STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF MENGENAI PEMAKNAAN REMAJA PEREMPUAN TENTANG TINDAKAN PELECEHAN SEKSUAL DI KABUPATEN KLATEN

(1)

STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF MENGENAI

PEMAKNAAN REMAJA PEREMPUAN TENTANG

TINDAKAN PELECEHAN SEKSUAL DI KABUPATEN

KLATEN

Di Susun Oleh :

NURUDIN

NIM D0304059

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna

Memperoleh Gelar Sarjana

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010


(2)

PERSETUJUAN

Telah Disetujui Untuk Dipertahankan Di Hadapan Panitia Penguji Skripsi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Dosen Pembimbing

Drs. Argyo Demartoto , Msi.

NIP. 19650825 199203 1 003


(3)

PENGESAHAN

Skripsi Ini Diterima dan Disahkan oleh Panitia Ujian Skripsi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Pada Hari

:

Tanggal

:

Panitia Penguji

1. Drs. Bambang Wiratsasongko, M.Si

NIP. 19510727 198203 1 002

(_____________________)

Ketua

2. Dra. Rahesli Humsona, M.Si

NIP.19641129 199203 2 002

(_____________________)

Sekretaris

3. Drs. Argyo Demartoto, M.Si

NIP. 19650825 199203 1 003

(_____________________)

Penguji

Disahkan Oleh:

Fakultas Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Dekan

Drs. Supriyadi, SN. SU

NIP. 19530128 198103 1 001


(4)

MOTTO

Sebaik-Baik Doa Yang Harus Engkau Panjatkan Kepada Allah, Adalah Apa-Apa Yang Allah Perintahkan Kepadamu” (Ibnu Athaillah)

“Orang Yang Mengatakan Tidak Punya Waktu Adalah Orang Yang Pemalas” (Lichterberg)

Pengetahuan Tidaklah Cukup; Kita Harus Mengamalkannya. Niat Tidaklah Cukup; Kita Harus Melakukannya.

(Johann Wolfgang Von Goethe)

Kita Tidak Bisa Menjadi Bijaksana Dengan Kebijaksanaan Orang Lain, Tapi Kita Bisa Berpengetahuan Dengan Pengetahuan Orang Lain. (Michel De Montaigne)


(5)

PERSEMBAHAN

Karya Sederhana Ini Aku Persembahkan Teruntuk Yang Tercinta

Ayah, Ibu, Kakak Serta Adikku Nazwa Khaira Arrumi


(6)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan kenikmatan dan

karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Studi

Deskritif Kualitatif Mengenai Tindakan Pelecehan Seksual Terhadap Remaja

Perempuan Di Kabupaten Klaten”.

Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar

kesarjanaan pada Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi ini dapat selesai dengan baik tidak

lain dikarenakan bantuan dan dukungan yang telah diberikan dari berbagai pihak.

Sehingga tidak berlebihan apabila penulis dalam lembaran ini menyampaikan

ucapan terima kasih yang sebesar-sebesarnya. Teruntuk Ayah dan Ibu atas

segenap doa serta dukungan yang tiada henti sebagai bentuk kasih sayang,

keikhlasan dan kemurahan hati yang tidak mungkin dapat terbalas. Teruntuk

keluargaku tersayang yang selalu memberikan motivasi dan semangat untuk tetap

melangkah.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada banyak pihak yang

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini :

1. Drs. Supriyadi SN, SU selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dra. Hj. Trisni Utami, M.Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.


(7)

3. Drs. Argyo Demartoto, M.Si selaku pembimbing dengan penuh

kesabaran

membimbing

dan

mengarahkan

penulis

untuk

menyelesaikan skripsi ini.

4. Drs. Jefta Leibo, SU selaku pembimbing akademis yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan selama penulis melaksanakan

kuliah.

5. Semua informan di Kabupaten Klaten yang dengan tulus telah

membantu dan memberikan informasi kepada penulis.

6. Kawan-kawan Kost Radhityo, kawan-kawan Sosiologi FISIP UNS

khususnya angkatan Tahun 2004 dan kawan-kawan Alumni SMU

Muhammadiyah 1 Klaten Tahun 2003.

7. Segala pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang

telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak

kekurangannya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun dari pembaca Penulis berharap skripsi ini dapat berguna untuk

pembelajaran yang lebih baik. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.

Surakarta, Juli 2010


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR... vi

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR BAGAN... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR MATRIK ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

ABSTRAK ... xvii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Tinjauan Pustaka ... 12

1. Landasan Teori... 12

2. Konsep-Konsep Yang Digunakan... 15

a. Pengertian Pelecehan Seksual ... 15


(9)

c. Pengertian Perempuan... 25

F. Definisi Konseptual... 26

G. Metode Penelitian... 27

1. Lokasi Penelitian... 27

2. Jenis Penelitian... 28

3. Sumber Data... 28

4. Tehnik Pengumpulan Data... 29

5. Tehnik Pengambilan Sampel... 31

6. Tehnik Analisis Data... 32

7. Validitas Data... 34

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ... 35

1. Letak Dan Data Geografi ... 35

2. Keadaan Alam... 37

3. Luas Wilayah ... 37

a. Kecamatan Klaten Utara ... 38

b. Kecamatan Klaten Tengah ... 38

c. Kecamatan Trucuk ... 39

d. Kecamatan Pedan ... 40

e. Kecamatan Ceper ... 40

4. Keadaan Penduduk... 41

a. Jumlah Dan Kepadatan Penduduk ... 41


(10)

c. Dinamika Penduduk ... 43

5. Sarana Umum... 44

a. Sarana Pendidikan... 44

b. Sarana Ibadah ... 46

c. Sarana Kesehatan ... 46

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 48

1. Karakteristik Informan Secara Umum ... 49

2. Profil Informan Secara Khusus ... 52

3. Pemaknaan Remaja Perempuan ... 55

4. Bentuk Pelecehan Seksual Yang Di Alami Atau Diketahui ... 64

5. Faktor-faktor Penyebab Pelecehan Seksual Yang Terjadi ... 67

a. Faktor Internal... 67

1. Faktor Psikologi Remaja ... 67

2. Pemaknaan Mengenai Pacaran... 69

3. Tingkat Religiusitas, Pendidikan

Dan Kesejahteraan ... 74

b. Faktor Eksternal ... 99

1. Berita Kekerasan Dan Tindak Kriminal

Di Media Massa ... 75

2. Budaya Patriarkhi... 77

3. Keberadaan Tokoh Agama Dan

Norma-Norma Di Masyarakat... 78


(11)

6. Tindakan Atau Reaksi Setelah Adanya Pelecehan Seksual ... 85

7. Dampak Pelecehan Seksual... 89

B. Pembahasan... 100

1. Pemaknaan Remaja Perempuan Terhadap Tindakan

Pelecehan Seksual ... 100

2. Bentuk-Bentuk Pelecehan Seksual... 102

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelecehan Seksual... 105

4. Reaksi Terhadap Tindakan Pelecehan Seksual ... 116

5. Dampak Pelecehan Seksual... 119

6. Upaya-Upaya Merespon Terjadinya Tindakan Pelecehan

Seksual Terhadap Remaja Perempuan Di Kabupaten Klaten ... 120

a. Pemerintah Dan Aparat Penegak Hukum ... 120

b. Masyarakat ... 125

1. Upaya Masyarakat... 126

2. Kesadaran Yang Dibutuhkan Masyarakat... 128

a. Pentingnya Pendidikan Seks Bagi Para Remaja ... 128

b. Pentingnya Pendidikan Budi Pekerti Dan Agama ... 130

c. Perlunya Membangun Keperdulian Masyarakat... 131

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ... 133

B. Implikasi ... 136

1. Implikasi Teoritis ... 136


(12)

3. Implikasi Empiris ... 142

C. Saran ... 144

DAFTAR PUSTAKA


(13)

DAFTAR BAGAN

Halaman


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Data Kasus Kekerasan Yang Menimpa Perempuan Dan Anak ... 9

Tabel 2.1 Luas Wilayah Penelitian ... 38

Tabel 2.2 Jumlah Dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan... 42

Tabel 2.3 Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin... 43

Tabel 2.4 Dinamika Penduduk Datang Dan Pergi Serta Angka

Kelahiran dan kematian ... 44

Tabel 2.5 Jumlah Sarana Gedung Sekolah Menurut Kecamatan... 45

Tabel 2.6 Jumlah Sarana Ibadah Menurut Kecamatan... 46

Tabel 2.7 Jumlah Sarana Kesehatan Menurut Kecamatan... 47

Tabel 3.1 Komposisi Informan Menurut Wilayah ... 50

Tabel 3.2 Komposisi Informan Menurut Umur ... 51


(15)

DAFTAR MATRIK

Halaman

Matrik 1. Profil Informan Remaja Perempuan... 54

Matrik 2. Pemaknaan Remaja Perempuan Mengenai Pelecehan Seksual... 62

Matrik 3. Bentuk-bentuk tindakan pelecehan seksual yang pernah

Dialami atau di ketahui ... 66

Matrik 4. Faktor-Faktor Penyebab Pelecehan Seksual ... 82

Matrik 5. Tindakan Atau Reaksi Setelah Adanya Pelecehan Seksual ... 88

Matrik 6. Dampak Tindakan Pelecehan Seksual... 91


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pedoman Wawancara

Lampiran 2. Jurnal Internasional

Lampiran 3. Surat-surat


(17)

BAB l

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna, karena manusia diberi kemampuan untuk mengembangkan diri baik secara psikis maupun fisik. Manusia dikatakan sebagai makhluk potensial karena pada diri manusia tersimpan sejumlah kemampuan bawaan yang dapat dikembangkan.

Manusia juga disebut sebagai makhluk yang memiliki prinsip tanpa daya, karena untuk tumbuh dan berkembang secara normal manusia memerlukan bantuan dari luar dirinya. Bantuan yang dimaksud antara lain dalam bentuk bimbingan dan pengarahan dari lingkungannya. Pada hakikatnya bimbingan tersebut diharapkan sejalan dengan kebutuhan manusia itu sendiri, yang sudah tersimpan sebagai potensi bawaannya, karena itu bimbingan yang tidak sejalan dengan potensi yang dimiliki akan berdampak negatif bagi perkembangan manusia. Perkembangan yang negatif itu akan terlihat dalam berbagai sikap dan tingkah laku yang menyimpang. Bentuk tingkah laku yang menyimpang ini terlihat dalam kaitannya dengan kegagalan manusia untuk memenuhi kebutuhan baik yang bersifat fisik maupun psikis.

Berkembangnya ilmu pengetahuan, teknologi dan komunikasi dewasa ini, berpengaruh terhadap perubahan sosial pada semua aspek. Perubahan dipermudah dengan adanya kontak dengan lain-lain kebudayaan yang akhirnya akan terjadi difusi (percampuran budaya). Di Indonesia perubahan sudah mulai terjadi setidak-tidaknya pada kelompok tertentu dalam masyarakat misalnya saja pada kelompok remaja. Perubahan itu kiranya dapat dikaitkan dengan perubahan sosial, ekonomi, pendidikan, kurangnya kontrol sosial di daerah perkotaan, bertambahnya kebebasan,

bertambahnya mobilitas muda-mudi, meningkatnya usia perkawinan, serta rangsangan-rangsangan seks melalui berbagai sarana hiburan dan media massa. Perubahan-perubahan sosial tersebut mempengaruhi pola kehidupan manusia terutama bagi para generasi muda (remaja). Misalnya cara pandang, cara berpikir, cara bergaul, bahkan pada perilaku seks mereka.

Masa remaja adalah transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Remaja dalam gambaran umum merupakan suatu periode yang dimulai dengan perkembangan masa pubertas dan menyelesaikan pendidikan untuk tingkat menengah. Perubahan biologis yang membawanya pada usia belasan (teenagers) seringkali mempengaruhi perilaku masa remaja. Masa remaja adalah masa yang membedakan antar jenjang anak-anak di satu sisi dan jenjang orang dewasa di sisi lain.

