ARTIKEL ILMIAH PENENTUAN KOEFISIEN PINDAH PANAS KONVEKSI PADA RUMAH BUDIDAYA JAMUR TIRAM (Pleurotus Ostreatus)

  

ARTI KEL I LMI AH

PENENTUAN KOEFI SI EN PI NDAH PANAS KONVEKSI PADA RUMAH BUDI DAYA

JAMUR TI RAM ( Pleurotus Ostreatus)

  

OLEH

ZURI ANI

C1 J 011 094

FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROI NDUSTRI

UNI VERSI TAS MATARAM

2 015

  

HALAMAN PENGESAHAN

  Dengan ini kami menyat akan bahwa artikel yang berjudul Penentuan Koefisien Pindah Panas Konveksi Pada Rumah Budidaya Jamur Tiram (Pleurotus Ostreatus) Disetuj ui untuk dipublikasi Nama Mahasiswa : ZURI ANI Nomor I nduk Mahasiswa : C1J 011 094 Program Studi : Teknik Pert anian

  Menyetujui : Dosen Pembimbing Utama, Dosen Pembimbing Pendamping (Dr. Eng. Sukmawat y, S.TP., M.Si.) (Asih Priyati, S. TP., M.Sc) NI P. 19681214 199702 2 001 NI P. 19761005 200501 2 001

  

PENENTUAN KOEFI SI EN PI NDAH PANAS KONVEKSI PADA RUMAH BUDI DAYA

JAMUR TI RAM ( Pleurot us ost reat us)

Convect ive Heat Transf er Coefficient Det ermination on Mushroom ( Pl eurot us ostreat us)

Cultivat ion House

  ( 1) (2) ( 2) Zuriani , Sukmawat y , dan Asih Priyati

  (1) Mahasiswa Program Studi Teknik Pert anian Fakult as Teknologi Pangan dan

  Agr oindust ri, Universit as Mat ar am (2)

  St af Pengaj ar Program Studi Teknik Pert anian Fakult as Teknologi Pangan dan Agroindustri, Universitas Mat ar am

  

ABSTRAK

  Penelitian ini bert ujuan untuk mencari koefisien perpindahan panas konveksi yang terjadi pada ketiga perlakuan rumah j amur tiram yang sesuai unt uk digunakan pada musim kemarau agar produkt ifitasnya tetap t erj aga. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah met ode eksperiment al di lapangan. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Rumah Jamur, Light meter ( Ditech/ N.Q 610667), Anemomet er (Dit ech/ DA-771) ,Timbangan Digital ( Kern/ Vertion 2.1), Thermomet er bola basah dan bola kering, Therm om et er digit al, alat tulis, media serbuk kayu, bibit j amur tiram ( Pleurotus Ostreatus) dan sabut kelapa. Parameter yang diamati yaitu intensitas radiasi mat ahari, suhu udara (suhu ruang, suhu lingkungan) , kelembaban udara pada ruang, suhu media dan hasil produksi. Dat a dianalisis dengan menghitung nilai koefisien pindah panas ( h) dan menghit ung kelembaban udara menggunakan program psychomet ri c chart. Hasil pengujian menunjukkan bahwa perlakuan dengan evaporative menghasilkan kondisi yang paling baik dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan genangan, dengan o o suhu udara, 27,14

  C, kelembaban udara 97,41% ,, suhu media bag log 27,79 C yang ideal bagi pertumbuhan jamur. Dengan nilai koefisien pindah panas terkecil yaitu rat a-

  2. rat a sebesar 0,00719 W/ m .

  Kata kunci : Perpindahan Panas Konveksi, Koefisien Pindah Panas Konveksi

  

ABSTRACT

This study aim ed to det ermine convective heat transfer coefficient occur s on t hree treatment s

of mushroom cultivation house, which suitably used in dr y season t o maintain continuous

pr oductivity. Met hod used in this study was field experimental met h od. Equipment used were

Ditech/ N.Q 610667 Light met er, Ditech/ DA-771 Anem om et er, Kern/ Vert ion 2.1 Digit al Scale,

Wet & Dry Bulb Therm om et er, and Digital Therm om et er; while material used for cultivation

were saw dust ( as baglog media) , mushroom ( Pleurot us Ost reat us) seed and coconut coir ( as

evaporat ive pad). Observed paramet er were solar radiation int ensit y, air temperat ure ( room

& ambient tem perat ure), air humidity, t em perature of the medi a, and mushroom production.

