BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori - PENINGKATAN PARTISIPASI DAN PRESTASI BELAJAR IPS MATERI KEBERAGAMAN SUKU BANGSA DAN BUDAYA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH DI KELAS V SD N 2 BOJONGSARI - repository perpustakaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Partisipasi a. Pengertian Partisipasi Menurut Moelyarto Tjokrowinoto (dalam Suryosubroto, 2002:

  278) mengemukakan bahwa partisipasi adalah pernyataan mental dan emosional seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk mengembangkan daya pikir dan perasaan mereka bagi tercapainya tujuan-tujuan, bersama bertanggung jawab terhadap tujuan-tujuan tersebut.Sedangkan menurut Tannenbaun dan Hahn (dalam Sukidin dkk, 2002:159) menyatakan bahwa partisipasi merupakan suatu tingkat sejauh mana peran anggota melibatkan diri di dalam kegiatan dan menyumbangkan tenaga dan pikirannya dalam pelaksanaan kegiatan tersebut.Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa partisipasi merupakan keterlibatan mental, emosi dan fisik seseorang dalam suatu kegiatan dan bertanggung jawab atas keterlibatannya dalam kegiatan tersebut sehingga tujuan-tujuan dalam kegiatan tersebut dapat tercapai.

  Pada penelitian ini, partisipasi yang dimaksud adalah partisipasi siswa yaitu keikutsertaan atau keterlibatan siswa baik secara mental, emosi serta fisik dalam suatu kegiatan pembelajaran.Ketika siswa ikut berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran tersebut, berarti siswa secara tidak langsung ikut bertanggung jawab dalam kegiatan pembelajaran tersebut sehingga tujuan-tujuan dari kegiatan pembelajaran tersebut dapat tercapai sesuai dengan harapan guru.

  Guru perlu mengetahui prasyarat-prasyarat sebagai kondisi pendahuluan agar dapat membangkitkan partisipasi siswa. Menurut Pariata Westra (dalam Suryosubroto, 2002: 280-281) menyebutkan ada beberapa prasyarat-prasyarat sebagai kondisi pendahuluan agar tercapai partisipasi yaitu: 1) Tersedianya waktu yang cukup untuk mengadakan partisipasi. 2)

  Pembiayaan hendaknya tidak melebihi nilai-nilai hasil yang diperoleh.

  3) Pelaksanaan partisipasi haruslah memandang penting sarta urgen terhadap kelompok kerja.

  4) Peserta partisipasi haruslah mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu agar efektif untuk dipartisipasikan.

  5) Pelaku partisipasi haruslah berhubungan agar saling tukar ide. 6)

  Tidak ada pihak-pihak yang merasa terancam dengan adanya partisipasi itu.

  7) Partisipasi agar efektif jika didasari atas asas-asas adanya kebebasan kerja.

  Ketika prasyarat kondisi pendahuluan sudah terpenuhi, makamenurut Subandiyah (dalam Suryosubroto, 2002: 281) ada prasyarat untuk meningkatkan partisipasi, antara lain: 1) Rasa senasib sepenanggungan, ketergantungan dan keterkaitan. 2)

  Keterlibatan anggota dengan tujuan yang jelas agar meningkatkan ketetapan hati, kemauan keras dan sikap tahan uji.

  3) Kemampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan. 4) Adanya prakarsa.

  Kegiatan pembelajaran dapat dikatakan sukses dan berhasil apabila ada partisipasi dari siswa.Untuk mengetahui tingkat partisipasi siswa tentunya peneliti harus memiliki instrumen dan instrumen yang digunakan oleh peneliti adalah lembar observasi partisipasi siswa dengan berbagai pertanyaan yang ada dengan mengacu pada indikator atau kisi-kisi yang telah ada. Adapun kisi-kisi partisipasi siswa menurut Sukidin dkk (2002: 128) adalah sebagai berikut: 1)

  Memperhatikan penjelasan guru 2)

  Menyampaikan pertanyaan 3)

  Menyampaikan pendapat atau sanggahan 4)

  Menyampaikan jawaban 5)

  Membuat catatan singkas 6)

  Mengerjakan tugas dengan baik b.

  Manfaat Partisipasi Keith Davis (dalam Suryosubroto, 2002: 281-282) mengemukakan manfaat prinsipiil dari partisipasi antara lain:

  1) Lebih memungkinkan diperolehnya keputusan yang benar. 2)

  Dapat digunakan kemampuan berpikir kreatif dari para anggotanya.

  3) Dapat mengendalikan nilai-nilai martabat manusia, motivasi serta membangun kepentingan bersama.

  4) Lebih mendorong orang untuk bertanggung jawab. 5) Lebih memungkinkan untuk mengikuti perubahan-perubahan.

  Lebih jauh Heidjrachman Ranupandojo (dalam Suryosubroto, 2002: 282) mengemukakan bahwa dengan dijalankannya partisipasi akan bisa diperoleh beberapa manfaat seperti bisa dibuatnya keputusan yang lebih baik (karena banyak sumbangan pikiran), adanya penerimaan yang lebih besar terhadap perintah yang diberikan dan adanya perasaan diperlukan.

  Senada dengan pendapat di atas, Burt,K.Sachlan (dalam Suryosubroto, 2002: 282) memberikan pendapatnya bahwa manfaat dari patisipasi antara lain: 1) Lebih banyak komunikasi dua arah. 2) Lebih banyak bawahan mempengaruhi keputusan.