Masa remaja merupakan masa kematangan seksual. Didorong oleh perasaan ingin tahu dan perasaan super, remaja lebih mudah terperosok ke arah tindakan seksual yang negatif. Perempuan dan laki-laki sama-sama mempunyai kebutuhan seks sehingga apabila pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan dengan atas dasar kesepakatan (dalam artian kesukarelaan) antara kedua belah pihak yang dianggap


(18)

sah oleh masyarakat, tidak akan timbul permasalahan. Namun apabila tindakan-tindakan yang berkaitan dengan kebutuhan seks dipenuhi tidak berdasarkan secara kesukarelaan (misal ada unsur pemaksaan dan atau kekerasaan) akan berdampak pada permasalahan/keresahan masyarakat. Tindakan-tindakan seksualitas tersebut dimulai dari tingkat yang paling ringan sampai pada terberat, seperti pemerkosaan, semuanya ini merupakan pelecehan seksual. Dikaitkan dengan struktur budaya masyarakat yang didominasi oleh patriarkhi, tindakan pelecehan seksual berhubungan dengan pandangan di masyarakat bahwa perempuan adalah obyek seksualitas, bahkan sebagai obyek kekuasaan laki -laki.

Walaupun sulit mengidentifikasi jenis-jenis perilaku yang secara tegas dapat diartikan “pelecehan seksual”, maka adalah mungkin menggambarkan jenis-jenis perilaku yang dapat dilihat sebagai pelecehan bagi sebagian perempuan. Jenis-jenis perilaku tersebut termasuk gerakan fisik misalnya rabaan, cubitan, tindakan intimidasi atau yang memalukan (kerlingan, siulan, tindakan tidak senonoh), rayuan seks badani dan serangan seks. Tingkah laku yang berupa ucapan seperti pernyataan-pernyataan yang dirasakan sebagai penghinaan, lelucon yang bersifat menghina, bahasa yang bersifat mengancam dan cabul, rayuan seks verbal, hal-hal yang menyinggung perasaan yang bersifat merendahkan (Husband, 1992:538).

Untuk memahami konsep pelecehan seksual (sexual harassment), terlebih dahulu harus diperhatikan tentang “apa dan siapa yang dilecehkan” secara seksual. Beauvais membaginya dalam 4 kelompok yakni:

a . La ki- la ki m e le c e hka n w a nita . b . Wa nita m e le c e hka n la ki-la ki.

c . He te ro se ksua l m e le c e hka n ho m o se ksua l. d . Ho m o se ksua l m e le c e hka n he te ro se ksua l.

(Be a uva is, 1986:130).

Pelecehan seksual bisa terjadi di mana saja dan kapan saja, seperti di bus, pabrik, supermarket, bioskop, kantor, hotel, trotoar, kampus, sekolah baik siang maupun malam. Meskipun pada umumnya para korban pelecehan seksual adalah kaum perempuan, namun hal ini tidak berarti bahwa kaum pria kebal (tidak pernah mengalami) terhadap pelecehan seksual. Pelecehan seksual di tempat kerja

seringkali disertai dengan janji imbalan pekerjaan atau kenaikan jabatan. Bahkan bisa disertai ancaman, baik secara terang-terangan ataupun tidak. Apabila janji atau ajakan tersebut tidak diterima, akan berakibat pada korban yaitu kehilangan pekerjaan, tidak dipromosikan, atau dimutasi.

Kelemahan beberapa faktor normatif dan sosio-kultural yang ikut memicu atau setidak-tidaknya memberikan peluang bagi meningkatnya tindakan pelecehan


(19)

seksual terhadap wanita di tempat kerja dan masyarakat, antara lain, adalah sebagai berikut:

1. Lemahnya kontrol masyarakat terhadap pelecehan seksual di masyarakat maupun tempat kerja sehingga memungkinkan laki-laki melakukannya dengan perasaan aman-aman saja.

2. Ketidakberdayaan perempuan dalam menghadapi laki-laki karena wanita secara sosial diposisikan sebagai makhluk yang lemah serta tidak dimilikinya daya kontrol yang kuat untuk dapat melindungi diri dari gangguan laki-laki.

3. Perlindungan terhadap wanita dari kemungkinan mengalami pelecehan dan kekerasan masih rendah dan belum mendapat perhatian khusus.

4. Hukum di Indonesia kurang memberikan jaminan keselamatan perempuan di tempat kerja maupun di masyarakat dari kemungkinan mengalami pelecehan seksual. Kelima, informasi mengenai hak-hak hukum dan fasilitas hukum yang tersedia belum diketahui luas di kalangan perempuan.

(Muhadjir, 1994:4).

Selain itu, dalam praktek tidak tertutup kemungkinan munculnya peluang tindakan pelecehan seksual sebagai akibat atau rangkaian dari kondisi atau situasi sebagai berikut:

1. Se b a g ia n m a sya ra ka t, b a ik la ki-la ki m a up un p e re m p ua n, b e rp e nd a p a t b a hw a uc a p a n, g e ra ka n, a ta u tind a ka n ya ng b e rko no ta si se ksua l b uka n m e rup a ka n tind a ka n te rc e la , m e la inka n m e rup a ka n ha l ya ng lum ra h se b a g a i c a ra untuk m e ning ka tka n ke a kra b a n d i a nta r se sa m a ind ivid u.

2. Ta ta ria s p a ra p e re m p ua n ya ng b e rke sa n se nsua l d a n sa m a se ka li m e ning g a lka n ke a ng g una n p rib a d i p e re m p ua n m e m b ua t la ki-la ki


(20)

m e nja d i b e ra ni untuk m e la kuka n tind a ka n p e le c e ha n se ksua l la innya .

3. Pa ka ia n p a ra p e re m p ua n ya ng te m b us p a nd a ng , ke ta t, b e rb e la ha n ting g i, a ta u se d ikit te rb uka p a d a b a g ia n te rte ntu m e nim b ulka n ra ng sa ng a n se ksua l b a g i la ki-la ki.

4. C a ra b e rb ic a ra a ta u b e rsika p (d ud uk, b e rja la n d a n se b a g a inya ) d a ri p a ra p e re m p ua n m e nim b ulka n ra ng sa ng a n se ksua l b a g i la ki-la ki.

(Sum a rni, 1999:4).

Pelecehan seksual yang dialami hampir sebagaian besar remaja putri

menunjukkan bahwa remaja yang dalam proses menuju pendewasaan diri atau sedang mencari identitas diri dalam kehidupan sehari-hari dihadapkan pada kenyataan

adanya diskriminasi seks, bukan hanya dalam soal pekerjaan tetapi juga hampir di seluruh aspek kehidupan, termasuk adanya pelecehan seksual ini. Persoalan pelecehan seksual masih dianggap oleh sebagaian besar masyarakat atau bahkan dalam tradisi-tradisi yang berwujud norma atau aturan sebagai hal yang sepele dan hanya merupakan persoalan individu yang bisa diselesaikan sendiri oleh individu tersebut. Padahal pelecehan seksual bisa menyebabkan terganggunya perkembangan kepribadian seseorang apabila remaja baik secara fisik maupun psikis.

Ketidakseriusan memahami dan memperkenalkan pelecehan seksual pada remaja terlihat dalam temuan data lapangan bahwa para remaja mendapatkan informasi dan pemahaman pelecehan seksual dari lingkungan terdekat yang

sebenarnya lebih paham dan perhatian pada pelecehan seksual, seperti orang tua dan sekolah. Tidak diperolehnya informasi dari lingkungan terdekat tersebut,

mengakibatkan muncul pengetahuan dan pemahaman pelecehan yang terlalu sempit dan banyak kasus pelecehan seks dianggap sebagai sesuatu yang biasa dan tidak perlu dirisaukan.

Pelecehan seksual yang paling sering dialami para remaja justru dianggap bukan dianggap pelecehan oleh para remaja tersebut, yaitu ungkapan atau perkataan yang bersangkut paut dengan penyebutan organ tubuh perempuan, Keadaan ini seolah-olah menunjukkan bahwa telah terjadi hegemoni, artinya para remaja putri tersebut tidak terasa telah dikonstruksi sedemikian rupa dalam masyarakat yang patriarkhi ini bahwa penyebutan organ tubuh itu sesuatu hal yang biasa. Padahal kalau dikaji lebih dalam situasi ini memperkuat adanya dominasi laki-laki yang mengkonstruksikan perempuan sebagai obyek dan selalu dibawah bayang-bayangnya.


(21)

Dominasi laki-laki itu bukan hanya dalam wujud fisik saja, tetapi juga dalam wujud yang lebih abstrak tapi lebih hebat, yaitu melalui hukum atau norma yang masih terkandung adanya diskriminasi seks dalam mengatur kehidupan bermasyarakat.

Secara geografis, Kabupaten Klaten berada diantara Yogyakarta dan Solo, yang dalam perkembangan akses informasi Klaten tidak terlalu ketinggalan dibanding kedua daerah tersebut. Kondisi yang demikian, di satu sisi bermanfaat bagi

Kabupaten Klaten dalam mengembangkan potensi daerahnya, tetapi di sisi lain juga memunculkan permasalahan ketika masyarakat tidak mampu mengimbangi

perkembangan pesat kedua kota yang mengapitnya.

Secara sosiologis, Kabupaten Klaten merupakan sebuah daerah yang telah akrab dengan produk-produk modern, baik dalam hal sumber informasi,

perkembangan fashion, makanan dan gaya hidup. Maka, sudah semestinya kenyataan demikian mendapatkan perhatian serius dari pemerintah untuk mengantisipasi

berbagai kemungkinan negatif yang timbul akibat pesatnya perkembangan informasi, teknologi dan gaya hidup modern.

Tahun 2008 terjadi kasus dimana Sumantri Irianto(43) seorang Kades mencabuli gadis (AL) yang masih berumur 15 tahun. Kasus ini terungkap setelah rekaman adegan mesum keduanya beredar di masyarakat. Sumantri mengakui sejak Februari 2007 hingga kasus itu terungkap telah tujuh kali melakukan hubungan badan dengan AL (detikNews 03 Maret 2008).

Pada tahun 2009, Joglosemar memberitakan kasus tindak percabulan Supriyanto kepada anak tirinya yang masih duduk di kelas 3 SMP selama sembilan kali dirumahnya. Hal ini didasari motif karena ia terpesona karena melihat

kemolekan tubuh anaknya. Setiap kali ada kesempatan Supriyanto selalu memaksa anak tirinya tersebut untuk melayani nafsu bejatnya. Tidak bisa berbuat apa-apa, Bng terpaksa menuruti kemauan Supriyanto ( Joglosemar 27 Maret 2009).

Kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak di Kabupaten Klaten cukup memprihatinkan. Ini terlihat dari jumlah kejadian yang dilaporkan ke unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Klaten, yang terus menunjukkan peningkatan selama dua tahun terakhir. Untuk tahun 2008 kejadian yang dilaporkan mencapai 74 kasus, sedangkan tahun 2009 periode Januari-April mencapai 39 kasus ( Jawa Pos, 21 April 2009). Seperti yang terlihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 1.1

Data Kasus Kekerasan Yang Menimpa Anak Perempuan Dan Anak Di Kabupaten Klaten

No KASUS 2008 2009


(22)

Sumber : Unit Perlindungan Perempuan Dan Anak (PPA) POLRES Klaten April 2009 Menurut data-data kejahatan seksual dengan korban anak-anak yang ditangani di POLRES Klaten antara tahun 2008-2009, korban kebanyakan adalah perempuan yang berusia antara umur 14 -22 tahun. Modus operandinya beraneka ragam, ada yang membawa lari korban tanpa persetujuan orang tuanya kemudian disetubuhi, dengan sengaja membujuk/merayu anak untuk kemudian disetubuhi, memaksa anak untuk disetubuhi, melakukan kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga dan dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan perbuatan cabul terhadap anak.

