BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Konsep Pendidikan Birrul Walidain - KARTIKA WAHYU UTAMI BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Konsep Pendidikan Birrul Walidain Dalam membahas konsep pendidikan birrul walidain, perlu diketahui terlebih dahulu pengertian dari konsep dan pendidikan birrul walidain.

  1. Pengertian Konsep

  Menurut Kamus besar bahasa Indonesia (Sugono, 2008 : 802) konsep berarti rancangan, ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkrit. Sedangkan menurut istilah konsep berasal dari bahasa Latin

  “conceptum” yang artinya sesuatu yang dipahami. Aristoteles

  dalam bukunya

  “The Classical Theory Of Concepts” menyatakan bahwa

  konsep merupakan penyusun utama dalam pembentukan pengetahuan ilmiah dan filsafat pemikiran manusia.

   di akses pada tanggal 06 Juli 2017 pada pukul 10.15).

  Jadi definisi konsep yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu gambaran, ide atau pemikiran yang dinyatakan dalam suatu kata.

  2. Pendidikan Birrul Walidain

  Pendidikan dalam bahasa Arab biasa disebut dengan istilah

  tarbiyah , yang berasal dari kata kerja rabba (mendidik), sedang

  pengajaran dalam bahasa Arab disebut dengan

  ta‟lim yang berasal dari

  kata kerja „allama. Pendidikan Islam sama dengan Tarbiyah Islamiyah.

  6 Kata rabba beserta cabangnya banyak dijumpai dalam Al- Qur‟an, salah satunya dalam Q.S. Al Isr

  ā' (17): 24. Tarbiyah sering juga disebut ta‟dib seperti sabda Nabi

  Shallallaahu „Alaihi Wasallam: “addabani rabbi fa

ahsana ta‟dibi” (Tuhanku telah mendidikku, maka aku menyempurnakan

  pendidikannya). (Roqib, 2011 : 14).

  Memperjelas bahwa sumber utama pendidikan adalah Allah. Rasul sendiri menegaskan bahwa beliau dididik oleh Allah Subhaanahu

  

Wa Ta‟ala sehingga pendidikan yang beliau peroleh adalah sebaik-baik

  pendidikan. Dengan demikian Rasul merupakan pendidik utama yang harus dijadikan teladan. (Jalaluddin, 2003: 73) Sementara pengertian pendidikan menurut beberapa tokoh sebagai berikut : a. Menurut John Dewey dalam bukunya (Ahmadi & Uhbiyati, 2001 :

  69) pendidikan sebagai proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia.

  b. Menurut Langeveld dalam bukunya (Hasbullah, 2008 : 2) pendidikan ialah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang di berikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. c. P endidikan merupakan proses dalam „transfer‟ ilmu, yang umumnya dilakukan melalui tiga cara yakni, lisan, tulisan/gambar, dan perbuatan (perilaku/sikap). (Muchtar, 2005: 12)

  Pendidikan Islam merupakan pembentukan kepribadian muslim. Pendidikan Islam lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain.

  Birrul walidain terdiri dari kata birru dan al-walidain. Birru atau

al-birru artinya kebajikan. Al-walidain artinya dua orang tua atau ibu

  bapak. (Ilyas, 2009 : 147). Berbakti dan berbuat baik kepada orang tua, mengasih sayangi, taat dan patuh kepadanya, menunaikan kewajiban terhadapnya, dan melakukan hal-hal yang membuat kedua orang tua ridha, serta meninggalkan sesuatu yang membuatnya murka adalah kewajiban yang harus dilaksanakan setiap anak. Semua itu disebut dengan istilah birrul walidain. (Mahalli, 2003 : 19).

  Birrul walidain adalah berbakti, taat, berbuat ihsan, memelihara

  keduanya, memelihara di masa tua, tidak boleh bersuara keras apalagi sampai menghardik mereka, mendo‟akan keduanya lebih-lebih setelah mereka wafat serta sopan santun yang semestinya terhadap mereka berdua. (Ulwan, 1990 : 33).

  Birrul walidain merupakan bagian dalam etika Islam yang

  menunjukkan kepada tindakan berbakti (berbuat baik) kepada kedua orang tua. Orang tua merupakan manusia yang paling berjasa pada setiap anak. Semenjak awal kehadirannya di muka bumi, setiap anak melibatkan peran penting orang tuanya, seperti peran pendidikan. Karena jasa-jasanya yang begitu banyak dan bernilai maka orang tua di dalam Islam diposisikan amat terhormat di hadapan anak-anaknya.

  Dari beberapa definisi diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan birrul walidain dalam peneltian ini adalah usaha untuk berbakti dan berbuat baik seorang anak kepada kedua orang tua yang dapat berbentuk suatu perbuatan, perilaku/sikap dengan cara mengasih sayangi, taat dan patuh kepadanya, menunaikan kewajiban terhadapnya, dan melakukan hal-hal yang membuat kedua orang tua ridha, serta meninggalkan sesuatu yang membuatnya murka.

B. Kedudukan Birrul Walidain

  Berbuat baik terhadap orang tua merupakan kewajiban bagi setiap anak. Berbuat baik terhadap orang tua menempati kedudukan yang istimewa dalam ajaran Islam. Al-

  Qur‟an menyandingkan untuk berlaku ihsan terhadap ibu dan bapak setelah di dahului dengan perintah untuk mengesakan Allah dan larangan untuk menyekutukan-Nya. Begitu juga dengan perintah untuk bersyukur, Allah memerintahkan manusia untuk bersyukur kepada kedua orang tua setelah bersyukur kepada-Nya terlebih dahulu. Hal ini mengesankan betapa pentingnya dan mulia kedudukan kedua orang tua di sisi Allah. (Zulhamdani, 2015: 1) Dalam bukunya (Ilyas, 2009: 148) Ada beberapa kedudukan birrul

  walidain antara lain :

  1. Perintah ihsan kepada ibu bapak diletakkan oleh Allah Subhaanahu Wa

  Ta‟ala di dalam Al-Qur‟an langsung sesudah perintah beribadah hanya kepada-Nya semata-mata atau sesudah larangan mempersekutukan-Nya.

