BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pendidikan Karakter - UPAYA MENINGKATKAN KERJA KERAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA MATERI MENULIS PANTUN MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN TALKING CHIPS (KANCING GEMERINCING) DI KELAS IV

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pendidikan Karakter

  a. Pengertian Pendidikan Karakter Undang-undang Kemendiknas (2010:33) menjelaskan bahwa “ Pendidikan karakter dapat dikatakan sebagai pendidikan yang berdasarkan atas nilai-nilai Pancasila. Pengembangan nilai- nilai tersebut berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional

  ”. Kesuma dkk (2011:5) mendefinisikan “pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya”. Samani (2012:45) berpendapat bahwa

  “pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntutan kepada siswa untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikiran, raga, serta rasa dan karsa ”. Pendidikan karakter menurut Megawangi dalam Kesuma dkk (2011:5) adalah

  “sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya

  9 dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya ”.

  Menurut penjelasan dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah usaha yang dilakukan untuk menumbuhkan kepribadian seseorang agar memiliki perilaku yang baik untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan masyarakat baik dengan sesama manusia maupun dengan Tuhannya.

  b. Tujuan Pendidikan Karakter Kesuma dkk (2011:9) menyebutkan bahwa tujuan pendidikan karakter adalah sebagai berikut: 1) Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian atau kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik ketika proses sekolah maupun setelah proses sekolah (setelah lulus dari sekolah). 2) Mengoreksi perilaku siswa yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan masyarakat. 3) Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama. Tujuan pendidikan karakter yang sudah dijelaskan sangat penting untuk masa perkembangan peserta didik. Adanya pembentukan karakter dapat memperbaiki karakter dan dapat mengontrol budaya bangsa lain yang ada. Moral anak menjadi bagus dan membaik apabila pendidikan karakter dapat cepat diterapkan oleh peserta didik. Mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang bermanfaat, memperbaiki perilaku, serta dapat berkomunikasi dengan lingkungan sekitar dengan bertanggung jawab.

2. Kerja Keras

  a. Pengertian Kerja Keras Ada 18 nilai-nilai karakter dan budaya bangsa. Penelitian ini mengambil salah satu nilai karakter yang dikembangkan yaitu kerja keras. Kesuma (2011:17) mengatakan bahwa “kerja keras adalah suatu istilah yang melingkupi suatu upaya yang terus dilakukan (tidak pernah menyerah) dalam menyelesaikan pekerjaan atau yang menjadi tugasnya sampai tuntas”. Kerja keras bukan berarti bekerja sampai tuntas lalu berhenti, istilah yang dimaksud yaitu mengarah pada visi besar yang harus dicapai untuk kebaikan atau kemaslahatan manusia dan lingkungannya.

  Mustari (2011:51) mengemukakan kerja keras adalah “perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar atau pekerjaan) dengan sebaik- baiknya”. Hasan dkk (2010:33) berpendapat bahwa kerja keras adalah

  “perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dengan sebaik- baiknya

  ”. Kerja keras perlu diterapkan tidak hanya di dalam usaha pekerjaan, tetapi juga pada usaha belajar. Kerja keras dalam usaha belajar akan membawa dirinya pada suatu hasil yang memuaskan. Perlu diterapkan suatu sikap kerja keras belajar agar siswa dapat memperoleh hasil yang memuaskan, sehingga dapat disimpulkan bahwa dari pernyataan di atas kerja keras adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang secara sungguh-sungguh dan tidak mudah putus asa dalam mengatasi suatu masalah atau hambatan belajar agar mendapatkan hasil yang lebih produktif serta dapat meningkatkan prestasi belajar.

  b. Indikator Keberhasilan Karakter Kerja Keras Hasan dkk (2010:33) menyebutkan indikator keberhasilan sikap kerja keras diantaranya:

  1) Mengerjakan tugas dengan teliti dan rapi 2) Mencari informasi dari sumber-sumber di luar sekolah 3) Mengerjakan tugas dari guru pada waktunya 4) Fokus pada tugas-tugas yang diberikan oleh guru di kelas 5) Mencatat dengan sungguh-sungguh sesuatu yang dibaca, diamati, dan didengar untuk kegiatan kelas.

  Ada 18 nilai karakter salah satunya yakni karakter kerja keras merupakan salah satu nilai yang masih harus ditingkatkan.

  Hal ini dikarenakan ada beberapa siswa yang belum mengerjakan tugas dengan teliti dan rapi, lupa atau tidak mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru, dan kurang fokus pada materi yang disampaikan oleh guru. Beberapa hal tersebut masih belum sesuai dengan indikator kerja keras yang disebutkan dalam Hasan dkk sehingga penelitian ini dilaksanakan di kelas IV SD Negeri 2 Lesmana untuk mengetahui seberapa jauh kerja keras siswa sesuai dengan indikator yang sudah ditetapkan oleh Hasan dkk di atas.