Collected dat a were analyzed by calculating heat t ransfer coefficient ( h) and air humidit y

using psychometric chart. Result show ed t hat t reat m ent using evaporative pad produced the

opti mum condition com par ed with contr ol and ot her t reat ment ; wit h ideal air temperature for

o mushroom growt h was

  27.14 C, air humidity 97.41% , and baglog media o t emperature 27.79

C. Furt hermore, minimum convect ive heat t ransfer coefficient value

  2 was calculated approxi m at ely 0.00719 W/ m .

  Keyw ords: convective heat transfer, convect ive heat t ransfer coefficient .

  PENDAHULUAN

  ℃

  Mekanisme kerja dari

  Dalam pemanasan dan pendinginan, fluida yang mengalir di dalam saluran (saluran t ertutup) merupakan satu diant ara proses perpindahan panas yang terpenting dalam perekayasaan. Rancang bangun sert a analisa semua jenis penukar panas memerlukan pengetahuan tent ang koefisien perpindahan panas konveksi ant ara dinding saluran dan fluida yang mengalir di dalamnya. Koefisien pindah panas konveksi menggambarkan energi yang dilepaskan tiap satuan waktu, tiap sat uan luas, dan tiap perbedaan suhu. Makin besar nilai koefisien perpindahan panas, maka makin besar pula energi yang dilepaskan.

  . Pada kondisi suhu tersebut diperoleh hasil rat a-rat a 391 gram per bag log (Budi I . Setiawan, 2001).

  ℃

  tetapi hasil tertinggi diperoleh pada kondisi suhu terkendali 17

  ℃

  menggunakan perangkat komput er dengan sistem fuzzy. Pada kondisi suhu terkendali, rat a-rata diameter t udung dan tangkai masing-masing mencapai 8,9 cm sedangkan dalam kondisi tak t erkendali masing-masing hanya mencapai 5,8 cm dan 6,2 cm (Paramit a,1999). Awal pertumbuhan jamur lebih pesat pada kondisi suhu terkendali 21

  , 21

  Jamur tiram adalah jamur kayu yang memiliki kandungan nut risi lebih tinggi karena mengandung prot ein, lemak, fosfor, besi, thiamin, dan riboflavin lebih t inggi dibandingkan dengan jenis j amur lainnya. Jamur tiram memiliki sifat menetralkan racun dan zat -zat radioaktif dalam tanah. Khasiat jamur tiram unt uk kesehat an adalah menghent ikan pendarahan dan mempercepat pengeringan luka pada permukaan tubuh, mencegah penyakit darah, menurunkan kolesterol darah, menambah vit alitas dan daya tahan tubuh, sert a mencegah penyakit tumor at au kanker, kelenjar gondok, influenza, sekaligus memperlancar buang air besar.

  ℃

  , 19

  ℃

  Suhu dan kelembaban merupakan f aktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan j amur panen. Upaya unt uk mempert ahankan suhu konst an selama pertumbuhan jamur telah dilakukan, misalnya oleh Wijaya ( 1999), pada tiga kondisi suhu, yaitu 16

  Untuk menghasilkan jamur tiram yang berkualitas, diperlukan suatu teknologi budidaya pert anian. Salah satu teknologi budidaya pert anian untuk menghasilkan jamur berkualitas adalah mengatur suhu dan kelembaban pada ruang budidaya j amur. Pengontrolan suhu dan kelembaban ini merupakan suatu teknik pengontrolan budidaya pertanian untuk menghasilkan j amur tiram yang berkualitas tanaman alam suatu lingkungan yang terkendali.

  Sej ak permintaan jamur meningkat, bagi petani jamur fakt or cuaca selalu menjadi pertimbangan dalam menent ukan awal tanam. Biasanya, awal musim huj an at au menjelang akhir musim kemarau. Pada musim kemarau suhu ruangan cenderung lebih tinggi yang mengakibat kan kelembaban menjadi rendah, sehingga berdampak t erhadap hasil produksi j amur. Suhu dan kelembaban merupakan faktor ut ama yang menentukan hasil produksi j amur.

