BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Keagenan (Agency Theory) - MUHAMMAD MUJAMIL BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Teori Keagenan (Agency Theory)

  Teori keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk memahami

  

corporate governance . Teori keagenan menyangkut hubungan kontraktual

antara anggota-anggota di perusahaan.

  Menurut Jensen dan meckling (1976) dalam Hanifah (2013) agency

  

theory menggambarkan sebuah hubungan keagenan yang timbul karena adanya

  sebuah kontrak antara pemilik (principal) dengan manajer(agent)untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan. Principal adalah pemegang saham atau investor dan agent adalah majemen yang mengelola perusahaan.Inti dari hubungan keagenan adalah adanya pemisahan fungsi antara kepemilikan di investor dan pengendalian di pihak manajemen saham atau investor danagent adalah majemen yang mengelola perusahaan. Secara khusus teori keagenan membahas tentang adanya hubungan keagenan, dimana suatu pihak tertentu (pricipal) mendelegasikan pekerjannya kepihak lain (agent) yang melakukan pekerjaan (Hermawan, 2013).

  Salah satu penyebab agency problem adalah adanya asymetric

  

informatiaon antarashareholders dan manajemen, yang memungkinkan manajemen untuk mengambil kebijakan yang kurang efektif bagi prusahaanAsymetric informatiaon adalah informasi yang tidak seimbang, yang disebabkan adanya distribusi informasi yang tidak sama antara prinsipal dan agen, yang berakibat dapat menimbulkan dua permasalahan yang disebabkan adanya kesulitan principal untuk memonitor dan melakukan tindakan kontrol terhadap tindakan-tindakan agen (Mayangsari, 2015).

  Shareholders sebagai pihak yang memberikan wewenang terhadap

  manajeman untuk mengelola kekayaan perusahaan mempunyai kepentingan meningkatkan kesejahteraan dirinya melalui pembagian dividen. Sedangkan pihak manajemen yang diberi tanggungjawab mengelola kekayaan perusahaan mempunyai kepentingan meningkatkan kesejahteraan dirinya melalui kompensasi. Kondisi ini menyebabkan pihak manjemen cenderung tidak memberikan informasi yang berpengaruh negatif terhadap kepentingan tersebut (Mayangsari, 2015).

  Dengan adanya permasalahan tersebut, Salah satu upaya yang diharapkan dapat mengurangi konflik keagenan adalah penerapan good corporate

  

governance dalam sebuah perusahaan. Mekanisme corporate governance

  bertujuan untuk menciptakaan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan, sehingga tidak terjadi konflik antara pihak agen dan prinsipal yang berdampak pada penurunan agency cost. Corporate governance diperlukan untuk mengurangi agency problem antara pemilik dan manajer sehingga timbul keselarasan kepentingan antara pemilik perusaahan dan manajer (Triwahyuningtias, 2012). Dengan demikian berkurangnya konflik keagenan akan terjadi kesinambungan yang baik antara pemilik dengan manajer perusahaan, keselarasan dalam tujuan, dan pada akhirnya menjadikan perusahaan dalam kondisi yang kondusif sehingga tidak terjadi kondisi financial distress.

2. Financial Distress

  Financial distress adalah suatu kondisi dimana perusahaan menghadapi

  masalah kesulitan keuangan.Perusahaan dikatakan mengalami kondisi financial

  

distress yaitu pada saat perusahaan tersebut tidak memiliki kemampuan untuk

  memenuhi jadwal pembayaran kembali hutangnya kepada kreditur pada saat jatuh tempo.Menurut Widarjo dan Setiawan (2002) dalam Hermawan (2013), menyatakan bahwan konsisi financial distress adalah tahap penurunan kondisi keuangan yang dialami oleh perusahaan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan atau likuidasi. Kondisi ini pada umumnya ditandai antara lain dengan adanya penundaan pengiriman, kualitas produk yang menurun, dan penundaan pembayaran tagihan dari bank. Apabila kondisi financial distress ini diketahui, diharapkan dapat dilakukan tindakan untuk memperbaiki situasi tersebut sehingga perusahaan tidak akan masuk pada tahap yang lebih berat seperti kebangkrutan atau likuidasi.