  2. Allah

  Subhaanahu Wa Ta‟ala mewasiatkan kepada umat manusia untuk berbuat ihsan kepada ibu bapak.

  3. Allah

  Subhaanahu Wa Ta‟ala meletakkan perintah berterima kasih

  kepada ibu bapak langsung sesudah perintah berterima kasih kepada Allah Subhaanahu Wa Ta‟ala.

  4. Rasulullah

  Shallallaahu „Alaihi Wasallam meletakkan birrul walidain sebagai amalan nomor dua terbaik sesudah shalat tepat pada waktunya.

  5. Rasulullah

  Shallallaahu „Alaihi Wasallam meletakkan „uququl walidain

  (durhaka kepada dua orang ibu bapak) sebagai dosa besar nomor dua sesudah syirik.

  Durhaka kepada dua orang tua termasuk dalam kategori dosa besar, yang sering disebut dengan istilah

  „uququl walidain. Bentuknya

  berupa tidak mematuhi perintah, mengabaikan, menyakiti, meremehkan, memandang dengan pandangan menghina atau sinis, serta mengucapkan kata-kata yang tidak senonoh. Misalnya mengucapkan : ah atau hus. (Mahalli, 2003 : 90).

  6. Rasulullah Shallallaa

  hu „Alaihi Wasallam mengaitkan keridhaan dan

  kemarahan Allah

  Subhaanahu Wa Ta‟ala dengan keridhaan dan kemarahan orang tua.

  Pengulangan perintah dan digandengkan dengan ayat perintah untuk mentauhidkan Allah menunjukkan begitu pentingya kedudukan berbakti terhadap kedua orang tua di dalam Islam. Allah meletakkan hak orang tua (untuk di baktikan) setelah hak Allah (untuk di ibadahi). Kedudukan dan hak seorang ibu untuk diberikan bakti oleh anak adalah tiga banding satu dibandingkan hak seorang ayah, padahal hak seorang ayah sangat besar. (http://id.m.wikipedia.org>birrulwalidain.com , diakses pada pada tanggal 06 Juli 2017 pada pukul 10.18)

C. Bentuk-Bentuk Birrul Walidain

  Banyak cara bagi seorang anak untuk dapat mewujudkan birrul . Bentuk-bentuk birrul walidain dalam bukunya (Ilyas, 2009: 152)

  walidain

  antara lain sebagai berikut:

  1. Mengikuti keinginan dan saran orang tua dalam berbagai aspek kehidupan, baik masalah pendidikan, pekerjaan, jodoh maupun masalah lainnya. Tentunya dengan adanya satu catatan penting yaitu selama keinginan dan saran-saran itu sesuai dengan ajaran Islam. Apabila terjadi bertentangan ataupun tidak sejalan dengan ajaran Islam, anak tidak mempunyai kewajiban untuk mematuhinya, bahkan harus menolaknya dengan cara yang baik, seraya berusaha meluruskannya.

  2. Menghormati dan memuliakan kedua orang tua dengan penuh rasa terima kasih dan kasih sayang atas jasa-jasa keduanya yang tidak bisa di nilai oleh apapun. Ibu yang mengandung dengan susah payah dan penuh penderitaan. Ibu yang melahirkan, menyusui, mengasuh, merawat dan membesarkan. Bapak yang membanting tulang mencari nafkah untuk ibu dan anak-anaknya. Bapak yang menjadi pelindung untuk mendapatkan rasa aman. Allah

  Subhaanahu Wa Ta‟ala berwasiat kepada kita untuk berterima kasih kepada ibu bapak sesudah bersyukur kepada-Nya.

  3. Membantu ibu bapak secara fisik dan materiil.

  4. Mendoakan ibu bapak semoga diberikan keampunan, rahmat dan lain sebagainya oleh Allah

  

Subhaanahu Wa Ta‟ala.

  5. Berbakti dan berbuat baik kepada orang tua, tidak hanya dilakukan ketika mereka masih hidup, tetapi juga dilakukan ketika mereka sudah meninggal dunia. Setelah orang tua meninggal dunia, birrul walidain masih bisa diteruskan dengan cara antara lain : a. Menyelenggarakan jenazahnya dengan sebaik-baiknya

  b. Melunasi hutang-hutangnya

  c. Melaksanakan wasiatnya

  d. Meneruskan silaturrahim yang dibinanya di waktu hidup

  e. Memuliakan sahabat-sahabatnya

  f. Mendoakannya Menurut (Ritonga, 2005 : 47-50) dalam bukunya, wujud dari berbuat baik terhadap ibu dan bapak, di antaranya :

  1. Tidak mengucapkan perkataan “ah” kepada keduanya

  2. Tidak boleh membentak atau memarahi orang tua

  3. Mengucapkan kata-kata yang mengangkat kemuliaan dan kehormatan orang tua

  4. Merendah diri di hadapan orang tua Menurut (Ritonga, 2005 : 51) dalam bukunya, seperti disebut sebelumnya, orang tua tetap sebagai orang tua meskipun mereka sudah wafat.

