PERANAN GABUNGAN POLITIK INDONESIA DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN INDONESIA TAHUN 1939-1941

PERANAN GABUNGAN POLITIK INDONESIA DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

  Program Studi Pendidikan Sejarah

  Oleh: Natalia Kartika Dewi Rudiyanto NIM : 071314031 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2013

PERANAN GABUNGAN POLITIK INDONESIA DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

  Program Studi Pendidikan Sejarah

  Oleh: Natalia Kartika Dewi Rudiyanto NIM : 071314031 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2013

  

MAKALAH

PERANAN GABUNGAN POLITIK INDONESIA DALAM PERJUANGAN

KEMERDEKAAN INDONESIA TAHUN 1939-1941

  

Oleh:

Natalia Kartika Dewi Rudiyanto

NIM : 071314031

  Telah Disetujui Oleh: Pembimbing

  Dr. Anton Haryono, M. Hum. Tanggal 18 Juli 2013

  

MAKALAH

PERANAN GABUNGAN POLITIK INDONESIA DALAM PERJUANGAN

KEMERDEKAAN INDONESIATAHUN 1939-1941

  Dipersiapkan dan ditulis oleh : Natalia Kartika Dewi Rudiyanto

  NIM : 071314031 Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji

  Pada tanggal 13 November 2013 Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

  Susunan Panitia Penguji Nama Lengkap Tanda Tangan Ketua : Indra Darmawan, S.E.,M.Si. ................................

  Sekertaris : Dra. Theresia Sumini, M.Pd. ................................ Anggota : Dr. Anton Haryono, M.Hum. ................................ Anggota : Drs. B. Musidi, M.Pd. ................................

  Yogyakarta, 13 November 2013 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Dekan, Rohandi, Ph.D.

  

PERSEMBAHAN

  Tugas Akhir Makalah ini saya persembahkan kepada: 1.

  Kedua orang tua saya, April Rudiyanto dan Yudi Wardani yang telah memberikan dukungan dan doa kepada saya selama mengerjakan tugas akhir ini.

  2. Tante saya, Ibu Yudi Warnani yang telah memberikan dukungan dan doa kepada saya selama mengerjakan tugas akhir ini.

  3. Adik-adik saya Yulia Permatasari Rudiyanto, Antariksa Doni Rudiyanto, Purbaningtyas Sitaresmi Rudiyanto, Widyo Adi Baskoro, dan Ella Widya Nugrahaeni yang telah memberikan dukungan dan doa.

  4. Teman-teman saya di Program Pendidikan Sejarah Angkatan 2007 yang telah banyak memberikan masukan, bantuan, dukungan, serta doa kepada saya.

  MOTTO

  “Cara kamu menilai diri kamu adalah cara orang lain menilai kamu”

  (Paul Arden)

  “Mulailah berpikir dan bertindak layaknya seorang pemenang”

  (Paul Arden)

  “Kepercayaan dan ketekunan menghasilkan proses peningkatan pengetahuan, tanggung jawab, inisiatif, dan kreativitas”

  (Daniel Tumiwa)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa makalah yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan atau daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 13 November 2013 Penulis,

  Natalia Kartika Dewi Rudiyanto

  

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Natalia Kartika Dewi Rudiyanto Nomor Mahasiswa : 071314031

  Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

  

“Peranan Gabungan Politik Indonesia Dalam Perjuangan Kemerdekaan

Indonesia Tahun 1939-1941

  beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta, 13 November 2013 Yang menyatakan Natalia Kartika Dewi Rudiyanto

  

ABSTRAK

PERANAN GABUNGAN POLITIK INDONESIA DALAM PERJUANGAN

KEMERDEKAAN INDONESIA TAHUN 1939-1941

  Natalia Kartika Dewi Rudiyanto Universitas Sanata Dharma

  2013 Penulisan tugas akhir ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis

  1) Faktor apa yang melatarbelakangi dibentuknya Gabungan Politik Indonesia pada tahun 1939, 2) Peranan Gabungan Politik Indonesia dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1939-1941, 3) Kontribusi Gabungan Politik Indonesia dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1939-1941. Penulisan tugas akhir ini disusun dengan berdasarkan metode penelitian sejarah yang mencakup lima tahapan yaitu, perumusan judul, pengumpulan sumber, verifikasi (kritik sumber), interpretasi, dan historiografi dengan pendekatan sosial- politik yang ditulis secara deskriptif analitis.

  Hasil dari penulisan tugas akhir ini adalah: 1) Faktor yang melatarbelakangi dibentuknya Gabungan Politik Indonesia pada tanggal 21 Mei 1939 adalah ditolaknya Petisi Soetardjo oleh pemerintah Belanda. 2) Peranan Gabungan Politik Indonesia dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia adalah, menggagas program aksi “Indonesia Berparlemen” pada tanggal 4 Juli 1939, meyelenggarakan Kongres Rakyat Indonesia pada tanggal 23-25 Desember 1939, dan mengeluarkan resolusi perubahan ketatanegaraan (Nood Staatsrecht). 3) Kontribusi Gabungan Politik Indonesia dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia adalah disusunnya rancangan bentuk dan susunan negara Indonesia pada tanggal

  31 Januari 1941, dan menyelenggarakan kembali Kongres Rakyat Indonesia tanggal 13 hingga 14 April 1941 di Yogyakarta yang menghasilkan pembentukan Majelis Rakyat Indonesia.