Ketidakberdayaan remaja perempuan menghadapi pelecehan seksual lebih nampak jelas dalam tindakan yang dilakukan setelah mengalami sendiri pelecehan tersebut. Sebagian besar menempuh cara berdiam diri atau sekedar menceritakan (curhat) pada temannya. Sikap yang pasif ini bukan tanpa pertimbangan, tetapi telah terbangun dalam pola pikirannya bahwa melaporkan pada pihak yang berkompenten hanyalah membawa kasus ini menjadi besar dan berkepanjangan dan berarti akan muncul pelecehan-pelecehan baru selama proses itu berlangsung. Umumnya juga kasus pelecehan jarang sampai pada tingkat pengadilan.

Berangkat dari pemikiran tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai permasalahan sosial tersebut diatas yakni mengenai: Pemaknaan Remaja Perempuan Tentang Tindakan Pelecehan Seksual di Kabupaten Klaten.

B. PERUMUSAN MASALAH

Proses penulisan akan lebih terarah dengan perumusan masalah yang tepat, sehingga dapat menghindarkan dari pengumpulan data yang tidak diperlukan. Perumusan masalah digunakan sebagai acuan dasar sekaligus penegasan batasan permasalahan-permasalahan yang akan diteliti sehingga memudahkan penulis dalam pengumpulan, pengklasifikasian, penyusunan dan analisis data. Dengan begitu, diharapkan penelitian ini sesuai dengan maksud dan tujuan penulisan yang diawal dan memberikan hasil yang tepat dan benar.

2 KDRT 12 4

3 Pelecehan seksual(cabul) 19 9

4 Bawa lari korban 5 5

No PROSES HUKUM

1 Pemberkasan (P21) 31 6


(23)

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut: “Bagaimanakah Pemaknaan Remaja Perempuan Mengenai Tindakan Pelecehan Seksual Di Kabupaten Klaten”?

C. TUJUAN PENELITIAN

Pada umumnya setiap kegiatan yang dilakukan selalu didasarkan pada seperangkat tujuan yang ingin dicapai. Demikian pula dengan penelitian ini juga mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Peneliti ingin memperoleh gambaran yang lebih jelas dan lengkap tentang

pemaknaan remaja perempuan tentang pelecehan seksual.

2. Peneliti ingin memperoleh gambaran yang lebih jelas dan lengkap tentang bentuk dan pola pelecehan seksual yang dialami remaja perempuan.

3. Peneliti ingin memperoleh gambaran yang lebih jelas dan lengkap tentang tindakan-tindakan yang dilakukan apabila mengalami pelecehan seksual.

4. Peneliti ingin memperoleh gambaran yang lebih jelas dan lengkap tentang faktor-faktor penyebab terjadinya pelecehan seksual pada remaja perempuan.

5. Peneliti ingin memperoleh gambaran yang lebih jelas dan lengkap tentang dampak tindakan pelecehan seksual terhadap remaja perempuan.

D. MANFAAT PENELITIAN

Didalam penelitian tentunya sangat diharapkan adanya manfaat dan

kegunaan yang dapat diambil dalam penelitian tersebut. Adapun manfaat yang dapat diharapkan dari adanya penelitian ini adalah:

1. Dapat menambah referensi tentang pemaknaan, bentuk, faktor-faktor, penyebab tindakan yang dilakukan apabila mengalami pelecehan seksual dan dampak tindakan pelecehan seksual terhadap remaja perempuan.

2. Remaja perempuan dapat menyikapi keadaan yang benar-benar terjadi. Termasuk mengenai lingkungan pergaulan remaja dengan segala permasalahan baik dari sisi positif maupun negatif.


(24)

3. Hasil akhir penelitian ini diharapkan bisa memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak yang terkait terutama penegak hukum dalam usaha memahami seluk-beluk korban pelecehan seksual agar dalam perkara pelecehan lebih manusiawi menangani korban dan lebih tegas dalam menindak pelaku.

4. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai titik tolak bagi penelitian sejenis yang lebih mendalam.

E. TINJAUAN PUSTAKA 1. LANDASAN TEO RI

Da la m so sio lo g i a d a tig a p a ra d ig m a ya ng b ia sa d ig una ka n untuk m e ne a la h m a sa la h-m a sa la h so sia l ya ng a d a . Pa ra d ig m a ia la h p a nd a ng a n fund a m e nta l te nta ng a p a ya ng m e nja d i p o ko k p e rso a la n d a la m ilm u p e ng e ta hua n. Pa ra d ig m a m e m b a ntu m e rum uska n a p a ya ng ha rus d ip e la ja ri, p e rta nya a n-p e rta nya a n a p a ya ng se m e stinya d ija w a b , b a g a im a na se m e stinya

p e rta nya a n-p e rta nya a n itu d ia juka n d a n a tura n-a tura n a p a ya ng ha rus d ia kui d a la m m e na fsirka n ja w a b a n ya ng d ip e ro le h.

Pa ra d ig m a m e ng g o lo ng -g o lo ng ka n, m e nd e finisika n d a n

m e ng hub ung ka n a nta ra e xe m p la r, te o ri-te o ri, m e to d e -m e to d e se rta instrum e n-instrum e n ya ng te rd a p a t d i d a la m nya (Ritze r, 2007:7).

Ke tig a p a ra d ig m a itu a d a la h p a ra d ig m a fa kta so sia l, p a ra d ig m a d e finisi so sia l d a n p a ra d ig m a p e rila ku so sia l.


(25)

Pe m b a ha sa n d id a la m p e ne litia n ini a ka n m e ng g una ka n p a ra d ig m a d e finisi so sia l.

Me nurut Ma x We b e r d a la m p a ra d ig m a d e finisi so sia l te rd a p a t sa la h sa tu a sp e k khusus ya itu a na lisa te nta ng tind a ka n so sia l (so c ia l a c tio n). We b e r tid a k m e m isa hka n d e ng a n te g a s a nta ra struktur so sia l d a n p ra na ta so sia l. Ke d ua nya m e m b a ntu d a n m e m b e ntuk tind a ka n m a nusia ya ng p e nuh a rti a ta u p e nuh m a kna . Pa ra d ig m a d e finisi so sia l m e nje la ska n d ua ko nse p d a sa r ya itu

te nta ng pe na fsira n d a n pe m a ha m a n. Be rka ita n d e ng a n p e ne litia n ini ya itu tind a ka n p e le c e ha n se ksua l te rha d a p re m a ja p e re m p ua n a d a la h sa la h sa tu tind a ka n so sia l. Ha l ini je la s m e rup a ka n b a g ia n d a ri p a ra d ig m a d e finisi so sia l ya ng m a na p a ra d ig m a ini

m e nya ng kut “ tind a ka n” ya ng p e nuh a rti d a ri ind ivid u.

Ad a tig a te o ri ya ng te rm a suk ke d a la m p a ra d ig m a d e finisi so sia l ini. Ma sing -m a sing : Te o ri Aksi (Ac tio n the o ry), Inte ra ksio nism e Sim b o lik (simb o lic inte ra c tio nism) d a n Fe no m e no lo g i

(p he no m e no lo g y). Ke tig a -tig a nya je la s m e m p unya i b e b e ra p a p e rb e d a a n, te ta p i jug a d e ng a n b e b e ra p a p e rsa m a a n d a la m fa kto r-fa kto r ya ng m e ne ntuka n tujua n p e nye lid ika nnya se rta g a m b a ra n te nta ng p o ko k p e rso a la n so sio lo g i m e nurut m a sing -m a sing ya ng d a p a t -m e ng ura ng i p e rb e d a a nnya . Da la -m p e ne litia n ini p e ne liti m e ng g una ka n te o ri a ksi d a n inte ra ksio nism e sim b o lik.


(26)

Da la m te o ri a ksi m e m a nd a ng b a hw a m a nusia a d a la h a kto r ya ng kre a tif d a ri re a lita s so sia lnya . Dim a na p e nd e ka ta n ini

m e ne ka nka n p a d a tind a ka n ya ng d ia m b il se se o ra ng a ta u ind ivid u untuk m e ng a ta si p e rso a la n hid up te rm a suk d a la m m a sa la h

p e rg a ula n m e re ka d e ng a n la w a n je nis d a n ko nd isi d im a na m e re ka te ta p b e rsika p d i te ng a h-te ng a h m a ra knya la ju info rm a si d a n g lo b a lisa si ja m a n se ka ra ng .

Istila h a ksi a ta u “a c tio n” m e nya ta ka n se c a ra tid a k la ng sung sua tu a ktivita s, kre a tivita s d a n p ro se s p e ng ha ya ta n ind ivid u ya ng d ite ntuka n o le h ke m a m p ua nnya . Ke m a m p ua n inila h ya ng d ise b ut Pa rso ns se b a g a i vo lunta rism. Arti se sung g uhnya vo lunta rism a d a la h ke m a m p ua n ind ivid u untuk m e la kuka n tind a ka n d a la m a rti

m e ne ta p ka n c a ra a ta u a la t d a ri se jum la h a lte rna tif ya ng te rse d ia d a la m ra ng ka m e nc a p a i tujua nnya . Ma nusia d ip a ha m i se w a ktu d ia m e m b ua t p iliha n a ta u ke p utusa n a nta r tujua n ya ng b e rb e d a d a n a la t-a la t untuk m e nc a p a inya .

Akto r m e ng e ja r tujua n d a la m situa si d im a na no rm a -no rm a m e ng a ra hka nnya d a la m m e m ilih a lte rna tif c a ra d a n a la t untuk m e nc a p a i tujua n. Pe m iliha n te rha d a p c a ra d a n a la t ini d ite ntuka n o le h a kto r untuk m e m ilih, ke m a m p ua n ini d ise b ut vo lunta rism. Disini a kto r m e m p unya i ke m a m p ua n b e b a s d a la m m e nila i d a n m e m ilih a lte rna tif tind a ka n w a la up un d isini ia jug a d ib a ta si o le h tujua n


(27)

ya ng he nd a k d ic a p a i, ko nd isi d a n no rm a se rta situa si p e nting la innya . (Ritze r, 2007:48-49).

Se d a ng ka n d a la m te o ri inte ra ksio nism e sim b o lik (simb o lic inte ra c tio nism) m e nunjuk ke p a d a sifa t kha s d a ri inte ra ksi a nta r m a nusia . Ke kha sa nnya a d a la h b a hw a m a nusia sa ling

m e ne rje m a hka n d a n sa ling m e nd e finisika n tind a ka nnya . Buka n ha nya se ke d a r re a ksi b e la ka d a ri tind a ka n se se o ra ng te rha d a p o ra ng la in. Ta ng g a p a n se se o ra ng tid a k d id a sa rka n a ta s ” m a kna ” ya ng d ib e rika n te rha d a p tind a ka n o ra ng la in itu. Inte ra ksi a nta r ind ivid u, d ia nta ra i o le h p e ng g una a n sim b o l-sim b o l, inte rp re ta si a ta u d e ng a n sa ling b e rusa ha untuk sa ling m e m a ha m i m a ksud d a ri tind a ka n m a sing -m a sing . Ja d i d a la m p ro se s inte ra ksi m a nusia itu b uka n sua tu p ro se s d i m a na a d a nya stim ulus se c a ra o to m a tis d a n la ng sung m e nim b ulka n ta ng g a p a n a ta u re sp o n. Te ta p i a nta ra stim ulus ya ng d ite rim a d a n re sp o n ya ng te rja d i se sud a hnya , d ia nta ra i o le h p ro se s inte rp re ta si o le h si a kto r. Je la s p ro se s

inte rp re ta si ini a d a la h p ro se s b e rp ikir ya ng m e rup a ka n ke m a m p ua n ya ng kha s d im iliki m a nusia .

2. Ko nse p- Ko nse p Ya ng Dig una ka n a . Pe ng e rtia n Pe le c e ha n Se ksua l

Pelecehan seksual adalah perilaku atau tindakan yang mengganggu, menjengkelkan dan tidak diundang yang dilakukan seseorang atau


(28)

kelamin pihak yang diganggunya dan dirasakan menurunkan martabat dan harkat diri orang yang diganggunya (www.wikipedia.com).

