Uji potensi antibakteri ekstrak etanol umbi binahong [Anredera cordifolia [Tenore] steen] terhadap staphylococcus aureus ATCC 25923 dan pseudomonas aeruginos ATCC 27853 - USD Repository

  UJI POTENSI ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL UMBI BINAHONG (Anredera cordifolia (Tenore) Steen) TERHADAP Staphylococcus aureus ATCC 25923

dan Pseudomonas aeruginosa ATCC

  27853 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) Program Studi Farmasi Oleh: Martina Herlianawati

  NIM : 038114009

  Setiap masalah yang terjadi adalah proses, tantangan, dan pilihan untuk tidak menyerah pada keadaan.

  Kita yang harus mengendalikan keadaan, dan bukan keadaan yang mengendalikan kita. Jadi, jalani dengan maksimal

  Tuhan karena punya cara sendiri . untuk melihat dan menilainya

  Le Gra, Karyaku ini ada untuk:

  

INTISARI

  Binahong Anredera cordifolia (Tenore) Steen, secara empiris digunakan masyarakat untuk menyembuhkan beberapa penyakit salah satu diantaranya adalah untuk mengobati infeksi pada luka. Penyebab yang paling umum pada infeksi kulit yang terluka adalah Staphylococcus aureus dan Pseudomonas

  

aeruginosa . Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui potensi

  ekstrak etanol umbi binahong terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas

  

aeruginosa . Selain itu perlu diketahui pula kandungan kimia dalam umbi

  binahong yang berperan sebagai senyawa antibakteri. Maka dilakukan uji tabung dari serbuk umbi binahong dan ui KLT dari ekstrak etanol.

  Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni rancangan acak lengkap pola satu arah. Subyek uji dalam penelitian ini adalah Staphylococcus

  

aureus ATCC 25923 yang merupakan bakteri gram positif dan Pseudomonas

aeruginosa ATCC 27853 yang merupakan bakteri gram negatif. Penentuan

  aktivitas antibakteri umbi binahong dilakukan dengan metode difusi paperdisk. Sedangkan penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) ekstrak umbi binahong dilakukan dengan metode dilusi padat. Uji kandungan kimia terhadap serbuk umbi binahong dilakukan dengan uji tabung dan uji kandungan kimia ekstrak etanol umbi binahong dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Analisis hasil KLT dilakukan secara deskriptif komparatif.

  Hasil penelitian dengan metode difusi menunjukkan bahwa ekstrak etanol umbi binahong tidak memiliki potensi antibakteri. Berdasarkan uji tabung, serbuk umbi binahong diketahui mengandung flavonoid, alkaloid, polifenol, tanin, dan saponin. Untuk uji KLT, diketahui bahwa ekstrak etanol umbi binahong mengandung flavonoid, polifenol, tanin dan saponin. Kata kunci : potensi antibakteri, umbi binahong, Staphylococcus aureus,

  

Pseudomonas aeruginosa , uji tabung, uji KLT

  

ABSTRACT

  Binahong Anredera cordifolia (Tenore) Steen empirically are used to threat some illness, one of them is to threat wound infection. Usually, wound infection ware caused by Staphylococcus aureus and Pseudomonas aeruginosa. So it was needed to research the potency of ethanolic extract of binahong’s tubers against Staphylococcus aureus and Pseudomonas aeruginos. Beside that, the tubes test and the TLC test were needed to know the chemical contents of binahong tubers which can be used as a antibacterial agent.

  This research was a pure experimental research with the one way pattern of complete-random research design. The subject in this research were

  

Staphylococcus aureus ATCC 25923 which is positive gram bacterial and

Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 which is negative gram bacterial.

  Antibacterial activity was determined by diffusion method using paperdisk. Whereas, the Minimum Inhibitory Consentration (MIC) and Minimum Bacterisidal Consentration (MBC) of ethanolic extract of binahong’s tubers were conducted by solid dilution method. The identification of chemical contents of powders of binahong’s tubers was conducted by tubes test and the ethanolic extract of binahong’s tuber was conducted by TLC test. The result of TLC test was analysed using comparative-descriptive analysing method.

