STUDI KUALITATIF MENGENAI PENGALAMAN BEREMPATI PADA REMAJA

  

STUDI KUALITATIF MENGENAI

PENGALAMAN BEREMPATI PADA REMAJA

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

  

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Riana Budiani

  

NIM : 069114063

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

2011

  

STUDI KUALITATIF MENGENAI

PENGALAMAN BEREMPATI PADA REMAJA

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

  

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Riana Budiani

  

NIM : 069114063

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

2011

     

   

HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN

    “  Marilah kepada‐Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat,  

  Aku  akan memberi kelegaan kepadamu.”   Matius  11:28 

      "Kasihilah

   Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan  dengan  segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu  manusia

   seperti dirimu sendiri."  Lukas  10:27 

       

  Skripsi  ini kupersembahkan untuk :  Tuhan  Yesus yang memelihara kehidupanku, akan kasih,  

anugerah

 dan rahmatNya yang melimpah dalam hidupku   dan  

   kasih setiaNya yang selalu baru tiap hari.  

PER RNYATAA AN KEAS SLIAN KA ARYA

  Saya menya atakan deng gan sesungg guhnya bahw wa skripsi yang saya tulis ini tid dak memuat kar m rya orang la ain, kecuali yang sudah h disebutkan n dalam kuti ipan dan da aftar pustaka, seb p bagaimana la ayaknya kary ya ilmiah.

  Yo ogyakarta, 21

  1 Februari 20 011 Pe enulis

  Rian na Budiani

  

STUDI KUALITATIF MENGENAI

PENGALAMAN BEREMPATI PADA REMAJA

Riana Budiani

ABSTRAK

  Empati merupakan suatu hal yang dekat dengan kehidupan manusia sehari-harinya. Latar

belakang penelitian ini adalah adanya egocentrism yang terjadi pada remaja di mana remaja juga

memiliki empati. Oleh karena itu peneliti tertarik meneliti proses berempati pada remaja. Tujuan dari

penelitian ini adalah peneliti ingin melihat gambaran mengenai pengalaman berempati pada remaja.

Subyek yang digunakan dalam penelitian sebanyak 8 orang yang berusia 20-23 tahun. Teknik

pengambilan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teknik bercerita. Kemudian, melalui

cerita-cerita dari para subyek maka peneliti melihat gambaran pengalaman berempati melalui aspek-

aspek yang terdapat di dalam empati. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa empati yang terjadi

pada penelitian ini memiliki aspek-aspek yang menyusun proses pengalaman tersebut. Aspek-aspek

tersebut adalah pemahaman observer terhadap, target empati, emosi yang dirasakan target maupun

observer dan adanya perilaku menolong yang muncul setelah seseorang mengalami empati. Secara

lebih spesifik, pengalaman berempati pada penelitian ini cenderung terjadi pada jenis pengalaman

kegagalan dan dikecewakan oleh pihak tertentu dan pengalaman kematian orang tua.

  Kata Kunci : empati, kualitatif, remaja

THE QUALITATIVE STUDY OF EMPATHY EXPERIENCE

  

IN ADOLESENCE

Riana Budiani

ABSRACT

  Empathy is one of the closest matter in human’s daily life. The background of this research is

adolesence had both experience of empathy and egocentrism. Therefore, these matters are important

to be research. The aim of this research is to describe the experience of empathy in adolesence. The

subject that used in this research are approximately 8 partisipants. The samples were 20-23 years old.

The technique that used to collect the data was story telling. The researchers can see the experience of

empathy by the aspects of empathy that told by the subjects. The result of this research showed that

empathy that happens in this study had processes to arrange that experience like the observer’s

understanding toward the empathy goal, the subject’s emotion, the altruism that appeared.

Specifically, the experience of empathy in this research tended to the failed and disappointed

experience and the parents’s death.

  Keywords : empathy, qualitative, adolesence

  

LEMBA AR PERNY YATAAN PE ERSETUJU UAN

PUBLIKA ASI KARYA A ILMIAH UNTUK KE EPENTING GAN AKAD DEMIS

  Yang bertan Y nda tangan di i bawah ini, saya mahasi iswa Univer rsitas Sanata Dharma Na ama : Riana a Budiani NI M : 06911 14063

  Demi Pen ngembangan n ilmu penge etahuan, say a memberika an kepada P erpustakaan n Universitas s Sanata D Dharma Yogy yakarta kary ya ilmiah say ya yang berju udul :

  

“ST TUDI KUAL LITATIF M MENGENAI

  I PENGALA AMAN BER REMPATI P PADA REM MAJA”

  Beserta perangkat y yang diperlu ukan (bila ada). Denga an demikian n saya mem mberikan ke epada Perpustak kaan Univer rsitas Sanat a Dharma h hak untuk m menyimpan, mengalihka an dalam be entuk media la ain, mengelo olanya dalam m bentuk pa ngkalan dat a, mendistri ibusikan sec cara terbatas s, dan mempubl likasikan di Internet ata au media lain n untuk kep pentingan ak kademis tanp pa perlu mem minta ijin dari saya maupu un memberik kan royalti k kepada saya selama teta ap emncantu umkan nama saya sebagai p penulis.

  Demikian n pernyataan n ini saya bu uat dengan se ebenarnya. Dibuat di i : Yogyaka arta Pada Tan nggal : 21 Febru uari 2011 Yang me enyatakan :   (Riana B Budiani)

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kepada Allah Yang Hidup yang telah menyertai saya sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi saya. Saya sungguh mengucapkan terima kasih dari hati yang terdalam kepada : 1.

  Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa telah melindungi, menguatkan, dan menghibur saya ketika saya hidup selama ini. Jika bukan karena pertolongan-Nya, saya tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini.

  2. Orang tua yang sungguh mengasihi dan mendidik saya. Untuk mami dan papi.

  Terutama untuk mami yang telah berusaha keras untuk mencukupkan segala kebutuhan saya.

  3. Kakak saya yang tercinta (Vinna Budiani), atas perhatian, kasih sayang dan kesempatan kuliah yang diberikan kepada saya. Atas biaya yang telah dicukupkan sehingga saya bisa menyelesaikan kuliah dan skripsi saya serta kerja kerasnya menguliahkan saya.

  4. Alm. Nenek saya yang telah dipanggil Tuhan, untuk kasih sayang yang begitu besar yang telah saya terima dari beliau.

  5. Koh Boby dan Cik Yaya, atas bantuan yang diberikan selama ini kepada saya dan keluarga.

  6. Oom Hian dan tante Dina, atas perhatian dan bantuan yang diberikan selama ini sehingga saya bisa menyelesaikan kuliah saya.

  7. C. Siwi Handayani, selaku dekan fakultas psikologi, atas kesempatan yang telah diberikan selama proses studi.

  8. V. Didik Suryo Hartoko, selaku dosen pembimbing skripsi saya, atas bimbingan dan pengetahuan yang diberikan kepada saya.

  9. Ike, Komenk, Jean, Wayan, Gita, Marcel, Ari, teman-teman seperjuanganku, terima kasih untuk dukungan kalian.

  10. Anak kos Muria, Linda terima kasih karena telah menungguku ujian jam 7 pagi, Virly, Eva, dan anak-anak kos yang lain, terima kasih atas perhatian dan persahabatan kita selama ini.

  11. Seluruh subyek penelitian: Joanna, Rosa, Naylan, David, Rosa, Olive, Peter dan Lisa. Atas kesediaan mereka menjadi subyek penelitian saya.

  12. Segenap dosen psikologi, atas pengetahuan yang telah diberikan kepada saya selama berkuliah di jurusan Psikologi, Sanata Dharma.

  13. Seluruh keluarga GKIm Anugerah, Majelis, hamba Tuhan, dan seluruh jemaat GKIm Anugerah, terima kasih untuk dukungan doa dan perhatiannya kepada saya.

  14. Segenap staf fakultas psikologi, Pak Gi, Mas Muji, Mas Doni, Mas Gandung dan Mbak Nanik, terima kasih atas bantuannya, mohon maaf jika ada salah.

  15. Seluruh teman-temanku yang tidak bisa aku sebutkan namanya satu persatu. Aku sangat berterima kasih atas perhatian dan persahabatan kita selama ini.

  Penulis

  DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ………………………………………………………… i

HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iii

HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN ................................................... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ......................................... v

ABSTRAK ............................................................................................................. vi

ABSTRACT ............................................................................................................ vii

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA .......................................... viii

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ix

DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ................................................................................................. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................

  1 A.

   Latar Belakang Masalah .................................................. 1 B. Rumusan Masalah ............................................................ 4 C. Tujuan Penelitian .............................................................. 5 D. Manfaat Penelitian ............................................................ 5 1.Manfaat Teoritis ..............................................

  5 2.Manfaat Praktis ...............................................

  5 BAB II DASAR TEORI ............................................................................ 6 A.

   Empati .................................................................................. 6

  B.

   Pengalaman Berempati ....................................................... 12 C. Empati dan Sistem Nilai ..................................................... 13 D. Pertanyaan Penelitian ........................................................ 14

  

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 15

A. Pendekatan Fenomenologi .................................................. 15 B. Fokus Penelitian ................................................................... 15 C. Sumber Data Penelitian ....................................................... 16 D. Metode Pengambilan Data ................................................... 16 E. Teknik Analisis dan Interpretasi Data ............................... 18 F. Kredibilitas Penelitian ......................................................... 18 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………………

  20 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN …………………….................

  34 A.

   Kesimpulan ……………………………………………… 34 B. Kelemahan dan Saran ………………………………….. 35 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………

  37

  DAFTAR TABEL

Tabel 1. PENGALAMAN BEREMPATI ................................................... 26

  

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. ANALISIS DATA PENGALAMAN BEREMPATI ….……… 38

Lampiran 2. KESIMPULAN ANLISIS DATA PENGALAMAN BEREMPATI ... 60

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Di dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang pasti bertemu dengan

  orang-orang di sekitarnya. Tidak hanya bertemu, namun mereka juga menjalin relasi sosial satu dengan yang lain. Banyak hal yang terjadi dalam menjalin relasi sosial. Pada umumnya, seseorang akan saling berkomunikasi membicarakan banyak hal dan berbagi banyak informasi.

  Hubungan yang terjalin antara dua orang atau lebih dapat menyebabkan seseorang dapat merasakan apa yang sedang rasakan oleh orang lain. Oleh karena itu, disadari atau tidak disadari, empati sering terjadi ketika seseorang menjalin relasi sosial dengan sesamanya.