  Sedangkan menurut Brigham dan Daves (2003) dalam Hermawan (2013), financial distress terjadi karena serangkaian kesalahan pengambilan keputusanyang tidak tepat dan kelemahan-kelemahan yang saling berhubungan yang dapat menyumbang secara langsung maupun tidak langsung kepada manajer serta tidak adanya atau kurangnya upaya untuk mengawasi kondisi keuangan sehingga penggunaan uang tidak sesuai dengan keperluan.

  a. Penyebab Financial Distress

  Kondisi financial distress perusahaan yang disebabkan oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal berhubungan dengan kondisi mikro dan kinerja yang ada dalam perusahaan. Faktor internal merupakan faktor yang perlu di perhatikan lebih ketat karena banyak perusahaan yang mengalami financial distress.Faktor penyebab kesulitan keuangan secara internal adalah kesulitan arus kas, besarnya jumlah hutang, dan kerugian dari kegiatan operasi perusahaan. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar perusahaan. Faktor eksternal biasanya disebabkan oleh kenaikan bahan bakar, kenaikan tingkat bunga pinjaman, dan keputusan- keputusan yang diambil oleh para legulator yang berdampak pada operasional perusahaan. Financial distress dapat ditinjau dari komposisi neraca, jumlah aset dan kewajiban, dari laporan laba rugi, yaitu jika perusahaan terus menerus rugi, dan dari laporan arus kas. Jika arus kas masuk lebih kecil dari arus kas keluar (Hermawan, 2013).

  b. Akibat Financial Distress

  Salahsatu dampak financial distress adalah dapat membawa perusahaan mengalami kesulitan dalam membayarkan kewajibanyang ditanggung.

  Menurut Anggraini (2010), perusahaan yang mengalami financial

  distress akan menghadapi kondisi:

  1) Tidak mampu memenuhi jadwal atau kegagalan pembayaran kembali hutang yang sudah jatuh tempo kepada kreditor 2) Perusahaan dalam kondisi tidak solvable (insolvency).

  Sedangkan pendapat lain dikemukaan oleh Gamayuni (2011) financial

  

distress adalah kesulitan keuangan atau likuiditas yang mungkin sebagai awal

  kebangkrutan. Menurut Gamayuni ada beberapa definisi mengenai kesulitan keuangan: 1) Economic failure

  Keadaan dimana pendapatan perusahaan tidak menutup biaya total, termasuk biaya modal 2) Business failure

  Mendefinisikan usaha yang menghentikan operasionalnya dengan akibat kerugian bagi kreditor 3) Technical insolvency

  Sebuah perusahaan dinilai bankrut apabila tidak memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo 4) Insolvency in bankruptcy

  Keadaan dimana nilai buku dari total kewajiban melebihi nilai pasar dari aset perusahaan 5) Legal bankruptcy

  Istilah kebangkrutan yang digunakan pada setiap perusahaan yang gagal.Sebuah perusahaan tidak dapat dikatakan sebagai bangkrut secara hukum, kecuali diajukan tuntutan secara resmi dengan undang-undang federal.

  Financial distress dapat disimpulkan sebagai suatu kondisi kesulitan

  keuangan yang dialami oleh sebuah perusahaan sebelum mengalami kebangkrutan (Hermawan, 2013).

3. Good Corporate Governance

  Good Corporate Governance mempunyai banyak definisi yang

  dinyatakan oleh berbagai organisasi maupun pendapat seseorang. Berikut ini dituliskan berbagai definisi good corporate governance dari sumber-sumber yang berbeda:

  Good Corporate Governance merupakan konsep yang di dasarkan pada

  teori keagenan dan diharapkan dapat meminimalkan masalah agensi yang terjadi antara principaldengan agent,dengan memberikan keyakinan kepada pihak principalatas kinerja agentSetiawan dalam Agusti (2013).

  Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP- 177/M-MBU/2002, corporate governance adalah: “Suatu proses dari struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntanbilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memerhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika.