  The result showed that the ethanolic extract of binahong’s tuber has not antibacterial activities against Staphylococcus aureus and Pseudomonas

  

aeruginosa . Based on the tube test, the powder of binahong’s tubers maybe

  contain flavonoid, alkaloid, polyphenol, tannin, and saponin. The TLC result showed that the ethanolic extract of binahong’tuber contents of flavonoid, polyphenol, tannin, and saponin.

  Keyword : Antibacterial potency, binahong’s tubers, Staphylococcus aureus

  Pseudomonas aeruginosa , tubes test, TLC test

  

KATA PENGANTAR

  Kasih dan karunia-Nya yang berlimpah, membuat penulis tak henti- hentinya mengucap puji dan syukur atas terselesaikannya skripsi dengan judul

  

UJI POTENSI ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL UMBI BINAHONG

(Anredera cordifolia (Tenore) Steen) TERHADAP Staphylococcus aureus

ATCC 25923 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 ini.

  Penyusunan skripsi ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Semua yang tertuang dalam skripsi ini diperoleh dengan kerja keras dan tidak lain karena peran, bantuan, bimbingan, motivasi, dukungan, dan doa dari beberapa pihak, dan karenanya, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

  1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Sanata Dharma,

  2. Ibu Erna Tri Wulandari, M.Si., selaku dosen pembimbing yang sudah meluangkan waktu dan perhatian, serta banyak membantu selama diskusi, bimbingan, dan revisi,

  3. Bapak Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si, selaku dosen penguji atas diskusi dan masukan kepada penulis,

  4. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si, selaku dosen penguji atas diskusi dan masukan kepada penulis, doa dan cinta, dukungan moral dan material, serta semangat yang mengiringi langkah penulis,

  6. Satu-satunya adik ‘kecil’ku Fransisca Kurnianingsih, atas telinga, hati, dan pikiran yang selalu menjadi jawaban atas segala keluh kesahku,

  7. Nella, seorang sahabat, tempat curhat, mbak, dan teman se‘binahong’ atas seluruh moment yang terjadi dan segala pengalaman yang membuat kita lebih kaya dalam memaknai hidup.

  8. Mas Wahyu, Meta, Mas Alfren dan Budhe, Pakdhe terimakasih banyak atas perhatian, waktu, dan tenaga yang tersita untukku.

  9. Mas Sarwanto, Mas Wagiran, Mas Sigit, dan Mas Andre, laboran sekaligus teman dalam canda dan kerjasama selama penelitian

10. Sahabat-sahabat hatiku, Johan, Wati, Ratih, Totok, Bambang, Ana, Tusti,

  Tica, Ceu Sri, Bernan, Mas Wondo, Bayu, dan Top-X, atas senyum, canda, tawa, tangis, perhatian, dan semangat yang pernah, masih dan selalu ada buat aku. You make me standing still with everything you do,

  Thanks a lot guys…

  11. Teman-teman baikku, Otong, Surya, Evelyn, Beni, Rinto, Punto, Sutaman, Kris, Helmi, De Eya, Nice, De Esti, Agnes, dik Henong, mb Dinta, mb Devi, Vivi, Dewi&albert, Rosalia Guruh, Vian, Sakundita, Yohana, Netly, Bangun, mb Obe, abang Franky, pakdhe Muji, Ci’ Mey, Mba Endar, Jeng

  th

  12. Every single guy in : The 10 generation of VL , Wisma Rosari, Farmasi 2003, Kelompok Praktikum A, Tim layat kelas A, kelp. KKN Ceporan angkatan XXXIII, asisten mikro 2006/2007, dan Skripsi Lantai 3 atas untaian cerita yang mengisi hari-hariku,

  13. Dan semua pihak yang langsung ataupun tidak langsung sudah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis dengan rendah hati mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, dan untuk itu, penulis menerima segala kritik maupun saran yang membangun.

  Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan pada umumnya dan semua orang yang membaca skripsi ini pada khususnya.

  Tuhan memberkati.