  3) Manager dan partisipan kurang bersifat agresif. 4)

  Potensi untuk memberikan sumbangan yang berarti dan positif, diakui dalam derajat yang lebih tinggi.

  Dari beberapa pendapat yang menyebutkan tentang manfaat partisipasi, maka dapat disimpulkan bahwa dengan adanya partisipasi siswa akan memberikan manfaat yang penting bagi keberhasilan suatu proses atau kegiatan pembelajaran. Manfaat tersebut antara lain: 1)

  Lebih memungkinkan diperolehnya keputusan yang benar karena banyaknya sumbangan pikiran dari para siswa.

  2) Pengembangan potensi diri dan kreativitas siswa. 3)

  Adanya penerimaan yang lebih besar terhadap perintah yang diberikan dan adanya perasaan diperlukan.

  4) Melatih untuk bertanggung jawab serta mendorong siswa untuk dapat mendorong kepentingan bersama

  Dengan demikian jelaslah bahwa partisipasi siswa memberi manfaat yang sangat penting pada kelancaraan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran yang diharapkan guru dapat tercapai.

  c.

  Hal-hal yang Mempengaruhi Tumbuhnya Partisipasi Banyak faktor yang mempengaruhi tumbuhnya partisipasi anggota suatu kelompok. Dikemukakan Neong Moehajir (dalam Suryosubroto,

  2002: 284) bahwa tumbuhnya partisipasi dapat dilihat dari derajat partisipasinya, yaitu:

  1) Partisipasi tanpa mengenal objek partisipasi yang berpartisipasi karena diperintahkan untuk ikut.

  2) Berpartisipasi karena yang bersangkutan telah mengenal ide baru tersebut, ada daya tarik dari objek dan ada minat dari subjek.

  3) Berpartisipasi karena yang bersangkutan telah meyakini bahwa ide tersebut memang baik.

  4) Berpartisipasi karena yang bersangkutan telah melihat lebih detail tentang alternatif pelaksanaan dan penerapan ide tersebut.

  5) Berpartisipasi karena yang bersangkutan langsung memanfaatkan ide usaha pembangunan tersebut untuk dirinya, keluarga dan masyarakat.

  Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi dipengaruhi oleh adanya daya tarik dari objek yang bersangkutan, karena diperintahkan untuk berpartisipasi, dan adanya manfaat bagi dirinya.Dengan demikian guru harus dapat merencanakan dan mengelola kegiatan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa dan memiliki manfaat bagi siswa sebagai sarana pendewasaan diri dan penyaluran bakat-bakat potensial siswa sehingga partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat meningkat.

2. Prestasi Belajar a.

  Pengertian Prestasi Belajar Menurut Arifin (2010: 12) kata “prestasi” berasal dari bahasa

  Belanda yaitu prestatie. Kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi

  “prestasi” yang berarti “hasil usaha”. Sedangkan menurut Kamus Umum Besar Bahasa Indonesia (2007: 910), prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya).Dari beberapa pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa prestasi adalah tingkat penguasaan atau kemampuan seseorang yang telah dicapai sebagai bukti usaha yang telah dilakukan.

  Menurut Slameto (2010: 2), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Seseorang yang melakukan proses belajar pasti akan mengalami perubahan tingkah laku pada dirinya baik itu perubahan tingkah laku yang baik ataupun perubahan tingkah laku yang buruk.

  Dari pendapat tersebut maka belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku pada siswa menuju tingkat kedewasaan yang lebih matang yang terjadi sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan rumah, masyarakat, dan sekolah yang melibatkan proses kognitif dan dilaksanakan secara rutin melalui latihan atau pengalaman.

  Berdasarkan definisi prestasi dan belajar yang telah diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil usaha belajar yang telah dicapai oleh siswa melalui latihan atau pengalaman yang berupa perubahan dalam aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu dan dinyatakan dalam nilai setelah mengalami proses pembelajaran di sekolah. Maka dari itu prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar itu sendiri karena hasil dari seseorang melakukan kegiatan belajar adalah prestasi.

  b.

  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Untuk mencapai prestasi belajar yang diharapkan, maka terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa.

  Pendapat Slemeto (2010: 54-71), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa secara garis besar terbagi menjadi 2 bagian,diantaranya adalah sebagai berikut: 1)

  Faktor Intern Faktor intern adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri yaitu menyangkut kondisi jasmani atau rohani siswa.

  Faktor-faktor intern tersebut antara lain:

  a) Faktor kesehatan

  Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit.Kesehatan adalah keadaan atau hal sehat.Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajarnya. Agar seseorang dapat belajar dengan baik, maka harus selalu mengusahakan kesehatan badannya tetap terjamin dengan cara selalu mengindahkan ketentuan-ketentuan tentang bekerja, belajar, istirahat, tidur, makan, olahraga, rekreasi dan ibadah. b) Cacat tubuh

  Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh.Keadaan cacat tubuh mempengaruhi belajar.Siswa yang cacat belajarnya juga terganggu. Jika hal ini terjadi, hendaknya ia belajar pada lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat menghindari atau mengurangi pengaruh kecacatannya itu.

  c) Intelegensi atau Kecerdasan

  Intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui atau menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, emngetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat.Intelegensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar.