  Mekanisme corporate governance adalah suatu prosedur, atau aturan main, dan hubungan yang jelas anatara pihak yang mengambil keputusan dengan pihak yang melakukan pengawasan terhadap keputusan tersebut.Sedangkan tujuannya yaitu untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan, sehingga tidak terjadi konflik antara pihak agent dan pricipal (Purwanto dan Hanifah, 2013).

  Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI,2002) dalam Seri

  Tata Kelola Perusahaan Jilid II mendefinisikancorporate governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, dan karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan.

  Issu corporate governance dilatarbelakangi oleh agency theory yang

  menyatakan bahwa permasalah agency muncul ketika kepengurusan perusahaan terpisah dari kepemilikannya. Dewan komisaris dan direksi yang berperan sebagai agen dalam perusahaan diberi wewenang untuk mengurus jalannya suatu perusahaan dan mengambil keputusan atas nama pemilik.

  Kewenangan yang dimiliki ini, mungkin saja manajer tidak bertindak untuk kepentingan pemilik karena adanya perbedaan kepentingan (conflict of interst).

  Untuk mengurangi tingkat masalah keagenan yang timbul pada suatu perusahaan adalah dengan tata kelola perusahaan yang baik(Muharam dan Triwahyuningtiyas, 2012).

  Masalah keagenan biasanya berhubungan dengan struktur kepemilikan perusahaan yang bersangkutan. Struktur kepemilikan (kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional) merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan dimasa yang datang(Muharam dan Triwahyuningtiyas, 2012). Sturktur corporate governance harus didesain agar dapat mendukung jalannya aktivitas organisasi perusahaan secara bertanggungjawab dan terkendali (Hermawan, 2013).CorporateGovernance dimaksudkan untuk mengatur hubungan ini dan mencegah terjadinyakesalahan signifikan dalam strategi korporasi dan untuk memastikan kesalahan yang terjadi dapat segera diperbaiki (Triwahyuningtias, 2012).

  Riset The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) (2002) dalam Sabrinna (2010) menemukan bahwa alasan utama perusahaan menerapkan corporate governance adalah kepatuhan terhadap peraturan. Perusahaan meyakini bahwa implementasi corporate governance merupakan bentuk lain penegakan etika bisnis dan etika kerja yang sudah lama menjadi komitmen perusahaan, dan implementasi corporate governance berhubungan dengan peningkatan citra perusahaan. Perusahaan yang mempraktikkan

  

corporate governance , akan mengalami perbaikan citra, dan peningkatan nilai

perusahaan.

  Mekanisme Good corporate Governance dalam penelitian inidiantaranya:

a. Struktur Kepemilikan

  Struktur kepemilikan merupakan perbandingan antara jumlah saham yang dimilki orang dalam ( manjemen) dengan jumlah saham yang dimiliki investor (Triwahyuningtiyas, 2012). Strukur kepemilikan dalam perusahaan merupakan fakrtor internal yang mempengaruhi pencapaian tujuan perusahaan.Kepemilikan manajerial didefinisikan sebagai kepemilikan oleh manjemen, dalam hal ini kepemilikan oleh dewan direksi, komite audit, dandewan komisaris.

  Struktur kepemilikan merupakan salah satu penentu utama pelaksanaan

  

corporate governance dalam perusahaan.Pola kepemilikan dan jenis

  kepemilikan mempengaruhi struktrur kepemilikan dari perusahaan.Berdasarkan pola kepemilikannya, perusahaan dapat dibedakan menjadi 2 yaitu perusahaan terkonsentrasi dan menyebar, sedangkan jenis kepemilikannya perusahaan mencangkup kepemilikan pemerintah dan kepemilkan manajerial.

1) Kepemilikan Manajerial

  Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham yang dimilki oleh manajemen atau pengelola perusahaan terseebut.Kepemilikan saham oleh manajer dalam perusahaan membuatmanjer mempunyai fungsi ganda yaitu, sebagi pemilik perusahaan dan sekaligus pengelola perusahaan(Mayangsari,

  2015). Dengan adanya kepemilikan manajerial, pengambilan keputusan yang berkaitan dengan perusahaan akan dilakukan dengan tanggunjawab penuh karena sesuai dengan kepentingan manjemen sebagai salah satau komponen pemilik perusahaan. Kepemilikan oleh manjemen juga akan meningkatkan kontrol terhadap manjeman perusahaan (Hermawan, 2013).