  Empati merupakan respon yang mengandung emosi secara alamiah yang dimiliki oleh setiap orang sehingga setiap orang sebenarnya mampu berempati kepada orang lain. Pada dasarnya, setiap orang memiliki empati sejak masa bayi. Empati dalam diri seseorang pada awalnya masih berbentuk mimikri secara motor dan terus mengalami perkembangan sesuai dengan kematangan emosi orang tersebut sehingga menjadi empati yang sesungguhnya. Beberapa filusuf dan ilmuwan psikologi berpendapat bahwa empati adalah suatu pemahaman terhadap pikiran dan perasaan orang lain (Hakansson, 2003). Secara teoritis, seseorang yang berempati kepada orang lain merupakan suatu hal yang mudah. Dalam kenyataannya, seorang observer akan mampu merasakan dunia perseptual orang lain ketika orang tersebut mampu menghargai orang lain dan dunia orang tersebut serta adanya kepedulian terhadap diri orang tersebut (Roger dalam Hakansson, 2003). Empati merupakan bagian penting dalam interaksi sosial sesama manusia (Bohart&Greenberg; Davis; Rogers dalam Hakansson, 2003).

  Penelitian mengenai empati dilakukan oleh seorang ahli bernama Jacob Hakansson (2003). Subyek penelitian tersebut berusia 20-64 tahun.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa seorang yang berempati kepada orang lain tergantung pada pengalaman target empati. Pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman kematian orang terdekat, pengalaman sakit, pengalaman terkait dengan permasalahan pribadi target, permasalahan yang terjadi antara target empati dengan orang lain, kehilangan rumah, kehilangan pekerjaan, dan berbagai macam pengalaman yang terkait dengan permasalahan hidup target empati. Pengalaman-pengalaman tersebut membuat observer berempati kepada target. Empati observer dimulai dengan pemahaman terhadap situasi target, pemahaman terhadap perasaan target, dan adanya kemampuan observer untuk membayangkan kondisi yang sedang dihadapi target empati serta membayangkan perasaan yang sedang dialami target empati. Kemudian, observer pun akan mengalami perasaan-perasaan positif maupun negatif, afek, kesenangan, rasa sakit, rasa rindu, dan harapan-harapan sebagai hasil dari pengalaman berempati observer terhadap target. Kemudian adanya kesamaan pengalaman antara observer dengan target empati menyebabkan observer kembali teringat kepada pengalaman observer yang sama dengan pengalaman target empati. Hal itu menggerakkan empati dalam diri observer. Empati yang muncul dalam diri observer mendorong observer untuk memperhatikan kesejahteraan target empati. Oleh karena itu observer memberikan perhatian, nasehat, melakukan suatu tindakan- tindakan yang berpusat untuk mencapai kesejahteraan target empati. Selain itu, empati dalam diri seorang observer juga dapat menyebabkan akibat atau pengaruh yang positif atau pengaruh negatif terhadap observer dan target empati (Hakansson, 2003).

  Secara lebih khusus, pada ada usia remaja, seseorang sudah mampu mengambil perspektif orang lain. Dengan adanya kemampuan mengambil perspektif orang lain maka seorang remaja akan mampu berempati kepada orang lain. Akan tetapi, remaja juga mengalami egocentrism di mana seorang remaja cenderung berfokus pada dirinya sendiri. Egocentrism yang dimaksud adalah situasi di mana remaja merasa bahwa dirinya dievaluasi oleh orang-orang di sekitarnya dan mereka menjadi pusat perhatian. Selain itu, remaja juga merasa bahwa pengalaman mereka adalah pengalaman yang unik dan cenderung berpikir bahwa orang lain tidak dapat mengerti pengalaman tersebut (Ribner, 2000). Oleh karena itu, empati pada remaja cukup menarik untuk diteliti mengenai proses berempatinya karena empati pada usia remaja dipengaruhi adanya kecenderungan untuk berfokus pada dirinya sendiri. Selain itu para remaja akan lebih cenderung percaya bahwa pengalaman mereka merupakan pengalaman yang unik dan tidak mengikuti aturan yang berlaku (Ribner, 2000). Sedangkan, menurut beberapa filsuf empati adalah pemahaman seseorang terhadap pikiran dan perasaan orang lain (Hakansson, 2003).

  Peneliti ingin melihat proses berempati pada remaja yang sedang mengalami egocentrism di mana seorang remaja pada masa perkembangannya memiliki kecenderungan berfokus pada diri sendiri. Selain itu, pada penelitian sebelumnya, penelitian dilakukan pada subyek remaja dan dewasa awal. Secara khusus, pada penelitian ini, peneliti ingin melihat proses berempati pada remaja.

  Penelitian yang dilakukan menggunakan teknik bercerita. Para subyek penelitian diminta untuk menceritakan pengalaman berempatinya sehingga peneliti mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk melihat gambaran proses empati pada remaja. Teknik bercerita digunakan karena peneliti ingin mendorong subyek penelitian untuk menyadari kembali pengalaman berempatinya sehingga peneliti dapat menganalisis cerita mengenai pengalaman berempati pada subyek penelitian.

B. RUMUSAN MASALAH

  Empati yang dialami oleh seseorang dalam kehidupan orang tersebut merupakan fokus dari penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti berusaha menggambarkan pengalaman berempati. Maka dari itu, rumusan masalah dari penelitian ini adalah :

  • Bagaimana proses pengalaman berempati pada remaja? C.