3. Prestasi Belajar

  a. Pengertian Prestasi Belajar Prestasi menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan dan dikerjakan.

  Arifin (2011:12) berpendapat bahwa “prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie, kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi prestasi yang artinya hasil usaha, dalam hal ini yang dimaksud adalah belajar

  ”. Belajar ialah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

  Prestasi belajar merupakan proses yang dialami oleh peserta didik dalam sejarah hidupnya serta sesuai dengan kemampuannya.

  Prestasi belajar merupakan hasil dari proses belajar siswa dalam kurun waktu tertentu yang tentunya telah ditetapkan oleh kurikulum yang ada di satuan pendidikan. Hasil belajar siswa ini dapat dilihat melalui dua faktor, yaitu dengan menggunakan Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penggunaan Acuan Patokan (PAP). Kedua acuan tersebut sangat tepat untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa dalam belajarnya. Namun yang lebih penting dalam proses evaluasi prestasi bukan norma mana yang harus diambil, melainkan sejauh mana norma itu dipakai secara tepat untuk mengevaluasi seluruh kecakapan siswa selama mengikuti proses pembelajaran.

  Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar pada umumnya berkenaan pada aspek pengetahuan, yakni Prestasi belajar merupakan umpan balik yang diberikan kepada siswa sehingga guru tahu apakah masih perlu diadakan pengulangan materi atau bimbingan yang lebih kepada siswa. Pengulangan materi belajar masih perlu dilakukan jika prestasi masih belum sesuai dengan yang diharapkan, jika prestasi sudah sesuai dengan apa yang diharapkan, guru dapat melanjutkan pembelajaran ke materi selanjutnya.

  b. Fungsi Prestasi Belajar Prestasi belajar semakin terasa penting ketika siswa telah melakukan proses belajar, karena di dalam proses ini terdapat tahapan serta peningkatan yang terjadi dalam diri siswa. Arifin (2011:12) menyebutkan beberapa fungsi utama prestasi belajar, antara lain:

  1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai siswa. 2) Siswa sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. Para ahli psikologi biasanya menyebut hal sebagai “tendensi keingintahuan (couriosity) dan merupakan kebutuhan umum manusia”.

  3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan. Asumsinya adalah prestasi belajar dapat dijadikan pendorong bagi siswa dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta berperan sebagai umpan balik (feed back) dalam meningkatkan mutu pendidikan. 4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan. 5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) siswa.

  Berdasarkan penjelasan tersebut fungsi dari prestasi belajar tersebut adalah untuk peningkatan kualitas dan kuantitas dalam diri siswa karena prestasi belajar sangat berpengaruh dalam kegiatan proses belajar.

  c. Indikator Prestasi Belajar Pada prinsipnya, pengungkapan prestasi belajar ideal meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Namun dalam mengungkapkan ranah tersebut sangat sulit. Hal ini disebabkan perubahan hasil belajar itu ada yang bersifat intangible (tidak dapat diraba). Oleh karena itu Syah (2011:217) memberikan kesimpulan, yang dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah hanya mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta, dan rasa maupun yang berdimensi karsa.

  Indikator prestasi belajar sangat penting diterapkan di sekolah karena menjadi acuan di dalam proses belajar siswa yang dianggap merupakan pengalaman dari perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar siswa yang meliputi cipta, rasa, maupun karsa.

4. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

  a. Pengertian Bahasa Indonesia Mulyasa (2008:240) menyebutkan bahwa “standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal siswa yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia”. Standar kompetensi tersebut merupakan dasar bagi siswa untuk memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional dan global. Adanya standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia ini diharapkan:

  1) Siswa dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya kesastraan dan hasil intelektual bangsa sendiri. 2) Guru dapat memusatkan perhatian kepada pengembangan kompetensi bahasa peserta didik dengan menyediakan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber belajar. 3) Guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan siswanya. 4) Orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program kebahasaan dan kesastraan di sekolah. 5) Sekolah dapat menyusun program pendidikan tentang kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan keadaan siswa dan sumber belajar yang tersedia.

  6) Daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.