  

ABSTRACT

THE ROLE OF GABUNGAN POLITIK INDONESIAN

  IN INDONESIA’S

STRUGGLE FOR INDEPENDENCE IN 1939-1941

  Natalia Kartika Dewi Rudiyanto Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

  2013 This final assignment is aimed to describe and analyze: 1) The factor that helped establish Gabungan Politik Indonesia in 1939, 2) The role of Gabungan

  Politik Indonesia

  in Indonesia’s struggle for independence in 1939-1941, 3) The contribution of Gabungan Politik Indonesia in Indonesia’s struggle for independence in 1939-1941.

  The method of the study includes observation which comprise of five phases: Topic Selection, Heuristic, Verification, Interpretation, and Historiography. Using socio-political approach, the result is presented in analytical descriptive writing.

  The results of this final assignment are, 1) The factor that established

  Gabungan Politik Indonesia in

21 May 1939 was the rejection of Soetardjo’s

  Petition by the Dutch government. 2) The role of Gabungan Politik Indonesia in Indonesia’s struggle for independence was to form established parliament using action program “Indonesian Parliament” since 4 July 1939 by Indonesian People Congress in 23-25 December 1939 , and consider state structure changed that was state structure’s law for critical situation. 3) The contribution of Gabungan Politik

  Indonesia

  in Indonesia’s struggle for independence in 1939-1941 was to arrange Indonesian form and polity of Indonesian state in 31 January 1941, and holding the Indonesian People Congress in 13 until 14 April 1941 in Yogyakarta, which resulted in the formation of the Indonesian People Council.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan segala rakmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Makalah yang berjudul “Peranan Gabungan Politik

  Indonesia Dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia Tahun 1939-1941 ”.

  Penulisan Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) di Universitas Sanata Dharma, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, Program Studi Pendidikan Sejarah. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tugas Akhir Makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu maka penulis menyampaikan terima kasih kepada:

  1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

  2. Bapak Indra Darmawan SE., M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial.

  3. Ibu Dra. Th. Sumini, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah.

  4. Bapak Dr. Anton Haryono, M.Hum., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, dukungannya dalam membimbing penulisan Tugas Akhir Makalah ini.

  5. Seluruh Dosen dan karyawan sekretariat program studi Pendidikan Sejarah atas saran dan bantuannya selama penyusunan Tugas Akhir Makalah ini.

  6. Kedua orang tua saya yang telah mendukung saya baik dalam bentuk moril dan materil selama penyusunan Tugas Akhir Makalah ini.

  7. Semua pihak yang telah membantu saya dalam penyusunan makalah ini yang tidak dapat saya sebut satu per satu.

  Penulis menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan Tugas Akhir Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya makalah ini.

  Demikian Tugas Akhir Makalah ini disusun, semoga dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya. Dan penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dalam kata-kata yang kurang berkenan.

  Yogyakarta, 15 Juli 2013 Natalia Kartika Dewi Rudiyanto

  DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ iii

HALAMAN PERSEMBAHAN .............................................................

  iv

  

HALAMAN MOTTO ............................................................................ v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................. vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

  

ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .............................. vii

ABSTRAK .............................................................................................. viii

ABSTRACT ............................................................................................ ix

KATA PENGANTAR ..........................................................................

  x

  

DAFTAR ISI ........................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................

  1 A.

  1 Latar Belakang ........................................................................

  B.

  7 Rumusan Masalah ...................................................................

  C.

  7 Tujuan dan Manfaat Penulisan ................................................

  1.

  7 Tujuan Penulisan ...............................................................

  2.

  8 Manfaat Penulisan .............................................................

  D.

  9 Sistematika Penulisan .............................................................

  BAB II LAHIRNYA GABUNGAN POLITIK INDONESIA TAHUN

1939 ..............................................................................................

  11 A.

  13 Petisi Soetardjo .......................................................................

  B.

  21 Lahirnya Gabungan Politik Indonesia .....................................

  BAB III PERANAN GABUNGAN POLITIK INDONESIA DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN INDONESIA

TAHUN 1939-1941 ......................................................................

  26 A. Menggagas Manifesto Pembentukan Parlemen ......................

  27 B. Menyelenggarakan Kongres Rakyat Indonesia .......................

  30 C. Mengeluarkan Resolusi Perubahan Ketatanegaraan ...............

  39 BAB IV KONTRIBUSI GABUNGAN POLITIK INDONESIA

  DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN INDONESIA

TAHUN 1939-1941 ......................................................................

  44 A. Terbentuknya Rancangan Susunan Parlemen Bentukan GAPI .......................................................................................

  44 B. Terbentuknya Majelis Rakyat Indonesia .................................

  49 BAB V KESIMPULAN ..........................................................................

  59 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................

  63 LAMPIRAN ............................................................................................

  65

  DAFTAR LAMPIRAN SILABUS .................................................................................................

  66 RPP ..........................................................................................................

  70

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendudukan wilayah Indonesia oleh pemerintah Belanda sejak masa VOC hingga masa Politik Kolonial Liberal menyebabkan keterbelakangan

  bangsa Indonesia yang lahir atas penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda. Inilah yang menyebabkan mulai tumbuh dan berkembangnya kesadaran untuk mengangkat harkat dan martabat Indonesia dari keterpurukan yang muncul akibat dari kolonialisme yang berkepanjangan di bumi pertiwi. Memasuki abad ke 20, Indonesia masuk dalam periode Kebangkitan Nasional, yang mana pada periode ini mulai muncul dan tumbuhnya kesadaran di benak bangsa Indonesia, terutama dari kaum cendekiawan dan terpelajar Indonesia, baik yang menuntut ilmu di Indonesia, maupun yang berada di luar negeri, terutama di negeri Belanda.