TUJUAN PENELITIAN

  Tujuan dari studi ini adalah untuk melihat gambaran pengalaman berempati pada kelompok remaja. Ide atau konsep sentral yang akan dipelajari dalam penelitian ini yakni pengalaman empati akan didefinisikan secara umum sebagai perilaku di mana seseorang mampu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.

D. MANFAAT PENELITIAN 1.

  Manfaat Teoritis Manfaat teoritis dari penelitian adalah sebagai referensi pada bidang psikologi sosial melalui analisis terhadap subyek yang diteliti yang terkait dengan ilmu sosial.

2. Manfaat Praktis

  Manfaat praktis dari penelitian ini adalah memberikan motivasi terhadap masayarakat bahwa setiap orang mampu berempati kepada orang lain. Hal itu dapat membangun adanya suasana harmonis serta dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis karena setiap orang memiliki ketertarikan untuk memperhatikan dan memperdulikan sesamanya.

BAB II DASAR TEORI A. EMPATI 1. Definisi Empati Empati adalah kemampuan untuk memahami keadaan emosi orang

  lain dengan cara mengalami perasaan yang dialami orang tersebut atau menanggapi kondisi tersebut dengan menggunakan emosi yang sama (Berk, 2008). Kemudian, definisi lain empati menurut Batson, dkk (2002) mengatakan bahwa empati adalah “ an other oriented emotional response

  elicited by and congruent with the perceived welfare of someone else.”

  (Batson, dkk dalam Lopez & Snyder, 2009). Berdasarkan definisi tersebut maka empati adalah sebuah respon emosi yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau faktor eksternal seseorang yang berempati yang terkait dengan kesejahteraan seseorang. Hal itu ditunjukkan dengan adanya kemampuan bereaksi seseorang terhadap perasaan orang lain dengan respon emosional yang sama dengan perasaan orang lain (Santrock, 2002).

  Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa empati adalah respon seseorang terhadap keadaan emosi orang lain dengan ikut merasakan emosi yang sedang dialami oleh orang lain.

2. Perkembangan Empati

  Pada masa perkembangan awal, empati manusia berupa mimikri secara motor yaitu kemampuan observer yang secara otomatis memberikan respon terhadap target sehingga observer ikut merasakan perasaan yang dialami oleh target (Davis dalam Tiedens&Leach, 2006).

  Mimikri motor dilakukan oleh bayi. Pada usia bayi 9 bulan telah berkembang join attention yaitu kemampuan untuk mengikuti pandangan pembicara yang berbicara dengan bayi agar bayi dapat menyusun agen, obyek dan tindakan sehingga dapat mengandung arti meskipun penyusunannya belum sempurna. Salah satu bentuk join attention pada bayi adalah ketika bayi memberikan senyuman kepada pengasuh atau tertawa ketika orang tuanya atau pengasuh bayi tersebut berkomunikasi dengan bayi melalui berbicara secara langsung dengan bayi menggunakan bahasa yang sederhana.

  Pada awal perkembangan empati berupa Theory of mind yaitu kemampuan mengerti mengenai cara pikir dan perasaan orang lain (Richard, 2000). Ketidakmampuan seorang anak untuk melihat perspektif orang lain menyebabkan seorang anak tidak mampu membedakan perspektifnya sendiri dengan perspektif orang lain. Hal ini diperkuat dengan pendapat dari ahli lain yang mengatakan bahwa theory of mind adalah kemampuan dalam menduga kondisi mental orang lain, kondisi mental tersebut adalah pikiran-pikiran, hasrat, tujuan yang dimiliki oleh orang lain, serta kondisi yang lain (Howlin, Baron-Cohen and Hadwin,1999). Theory of mind pun mulai berkembang pada diri seseorang ketika berusia 3 atau 4 tahun (Dominey, 2010).

  Pada theory of mind, obyek yang digunakan untuk memprediksi perilaku orang lain adalah situasi sosial. Kemudian, situasi sosial tersebut diproses dengan cara analisis terhadap situasi yang terjadi. Setelah proses analisis diperoleh hasil berupa prediksi atau penjelasan mengenai perilaku yang akan dimunculkan setelah pemrosesan terhadap situasi sosial (Dominey, 2010).

  Kemudian, pada anak berusia 4 tahun juga mengalami perkembangan pada masa praoperasional yang disebut egocentrism yang merupakan tahap perkembangan empati selanjutnya yaitu ketidakmampuan seorang anak untuk membedakan perspektif diri sendiri dan perspektif orang lain (Santrock, 2002). Menurut Piaget, egosentrisme adalah suatu tanda adanya ketidakmatangan emosi pada seseorang. Hal itu membuat anak memahami bahwa segala sesuatu yang terjadi tergantung pada tindakan yang dilakukan oleh dirinya (Santrock, 2002). Akan tetapi, pada usia 4 tahun, mulai berkembang kemampuan untuk memadukan dua atau lebih stimulus yang ditangkap oleh indera yang dimiliki anak.

  Empati mulai berkembang pada diri seseorang ketika berusia 6-12 tahun yang ditandai dengan kemampuan mengambil perspektif orang lain.

  Empati ini akan mempengaruhi tindakan yang diambil seorang anak untuk berperilaku sesuai dengan standar moral yang ada.

