BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumen - PENGARUH KEPUASAN KONSUMEN, KUALITAS PELAYANAN DAN INSENTIF TERHADAP PERILAKU WOM (WORD-OF-MOUTH) KONSUMEN JASA ANGKUTAN PENUMPANG BIS DI PURWOKERTO (Studi Pada Bis Patas Efisiensi Purwokerto-Yogyakarta) - r

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Perilaku Konsumen

  Umar (2002) menyatakan bahwa perilaku konsumen terbagi dua bagian, perilaku yang tampak dan perilaku yang tidak tampak. Variabel- variabel perilaku yang tampak antara lain jumlah pembelian, waktu pembelian, karena siapa, dengan siapa, dan bagaimana konsumen melakukan pembelian. Variabel perilaku yang tidak tampak adalah persepsi, ingatan terhadap informasi dan perasaan kepemilikan konsumen. Perilaku konsumen menurut Engel, (1997), adalah : tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini.

  2.2 Kepuasan Konsumen

  Kotler (2000) menyebutkan kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (hasil) sesuatu produk dengan harapannya. Kepuasan adalah semacam langkah perbandingan antara pengalaman dengan hasil evaluasi, dapat menghasilkan sesuatu yang nyaman secara rohani, bukan hanya nyaman karena dibayangkan atau diharapkan.

  Kepuasan konsumen menurut Zeithaml dalam (Erida, 2009) akan dipengaruhi oleh fitur spesifik dari produk atau jasa dan persepsi terhadap

  7 kualitas. Kualitas jasa pada dasarnya menggambarkan sejauh mana jasa yang dirasakan pelanggan dapat memenuhi harapan mereka. Kualitas merupakan elemen dominan dalam evaluasi yang dilakukan pelanggan. Dalam kasus dimana jasa yang ditawarkan adalah kombinasi dengan produk fisik, kualitas jasa penting dalam menentukan kepuasan pelanggan.

  Pada umumnya program kepuasan pelanggan meliputi kombinasi dari tujuh elemen utama, yakni (Tjiptono, 2007) :

  1. Barang dan jasa berkualitas Perusahaan yang ingin menerapkan program kepuasan pelanggan harus memiliki produk berkualitas baik dan layanan prima.

  2. Relationship marketing Kunci pokok dalam setiap program promosi loyalitas adalah upaya menjalin relasi jangka panjang dengan para pelanggan.

  3. Program promosi loyalitas Program promosi loyalitas banyak diterapkan untuk menjalin relasi antara perusahaan dan pelanggan.

  4. Fokus pada pelanggan terbaik Sekalipun program promosi loyalitas beraneka regam bentuknya, namun semuanya memiliki kesamaan pokok dalam hal focus pada pelanggan yang paling berharga. Program-program semacam itu berfokus pada 20% dari pelanggan yang secara rutin mengonsumsi 80% dari penjualan.

  5. Sistem penanganan komplain secara efektif Penangan komplain terkait erat dengan kualitas produk. Perusahaan harus memastikan bahwa barang dan jasa yang dihasilkannya benar-benar berfungsi sebagaimana mestinya sejak awal. Baru setelah itu, jika ada masalah, perusahaan segera berusaha memperbaikinya lewat system penanganan komplian. Jadi, jaminan kualitas harus mendahului penanganan komplain.

  6. Unconditional guarantees

  Unconditional guarantees dibutuhkan untuk mendukung

  keberhasilan program kepuasan pelanggan. Garansi merupakan janji eksplisit yang disampaikan kepada para pelanggan mengenai tingkat kinerja yang dapat diharapkan akan mereka terima.

  7. Program pay for performance Program kepuasan pelanggan tidak bisa terlaksana tanpa adanya dukungan sumber daya manusia organisasi. Sebagai ujung tombak perusahaan yang berinteraksi langsung dengan para pelanggan dan berkewajiban memuaskan mereka, karyawan juga harus dipuaskan kebutuhannya.

2.3 Kualitas Jasa

  Jasa adalah setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh suatu pihak pada pihak lain dan pada dasarnya tidak berwujud, serta tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Proses produksinya mungkin dan mungkin juga tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik (Kotler, 2000).

  Menurut (Kotler, 2000) ada lima determinasi kualitas jasa yaitu : 1) Kehandalan (reliability)

  Yaitu kemampuan memberikan pelayanan-pelayanan dengan segera untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan.

