerita prosa rakyat, seperti mite, legenda dan dongeng; (f) nyanyian rakyat. Folklor lisan juga mempunyai fungsi sebagai penghibur atau senagai penyalur perasaan yang terpendam
Folklor sebagian lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan. Kepercayaan rakyat, misalnya takhayul dan pernyataan yang bersifat lisan ditambah dengan gerak isyarat yang dianggap mempunyai makna gaib. Bentuk-bentuk folklor yang tergolong dalam kelompok besar ini, selain kepercayaan rakyat adapula permainan rakyat, teater rakyat, tari-tarian rakyat, adat- istiadat, upacara, pesta rakyat, dan lain- lain.
Folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Kelompok besar ini dapat dibagi menjadi dua subkelompok, yakni yang material dan yang bukan material. Yang tergolong material antara lain: arsitektur rakyat (bentuk asli rumah daerah, bentuk lumbung padi, dan sebagainya), kerajinan tangan rakyat; pakaian dan perhiasan tubuh adat, makanan dan minuman rakyat, dan obat-obatan tradisional. Sedangkan yang termasukyang bukan material antara lain: gerak isyarat tradisional (gesture), bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat (kentongan), dan musik rakyat.
Menurut Budiaman (1979: 14-15) betapa pentingnya kita mempelajari folklor dalam rangka mengenal kebudayaan masyarakat tertentu karena fungsi yang terkandung di dalamnya, yaitu sebagai sistem proyeksi yang dapat mencerminkan angan-angan kelompok, sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga kebudayaan, sebagai alat pendidikan anak, dan sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat dipatuhi.
Dari uraian di atas, folklor merupakan salah satu sarana komunikasi yang memainkan peranan penting dalam masyarakat tradisional, dalam menjaga kelestarian adat- istiadat yang berlaku dalam masyarakat. Skripsi ini membahas tentang upacara sadranan yang dilaksanakan di Padukuhan Kalibulus. Dalam penggolongannya upacara sadranan tergolong dalam folklor sebagian lisan. Jadi upacara sadranan yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan merupakan sebuah tradisi dan adat- istiadat karena masih dilaksanakan oleh warga masyarakat dari dahulu sampai sekarang, turun-temurun sampai anak cucu mereka. Adapun upacara sadranan yang dilakukan di Padukuhan Kalibulus diperingati setiap bulan Ruwah menjelang bulan Ramadhan. Pelaksanaan ritualnya dibuat sebuah prosesi tata upacara sadranan ke makam Kalibulus sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan sanak saudara yang telah meninggal dunia.
1.6.1.2 Sadranan
Sadranan adalah hari berkunjung ke makam para leluhur atau kerabat yang sudah mendahului dan hal ini merupakan salah satu peristiwa yang penting. Setiap orang berusaha untuk bisa melaksanakan sadranan. Sadranan selalu dilakukan dalam bulan Ruwah yaitu pada bulan menjelang puasa. Orang datang berduyun- duyun untuk berziarah ke makam keluarga. Dalam bulan Ruwah itu kesempatan untuk bertemu dengan keluarga-keluarga yang sudah terpencar-pencar di seluruh penjuru tanah air (Bratawidjaja, 1988 : 135 – 136).
Pemberton (2003, 331) memaparkan selama bulan Ruwah, sadranan diselenggarakan praktik-praktik desa ketika kuburan-kuburan leluhur dibersihkan dan diberi sesaji. Walau sadranan biasanya mengharuskan keluarga bepergian ke desa-desa lain untuk mengunjungi kuburan-kuburan leluhur keluarga, namun praktik-praktik ini sering termasuk upacara-upacara di desa sendiri untuk memberi sesaji roh pelindung desa dan tokoh-tokoh legendaris yang sakti, yang secara kebetulan, mungkin dimakamkan di dekat desa.
Partokusumo via Lokesywara (http://www.depdiknas.go.id ) menjelaskan kegiatan lain dalam hal perawatan kuburan dan penghormatan terhadap roh orang mati atau roh leluhur adalah selamatan nyadran. Nyadran berarti melaksanakan upacara sadran atau sadranan yang masih popular di kalangan masyarakat Jawa.
Upacara ini dilaksanakan pada bulan Ruwah (kalender Jawa) atau Sya’ban (kalender Hijriah) sesudah tanggal 15 hingga menjelang ibadah puasa Ramadhan.