  Oleh karena itu kewajiban mereka terhadap orang tua berlanjut sampai mereka wafat. Kewajiban tersebut di antaranya :

  1. Mendo‟akan mereka yang sudah wafat

  2. Meminta kepada Allah ampunan untuk mereka

  3. Mengingat dan melaksanakan nasehat-nasehatnya

  4. Menjalin persahabatan dengan sahabat mereka ketika hidup

  5. Menziarahi kubur mereka Menurut (Mahalli, 2003 : 46) dalam bukunya, bahwa bentuk pengabdian kepada orang tua dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

  1. Memandang dengan rasa kasih. Memandang kepada kedua orang tua dengan perasaan penuh kasih termasuk dalam kategori ibadah berbakti kepadanya. Imam Rafi‟i dalam kitab Tarikh Qazwain mengetengahkan sebuah riwayat bersumber dari sahabat Abdullah bin Umar, bahwa Rasulullah telah memberikan keterangan bahwasannya seseorang yang memandang wajah kedua orang tua dengan penuh rasa kasih sayang, dia akan dianugerahi pahala oleh Allah sama dengan pahala orang yang melaksanakan ibadah haji mabrur.

  2. Bersikap lemah lembut. Setiap anak hendaknya bersikap lemah lembut terhadap orang tua.

  3. Meminta Izin. Apabila hendak masuk ke dalam kamar orang tua, lebih dahulu harus meminta izin kepadanya.

  4. Apabila orang tua sudah meninggal, birrul walidain dapat diteruskan dengan cara : a. Berziarah kubur

  b. Menyambung tali persaudaraan

  c. Meminta izin Menurut (As-Samarqandi, 1993 : 200) dalam kitabnya, mengemukakan bahwa kedua orang tua mempunyai 10 hak dari anaknya, yaitu :

  1. Apabila orang tua membutuhkan makanan, maka anaknya harus memberikan makanan kepadanya

  2. Apabila orang tua membutuhkan pakaian, maka anaknya harus memberikan pakaian kepadanya apabila anaknya mampu untuk memberikannya

  3. Apabila orang tua membutuhkan pelayanan, maka anaknya harus melayaninya

  4. Apabila orang tua memanggil anaknya, maka anaknya harus menjawab dan datang kepadanya

  5. Apabila orang tua memerintahkan sesuatu, maka anak harus mematuhinya selama tidak memerintahkan untuk berbuat maksiat dan menggunjing

  6. Anak harus berbicara dengan sopan dan lemah lembut, tidak boleh berbicara kasar kepada orang tuanya

  7. Anak tidak boleh memanggil nama orang tuanya

  8. Anak harus berjalan dibelakang orang tuanya

  9. Anak harus membuat kesenangan kepada orang tuanya sebagaimana ia membuat kesenangan kepada dirinya sendiri dan menjauhkan segala apa yang dibenci orang tuanya, sebagaimana ia menjauhkan diri dari apa yang di benci oleh dirinya sendiri

  10. Anak harus memohonkan ampun kepada Allah selama ia berdoa untuk dirinya sendiri.

  Menurut (Jawas, 2003 : 33) bentuk-bentuk berbakti kepada kedua orang tua adalah sebagai berikut :

  1. Bergaul dengan keduanya dengan cara yang baik

  2. Berkata kepada keduanya dengan perkataan yang lemah lembut

  3. Tawadhu (rendah diri)

  4. Memberikan infaq (shodaqah) kepada kedua orang tua 5.

  Mendo‟akan orang tua Menurut (Gunawan, 2014 : 20-24) dalam bukunya di jelaskan bahwa ada 15 cara yang dapat dilakukan oleh seorang anak untuk berbakti kepada kedua orang tua yang masih hidup, diantaranya :

  1. Menaati segala perintahnya, kecuali terhadap perkara maksiat

  2. Bersikap baik terhadap kedua orang tua

  3. Berbuat baik dan wajar serta tidak berlebihan

  4. Memberikan sesuatu dengan tidak menyakitkan

  5. Tidak mengungkapkan kekecewaan atau kekesalan

  6. Menjaga nama baik dan kemuliaannya

  7. Jangan memutus pembicaraan atau bersuara lebih keras daripada suara orang tua

  8. Jangan pernah berbohong terhadap mereka

  9. Tidak meremehkan mereka

  10. Berterima kasih atau bersyukur terhadap keduanya

  11. Memberi nafkah 12.

  Selalu mendo‟akan keduanya

  13. Melupakan kesalahan dan kelalaiannya

  14. Tidak masuk ke tempat atau kamar mereka sebelum mendapat izin 15. Senantiasa mengunjunginya.

  Menurut (Nada, 2009 : 7) bentuk-bentuk birrul walidain ada 10 di antaranya :

  1. Menaati mereka selama tidak mendurhakai Allah

  2. Berbakti dan merendahkan diri dihadapan kedua orang tua

  3. Berbicara dengan lembut dihadapan kedua orang tua

  4. Menyediakan makanan untuk mereka

  5. Meminta izin kepada keduanya

  6. Memberikan harta kepada kedua orang tua menurut jumlah yang mereka inginkan

  7. Membuat keduanya ridha dengan berbuat baik terhadap orang-orang yang di cintai mereka

  8. Memenuhi sumpah kedua orang tua

  9. Tidak mencela orang tua atau tidak menyebabkan mereka di cela orang lain

  10. Mendahulukan berbakti kepada ibu daripada ayah

D. Keutamaan Birrul Walidain

  Menurut (Mahalli, 2003 : 32) dalam bukunya di sebutkan bahwa keutamaan berbakti kepada kedua orang tua di antaranya :

  1. Berbakti kepada kedua orang tua termasuk dalam kategori amal yang paling utama serta sangat di cintai oleh Allah

  Subhaanahu Wa Ta‟ala Pernah saya bertanya kepada Rasulullah, “amal apakah yang paling utama” jawab Rasul, “shalat tepat pada waktunya”. Saya berkata “kemudian apa lagi?” “berbuat baik kepada orang tua”. Saya berkata, “kemudian apa lagi?” jawab Rasul “Berjihad di jalan Allah”.