2) Daya Tanggap (responsiveness)

  Yaitu kemampuan untuk membantu pelanggan atau konsumen untuk memberikan jasa dengan cepat dan tanggap.

  3) Jaminan (assurance) Yaitu mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para karyawan.

  4) Empati (empathy) Yaitu kesediaan untuk kepedulian, memberi perhatian pribadi pada pelanggan.

  5) Wujud (tangible) Mencakup penampilan fasilitas fisik, peralatan, personal dan media komunikasi.

  Menurut Tjiptono (2007) terdapat metode-metode dalam pengukuran kepuasan pelanggan, yaitu: a) Sistem Keluhan dan Saran

  Berdasarkan metode ini setiap perusahaan yang berorientasi pada pelanggan memberikan kesempatan yang luas kepada pelanggan untuk menyampaikan keluhan, saran dan pendapat mereka. Misalkan melalui telepon bebas pulsa.

  b) Ghost Shopping Untuk mengetahui kepuasan pelanggan perusahaan dapat mempekerjakan beberapa orang untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan atau pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing. Dengan cara ini perusahaan dapat secara langsung mengetahui pelayanan yang diberikan oleh pegawainya.

  c) Lost Customer Analysis Perusahaan seharusnya menhubungi para pelanggan yang telah beralih kepada pesaing agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan dapat segera mengadakan perbaikan penyempurnaan selanjutnya.

  d) Survai Kepuasan Pelanggan Umumnya banyak penelitian mengenai kepuasan pelanggan yang dilakukan dengan survai, baik melaui pos, telepon, maupun wawancara pribadi.

  2.4 Insentif

  Insentif sebagai sarana motivasi dapat diberikan batasan perangsang ataupun pendorong (Sarwoto dalam Sujatmoko, 2007). Bila dikaitkan dengan kepuasan konsumen, insentif dianggap sebagai katalisator untuk meningkatkan perilaku WOM dari konsumen yang puas dan meredam WOM negatif dari konsumen yang tidak puas atas jasa yang mereka konsumsi. Namun kepuasan sendiri bukan jaminan bahwa konsumen akan melakukan WOM, tetapi dengan memberikan insentif akan meningkatkan kemungkinan mereka melakukan WOM.

  2.5 Komunikasi Word of Mouth Word-of-mouth communication, pada dasarnya adalah pesan tentang

  produk atau jasa suatu perusahaan, ataupun tentang perusahaan itu sendiri, dalam bentuk komentar tentang kinerja produk, keramahan, kejujuran, kecepatan pelayanan dan hal lainnya yang dirasakan dan dialami oleh seseorang yang disampaikan kepada orang lain. Pesan yang disampaikan dapat berbentuk pesan yang sifatnya positif maupun negatif bergantung pada apa yang dirasakan oleh sipemberi pesan tersebut atas jasa yang ia konsumsi (Erida, 2009).

  Word of Mouth Marketing (WOMM) adalah sebuah strategi pemasaran

  untuk membuat pelanggan kita membicarakan (do the talking ), mempromosikan (do the promotion) dan menjual (do the selling) yang disingkat menjadi TAPS (Talking, Promoting dan Selling) yang menjadi acuan dasar dari penelitian word of mouth marketing pertama di Indonesia (Adisutiyono, 2010).

  Word of mouth tidak dapat dibuat-buat atau diciptakan. Karena word of

mouth dilakukan oleh konsumen dengan sukarela atau tanpa mendapatkan

  imbalan. Berusaha membuat-buat WOM sangat tidak etis dan dapat memberikan efek yang lebih buruk lagi, usaha tersebut dapat merusak brand dan merusak reputasi perusahaan (Praswati, 2009).

  Dalam penelitian Onbee Marketing juga menunjukkan bahwa rata-rata konsumen Indonesia akan menceritakan hal-hal positif tentang sebuah merek kepada tujuh orang. Sementara hal-hal negatif diceritakan kepada 11 orang. Selain itu, hasil riset juga menunjukkan bahwa sebuah brand memerlukan enam rekomendasi positif untuk menetralisir hanya satu pemberitaan negatif dari seorang konsumen (Adisutiyono, 2010).