  Beberapa tahapan pengambilan persepktif menurut Selman (Santrock, 2008). Tahap pertama terjadi ketika anak berusia 3-6, anak belum mampu membedakan antara perspektif diri sendiri dan orang lain. Ketidakmampuan ini menunjukkan adanya keterkaitan antara perspektif

  

taking dengan egocentrism yang merupakan bagian dari tahap

  perkembangan empati. Kemudian, pada usia 6-8 tahun anak mulai menyadari bahwa orang lain juga memiliki suatu perspektif, namun seorang anak masih cenderung untuk menggunakan perspektifnya sendiri. Lalu, pada tahap selanjutnya yaitu usia 8 hingga 10 tahun maka seorang anak sudah mampu mengkoordinasikan perspektif antara diri sendiri dan orang lain serta pengaruh perspektif orang lain terhadap pandangan satu orang terhadap yang lain. akan tetapi, tidak dapat mengabstraksikan proses-proses tersebut pada tingkat timbal balik secara serentak (Santrock, 2002). Pada usia 10-12 tahun anak sudah mampu melihat suatu interaksi antara diri sendiri dan orang lain dari sudut pandang orang ketiga. Selain itu, diri sendiri dan orang lain sama-sama dipandang sebagai subjek. Pada tahap yang terakhir, seorang remaja telah mampu mengambil perspektif dari sistem sosial.

  Pada remaja dan dewasa, empati terjadi pada pengalaman kematian orang terdekat, pengalaman sakit, pengalaman terkait dengan permasalahan pribadi target, permasalahan yang terjadi antara target empati dengan orang lain, kehilangan rumah, kehilangan pekerjaan, dan berbagai macam pengalaman yang terkait dengan permasalahan hidup target empati. Pengalaman-pengalaman tersebut membuat observer berempati kepada target. Empati observer dimulai dengan pemahaman terhadap situasi target, pemahaman terhadap perasaan target, dan adanya kemampuan observer untuk membayangkan kondisi yang sedang dihadapi target empati serta membayangkan perasaan yang sedang dialami target empati. Kemudian, observer pun akan mengalami perasaan-perasaan positif maupun negatif, afek, kesenangan, rasa sakit, rasa rindu, dan harapan-harapan sebagai hasil dari pengalaman berempati observer terhadap target. Kemudian adanya kesamaan pengalaman antara observer dengan target empati menyebabkan observer kembali teringat kepada pengalaman observer yang sama dengan pengalaman target empati. Hal itu menggerakkan empati dalam diri observer. Empati yang muncul dalam diri observer mendorong observer untuk memperhatikan kesejahteraan target empati. Oleh karena itu observer memberikan perhatian, nasehat, melakukan suatu tindakan-tindakan yang berpusat untuk mencapai kesejahteraan target empati. Selain itu, empati dalam diri seorang observer juga dapat menyebabkan akibat atau pengaruh yang positif atau pengaruh negatif terhadap observer dan target empati (Hakansson, 2003).

3. Proses Empati

  Empati yang terjadi atau dialami oleh seorang observer mengalami suatu proses sehingga orang tersebut dapat memiliki empati.

a. Pemahaman

  Pada awalnya proses empati didahului dengan mengenali non verbal dari target empati. Observer mengenali target empati melalui ekspresi wajah, ekspresi suara, gaya tubuh, dan perilaku lain yang menyertainya. Setelah itu, observer dapat merasakan emosi yang sedang terjadi pada target empati yang dapat dipahami oleh observer melalui analisis terhadap non verbal target empati. Hal tersebut menyebabkan observer mampu merasakan perasaan yang sedang dirasakan oleh orang lain (Hatfield, 2008).

  Proses pemahaman di mana seorang observer (orang yang melakukan empati terhadap orang lain) berusaha memahami target empati merupakan hasil dari pengambilan perspektif observer terhadap target empati (Barret Lenard, 1981; Davis, 1996 dalam Hakansson –Montgomery, 2003). Secara lebih khusus, seseorang mampu memahami pemikiran dan perasaan-perasaan orang lain (Santrock, 2002). Ketika seseorang mampu mengambil perspektif orang lain maka dia akan merasakan, memahami, mengerti, berbagai rasa dengan orang lain. Kemudian, hal-hal yang diapahami adalah pikiran, perasaan, emosi, hasrat, kesadaran, situasi, kerangka berpikir, inner world, inner life dan pengalaman target empati (Ickes; Schafer; Greenberg&Elliot; Hoffman; Rogers, dkk dalam Hakansson, 2003).

b. Emosi

  Emosi juga merupakan bagian penting dari empati. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa empati mencakup dua komponen penting yaitu komponen kognitif (Ickes dalam Hakansson, 2003) dan komponen emosional yang merupakan bagian dari orang yang berempati (Davis; Hoffman; Rogers dalam Hakansson, 2003). Emosi merupakan repon afektif seorang observer terhadap target empati, pada proses ini seseorang observer memiliki kesamaan rasa dengan target empati (Greenson dalam Hakansson, 2003).

  c. Kesamaan Pengalaman

  Kesamaan rasa yang dimiliki oleh seseorang terhadap orang lain dalam proses empati juga dipengaruhi oleh masa lalu orang tersebut. Ketika seseorang memiliki pengalaman yang negatif dan melihat orang lain memiliki pengalaman yang sama maka perasaan yang pernah dialami oleh orang tersebut pada pengalamannya akan dialami kembali melalui pengalaman orang lain (Hoffman dalam Hakansson, 2003). Observer melihat target empati yang sedang mengalami pengalaman negatif maka observer akan teringat pada pengalaman observer sebelumnya yang memiliki kesamaan dengan pengalaman target. Hal itu memperkuat pemahaman observer terhadap kondisi target empati sehingga observer mampu berempati kepada target empati.

  d. Perilaku Menolong

  Pemahaman, emosi, dan kesamaan rasa yang dialami seseorang observer terhadap target empati dapat menggerakkan observer untuk menolong target empati atau penggerak munculnya altruisme. (Hakansson, 2003).