  Dengan demikian jika ingin kebajikan harus di dahulukan amal- amal yang paling utama di antaranya yaitu birrul walidain (berbakti kepada orang tua).

  2. Sebagai penebus dosa

  3. Keberkatan hidup Keutamaan birrul walidain dalam

   yang diakses pada tanggal 06 Juli 2017 pada pukul 10.20) di antaranya sebagai berikut :

  1. Termasuk amalan paling mulia

  2. Merupakan sebab-sebab di ampuninya dosa

  3. Termasuk sebab masuknya orang ke surga

  4. Merupakan sebab keridhaan Allah

  5. Merupakan sebab bertambahnya umur

  6. Merupakan sebab barokahnya rezeki Menurut (Nada, 2009 : 5) keutamaan birrul walidain adalah sebagai berikut :

  1. Merupakan amalan yang paling mulia

  2. Sebab-sebab di ampuninya dosa Dosa-dosa yang Allah segerakan azabnya di dunia di antaranya adalah berbuat dzalim dan durhaka terhadap kedua orang tua. Dengan demikian apabila seorang anak berbuat baik kepada kedua orang tuanya, Allah akan menghindarkannya dari berbagai malapetaka. Karena berbuat baik kepada kedua orang tua merupakan jalan menuju surga dan durhaka kepada kedua orang tua tidak akan menyebabkan anak masuk surga.

  3. Sebab masuknya seseorang ke surga

  4. Sebab keridhaan Allah

  5. Sebab bertambahnya umur dan

  6. Sebab barokahnya rezeki Menurut (Jawas, 2003 : 17) keutamaan berbakti kepada kedua orang tua di antaranya :

  1. Berbakti kepada kedua orang tua adalah amal yang paling utama

  2. Ridha Allah tergantung pada keridhaan orang tua, murka Allah tergantung kemurkaan orang tua

  3. Berbakti kepada kedua orang tua dapat menghilangkan kesulitan yang sedang di alami

  4. Berbakti kepada orang tua akan diluaskan rezeki dan di panjangkan umur Nabi bersabda bahwa : “Barang siapa ingin di luaskan rezekinya dan di panjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung silaturahminya. (H.R. Muslim) silaturahmi disini termasuk silaturahmi terhadap kedua orang tua.

  5. Manfaat berbakti kepada kedua orang tua akan di masukkan ke surga oleh Allah

  Subhaanahu Wa Ta‟ala

E. Ayat, Terjemah dan Pendapat Mufassir

1. Q.S. Al-Baqarah ayat 215

  Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang

  miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan" dan apa saja kebaikan yang kamu buat, Maka Sesungguhnya Allah Maha mengetahuinya.

  Menurut (Sayyid Quthb, 1992 : 262) ungkapan ini mengandung dua isyarat. Pertama, yang diinfakkan itu adalah yang baik, baik bagi yang memberi, baik bagi yang menerima, baik bagi jama‟ah dan barangnya juga baik. Maka ia adalah perbuatan yang bagus, pemberian yang bagus dan sesuatu yang bagus. Kedua, orang yang berinfak hendaklah memilihkan sesuatu yang lebih utama dan lebih baik dari apa yang di milikinya, sehingga dapat dirasakan bersama-sama orang lain, karena infak adalah membersihkan hati dan menyucikan jiwa, serta memberikan kemanfaatan dan pertolongan kepada orang lain. Adapun jalan dan sasaran infak setelah disebutkan sesudah menetapkan jenisnya.

  Untuk ibu bapak, sanak kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan . Ia menghubungkan

  berbagai golongan manusia. Sebagian di hubungkan pemberi infak dengan hubungan keturunan, sebagian dalam hubungan kekeluargaan, sebagian dalam hubungan kasih sayang, dan sebagian lagi dalam hubungan kemanusiaan terbesar dalam bingkai akidah. Allah mengetahui bahwa manusia itu cinta, bahkan orang yang pertama di cintainya adalah anggota-anggota keluarga dekatnya, kedua orang tuanya dan anak istrinya. Maka di bawalah melangkah dalam infak sesudah dirinya kepada orang-orang yang dicintainya agar ia memberikan sebagian hartanya kepada mereka dengan suka hati, sehingga sukalah kecenderungan fitrahnya, dalam hal ini terdapat hikmah dan kebaikan. Memberi kepada orang yang lebih dekat hubungannya itu lebih mulia nilainya daripada memberi orang yang lebih jauh hubungan kekeluargaannya. Pada waktu yang sama berarti ia menebarkan cinta dan kesejahteraan di tempat pengasuhan yang pertama dan memperkokoh hubungan kekeluargaan yang Allah kehendaki menjadi batu pertama dalam membangun bangunan kemanusiaan yang besar.

2. Q.S. An-Nisā' ayat 36

  Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan- Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua

  orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.

  Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan- Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.... (Q.S. An- Nisā' ayat 36).

  a. Menurut (Hamka, 1983 : 61) Dan sembahlah olehmu akan Allah.