2.6 Penelitian Terdahulu

  Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Erida (2009) tentang pengaruh kepuasan konsumen dan insentif terhadap perilaku WOM (word-of-

  

mouth ) konsumen jasa angkutan penumpang bis antar kota antar propinsi kelas

  eksekutif di Bandung. Menemukan bukti bahwa kepuasan konsumen dan insentif mempunyai pengaruh terhadap perilaku word-of-mouth konsumen pada jasa angkutan penumpang bis AKAP kelas eksekutif di Bandung.

  Praswati (2009) melakukan penelitian tentang “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi word of mouth terhadap minat guna jasa ulang (studi kasus pada PT Nasmoco di Semarang)”. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kualitas pelayanan, kepuasan pelanggan, komitmen dan kekuatan hubungan berpengaruh terhadap komunikasi WOM.

2.7 Kerangka Pemikiran

  Suatu perusahaan dalam mempertimbangkan penerapan kualitas pelayanan berhubungan dengan bagaimana perusahaan tersebut memposisikan dirinya dalam memahami nilai dasar pelanggan yang tercermin pada konsep kepuasan pelanggan yang kuat (Gwinner dalam Praswati, 2009). Untuk dapat tercipta kepuasan pelanggan yang maksimal, perusahaan harus dapat menciptakan sistem pelayanan untuk menarik lebih banyak lagi pelanggan serta mempunyai kemampuan untuk mempertahankan pelanggan yang telah ada.

  Interaksi dua pihak (contact personnel), pemberi dan pengguna jasa, keduanya mempengaruhi outcome dari jasa tersebut. Pengguna jasa memiliki preferensi dan persepsi sendiri dalam menilai performance dari jasa perusahaan yang mereka konsumsi, dan hal yang lebih penting lagi untuk diperhatikan oleh pemberi jasa adalah bahwa mereka biasanya akan menceritakan pengalamannya atas jasa yang dikonsumsi, baik yang sifatnya positif maupun negatif kepada pihak lain melalui kegiatan ‘word-ofmouth

  communication’ (Erida, 2009).

  Ketika konsumen puas, maka WOM positif akan tercipta dan mereka labih suka untuk memberikan rekomendasi pembelian kepada orang lain

  (Swan and Oliver, dalam Praswati, 2009). Ketika konsumen puas maka mereka akan memberikan WOM positif dan merekomendasikan orang lain untuk melakukan pembelian. Sedangkan konsumen yang tidak puas, mereka akan melarang orang lain untuk melakukan pembelian. Penelitian yang dilakukan oleh Chew dan Jochen dalam Erida (2009) terhadap konsumen

  mobile phone menemukan bahwa insentif efektif dalam mendorong konsumen

  yang puas melakukan WOM positif dan mengurangi WOM negatif dari konsumen yang tidak puas.

  Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Erida (2009) tentang pengaruh kepuasan konsumen dan insentif terhadap perilaku WOM (word-of-

  mouth ) konsumen jasa angkutan penumpang bis antar kota antar propinsi kelas

  eksekutif di Bandung. Menemukan bukti bahwa kepuasan konsumen dan insentif mempunyai pengaruh terhadap perilaku word-of-mouth konsumen pada jasa angkutan penumpang bis Efisiensi di Purwokerto. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disusun kerangka pemikiran sebagai berikut:

  Kepuasan H

  

1

Konsumen

  H

  4 Kualitas

  Komunikasi H

  

2

Pelayanan Word of Mouth

  H

  

3

Insentif

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

2.8 Hipotesis

  H

  1 = Kepuasan konsumen secara parsial berpengaruh terhadap perilaku WOM

  (word-of-mouth) konsumen jasa angkutan penumpang bis efisiensi di Purwokerto.

  H

  2 = Kualitas pelayanan secara parsial berpengaruh terhadap perilaku WOM

  (word-of-mouth) konsumen jasa angkutan penumpang bis efisiensi di Purwokerto.

  H

  3 = Insentif secara parsial berpengaruh terhadap perilaku WOM (word-of- mouth ) konsumen jasa angkutan penumpang bis efisiensi di Purwokerto.

  H

  4 = Kepuasan konsumen, kualitas pelayanan dan insentif secara simultan

  berpengaruh terhadap perilaku WOM (word-of-mouth) konsumen jasa angkutan penumpang bis efisiensi di Purwokerto.