  Yogyakarta, Juni 2007 Penulis,

  Martina Herlianawati

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL........................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ......................................................... v

  INTISARI ........................................................................................................ vi

  

ABSTRACT ...................................................................................................... vii

  KATA PENGANTAR .................................................................................... viii DAFTAR ISI ................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ........................................................................................... xv DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xviii

  BAB I. PENGANTAR .................................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1

  1. Permasalahan ...................................................................................... 3

  2. Manfaat Penalitian .............................................................................. 4

  3. Keaslian Penelitian .............................................................................. 4

  B. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 5

  BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 6

  3. Kandungan Kimia ............................................................................... 7

  4. Kegunaan ............................................................................................ 7

  B. Penyarian .................................................................................................... 8

  C. Ekstrak Etanol ............................................................................................ 9

  D. Sterilisasi .................................................................................................... 10

  E. Bakteri Uji .................................................................................................. 11

  1. Staphylococcus aureus ....................................................................... 11

  2. Pseudomonas aeruginosa .................................................................. 12

  F. Amoksisilin ................................................................................................. 12

  G. Metode Pengujian Potensi Antibakteri ....................................................... 13

  H. Kromatografi Lapis Tipis ........................................................................... 16

  I. Flavonoid ..................................................................................................... 18 J. Akaloid ........................................................................................................ 19 K. Senyawa Polifenol ...................................................................................... 20 L. Tanin ........................................................................................................... 21 M. Saponin ...................................................................................................... 22 N. Keterangan Empiris .................................................................................... 23

  BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 24 A. Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................................. 24 B. Variabel dan Definisi Operasional ............................................................. 24

  C. Bahan dan Alat Penelitian .......................................................................... 26

  1. Bahan .................................................................................................. 26

  2. Alat ...................................................................................................... 27

  D. Jalannya Penelitian ..................................................................................... 27

  1. Determinasi Tanaman Binahong ......................................................... 27

  2. Pengumpulan Bahan ........................................................................... 28

  3. Penyerbukan Bahan ............................................................................. 28

  4. Pembuatan Ekstrak Etanol dengan Metode Maserasi ......................... 28

  5. Skrining Fitokimia .............................................................................. 28

  a. Uji Tabung ....................................................................................... 29

  b. Uji kualitatif secara Kromatografi Lapis Tipis ............................... 31

  6. Uji Potensi Antibakteri Ekstrak Etanol Umbi Binahong terhadap

  Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa .................... 34

  E. Analisis Data .............................................................................................. 36

  BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 37 A. Determinasi ................................................................................................ 37 B. Pengumpulan dan Penyerbukan Bahan ...................................................... 37 C. Pembuatan Ekstrak dengan Metode Maserasi ............................................ 38 D. Skrining Fitokimia ..................................................................................... 41

  E. Uji potensi antibakteri ekstrak etanol umbi binahong terhadap

   Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Pseudomonas aeruginosa

  ATCC 27853 ............................................................................................... 53

  BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 58 A. Kesimpulan ................................................................................................ 58 B. Saran ........................................................................................................... 58 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 59 LAMPIRAN .................................................................................................... 62 BIOGRAFI PENULIS .................................................................................... 79

  DAFTAR TABEL

  Tabel I Pembuatan Variasi Konsentrasi Uji ........................................ 35 Tabel II Hasil pengamatan uji tabung terhadap serbuk umbi binahong ......................................................................... 41 Tabel III Nilai Rf dan warna bercak pada uji KLT dengan fase diam silika gel GF 254 dan fase gerak butanol : asam asetat : air (4:1:5 ) dan pembanding rutin 0,05% untuk analisis flavonoid ........................................................... 47

  Tabel IV Nilai Rf dan warna bercak pada uji KLT dengan fase diam

  silika gel GF 254, fase gerak

  etil asetat : methanol : air (70:20:10)dan pembanding skopolamin untuk analisis

  alkaloid…………………………………………………………….. 49 Tabel V Nilai Rf dan warna bercak pada uji KLT dengan fase diam silika gel GF 254, fase gerak toluen, etil asetat, metanol

  (70:20:10) dan pembanding eugenol untuk analisis

  senyawa fenolik………………………………………………… ... 50 Tabel VI Nilai Rf dan warna bercak pada uji KLT dengan fase diam silika gel GF 254, fase gerak etil asetat : metanol : air untuk

  (100 : 13,5 : 10) dan pembanding asam tanat

  analisis tanin………………………………………………….......... 51 Tabel VII Nilai Rf dan warna bercak pada uji KLT dengan fase diam

  Tabel VIII

  Diameter zona hambat ekstrak etanol umbi binahong terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923………………

  55 Tabel IX Diameter zona hambat ekstrak etanol umbi binahong

  terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853…………… 56

  

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Flavonoid ……………………………………….