Seorang ahli mengartikan pelecehan seksual atau sexual harassment sebagai berikut:

Is that of unwelcome sexual advances, request for sexual favours of other verbal, non verbal or physical conduct of a sexual nature which has the purpose or effect of unreasonably interfering with an individual’s work performance of creating an intimidating, hostile, abusive of offensive working environment.

(Pelecehan seksual adalah tindakan seksual yang tidak menyenangkan, baik itu secara verbal, non verbal maupun tindakan fisik yang bersifat seksual yang memiliki tujuan atau pengaruh mengganggu seseorang sehingga mengakibatkan intimidasi, permusuhan, perlakuan kasar pada lingkungan kerja yang ofensif.) (Husband, 1992:547).

Pelecehan seksual adalah suatu perbuatan yang biasanya dilakukan laki-laki dan ditujukan kepada perempuan dalam bidang seksual, yang tidak disukai oleh perempuan sebab ia merasa terhina, tetapi kalau perbuatan itu ditolak ada kemungkinan ia menerima akibat buruk lainnya. (Mboiek,1992:1).

Pelecehan seksual bisa terjadi tanpa ada janji atau ancaman, namun dapat membuat lingkungan menjadi tidak tenang, ada

permusuhan, penuh tekanan. Beberapa contoh tindak pelecehan seksual yang terjadi antara lain:

1. G ura ua n d a n sind ira n ya ng d ilo nta rka n se c a ra ve rb a l d a p a t b e rup a ka ta -ka ta lisa n ya ng m e ng hina , m e m p e rm a inka n, m e re nd a hka n, m e m p e rd a ya , tid a k m e ng ha rg a i, p e rnya ta a n ya ng m e njurus, m e re nd a hka n je nis ke la m in te rte ntu d a n tid a k p a d a te m p a tnya .

2. Te ka na n la ng sung a ta u ha lus untuk untuk tind a ka n se ksua l (b e rc ium a n, b e rp e g a ng a n ta ng a n, b e rhub ung a n se ksua l) p e rila ku g e nit, g a ta l a ta u c e ntil.


(29)

3. Se ntuha n ya ng tid a k d iund a ng a ta u ke d e ka ta n fisik ya ng tid a k d iund a ng , a ta u m e nyo ro ng ka n a la t ke la m in a ta u d a d a p a d a ko rb a nnya .

4. Ag re si fisik se p e rti c ium a n a ta u m e ne p uk b a g ia n tub uh te rte ntu.

5. Se ra ng a n se ksua l, g e ra k -g e rik ya ng b e rsifa t se ksua l, ka sa r a ta u o fe nsif a ta u m e njijikka n.

6. Pe rha tia n se ksua l ya ng tid a k d iund a ng d a n tid a k d isuka i se rta tid a k p a d a te m p a tnya .

7. Tuntuta n b e rhub ung a n se ks untuk d a p a t na ik ja b a ta n a ta u ta np a a nc a m a n.

8. G e ra k-g e rik tub uh ya ng ‘ so k a kra b ’ se c a ra fisik d a n b e rsifa t m e njurus ke a ra h hub ung a n se ks.

9. Me nunjukka n g a m b a r se ksua l.

10. Se la lu m e na ta p a ta u m e liha t b a g ia n tub uh te rte ntu.

11. Me m b ua t p e rnya ta a n, p e rta nya a n a ta u ko m e nta r ya ng se c a ra se ksua l b e rsifa t e ksp lisit.

12. Me m b ua t p e rnya ta a n ya ng m e re nd a hka n g e nd e r a ta u o rie nta si se ksua l o ra ng (m isa lnya , m e re nd a hka n se se o ra ng ka re na ia ho m o se ksua l a ta u w a ria ).

(Be a uva is, 1986:133).

Janet Anderson, seorang Advocacy Education Director, WCSAP (Washington Coalition Of Sexual Assault Programs) dalam jurnalnya yang


(30)

berjudul “research and advocacy digest (linking advocates and researches)” tahun 2006 memberikan definisi tentang pelecehan seksual

“...sexual harassment includes a wide range of behaviors including unwelcome sexual advances, requests for sexual favors, and other verbal or physical conduct of a sexual nature, when submission to or rejection of this conduct explicitly or implicitly affects an

individual’s employment, unreasonably interferes with an

individual’s work performance or creates an intimidating, hostile or offensive work environment”.

("Pelecehan seksual termasuk termasuk sejumlah besar perbuatan meliputi cumbuan seksual yang tidak disukai, permintaan untuk tindakan seksual, dan kelakuaan verbal atau fisik yang lain yang bersifat seksual, saat membiarkan orang lain patuh atau menolak perlakuan ini secara eksplisit maupun implisit mempengaruhi pekerjaan individu dengansuatu hasil kerja individu atau menciptakan suatu lingkungan kerja yang mengintimidasi, permusushan atau kekerasan dengan penyerangan.").

Dalam jurnal lain yang dikemukakan John Lehman Journal of Business Case Studies – Third Quarter 2006 Volume 2, Number 3 Sexual Harassment In The Workplace: Europemenjelaskan tentang definisi pelecehan seksual:

Sexual harassment is defined as any unwanted physical, verbal or visual sexual advances,requests for sexual favors, and other sexually oriented conduct which is offensive or objectionable to the recipient, including, but not limited to: epithets, derogatory or suggestive comments, slurs or gestures and offensive posters, cartoons, pictures, or drawings.

(Pelecehan seksual didefinisikan sebagai segala usaha seksual secara fisik, verbal atau visual, permintaan dalam hal seksual, dan tindakan


(31)

berorientasi seksual lainnya yang menghina atau mengganggu penerima, namun tidak terbatas: julukan, komentar yang merendahkan/sugestif, gerak tubuh dan poster, kartun gambar yang bersifat menghina)

b . Pe ng e rtia n Re m a ja

Pada tahun 1974, WHO (World Health Organization) memberikan batasan konsep yang bersifat konseptual. Dalam konsep tersebut dikemukakan 3 kriteria, yaitu : biologis, psikologis dan sosial-ekonomi.

Maka secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut: remaja adalah

1. Ind ivid u b e rke m b a ng d a ri sa a t-sa a t p e rta m a ka li m e nujukka n ta nd a -ta nd a se ksua l se kund e rnya sa m p a i sa a t ia m e nc a p a i ke m a ta ng a n se ksua lnya .

2. Ind ivid u m e ng a la m i p e rke m b a ng a n p siko lo g is d a n p o la id e ntifika si d a ri a na k-a na k m e nja d i d e w a sa .

3. Te rja d i p e ra liha n d a ri ke te rg a ntung a n so sia l-e ko no m i ya ng p e nuh ke ke a d a a n ya ng le b ih m a nd iri.

(Sa rw o no , 2002: 15).

Sebagai pedoman umum definisi remaja untuk masyarakat Indonesia dapat digunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah dengan

pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

a . Usia 11 ta hun a d a la h usia ke tika p a d a um um nya ta nd a -ta nd a se ksua l se kund e r m ula i -ta m p a k (krite ria fisik).

b . Di b a nya k m a sya ra ka t Ind o ne sia , usia 11 ta hun sud a h d i a ng g a p a kil b a lig h, b a ik m e nurut a d a t m a up un a g a m a , se hing g a m a sya ra ka t tid a k la g i m e m p e rla kuka n m e re ka


(32)

se b a g a i a na k-a na k.

c . Pa d a usia te rse b ut m ula i a d a ta nd a -ta nd a p e nye m p urna a n p e rke m b a ng a n jiw a , se p e rti te rc a p a inya id e ntita s d iri, te rc a p a inya fa se g e nita l d a ri p e ng e m b a ng a n p siko se ksua l d a n te rc a p a inya p unc a k p e rke m b a ng a n ko g nitif (p ia g e t) m a up un m o ra l.

d . Ba ta s usia 24 ta hun m e rup a ka n b a ta s m a ksim a l, ya itu untuk m e m b e ri p e lua ng b a g i m e re ka ya ng sa m p a i b a ta s usia te rse b ut m a sih m e ng g a ntung ka n d iri p a d a o ra ng tua , b e lum m e m p unya i ha k-ha k p e nuh se b a g a i o ra ng d e w a sa (se c a ra a d a t/ tra d isi), b e lum d a p a t m e m b e rika n p e nd a p a t se nd iri d sb .

e . Da la m d e finisi d ia ta s, sta tus p e rka w ina n sa ng a t m e ne ntuka n. Ha l itu ka re na a rti p e rka w ina n m a sih sa ng a t p e nting d i m a sya ra ka t kita se c a ra m e nye luruh. Se o ra ng ya ng sud a h m e nika h, p a d a usia b e ra p a p un d ia ng g a p d a n d ip e rla kuka n se b a g a i o ra ng d e w a sa p e nuh, b a ik se c a ra hukum m a up un d a la m ke hid up a n m a sya ra ka t d a n ke lua rg a .

Enam penyesuaian yang harus dilakukan remaja:

1. Me ne rim a d a n m e ng inte g ra sika n p e rtum b uha n b a d a nnya d a n ke p rib a d ia nnya .


(33)

ke b ud a ya a n te m p a tnya b e ra d a .

3. Me nc a p a i ke d e w a sa a n d e ng a n ke m a nd iria n, ke p e rc a ya a n d iri d a n ke m a m p ua n untuk m e ng ha d a p i ke hid up a n.

4. Me nc a p a i p o sisi ya ng d ite rim a o le h m a sya ra ka t.

5. Me ng e m b a ng ka n ha ti nura ni, ta ng g ung ja w a b , m o ra lita s d a n nila i-nila i ya ng se sua i d e ng a n ling kung a n d a n ke b ud a ya a n.

6. Me m e c a hka n p ro b le m -p ro b le m nya ta d a la m p e ng a la m a n se nd iri d a la m ka ita nnya d e ng a n ling kung a nnya .

(C a rb a llo , 1978:250 d a la m Eka R, Da nik, De finisi Re ma ja

(http :/ / d ha nstsa q o f.b lo g sp o t.c o m / 2008/ 12/ re m a ja d i a kse s ta ng g a l 19 Ja nua ri 2009 ).

Dalam proses pendewasaan, ada tiga tahap perkembangan remaja : 1. Re m a ja Aw a l (e a rly And o le sc e nc e)

Se o ra ng re m a ja p a d a ta ha p ini m a sih te rhe ra n-he ra n a ka n p e rub a ha n-p e rub a ha n ya ng te rja d i p a d a tub uhnya se nd iri d a n d o ro ng a n–d o ro ng a n ya ng m e nye rta i p e rub a ha n-p e rub a ha n itu. Me re ka m e ng e m b a ng ka n n-p ikira n-n-p ikira n b a ru, c e p a t te rta rik p a d a la w a n je nis d a n m ud a h te ra ng sa ng se c a ra e ro tis. De ng a n d ip e g a ng b a hunya sa ja o le h la w a n je nis, ia sud a h b e rfa nta si e ro tik. Ke p e ka a n ya ng b e rle b ih-le b iha n ini d ita m b a h d e ng a n b e rkura ng nya ke nd a li


(34)

te rha d a p “ e g o ” . Ha l ini m e nye b a b ka n p a ra re m a ja a w a l sulit m e ng e rti d a n d im e ng e rti o ra ng d e w a sa .