Nyadran dilangsungkan dengan selamatan di rumah dan di makam. Maksud selamatan ini adalah mengirim doa dan minta berkah kepada para arwah leluhur.
Masyarakat percaya pada bulan Ruwah para arwah leluhur mempunyai kesempatan tilik kubur (berkunjung ke makamnya) dan tilik omah (berkunjung ke rumah).
Menurut Hardjowirogo (1980 : 143) sadranan adalah hari berkunjung ke makam para moyang dan di daerah Surakarta, ini merupakan suatu kejadian penting yang orang segan membiarkan lalu begitu saja dan yang seberapa dapat orang akan berusaha untuk melaksanakan. Sadranan ini selalu dilakukan dalam bulan Ruwah, pada bulan menjelang Ramadhan. Dari mana-mana orang datang berduyun-duyun untuk berziarah ke makam keluarga.
Sadranan di Padukuhan Kalibulus merupakan peristiwa penting bagi masyarakatnya. Sadranan bagi masyarakat Padukuhan Kalibulus adalah hari berkunjung ke makam para leluhur dan kerabat yang telah meninggal dunia. Ritual ini dilaksanakan di Padukuhan Kalibulus pada bulan Ruwah menjelang bulan puasa (Ramadhan). Seluruh warga Padukuhan Kalibulus dan kerabat- kerabatnya yang tinggal di luar Padukuhan Kalibulus, biasanya menyempatkan waktu untuk datang berziarah ke makam keluarga. Dalam pelaksanaannya, ritual sadranan di Padukuhan Kalibulus diwujudkan dalam sebuah tata upacara. Upacara sadranan di Padukuhan Kalibulus merupakan ritual perawatan makam dan penghormatan terhadap roh leluhur dan sanak-saudara yang telah meninggal dunia dengan membersihkan makam leluhur dan sanak-saudara serta diberi sesaji, taburan bunga dan mendoakan arwah leluhur dan sanak-saudara yang telah meninggal dunia. Upacara sadranan bagi masyarakat Padukuhan Kalibulus adalah sarana untuk mengirim doa bagi leluhur dan sanak-saudara yang telah meninggal dunia supaya amal kebaikannya semasa hidup dapat diterima dan seluruh kesalahannya dapat diampuni oleh Tuhan Yang Maha Esa.
1.6.2 Batasan Istilah
1.6.2.1 Upacara
Upacara adalah tanda-tanda kebesaran, peralatan (menurut adat- istiadat); rangkaian tindakan/perbuatan yang terikat kepada aturan-aturan tertentu menurut adat/agama, perbuatan/perayaan yang dilakukan/diadakan sehubungan dengan peristiwa penting (seperti pelantikan pejabat, pembukaan gedung baru) KBBI (1988 : 994 ). Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1994 : 1595) upacara adalah aturan resmi, seremoni, rangkaian tindakan yang terikat pada aturan, kebiasaan yang berlaku sebagian dari perayaan (pelantikan pegawai negeri, peringatan-peringatan penting, peresmian gedung baru).
Upacara sadranan merupakan rangkaian tindakan/perbuatan yang terikat kepada aturan-aturan tertentu menurut adat/agama. Upacara sadranan merupakan perayaan peristiwa penting bagi warga masyarakat Padukuhan Kalibulus karena sampai saat ini masih dilakukan dan dalam pelaksanaan tata upacaranya disesuaikan dengan aturan yang berlaku di dalam masyarakat Padukuhan Kalibulus. Upacara sadranan di Padukuhan Kalibulus dilaksanakan dengan aturan-aturan yang telah disepakati oleh semua warga Padukuhan Kalibulus. Di Padukuhan Kalibulus, upacara sadranan dilaksanakan dengan adat Jawa dan tata ritual agama Islam karena mayoritas penduduk di Padukuhan Kalibulus beragama Islam.
1.6.2.2 Padukuhan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988 : 635) padukuhan adalah pedesaan atau perkampungan. Padukuhan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Padukuhan Kalibulus yang merupakan bagian dari Kelurahan atau Desa Bimomartani. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan masyarakat Padukuhan Kalibulus dan pelaksanaan upacara sadranan yang dilaksanakan di Padukuhan Kalibulus sebagai objek penelitian.
1.6.2.3 Proses Ritual