2) Kepemilikan Instistusional

  Kepemilikan institusional adalah persentase saham yang dimilki oleh institusi dari keseluruhan saham perusahaan yang beredar. Kepemilikan institusional akan mengurangi masalah keagenan karena pemegang saham oleh institusional akan membantu mengawasi perusahaan sehingga manajemen tidak akan bertindak merugikan pemegang saham. Kepemilikan institusional yang lebih besar dari (lebih dari 5%) akan memberikan kemapuan yang lebih baik untuk memonitor manajemen (Hermawan, 2013). Semakin besar kepemilikan institusional akan semakin efisien pemanfaatn aktiva perusahaan sehingga potensi kesulitan keuangan dapat diminimalkan. Hal ini dikarenakan semakin besar kemepilikan institusional akan semakin besar monitor yang dilakukan terhadap perusahaan(Muharam dan Triwahyuningtias,2012).

  Kepemilikan institusional akan membuat manajermen mfokuskan perhatian pada kinerja perusahaan, sehingga dapat mengurangi tindakan manajer perusahaan yang meningkatkan dirinya sendiri(Corner et. al, 2006) dalam Merkusiwati dan Putri (2014).

  3) Dewan Direksi

  Dewan direksi merupakan salah satu mekanisme corporate governance yang diperlukan untuk mengatasi agency problem yang ada dalam perusahaan.

  Semakin besar ukuran direksi, maka diharapkan akan semakin baik pula kualitas keputusan yang dihasilkan. Dengan demikian akan berdampak terhadap kinerja perusahaan yang dapat mengurangi financial

  

distress. Purwanto dan Hanifah (2013) menyatakan bahwa semakin besar

  jumlah direksi, maka semakin kecil pula perusahaan mengalami financial

  

distress. Dewan direksi dalam satu perusahaan akan mentukan kebijakan yang

  akan diambil atau strategi perusahaan tersebut jangaka pendek maupun jangka panjang (Mayangsari, 2015).

  Dewan direksi harus memilik reputasi moral yang baik dan kompetensi teknis yang mendukung.Oleh kaerena itu, untuk memilih anggota dewan direksi diperlukan standar profesionalisme.Dewan direksi memiliki kewajiban untuk untuk menjaga transparansi dalam menjalankan operasional perusahaan.Prinsip transparansi tercermin dalam penyampaian informasi secara jujur kepeda seluruh stakeholders.Manajemen harus mampu menyediakan informasi yang relevan dalam penyampaian secara jujur kepada seluruh stakeholders (Hermawan, 2013).

  4) Komite Audit

  Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dan bertanggungjawab kepada Dewan Komisaris dalam membantu melaksanakan tugas dan fungsi Dewan Komisaris. Komite audit diketuai oleh seorang Komisaris Independen. Komite audit paling kurang terdiri dari 3 (tiga) orang anggota yang berasal dari Komisaris Independen dan pihak luar Emiten atau Perusahaan Publik (Keputusan Ketua Bapepem-LK No. KEP-643/BL/2012).

  Komiteaudit merupakan mekanisme corporate governance yang diasumsikan mampu mengurangi masalah keagenan yang timbul pada suatu perusahaan yang apabila terjadi terus-menerus dapat menimbulkan financial

  

distress pada perusahaan. Komite audit dalam perusahaan berperan melakukan

pengendalian internal dan merupakan salah satu elemen kunci dalam struktur

corporate governance yang membantu mengendalikan dan mengawasi

manajemen. Semakin besar komite audit dalam suatu perusahaan akan semakin

kecil kemungkinan terjadi financial distress(Indisari Anita).

5) Dewan Komisaris

  Dewan komisaris merupakan organ prusahaan yang melakukan fungsi dariimplemntasi kebijakan direksi.Peran komisaris inilah

  monitoring

  diharapkan dapat meminimalisir permasalahan agensi yang timbul antara dewan direksi dan pemegang saham.Oleh karena itu diharapakan dewan komisaris dapat mengawasi kinerja dewan direksi sehingga kinerja yang dihasilkan sesuai dengan kepentingan pemegang saham (Triwahyuningtias, 2012).