  Pertumbuhan dan kesadaran yang menjiwai proses itu menurut bentuk manifestasinya telah melalui langkah-langkah yang wajar, yaitu mulai dengan lahirnya ide-ide seperti emansipasi dan liberalisme dari status serba terbelakang, baik yang berakar dari tradisi maupun yang tercipta oleh situasi

  1

  kolonial . Dengan adanya diskriminasi di dalam masyarakat, maka rakyat 1 menjadi sadar akan ketidaksamaan hak-hak yang dimilikinya dan akan

  

Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional, Jakarta,

  2

  keadaannya yang terjajah itu . Dari dasar itulah maka akhirnya muncul keinginan atau cita-cita yang luhur demi terangkatnya taraf hidup dan meningkatnya kesadaran akan pendidikan bagi bangsa Indonesia, yang selama hampir tiga setengah abad ditindas oleh pemerintahan kolonial Hindia Belanda.

  Pergerakan nasional di Indonesia erat hubungannya dengan keberhasilan negara-negara Asia lainnya, yaitu seperti kemenangan Jepang atas Rusia pada tahun 1905, Gerakan Turki Muda, Revolusi Cina, juga dengan pergerakan-pergerakan nasional lainnya di negara-negara tetangga, yakni di India dan Filipina yang pada saat itu juga sedang mengalami gejolak kebangkitan nasional. Inilah yang mempengaruhi perjuangan kaum nasionalis di Indonesia. Pengaruh lainnya yang menyebabkan berkembangnya gerakan- gerakan tersebut adalah adanya ekspansi pendidikan modern yang pada saat itu tumbuh dengan pesatnya, sehingga memunculkan para cendekiawan pribumi Indonesia

  Memasuki tahun 1920 pergerakan nasional Indonesia telah mengalami perkembangan, terutama dalam kesadaran bidang politik. Awalnya beberapa organisasi belum menjadikan politik sebagai fokus utamanya, tetapi menjelang Perang Dunia I pada awal dekade abad 20, organisasi-organisasi pergerakan mulai mengubah haluannya ke arah politik, termasuk pula Budi Oetomo dan Sarekat Islam, yang awalnya berfokus pada pendidikan dan ekonomi. Indie 2 Werbaar (Aksi Hindia Bertahan) yang digagas oleh pemerintah kolonial

  Belanda mendapatkan tanggapan positif dari kaum pergerakan, yang kemudian dilanjutkan dengan dibentuknya Dewan Rakyat (Volksraad) pada tanggal 16 Desember 1916 dan baru diresmikan pada tanggal 18 Mei 1918. Dewan Rakyat ini merupakan badan penasehat yang bertugas memberikan nasehat dan masukan kepada Gubernur Jendral, dengan harapan nantinya mampu menyalurkan aspirasi politik rakyat Indonesia kepada pemerintah kolonial Belanda.

  Organisasi-organisasi pergerakan nasional yang awalnya bersikap lunak dan kooperatif terhadap pemerintah kolonial tersebut pada tahun 1920an mulai bersikap radikal terhadap pemerintah, terutama terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang dinilai tidak adil. Kecenderungan perubahan sikap ini disebabkan oleh masuknya pengaruh paham sosialis dan komunis dengan gagasan yang diusung, yakni Marxisme-Revolusioner yang berhasil menggeser sikap perjuangan nasional ke arah antikolonialisme dan antikapitalisme dengan ekstrem-revolusionernya. Baik SI maupun BO tidak dapat terhindar dari proses radikalisasi, setengahnya karena politik kolonial yang reaksioner, setengahnya karena terpengaruh agitasi pemimpin-pemimpin

  3 sosialis-komunis tersebut di atas .

  Salah satu bentuk sikap yang dianggap radikal oleh pemerintah kolonial Belanda adalah ketika menjelang dibentuknya Dewan Rakyat (Volksraad), Budi Oetomo membuat program sebagai bentuk tuntutan mereka, yaitu: 1. 3 Segera dibentuknya sistem pemerintahan parlementer.

  2. Segera dibuatnya undang-undang yang menjamin persamaan bagi semua warga masyarakat.

  3. Dibukanya kesempatan terbuka bagi perkembangan semua golongan masyarakat.

  Program politik yang disampaikan oleh Budi Oetomo ini menyebabkan organisasi ini tergabung dalam Radicale Concentratie (Konsentrasi Radikal), yaitu badan yang mempersatukan aliran-aliran kiri yang ada di dalam

  Volksraad . Bersama-sama dengan SI, ISDV, dan Insulinde, Radicale Concentratie yang terbentuk pada tanggal 16 November 1918 menuntut

  dibentuknya pemerintahan parlementer. Radicale Concentratie dapat dikatakan sebagai badan konsentrasi nasional pertama pada awal pergerakan nasional Indonesia.