  Dalam situasi yang sama, siswa yang mempunyai intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah. Walaupun begitu siswa yang mempunyai tingkat intelegensi lebih tinggi belum pasti berhasil dalam belajarnya. Hal ini dikarenakan bahwa belajar adalah suatu proses yang kompleks dengan banyak faktor yang mempengaruhinya, sedangkan intelegensi adalah salah satu faktor diantara faktor yang lainnya. Oleh karena itu faktor intelengensi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dalam kegiatan belajar siswa.

  d) Perhatian

  Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya, jika bahan pelajaran tersebut tidak mendapat perhatian dari siswa maka timbullah kebosanan sehingga siswa tidak suka lagi belajar. Agar siswa dapat belajar dengan baik, usahakan bahan pelajaran selalu menarik perhatian denga cara mengusahakan pelajaran itu sesuai dengan hobi atau bakat.

  e) Minat

  Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya, tetapi jika bahan pelajaran menarik minat siswa, maka lebih mudah dipelajari dan disimpan karena minat menambah kegiatan belajar. Jika terdapat siswa yang kurang berminat terhadap belajar, maka dapat diusahakan dengan cara menjelaskan hal-hal yang menarik dan berguna bagi kehidupan serta hal-hal yang berhubungan dengan cita-cita serta kaitannya dengan bahan yang dipelajarinya.

  f) Bakat

  Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang sebagai kecakapan bawaan.Bakat dapat mempengaruhi belajar. Jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya lebih baik karena ia senang belajar dan pastilah selanjtnya ia akan lebih giat lagi dalam belajar. Adalah penting untuk mengetahui bakat siswa dan menempatkan siswa sesuai dengan bakat yang dimiliki.

  g) Motif

  Dalam proses belajar haruslah memperhatikan apa yang dapat mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik atau padanya mempunyai motif untuk berfikir atau memusatkan perhatian, merencanakan, dan melaksanakan kegiatan yang berhubungan atau menunjang belajar. Motif-motif yang dapat diberikan pada siswa dapat berupa pujian, pemberian hadiah dan sebagainya.Motig yang kuat sangat perlu dalam belajar, di dalam membentuk motif yang kuat dapat dilaksanakan dengan adanya latihan-latihan atau kebiasaan-kebiasaan dan pengaruh lingkungan.Jadi latihan atau kebiasaan sangat perlu dalam belajar. h) Kematangan

  Kematangan adalah suatu tingkat pertumbuhan seseorang, dimana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru.Kematangan belum berarti anak dapat melaksanakan kegiatan secara terus-menerus, untuk itu diperlukan latihan-latihan dan pelajaran. Belajar akan lebih berhasil jika anak sudah siap (matang). Jadi kemajuan baru untuk memiliki kecakapan itu tergantung dari kematangan dan belajar. i)

  Kesiapan Kesiapan adalah kesediaan untuk meberi respon atau beraksi.Kesediaan itu timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan kecakapan. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dan padanya sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik. j)

  Faktor kelelahan Kelelahan ada dua macam yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani.Kelelahan dapat mempengaruhi belajar.Agar siswa dapat belajar dengan baik harus menghindari jangan sampai terjadi kelelahan dalam belajarnya. Kelelahan dapat dihindari dengan cara tidur, istirahat, mengusahakan variasi dalam belajar, olahraga teratur, rekreasi dan ibadah teratur, memakan makanan bergizi dan sebagainya. Oleh karena itu kelelahan harus dihindari agar kegiatan belajar dapat berjalan dengan lancar.

  2) Faktor Ekstern Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa.

  Faktor-faktor tersebut berupa:

  a) Faktor keluarga

  Keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam suatu masyarakat dan tempat seseorang dilahirkan serta dibesarkan.Keluarga adalah lembaga pendidikan pertama dan utama yang dapat membentuk dan mempengaruhi karakter anak. Anak yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa cara mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga. Orang tua harus menyadari bahwa pendidikan pertama dimulai dari keluarga dan dilanjutkan dengan pendidikan sekolah.Perhatian dari anggota keluraga terutama orang tua dapat memberikan dukungan dan motivasi sehingga anak dapat belajar dengan rajin dan tekun.

  b) Faktor sekolah

  Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa.Lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong siswa untuk lebih giat dalam belajar. Keadaan sekolah yang baik ini meliputi metode mengajar yang baik, kurikulum yang sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan karakteristik siswa, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, serta metode belajar dan tugas rumah.

  c) Faktor masyarakat

  Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar anak.Pengaruh itu terjadi karena keberadaan anak dalam masyrakat. Dalam kehidupan sehari- hari anak akan sering bergaul dalam lingkungan masyarakat, maka dari itu lingkungan masyarakat memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan pribadi siswa. Apabila anak-anak yang sebaya merupakan anak yang rajin maka anak akan terpengaruh untuk rajinbelajar. Sebaliknya jika anak-anak yang sebaya adalah anak-anak yang tidak rajin maka anak akan menjadi anak yang tidak rajin pula. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lingkungan memberikan kontribusi dalam membentuk kepribadian anak, karena dalam bergaul seorang anak akan menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan lingkungannya.

  c.

  Prinsip-Prinsip Pengukuran Prestasi Belajar Prestasi belajar dapat diukur melalui tes yang sering sekali disebut dengan tes prestasi belajar. Menurut Gronlund (dalam Saifuddin

  Azwar 2010: 18-21) merumuskan beberapa prinsip dasar dalam pengukuran prestasi belajar sebagai berikut: 1)

  Tes prestasi harus mengukur hasil belajar yang telah dibatasi secara jelas sesuai dengan tujuan instruksional.

  Prinsip ini menjadi langkah pertama dalam penyusunan tes prestasi belajar, yaitu langkah pembatasan tujuan ukur.Identifikasi dan pembatasan tujuan ukur harus bersumber dan mengacu pada tujuan instruksional yang telah digariskan bagi suatu program.