  Rumah j amur t iram sederhana dapat dibuat dari ker angka kayu (bambu) beratap daun rumbia, anyaman bambu, atau anyaman j erami padi. Ruangan kumbung j amur t iram dilengkapi rak atau para-para ( shed) yang dipasang secara berjaj ar, berderet, dan bersusun berlapis-lapis di ant ara sisi-sisi tiang penyangga. At ap dan dinding kumbung ditutup rapat dan kokoh. Dinding kumbung bagian at as diberi lubang ventilasi terbuka sedangkan dinding kumbung bawah diberi ventilasi khusus yang dapat dibuka atau ditutup kembali. Rumah jamur dilengkapi dengan pintu ut ama yang dipasang pada bagian depan (Djarijah, 2001).

  evaporative pad yaitu mendinginkan udara dengan air yang kemudian mengalami penguapan. Pada perpindahan kalor secara konveksi, energi kalor ini akan dipindahkan dengan perantara aliran fluida. Oleh karena pengaliran fluida melibat kan pengangkut an massa, maka selama pengaliran fluida bersent uhan dengan permukaan bahan yang panas, suhu fluida akan naik, yang menyebabkan massa fluida berkurang. Fluida yang panas karena menerima kalor dari permukaan bahan akan naik ke at as. telah naik itu diisi pula oleh massa fluida yang bersuhu rendah. Proses ini akan berlangsung berulang-ulang. Fakt or yang paling penting yang menjadi penyebab dan pendorong proses tersebut adalah perbedaan suhu. Apabila perbedaan suhu t erj adi maka keadaan tidak st abil thermal akan terjadi. Keadaan tidak st abil ini perlu diselesaikan melalui proses perpindahan panas. Dalam pengamatan proses perpindahan kalor secara konveksi, masalah yang ut ama terlet ak pada cara mencari met ode penent uan nilai koefisien pindah panas konveksi (h). Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk menentukan nilai koefisien pindah panas konveksi pada rumah budidaya jamur tiram (Holman, 1984).

  Dalam penelitian ini, terdapat tiga perlakuan pada rumah j amur tiram. Pertama merupakan perlakuan kontrol tanpa menggunakan evapor ative pad, kedua perlakuan menggunakan

  bibit j amur, rak,thermomet er digital,

  Dalam melakukan pengamatan intensit as radiasi mat ahari di dalam rumah j amur menggunakan alat yang disebut lightmet er. Lightmeter adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengukur tingkat pencahayaan.cahaya. Prinsip kerja alat ini bekerja secara digital . Alat ini terdiri dari rangka,

  I ntensit as Radiasi Matahari

  Dalam menganalisis pengaruh pola perpindahan panas rumah j amur tiram yang menggunakan serabut kelapa sebagai bahan evaporative pad, dengan perlakuan kontrol dan genangan, haruslah terlebih dahulu melakukan pengamat an analisis iklim mikro, meliputi: intensitas radiasi mat ahari, suhu udara, kelembaban udara.

  HASI L DAN PEMBAHASAN

  kering. Setelah itu dilakukan pengambilan dat a set iap selang w aktu 3 jam mulai dari j am 06.00, 09.00, 12.00, 15.00, 18.00, dan j am 21.00 selama 30 hari.

  thermomet er bola basah dan bola

  evaporative dan genangan) dipersiapkan

  evaporative pad, dan ketiga perlakuan dengan menggunakan genangan air.

  Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-September tahun 2015 di Daya dan Mesin Pert anian, Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mat aram. Adapun langkah- langkah penelitian yang dilakukan dimulai dari desain rumah j amur tiram menggunakan program sketchup dengan tiga perlakuan (kontrol,

  Tahap Penelitian

  alat-alat yang digunakan yaitu Rumah Jamur, Lighmeter (Dit ech/ N.Q 610667), Anemometer ( Ditech/ DA- 771),Timbangan Digital (Kern/ Vertion 2.1), Thermometer bola basah dan bola kering, Thermometer digital, penggaris, pulpen dan buku.