  Dewan komisaris harus mengambil keputusan secara efektif, cepat, dan tepat serta dapat bertindak secara independen.Kecilnya jumlah komisaris berarti fungsi monitoring yang dijalankan dalam perusahaan yang tidak mengalami tekanan keuangan sehingga hal itu tidak mempengaruhi potensi kesulitan keuangan (Triwahyuningtias, 2012).

6) Dewan Komisaris Independen

  Dewan Komisaris Kndependen Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 33/POJK.04/2014 tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten atau Publik, Dewan Komisaris Indpenden bertugas melakukanpengawasan dan bertanggungjawab atas pengawasan terhadap kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Emiten atau Perusahaan Publik maupun usaha Emiten atau Perusahaan Publik, dan Memberi nasihat kepda Direksi. Dewan komisaris independen paling kurang terdiri dari 2 orang anggota dan 1 diantaranya adalah komisaris independen. Jumlah komisaris independen wajib paling kurang 30% dari seluruh anggota Dewan Komisaris

  Komisaris independenberfungsi sebagai kekuatan penyeimbang (controveiling power), maksud pernyataan tersebut adalah dengan adanya komisaris independen, selain adanya pengawasan pengambilan keputusan manajemen oleh dewan komisaris, pengawasan juga dilakukan oleh pihak ekstrenal yang independen agar keputusan yang diambil tepat dan menjauhkan perusahaan dari kemungkinan mengalami kesulitan keuangan.Umumnya perusahaan dengan proporsi komisaris independen yang lebih besar akan memiliki tata kelola perusahaan yang lebih baik(Triwahyuningtias, 2012).

B. Penelitian Terdahulu

  Hasil penelitian Sastriana (2012) menunjukkan bahwa variabel corporate

  

governance memiliki pengaruh signifikan negatif terhadap financial

distress. PenelitianWidyasaputri (2012) yang menguji tentang kepemilikan

  manajerial, kepemilikan institusional, ukuran dewan direksi, ukuran dewan komisaris dan financial distress. Hasil penelitian menyatakan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran dewan direksi, ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh secara signifikan terhadap financial distress.

  Achmad dan Deviacita (2012) yang menguji tenetang kepemilikan manjerial, kepemilikan institusional,ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, aktivitas dewan komisaris dan keahlian komite audit terhadap financial distress.Hasil penelitian menyatakan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional,dan keahlian komite audit berpengaruh positif terhadap financial distress. Dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen dan aktivitas dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap financial distress.

  Penelitian Merkusiwati dan Putri (2014) yang menguji tentang kepemilikan institusional, komisaris independen, kompetensi komite audit,

  

likuiditas, leverage, dan ukuran perusahaan. Hasil penelitian menunjuka bahwa

  variabel kepemilikan institusional, komisaris independen, kompetensi komite aidit, dan likuiditas tidak berpengaruh terhadap financial distress.Sedangakan ukuran perusahaaan berpengaruh negatif terhadap financal distress.

  Fuad (2014) yangmenguji tentang ukuran dewan komisaris, komisaris independen, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, biaya agensi dan financial distress. Hasil penelitian menunjukan ukuran dewan komisaris, kepemilikan institusional dan baiaya agnsi tidak mempunyai pengaruh terhadap

  

financial distress . Sedangkan komisaris independen, kepemilikan manajerial

memliki pengaruh negatif terhadap financial distress.

  Hasil berbeda diperolehMerkusiwati dan Putri (2014) dimana variabel

  

corporate governance tidak berpengaruh terhadap financial distress. Masih

  adanya perbedaan hasil penelitian inilah yang menjadikan motivasi dari penelitian ini. Penelitian ini diharapkan akan memberikan bukti empiris mengenai pengaruh mekanisme good corporate governance terhadap financial

  

distress , dimana dengan diterapkan good corporate governance pada

  perusahaan khususnya perusahaan manufaktur, dapat mencegah perusahaan mengalami financial distress. Semakin baiknya penerapangood corporate

  

governance akan mengurangi potensi perusahaan mengalami financial distress.