  2) Tes prestasi harus mengukur sampel representatif dari hasil belajar dan dari materi yang dicakup oleh program instruksional atau pengajaran.

  Maksud sampel hasil belajar dalam hal ini adalah perwujudan soal tes dalam bentuk item-item yang mewakili kesemua pertanyaan mengenai materi pelajaran yang secara teoritik mungkin ditulis. Untuk dapat dikatakan mengukur hasil belajar materi pelajaran secara keseluruhan, sampel pertanyaan yang termuat dalam tes harus representatif, yakni harus menanyakan semua bagian materi yang dicakup oleh suatu program secara proposional.

  3) Tes prestasi harus berisi item-item dengan tipe yang paling cocok guna mengukur hasil belajar yang diinginkan.

  Hasil belajar yang hendak diukur akan menentukan tipe perilaku yang harus diterima sebagai bukti tercapainya tujuan instruksional yang telah ditetapkan. Tes prestasi memiliki berbagai tipe dan format item yang dapat digunakan sesuai dengan tujuan pengukuran. Apabila tujuan pengukuran adalah pengungkapan proses mental atau kompetisi tingkat tinggi guna pemecahan masalah maka dapat dipilih tipe item esai, atau tipe pilihan ganda. 4)

  Tes prestasi harus dirancang sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaan hasilnya.

  Hal ini berkaitan dengan fungsi evaluasi yang dimiliki oleh masing-masing tes. Untuk tes yang hasilnya akan digunakan sebagai dasar penempatan biasanya diperlukan item yang tidak terlalu tinggi taraf kesukarannya dan cakupannya pun tidak terlalu luas. Bagi tes yang dimaksudkan berfungsi sumatif guna mengukur kemajuan belajar tertentu harus disusun item yang mencakup bagian-bagian penting tertentu dari keseluruhan materi pelajaran. Sedangkan tes yang berfungsi diagnostik akan berisi item dalam jumlah besar dari setiap bagian kawasan materi pelajaran. Dalam hal ini perhatian lebih ditujukan pada respon atau jawaban yang diberikan siswa pada item-item tertentu sedangkan skor keseluruhan menjadi berkurang penting peranannya. Pusat perhatian akan tertuju pada kesalahan-kesalahan yang biasa dilakukan oleh siswa dan bukan pada usaha membuat item guna mengukur efektifitas program pengajaran. Karena tes seperti ini tujuan utamanya adalah untuk mendeteksi masalah-masalah kesukaran belajar maka taraf kesukaran tiap-tiap itemnya pun dibuat rendah.

  5) Reliabilitas tes prestasi harus diusahakan setinggi mungkin dan hasil ukurnya harus ditafsirkan dengan hati-hati.

  Reliabilitas hasil ukur merupakan salah satu ciri kualitas tes yang tidak dapat diabaikan. Tes yang tidak dapat memberikan hasil yang konsisten akan memberikan penafsiran yang keliru mengenai aspek yang diungkapkan. Ketidakreliabelan ini dapat terjadi karena adanya kesalahan pengukuran yang bersumber antara lain dari dalam tes itu sendiri. Selain itu peningkatan jumlah item yang disertai oleh peningkatan kualitas item akan banyak berarti dalam meningkatkan reliabilitas tes. Informasi mengenai reliabilitas tes haruslah menjadi salah satu pertimbangan penting dalam melakukan interpretasi hasil ukur tes yang bersangkutan.Untuk itulah biasanya selain adanya laporan mengenai koefisien reliabilitas setiap tes perlu juga dilengkapi dengan laporan besarnya eror standar dalam pengukuran.

  6) Tes prestasi harus dapat digunakan untuk meningkatkan belajar para anak didik.

  Tujuan utama pengukuran prestasi belajar, baik formatif maupun sumatif adalah membantu mereka dalam belajar haruslah dapat dikomunikasikan kepada para siswa. Bila para siswa telah dapat memandang suatu tes sebagai sarana yang menolong mereka, disamping sebagai dasar pemberian angka atau nilai rapor, maka fungsi tes sebagai motivator dan pengarah dalam belajar telah tercapai Dari uraian dan pemahan di atas, maka dapat disadari bahwa memandang tes secara proporsional dalam arti kita menyadari apa yang boleh diharapkan darinya sehingga dapat memanfaatkan hasilnya semaksimal mungkin, kemudian menyadari pula keterbatasannya sehingga dapat mengembangkan tes prestasi dengan cara yang lebih baik serta tidak memberi interpretasi yang kurang berhati-hati.

  Prestasi belajar seorang siswa dapat diukur melalui evaluasi. Pada prinsipnya, evaluasi merupakan kegiatan berencana dan berkesinambungan (Syah, 2010: 142).Ragam evaluasi banyak bentuknya, mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks. Ragam evaluasi menurut Syah (2010: 142) antara lain sebagai berikut:

  1) Pre test dan post test

  Kegiatan pre test dilakukan guru secara rutin pada setiap akan memulai penyajian materi baru. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasikan saraf pengetahuan siswa mengenai bahan yang akan disajikan. Evaluasi seperti ini berlangsung singkat dan sering tidak memerlukan instrumen tertulis. Post test adalah kebalikan dari pre test, yaitu kegiatan evaluasi yang dilakukan guru pada setiap akhir penyajian data. Tujuannya adalah untuk mengetahui taraf penguasaan siswa atas materi yang telah diajarkan. 2)

  Evaluasi prasyarat Evaluasi jenis ini mirip dengan pre test. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi penguasaan siswa atas materi lama yang mendasari materi baru yang akan diajarkan. 3)

  Evaluasi diagnostik Evaluasi ini dilakukan setelah selesai penyajian sebuah satuan pelajaran dengan tujuan mengidentifikasi bagian-bagian tertentu yang belum dikuasai oleh siswa. 4)

  Evaluasi formatif Evaluasi jenis ini kurang lebih sama dengan ulangan yang dilakukan pada setiap akhir penyajian satuan pelajaran atau modul.