  Dalam perkembangan antara tahun 1920-an hingga awal tahun 1930-an mulai banyak bermunculan gerakan-gerakan baik dari kaum nasionalis maupun kaum komunis. Pada periode ini pula mulai banyak bermunculan partai-partai, seperti Indische Vereeniging (Perkumpulan Hindia) yang dibentuk pada tahun 1908 yang kemudian berubah nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), PNI (Partai Nasional Indonesia), PKI (Partai Komunis Indonesia). Pada dekade ini bisa dikatakan bahwa pergerakan dari kaum nasionalis lebih bersikap radikal dan berani menentang segala kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial Belanda. Salah satu organisasi yang berani menentang adalah Partai Nasional Indonesia yang dipimpin oleh Ir. Soekarno. Partai ini dibentuk untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dengan kekuatan sendiri, oleh karenanya maka diperlukanlah persatuan bangsa.

  PNI menjalankan aksinya dengan gencar, seperti menyelenggarakan kongres-kongres PNI pada tanggal 27-30 Mei 1928 dan pada tanggal 18-20 Mei 1928. Rupanya aksi-aksi yang digencarkan oleh PNI ini mendapatkan simpati dari seluruh lapisan masyarakat, dan PNI juga mengalami kemajuan- kemajuan dalam menjalankan usahanya untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Sepak terjang PNI ini membuat resah kaum reaksioner Belanda, sehingga pada tahun 1929 dibentuklah Vaderlandsche Club yang tujuan utamanya adalah mendesak pemerintah kolonial Belanda untuk segera menindak tegas PNI, karena kegiatan yang dilakukan oleh partai politik tersebut dinilai sudah membahayakan. Desakan-desakan yang dikeluarkan oleh badan tersebut mendapatkan respon dari pemerintah kolonial Belanda, Gubernur Jendral De Jonge, yang menjalankan pemerintahnya dengan tangan besi, tidak segan-segan menangkap kaum nasionalis dan membuangnya ke luar pulau Jawa, seperti yang dilakukannya kepada Ir. Soekarno ke Ende, Flores. Begitu juga dengan menangkap serta membuang para petinggi PNI yang lain, meskipun mereka sudah memecahkan diri dari PNI dan membuat organisasi-organisasi sendiri, seperti Partindo dan PNI-Baru (Partai Pendidikan Indonesia).

  Akibat sikap keras pemerintah kolonial Belanda dalam menindak para kaum nasionalis Indonesia dengan cara menangkap dan membuang ke luar pulau Jawa, maka gerakan kaum nasionalis Indonesia yang awalnya bersifat radikal dan non kooperatif terhadap pemerintah mulai merubah haluannya menjadi lebih lunak dan kooperatif, salah satunya adalah dibentuknya Fraksi Nasional oleh M.H. Thamrin yang juga merupakan anggota dari Volksraad, Parindra (Partai Indonesia Raya). Salah satu tujuan dari pembentukan organisasi tersebut adalah, memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dengan cara kooperatif, yaitu dengan bekerjasama dengan pihak pemerintah kolonial Belanda. Salah satunya adalah terobosan yang dilakukan oleh Soetardjo Kartohadikoesoemo dengan menggagas petisi Soetardjo, meskipun pada akhirnya petisi tersebut ditolak oleh pemerintah.

  Gagal akibat ditolaknya petisi Soetardjo rupanya tidak membuat kaum nasionalis putus asa, salah satu bentuk usaha mereka adalah dengan membentuk Gabungan Politik Indonesia sebagai badan konsentrasi nasional. Sebelum dibentuknya GAPI sebagai wadah untuk menyatukan organisasi- organisasi politik di Indonesia, sudah ada pula usaha untuk menyatukan organisasi-organisasi politik tersebut dalam satu wadah, yaitu pada tahun 1926 telah dibentuk Indonesische Eenheids Comite (Komite Persatuan Indonesia), akan tetapi komite tersebut tidak berhasil atau gagal. Kemudian pada tahun 1927, tepatnya pada tanggal 27 Desember 1927. Partai Nasional Indonesia (PNI) membentuk Pemufakatan Perhimpunan Partai Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI), dan organisasi hasil bentukan partai ini bisa dikatakan berhasil dan berjalan cukup lama, hingga lahirnya Gabungan Politik Indonesia

  4

  (GAPI) pada tanggal 21 Mei 1939 . Adapun salah satu tujuan GAPI adalah untuk melanjutkan gagasan dari Petisi Soetardjo yang ditolak oleh pemerintah kolonial Belanda.

  B. Rumusan Masalah

  Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada makalah yang berjudul “Peranan Gabungan Politik Indonesia dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia Tahun 1939-

  1941”, adalah: 1. Faktor apa yang melatarbelakangi dibentuknya Gabungan Politik

  Indonesia (GAPI) pada tahun 1939? 2. Bagaimana peranan Gabungan Politik Indonesia (GAPI) dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1939-1941?

  3. Apa kontribusi Gabungan Politik Indonesia (GAPI) dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1939-1941?

  C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

  Adapun tujuan dari penulisan makalah yang berjudul Peranan Gabungan Politik Indonesia Dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia tahun 1939-1941 ini adalah sebagai berikut:

4 A. Kardiyat Wiharyanto, Sejarah Indonesia Baru I: Pergerakan Nasional, Yogyakarta, 2007,

  a.

  Untuk mendeskripsikan dan menganalisa faktor-faktor penting yang melatarbelakangi dibentuknya Gabungan Politik Indonesia pada tahun 1939.

  b.

  Untuk mendeskripsikan dan menganalisa peranan Gabungan Politik Indonesia dalam dunia perpolitikan di Indonesia pada tahun 1939 hingga tahun 1941.

  c.