  Hendaklah tegakkan ibadat, hendaklah manusia sadar selalu bahwa manusia adalah

  „abdun, yaitu hamba dari Allah dan Dia (Allah)

  adalah

  ma‟budmu, yaitu tempat menghadapkan sembah. Kalau hal

  ini telah disadari, kelak dengan sendirinya segala gerak-gerik kehidupan kita telah jelas tujuannya, yaitu mencapai ridha Allah

  Subhaanahu Wa Ta‟ala. Dan jangan kamu persekutukan dengan Dia

  artinya jangan musyrik. Jangan memandang ada

  sesuatu juapun,

  sesuatu yang lain dari Allah mempunyai pula sifat-sifat ketuhanan, menolong melepaskan dari kesulitan dan membawa kemanfaatan, lalu yang lain itu disembah dan dibesarkan pula. Padahal tidak sesuatupun selain Allah yang memberi manfaat atau mendatangkan mudharat. Dan dengan kedua ibu-bapak hendaklah berlaku baik. Berlaku hormat dan khidmat, cinta dan kasih, inilah yang kedua sesudah taat kepada Allah. Sebab dengan perantara kedua beliaulah Tuhan Allah telah memberimu nikmat yang besar, yaitu sempat hidup di dalam dunia ini. Dengan adanya ibu-bapak engkau merasakan bahwa engkau mempunyai urat tunggang dalam kehidupan ini.

  b. Menurut (Quraish Shihab, 2000 : 415), Hai sekalian manusia,

  sembahlah Allah yang Maha Esa yang menciptakan kamu dan

  pasangan kamu, dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan

  sesuatupun selain-Nya, serta jangan juga mempersekutukan-Nya

  dengan sedikit persekutuan pun. Dan dengan dua orang ibu bapak, persembahkanlah kebajikan yang sempurna. Perintah beribadah dalam ayat ini bukan saja ibadah ritual atau yang juga dikenal dengan ibadah mahdhah, yakni ibadah yang cara, kadar, dan waktunya ditetapkan oleh Allah atau Rasul, seperti shalat, zakat, puasa dan haji. Tetapi mencakup segala macam aktivitas, yang hendaknya dilakukan demi karena Allah. Ibadah yang dimaksud adalah perwujudan dari perintah-Nya, Katakanlah : sesungguhnya

  shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (Q.S. Al-

  An‟am : 162). Setelah memerintahkan beribadah kepada Allah dan tidak mempersekutukan-Nya, perintah berikutnya adalah berbakti kepada kedua orang tua. Dan dengan

  kedua ibu bapak persembahkanlah kebajikan yang sempurrna .

  Istilah yang digunakan untuk menunjuk kedua orang tua adalah al-

  wālidain. Kata ini adalah bentuk dual dari kata wālid yang biasa

  diterjemahkan “bapak/ayah”. Kata wālid digunakan secara khusus kepada bapak/ayah kandung, demikian pula makna

  wālidat untuk ibu

  kandung. Ayat ini lebih menekankan kebaktian pada penghormatan dan pengagungan pribadi kedua orang tua. Betapapun berbeda namun pada akhirnya harus dipahami bahwa bakti kepada kedua orang tua yang diperintahkan oleh agama Islam, adalah bersikap sopan santun kepada keduanya dalam ucapan maupun perbuatan sesuai dengan adat kebiasaan masyarakat, sehingga mereka merasa senang terhadap kita dan mencukupi kebutuhan-kebutuhan mereka yang sah dan wajar sesuai dengan kemampuan kita (sebagai anak).

3. Q.S. Al-An’am ayat 151

  Katakanlah : “Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan kepadamu. Jangan mempersekutukan-Nya dengan apapun, berbuat baik kepada ibu bapak, janganlah membunuh anak- anakmu karena miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, janganlah kamu mendekati perbuatan yang keji, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi, janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu mengerti.

  Katakanlah : “Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan kepadamu. Jangan mempersekutukan-Nya dengan apapun, berbuat baik kepada ibu bapak..... (Q.S. Al-

  An‟am ayat 151)

  a. Menurut (Hamka, 2000 : 101-102), setelah tegak pokok kepercayaan yang pertama, yaitu tidak mempersekutukan yang lain dengan Allah, menyusullah kewajiban yang kedua yaitu berbuat baik, berkhidmat dan menghormati kedua ibu-bapak. Jangan mengecewakan hati mereka, jangan mendurhaka kepada keduanya. Karena kalau sudah mendurhaka, nyatalah kamu menjadi seorang yang rendah budi, rusak akhlak, tidak membalas guna. Sehingga berkata

  “uffin” saja,

  yang berarti

  “cis” atau “akh” lagi terlarang dan haram, apalagi perbuatan-perbuatan lain yang mengecewakan hati keduanya.

  Bahwasaannya Allah telah menjelaskan kepada manusia tentang apa- apa yang telah diharamkan atas kamu, untuk dijadikan pedoman di dunia, yaitu: Pertama, jangan kamu mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun. Hal ini merupakan pokok yang pertama yang diperingatkan Allah dan jangan menyamakan Allah dengan derajat yang lain. Karena semua itu makhluk belaka bukan Khaliq. Berhubungan dengan kepercayaan ini, maka segala bentuk pemujaan dan persembahanpun tidak boleh dipersatukan yang lain dengan Dia. Oleh sebab itu haram mempersekutukan dan wajib mentauhidkan.

  Kedua, kewajiban berbakti, berbuat baik, menghormati dan

  menghargai kedua orang tua, jangan mengecewakan hati mereka, jangan mendurhakai kepada keduanya. Karena kalau mendurhakai kedua orang tuanya termasuk seorang anak yang rendah budi.

  b. Menurut (Quraish Shihab, 2003 : 330) ayat ini memerintahkan Rasul, mengajak mereka meninggalkan posisi yang rendah dan hina yang tercermin pada kebejatan moral dan perhambaan diri kepada selain Allah menuju ketinggian derajat dan keluhuran budi pekerti.