Tabel 2.1 penelitian terdahulu

  Judul Variabel yang No Peneliti

  Hasil Penelitian digunakan

  1 Widyasaputri AnalisisMeka Kepemilikan Kepemilikan (2012) nisme Good manajerial, manajerial,

  Corporate kepemilikan kepemilikan Governance institusional,uku institusional,ukuran

  pada ran dewan dewan direksi, perusahaan yang mengalami kondisi

  Financial Distress

  Corporate Governance

  berpengaruh positif terhadap financial

  distress. Leverage

  berpengaruh terhadap financial

  lita s tidak

  t,likuiditas,profitabi

  distress. Komiteaudi

  Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran dewan direksi, ukuraan dewan komisaris, komisaris independen, berpengaruh negatif terhadap financial

  e,profitabilitas,o perating capacity , dan fianacial distress

  Kepemilikanman ajerial,kepemilik aninstitusiaonal, ukuran dewan direksi, ukuraan dewan komisaris,komis aris independen, Ukuran komite audit, likuditas,leverag

  Financial Distress.

  inikator terhadap kondisi

  distress

  dan fiancial

  Pengaruh struktur

  direksi, ukuran dewan komisaris, dan

  3 Purwaanto dan Hanifah (2013)

  dewan komisaris, proporsi komisaris indpenden, aktivitas dewan komisaris,tidak berpengaruh terhadap financiial distress.

  financial distress .Ukuran

  Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan keahlian komite audit berpengaruh positif terhadap

  Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi komisaris indpenden, aktivitas dewan komisaris, keahlian komite audit.

  Financial Distress

  pada perusahaan yang mengalami kondisi

  Corporate Governance

  (2012) Analisis Mekanisme

  2 Achmad dan Deviacita

  financial distress

  ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

  financial distress .

  distress.

  4 Fuad (2014)

  profitabilitas, leverage , dan financial distress.

  financial distress:

  Analisis pengaruh mekanisme good corporate governance terhadap

  manajerial, kepemilikan institusional, dewan direksi, komite audit, dewan komisaris ,dan dewan komisaris independen.

  

distress , sedangkan variabel independen yang digunakan yaitu kepemilikan

  Dalam penelitaian ini, variabel dependen yang digunakan yaitu financial

  distress .

  berpengaruh negatif terhadap financial

  profitabilitas

  direksi dan

  distress. Dewan

  berpengaruh terhadap financial

  leverage tidak

  Kepemilikan manajerial,kepemili kan institusional, komite audit, ukuran dewan komisaris, dan

  Kepemilikan manajerial,kepe milikan institusional, ukuran dewan direksi, komite audit, ukuran dewan komisaris,

  Ananlisis pengaruh penerapan mekanisme

  Financil Distress.

  dan kinerja keuangan terhadap

  Good Coporate Governance

  Pengaruh

  5 Mayangsari (2015)

  n manjerial,komisaris independen memiliki pengaruh negatif terhadap fiancial distress .

  financial distress. Kepemilika

  Ukuran dewan komisaris,kepemilik an institusional dan biaya agensi tidak berpengaruh terhadap

  fianancial distress.

  Kepemilikan manajereial, kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris,komis aris independen,biay a agensi, dan

  Financial Distress.

  terhadap kemungkinan perusahaan mengalami

  Good corporate governance

C. Kerangaka Pemikiran

1. Pengaruh kepemilikan manajerial terhadap financial distress

  Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham yang dimilki oleh manajemen atau pengelola perusahaan terseebut. Kepemilikan saham oleh manajer dalam perusahaan membuatmanajer mempunyai fungsi ganda yaitu, sebagai pemilik perusahaan dan sekaligus pengelola perusahaan (Mayangsari, 2015). Dengan adanya kepemilikan manajerial, pengambilan keputusan yang berkaitan dengan perusahaan akan dilakukan dengan tanggunjawab penuh karena sesuai dengan kepentingan manjemen sebagai salah satau komponen pemilik perusahaan. Kepemilikan oleh manjemen juga akan meningkatkan kontrol terhadap manjeman perusahaan (Hermawan, 2013). Jadi dengan adanya kepemilikan saham manajerial diharapkan dapat menghasilkan kinerja yang baik sehingga perusahaan akan terhindar masalah kesulitan keuangan.