  Mulyasa (2008:240) berpendapat bahwa mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

  1) Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku baik secara lisan maupun tulis. 2) Menghargai dan bangga menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara. 3) Memahami bahasa indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan. 4) Menggunakan bahasa indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual serta kematangan emosional dan sosial. 5) Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Berdasarkan tujuan di atas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya mata pelajaran bahasa Indonesia diharapkan siswa memiliki pengetahuan tentang budayanya, budaya orang lain, belajar untuk menyampaikan gagasan, serta mampu menggunakan kemampuan imajinatif dan analitis yang terdapat pada diri masing-masing, juga dapat meningkatkan kemampuan kita untuk berkomunikasi dengan orang lain, dan berbagi pengalaman untuk saling mempelajari satu sama lain. b. Dimensi Bahasa Indonesia Mulyasa (2008:240) berpendapat bahwa

  “Bahasa Indonesia pada hakekatnya dapat dipandang dari empat aspek yaitu menyimak, menulis, berbicara, dan membaca”. Keempat dimensi tersebut bersifat saling terkait. Dimensi yang telah disebutkan antara lain:

  1) Menyimak Hernowo (dalam Nurjamal, 2010:3) dengan ringkas tegas mengingatkan kita tentang pentingnya menyimak bahwa menurut pakar komunikasi mendengarkan- menyimak (listening) ini menjadi pilar utama dalam berkomunikasi dan kepentingannya, kadang melebihi berbicara, membaca dan menulis. Dalam konteks mendengarkan ada aspek empati meskipun berbicara, membaca dan menulis juga ada. Dan dewasa ini kegiatan mendengarkan ini malah dipertinggi menjadi kegiatan mendengarkan aktif (active listening). Mendengarkan aktif yang dalam al quran disebut “yastmi una” (maka dengarkanlah penerjemah) adalah kegiatan mendengarkan yang melibatkan komponen fisik dan non-fisik. 2) Berbicara

  Menurut Nurjamal (2010:3) berbicara itu merupakan kemampuan seseorang untuk mengungkapkan gagasan pikiran secara lisan kepada orang lain. Syarat mudah berbicara adalah menguasai apa yang kita bicarakan dan memperbanyak aktivitas menyimak dan membaca. 3) Membaca

  Menurut Nurjamal (2010:4) menyebutkan bahwa membaca dan menyimak merupakan aktifitas kunci kita mendapatkan menguasai informasi. Semakin banyak informasi yang disimak-baca, semakin banyak informasi yang dikuasai. 4) Menulis

  Menurut Nurjamal (2010:6) menyebutkan bahwa menulis merupakan keterampilan berbahasa aktif. Menulis merupakan kemampuan puncak seseorang untuk dikatakan terampil berbahasa. Menulis merupakan keterampilan yang sangat kompleks. Menulis tulisan juga merupakan media untuk melestarikan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan. Dalam penelitian tindakan kelas ini aspek yang akan dibahas oleh peneliti yaitu berupa aspek menulis. Materi yang bersangkutan adalah menulis pantun.

  c. Pokok Bahasan Materi Bahasa Indonesia Dijelaskan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

  (KTSP) bahwa materi Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar diberikan secara mata pelajaran sejak kelas III sampai kelas VI, sedang kelas I sampai kelas II diberikan secara tematik pada pelajaran lain. Standar kompetensi dan kompetensi dasar pembelajaran Bahasa Indonesia kelas IV dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

  8. Mengungkapkan pikiran,

  8.3 Membuat pantun anak yang perasaan, dan informasi secara menarik tentang berbagai tema tertulis dalam bentuk karangan, sesuai dengan ciri-ciri pantun. pengumuman, dan pantun anak.

  Mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Komponen yang harus diperhatikan dalam perencanaan pembelajaran adalah penentuan materi pokok, Standar Kompetensi dari materi pokok tersebut di atas telah ditetapkan secara nasional maka materi pokok tinggal disalin dari buku Standar Kompetensi pada mata pelajaran bahasa Indonesia yaitu aspek menulis.

5 Menulis

  a. Pengertian Menulis Pada pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar terdapat empat keterampilan berbahasa yaitu mendengarkan atau menyimak, berbicara, menulis dan membaca. Tarigan (2013:22) mengatakan “menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang- lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang- lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan grafik itu”. Suriamiharja (Djuanda, 2008:180) berpendapat bahwa “menulis adalah kegiatan melahirkan pikiran dan perasaan dengan tulisan, dapat juga diartikan sebagai komunikasi untuk mengungkapkan pikiran, perasaan dan apa yang dikehendaki kepada orang lain secara tertulis

  ”. Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan suatu proses menuangkan pikiran, gagasan, perasaan dan apa yang dikehendaki dalam bentuk tulisan untuk dipahami orang lain. b. Fungsi Menulis Dalam kegiatan berbahasa, menulis memiliki fungsi sebagai alat komunikasi secara tidak langsung dan dapat mempermudah dalam berfikir karena dengan menulis mampu membantu seseorang untuk mengungkapkan dan menjelaskan pikiran-pikirannya.