  Ostreat us) dan sabut kelapa, sedangkan

  Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah media serbuk kayu, bibit Jamur Tiram (Pleurotus

  BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

  Dari tiga perlakuan pada rumah j amur tiram akan dikaji koefisien perpindahan panas konveksi yang terj adi di dalam rumah j amur tiram, dengan demikian diharapkan dapat tercipt a alt ernatif baru dalam mengantisipasi kondisi yang kurang menguntungkan dalam budidaya jamur tiram di musim kemarau.

  sebuah sensor dengan sel foto dan layar panel. Sensor tersebut diletakan pada sumber cahaya yang akan diukur intensitasnya. Cahaya akan menyinari sel fot o sebagai energi yang diteruskan oleh sel foto menjadi arus list rik. Makin banyak cahaya yang diserap oleh sel, arus yang dihasilkan pun semakin besar

  Gambar 1. Hubungan ant ara I ntensitas Radiasi Mat ahari dan Suhu Lingkungan

  Berdasarkan Gambar di at as dapat kita lihat bahwa intensitas radiasi mat ahari pada j am 12.00 WI TA paling tinggi yaitu 5,50 W/ m 2 . Kemudian diikuti pada j am 15.00 WI TA sebesar 3,88

  W/ m 2 dan pada j am 09.00 WI TA sebesar 3,73 W/ m 2 . Sedangkan pada jam 06.00, 18. 00 dan 21.00 WI TA bernilai 0 W/ m 2 . Hal ini disebabkan karena cahaya matahari pada jam

  06.00, 18.00 dan 21.00 WI TA sangat kecil sehingga t idak mampu terbaca oleh alat pengukur intensit as radiasi mat ahari (lightmeter) .

  Profil Suhu pada Berbagai Ketinggian dari Rak

  Gambar 2. Kondisi Suhu pada Berbagai Ketinggian dari Rak Gambar 3. Kondisi Suhu pada Berbagai

  Gambar 4. Kondisi Suhu pada Berbagai Ketinggian dari Rak hubungan suhu untuk setiap hari pengamat an pada ketinggian 25 cm dan 100 cm. Dari ketiga Gambar di at as terlihat bahwa pada perlakuan kontrol pada ketinggian 25 cm suhu rat a-rat a yang dicapai sebesar 26.48 o C dan ketinggian 100 cm suhu rat a-rat a sebesar

  27.14 o C . Pada bangunan

  evaporative suhu rat a-rat a yang dicapai

  pada ketinggian 25 cm sebesar 26.14 o C dan 27.16 o C pada ketinggian 100 cm. Sedangkan pada bangunan genangan suhu rat a-rata yang dicapai sebesar 26.30 o C pada ket inggian 25 cm dan

  27.28 o C pada ketinggian 100 cm.

  Dapat dilihat bahwa pada ketinggian 25 cm dan 100 cm baik perlakuan kontrol, evaporative dan perlakuan dengan genangan terj adi peningkatan suhu. Hal ini disebabkan karena pada ketinggian 100 cm lebih dekat dengan at ap bangunan sehingga panas yang dipancarkan oleh sinar mat ahari lebih dulu diserap pada ketinggian 100 cm.

  Profil Suhu dan Profil Kelembaban

  Gambar 5. Kondisi Suhu pada Ketiga Ruang Selama 30 Hari Gambar 6. Kondisi Kelembaban Udara pada Ketiga Ruang Selama 30 Hari Dari hasil pengamatan, didapat nilai besarnya suhu bola basah (T wet

  bulb) dan bola kering (T dry bulb). Dari

  kedua variabel tersebut diolah menggunakan sebuah program komputer. Menghit ung nilai kelembaban dengan memasukkan Tdb dan Tdb ke dalam program Psychrometric chart.

  Suhu dan kelembaban udara sangat erat hubungannya, karena j ika kelembaban udara berubah, maka suhu akan berubah. Kelembaban udara berbanding terbalik dengan suhu udara. Semakain tinggi suhu udara, maka kelembaban udaranya semakin kecil.