  18 Gambar 2. Reaksi antara Senyawa Fenolik dengan FeCl 3 ……..............

  44 Gambar 3. Reaksi antara NaCl dengan Senyawa fenolik ……………..

  44 Gambar 4. Reaksi flavonoid dengan CaSO

  4 membentuk

  kompleks khelat…………………………………………… 46 Gambar 5. Reaksi antara Flavonoid dengan NH ……………………. 48

  3

  DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1. Surat Keterangan Selesai Melakukan Determinasi dari BalaiPenelitian Tanaman Obat................................................. 62 Lampiran 2. Determinasi Tanaman Binahong (Anredera cordifolia

  (Tenore) Steen)......................................................................... 63 Lampiran 3. Foto Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen) dan foto serbuk umbi binahong..................................... 64 Lampiran 4. Foto Hasil Uji Pendahuluan Serbuk Umbi Binahong Dengan UjiTabung .................................................................... 65 Lampiran 5. Foto Hasil Uji Alkaloid Serbuk Umbi Binahong Dengan UjiTabung .................................................................... 66 Lampiran 6. Foto Hasil Uji Antrakinon Serbuk Umbi Binahong Dengan Uji Tabung .................................................................. 67 Lampiran 7. Foto Hasil Uji Polifenol Serbuk Umbi Binahong Dengan UjiTabung ................................................................... 68 Lampiran 8. Foto Hasil Uji Tanin Serbuk Umbi Binahong Dengan Uji Tabung .................................................................. 69 Lampiran 9. Foto Hasil Uji Saponin Serbuk Umbi Binahong Dengan Uji Tabung ................................................................... 70

  Lampiran 11. Foto Hasil KLT Ekstrak Etanol Umbi Binahong dengan Deteksi UV 254, UV 365, pereaksi Dragendorf pada Analisis Alkaloid ...................................................................... 72 Lampiran 12. Foto Hasil KLT Ekstrak Etanol Umbi Binahong dengan Deteksi UV 254, UV 365, dan pereaksi FeCl

  3 pada Analisis

  Polifenol .................................................................................... 73 Lampiran 13. Foto Hasil KLT Ekstrak Etanol Umbi Binahong dengan Deteksi UV 254, UV 365, dan pereaksi FeCl

  3 pada Analisis

  Tanin ........................................................................................ 74 Lampiran 14. Foto Hasil KLT Ekstrak Etanol Umbi Binahong dengan Deteksi UV 254, UV 365, dan pereaksi Anisaldehid Asam Sulfat pada Analisis Saponin .................................................... 75 Lampiran 15. Foto Hasil Uji Potensi Antibakteri Ekstrak Etanol Umbi Binahong terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 Dengan Metode Difusi Paperdisk ............................................. 76 Lampiran 16. Foto Hasil Uji Potensi Antibakteri Ekstrak Etanol Umbi Binahong terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 Dengan Metode Difusi Paperdisk ............................................. 77 Lampiran 17. Foto Kontrol Pertumbuhan Staphylococcus aureus

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Tumbuhan obat dan obat tradisional (OT) merupakan aset nasional yang perlu terus digali, diteliti, dikembangkan dan dioptimalkan pemanfaatannya. Untuk itu perlu dilakukan penelitian dan pengembangan tanaman obat dan obat tradisional dalam sistem pelayanan kesehatan formal (Sumaryono, 2000). Penggunaan obat tradisional memiliki kelebihan antara lain yaitu bahannya mudah

  didapat, murah dan dapat diramu sendiri. Karena alasan itulah masyarakat berusaha memanfaatkan alam sekitar untuk memenuhi kebutuhan obat ketika menderita sakit.

  Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen merupakan tanaman yang mudah didapatkan. Binahong sangat mudah tumbuh di beberapa kondisi secara vegetatif, mempunyai karakteristik agresif dan sulit dikendalikan. Hal ini dikarenakan umbi sebagai alat reproduksi secara vegetatif tumbuh di dalam maupun di atas tanah (Vivian et al, 2005).

  Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat mengenal binahong sebagai tanaman yang dapat digunakan untuk mengobati beberapa penyakit. Namun penggunaan binahong tersebut belum dibuktikan sampai tahap uji klinik. pertumbuhan beberapa bakteri (Meyer, 2004). Sedangkan dalam masyarakat, penggunaannya hanya secara empiris yaitu berupa perasan, rebusan, seduhan, dimakan secara langsung, maupun dioleskan pada daerah yang akan diobati. Binahong dipercaya dapat menyembuhkan beberapa penyakit antara lain sebagai obat antiinflamasi, anti-ulcer, obat untuk menyembuhkan luka dan juga dapat sebagai liver-protective. Selain itu juga digunakan untuk mengobati infeksi pada luka (Anonim, 2006a).

  Infeksi pada luka itu sendiri terjadi karena fungsi kulit sebagai pertahanan (barrier) hilang. Hilangnya pertahanan kulit dan terkelupasnya lapisan jaringan di bawah kulit yang basah dan kaya akan nutrien merupakan hal yang ideal untuk kolonisasi bakteri pada area kulit yang terluka atau terbakar. Penyebab yang paling umum pada infeksi kulit yang terluka adalah Pseudomonas aeruginosa dan

  

Staphylococcus aureus (Naim, 2006). P. aeruginosa merupakan bakteri gram

  negatif sedangkan S. aureus merupakan gram positif (Jawetz, Melnick, dan Adelberg, 1996).

  Seperti telah disebutkan di atas, pada penelitian sebelumnya digunakan kloroform untuk menyari senyawa yang terdapat dalam herba binahong.

  Kloroform merupakan penyari yang bersifat non polar, sehingga senyawa- senyawa yang tersari dimungkinkan hanya senyawa-senyawa yang bersifat non polar. Untuk itu dalam penelitian ini, digunakan etanol yang bersifat semi polar.

  Pada penelitian sebelumnya, bahan yang digunakan berupa herba binahong. Untuk iu perlu diketahui bagian mana dari herba binahong tersebut yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian mengenai ekstrak etanol umbi binahong, terutama potensinya sebagai antibakteri terhadap S. aureus dan P. Aeruginosa, sehingga dapat diketahui khasiat dari umbi binahong sebagai obat menyembuhkan infeksi pada luka.

1. Permasalahan

  Ditinjau dari latar belakang yang ada, maka permasalahan yang ingin diangkat dalam penelitian ini adalah:

  1. Apakah ekstrak etanol umbi binahong berpotensi sebagai antibakteri terhadap S. aureus dan P. aeruginosa?

  2. Berapa besar Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) dari ekstrak etanol umbi binahong terhadap S.

  aureus dan P. aeruginosa ?

  3. Kandungan kimia apa sajakah yang terdapat di dalam umbi binahong yang bermanfaat sebagai antibakteri?

  2. Manfaat penelitian

  a. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah terutama mengenai tanaman obat baru yang dapat dikembangkan menjadi obat tradisional dan fitofarmaka.

  b. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan yang berharga untuk mendalami pengobatan penyakit infeksi yang disebabkan oleh S. aureus dan P. aeruginosa dengan menggunakan tanaman yang berpotensi digunakan sebagai obat.

3. Keaslian penelitian

  Sejauh penelusuran pustaka dan pengamatan peneliti, pernah dilakukan penelitian mengenai potensi antibakteri ekstrak kloroform dari herba Anredera

  cordifolia (Tenore) Steen terhadap Bacillus cereus, Bacillus pulmilus, Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Enterobacter cloacae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, Serratia marcescens, dan Enterobacter aerogenes (Meyer, 2004). Bahan yang digunakan dalam

  penelitian tersebut adalah herba dari binahong, maka perlu dilakukan penelitian mengenai potensi antibakteri dari salah satu organ tanaman

  B. Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1.

   Mengetahui ada tidaknya potensi antibakteri ekstrak etanol umbi binahong terhadap S. aureus dan P. aeruginosa.

  2. Mengetahui Konsentrasi Hambat Minimum dan Konsentrasi Bunuh Minimum ekstrak etanol umbi binahong pada pertumbuhan S. aureus dan P. aeruginosa .