  Untuk mendeskripsikan dan menganalisa kontribusi Gabungan Politik Indonesia dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1939 hingga tahun 1941.

2. Manfaat Penulisan

  Adapun manfaat dari penulisan makalah berjudul Peranan Gabungan Politik Indonesia dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1939-1941, adalah sebagai berikut: a.

  Bagi Universitas Sanata Dharma Dari penulisan ini dharapkan dapat menambah koleksi bahan bacaan yang dapat memperkaya khasanah dunia pustaka khususnya pada karya tulis yang nantinya dapat dimanfaatkan sebagai bahan referensi bagi mahasiswa. Terutama mengenai penulisan tentang peranan Gabungan Politik Indonesia (GAPI) dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1939 hingga tahun 1941.

  b.

  Bagi Ilmu Pengetahuan Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengetahuan, serta informasi mengenai Sejarah Indonesia, terutama sejarah mengenai organisasi perpolitikan Indonesia sebelum masa kemerdekaan Indonesia, yaitu mengenai peranan Gabungan Politik Indonesia (GAPI) dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1939 hingga 1941.

  c.

  Bagi Penulis Penulisan tugas akhir makalah ini akan menambah pengetahuan serta pengalaman baru bagi penulis, serta menjadi sarana untuk menerapkan teori-teori yang telah penulis dapatkan selama duduk di bangku kuliah untuk dipraktikkan di dunia nyata, sehingga dapat dijadikan sebagai bekal berharga penulis untuk menjadi calon guru sejarah yang kompeten dan profesional.

D. Sistematika Penulisan

  Adapu n sistematika penulisan makalah yang berjudul “Peranan Gabungan Politik Indonesia Dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia Tahun 1939-

  1941”, adalah sebagai berikut:

  BAB I Bab ini berisi bagian pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, serta sistematika penulisan.

  BAB II Bab ini berisi uraian mengenai faktor-faktor penting yang melatarbelakangi lahirnya Gabungan Politik Indonesia pada tahun 1939.

  BAB III Bab ini berisi uraian mengenai peranan Gabungan Politik Indonesia dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dalam rentang waktu 1939 hingga tahun 1941. BAB IV Bab ini berisi uraian mengenai kontribusi Gabungan Politik Indonesia dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, pada tahun 1939 hingga tahun 1941. BAB V Bab ini berisi kesimpulan dari permasalahan-permasalahan yang telah dibahas pada Bab II, III, dan IV.

BAB II LAHIRNYA GABUNGAN POLITIK INDONESIA TAHUN 1939 Pasca ditangkap dan dibuangnya para pemimpin gerakan-gerakan nasionalis

  yang dianggap oleh pemerintah kolonial Belanda radikal, seperti Ir. Soekarno ke luar Jawa, para pendukung gerakan nasionalis mulai mendirikan partai-partai lainnya, seperti Mr. Sartono, mendirikan Partai Indonesia (Partindo), Moh. Hatta dan Sutan Sjahrir mendirikan Pendidikan Nasional Indonesia (PNI-Baru). Tujuan dari didirikannya kedua partai tersebut adalah memperjuangkan kemerdekaan politik Indonesia dengan menggunakan taktik non kooperasi. Dalam sistemnya, PNI lebih mengutamakan kepada pendidikan politik dan sosial, sedangkan Partindo sendiri lebih mengutamakan kepada aksi massa, karena menurut partai ini aksi massa dianggap sebagai senjata paling cocok untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Dalam perkembangannya, kedua organiasasi ini tidak berhasil dalam usahanya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Ini dikarenakan sikap pemerintah kolonial Belanda yang sangat keras mengawasi gerak-gerik kaum nasionalis Indonesia, terutama pada saat dipimpin oleh Gubernur Jendral De Jonge yang dengan segera menindak gerakan-gerakan tersebut dengan menangkap dan membuang pemimpin-pemimpin nasionalis, seperti Partindo dan PNI-Baru ke luar Jawa, seperti ke Digul ataupun ke Ende, Flores.

  Akibat dari sikap pemerintah kolonial Belanda yang sangat keras dalam menindak kaum nasionalis yang berusaha dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, maka munculah ide untuk membentuk Fraksi Nasional dalam tubuh

  

Volksraad . Gagasan ini diangkat oleh M.H. Thamrin yang merupakan seorang

  anggota Dewan Rakyat yang juga ketua perkumpulan kaum Betawi. Fraksi Nasional ini dibentuk pada tanggal 27 Januari 1930 di Jakarta dengan anggota berjumlah 10 orang yang terdiri dari perwakilan daerah-daerah di seluruh Indonesia, seperti Jawa, Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan. Fraksi ini mengangkat M.H. Thamrin sebagai ketuanya. Dalam tindakannya Fraksi Nasional

  5

  lebih memusatkan usahanya di dalam lingkungan Volksraad . Tujuan dari dibentuknya Fraksi Nasional ini adalah menjamin adanya kemerdekaan dalam waktu yang singkat, melalui usaha merubah ketatanegaraan, penghapusan perbedaan politik, ekonomi, dan intelektual, dan menjalankan usaha tanpa harus melanggar hukum.