  Hubungan kelembaban dengan suhu udara yait u apabila dipanaskan, udara akan memuai. Udara yang telah memuai menjadi lebih ringan sehingga udara naik. Maka akibatnya, t ekanan udara t urun karena udaranya berkurang (Anonim, 2015). Suhu udara dan kelembaban udara optimal yang dibutuhkan jamur tiram yaitu berkisar ant ara 23 o C -28 o C dengan kelembaban

  70% -80% . ( Rahmat dan Nurhidayat, 2011).

  Pada penelitian dengan menggunakan perlakuan kontrol didapat kan suhu rata-rat a sebesar

  27.08 o

  C. Hal ini berarti bangunan dengan perlakuan kontrol t idak mampu memberikan suhu yang sesuai bagi pertumbuhan jamur tiram. Yaitu dengan suhu rendah dan kelembaban t inggi. Berdasarkan grafik di at as terlihat bahwa bangunan dengan perlakuan kontrol diperoleh kelembaban udara paling rendah dibandingkan dengan kedua perlakuan lainnya yaitu dengan kelembaban rat a-rat a sebesar 94.93% .

  Fenomena ini disebabkan oleh ruang kontrol tidak memiliki tambahan air at au suplai air, uap air sudah habis ter serap sehingga menyebabkan suhu ruang tinggi dengan kelembaban rendah. I ni tidak sesuai dengan syarat tumbuh jamur tiram yang membutuhkan suhu rendah dengan kelembaban tinggi

  Pada ruang evaporative bahwa suhu yang dimiliki lebih rendah dibandingkan dengan kedua perlakuan yang lain. Hal ini terjadi karena dibasahi secara terus menerus menyebabkan suhu air selalu lebih rendah dari suhu bola kering udara, sehingga terj adi perpindahan kalor dari udara ke air dan membuat suhu bola kering udara t urun. Kalor yang diterima air menguap dan mengakibat kan sebagian air menguap dan suhu air menjadi berkurang. Aliran udara mengalami pengurangan suhu bola kering dan peningkat an kelembaban.

  Pada perlakuan genangan suhu tinggi menyebabkan kelembaban menjadi tinggi pula. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyat akan bahwa suhu dan kelembaban berbanding terbalik. Bila suhu udara tinggi, maka kelembaban menj adi rendah. Namun yang terjadi pada perlakuan genangan berbanding lurus. Perubahan suhu air pada genangan berlangsung lambat, sehingga air memiliki sifat sebagai penyimpan panas yang baik. Sehingga dapat menyimpan panas yang lebih banyak. Air memerlukan panas yang tinggi dalam proses penguapan. Penguapan adalah proses berubahnya air menjadi uap air. Proses ini memerlukan panas dalam jumlah yang banyak. Semakin t inggi suhu semakin besar kemampuan udara untuk menyerap uap air. Hal tersebut berdampak t erhadap hasil produksi jamur t iram yang tidak sesuai untuk syarat tumbuh ( Anonim, 2015).

  Koefisien Perpindahan Panas

  Gambar 7. Nilai Koefisien Pindah Panas pada Ketiga perlakuan Berdasakkan Tabel di atas diperoleh nilai rata-rat a h pada bangunan kontrol sebesar 0,00825 W/ m 2 K, bangunan evaporative sebesar

  0,00719 W/ m 2 .K, dan dengan perlakuan genangan nilai h sebesar 0,00871 W/ m 2 .K. Dapat dilihat bahwa bangunan dengan perlakuan evaporative menunjukkan nilai koefisien pindah panas (h) paling rendah j ika dibandingkan dengan kedua perlakuan lainnya. I ni sesuai dengan teori yang menyat akan bahwa koefisien pindah panas akan berbanding terbalik dengan perubahan suhu (T), art inya bahwa semakin tinggi perubahan suhu (T) akan mengakibat kan rendahnya nilai koefisien pindah panas untuk set iap q dan A tetap. Bangunan dengan perlakuan

  evaporative mempunyai nilai rata-rat a

  suhu lebih rendah dibandingkan dengan kedua perlakuan lainnya, seperti yang dijelaskan sebelumnya di at as pada profil suhu dan profil kelembaban Gambar 7. Hal ini disebabkan oleh suhu pada bangunan dengan perlakuan