  3. Mengetahui kandungan kimia yang terdapat di dalam umbi binahong yang bermanfaat sebagai senyawa antibakteri secara kualitatif melalui uji tabung dan uji Kromatografi Lapis Tipis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anredera cordifolia (Tenore) Steen

1. Deskripsi

  Binahong merupakan tumbuhan yang termasuk dalam familia Basellaceae, genus Anredera, dengan nama spesies Anredera cordifolia (Tenore) Steen. Sinonim dari Anredera cordifolia (Tenore) Steen adalah

  Boussingaultia baselloides Auct.non H.B.K, Boussingaultia gracillis Miers, Boussingaultia pseudobasselloides (Vivian, 2005).

  Di beberapa negara binahong dikenal sebagai ‘uala hupe, anredera,

  enredarera del mosquito, filikafa, Gulf madeiravine, hearthleaf madeiravine,

lamb’s tails, Madeira vine, mignonette vine, parra de Madeira (Vivian, 2005).

  Habitus; herba, menjalar, panjang mencapai lima meter. Batang; lunak, warna merah tua kehijauan, permukaan halus dan licin, pada bagian aksiler daun, tumbuh umbi tunggal maupun berkelompok. Daun; tunggal, tata letak daun tersebar, permukaan daun halus dan licin, daging daun tebal, warna hijau muda, pertulangannya menyirip, helaian daun bentuk jantung, ujung runcing, tepi rata – bergelombang, pangkal berbelah, panjang helaian 2-10 cm, lebar 1- 7 cm, panjang tangkai daun kurang lebih 1 cm. Bunga; majemuk, bentuk mahkota pada bagain basal berlekatan, putih – krem, bentuk oval – membulat, panjang 2-3 mm, lebar 1-2 mm, benang sari; berdaging, tangkai sari pada bagian basal berlekatan, panjang 2-4 mm, putik; satu panjang 1-2 mm. Akar; tunggang (Backer, 1968)

  2. Ekologi dan Penyebaran

  Binahong hidup liar di hutan, ladang, dan padang rumput. Tumbuh tersebar di berbagai kawasan di dunia termasuk di antaranya di Afrika, Australia dan wilayah Pasifik, Eropa, dan Amerika. Tumbuhan ini sangat mudah tumbuh di beberapa kondisi secara vegetatif, mempunyai karakteristik agresif dan sulit dikendalikan. Hal ini dikarenakan umbi sebagai alat reproduksi secara vegetatif tumbuh di dalam maupun di atas tanah (Vivian, 2005).

  3. Kandungan Kimia

  Binahong mengandung asam askorbat dan fenol dalam jumlah kecil (Sato, Nagata, dan Engle, 2005). Basellaceae lainnya yaitu Anredera diffusa mengandung asam oleanolic yang berperan dalam proses penyembuhkan luka (Moura-Letts dan Marcalo,2006). Selain itu, terdapat pula serat, karbohidrat, air, protein, abu, flavonoid, dan lendir pada Anredera baselloides (Anonim, 2006b).

  4. Kegunaan mengobati infeksi pada luka (Anonim, 2006a). Ada pula penelitian yang mengemukakan bahwa ekstrak kloroform dari herba (Anredera cordifolia (Tenore) Steen dapat menghambat pertumbuhan beberapa bakteri (Meyer, 2004).

B. Penyarian

  Penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Faktor yang mempengaruhi kecepatan penyarian adalah kecepatan difusi zat yang larut melalui lapisan-lapisan batas antara cairan penyari dengan bahan yang mengandung zat tersebut. Zat aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam alkaloida, glikosida, flavonoid dan lain-lain. (Anonim, 1986). Cara penyarian dapat dibedakan menjadi : 1.

  Infundasi Infundasi adalah proses penyarian (menyari simplisia dengan air pada suhu 90

  o

  C selama 15 menit) yang umumnya digunakan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati (Anonim, 1986).

2. Maserasi

  Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel (Anonim,1986).

3. Perkolasi

  Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia. Prinsip perkolasi adalah sebagai berikut : serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh.

  Gerak ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan diatasnya, dikurangi daya kapiler yang cenderung untuk menahan (Anonim, 1986).

C. Ekstrak etanol

  Tahap awal pemisahan suatu senyawa dari suatu tumbuhan dapat disebut sebagai ekstraksi. Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan metode ekstraksi antara lain kesesuaian antara senyawa kimia yang terkandung dalam bahan dengan sifat pelarut yang digunakan (Houghton dan Raman, 1998).