4. Pengalaman Berempati

  Definisi yang pertama dari pengalaman adalah kejadian/ peristiwa yang ditemui seseorang dalam hidupnya (Smith, 2008). Kemudian, definisi yang kedua dari pengalaman adalah pengetahuan yang diperoleh dari partisipasi di dalam sebuah kejadian/ peristiwa (Brentano dalam Smith, 2008).

  Pengalaman diperoleh seseorang ketika orang tersebut benar-benar mengalami suatu kejadian atau peristiwa dan ketika peristiwa itu sudah berlalu maka orang tersebut mampu untuk menceritakan peristiwa tersebut secara sadar. Namun, tidak hanya sekedar bercerita, tetapi seseorang juga mampu menceritakan detail dari sebuah peristiwa yang pernah dialaminya (Smith, 2008). Bagian terpenting dari kesadaran seseorang dan hubungan di dalamnya adalah intensi dari pengalaman itu sendiri.

B. EGOCENTRISM PADA REMAJA

  Pada perkembangannya, remaja mengalami egocentrism. Egocentrism pada remaja cenderung berfokus pada dirinya sendiri. Salah satu bentuk

  egocentrism pada remaja adalah imaginary audience. Remaja percaya bahwa

  mereka merupakan pusat perhatian dari lingkungan atau orang-orang di sekitar mereka. Mereka juga cenderung memiliki pemikiran bahwa remaja dan orang lain memiliki cara pandang yang sama. Kemudian, bentuk lain dari

  egocentrism adalah personal fable. Pada bentuk ini, remaja merasa bahwa pengalaman yang dimiliki oleh remaja merupakan pengalaman yang unik (Ribner, 2000).

C. EMPATI DAN SISTEM NILAI

  Empati yang muncul dikuatkan oleh nilai keagamaan yang dianut oleh seorang observer sehingga menggerakkan adanya perilaku menolong.

  Motivasi yang menggerakkan seseorang untuk menolong orang lain ada 2 macam yaitu menolong agar orang yang ditolong merasa lega atau sejahtera dan menolong orang lain dikarenakan hal tersebut merupakan hal yang baik yang harus dilakukan sesuai dengan nilai yang dianut oleh seseorang (Staub, 1978). Dalam kaitannya sistem nilai dengan empati, empati yang dialami oleh seseorang tidaklah cukup untuk menggerakkan seseorang melakukan tindakan untuk menolong target empati, begitu juga sistem nilai yang dimiliki seseorang juga tidak cukup bagi seorang observer untuk menolong target empati. Tidak adanya nilai dalam diri seseorang akan membuat seseorang hanya digerakkan oleh perasaannya saja, dalam hal ini empati yang dialami oleh observer (McGrath, 1994). Sedangkan, tidak adanya empati dan hanya adanya sistem nilai akan menyebabkan observer memiliki motivasi yang tidak murni dalam menolong target empati (Hoffman; Laskey dalam Hakansson, 2003).

D. Pertanyaan Penelitian

  Bagaimana gambaran aspek-aspek penyusun empati pada proses berempati pada remaja?

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. PENDEKATAN DESKRIPTIF KUALITATIF Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yang termasuk dalam

  penelitian deskriptif kualitatif. Metode ini dipakai oleh peneliti untuk menjelaskan proses terjadinya pengalaman berempati atau menggambarakan suatu pengalaman dalam hidup seseorang secara mendalam. Data diperoleh melalui obyek-obyek dan beberapa peristiwa yang dimunculkan dalam kesadaran seseorang melalui teknik bercerita yang digunakan untuk mencari data mentah.

B. FOKUS PENELITIAN

  Fokus penelitian menunjuk pada fenomena utama berupa atribut yang ada dalam subjek penelitian yang akan dieksplorasi sehingga akan mempermudah penulis dalam melakukan analisis data. Atribut utama dari penelitian ini adalah pengalaman berempati. Peneliti mendapatkan pengalaman berempati melalui cerita-cerita yang diceritakan atau ditulis oleh subyek penelitian.

  Di dalam penelitian ini, empati didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk mampu mengalami apa yang dirasakan orang lain tanpa mengalami peristiwa tersebut dalam kondisi saat itu. Kemudian, pengalaman berempati adalah situasi atau kondisi di mana seseorang dapat merasakan apa yang orang lain rasakan dalam suatu kondisi tertentu.

  C. SUMBER DATA PENELITIAN Subyek penelitian merupakan remaja yang berusia 20-23 tahun.

  Subyek penelitian merupakan mahasiswa dari beberapa universitas di Solo dan Yogyakarta. Bidang yang ditekuni oleh para subyek juga beragam.

  Bidang-bidang tersebut adalah teknik informatika, kedokteran, tata boga, teknik industri dan farmasi. Kemudian, keseluruhan jumlah subyek penelitian ada 8 orang remaja, yang terdiri dari 2 orang laki-laki dan 6 orang wanita.