  evaporative mampu menurunkan suhu

  sebesar 6 o C-12 o

  C. Sehingga suhu yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan genangan.

  Suhu Baglog

  Gambar 8. Suhu Baglog pada Tiga ruang Berdasarkan Gambar 7 terlihat bahwa dari ketiga perlakuan yaitu perlakuan kontrol, evaporative dan genangan, diperoleh besarnya suhu baglog pada perlakuan dengan

  evaporative memiliki suhu baglog yang

  lebih rendah jika dibandingkan dengan kedua perlakuan lainnya. Dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan perlakuan evaporat ive dapat menurunkan suhu bag log j ika dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan genangan.

  Hasil Produksi pada Ketiga Bangunan

  Gambar 9. Hasil Produksi Jamur Tiram Dari Gambar 8. dapat dilihat bahwa bangunan dengan perlakuan

  evaporative menghasilkan jamur yang

  lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya, yaitu dengan berat rat a-rat a pada panen pertama dan kedua sebesar 896 gr. Peningkat an hasil produksi yang dialami oleh perlakuan dengan evaporative disebabkan oleh bangunan dengan perlakuan evaporat ive mampu menciptakan kondisi suhu dan kelembaban yang ideal bagi pertumbuhan j amur yaitu dengan suhu rendah dan kelembaban tinggi. Pada bangunan kontrol dan genangan terjadi penurunan produksi dari panen pert ama ke panen kedua. Bangunan kontrol mengalami penurunan produksi dari berat 812 gr menjadi 391.6 gr. Sedangkan bangunan dengan perlakuan genangan mengalami penurunan produksi dari 546gr menjadi 512.3 gr. Penurunan hasil produksi pada bangunan dengan perlakuan genangan tidak terlalu banyak jika dibandingkan dengan perlakuan kontr ol.

  Gambar 10. Diameter Jamur pada Masing-masing Perlakuan

  2. Hasil produksi pada ketiga perlakuan yaitu kontrol, evaporative dan genangan bert urut-turut dengan rat a-rat a sebesar 601.8 gr, 896 gr, dan 529 gr.

  26

  Repositor y.usu.ac.id/ bitstream/ 1 234. Diakses tanggal

  Anonim, 2015. BAB I I . Tinjauan Pust aka, Air, Karakt eristik Air.

  2. Perlu dilakukan penelit ian tentang rancang bangun rumah j amur t iram dari data yang diperoleh sebagai referensi agar hasil produksi jamur tiram lebih baik.

  1. Pada bangunan evaporative pad perlu dikaji lagi t ent ang pemberian air yang ada. Hal ini agar kelembaban dan suhu ruangan tidak melebihi batas ideal jamur t iram.

  Saran

  W/ m 2 .K dan 0.00871 W/ m 2 .K

  evaporative sebesar 0.00719

  4. Nilai koefisien pindah panas pada perlakuan kontrol rat a-rat a sebesar 0,00825 W/ m 2 .K perlakuan dengan

  berturut -turut 8.40 cm, 8.03 cm, 6,38 cm

  evaporative dan genangan

  3. Rat a-rat a diameter tudung j amur t iram pada perlakuan kontrol,

  C, 97.41% , 27.79 o C pada perlakuan genangan.

  Dari hasil pengamatan berdasarkan Gambar 12. menunjukkan kualitas yang baik dihasilkan oleh bangunan kontrol dan evaporative ini dapat dilihat dari rata-rat a diameter yaitu 8.40 cm pada bangunan kont rol dan 8.03 cm pada bangunan

  27.12 o

  C, 94.95% , 27.81 o C pada perlakuan kontrol. 26.60, 95.78% , 27.60 o C pada perlakuan evaporat ive.