2. Re m a ja Ma d ya (Mid d le And o le sc e nc e)

Pa d a ta ha p ini re m a ja sa ng a t m e m b utuhka n ka w a n-ka w a n. Ia se na ng n-ka la u b a nya k te m a n ya ng m e nyun-ka inya . Ad a ke c e nd e rung a n “na rc istic” , ya itu m e nc inta i d iri se nd iri, d e ng a n m e nyuka i te m a n-te m a n ya ng m e m p unya i sifa t ya ng sa m a d e ng a n d irinya . Se la in itu, ia b e ra d a d a la m ko nd isi ke b ing ung a n ka re na ia tid a k ta hu ha rus m e m ilih ya ng m a na : p e ka a ta u tid a k p e d uli, ra m a i-ra m a i a ta u se nd iri, o p tim is a ta u p e sim is, id e a lis a ta u m a te ria lis, d a n se b a g a inya . 3. Re m a ja Akhir (La te And o le sc e nc e)

Pa d a ta ha p ini a d a la h m a sa ko nso lid a si m e nuju p e rio d e d e w a sa d a n d ita nd a i d e ng a n p e nc a p a ia n lim a ha l d ib a w a h ini :

a . Mina t ya ng m a kin m a nta p te rha d a p fung si-fung si inte le k.

b . Eg o nya m e nc a ri ke se m p a ta n untuk b e rsa tu d e ng a n o ra ng -o ra ng la in d a n d a la m p e ng a la m a n-p e ng a la m a n b a ru.

c . Te rb e ntuk id e ntita s se ksua l ya ng tid a k a ka n b e rub a h la g i.


(35)

d . Eg o se ntrism e (te rla lu m e m usa tka n p e rha tia n p a d a d iri se nd iri) d ig a nti d e ng a n ke se im b a ng a n a nta ra ke p e nting a n d iri se nd iri d e ng a n o ra ng la in.

e . Tum b uh “ d ind ing ” ya ng m e m isa hka n d iri p rib a d inya (p riva te Se lf) d a n m a sya ra ka t um um (the p ub lic).

(R, Da nik, De finisi Re m a ja

http :/ / d ha nstsa q o f.b lo g sp o t.c o m / 2008/ 12/ re m a ja d i a kse s ta ng g a l 19 Ja nua ri 2009 ).

Tingkah laku yang selalu terdapat pada remaja adalah :

1. Pe m a lu d a n p e ra sa , te ta p i jug a se ka lig us c e p a t m a ra h d a n a g re sif se hub ung a n b e lum je la snya b a ta s-b a ta s a nta ra b e rb a g a i se kto r d ila p a ng a n p siko lo g is re m a ja .

2. Ke tid a kje la sa n b a ta s-b a ta s ini m e nye b a b ka n p ula re m a ja te rus-m e ne rus m e ra sa ka n p e rte nta ng a n a nta rsika p , nila i, id e o lo g i d a n g a ya hid up . Ko nflik ini d ip e rta ja m d e ng a n ke a d a a n d iri re m a ja ya ng b e ra d a d i a m b a ng p e ra liha n a nta ra m a sa ka na k-ka na k d a n d e w a sa , se hing g a ia d a p a t d ise b ut m a nusia m a rg ina l (d a la m a rti a na k b uka n, d e w a sa p un b uka n). Ia m e nja d i tid a k p unya te m p a t b e rp ija k ya ng b isa m e m b e rinya ra sa a m a n, ke c ua li d a la m hub ung a nnya d e ng a n te m a n-te m a n se b a ya nya .


(36)

d a la m b e ntuk ke te g a ng a n e m o si ya ng m e ning ka t.

4. Ad a ke c e nd e rung a n p a d a re m a ja untuk m e ng a m b il p o sisi ya ng sa ng a t e kstrim d a n m e ng ub a h ke la kua nnya se c a ra d ra stik. Akib a tnya , se ring m unc ul ting ka h la ku ra d ika l d a n m e m b e ro nta k d i ka la ng a n re m a ja .

5. Be ntuk-b e ntuk khusus d a ri ting ka h la ku re m a ja p a d a b e rb a g a i ind ivid u ya ng b e rb e d a a ka n sa ng a t d ite ntuka n o le h sifa t d a n ke kua ta n d o ro ng a n-d o ro ng a n ya ng sa ling b e rko nflik te rse b ut d ia ta s.

(Muss, 1986: 95 d a la m Eka R, Da nik, De finisi Re ma ja

(http :/ / d ha nstsa q o f.b lo g sp o t.c o m / 2008/ 12/ re m a ja d i a kse s ta ng g a l 19 Ja nua ri 2009).

Kondisi kejiwaan remaja pada umumnya mempunyai sifat sebagai berikut:

a. Ingin diperhatikan. b. Senang berfantasi.

c. Mengandalkan rasa “aku”nya.

d. Ingin mengetahui masalah seksual dan sebagainya (http://www.bkkbn.go.id).

Ma sa re m a ja a d a la h m a sa ya ng d im a na se se o ra ng se d a ng m e ng a la m i sa a t kritis se b a b ia m a u m e ng inja k ke m a sa d e w a sa . Re m a ja b e ra d a d a la m m a sa p e ra liha n. Da la m m a sa p e ra liha n itu p ula re m a ja se d a ng m e nc a ri id e ntita snya . Da la m


(37)

p ro se s p e rke m b a ng a n ya ng se rb a sulit d a n m a sa -m a sa

m e m b ing ung ka n d irinya , re m a ja m e m b utuhka n p e ng e rtia n d a n b a ntua n d a ri o ra ng ya ng d ic inta i d a n d e ka t d e ng a nnya

te ruta m a o ra ng tua a ta u ke lua rg a nya .

c . Pe ng e rtia n Pe re m pua n

Perempuan merupakan sesuatu yang menarik untuk dikaji baik eksistensinya, karakteristiknya, maupun problematikanya yang selalu timbul seiring dengan laju perkembangan masyarakat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka mendefinisikan perempuan adalah “

orang(manusia) yang mempunyai puki, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak dan menyusui”. Sedangkan menurut Hartini Retnaningsih perempuan adalah “ makhluk istimewa yang memilki kemampuan untuk menstruasi, melahirkan dan menyusui (Susiana, 2000:143).

Dari kedua pendapat mengenai definisi perempuan di atas merupakan kodrat perempuan dari Sang Pencipta bukan buatan budaya

manusia sehingga kodrat itu yang membedakan antar laki-laki dan perempuan. Menurut Siti Sundari kodrat perempuan adalah “menstruasi, hamil,

melahirkan, menyusui yang merupakan ciptaan Tuhan yang tidak dapat diubah. Sedangkan keadaan manusia yang bukan ciptaan Tuhan dapat diubah atau diperbaiki apabila cenderung menimbulkan ketidakadilan” (Santosa, dkk:2000:32).

Bahkan, pendapat Darban dengan mengutip data sejarah yang lebih kuno, mengatakan bahwa “perempuan dalam budaya Jawa tidak lebih hanya memiliki kedudukan dan peranan sebagai pemuas nafsu seksual dan

reproduksi (Muthali’in, 2001:47).

Dari kenyataan bahwa perempuan memiliki perbedaan secara kodrati yang membedakan dengan laki-laki karena itu telah melahirkan pandangan yang menganggap kodrat perempuan sebagai penentu nasib perempuan. Kaum perempuan pada umumnya dibebani dengan pekerjaan domestik sedangkan pekerjaan publik dikerjakan oleh kaum laki-laki. Dengan pandangan yang dikonstruksikan secara sosial itu melahirkan ketidakadilan gender yang pada kenyataannya bentuk dari ketidakadilan gender merugikan kaum perempuan.

F. DEFINISI KONSEPTUAL

De finisi ko nse p a d a la h d e finisi ya ng d ip a ka i d a la m p e ne litia n ini ya itu:


(38)

Pe le c e ha n se ksua l a d a la h se m ua tind a ka n se ksua l a ta u ke c e nd e rung a n b e rtind a k se ksua l ya ng b e rsifa t intim id a si no nfisik (ka ta -ka ta , b a ha sa , g a m b a r) a ta u fisik (g e ra ka n ka sa t m a ta d e ng a n m e m e g a ng , m e nye ntuh, m e ra b a , m e nc ium ) ya ng d ila kuka n se o ra ng la ki-la ki a ta u ke lo m p o knya te rha d a p p e re m p ua n a ta u ke lo m p o knya . (Da ld jo e ni,1994:4). 2. Re m a ja

Ma sa re m a ja a d a la h m a sa tra nsisi p e rke m b a ng a n a nta ra m a sa ka na k-ka na k d a n m a sa d e w a sa ya ng p a d a um um nya d im ula i p a d a usia 12 a ta u 13 ta hun d a n b e ra khir p a d a usia a khir b e la sa n ta hun a ta u a w a l d ua p uluha n ta hun. (Sa ntro c k, 1996: 12).

3. Pe re m p ua n

Ka ta p e re m p ua n b e ra rti 'w a nita ', 'la w a n le la ki', d a n 'istri' (Ka m us De w a n, 1970:853). Me nurut Ka m us De w a n, a d a ka ta ra ja p e re m p ua n ya ng b e ra rti 'p e rm a isuri'. De ng a n c o nto h ini ka ta ini tid a k b e ra rti re nd a h. Se m e nta ra itu, ka ta ke p e re m p ua na nb e ra rti 'p e riha l p e re m p ua n', m a ksud nya p a stila h m a sa la h ya ng b e rke na a n d e ng a n ke istria n d a n rum a h ta ng g a . Da la m ha l ini, m e ski tid a k te rla lu re nd a h, te ta p i je la s b a hw a ka ta ini m e nunjuk p e re m p ua n se b a g a i 'p e nung g u rum a h'.


(39)

Ka m us Be sa r Ba ha sa Ind o ne sia m e m b e rika n b a ta sa n ya ng ha m p ir sa m a d e ng a n Ka m us Da sa r, ha nya a d a ta m b a ha n se d ikit, te ta p i justru p e nting , untuk ka ta ke p e re m p ua na n. Me nurut KBBI,

ke p e re m p ua na njug a b e ra rti 'ke ho rm a ta n se b a g a i p e re m p ua n' (Ka m us Be sa r Ba ha sa Ind o ne sia , 1988:670). Di sini sud a h m ula i

m unc ul ke sa d a ra n m e nja g a ha rka t d a n m a rta b a t se b a g a i m a nusia b e rg e nd e r fe m inin. Te rsira t jug a d i sini m a kna 'ka m i ja ng a n

d ire m e hka n' a ta u 'ka m i p unya ha rg a d iri'.

G. METODE PENELITIAN 1. Lokasi Penelitian

Pe ne litia n ini d ila kuka n d i b e b e ra p a Ke c a m a ta n d i Ko ta Kla te n, ya itu d i Ke c a m a ta n Truc uk, Ke c a m a ta n C e p e r, Ke c a m a ta n Pe d a n,Ke c a m a ta n Kla te n Ko ta d a n Ke c a m a ta n Kla te n Uta ra .. Se m ua Ke c a m a ta n ya ng d ite liti a d a la h Lim a Ke c a m a ta n, Ke c a m a ta n-Ke c a m a ta n te rse b ut d ija d ika n o b ye k p e ne litia n d ika re na ka n jum la h ke ja d ia n ka sus m e nurut d a ta d a ri PPA PO LRES Kla te n te rb a nya k d ia nta ra Ke c a m a ta n la innya , d a n d e ng a n p e rtim b a ng a n untuk m e m p e rm ud a h m e ng um p ulka n d a ta se rta m e la kuka n p e ne litia n b a g i p e nulis, m e ng ing a t d o m isili p e nulis b e ra d a d i Ko ta Kla te n.


(40)

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Bentuk penelitian ini mampu menuangkan berbagai informasi kualitatif dengan nuansa dalam bentuk angka.

Adapun ciri-ciri pokok dari penelitian deskriptif, yang dirasa lebih menarik daripada sekedar pernyataan, jumlah atau frekuensi dengan bentuk angka adalah: a. Menggambarkan tentang fakta-fakta yang diselidiki sebagaimana adanya,

diiringi interpretasi rasional.

b. Memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang ada pada saat penelitian dilakukan (saat sekarang) atau masalah-masalah aktual. Dalam penelitian ini peneliti berusaha menggambarkan tindakan pelecehan seksual dikalangan remaja perempuan. Berdasarkan dengan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.

3. Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini bersumber dari: a . Da ta p rim e r

Adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya, dalam hal ini yaitu diperoleh melalui observasi dan wawancara. Yaitu sumber data yang diperoleh secara langsung dilapangan yang berkaitan dengan obyek penelitian. Sumber data ini merupakan sumber data dari pihak yang pertama kali memberikan data kepada peneliti, yang diperoleh dengan melakukan observasi dan wawancara mendalam. Wawancara dilakukan kepada para remaja perempuan dan laki-laki, masyarakat dan beberapa tokoh-tokoh yang berada di Kecamatan Trucuk, Pedan, Ceper, Klaten Tengah dan Klaten Utara.


(41)

Disamping itu, peneliti juga melakukan wawancara dan mencari data di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) di POLRES Klaten, PEMDA Kabupaten Klaten, PP dan KB Kabupaten Klaten, masyarakat, tokoh masyarakat dan pegawai Kecamatan.

b . Da ta se kund e r

Adalah data yang diperoleh secara tidak langsung berasal dari data tertulis, yaitu:

1. Buku-buku hasil penelitian sebelumnya. 2. Surat kabar.

3. Arsip dan dokumentasi yang berkaitan dengan penelitian ini dari lembaga terkait.

4. Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan bentuk penelitian kualitatif dan sumber data yang digunakan, maka teknik pengumpulan data yang dipakai adalah:

a . O b se rva si

Dipakai untuk mengungkapkan atau mendapatkan data dengan jalan mengamati gejala-gejala yang diselidiki, di mana gejala itu sedang berlangsung. Teknik ini biasanya diartikan sebagai pengamatan dari sistem fenomena yang diselidiki. Pengamatan yang dilakukan secara cermat dapat dianggap suatu cara penelitian ilmiah yang paling sesuai dengan kondisi yang serba terbatas baik dari segi pendanaan maupun dari segi sumber tertulisnya. Observasi dalam penelitian ini adalah observasi langsung, adapun sistem yang dipakai dalam observasi langsung ini adalah observasi partisipan pasif,


(42)

dimana kedudukan peneliti hanya sebagai pengamat bukan sebagai anggota penuh dari subyek yang diteliti.

b . Wa w a nc a ra m e nd a la m

Wawancara ini bersifat open ended dan dilakukan secara informal guna menanyakan pendapat informan tentang suatu peristiwa tertentu. Disini peneliti dapat menanyakan hal-hal yang perlu mendapat kejelasan dari informan, meskipun pertanyaan ini tidak dalam interview guide (Pedoman Wawancara).

c . Do kum e nta si

Adalah teknik pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan pencatatan-pencatatan atau pengutipan dari dokumen yang ada di lokasi, literatur-literatur, laporan-laporan dan sebagainya. Penelitian ini juga berfungsi untuk memperoleh data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini, khususnya sebagai teknik pengumpulan data.

5. Teknik Pengambilan Sampel

Untuk pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling, yaitu peneliti memiliki kecenderungan untuk memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap.Bahkan di dalam pelaksanaan pengumpulan data pilihan informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data (Sutopo; 2002 : 56).

Informan dalam penelitian ini adalah para remaja perempuan yang terdapat di 5 Kecamatan yaitu Kecamatan Trucuk, Kecamatan Ceper, Kecamatan


(43)

Pedan, Kecamatan Klaten Tengah dan Kecamatan Klaten Utara yang terdapat di Kabupaten Klaten. Dan pengambilan keseluruhan sampel berjumlah 30. Umur Informan berkisar antara 14 tahun sampai dengan 23 tahun. Informan sebagian besar berpendidikan SMP yaitu 4 orang, SMU 16 orang dan Perguruan Tinggi sebanyak 10 orang.

Sedangkan informan pendukung terdiri dari KANIT PPA POLRES Klaten, 1 orang pegawai PP Dan KB Kabupaten Klaten, 1 orang pegawai PEMDA Kabupaten Klaten, 1 orang Kepala Kecamatan, 1 tokoh masyarakat dan 2 orang masyarakat.

6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif, dengan teknik ini setelah data terkumpul akan dilakukan analisis melalui tiga komponen yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Masing-masing komponen dapat melihat kembali komponen yang lain sehingga data yang terkumpul akan benar-benar mewakili sesuai dengan permasalahan yang sedang diteliti.

Untuk lebih jelasnya, proses analisis data model interaktif dapat digambarkan sebagai berikut:

BAGAN 1 :


(44)

(Soetopo, 2002: 96)

Ketiga komponen tersebut di atas, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan / verifikasi sebagai sesuatu yang jalin menjalin pada saat sebelum, selama dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar untuk membangun wawasan umum yang disebut “analisis”. Untuk jelasnya, masing-masing tahap dapat dijabarkan secara singkat sebagai berikut:

a. Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. Reduksi data sudah dimulai sejak peneliti mengambil keputusan tentang kerangka kerja konseptual, tentang pemilihan kasus, pertanyaan yang diajukan dan tentang cara pengumpulan data yang dipakai. Pada saat pengumpulan data berlangsung, reduksi data dapat berupa singkatan, coding, memusatkan tema, membuat batasan permasalahan, menulis memo. Reduksi data berlangsung terus-menerus selama proses penelitian berlangsung.

b. Penyajian Data, yaitu sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

Pe ng um p ula n Da ta

Re d uksi Da ta

Pe na rika n Ke sim p ula n/ ve rifika si

Da ta d isp la y


(45)

Dengan penyajian data peneliti akan mengerti apa yang terjadi dan dapat melakukan sesuatu pada analisis data ataupun langkah-langkah lain berdasarkan pengertian tersebut.

c. Penarikan Kesimpulan / Verifikasi, yaitu mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab-akibat dan proposisi. Kesimpulan juga verifikasi selama penelitian berlangsung. Singkatnya makna-makna yang muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekokohannya dan kecocokannya, yakni yang merupakan validitasnya.

7. Validitas Data

Dalam penelitian kualitatif, validitas data sering diragukan. Untuk dapat meningkatkan validitas data yang diperoleh selama penelitian, maka peneliti menggunakan teknik trianggulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding.

Dalam penelitian ini, cara yang dipilih peneliti untuk pengembangan validitas data penelitian adalah dengan menggunakan teknik trianggulasi sumber dan metode. Trianggulasi sumber mengarahkan peneliti agar di dalam mengumpulkan data, peneliti wajib menggunakan beragam sumber data yang tersedia. Artinya, data yang sama atau sejenis akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa sumber data yang berbeda. Sedangkan trianggulasi metode menekankan pada perbedaan teknik pengumpulan data.


(46)

data wawancara informan 2

informan 3 atau :

wawancara informan

data content analysis dokumen / arsip observasi aktivitas


(47)

78-BAB II

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

A. G AMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Gambaran umum wilayah penelitian merupakan uraian tentang deskripsi kondisi geografis serta demografis wilayah penelitian. Sebagaimana dikemukakan dimuka, wilayah penelitian ini meliputi 5 (Lima) Kecamatan yaitu: Pedan, Ceper, Klaten Utara, Klaten Tengah dan Trucuk.

Setiap wilayah tentunya memiliki karakteristik sendiri yang ditunjukkan dengan adanya perbedaan dalam hal kondisi fisik, sosial, budaya dan kegiatan ekonomi. Dalam gambaran umum ini antara lain dipaparkan tentang letak dan luas, keadaan penduduk dan sarana umum. Adanya gambaran umum ini dapat digunakan sebagai dasar dalam menganalisis tindakan pelecehan seksual terhadap remaja perempuan di Kabupaten Klaten.

1. Letak dan Data Geografi

Secara geografis Kabupaten Klaten terletak diantara 110o26' 14”-110o47' 51” Bujur Timur dan 7o32' 19”-7o48' 33” Lintang Selatan. Luas wilayah Kabupaten Klaten mencapai 65.556 ha, terbagi dalam 26 Kecamatan, 401 Desa/Kelurahan. Kabupaten Klaten memiliki batas-batas administratif sebagai berikut

Sebelah Timur : Kabupaten Sukoharjo.

Sebelah Selatan : Kabupaten Gunungkidul (Daerah Istimewa Yogyakarta).

Sebelah Barat : Kabupaten Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta). Sebelah Utara : Kabupaten Boyolali.


(48)

Wilayah Kabupaten Klaten terbagi menjadi tiga daratan, yaitu; dataran lerengan gunung Merapi di sebelah Utara, membujur dataran rendah di sebelah Timur dan dataran gunung kapur di sebelah Selatan. Dataran Gunung Merapi membentang di sebelah Utara meliputi sebagian kecil sebelah Utara Kecamatan Kemalang, Karangnongko, Jatinom dan Tulung. Dataran membujur di tengah meliputi seluruh wilayah Kecamatan di Kabupaten Klaten, kecuali sebagian kecil wilayah merupakan dataran lereng Gunung Merapi dan Gunung Kapur. Dan dataran gunung Kapur yang membujur di sebelah Selatan meliputi sebagian kecil sebelah Selatan Kecamatan Bayat dan Cawas.

Melihat keadaan alamnya yang sebagian besar dataran rendah dan didukung dengan banyaknya sumber air, maka daerah Kabupaten Klaten merupakan daerah pertanian yang potensial disamping penghasil kapur, batu kali dan pasir yang berasal dari Gunung Merapi.

Daerah Kabupaten Klaten terbentang diantara Daerah Istimewa Yogyakarta dan Surakarta yang sangat penting dalam memperlancar segala kegiatan perekonomian. Selain sebagai daerah mediterania antara Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kota Surakarta. Di Klaten terdapat pula beberapa obyek wisata, antara lain; (a) Candi, seperti, Candi Sewu, Plaosan, dan Merak. (b) Makam, seperti, Makam Sunan Bayat (Kia Ageng Pandanaran, Pujangga R. Ngabei Ronggowarsito, dan Ki Ageng Perwito. Wisata lainnya, seperti, Rowo Jombor, Deles Indah, Museum Gula, Monumen Juang 1945, dan pemancingan Janti.

2. Keadaan Alam

Menurut topografi Kabupaten Klaten terletak diantara gunung Merapi dan pegunungan Seribu dengan ketinggian antara 75-160 meter diatas permukaan laut yang


(49)

terbagi menjadi wilayah lereng Gunung Merapi di bagian Utara areal miring, wilayah datar dan wilayah berbukit di bagian Selatan.

Ditinjau dari ketinggiannya, wilayah Kabupaten Klaten terdiri dari dataran dan pegunungan, dan berada dalam ketinggian yang bervariasi, yaitu 9,72% terletak di ketinggian 0-100 meter dari permukaan air laut. 77,52% terletak di ketinggian 100-500 meter dari permukaan air laut dan 12,76% terletak di ketinggian 500-1000 meter dari permukaan air laut.

Keadaan iklim Kabupaten Klaten termasuk iklim tropis dengan musim hujan dan kemarau silih berganti sepanjang tahun, temperatur udara rata-rata 28-30o Celsius dengan kecepatan angin rata-rata sekitar 153 mm setiap bulannya dengan curah hujan tertinggi bulan Januari (350mm) dan curah hujan terendah bulan Juli (8mm).

3. Luas Wilayah

Sementara itu dilihat dari luas wilayah berdasarkan Kecamatan yang menjadi wilayah penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ta b e l 2.1 Lua s Wila ya h (km2)

No Nama Kecamatan Luas Wilayah

1 Trucuk 3.381

2 Pedan 1.917

3 Ceper 2.445

4 Klaten Tengah 892

5 Klaten Utara 1.038

Sum b e r: Kla te n d a la m Ang ka , 2007


(50)

Luas wilayah Klaten Utara adalah 10,38 2 dengan jumlah penduduk 40.221. Ada 8 Kelurahan yang terdapat di Kecamatan ini, antara lain: Kelurahan Sekarsuli, Kelurahan Bareng Lor, Kelurahan Karanganom, Kelurahan Ketandan, Kelurahan Belang Wetan, Kelurahan Jonggrangan, Kelurahan Gergunung dan Kelurahan Jebugan. Di Kecamatan Klaten Utara terdapat fasilitas pendidikan berupa SMA Muhammadiyah 1 Klaten, SMK Muhammadiyah 2 Klaten, SMK PGRI dan SMK Katholik.