  Rusyana (Djuanda, 2008:181) mengatakan bahwa menulis mempunyai fungsi sebagai berikut: 1) Fungsi penataan

  Ketika mengarang terjadi penataan terhadap gagasan, pikiran, pendapat, imajinasi serta terhadap penggunaan bahasa untuk mewujudkannya. 2) Fungsi pengawetan

  Mengarang mempunyai fungsi untuk mengawetkan pengutaran sesuatu dalam wujud dokumen tertulis. Dokumen sangat berharga misalnya untuk mengungkapkan sejarah kehidupan pada zaman dahulu. 3) Fungsi penciptaan

  Dengan mengarang kita menciptakan sesuatu yang mewujudkan sesuatu yang baru. Karangan sastra mewujudkan fungsi demikian, begitu pula karangan filsafat dan keilmuan ada yang menunjukkan fungsi penciptaan. 4) Fungsi penyampaian

  Penyampaian itu terjadi bukan saja kepada orang yang berdekatan tempatnya melainkan juga kepada orang yang berjauhan. Berdasarkan fungsi menulis di atas peneliti menyimpulkan ada empat jenis fungsi menulis yang sangat membantu sebagai alat komunikasi secara tidak langsung dan dapat mempermudah dalam berfikir, terdiri dari fungsi penataan, fungsi pengawetan, fungsi penciptaan, dan fungsi penyampaian. c. Tujuan Menulis Tarigan (2013:24) mengatakan bahwa tujuan menulis ada empat yaitu:

  1) Tulisan yang bertujuan untuk memberitahukan atau mengajar disebut wacana informatif. 2) Tulisan yang bertujuan untuk meyakinkan atau mendesak disebut wacana persuasif. 3) Tulisan yang bertujuan untuk menghibur atau menyenangkan disebut tulisan literer. 4) Tulisan yang mengekspresikan perasaan dan emosi yang kuat disebut wacana ekspresif.

  Berdasarkan uraian tersebut peneliti mengambil kesimpulan bahwa tujuan menulis adalah untuk menuangkan gagasan, pikiran, informasi, perasaan dan apa yang dikehendaki penulis dalam bentuk tulisan agar dapat didokumentasikan atau dibaca orang lain.

  d. Macam-Macam Menulis di sekolah dasar Djuanda (2008:183-184) mengatakan macam-macam menulis yang dapat diajarkan di Sekolah Dasar sebagai berikut: 1) Menurut Tingkatannya: menulis permulaan (kelas 1 dan 2) dan menulis lanjut (kelas 3 sampai 6). 2) Menurut isi atau bentuknya: karangan Verslag (laporan) karangan fantasi (ekspresi jiwa), karangan reproduksi dan karangan argumentasi. 3) Menurut susunannya: karangan terikat, karangan bebas, dan karangan setengah bebas setengah terikat.

  Peneliti dapat mengambil kesimpulan dari pembahasan di atas bahwa macam-macam menulis untuk diajarkan di sekolah dasar ialah menulis menurut tingkatan usianya, menulis menurut kesesuaian isi, dan menulis sesuai susunannya.

5. Pantun

  a. Pengertian Pantun Djuanda dan Ismara (2009:14) mengatakan bahwa “pantun merupakan sejenis puisi lama yang terikat bait dan baris”. Djuanda dan Ismara (2009:14) mengatakan ada empat ciri-ciri pantun yaitu sebagai berikut: a) Pantun terdiri dari empat baris

  b) Keempat baris itu dibagi dua baris sampiran (baris kesatu dan kedua) dan dua baris isi (baris ketiga dan keempat).

  c) Rima (bunyi akhir) pantun biasanya a-b-a-b

  d) Setiap baris biasanya terdiri atas delapan sampai dengan dua belas suku kata. Berdasarkan uraian penjelasan di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa pantun adalah salah satu jenis puisi lama yang asli berasal dari Indonesia yang memiliki syarat-syarat pantun.

  b. Jenis-Jenis Pantun Supriyadi (2006:47) berpendapat bahwa “berdasarkan isinya pantun dibagi menjadi: pantun jenaka atau humor dan pantun serius; pantun nasehat, pantun agama, pantun cinta, dan pantun dagang”. Berdasarkan sasaran peruntukannya atau sasaran pemakai pantun dibagi menjadi; pantun anak-anak, pantun remaja, pantun pemuda dan pantun orang tua.

  Jenis-jenis pantun berdasarkan bentuknya yaitu: 1) Pantun biasa adalah pantun yang terdiri dari empat baris

  Contoh: Pergi ke toko membeli majalah Isi majalahnya tentang jamu Pagi-pagi pergi ke sekolah Untuk belajar menuntut ilmu.