  Tujuannya adalah untuk memperoleh umpan balik yang mirip dengan evaluasi diagnostik, yakni untuk mendiagnosis kesulitan belajar siswa. 5)

  Evaluasi sumatif Evaluasi ini dilakukan untuk mengukur prestasi belajar siswa pada akhir periode pelaksanaan program pengajaran.Evaluasi ini dilakukan pada setiap akhir semester atau akhir tahun ajaran. 6)

  UAN Evaluasi ini dijadikan sebagai alat penentu kenaikan status siswa.

  Dari berbagai ragam evaluasi yang telah diuraikan di atas maka guru dapat melakukan evaluasi sesuai dengan waktu dan tujuan dari jenis evaluasi yang dilakukan tersebut, sehingga pembelajaran akan dapat berjalan secara efektif dan efisien serta kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran akan lebih terprogram.

3. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) a.

  Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya.Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu sosial.IPS atau studi sosial merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi cabang-cabang ilmu-ilmu sosial.

  Geografi, sejarah, antropologi merupakan disiplin ilmu yang memiliki keterpaduan yang tinggi.Pemebelajaran geografi memberikan kebulatan wawasan yang berkenaan dengan wilayah-wilayah, sedangkan sejarah memberikan memberikan wawasan berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dari berbagai periode.Antropologi meliputi studi-studi komparatif yang berkenaan dengan nilai-nilai, kepercayaan, struktur sosial, aktivitas-aktivitas ekonomi, organisasi politik dan spiritual, teknologi dan benda-benda budaya dari budaya-budaya terpilih.Ilmu politik dan ekonomi tergolong ke dalam ilmu-ilmu tentang kebijakan pada aktivitas-aktivitas yang berkenaan dengan pembuatan keputusan. Sosiologi dan antropologi sosial merupakan ilmu-ilmu tentang perilaku seperti konsep peran, kelompok, institusi, proses interaksi dan kontrol sosial. Secara intensif konsep-konsep seperti ini digunakan ilmu-ilmu sosial dan studi sosial (Trianto, 2010:171).

  Ilmu Politik Sejarah

  Ilmu Geografi

  Ekonomi Pengetahuan

  Sosial Sosiologi

  Psikologi Sosial

  Antropologi Filsafat

  Gambar 2.1.Keterpaduan Cabang Ilmu Pengetahuan Sosial

  Ilmu pengetahuan sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di tingkat SD/MI/SDLB.Ilmu Pengetahuan Sosial mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial.Pada jenjang SD/MI, mata pelajaran IPS memuat materi geografi, sejarah, sosiologi dan ekonomi.Melalui mata

  pelajaran IPS, siswa diarahkan untuk dapat menjadi warga masyarakat yang menghargai nilai-nilai sosial, bertanggung jawab, mencintai lingkungan alam, dan menjadi warga dunia yang cinta damai.

  Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarkat. Dengan pendekatan tersebut, diharapkan siswa akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan. Adapun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk pelajaran IPS pada kelas V Sekolah Dasar:

Tabel 2.1 KTSP IPS Kelas V Sekolah Dasar Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

  Kelas V Semester 1 1.

  1.1 Menghargai berbagai Mengenal makna peninggalan- peninggalan dan tokoh peninggalan sejarah yang sejarah yang berskala berskala nasional dari masa nasional pada masa Hindu- Hindu-Budha dan Islam di Budha dan Islam, keragaman Indonesia. kenampakan alam dan suku

  1.2 Menceritakan tokoh-tokoh bangsa serta kegiatan sejarah pada masa Hindu- ekonomi di Indonesia. Budha dan Islam di Indonesia.

  1.3 Mengenal keragaman kenampakan alam dan buatan serta pembagian wilayah waktu di Indonesia dengan menggunakan peta/atlas/globe dan media lainnya.

  1.4 Menghargai keragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia.

  1.5 Mengenal jenis-jenis usaha dan kegiatan ekomoni di Indonesia.

   Kelas V Semester 2 2.

  2.1 Menghargai peranan tokoh Mendeskripsikan perjuangan pejuang dan masyarakat para tokoh pejuang pada masa dalam mempersiapkan dan penjajahan Belanda dan mempertahankan Jepang. kemerdekaan Indonesia.

  2.2 Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.

  2.3 Menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kem ẹrdekaan.

  2.4 Menghargai perjuangan para tokoh dalam mempertahankan kemerdekaan.

  Rosdijati (2010: 58-59), menyatakan bahwa mengacu pada tujuan pembelajaran IPS yang tercantum di dalam Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan, maka pembelajaran IPS dilakukan agar siswa dapat mencapai kompetensi-kompetensi sebagai berikut: 1)

  Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungan.

  2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah dan ketrampilan dalam kehidupan sosial.

  3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.

  4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetensi dalam masyarakat yang majemuk di tingkat lokal, nasional dan global.