  1. Profil suhu, RH, suhu media bag log berturut -turut sebesar 27.08 o

  Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulakan sebagai berikut:

  PENUTUP Kesimpulan

  Pada bangunan dengan perlakuan genangan rata-rat a diameter yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan kedua bangunan lainnya yaitu sebesar genangan di musim panas menghambat pertumbuhan jamur tiram yang disebabkan oleh kelembaban yang tinggi, dan suhu yang tinggi pula seperti yang dijelaskan pada Grafik sebelumnya di atas.

  dibandingkan bangunan kontrol. Hal ini disebabkan oleh perlakuan kontrol tidak memiliki tambahan air atau suplai air, uap air sudah habis terserap sehingga menyebabkan suhu ruang tinggi dengan kelembaban rendah. I ni tidak sesuai dengan syarat tumbuh j amur tiram yang membutuhkan suhu rendah dengan kelembaban tinggi, sehingga berdampak terhadap hasil produksi j amur tiram.

  evaporative lebih t inggi bila

  hanya selisih 0.37 cm, namun bila dilihat dari berat jamur t iram bangunan

  evaporative tidaklah t erlalu banyak

  bangunan kontrol dan bangunan

  evaporative. Perbedaan diameter ant ara

DAFTAR PUSTAKA

  Anonim. 2015. Faktor yang

  jurusan teknik pert ania. Fatet a.

  pada rumah t anaman j amur dengan sistem kendali fuzzy.

  Publishing Group, a Division of Random House, I nc. Pittsburgh. Wijaya, K. 1999. Pengendalian suhu

  Everyday Quest ion. Dell

  Wolke R. 2000. Scientific Answer t o

  Pads: Usein Lowering I ndoor Air Temperature. Ohio State University.http: / / ohioline.osu.ed u/ aex-fact / 0127.html.

  Bandung. Strobel. B.R. et.al.....Evaporative Cooling

  Untung Besar dari Bisnis Jamur Tiram. PT. Agromedia Pust aka.

  januari 2015) Rahmat, Suryani dan Nurhidayat. 2011.

  letak instrumen terkendali pada pembudidayaan j amur tiram.htm. (diakses tanggal 28

  1 No. 1.http: / / www. Malang.

  Tat a Let ak I nstrumen Terkendali pada Pembudidayaan Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus).Vol.

  R Juworo. 2012. Rancang Bangun dan

  I PB Parjimo. H. dan Drs. Agus Andoko. 2007. Budidaya Jamur Kuping, Jamur Tiram dan Jamur Merang. Agromedia Pust aka. Solo

  Kelembaban Udara dalam Ruang Tumbuh aur Terkendali. Skrips-

  mempengaruhi suhu/ temperatur udara. Adha-west prog-

  Paramita, F.P 1999. Distribusi Suhu dan

  april 2015) Meina I in. 2007. Budidaya Jamur Tiram. Azka Press. Jakarta

  Kalor. Salemba Teknika. Jakart a Kamaruddin Abdullah, dkk. 2008. Pendekatan Analitik untuk Menduga Koefisien Pindah Panas Konveksi. Vol.22, No. 1 ht tp: / / www. Bogor. go.id/ Pendekat an Analitik untuk Menduga Koefisien Pindah Panas Konveksi. (diakses t anggal 19

  I nc.Canada Koest oer Raldi A. 2002. Perpindahan

  Heat And Mass Transfer. Edisi Ketiga. John Wiley & Sons,

  20 februari 2015) Holman J.P, 1986. Heat Transfer. McGraw-Hill, Ltd. Oklahoma. I ncropera. F. 1990. Fundament als of

  Surabaya.go.id/ Perancangan Sistem Pengendalian Suhu Kumbung Jamur dengan Logika Fuzzy (diakses tanggal

  Sistem Pengendalian Suhu Kumbung Jamur dengan Logika Fuzzy. Vol 1., No. 1, ( 2013) 1-6. ht tp: / / www.

  Cordova. 2013. Perancangan

  Djarijah. 2001. Budidaya Jamur Higuitta, Mahendra Ega dan Hendra

  19 okt ober 2015. Djarijah. N.M. dan Abbas Siregar

  Retnowulandari310.files.worspre ss.com. diakses t anggal

  blogspot .com/ 2012/ 10/ 18 Anonim. 2015. Hubungan Kelembaban, Suhu dan Kapasitas Udara.

  Skripsi. Jurusan teknik pert ani. Fateta. I PB