  Pembentukan Fraksi Nasional ini muncul akibat dari politik tangan besi yang dijalankan oleh Gubernur Jendral De Jonge yang sukses melumpuhkan gerakan-gerakan nasional yang dijalankan oleh kaum nasionalis Indonesia yang bersikap radikal. Oleh karenanya akibat ditangkapnya kaum non kooperator oleh pihak Belanda, maka munculah kaum nasionalis Indonesia yang kooperator dengan pemerintah kolonial Belanda, seperti halnya anggota-anggota Fraksi Nasional ini. Di luar Fraksi Nasional sendiri bermunculan pula partai-partai dan 5 organisasi-organisasi bentukan kaum nasionalis yang awalnya memang sudah bersikap kooperatif maupun yang berubah haluan dari yang non kooperatif menjadi kooperatif. Partai dan organisasi tersebut seperti, Parindra, PBI, Budi Oetomo, PSII, dan Gerindo. Perubahan haluan dalam usaha memperjuangkan kemerdekaan Indonesia ini karena sudah tertutupnya pintu non kooperatif akibat dari sikap pemerintah kolonial Belanda dalam membungkam aksi-aksi kaum nasionalis Indonesia yang bersikap radikal. Oleh karenanya salah satu usaha yang dilakukan oleh kaum nasionalis Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, adalah seperti yang dilakukan oleh Soetardjo Kartohadikusumo dengan gagasannya yaitu Petisi Soetardjo.

A. Petisi Soetardjo

  Soetardjo Kartohadikusumo merupakan wakil dari Perhimpunan Pegawai Bestuur

6 Bumiputera (PPBB), yang merupakan sebuah perhimpunan

  pangreh praja bumi putera. Soetardjo bersama I.J. Kasimo, Dr. Sam Ratulangie, Datuk Tumenggung, Kwo Kat Tiong, dan Alatas, menandatangani usulan mengenai hubungan kerjasama antara Indonesia dengan Belanda di masa depan kepada pemerintah Hindia Belanda melalui Volksraad. Usul yang disampaikan oleh Soetardjo Kartodirdjo pada tanggal 15 Juli 1936 ini dikenal dengan nama Petisi Soetardjo. Adapun tujuan dari dicetuskannya petisi ini adalah, usulan agar diselenggarakan suatu konferensi oleh Kerajaan Belanda yang mana konferensi tersebut membahas mengenai hubungan kerjasama yang baik antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda juga dalam status politik pemerintah kolonial Belanda, yaitu status otonomi dalam usaha untuk 6 menentukan nasib atas kedudukan Indonesia sebagai negara yang merdeka dalam jangka waktu 10 tahun mendatang yang didasarkan dalam batasan artikel 1 dari UUD Negeri Belanda Tahun 1922. Ini didasarkan atas pengalaman di tahun-tahun sebelumnya yang banyak menimbulkan kekecewaan, kegelisahan, dan sikap acuh tak acuh, yang kesemuannya itu

  7 tidak mendorong sikap semangat rakyat untuk turut serta membangun negeri .

  Oleh karena itu didasarkan atas pengalaman di masa lalu dan dengan keinginan untuk memupuk semangat yang mulai redup tersebut agar hidup kembali, maka disusunlah suatu rencana yang matang untuk memperbaiki hubungan antara Kerajaan Belanda dengan Indonesia dalam bidang ekonomi, sosial, kultural, dan politik yang disesuaikan atas kebutuhan masing-masing pihak. Adapun isi dari petisi Soetardjo tersebut adalah, memohon kepada

  Volksraad agar mendesak pemerintah tertinggi Kerajaan Belanda dan Staten Generaal untuk segera mengadakan konferensi yang nantinya dihadiri oleh

  wakil-wakil Kerajaan dan wakil-wakil dari Indonesia dalam usaha untuk merencanakan persiapan kemerdekaan Indonesia dalam jangka waktu 10 tahun atau dalam waktu yang ditentukan. Perubahan-perubahan yang disampaikan dalam petisi ini antara lain adalah:

  1. Pulau Jawa dijadikan satu propinsi, dan daerah-daerah lain luar pulau Jawa dijadikan sebagai kelompok-kelompok daerah (groeps gemeenschappen) yang otonom.

  2. 7 Sifat dualisme pemerintah daerah harus dihapus.

  3. Gubernur Jendral yang diangkat oleh Raja mempunyai hak kekebalan (onschendbaar).

  4. Direktur tiap departemen bertanggungjawab atas instansinya.

  5. Volksraad dibentuk menjadi parlemen sesungguhnya. Dan ketua, wakil ketua, dan anggota mempunyai hak suara.

  6. Pada Raad van Indie, anggota dan wakil presidennya diangkat oleh Raja.

  7. Dibentuknya Dewan Kerajaan (Rijksraad), sebagai badan tertinggi yang menghubungkan antara Kerajaan Belanda dan Indonesia.

  8. Penduduk Indonesia merupakan orang yang dilahirkan di Indonesia, sedangkan untuk orang asing yang dilahirkan di Indonesia diharuskan

  8 mengikuti seleksi.

  Dari isi yang disampaikan petisi tersebut sudah terlihat bahwa rumusan dari isi petisi ini bersifat moderat, berjiwa kooperatif, dan juga mempunyai sikap hati-hati, karena tidak keluar dari kerangka konstitusional yang berlaku dan melalui cara yang legal pula. Sehingga petisi Soetardjo ini dinilai tidak bersifat revolusioner, dan apabila diprediksi hasilnya tidak kongkret atau nyata, akan tetapi konferensi tersebut mempunyai manfaat untuk mempertahankan pendirian dari masing-masing pihak.