  Walau memiliki tujuan yang sangat mulia, kualitas pembelajaran

  IPS seringkali jauh dari harapan.Para guru menghadapi masalah- masalah klasik, seperti rendahnya prestasi serta kurangnya minat atau keinginan terhadap pelajaran IPS di sekolah. Hal ini terjadi karena para siswa umumnya menganggap pelajaran IPS adalah pelajaran yang susah karena banyak materi yang harus dihafalkan.

  Mempelajari IPS berarti mempelajari berbagai konsep dan proses yang berhubungan dengan IPS. Proses IPS dapat dijabarkan ke dalam ketrampilan berpikir atau ketrampilan dasar.Dalam mata pelajaran IPS siswa secara bertahap dibimbing agar memiliki ketrampilan dasar IPS yang digunakan untuk mengenal dan memahami berbagai konsep IPS.

  b.

  Karakteristik Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Karakteristik mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) berbeda dengan disiplin ilmu lain yang bersifat monolitik. Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya.Rumusan IPS berdasarkan realitas dan fenomena sosial melalui pendekatan intradisipliner.

  Menurut Trianto (2010: 174-175), mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) memiliki beberapa karakteristik antara lain:

  1) Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan gabungan dari unsur-unsur geografi, sejarah, ekonomi, hukum dan politik, kewarganegaraan, sosiologi, bahkan juga bidang humaniora. Pendidikan dan agama.

  2) Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS berasal dari struktur keilmuan geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi, yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topik (tema) tertentu.

  3) Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS juga menyangkut berbagai masalah sosial yang dirumuskan dengan pendekatan intradisipliner dan multidisipliner.

  4) Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dapat menyangkut peristiwa dan perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab akibat, kewilayahan, adaptasi dan pengelolaan lingkungan, struktur, proses dan masalah sosial serta upaya-upaya perjuangan hidup agar survive seperti pemenuhan kebutuhan, kekuasaan, keadilan dan jaminan keamanan.

  c.

  Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial Tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah untuk mengembangkan potensi siswa agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari, baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Tujuan tersebut dapat dicapai manakal program-program pelajaran IPS di sekolah diorganisasikan secara baik. Trianto (dalam Awan Muntakin, Puskur, 2006b: 4), merumuskan tujuan tersebut dalam rincian sebagai berikut: 1)

  Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui pemahaman terhadap niali-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat. 2)

  Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial.

  3) Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat.

  4) Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang cepat.

  5) Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat.

6) Memotivasi seseorang untuk bertindak berdasarkan moral.

  7) Fasilitator di dalam suatu lingkungan yang terbuka dan tidak bersifat menghakimi.

  8) Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik dalam kehidupannya “to prepare to be well-functioning citizens in a

  democratic society ” dan mengembangkan kemampuan siswa

  menggunakan penalaran dalam mengambil keputusan pada setiap persoalan yang dihadapinya.

  9) Menekankan perasaan, emosi, dan derajat penerimaan atau penolakan siswa terhadap materi Pembelajaran IPS yang diberikan.

  Disamping itu juga bertujuan bagaimana sikap siswa terhadap pelajaran berupa: penerimaan, jawaban atau sambutan, penghargaan, pengorganisasian, karakteristik nilai dan menceritakan. Walaupun tujuan dari pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Dasar sangat baik, tapi sering sekali tujuan tersebut masih jauh dari harapan.Para guru selalu dihadapkan pada masalah yang sering terjadi yaitu rendahnya partisipasi dan prestasi siswa terhadap pelajaran IPS. Hal ini terjadi karena siswa menganggap pelajaran IPS adalah pelajaran yang sangat membosankan, materinya banyak dan susah untuk dihafalkan.

4. Keberagaman Suku Bangsa dan Budaya di Indonesia a.

  Suku Bangsa Suku bangsa yang menempati wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke sangat beragam. Sedangkan perbedaan ras muncul karena adanya pengelompokan besar manusia yang memiliki ciri-ciri biologis lahiriah yang sama seperti rambut, warna kulit, ukuran-ukuran tubuh, mata, ukuran kepala, dan lain sebagainya.

  Menurut Setiadi, Hakam dan Effendi (2006: 148) Di Indonesia, terutama bagian barat mulai dari Sulawesi adalah ras Mongoloid

  Melayu Muda (Deutero Malayan Mongoloid) . Kecuali Batak dan

  Toraja yang termasuk Mongoloid Melayu Tua (Proto Malayan

  

Mongoloid) .Sebelah timur Indonesia termasuk ras Austroloid,

  termasuk bagian NTT.Sedangkan kelompok terbesar yang tidak termasuk kelompok pribumi adalah golongan Chia yang termasuk

  Astratic Mongoloid.

  Setiap suku bangsa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia memiliki adat, bahasa, dan kesenian yang berbeda-beda. Perbedaan ini tidak membuat Indonesia menjadi terpecah belah, karena Indonesia memiliki semboyan yang tidak akan pernah dilupakan yaitu “ Bhinneka Tungga Ika” yang artinya walau berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Banyak cara agar perbedaan tersebut menjadi alat pemersatu bagi bangsa Indonesia, antara lain harus menghormati suku lain agar dapat dihormati juga oleh suku lain, dan tidak boleh membeda- bedakan suku lain yang ada di wilayah Indonesia dalam pergaulan sehari-hari.

  b.

  Budaya Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti

  cinta , rasa dan karsa.Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa

  

Sansekertabudhayah yaitu bentuk jamak dari kata budi atau

  akal.Sedangkan dalam bahasa Latin, berasal dari kata colera.Colera berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, mengembangkan tanah (bertani).Kemudian pengertian tersebut berkembang dalam arti culture, yaitu sebagai daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam.