  Katakanlah wahai Nabi Muhammad kepada mereka

  “Marilah menuju kepadaku beranjak meninggalkan kemusyrikan dan kebodohan menuju ketinggian dan keluhuran budi dengan mendengar dan memperkenankan apa yang kubacakan, yakni ku sampaikan kepada kamu sebagian dari apa yang diharamkan, yakni dilarang oleh Tuhan pemelihara dan pembimbing kamu atas kamu yaitu : Pertama, dan paling utama adalah janganlah kamu

  mempersekutukan sesuatu dengan-Nya , sesuatu dan sedikit

  persekutuan pun. Kedua, setelah menyebut causa prima, penyebab dari segala sebab wujud, dan sumber segala nikmat, disebutnya perantara yang berperanan dalam kelahiran manusia, sekaligus yang wajib disyukuri, yakni ibu bapak. Karena itu disusulkan dan dirangkainya perintah pertama itu dengan perintah ini, dalam makna larangan mendurhakai mereka. Larangan tersebut demikian tegasnya, sehingga dikemukan dalam bentuk perintah berbakti, yakni

  dan berbuat baiklah secara dekat dan melekat kepada kedua orang

  ibu bapak secara khusus dan istimewa dengan berbuat kebaktian yang banyak lagi mantap atas dorongan rasa kasih terhadap mereka.Ayat diatas memulai wasiat pertama dengan larangan mempersekutukan Allah. Walaupun larangan ini mengandung perintah mengesakan-Nya, tetapi karena menghindari keburukan lebih utama dari melakukan kebajikan, maka redaksi itulah yang dipilih. Awal ayat ini menjanjikan untuk menyampaikan apa yang diharamkan oleh Allah, tetapi ketika berbicara tentang kedua orang tua, redaksi yang digunakannya adalah redaksi perintah berbakti. Tentu saja berbakti tidak termasuk yang diharamkan Allah.

  4. Q.S. Ibrāhīm ayat 41 Ya Tuhan kami, ampunilah aku dan kedua ibu-bapakku dan semua orang yang beriman pada hari diadakan perhitungan (hari Kiamat).

  a. Menurut (Hamka, 2000 : 156-157) penutup do‟a Nabi Ibrahim ini sangat mengharukan. Beliau, nenek para nabi dan rasul memohon ampun kepada Allah entah ada kelalaian dan kekurangan dalam memikul kewajiban selama itu, sebab dia manusia. Ampuni juga kedua orangtuanya kalau boleh, dan terutama lagi ampunilah sekalian orang yang telah menegakkan kepercayaan kepada Engkau, Ya Allah. Siapa yang tidak terharu merenungkan ini, semakin manusia berendah hati dihadapan Allah maka semakin tinggi martabat manusia dihadapan-Nya. Patutlah bagi kita umat Islam senantiasa bershalawat kepada Rasulullah

  Shalallahu„Alaihi Wasallam , pada waktu shalat dengan menyertai juga shalawat

  kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya.

  b.

  Menurut (Quraish Shihab, 2004 : 72) dalam doa nabi Ibrāhīm di atas terbaca bahwa beliau mendoaka n kedua orang tuanya. Thabāthabā'i memahami doa nabi Ibrāhīm ini merupakan doa terakhir nabi

  Ibrāhīm yang direkam Al-Qur‟an. Jika demikian doa beliau kepada kedua orang tuanya menunjukkan bahwa kedua orang tuanya adalah orang-orang yang wafat dalam keadaan muslim, bukan musyrik. Ini sekaligus membuktikan bahwa Āzar bukanlah ayahnya. Ulama lain berpendapat bahwa permohonan pengampunan untuk orang tuanya ini, terjadi sebelum adanya larangan mendoakan orang tua yang musyrik.

  5. Q.S. Al-Isrā' ayat 23-24

  Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan p enuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik

  (Depag, 2009: 458) aku pada waktu kecil.

  a. Menurut (Hamka, 1999 : 38), bahwa tujuan hidup dalam dunia ini telah dijelaskan bahwa mengakui hanya satu Tuhan itu, yaitu Allah

  Subhaanahu Wa Ta‟ala. Barang siapa mempersekutukannya dengan

  yang lain maka akan tercelalah dia denga terhina. Pengakuan bahwa hanya satu Tuhan, tiada bersyarikat dan bersekutu dengan yang lain, itulah yang dinamai TAUHID RUBUBIYAH. Kemudian datanglah ayat 23, bahwasannya Tuhan Allah

  Subhaanahu Wa Ta‟ala itu

  sendiri yang menentukan, yang memerintah dan memutuskan bahwasannya Dialah yang mesti disembah, dipuji dan dipuja. Dan tidak boleh, dilarang keras menyembah yang selain Dia. Oleh sebab itu maka cara beribadah kepada Allah

  Subhaanahu Wa Ta‟ala, Allah Subhaanahu Wa Ta‟ala itu sendirilah yang menentukan. Maka tidak

  pulalah sah ibadah kepada Allah

  Subhaanahu Wa Ta‟ala yang hanya

  dikarang-karangkan sendiri. Untuk menunjukkan peribadatan kepada Allah

  Subhaanahu Wa Ta‟ala Yang Maha Esa itulah, Dia mengutus

  Rasul-rasul-Nya. Menyembah, beribadah dan memuji kepada Allah

  Subhaanahu Wa Ta‟ala Yang Maha Esa itulah yang dinamai TAUHID ULUHIYAH . Itulah pegangan pertama dalam hidup

  muslim. Dan tidaklah sempurna pengakuan bahwa Allah

  Subhaanahu Wa Ta‟ala itu Esa, kalau pengakuan tidak disertai dengan ibadah yaitu pembuktian dari keimanan.