  Petisi tersebut mendapat tanggapan beragam dari berbagai pihak, baik yang positif (setuju dengan isi petisi), ataupun yang negatif (menolak isi petisi). Perbedaan tanggapan ini menunjukkan keanekaragaman corak partai 8 dan sudut pandang politik. Adapun pihak-pihak yang tidak menyetujui isi petisi tersebut dari pihak Indonesia adalah Suroso, Goesti M. Noor, Wiwoho, Soekardjo Wirjopranoto. Alasan-alasan penolakan terhadap petisi tersebut, seperti yang disampaikan oleh Goesti M. Noor, bukan karena isi petisi, melainkan karena cara penyampaian pengajuan petisi, yaitu dengan cara menengadahkan kedua tangan atau dengan cara meminta atau memohon kepada pihak Kerajaan Belanda. Selain dari Goesti M. Noor, pihak lain yang juga menolak petisi ini adalah dari Fraksi Nasional yang bersikap skeptis atau meragukan hasil yang akan didapat dari pengajuan petisi Soetardjo tersebut, Selain itu, menurut pandangan dari Fraksi Nasional, petisi itu juga dapat melemahkan usaha-usaha lain yang juga memperjuangkan otonomi Indonesia dari Kerajaan Belanda. Pendapat tersebut disampaikan berdasarkan atas hal- hal sebagai berikut:

1. Usul yang tercantum dalam petisi tidak menggambarkan cita-cita yang diimpikan oleh bangsa Indonesia, yaitu impian untuk Indonesia merdeka.

  2. Pengajuan petisi untuk memperoleh perubahan kedudukan negara dinilai sangat rendah, karena menginginkan perubahan dengan cara meminta- minta.

  Dari pihak Belanda hampir semua tidak menyetujui petisi ini, kecuali dari pihak IEV (Indo-Europees Verbond), yang berpendapat bahwa ide Dewan Kerajaan sesuai dengan ide Negeri Belanda Raya yang mencakup bagian

  9

  daerah-daerahnya . Sementara itu pihak Belanda yang menolak petisi tersebut, 9 seperti VC (Vederlandse Club), mempunyai pandangan bahwa isi dari petisi tersebut masih terlalu prematur atau terlalu awal, serta dinilai tidak sesuai dengan situasi, karena menurut VC, kondisi di bidang ekonomi dan sosial Indonesia tidak stabil, sehingga belum cukup berkembang untuk dapat berdiri sendiri. Disamping VC, pihak lain yang menolak ide dari Petisi Soetardjo ini adalah dari partai-partai Kristen, seperti IKP (Indische Katholieke Partij) dan CSP (Christelijke Staatkundige Partij). Kedua partai yang seharusnya bersikap tidak terlalu konservatif terhadap nasionalisme ini berpendapat bahwa petisi Soetardjo ini diajukan di waktu yang tidak tepat, karena menurut IKP dan CSP, ada masalah-masalah yang lebih besar yang masih harus dihadapi, ditambah lagi dengan persoalan akan kesatuan yang ada dalam lingkungan

  Pax Neederlandica masih bisa dipertahankan dikarenakan perkembangan politiknya masih belum stabil.

  Untuk menindaklanjuti petisi tersebut, Volksraad pada tanggal 29 September 1936 mengadakan pemungutan suara, yang nantinya hasil pemungutan suara akan diajukan kepada Pemerintah Tertinggi dan Staten

10 Generaal di negeri Belanda. Pemungutan suara tersebut menghasilkan 26

  setuju dan 20 tidak setuju. Lalu hasil dari pemungutan suara di Dewan Rakyat diteruskan ke Negeri Belanda. Dari hasil pemungutan suara yang didapat hampir dapat disimpulkan bahwa petisi yang diajukan pada tanggal 15 Juli 1936 sangat tipis kemungkinannya untuk diterima oleh Pemerintah Tertinggi dan Staten Generaal. Hasil tersebut disimpulkan karena didasarkan atas 10 faktor-faktor yang mempengaruhi seperti berikut:

  1. Berdasarkan tingkat perkembangan politik di Indonesia petisi sangat prematur dalam hubungan itu.

  2. Dipersoalkan bagaimana kedudukan minoritas di dalam struktur politik baru.

  3. Siapakah yang akan memegang kekuasaan nanti.

  4. Tuntutan otonomi dipandang sebagai hal yang tidak wajar alamiah, karena

  11 pertumbuhan ekonomi, sosial, dan politik belum memadai .

  Sebagai bentuk usaha supaya Petisi Soetardjo disetujui oleh Pemerintah Kerajaan Belanda, maka pada tanggal 5 Oktober 1937 dibentuklah Centraal

  Comite Petitie Soetardjo (Panitia Pusat Petisi Soetardjo). Tujuan dari

  dibentuknya komite ini adalah untuk mengumpulkan dukungan dari organisasi-organisasi politik demi disetujuinya Petisi Soetardjo ini dengan cara segera membentuk sub-sub komite di daerah-daerah untuk memperjuangkan petisi tersebut. Adapun susunan dari anggota Panitia Pusat Petisi Soetardjo ini adalah: a.

  Soetardjo Kartohadikusumo b. Hendromartono c. Atik Suardi d. Otto Iskandar Dinata e. Agus Salim f.

I.J. Kasimo g.

11 Sinsu

  h.