2. Ke c a m a ta n Kla te n Te ng a h

Ada 9 (Sembilan) Kelurahan yang terdapat di Kecamatan ini, yaitu : Kelurahan Bareng, Kelurahan Kabupaten, Kelurahan Klaten, Kelurahan Tonggalan, Kelurahan Semangkak, Kelurahan Buntalan, Kelurahan Mojayan, Kelurahan Mojayan, Kelurahan Jomboran dan Kelurahan Gumulan.

Sebagian besar masyarakatnya wiraswasta dan PNS. Banyak sekali pusat-pusat pembelanjaan yang berada di Kecamatan ini.

Untuk fasilitas pendidikan terdapat SMA 1 Klaten, SMK 1 Klaten dan SMK 3 Klaten, SMP Panglu 1 dan 2, SMP 1,2,3,4 dan 6 di Klaten Tengah.

3. Ke c a m a ta n Truc uk

Kecamatan Trucuk terletak di sebelah Tenggara dari kota Klaten berjarak sekitar 12 km. Kecamatan ini berbatasan dengan 5 Kecamatan di Kabupaten Klaten sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ceper dan Pedan sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Cawas sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Bayat sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kalikotes. Topografi tanah yang hampir 100 persen dataran.


(51)

Ada 18 ( delapan belas) Kelurahan yang terdapat di Kecamatan ini, yaitu : Kelurahan Karangpakel, Kelurahan Wanglu, Kelurahan Trucuk, Kelurahan Kalikebo, Kelurahan Gaden, Kelurahan Planggu, Kelurahan pundungsari, Kelurahan Sajen, Kelurahan Puluhan, Kelurahan Kradenan, Kelurahan Sabranglor, Kelurahan jatipuro, Kelurahan Wonosari, Kelurahan Mireng, Kelurahan Bero, Kelurahan Mandong, Kelurahan Sumber dan Kelurahan Palar.

Di Trucuk terdapat berbagai strata sekolah dari TK-SLTA. Salah satu kebanggaan sekolah di Trucuk adalah SMK Pertanian Trucuk yang merupakan satu-satunya SMKA Pertanian di Klaten. SMK yang beralamat di Jl. DPU Ngaran Mlese Trucuk dan berdiri sejak tahun 1965. Sebagian besar masyarakatnya bertani, wiraswasta dan PNS. Terdapat banyak sekali Usaha milik swasta atau kelompok. Kecamatan Trucuk merupakan sentra industri kecil seperti permebelan kayu di desa Mireng, Kradenan (dukuh Kemiri). Di desa Palar Kecamatan Trucuk terdapat makam pujangga besar Sura ka rta yaitu Ra ng g a w a rsita.

4. Ke c a m a ta n Pe da n

Ada 14 ( Empat Belas) Kelurahan yang terdapat di Kecamatan ini, yaitu : Kelurahan Temuwangi, Kelurahan Beji, Kelurahan Ngaren, Kelurahan Jatimulyo, Kelurahan Jetiswetan, Kelurahan Keden, Kelurahan Bendo, Kelurahan Tambakboyo, Kelurahan Kedungan, Kelurahan Sobayan, Kelurahan Kalangan, Kelurahan Troketon, Kelurahan Kaligawe dan Kelurahan Lemahireng. Kecamatan Pedan berbatasan dengan: Sebelah Tim ur dengan ke c a m a ta n C e p e r, sebelah Se la ta n dengan ke c a m a ta n Juw iring, sebelah Ba ra t dengan ke c a m a ta n Ka ra ng d o w o dan Sebelah Uta ra dengan ke c a m a ta n Truc uk.


(52)

5. Ke c a m a ta n C e pe r

Terletak sekitar 10 km arah Utara Klaten sepanjang jalan raya Klaten - Solo. Kecamatan Ceper terdiri dari 18 Kelurahan/Desa , antara lain: Kelurahan Srebegan, Kelurahan Kajen, Kelurahan Jambu Kidul, Kelurahan Kujon, Kelurahan Pokak, Kelurahan Pasungan, Kelurahan Mlese, Kelurahan jombor, Kelurahan Meger, Kelurahan Dlimas, Kelurahan Jambukulon, Kelurahan Ceper, Kelurahan Kurung, Kelurahan Cetan, Kelurahan Tegalrejo, Kelurahan Ngawonggo, Kelurahan Klepu dan Kelurahan Kuncen.

Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Ngawen, Kecamatan Karanganom. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Trucuk dan Kecamatan Klaten Utara. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pedan. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Delanggu. Pendapatan penduduk terutama dari pertanian. Industri di Ceper termasuk kerajinan besi cor di Desa Batur Jaya, mainan anak dari kayu di Desa Jombor, dan industri mebel yang tersebar di banyak desa. Ada pula kerajinan karet dari ban-ban bekas yang terdapat di desa Karangwuni. Dahulu memiliki pabrik gula yang disebut P.G. Ceper Baru, dan Infitex (Induk Finishing Tekstil). Sekarang pabrik gula tersebut merupakan museum.

Untuk fasilitas pendidikan terdapat tiga SMP Negeri yaitu SMP 1 Ceper di Ceper, SMP 2 Ceper di Kujon, dan SMP 3 Ceper di Meger. Terdapat satu SMA Negeri, yaitu SMA N 1 Ceper di Kajen. Sekolah swasta antara lain ialah STM Batur Jaya di Batur, SMP Pancasila di Kurung.

4. Keadaaan Penduduk


(53)

Penduduk merupakan salah satu modal dasar yang sangat penting dalam melaksanakan pembangunan. Namun demikian pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali dapat mengakibatkan munculnya permasalahan yang sangat kompleks dalam berbagai aspek kehidupan. Meningkatnya tingkat konsumsi yang diikuti pula oleh meningkatnya kuantitas limbah buangan rumah tangga, merupakan salah satu bagian dari dampak pertumbuhan penduduk di suatu wilayah tertentu, yang selanjutnya akan diikuti oleh keterbatasan-keterbatasan penduduk dalam pemanfaatan pelayanan publik oleh penduduk itu sendiri.

Jumlah penduduk Kabupaten Klaten tahun 2007 adalah 1.296.987 jiwa, dengan kepadatan penduduk sekitar 1.978 jiwa/km persegi, atau dikepalai oleh sekitar 349.615 kepala keluarga.

Secara rinci, jumlah penduduk pada 5 Kecamatan, yang menjadi wilayah dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.2

Tabel 2.2

Jumlah dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan

No Nama kecamatan

Jumlah penduduk Kepadatan penduduk ( )

1 Trucuk 81.869 2.421

2 Pedan 48.730 2.542

3 Ceper 63.811 2.610

4 Klaten Tengah 43.844 4.915

5 Klaten Utara 41.850 4.032


(54)

b. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat menggambarkan struktur penduduk di suatu wilayah. Sebagaimana yang tampak pada tabel berikut ini;

Tabel 2.3

Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin

No Nama kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Trucuk 40.544 41.325 81.869

2 Pedan 23.986 24.744 48.730

3 Ceper 31.377 32.434 63.811

4 Klaten Tengah 21.392 22.452 43.844

5 Klaten Utara 20.311 21.539 41.850

Sumber: Klaten dalam Angka, 2007

Berdasarkan data diatas, ternyata di semua wilayah cakupan penelitian ini, penduduk yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibanding penduduk yang berjenis kelamin laki-laki. Komposisi masyarakat yang demikian sedikit banyak berpengaruh terhadap bangunan sistem sosial, politik, ekonomi dalam masyarakat. Dimana, potensi-potensi terjadinya tindakan pelecehan seksual terhadap perempuan, seharusnya dapat lebih dieliminir, karena secara kuantitas perempuan jumlahnya lebih banyak.

c. Dinamika Penduduk

Jenis kejadian mutasi (datang dan pergi), di beberapa Kecamatan, seperti Trucuk, Ceper, Pedan, Klaten Utara dan Klaten Tengah, selama tahun 2007 cukup tinggi. Berdasarkan tabel 2.4, maka dilihat dari tingkat banyaknya mobilitas keluar, sangat dimungkinkan dalam rangka mencari pekerjaan, dibandingkan karena status


(55)

kependudukan. Sementara, dilihat angka kematiannya, ternyata di sebagian besar kecamatan-kecamatan yang menjadi wilayah penelitian ini masih cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa derajat kesehatan masyarakatnya masih rendah.

Tabel 2.4

Dinamika Penduduk Datang dan Pergi Serta Angka Kelahiran dan Kematian

No Kecamatan Datang Pergi Lahir Mati

1 Trucuk 392 402 650 345

2 Pedan 131 234 229 163

3 Ceper 263 281 542 271

4 Klaten Tengah 670 831 555 271 5 Klaten Utara 511 568 534 256 Sumber: Klaten dalam Angka, 2007

5. Sarana Umum

a. Sarana Pendidikan

Adanya sarana pendidikan di suatu daerah, dipastikan mempunyai dampak yang positif bagi masyarakat disekitarnya. Apalagi, jika jumlah fasilitas pendidikan yang ada sangat memadai. Berdasarkan data dari BPS Klaten, fasilitas pendidikan dalam wujud gedung sekolah, yang diselenggarakan oleh swasta lebih banyak dibanding yang disediakan oleh negara. Fasilitas pendidikan yang disediakan oleh negara, yang hampir ada di seluruh Kecamatan wilayah penelitian adalah fasilitas untuk SMP.

Sementara, untuk SMA dan SMK, secara kuantitatif masih dibawah fasilitas pendidikan yang diselenggarakan oleh Swasta. Bahkan, untuk sekolah kejuruan, pemerintah nampaknya kurang memberikan perhatian yang khusus, padahal sekolah


(56)

kejuruan adalah sebuah lembaga pendidikan yang menyiapkan anak didiknya dengan keterampilan bekerja yang dibutuhkan oleh lapangan pekerjaan.

Tabel 2.5

Jumlah Sarana Gedung Sekolah Menurut Kecamatan

No Uraian Negeri Swasta

SMP SMA SMK SMP SMA SMK

1 Trucuk 3 - 1 2 -

-2 Pedan 3 - 1 2 1 3

3 Ceper 3 1 - 1 1 2

4 Klaten tengah

3 - - 3 2 7

5 Klaten utara

3 1 2 3 3 8

Jumlah 15 2 4 11 7 20

Sumber: Klaten dalam Angka, 2007

b. Sarana Ibadah

Tempat ibadah merupakan sarana yang paling penting bagi masyarakat pemeluk agama. Adanya fasilitas ibadah bisa dijadikan sebagai parameter awal bahwa masyarakat memiliki tingkat keberagamaan (religiusitas) tertentu. Meskipun bukan berarti, dalam masyarakat yang memiliki banyak fasilitas ibadah, masyarakatnyapun banyak yang religius. Dilihat dari jumlah sarana ibadah yang ada, bisa disimpulkan, bahwa mayoritas masyarakat di wilayah penelitian ini beragama Islam.


(57)

Tabel 2.6

Jumlah Sarana Ibadah Menurut Kecamatan

No Kecamatan Masjid Gereja Katolik

Gereja Kristen

Pure/vihara

1 Trucuk 132 - 6

-2 Pedan 82 1 9

1/-3 Ceper 102 1 3

1/-4 Klaten Tengah 61 7 11 -/2

5 Klaten Utara 97 2 3

3/-Sumber: Klaten dalam angka, 2007

c. Sarana Kesehatan

Adanya sarana kesehatan dalam suatu daerah makin mempermudah masyarakat dalam mengakses fasilitas kesehatan. Tingkat aksebilitas seseorang terhadap fasilitas kesehatan, akan berdampak pada efektifitas dan efisiensi dalam manakala terserang penyakit. Berdasarkan data pada tabel 2.7, jika dilihat dari banyaknya sarana kesehatan di tiap-tiap Kecamatan, maka bisa dinyatakan bahwa aksebilitas masyarakat terhadap sarana kesehatan yang disediakan oleh pemerintah sangat rendah. Khususnya, akses terhadap pelayanan kesehatan Puskesmas dan Puskesmas Keliling.