  2) Pantun Kilat atau Karmina adalah pantun yang terdiri dari dua baris.

  Contoh: Ada lalat, diair kopi Rajinlah sholat, dan mengaji.

  3) Talibun adalah pantun yang jumlah barisnya lebih dari empat, tetapi harus genap. Barisnya dapat 6,8,10,12 atau

  14. Contoh: Ke kantor meminta izin Izin pergi ke Madinah Pulangnya membawa oleh-oleh Jadilah pelajar yang rajin Rajin belajar dan beribadah Supaya jadi anak yang pintar dan sholeh. 4) Pantun berkait atau pantun berangkat adalah pantun yang terdiri dari empat baris dan merupakan rangkaian pantun yang bersambung pada baris kedua dan keempat tiap-tiap pantun yang berikutnya. Contoh: Pergi ke toko membeli majalah Isi majalahnya tentang jamu Pagi-pagi pergi ke sekolah Untuk belajar menuntut ilmu Isi majalahnya tentang jamu Jamu sehat untuk anak Kalau belajar menuntut ilmu Untuk bekal diakhir kelak. Peneliti memberikan batasan pantun yang akan dipelajari siswa dalam penelitian ini sesuai kompetensi dalam kurikulum tahun 2006. Pantun yang dibuat seputar tema persahabatan, ketekunan, kepatuhan, dan tema lingkungan. peneliti dalam hal ini akan mengambil materi pantun biasa yang akan dijadikan sebagai bahan pembelajaran untuk melakukan penelitian di sekolah dasar.

6. Model Pembelajaran

  Joyce & Weil dalam Rusman (2013:133) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan diajarkan, tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut, serta tingkat kemampuan siswa.

  a.

  

Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative

Learning)

  Slavin mengemukakan,

  “in Cooperative Learning methods,

students work together in four member teams to master material

initially presented by the teacher”.

  Dalam Pembelajaran Kooperatif siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok yang heterogen (Robert Slavin, 2008:15).

  Isjoni (2011:16) mengatakan bahwa “Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada yang lain”.

  Spencer Kagan 1992 mengatakan

  “Cooperative Learning is

an approach to organizing classroom activities into academic and

social learning experiences. Students must work in groups to

complete the two sets of tasks collectively. Everyone succeeds when

the group succeeds ”.

  Pembelajaran Kooperatif merupakan suatu pendekatan yang mengorganisasikan kelas dalam suatu kelompok-kelompok kecil untuk melatih kemampuan akademik dan sosial siswa. Siswa harus bekerja sama dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas. Siswa akan berhasil jika kelompoknya juga berhasil.

  Jadi Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) merupakan kegiatan belajar siswa yang dilakukan dengan cara berkelompok, dalam pembelajaran ini akan tercipta sebuah interaksi yang lebih luas yaitu interaksi dan komunikasi yang dilakukan oleh guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan siswa dengan guru.

b. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif

  Rusman (2013:211) mengatakan terdapat enam langkah utama atau tahapan langkah-langkah pembelajaran kooperatif disajikan pada tabel 2.1 berikut

Tabel 2.1 Langkah-langkah pembelajaran kooperatif

  

Fase Langkah-langkah Tingkah Laku Guru

  1 Menyampaikan tujuan dan Guru menyampaikan memotivasi siswa. semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada mata pelajaran tersebut dan memotivasi siswa. Menyajikan informasi

  2 Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

  3 Mengorganisasikan siswa ke Guru menjelaskan dalam kelompok kooperatif. kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

  4 Membimbing kelompok Guru membimbing bekerja dan belajar. kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

  5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

  6 Memberikan penghargaan Guru mencari cara- cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

  Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif, langkah- langkah tersebut nantinya akan dilaksanakan ketika dalam proses pembelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar.

7. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Chips (Kancing Gemerincing)

  a. Pengertian Pembelajaran Kancing Gemerincing Pembelajaran ini dikembangkan oleh Spencer Kagan

  (1992). Pembelajaran kancing gemerincing bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.

  Kegiatan kancing gemerincing masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota yang lain. Pembelajaran ini dapat digunakan untuk mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok.