  Menurut Taylor (dalam Setiadi, Hakam dan Effendi, 2006: 27) mengartikan bahwa budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan kemampuan lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (dalam Setiadi, Hakam dan Effendi 2006: 28) bahwa kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.

  Berdasarkan beberapa pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kebudayaan atau budaya merupakan keseluruhan aspek kehidupan manusia baik karya, rasa dan cipta yang didapat karena sebagai anggota masyarakat.

  Koentjaraningrat (dalam Setiadi, Hakam dan Effendi 2006: 28-30) mengemukakan bahwa kebudayaan digolongkan dalam 3 wujud, yaitu: 1)

  Wujud sebagai suatu yang kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai, norma-norma dan peraturan.

  Wujud tersebut menunjukan wujud ide dari kebudayaan, sifatnya abstrak, tak dapat diraba, dipegang ataupun difoto, dan tempatnya ada di alam pikiran warga masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup.

  2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari menusia dalam masyarakat.

  Wujud tersebut dinamakan sistem sosial, karena menyangkut tindakan dan kelakuan berpola dari manusia itu sendiri.

  3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

  Wujud yang terakhir ini disebut pula kebudayaan fisik.Wujud budaya ini hampir seluruhnya merupakan hasil fisik (aktivitas perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat). Kendati kebudayaan yang dimiliki oleh setiap masyarakat tidak sama, seperti di Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang berbeda, tetapi setiap kebudayaan memiliki ciri atau sifat yang sama. Setiadi, Hakam dan Effendi (2006: 33-34) berpendapat bahwa kebudayaan memiliki sifat sebagai berikut: 1) Budaya terwujud dan tersalurkan dari perilaku manusia. 2)

  Budaya telah ada terlebih dahulu daripada lahirnya suatu generasi tertentu dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan. 3)

  Budaya diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya.

  4) Budaya mencangkup aturan-aturan yang berisikan kewajiban- kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan- tindakan yang dilarang dan tindakan-tindakan yang diijinkan.

  Indonesia adalah negara yang sangat kaya dengan kebudayaan.Setiap daerah atau provinsi yang terdapat di Indonesia memiliki kebudayaan yang berbeda.Tiap-tiap suku bangsa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia mempunyai bahasa, pakaian adat, upacara adat, kesenian, rumah adat, dan makanan tradisional yang berbeda. Keragaman budaya ini adalah bentuk kekayaan Indonesia yang perlu dilestarikan karena negara lain tidak memiliki keragaman budaya yang seperti dimiliki oleh Indonesia. Oleh karena itu, sudah sepantasnya seluruh warga negara Indonesia harus menjaga dan melestarikan keberagaman budaya ini, salah satu caranya dengan menghormati kebudayaan dari daerah lain yang berbeda dengan kebudayaan yang ada di daerah kita sendiri.

5. ModelCooperative Learning a.

  Pengertian Cooperative Learning Hamid Hasan (dalam Solihatin dan Raharjo, 2009: 4) mengatakan bahwa Cooperative atau kooperatif mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Sedangkan Slavin (dalam Solihatin dan Raharjo, 2009: 4) mengatakan bahwa cooperative

  learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan

  bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen, selanjutnya keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok baik secara individual maupun secara kelompok.

  Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Pebelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) merupakan suatu sikap atau perilaku kerja sama yang dilakukan dalm suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih dan keterlibatan daris setiap anggota kelompok itu sendiri sangat berpengaruh terhadap keberhasilan kerja kelompok tersebut.

  Dalam Pembelajaran Kooperatif ada siswa yang paling besar pengaruhnya dalam proses pembelajaran dan siswa sebagai manusia pada hakikatnya merupakan mahluk sosial yaitu mahluk yang tidak dapat hidup sendiri tanpa mahluk lain atau mahluk yang memiliki ketergantungan antara satu sama lain. Oleh karena itu fitrah sebagai mahluk sosial dapat guru kembangkan melalui model pembelajaran kooperatifyang dapat menjalin rasa saling tolong menolong, berinteraksi, berbagi, kompetitif dan penghargaan.

  Aplikasinya dalam pembelajaran di kelas, model pembelajaran ini menekankan pada realita kehidupan masyarakat yang dirasakan dan dialami oleh siswa dalam kesehariannya, dalam bentuk yang disederhanakan dalam kehidupan kelas.Model pembelajaran ini memandang bahwa keberhasilan dalam belajar bukan semata-mata harus diperoleh dari guru (teacher centerd) melainkan dapat juga dari pihak yang terlibat dalam pembelajaran itu, yaitu teman sebaya

  

(student centered) . Keberhasilan belajar menurut model pembelajaran

  ini bukan semata-mata ditentukan oleh kemampuan individu secara utuh, melainkan hasil dari belajar itu akan semakin baik apabila dilakukan secara bersama-sama dalam kelompok-kelompok belajar kecil yang terstruktur dengan baik. Melalui belajar dengan teman sebaya dan di bawah bimbingan dari guru, maka proses penerimaan dan pemahaman siswa akan semakin mudah dan cepat terhadap materi yang dipelajari.