Tabel 2.7

Jumlah Sarana Kesehatan Menurut Kecamatan

No Uraian Puskesmas Puskesmas keliling

Posyandu


(58)

2 Pedan 2 2 67

3 Ceper 1 1 94

4 Klaten tengah 1 1 57

5 Klaten utara 2 1 63


(59)

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada Bab III ini penulis akan menyajikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pemaknaan remaja perempuan tentang tindakan pelecehan seksual di Kabupaten Klaten.

Perilaku remaja merupakan topik yang tak lekang diperbincangkan. Selalu saja ada sisi yang menarik untuk menjadi bahan diskusi. Hal ini disebabkan remaja adalah sebuah proses pendewasaan dimana seorang individu mengalami perkembangan seksual sekunder hingga mencapai kematangan seksual. Remaja juga proses perubahan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. Begitu juga perubahan pola ketergantungan sosial pada keluarga menjadi lebih mandiri. Sehingga tidak sedikit remaja yang kemudian membangun komunitasnya sendiri sebagai upaya pencarian identitas diri.

Dengan adanya perubahan baik dari sisi seksual, psikologis maupun sosial membuat masa remaja seringkali menjadi masa-masa rawan terjadinya kenakalan remaja akibat kurangnya bimbingan dari orang tua, pengaruh lingkungan atau pergaulan yang tidak baik. Di masa ini, remaja yang siap menuju kematangan akan berhasil menghadapi segala hambatan dan daya tarik negatif masa remaja. Sedangkan bagi remaja yang gagal menghadapi tantangan akan merugi saat dewasa. Perubahan kondisi sosial, psikologis, dan hormonal remaja membawa dampak pada perkembangan pribadi dan perilaku seksual remaja. Tanpa adanya bimbingan dan tuntunan dari orang tua mempengaruhi perilaku seksualnya dimana banyak remaja yang kemudian mencoba pengalaman-pengalaman seksual yang melanggar batas-batas norma dan budaya masyarakat. Dampaknya, banyak remaja yang melakukan hubungan seks di usia dini akibat kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang seks yang tidak didapatkan dari orang tua dan keluarga.


(60)

Oleh karena itulah maka diperlukan sebuah penelitian untuk mengetahui bagaimana tindakan pelecehan seksual yang terjadi di Kabupaten Klaten. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi maraknya tindakan pelecehan seksual, bentuk-bentuk tindakan pelecehan seksual, dampak serta reaksi para remaja perempuan di Kabupaten Klaten yang melibatkan remaja sebagai korban maupun pelaku. Benarkah kurangnya perhatian dari keluarga atau memang pengaruh lingkungan yang didukung oleh perkembangan teknologi yang cukup pesat turut mempengaruhi perilaku remaja di Kabupaten Klaten.

A. HASIL PENELITIAN

1. KARAKTERISTIK INFO RMAN SEC ARA UMUM

Pe ng a m b ila n d a ta d ila p a ng a n m e lib a tka n 30 o ra ng info rm a n ya ng te rse b a r d i 5 (lim a ) Ke c a m a ta n d i Ka b up a te n Kla te n ya itu, 6 o ra ng d i Ke c a m a ta n Truc uk, 6 o ra ng d i Ke c a m a ta n C e p e r, 6 o ra ng d i

Ke c a m a ta n Pe d a n, 6 o ra ng d i Ke c a m a ta n Kla te n Te ng a h d a n 6 o ra ng d i Ke c a m a ta n Kla te n Uta ra .

Tabel 3.1

Komposisi Informan Menurut Wilayah

No Nama Kecamatan Jumlah

1 Kecamatan Pedan 6

2 Kecamatan Trucuk 6


(61)

4 Kecamatan Klaten Tengah 6

5 Kecamatan Klaten Utara 6

Jumlah 30

Sumber: Data Primer, Diolah Mei 2009 a . Um ur

Dari keseluruhan informan yang berjumlah 30 orang, 25 orang adalah perempuan dan 5 orang adalah laki-laki. Sedangkan apabila dilihat dari komposisi umur informan lebih dari 20 informan berumur antara 15 sampai 24 tahun. Sebagian informan termasuk dalam kategori kelompok umur produktif. Dengan demikian diharapkan dari informan tersebut akan diperoleh informasi yang akurat mengenai tindakan pelecehan seksual terhadap remaja perempuan di Kabupaten Klaten.

Tabel 3.2

Komposisi Informan Menurut Umur

No Umur Jumlah

1 10-12

-2 13-15 4

3 16-18 9


(1)

ke ja ha ta n d a n p e ne g a ka n hukum te rha d a p p e la kunya . (te rm a suk p e re m p ua n d a n a na k ya ng g m e nja d i p e la ku tind a k p id a na )

2. Ke p a la Unit PPA Dising ka t KANIT PPA

3. Pe rw ira Unit Pe rlind ung a n Dising ka t PANIT LINDUNG 4. Pe rw ira Unit Pe nyid ik Dising ka t PANIT IDIK

PASAL 2 KEDUDUKAN

Unit PPA adalah unsur pelayanan dan pelaksana staf yang berkedudukan di bawah DIR I/ KAM & TRANNAS BARESKRIM POLRI, KASAT OPSNAL DIT RESKRIM UM POLDA MJ, KASAT OPSNAL DIT RESKRIM POLDA Dan KASAT RESKRIM POLRES.

PASAL 3

Unit PPA bertugas untuk memberikan pelayanan, dalam bentuk perlindungan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kejahatan dan penegakan hukum terhadap pelakunya (juga terhadap perempuan dan anak yang menjadi pelaku kejahatan).

PASAL 4

Dalam melaksanakan tugas dimaksud, unit PPA menyelenggarakan fungsi : a . Pe nye le ng g a ra a n p e la ya na n d a n p e rlind ung a n hukum .

b . Pe nye le ng g a ra a n p e nye lid ika n d a n p e nyid ika n tind a k p id a na . c . Pe nye le ng g a ra a n ke rm a d a n ko o r d e ng a n insta si te rka it.

PASAL 6 TUGAS KANIT PPA


(2)

1. Penanganan, pengawasan, pengendalian, perlindungan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kejahatan.

2. Penanganan, pengawasan, pengendalian, penegakan hukum bagi pelaku kejahatan terhadap perempuan dan anak.

3. Kerjasama dan koordinasi dengan lembaga pemerintahan dan non pemerintah serta pihak lainnya dalam rangka perlindungan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kejahatan dan penegakan hukum terhadap pelakunya.

Bagan II

KORDINASI DAN KERJA SAMA

PASAL 6 ( 3 )

LINGKUP TUGAS UNIT PPA a. Tindak pidana perdagangan orang (human trafficking). b. Penyelundupan manusia ( people smuggling).

c. Kekerasan (secara umum maupun dalam rumah tangga). RS(PPT/ PKT

)

DEPT/ LEMBAG A TERKAIT KO RBA

N

UPPA

KEJAKSA AN LSM

PENG ADIL AN RUMAH


(3)

e. Vice(perjudian dan prostitusi). f. Adopsi illegal.

g. Pornografi & pornoaksi.

h. Money launderingdari hasil kejahatan tersebut di atas. i. Masalah perlindungan anak ( sebagai korban atau tersangka). j. Perlindungan korban, saksi, keluarga dan teman.

Serta kasus-kasus lain dimana pelakunya adalah perempuan dan anak,

PENANGANAN KORBAN

PERATURAN KAPOLRI NOMOR 3 TAHUN 2008

TENTANG PEMBENTUKAN RUANG PELAYANAN KHUSUS ( RPK ) DAN TATA CARA PEMERIKSAAN SAKSI DAN/ ATAU KORBAN TINDAK PIDANA

BAB II

TUJUAN, PRINSIP DAN ASAS PASAL 2

AYAT 1:

Tujuan pembentukan Ruang Pelayanan Khusus (RPK) untuk memberi pelayanan dan perlindungan khusus kepada perempuan dan anak yang menjadi saksi dan/atau korban tindak pidana.


(4)

RPK dapat digunakan sebagai tempat untuk kepentingan periksa saksi dan / atau korban.

AYAT 3

Perlindungan dan pelayanan bertujuan untuk menghindari terjadinya pelanggaran HAM dan tindakan yang menimbulkan ekses trauma.

PASAL 13

MEKANISME PENERIMAAN LAPORAN SAKSI DAN/ATAU KORBAN, PETUGAS RUANG PELAYANAN KHUSUS(RPK):

1. Korban diterima oleh personel unit PPA.

2. Proses pembuatan laporan didahului dengan interview dan pengamatan penyidik terhadap situasi korban.

3. Petugas menerima laporan atau pengaduan dari saksi dan/atau korban di ruang tamu Ruang Pelayanan Khusus (RPK).

4. Jika saksi dalam kondisi trauma, maka penyidik mengirimnya ke PPT RS Bhayangkara untuk dapat rawat medis-psikis.

5. Jika korban dalam keadaan sehat, maka dapat dilaksanakan interview guna pembuatan laporan.

6. Pembuatan laporan oleh petugas unit PPA dan mendatangi tempat kejadian perkara(TKP). 7. Register penomoran ke SPK

8. Jika kasus tidak cukup unsur, dilakukan upaya konseling. PASAL 14


(5)

b. Siapkan administrasi sidik.

c. jika korban siap, penyidik dapat membuat berita acara perkara (BAP).

d. Jika pelaku maupun korban tunggal, kasus dapat dipercayakan pada 1 (satu) penyidik tunggal.

e. Apabila melibatkan banyak pelaku maupun korban, maka ditangani secara team.

f. Apabila saksi korban berasal dari luar kota, maka untuk kepentingan sidik korban dapat dititipkan ke shelter DEPSOS RI.

KENDALA 1. Dari pihak korban perkara KDRT :

a. Tidak mau melapor karena malu. b. Korban masih trauma.

c. Korban takut memberikan kesaksiannya.

d. Penanganan kasus berlarut-larut karena tidak ada titik temu dari korban maupun pelaku, terkadang korban mencabut laporan atas pertimbangan keluarga ( Pasal 44 Ayat 1 dan Ayat 4 ).

2. Terbatasnya sumber daya, sarana dan prasarana. 3. Sulit ditentukan kriteria kekerasan psikis karena:

a . Tid a k a d a a c ua n ya ng b a ku.

b . Je nis ke ke ra sa n p sikis tid a k d a p a t d ia m a ti se c a ra la ng sung d a n sifa tnya ya ng tid a k m e ne ta p .

4. Tersedianya ahli psikolog yang belum merata untuk konseling.

5. Belum meratanya kemampuan aparat penegak hukum dalam perlindungan korban. 6. Belum terdapat mekanisme perlindungan terhadap korban.


(6)

7. Belum terdapat pemahaman yang sama antar para petugas yang berkompeten dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan khususnya dalam hal perlindungan saksi korban dan alat bukti.

UPAYA POLRI

1. Me ning ka tka n ko rd ina si d a n ke rja sa m a d a la m ta ng a ni ko rb a n d a n p e na ng a na n p e rka ra ke ke ra sa n te rha d a p p e re m p ua n.

2. Pe ning ka ta n ke m a m p ua n p e nyid ik ( kua ntita s d a n kua lita s ). 3. Pe m b e ntuka n unit PPA d i ting ka t MABES sa m p a i d e ng a n PO LRES. 4. Pe m b e ntuka n PPT d i RS. BHAYANG KARA PO LRI.

5. Pa rtisip a si :

a . Se m ina r, lo ka ka rya d a n w o rksho p .

b . Ta lk sho w d i b e b e ra p a sta siun te le visi d a n ra d io .

c . Me nja d i na ra sum b e r m a up un p e se rta d i b e b e ra p a se m ina r.

d . Me la ksa na ka n so sia lisa si ke PO LDA-PO LDA se c a ra la ng sung a ta u tid a k.