  Hasil penelitian tentang mekanisme good corporate governance terhadap

financial distress , terkait dengan variabel struktur kepemilikan manajerial.

  Penelitian yang dilakukan oleh Perwanto dan Hanifah (2013)dan Fuad (2014) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap

  

financial distress . Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Widyasaputri

  (2012) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial dan institusional, tidak berpengaruh terhadap financial distress. Artinya besar kecilnya kepemilikan tidak berpengaruh terhadap financial distress.

  2. Pengaruh kepemilikan institusional terhadap financial distress

  Kepemilikan institusional yang lebih besar dari (lebih dari 5%) mengindikasi perusahaan dalam melakukan pengawasaan terhadap operasional perusahaan. Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan, sehingga potensi kesulitan keuangan dapat diminamalkan. Hal ini dikarenkan semakin besar kepemilikan institusional akan mengawasi manajemen sehingga manajemen lebih terkontrol (Mayangsari, 2015).

  Penelitian tentang mekanisme good corporate governance terhadap

  

financial distress , terkait dengan variabel struktur kepemilikan

  institusional.Penelitian yang dilakukan oleh Purwanto dan Hanifah (2013) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap

  

financial distress . Artinya semakin besar kepemilikan institusional maka akan

  semakin kecil kemungkinan perusahaan mealami financial distress. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Widyasaputri (2012) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial dan institusional, tidak berpengaruh terhadap financial distress .

  3. Pengaruh dewan direksi terhadap financial distress

  Dewan direksi merupakan salah satu mekanisme corporate governance yang diperlukan untuk mengatasi agency problem yang ada dalam perusahaan.

  Semakin besar ukuran direksi, maka diharapkan akan semakin baik pula kualitas keputusan yang dihasilkan. Dengan demikian akan berdampak terhadap kinerja perusahaan yang dapat mengurangi financial

  distress (Purwanto dan Hanifah 2013).

  Penelitain yang dilakukan Purwanto dan Hanifah (2013) dan Mayangsari (2015)menyatakan bahwa dewan direksi berpengaruh negatif terhadap

  

financial distress .Hal ini menunjukkan semakin besar ukuran dewan direksi

  semakin kecil kemungkinan terjadi financial distress. Berbada dengan penelitan Widyasaputri (2012)yang menyatakan bahwa ukuran dewan direksi tidak berpengaruh terhadap fiancial distress.

4. Pengaruh komite audit terhadap financial distress

  Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dan bertanggungjawab kepada Dewan Komisaris dalam membantu melaksanakan tugas dan fungsi Dewan Komisaris. Komite audit diketuai oleh seorang Komisaris Independen. Komite audit paling kurang terdiri dari 3 (tiga) orang anggota yang berasal dari Komisaris Independen dan pihak luar Emiten atau Perusahaan Publik (Keputusan Ketua Bapepem-LK No. KEP-643/BL/2012).

  Komiteaudit merupakan mekanisme corporate governance yang diasumsikan mampu mengurangi masalah keagenan yang timbul pada suatu perusahaan yang apabila terjadi terus-menerus dapat menimbulkan financial

  

distress pada perusahaan. Komite audit dalam perusahaan berperan melakukan

pengendalian internal dan merupakan salah satu elemen kunci dalam struktur

  

corporate governance yang membantu mengendalikan dan mengawasi

manajemen. Semakin besar komite audit dalam suatu perusahaan akan semakin

kecil kemungkinan terjadi financial distress.

  Penelitian Purwanto dan Hanifah (2013) dan Mayangsari (2015)menyatakan bahwa dewan komite audit tidak berpengaruh negatif.Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan Achmad dan Deviacita (2012) menunjukan bahwa komite audit berpengaruh positif terhadap financial distress.

5. Pengaruh dewan komisaris terhadap financial distress

  Dewan komisaris merupakan organ prusahaan yang melakukan fungsi monitoring dariimplemntasi kebijakan direksi.Peran komisaris inilah diharapkan dapat meminimalisir permasalahan agensi yang timbul antara dewan direksi dan pemegang saham.Oleh karena itu diharapakan dewan komisaris dapat mengawasi kinerja dewan direksi sehingga kinerja yang dihasilkan sesuai dengan kepentingan pemegang saham(Triwahyuningtias, 2012).