  D. METODE PENGAMBILAN DATA

  Data diperoleh dengan menggunakan teknik bercerita. Pertama- tama peneliti menjelaskan tujuan penelitian yang dilakukan adalah ingin mengetahui pengalaman berempati dari masing-masing subyek penelitian. Peneliti meminta subyek untuk menceritakan pengalamannya sesuai dengan topik yang telah ditentukan (Smith, 2008). Selain itu, peneliti juga mengijinkan apabila subyek berkeinginan untuk menuliskan pengalaman berempatinya. Namun, sebelum menceritakan pengalaman subyek, peneliti memberi penjelasan mengenai empati yaitu kemampuan seseorang untuk ikut merasakan situasi yang sedang dihadapi oleh orang lain. Hal itu dilakukan peneliti karena empati merupakan istilah yang kurang dikenal oleh subyek penelitian. Kurangnya pengenalan subyek terkait dengan tema penelitian juga telah dikemukakan oleh para subyek. Kemudian, peneliti meminta subyek untuk menjelaskan proses terjadinya empati. Lalu, peneliti pun menjelaskan beberapa aspek dalam empati seperti apakah subyek memiliki pemahaman terhadap kondisi orang lain, bagaimana perasaan subyek ketika sedang mengalami empati terhadap orang lain dan apakah ada kesamaan pengalaman antara subyek dan orang yang diberikan empati. Penjelasan tersebut cukup mendetail diberikan kepada subyek karena subyek merasa bingung mengenai hal-hal yang dapat diceritakan mengenai pengalaman berempati subyek. Oleh karena itu, data yang diperoleh pun akan bervariasi sesuai dengan data yang diperoleh dari masing-masing subyek yang diteliti.

  Pada proses pengambilan data, alat yang digunakan adalah kertas, alat tulis dan tape recorder. Sebelum dimulai mengambil data maka subyek akan diberitahu bahwa suaranya akan direkam. Proses pengambilan data dengan teknik bercerita ini dilakukan hanya satu kali saja dikarenakan peneliti sudah mendapatkan seluruh data yang dibutuhkan melalui cerita subyek mengenai pengalaman berempatinya.

  Jika subyek meminta untuk menuliskan pengalamannya maka peneliti telah menyediakan beberapa lembar kertas dan alat tulis untuk menuliskan pengalamannya. Setelah selesai bercerita ataupun menuliskan pengalaman berempati subyek, maka peneliti pun mengucapkan terima kasih terhadap subyek atas kesediaannya menjadi subyek penelitian.

E. TEKNIK ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA

  Teknik yang digunakan untuk mengalisis dan menginterpretasi data adalah analisis isi. Kemudian, ada beberapa tahap yang dilakukan oleh peneliti untuk mengolah data penelitian yaitu: 1.

  Tahap pertama adalah proses di mana peneliti membaca kembali seluruh data mentah yang telah diperoleh melalui proses pengumpulan data.

  2. Tahap kedua adalah tahap di mana peneliti menggolongkan data penelitian yang berupa verbatim ke dalam tema-tema yang merupakan aspek-aspek mengenai pengalaman berempati.

  3. Tahap ketiga, peneliti mengambil kesimpulan dari tiap-tiap cerita dari masing-masing aspek penelitian.

  4. Pada tahap yang terakhir, peneliti mengambil kesimpulan dari masing-masing aspek.

  5. Peneliti mengambil kesimpulan secara menyeluruh melalui kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh dari kesimpulan beberapa tema.

F. KREDIBILITAS PENELITIAN

  Kredibilitas penelitian kualitatif dapat dicapai ketika peneliti mampu mengeksplorasi permasalahan dalam penelitiannya. Selain itu, peneliti juga mampu memberikan gambaran mengenai situasi, proses yang sedang terjadi dalam sebuah kelompok yang sedang diteliti dan pola interaksi dalam kelompok tersebut. Sedangkan pada penelitian ini, peneliti menggunakan validitas komunikatif di mana peneliti mengkonfirmasi kembali data dan analisisnya pada responden penelitian (Strauss&Corbin dalam Poerwandari, 2005).

  

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. GAMBARAN KELOMPOK Subyek yang termasuk dalam penelitian ini adalah para pemuda yang

  berusia 20-23 tahun. Mereka adalah mahasiswa yang berkuliah di berbagai bidang seperti teknik industri, teknik informatika, kedokteran dan farmasi.

  Para subyek tersebar di berbagai universitas. Ada yang berkuliah di Yogyakarta dan ada beberapa mahasiswa yang berkuliah di Solo. Jumlah mahasiswa yang berkuliah di Solo ada 3 orang. Sedangkan 5 orang yang lain berkuliah di Yogyakarta. Para subyek merupakan penganut agama Kristen, Katolik, dan Islam.

B. HASIL ANALISIS 1. Jenis Pengalaman

  Ada beberapa jenis pengalaman yang menyebabkan kemunculan empati observer terhadap target pada subyek penelitian ini. Pengalaman tersebut adalah pengalaman dikecewakan oleh pihak otoritas, pengalaman kegagalan, pengalaman dibandingkan antara observer dengan target, pengalaman kematian orang tua dan pengalaman hidup sehari-hari.

  ” ... Contoh konkret baru-baru ini tu soal ngrasakke nek nunggu dosen lama, padahal mau

bimbingan dan ternyata dosen e nda dateng ... ”

  (subyek 1-pengalaman dikecewakan oleh pihak otoritas)

” .... Terus, tante itu memperkenalkan aku

lebih dulu dari kedua saudaraku yang lain. perkenalan itu juga dilakukan dengan sikap yang menonjolkan diriku dan membuat aku tampak wah dari yang lain. Hal itu dilakukan beberapa kali ...” (subyek 2- pengalaman dibandingkan antara observer dengan target )

  

” ... Tak berselang lama, dia dikabarkan lagi

oleh keluarganya kalau ibunya sudah tiada ...”