  Dalam banyak kelompok sering ada anak yang terlalu dominan dan banyak bicara, sebaliknya juga ada anak yang pasif dan pasrah saja pada rekannya yang lebih dominan. Situasi seperti ini pemerataan kerja keras dalam kelompok bisa tidak tercapai karena anak yang pasif terlalu menggantungkan diri pada rekannya yang dominan.

  b. Langkah-Langkah Pembelajaran Kancing Gemerincing Lie (2008:64) menyebutkan langkah-langkah pembelajaran

  Talking Chips (Kancing Gemerincing) antara lain:

  1) Guru menyiapkan kotak kecil yang berisi kancing- kancing atau bisa juga benda-benda kecil lainnya seperti kacang merah, biji kenari, potongan sedotan, batang- batang lidi, sendok es krim. 2) Sebelum kelompok memulai tugasnya, setiap siswa dalam masing-masing kelompok mendapat dua atau tiga buah kancing (jumlah kancing bergantung pada sukar tidaknya tugas yang diberikan). 3) Setiap kali seorang siswa berbicara atau mengeluarkan pendapat, dia harus menyerahkan salah satu kancingnya dan meletakannya ditengah-tengah kelompoknya. 4) Jika kancing yang dimiliki seorang siswa habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai semua rekannya juga menghabiskan kancing mereka. 5) Jika semua kancing sudah habis, sedangkan tugas belum selesai, kelompok boleh mengambil kesepakatan untuk membagikan kancing lagi dan mengulangi prosedurnya kembali. 6) Guru menyiapkan sebuah papan penilaian, gunanya apabila ada salah satu anak yang menjawab pertanyaan dengan benar, maka akan mendapatkan penghargaan sebuah simbol bergambar bintang, dan nanti pada akhir pembelajaran guru dengan siswa menghitung perolehan skor (bintang). Bagi kelompok yang anggotanya paling banyak menjawab maka kelompok tersebut dinobatkan sebagai kelompok terbaik dan mendapat penghargaan bintang emas.

  Berdasarkan cara yang dikemukakan oleh Lie (2008:64), penerapan model kooperatif tipe Kancing Gemerincing pada pembelajaran menulis pantun kelas IV SD Negeri 2 Lesmana akan peneliti kembangkan seperti berikut ini:

  1) Sebelum pembelajaran dimulai, guru menyampaikan atau mengenalkan topik, bahan pelajaran dan tujuan pembelajaran yaitu menulis pantun. 2) Guru menyiapkan kotak gemerincing yang berisi kancing-kancing atau dapat juga benda-benda kecil lainnya seperti kacang merah, biji kenari, potongan sedotan, batang-batang lidi, sendok eskrim dan sebagainya. 3) Guru terlebih dahulu membagi siswa menjadi 4 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 4 atau 5 orang siswa. 4) Sebelum kelompok memulai tugasnya, setiap siswa dalam masing-masing kelompok mendapat dua atau tiga buah kancing. 5) Guru menampilkan materi yang ada dalam slide power point secara singkat dan guru mengulangi penjelasan sampai siswa paham. 6) Guru memberikan pengarahan mengenai tugas kelompok, tiap kelompok akan diberi tugas untuk membuat pantun dengan tema dan waktu yang telah ditentukan oleh guru. 7) Siswa mulai berdiskusi membuat pantun, siswa diharapkan dapat saling bertukar pendapat dengan teman sekelompoknya, untuk memilih kata yang tepat sehingga membentuk suatu rangkaian kata yang padu dalam isi dan sampirannya. 8) Setelah diskusi selesai guru meminta kepada perwakilan setiap kelompok untuk membacakan hasil pantun yang telah didiskusikan kelompok, kemudian guru meminta kepada siswa untuk menanggapi kelompok lain dengan cara setiap kali seorang siswa akan mengeluarkan pendapat terlebih dahulu harus mengangkat potongan sedotan yang dimiliki, dan menyerahkan kancingnya di tengah-tengah kelompoknya. 9) Bagi siswa yang sudah berpendapat dan kancingnya habis, siswa itu tidak boleh mengutarakan pendapatnya lagi sampai rekan-rekan kelompoknya juga menghabiskan kancing mereka.

  10) Guru menyiapkan sebuah papan penilaian, gunanya apabila salah satu anak yang menjawab pertanyaan dengan benar, maka akan mendapatkan penghargaan sebuah simbol bergambar bintang, dan nanti pada akhir pembelajaran guru dengan siswa menghitung perolehan skor (bintang). Bagi kelompok yang anggotanya paling banyak menjawab maka kelompok tersebut dinobatkan sebagai kelompok terbaik dan mendapat penghargaan bintang emas.

  c. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kancing Gemerincing 1) Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kancing

  Gemerincing

  a) Mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok.

  b) Memberikan kesempatan kepada masing-masing siswa sebagai anggota kelompok dalam kelompok belajarnya untuk dapat memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pemikiran anggota kelompok yang lain.

  c) Terjalin hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan guru.

  d) Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu. 2) Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kancing

  Gemerincing

  a) Guru harus mempersiapkan pelajaran secara matang, disamping itu juga memerlukan banyak tenaga, pemikiran dan waktu.