  Dewan komisaris harus mengambil keputusan secara efektif, cepat, dan tepat serta dapat bertindak secara independen.Kecilnya jumlah komisaris berarti fungsi monitoring yang dijalankan dalam perusahaan yang tidak mengalami tekanan keuangan sehingga hal itu tidak mempengaruhi potensi kesulitan keuangan (Triwahyuningtias, 2012).

  Penelitian yang dilakukan Purwanto dan Hanifah (2012) menyatakan bahwa dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap financial distress. Hasil yang berbedadi tunjukan oleh penelitianFuad (2014)dan Mayangsari(2015),menyatakan bahwa dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap financial distress. Hal ini menunjukan bahwa besar kecilnya komisaris yang ada tidak berpengaruh terhadap kemungkinan terjadinya

  

financiaal distress . Pendapat serupa didukung oleh Triwahyuningtias (2012)

  yang menyatakan kecilnya jumlah komisaris berarti fungsi monitoring yang dijalankan dalam perusahaan yang tidak mengalami tekanan keuangan sehingga hal itu tidak mempengaruhi potensi kesulitan keuangan.

6. Pengaruh dewan komisaris independen terhadap financial distress

  Komisaris independen merupakan mekanisme corporate governance yang dapat mengurangi masalah dalam theoryagencyyang disebut agency

  

problem . Karena dengan adanya komisaris independen ini, dapat menghindari

Assymetric Information antara kedua belah pihak yang dapat menimbulkan

  kemungkinan kondisi kesulitan keuangan.

  Dewan Komisaris Kndependen Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 33/POJK.04/2014 tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten atau Publik, Dewan Komisaris Indpenden bertugas melakukanpengawasan dan bertanggung jawab atas pengawasan terhadap kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Emiten atau Perusahaan Publik maupun usaha Emiten atau Perusahaan Publik, dan Memberi nasihat kepada Direksi. Dewan komisaris independen paling kurang terdiri dari 2 orang anggota dan 1 diantaranya adalah komisaris independen. Jumlah komisaris independen wajib paling kurang 30% dari seluruh anggota dewan komisaris (www.ojk.go.id).

  Komisaris independenberfungsi sebagai kekuatan penyeimbang (controveiling power), maksud pernyataan tersebut adalah dengan adanya komisaris independen, selain adanya pengawasan pengambilan keputusan manajemen oleh dewan komisaris, pengawasan juga dilakukan oleh pihak ekstrenal yang independen agar keputusan yang diambil tepat dan menjauhkan perusahaan dari kemungkinan mengalami kesulitan keuangan.Umumnya perusahaan dengan proporsi komisaris independen yang lebih besar akan memiliki tata kelola perusahaan yang lebih baik(Triwahyuningtias, 2012).

  Dalam penelitianPurwanto dan Hanifah (2013) dan Fuad (2014) menyatakan bahwa dewan komisaris independen berpengaruh negatif. Artinya semakin besar komisaris yang ada dalam perusahaan akan membuat tata kelola perusahaan yang baik, sehingga kecil kemungkinan terjadi masalah kesulitan keuangan.Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Achmad dan Deviacita, (2012) menyatakan bahwa dewan komisaris independen berpengaruh tidak negatif.

Bagan 2.2 Kerangaka Pemikiran

  Kepemilikan Manajerial (X1) H1 (-)

  Kepemilikan Institusional (X2) H2(-)

  H3 (-) Dewan Direksi (X3)

  H4 (-)

  Financial Distress

  Komite Audit (X4) H5 (-)

  Dewan Komisaris (X5) H6 (-)

  Dewan Komisaris Independen(X3)

D. Hipotesis Penelitian

  H1 :Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap financial distress H2 :Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap financial distress H3 :Dewan direksi berpengaruh negatif terhadap financial distress H4 :Komite audit berpengaruh negatif terhadap financial distress H5 :Dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap financial distress H6 :Dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap financial

  distres