  Datuk Tumenggung i. Sartono j. Alatas k.

  Kwo Kwat Tiong Pada tanggal 21 November 1937 komite ini mengadakan konferensi di Batavia yang dihadiri oleh wakil-wakil dari berbagai perkumpulan politik.

  Para wakil perkumpulan politik yang hadir antara lain, Moh. Husni Thamrin, Gani, Amir Syariffudin, Juanda, Bajasut (PAI:Perkumpulan Arab Indonesia),

  12

  dan Tumbulaka (dari PM:Persatuan Minahasa) . Kemudian pada tanggal 28 November 1937 atau seminggu setelah konferensi yang pertama berlangsung diadakan sebuah rapat besar yang dilaksanakan di Gang Kenari, Jakarta.

  Dalam kesempatan tersebut M. Soetardjo Kartohadikusumo menerangkan bahwa dia sebagai ambtenar BB yang mengajukan petisi tersebut memandang

  13 BB sebagai suatu jembatan di antara pemerintah dan rakyat . Dari rapat

  tersebut hampir semua partai-partai politik memberikan dukungannya untuk Petisi Soetardjo, kecuali dua partai politik, yaitu PSII dan PNI Baru yang secara terang-terangan menolak petisi tersebut. Alasan kedua partai tersebut menolak petisi Soetardjo adalah bahwa petisi seperti itu membunuh semangat

  14

  perjuangan bangsa . Sementara itu Gerindo dan Parindra bersikap setengah- setengah, dengan kata lain kedua partai politik tersebut tidak setuju dengan 12 tujuan dari petisi ini, akan tetapi setuju dengan diselenggarakannya Imperiale 13 Sri Sutjianingsih, Oto Iskandar Dinata, Jakarta, 1983, hlm. 36. 14 Idem.

  Conferentie (Konferensi Kerajaan), yang dihadiri oleh wakil-wakil dari

  Belanda dan Indonesia untuk merundingkan kedudukan Indonesia di masa depan.

  Petisi Soetardjo merupakan sebuah petisi yang diajukan oleh pihak kaum kooperator, sehingga seharusnya pemerintah Kerajaan Belanda dapat menggunakannya sebagai patokan untuk menjajaki dan memperhatikan keinginan bangsa Indonesia untuk mengurus negaranya sendiri di masa depan.

  Meskipun lingkup dari pemerintahan Indonesia masih masuk dalam lingkungan Kerajaan Belanda, akan tetapi hal itu tetap tidak membuat pihak Belanda mengabulkan petisi tersebut. Penolakan petisi diputuskan pada tanggal 16 November 1938 satu tahun setelah diajukan atas nama Ratu Belanda. Adapun yang menjadi dasar penolakan petisi adalah bahwa bangsa

  15 Indonesia belum matang untuk memikul tanggung jawab sendiri . Petisi

  Soetardjo ditolak oleh sebagian besar anggota Parlemen Belanda, sedang yang menyokong hanyalah Van Galderen dari golongan Sosialis dan Rustam Effendi dari golongan Komunis.

  Akibat dari penolakan petisi tersebut adalah munculnya kekecewaan di kalangan kaum nasionalis dan semakin berkurangnya kepercayaan mereka terhadap Pemerintahan Belanda. Akan tetapi kekecewaan tersebut tidak berlangsung lama, karena perjuangan untuk memperoleh kemerdekaan Indonesia harus dilanjutkan dan tidak boleh terhenti hanya karena ditolaknya 15 Petisi Soetardjo oleh pemerintah Belanda. Perjuangan kaum nasionalis Indonesia semakin giat dan gencar terutama menggunakan jalur yang legal dan dengan melakukan hubungan kerjasama dengan Pemerintah Belanda. Hal ini didasarkan atas situasi internasional yang sedang genting dan tidak kondusif akibat dari kekuasaan Nazi di Eropa yang mengancam negara-negara lain terutama di wilayah Eropa, tidak terkecuali Belanda. Atas dasar hal tersebut maka para kaum nasionalis semakin memperkuat persatuan dengan menggalang kekuatan barisan. Langkah pertama yang dilakukan adalah membubarkan Panitia Pusat Petisi Soetardjo pada tanggal 11 Mei 1939, kemudian setelah itu dibentuklah lagi sebuah badan politik baru Fraksi Nasional oleh salah satu anggotanya, yaitu M.H. Thamrin. Pembentukan badan politik baru itu merupakan jawaban spontan kaum nasionalis Indonesia

  

16

  terhadap penolakan Petisi Soetardjo . Dengan dibentuknya badan politik ini pula diharapkan kaum nasionalis Indonesia menjadi semakin semangat untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan semakin bersikap lebih tegas terhadap pemerintahan Belanda.

B. Lahirnya Gabungan Politik Indonesia

  Gagalnya Petisi Soetardjo akibat dari penolakan Pemerintah Belanda, menyebabkan para nasionalis semakin cepat dalam bertindak demi memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Salah satu cara untuk semakin memperkokoh kesatuan antar kaum nasionalis dengan organisasi politik yang mereka usung adalah dengan membentuk suatu badan sebagai wadah atau 16 tempat yang menaungi berbagai macam organisasi atau partai politik tersebut,

  Slamet Muljana, Kesadaran Nasional: Dari Kolonialisme Sampai Kemerdekaan 2, 1986,

  17 untuk saling menghargai serta kerjasama untuk membela kepentingan rakyat .