  b) Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas, sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Lie (2008:65) Kelebihan dan kelemahan dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif adalah sebagai strategi mengajar guru, maka dari hal tersebut dapat menjadi pertimbangan bagi guru dalam penggunaannya. Namun, faktor profesionalisme guru menggunakan model tersebut sangat menentukan dan kesadaran siswa pada saat mengikuti pembelajaran melalui strategi kelompok. Sasaran pembelajaran adalah meningkatkan kemampuan belajar siswa sehingga penggunaan model yang diterapkan akan memungkinkan siswa menjadi lebih aktif, kreatif dan mandiri dalam belajar sesuai tuntutan materi pelajaran atau kurikulum.

B. Penelitian yang Relevan

  1)

  “Cooperative Learning Strategies to enhance writing skill” oleh Rita

  Rani Mandal 2009 menyatakan bahwa: “Cooperative learning strategies could be used during the process

  of writing that is planning, translating and reviewing, so that the product produced by the group is good. In cooperative learning the student are given opportunity to write and to revive and rewrite what they have written. Peer criticism aids students sharpen their knowledge about essays structure and grammatical rules. In order to evaluate effectively someone else’s papers students must know what to look for and be able to justify their comments. It also provides the student with the opportunity of evaluating his or her own work. They demonstrate more confidence

in writing and decrease their apprehensions towards writing

”.

  Strategi pembelajaran kooperatif bisa digunakan selama proses penulisan yaitu perencanaan, penerjemahan dan review sehingga produk yang dihasilkan oleh kelompok itu baik, dalam pembelajaran kooperatif siswa diberi kesempatan untuk menulis dan menghidupkan kembali. Tulis ulang apa yang telah mereka tulis kritik rekan membantu siswa mempertajam pengetahuan mereka tentang struktur esai dan peraturan gramatikal. Untuk mengevaluasi secara efektif makalah orang lain, siswa harus tahu apa yang harus dicari dan dapat membenarkan komentar mereka. Ini juga memberi siswa kesempatan untuk mengevaluasi pekerjaannya sendiri. Mereka menunjukkan lebih percaya diri dalam menulis dan mengurangi kekhawatiran mereka terhadap penulisan.

  2) Effectiveness of Talking Chips Strategy of

  

Cooperative Learning on achievement in comparison with Emotional

Intelligence oleh Devanathan, and Manoj T.I. 2011, menyatakan

  bahwa:

  “The present research study is the report of an experiment conducted to find out the effectiveness of Talking Chips Strategy of Cooperative Learning on achievement and Emotional Intelligence. Cooperative Learning primarily arose as an alternative to what was perceived as the over emphasis on competition in traditional education by engaging students to work together on a common task, sharing information and supporting one another ”.

  Penelitian ini merupakan laporan penelitian yang dilakukan untuk mengetahui efektifitas Strategi Pembelajaran Kooperatif Kancing Gemerincing pada prestasi dan kecerdasan emosional. Pembelajaran Kooperatif terutama muncul sebagai alternatif untuk dianggap sebagai penekanan lebih pada kompetisi dalam pendidikan tradisional dengan melibatkan siswa untuk bekerja sama dalam tugas bersama, berbagi informasi dan saling mendukung satu sama lain.

  Jadi, dari penelitian di atas menunjukkan bahwa salah satu keuntungan dari penggunaan Talking Chips (Kancing Gemerincing) dapat digunakan untuk menyampaikan, mengembangkan keterampilan dan meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran.

  Keuntungan ini dapat menjadi kesempatan untuk mengidentifikasi siswa yang memiliki potensi akademik yang tinggi, selain itu siswa terlibat aktif dalam diskusi yang tidak terstruktur dan tanpa disadari siswa telah bekerja keras dan berpikir lebih.

  3) Penelitian oleh Mila Kartika Sari (2010) tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing untuk meningkatkan minat dan prestasi belajar materi menulis puisi. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri 2 Kepuh Kabupaten Sukoharjo yang berjumlah 10 siswa yang terdiri dari 5 siswa laki-laki dan 5 siswa perempuan. Berdasarkan hasil penelitian adanya peningkatan rata-rata nilai yang diperoleh siswa pada tes awal 49,3; kemudian pada tes siklus pertama 62,16; pada siklus kedua menjadi 72,46; dan pada siklus ketiga menjadi 80,62. Adanya peningkatan presentase ketuntasan belajar siswa yang pada tes awal hanya 0%, pada tes siklus pertama menjadi 30% dan pada siklus kedua menjadi 50%, kemudian pada siklus ketiga menjadi 90%.