  Menurut (Hamka, 1999 : 39) Dan hendaklah kepada kedua

  ibu-bapak, engkau berbuat baik. Dalam lanjutan ayat ini terang

  sekali bahwasanya berkhidmat kepada ibu bapak menghormati kedua orang tua yang menjadi sebab bagi kita dapat hidup di dunia ini ialah kewajiban yang kedua sesudah beribadah kepada Allah Subhaanahu

  

Wa Ta‟ala. Allah Subhaanahu Wa Ta‟ala melanjutkan ketentuan

  atau perintah-Nya tentang sikap terhadap kedua ibu bapak, Jika

  

kiranya salah seorang mereka, atau keduanya telah tua dalam

pemeliharaan engkau, maka janganlah engkau berkata uff kepada

keduanya. Artinya, jika usia keduanya, atau salah seorang di antara

  keduanya, ibu dan bapak itu sampai meningkat tua, sehingga tidak kuasa lagi hidup sendiri, sudah sangat bergantung kepada belas kasihan puteranya, hendaklah sabar, berlapang hati memelihara orang tua itu. Bertambah tua, kadang-kadang bertambah dia seperti anak-anak dia minta dibujuk, dia minta belas kasihan anak. Mungkin ada bawaan orang yang telah tua itu yang membosankan anak, maka janganlah terlanjur dari mulutmu satu kalimatpun yang mengandung rasa bosan atau jengkel memelihara orang tuamu. Di dalam ayat ini disebut kata UFFIN. Abu Raja‟ al-Atharidi mengatakan bahwa arti UFFIN ialah kata-kata yang mengandung kejengkelan dan kebosanan, meskipun tidak keras diucapkan. Ahli bahasa mengatakan bahwa kalimat UFFIN itu asal artinya ialah daki hitam dalam kuku. Lalu mujahid menafsirkan ayat ini. Kata beliau: “jika engkau lihat salah seorangnya atau keduanya telah berak atau kencing dimana maunya saja, sebagaimana yang engkau lakukan di waktu engkau kecil janganlah engkau mengeluarkan kata yang mengandung keluhan sedikitpun

  ”. Sebab itu maka kata UFFIN dapatlah diartikan mengandung keluhan jengkel, decas mulut, akh! Kerut kening dan sebagainya. Dan janganlah dibentak mereka, dan

  

katakanlah kepada keduanya kata-kata yang mulia. Sesudah

  dilarang mendecaskan mulut, mengeluh, mengerutkan kening, walaupun suara tidak kedengaran, dijelaskan lagi jangan keduanya dibentak, jangan keduanya dihardik, dibelalaki mata. Disinilah berlaku perumpamaan qiyas-aulawy yang dipakai oleh ahli-ahli ushul fiqh, yakni: Sedangkan mengeluh UFFIN yang tak kedengaran saja, lagi tak boleh, apalagi membentak-bentak, menghardik-hardik. Hendaklah katakan kepada kedua ibu bapak itu perkataan yang pantas, kata-kata yang mulia, kata-kata yang keluar dari mulut orang yang beradab bersopan santun. Dan hamparkanlah kepada keduanya

  

sayap merendahkan diri, karena sayang . Walaupun sebagai anak,

  merasa dirimu telah menjadi orang besar, jadikanlah dirimu kecil dihadapan ayah bundamu. Apabila dengan tanda-tanda pangkat atau pakaian kebesaran engkau datang mencium mereka, niscaya air mata keterharuan akan berlinang di pipi mereka tidak dengan disadari. Itu sebabnya maka di dalam ayat ditekankan Minar-rahmati karena sayang, karena kasih mesra, yang datang dari lubuk hati yang tulus dan ikhlas. Katakanlah kepada keduanya kata-kata yang mulia, yang membesarkan hatinya, yang menimbulkan kegembiraan kembali pada cahaya mata yang mulai kuyu karena tekanan umur. Dan

  

ucapkanlah : Ya Tuhan! Kasihanilah keduanya sebagaimana

  keduanya memelihara aku di kala kecil . Tergambar bagaimana

  susah payah ibu bapak mengasuh mendidik anak di waktu anak itu masih kecil, penuh kasih sayang, yaitu kasih sayang yang tidak mengharapkan balas jasa. Di dalam surah al-ankabut ayat 8 dijelaskan lagi oleh Tuhan betapa susah ibu,

  “lemah di atas lemah”,

  artinya kelemahan yang timpa bertimpa, sejak masih mengandung sampai menyusukan dan sampai mengasuh sampai dewasa. Sari tulang belulangnya yang ia bagikan untuk menyuburkan badan anaknya yang masih lemah itu.

  b. Menurut (Quraish Shihab

  , 2004 : 443)Dan Tuhanmu yang selalu

  membimbing dan berbuat baik kepadamu, telah menetapkan dan memerintahkan supaya kamu yakni engkau wahai Nabi Muhammad

  Shallallaahu „Alaihi Wasallam dan seluruh manusia jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbakti kepada kedua orang tua yakni ibu bapak kamu dengan kebaktian sempurna. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya mencapai

ketuaan yakni berumur lanjut atau dalam keadaan lemah sehingga

  mereka terpaksa berada di sisimu yakni dalam pemeliharaanmu,

  maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” atau suara dan kata yang mengandung makna

  kemarahan atau pelecehan atau kejemuan, walau sebanyak dan sebesar apapun pengabdian dan pemeliharaanmu kepadanya dan

  janganlah engkau membentak keduanya menyangkut apapun yang

  mereka lakukan, apalagi melakukan yang lebih buruk dari membentak dan ucapkanlah kepada keduanya sebagai ganti membentak bahkan dalam setiap percakapan dengannya perkataan

  yang mulia yakni perkataan yang baik, lembut dan penuh kebaikan serta penghormatan.