  (subyek 6- pengalaman kematian orang tua ) 2.

   Pemahaman a. Proses Pemahaman

  Ada berbagai macam proses yang terjadi pada masing-masing observer pada proses pemahaman. Hal ini mungkin terkait dengan perbedaan masing-masing individu sehingga masing-masing observer menggunakan cara yang berbeda-beda dalam memahami target pada proses empati. Mendengarkan cerita pengalaman target dari target maupun dari cerita orang lain mengenai pengalaman target dan melihat pengalaman target empati secara langsung merupakan cara yang paling sering digunakan observer dalam memahami target pada proses empati. Observer memahami target empati dengan cara melihat langsung pengalaman target empati.

  ” ... Nek dulu aku ngeliat temenku

yang juga nunggu dosen e tu biasane tak

biarke ae ... dulu seng cuek-cuek aja

mulai memperhatikan orang lain ...”

  (subyek 1)

  Adanya kesamaan pengalaman antara observer dan target mendukung proses empati pada aspek memahami. Observer memahami target empati melalui pengalaman masa lalunya maka observer dapat mengambil perspektif target empati ketika sedang menghadapi permasalahannya. Akan tetapi, empati dapat terjadi meskipun tidak ada kesamaan pengalaman antara observer dan target empati.

  ” ... Nek dulu aku ngeliat temenku yang juga nunggu dosen e tu biasane tak biarke ae... Jadi, sekarang nek aku ngeliat temenku seng nunggu dosen ya diajak ngobrollah bentar, temenilah bentar. Kan nunggu dosen itu membosankan ...” ” ... Aku berpikir begitu, karena aku pernah mengalami peristiwa yang mirip- mirip ...”

  Selain itu, observer juga mendengarkan cerita pengalaman target melalui orang lain. Namun, observer juga mendengarkan cerita dari target sehingga observer dapat memahami target empati.

  ” ... Banyak yang dia ceritakan tentang ibunya ...” (subyek 6)

  Meskipun, ada penilaian negatif yang muncul pada proses pemahaman observer terhadap target empati. Penilaian negatif tersebut muncul karena pengalaman observer sebelumnya yang berdampak kurang baik pada observer sehingga observer memiliki

  penilaian negatif pada pengalaman observer dikarenakan dampak negatif yang disebabkan oleh pihak lain.

  

”Contoh konkret baru-baru ini tu soal

ngrasakke nek nunggu dosen lama, padahal mau bimbingan dan ternyata dosen e nda dateng ... Udah nunggu dari pagi sampe sore, dihubungi nda bisa, tiba- tiba dosen nda dateng ...” (subyek 1)

  

“ … Masalahnya angkatan atas itu

orangnya malas. Jarang datang kuliah dan kalau disuruh kumpul kerja kelompok itu jarang ...” (subyek 4)

  Adanya kedekatan hubungan antara observer dan target dapat memperkuat proses pemahaman observer terhadap target empati.

  Hubungan yang dimaksud adalah hubungan saudara sepupu dan saudara kandung, hubungan persahabatan dekat dan pertemanan.

  Namun, tidak adanya hubungan antara observer dengan target juga menggerakkan empati observer terhadap target .

  ” ... Setelah beberapa kali terjadi, aku mulai berpikir mengenai perasaan kedua saudaraku tersebut, karena aku merasa lebih ditonjolkan dari mereka. ...” (subyek 2-hubungan saudara

  sepupu)

  “Kejadian ini terjadi dua hari lalu, pas di kampus gitu ada temen sekelasku (gak deket siy, tapi lumayan sering sekelompok tugas dan sering ngobrol bareng) yang cerita klo udah 2 minggu- an dia nggak ngerja’in TA, karena dia mundur dari TA yang udah dijalani selama 4bulan ...”

  (subyek 5- hubungan pertemanan) ” ... Di saat sela istirahat kita sempat

  berbicara, entah terbawa suasana apa, temanku membicarakan tentang ibunya yang sudah

  berbulan-bulan sakit dan dirawat di rumah sakit ...” ( subyek 6-hubungan sahabat dekat) b. Obyek Pemahaman

  Proses pemahaman dalam empati memiliki obyek yang dipahami oleh observer. Obyek yang dipahami oleh observer dari proses empati adalah perasaan-perasaan negatif. Perasaan – perasaan negatif yang muncul adalah perasaan tidak enak, sedih, jengkel dan kecewa.

  “… Rasane tu jengkel, sedih, kecewane bukan maen gitu. … ”

  Kemudian, obyek-obyek pemahaman yang lainnya adalah kondisi, usaha dan hasrat target empati. Obyek-obyek tersebut merupakan obyek-obyek yang dipakai oleh observer dalam berempati kepada target.

  

” ... Walaupun di satu sisi memang

sangat berat kehilangan seseorang yang kita sayangi, siapa pun orangnya terlebih lagi jika orang itu adalah orang tua kita ... (subyek 6)

” Hari Minggu 22 Agustus 2010, di

jalan, saya melihat seorang ibu

menggendong anaknya. Pada saat itu

cuaca sangat panas, matahari serasa