  Jadi kaitannya dengan penelitian yang saya lakukan yaitu pada penelitian ini dijelaskan bahwa dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dengan melihat jumlah kenaikan skor pada setiap siklusnya.

  Berdasarkan penjelasan penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Talking Chips (Kancing Gemerincing) memiliki kontribusi terhadap pembelajaran, dapat menunjukkan keefektifan dalam prestasi belajar serta menjadi salah satu dasar pertimbangan penilaian model pembelajaran yang akan digunakan atau diterapkan dalam penelitian tindakan kelas ini untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.

C. Kerangka Pikir

  Belajar merupakan suatu proses atau usaha yang dilakukan secara berkesinambungan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkunganya. Dalam proses pembelajaran kerja keras siswa sangat mempengaruhi perubahan dalam proses pembelajaran dan tentunya berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.

  Dari hasil observasi di kelas IV, kurangnya kerja keras siswa dalam proses pembelajaran mempengaruhi prestasi belajar.

  Mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan pembelajaran yang inovatif dan mampu meningkatkan kerja keras serta prestasi belajar siswa, salah satunya menggunakan pembelajaran Talking Chips. Penggunaan pembelajaran Talking Chips diharapkan mampu mengembangkan kemampuan berpikir dan meningkatnya prestasi belajar siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat dibuat kerangka pikir penelitian berikut ini.

  Masalah

  • Kurangnya Kerja Tindakan Hasil Keras dalam belajar

  Pembelajaran Kerja Keras dan

  • Prestasi belajar

  prestasi belajar

  

Talking Chips

  dibawah KKM yang meningkat telah ditentukan.

Gambar 2.1 Kerangka pikir

D. Hipotesis Tindakan

  Pembelajaran akan berjalan dengan baik sejalan dengan persiapan yang matang. Berdasarkan deksripsi teori, hasil penelitian yang relevan dan kerangka berpikir, maka dapat disimpulkan hipotesis dari penelitian ini adalah:

  1. Penggunaan strategi pembelajaran Talking Chips (Kancing Gemerincing) pada mata pelajaran bahasa Indonesia materi menulis pantun dapat meningkatkan kerja keras siswa kelas IV SD Negeri 2 Lesmana.

  2. Penggunaan strategi pembelajaran Talking Chips (Kancing Gemerincing) pada mata pelajaran bahasa Indonesia materi menulis pantun dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV SD Negeri 2 Lesmana.

Dokumen yang terkait

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MENULIS PETUNJUK PADA PELAJARAN BAHASA INDONESIA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN “EXPERIENTAL LEARNING” SISWA KELAS IV SEMESTER GANJIL SDN 3 PAREREJO GADINGREJO TAHUN 2011/2012

0 6 49

View of MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR BAHASA INDONESIA ASPEK MENULIS MELALUI METODE PEMBELAJARAN INKUIRI

0 0 8

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING STICK DI KELAS I SDN 35 SUNGAI LIMAU

0 0 10

UPAYA MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA MELALUI TALKING CHIPS MATERI UANG DAN PERBANKAN SISWA SMA ISLAMIYAH PONTIANAK

0 0 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pengertian Media Pembelajaran - BAB II KAJIAN PUSTAKA

1 28 23

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Konsep Model Pembelajaran - MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA BAHASA INDONESIA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PARTISIPASI PADA SISWA KELAS V MIS WAWOTOBI KECAMATAN WAWOTOBI KABUPATEN KONAWE - Repository IAIN Kendari

0 0 26

BAB II STRATEGI PEMBELAJARAN GENERATIF DALAM PENGEMBANGAN KETERAMPILAN IBADAH SISWA PADA MATA PELAJARAN FIQIH A. Deskripsi Teori - PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN GENERATIF DALAM PENGEMBANGAN KETERAMPILAN IBADAH SISWA PADA MATA PELAJARAN FIQIH DI MA MANBA

0 0 32

BAB II LANDASAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Strategi Synergetic Teaching - HUBUNGAN STRATEGI SYNERGETIC TEACHING DAN PENGEMBANGAN PENGALAMAN BELAJAR TERHADAP KENYAMANAN DALAM PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN AQIDAH AKHLAK DI MTS MIFTAHUL HUDA BU

1 1 31

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Pustaka 1. Penerapan Hypnoteaching a. Pengertian Hypnoteaching - PENERAPAN HYPNOTEACHING DALAM MENINGKATKAN RESPON BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN SKI KELAS XI DI MA NU HASYIM ASY’ARI 3 KUDUS TAHUN PELAJARAN 2016/2017

0 0 29

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS NARASI MELALUI MEDIA KOMIK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA PADA SISWA KELAS IV SD MOJOLABAN TAHUN AJARAN 2016 2017

0 0 24