  Suprijono (2010: 57) mengemukakan bahwa kelompok bukanlah semata-mata sekumpulan orang.Akan tetapi kumpulan disebut kelompok apabila ada interaksi, mempunyai tujuan, berstruktur dan

  

groupness .Interaksi adalah saling mempengaruhi individu satu dengan

  individu lainnya.Tujuan dalam kelompok dapat bersifat intrinsik dan ekstrinsik.Tujuan intrinsik adalah tujaun yang didasarkan pada alasan bahwa dalam kelompok perasaan menjadi senang.Tujuan ekstrinsik adalah tujuan yang didasarkan pada alasan bahwa untuk mencapai sesuatu tidak dapat dicapai secara sendiri, melainkan harus dikerjakan secara bersama-sama.Struktur kelompok menunjukan bahwa dalam kelompok ada peran.Groupness menunjukan bahwa kelompok merupakan suatu kesatuan.

  b.

  Karakteristik Cooperative Learning

  Slavin (2010: 26-27) mengemukakan tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik Cooperative Learning, antara lain: 1)

  Tujuan Kelompok

  Cooperative Learning menggunakan tujuan-tujuan kelompok

  untuk memperoleh penghargaan kelompok.Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok memperoleh skor di atas kriteria yang telah ditentukan.Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptkan hubungan antar person yang saling mendukung, saling membantu, dan saling peduli.

  2) Tanggung Jawab Individual

  Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota kelompok.Pertanggung jawaban menitik beratkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar.Adanya pertanggung jawaban secara individual juga menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas- tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya.

  3) Kesempatan Sukses yang Sama

  Cooperative Learning menggunakan metode skoring yang

  mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu.Dengan menggunakan metode skoring ini setiap siswa yang berprestasi rendah, sedang atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik untuk kelompoknya.

  Menurut Stahl dalam Solihatin dan Raharjo (2009, 7-9), di dalam menggunakan cooperative learning di dalam kelas, harus diperhatikan dan diupayakan beberapa konsep yang mendasar,yaitu: 1) Perumusan tujuan belajar siswa harus jelas. 2) Permaian yang menyeluruh oleh siswa tentang tujuan belajar. 3) Ketergantungan yang bersifat positif. 4) Interaksi yang bersifat terbuka. 5) Tanggung jawab individual. 6) Kelompok bersifat heterogen. 7) Interaksi sikap dan perilaku sosial yang positif. 8) Tindak lanjut (follow up). 9) Kepuasan dalam belajar.

  Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa dalam menggunakan model cooperative learning di dalam kelas harus memperhatikan beberapa konsep yang mendasar agar pembelajaran dapat berlangsung dengan lancar dan tujuan pembelajaran dapat tercapai.

  c.

  Langkah –Langkah Penggunaan Cooperative Learning Langkah-langkah penggunaan model cooperative learning secara umum dijelaskan (Solihati dan Raharjo, 2009: 10-11) sebagai berikut:

  1) Langkah pertama adalah merancang rencana program pembelajaran. Pada langkah ini guru mempertimbangkan dan menetapkan target pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran. Disamping itu guru juga menetapkan sikap dan ketrampilan sosial yang diharapkan dikembangkan dan diperlihatkan oleh siswa selama berlangsungnya pembelajaran.

  2) Langkah kedua, dalam aplikasi pembelajaran di kelas, guru merancang lembar observasi yang akan digunakan untuk mengobservasi kegiatan siswa dalam belajar secara bersama-sama dalam kelompok-kelompok kecil.

  3) Langkah ketiga adalah dalam melakukan observasi terhadap kegiatan siswa, guru mengarahkan dan membimbing siswa, baik secara individu ataupun secara kelompok, baik dalam memahami materi maupun mengenai sikap dan perilaku siswa selama proses kegiatan belajar mengajar berlangsung. Pemberian pujian dan kritik membangun dari guru kepada siswa merupakan aspek penting yang harus diperhatikan oleh guru pada saat siswa bekerja dalam kelompok. Selain itu, saat kegiatan kelompok berlangsung, ketika siswa terlibat dalam diskusi masing-masing kelompok, guru secara periodik memberikan layanan kepada siswa, baik secara individu maupun klasikal.

  4) Langkah keempat yaitu guru memberikan kesempatan kepada siswa dari masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya. Pada saat diskusi kelas ini, guru bertindak sebagai moderator. Hal ini dimaksudkan untuk mengarahkan dan megoreksi pengertian dan pemahaman siswa terhadap materi atau hasil kerja yang telah ditampilkan.

6. Tipe Make a Match

  Dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif tipemake a match hal yang perlu dipersiapkan adalah kartu-kartu. Kartu-kartu tersebut adalah kartu berisi pertanyaan-pertanyaan dan kartu-kartu yang lainnya berisi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Dalam hal ini guru bertugas memfasilitasi diskusi untuk memberikan kesempatan pada seluruh siswa untuk menginformasikan hal-hal yang telah mereka lakukan yaitu memasangkan pertanyaan-pertanyaan dengan jawaban-jawaban yang ada serta melaksanakan penilaian..

  Model pembelajaran kooperatif tipemake a match ini dapat membuat suasana belajar menjadi lebih menyenangkan dan lebih menarik. Selain itu dengan menggunakan tipe make a match ini dapat membuat siswa lebih berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Dengan keterlibatan serta keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, maka akan terjalin komunikasi yang baik antara siswa dengan siswa ataupun antara guru dengan siswa, sehingga informasi yang diberikan guru akan mudah diterima dan dipahami oleh siswa. Kerjasama yang terjalin antar siswa dalam mencari pasangan dan keberanian mengemukakan pendapat pada saat mengemukakan hasil temuannya dalam mencari pasangan merupakan salah satu tipe dalam model pembelajaran kooperatif.