  Ayat ini dimulai dengan menegaskan ketetapan yang merupakan perintah Allah

  Subhaanahu Wa Ta‟ala untuk

  mengesakan Allah

  Subhaanahu Wa Ta‟ala dalam beribadah, mengikhlaskan diri dan tidak mempersekutukan-Nya, sedang QS.

  Al- An‟ām [6]:151 dimulai dengan ajakan kepada kaum musyrikin untuk mendengarkan apa yang diharamkan Allah Subhaanahu Wa

  Ta‟ala yang antara lain adalah keharaman mempersekutukan-Nya.

  Ini karena ayat Al- Isrā' di atas ditujukan kepada kaum muslimin, sehingga kata

  ( ) qadhā/menetapkan lebih tepat untuk dipilih,

  berbeda halnya dengan ayat al- An‟ām itu yang ditujukan kepada kaum musyrikin. Dengan demikian tentu saja lebih tepat bagi mereka menyampaikan apa yang dilarang Allah Subhaanahu Wa

  Ta‟ala, yakni mempersekutukan-Nya. Keyakinan akan keesaan Allah Subhaanahu Wa Ta‟ala serta kewajiban mengikhlaskan diri

  kepada-Nya adalah dasar yang padanya bertitik tolak segala kegiatan. Kewajiban pertama dan utama setelah kewajiban mengesakan Allah

  Subhaanahu Wa Ta‟ala dan beribadah kepada- Nya adalah berbakti kepada kedua orang tua. Ketika menafsirkan QS. An- Nisā' [4]: 36, penulis telah merinci kandungan makna ( )

  ihsānā. Al-Qur‟an menggunakan

  kata

  ihsānā untuk dua hal. Pertama, memberi nikmat kepada pihak

  lain, dan kedua perbuatan baik, karena itu kata

  ihsān lebih luas dari

  sekedar memberi nikmat atau nafkah. Maknanya yakni lebih tinggi dan dalam daripada kandungan makna adil, karena adil adalah

  memperlakukan orang lain sama dengan perlakuannya kepada anda , sedang ihsān, memperlakukannya lebih baik dari perlakuannya terhadap anda . Adil adalah mengambil semua hak anda dan atau memberi semua hak orang lain , sedang ihsān adalah memberi lebih banyak daripada yang harus anda beri dan mengambil lebih sedikit dari yang seharusnya anda ambil. Karena

  itu pula, Rasul

  Shallallaahu „Alaihi Wasallam berpesan kepada

  seseorang:

  “Engkau dan hartamu adalah untuk/milik ayahmu” (HR.Abū Dāūd).

  Kata kar

  ( ) īman biasa diterjemahkan mulia. Kata ini

  terdiri dari huruf-huruf

  kāf, rā dan mīm yang menurut pakar-pakar bahasa mengandung makna yang mulia atau terbaik sesuai objeknya.

  Bila kata

  karīm dikaitkan dengan akhlak menghadapi orang lain,

  maka ia bermakna pemaafan.Danrendahkanlah dirimu terhadap

  mereka berdua didorong oleh karena rahmat kasih sayang kepada

  keduanya, bukan karena takut atau malu dicela orang bila tidak menghormatinya dan ucapkanlah yakni berdoalah secara tulus: “Wahai Tuhanku, Yang memelihara dan mendidik aku antara lain dengan menanamkan kasih kepada ibu bapakku, kasihilah mereka

  keduanya disebabkan karena atau sebagaimana mereka berdua telah

  melimpahkan kasih kepadaku antara lain dengan mendidikku waktu . Doa kepada ibu bapak yang diperintahkan disini menggunakan

  kecil

  alasan bahwa dipahami oleh sementara ulama dalam arti disebabkan karenamereka telah mendidikku waktu kecil. Jika anda berkata sebagaimana, maka rahmat yang dimohonkan adalah yang kualitas dan kuantitasnya sama dari apa yang anda peroleh dari keduanya. Apabila dikatakan disebabkan karena, maka limpahan rahmat yang dimohonkan diserahkan atas kemurahan Allah dan ini dapat melimpah jauh lebih banyak dan besar daripada apa yang mereka limpahkan kepada anda. Ulama menegaskan bahwa doa kepada kedua orang tua yang dianjurkan disini adalah bagi yang muslim, baik masih hidup ataupun telah wafat, sedangkan bila ayah atau ibu yang tidak beragama Islam telah wafat, maka terlarang bagi anak untuk mendoakannya.

6. Q.S. Al-‘Ankabut ayat 8

  Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya. dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.

  a. Menurut (Hamka, 1999 : 152), kami wasiatkan kepada manusia

  supaya kepada kedua orang tuanya bersikap baik . Kalau dari Tuhan

  datang washiyat, artinya ialah perintah. Tuhan mewajibkan dan memerintahkan kepada manusia supaya kepada ayah-bunda hendaklah bersikap yang baik. Karena kedua orang tua itulah asal- usul kejadian manusia. Dengan perantara keduanyalah Allah menghadirkan tiap-tiap manusia ke muka bumi ini. Ayah mencarikan segala perlengkapan hidup, ibu mengasuh dan menjaga di rumah. Di dalam ayat 23 dari surat ke 17, Al-

  Isrā' dengan tegas Tuhan menjelaskan bahwa sesudah menyembah kepada Allah Tuhan Yang Esa, tidak bersekutu yang lain dengan Dia, hendaklah manusia bersikap baik kepada kedua orang ayah-bundanya. Dan jika

  keduanya berkeras mengajak engkau mempersekutukan dengan Daku sesuatu tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah engkau turuti keduanya. Sebagai orang yang telah beriman kepada Allah, seorang mu‟min tidak mengenal lagi ada Tuhan selain Allah.