  Dalam buku Farmakope Indonesia Edisi IV, disebutkan bahwa ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,

  Pelarut yang sering digunakan untuk ekstraksi adalah etanol. Etanol (C

2 H 5 OH) merupakan cairan yang mudah menguap, jernih, dan tidak berwarna.

  Sebagai pelarut, etanol mempunyai kelebihan antara lain mempunyai toksisitas rendah dibanding metanol, lebih stabil dan lebih murah. Etanol bersifat semipolar, maka dapat digunakan untuk mengekstrasi senyawa-senyawa yang bersifat polar dan non polar (Houghton dan Raman, 1998).

D. Sterilisasi

  Sterilisasi ialah suatu proses untuk mematikan semua mikroorganisme yang terdapat pada atau di dalam suatu benda. Pemilihan metode sterilisasi didasarkan pada sifat bahan yang akan disterilkan (Pelczer dan Chan, 1986 )

  Cara umum yang sering digunakan untuk sterilisasi, antara lain: 1.

  Sterilisasi dengan panas Cara ini paling banyak digunakan. Dapat digunakan untuk sterilisasi baik alat maupun media. Sterilisasi dengan panas dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: dengan udara panas kering, panas lembab, dan pemijaran (Pelczer dan Chan, 1986 ). Untuk sterilisasi dengan udara panas kering, rentang suhu yang khas yang dapat diterima di dalam bejana sterilisasi kosong adalah lebih kurang 15 menit, jika alat sterilisasi beroperasi pada suhu tidak kurang dari 250

  o

  C

  2. Sterilisasi dengan penyaringan Sterilisasi ini digunakan untuk bahan-bahan yang sangat peka terhadap pemanasan (serum, antibiotika, toksin) atau bahan yang relatif tidak tahan terhadap pemanasan tinggi (medium yang mengandung senyawa gula). Untuk keperluan ini dibutuhkan alat filter atau saringan bakteri.

3. Sterilisasi dengan bahan kimia

  Bahan yang mudah rusak apabila disterilkan pada suhu tinggi, dapat disterilkan secara kimia dengan menggunakan gas radiasi. Bahan kimia yang digunakan untuk sterilisasi gas antara lain etilanoksida, asam parasetat, formaldehid, dan glutaraldehide alkalin (Suriawinata, 1986).

  E. Bakteri uji 1.

   Staphylococcus aureus S. aureus termasuk dalam familia Micrococcaceae adalah bakteri

  dengan sel-sel berbentuk bola dengan garis tengah sekitar 1µm dan tersusun dalam kelompok-kelompok tak beraturan. Pada biakan cairan tampak juga kokus tunggal, berpasangan, atau berbentuk rantai. Kokus muda bersifat gram positif kuat, sedangkan pada biakan yang lebih tua, banyak sel menjadi gram

  37ºC. S. aureus membentuk koloni berwarna abu-abu sampai kuning emas (Jawetz, et al, 1996).

  Bakteri ini menyebabkan penyakit pada hampir semua jaringan tubuh yang terutama adalah abses. S. aureus merupakan flora normal pada rongga hidung bagian depan, perineum, saluran pencernaan, atau kulit ( Jawetz, et al, 1996).

2. Pseudomonas aeruginosa

  P. aeruginosa termasuk dalam familia Pseudomonadaceae berbentuk

  batang, bergerak, dan merupakan bakteri gram negatif aerob yang menghasilkan pigmen yang larut dalam air dan berdifusi melalui pembenihan buatan, tidak meragikan laktosa, dan membentuk koloni bulat halus dengan berfloresensi kehijau-hijauan dan bau aromatis (Jawetz, et al, 1996).

  P. aeruginosa menyebabkan infeksi pada luka kulit seperti luka bakar,

  dan membentuk nanah yang berwarna biru hijau, meningitis. Bakteri ini juga dapat menginfeksi saluran kemih atau saluran pernafasan (Jawetz, et al, 1996).

  F. Amoksisilin Amoksisilin merupakan suatu antibiotik golongan beta laktam derivat penisilin dengan spektrum luas. Amoksisilin mempunyai aktivitas bekterisida terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif dengan mekanisme Amoksisilin mempunyai aktivitas yang sama dengan ampisilin. Bedanya, amoksisilin diserap di gastro intestinal lebih efektif dibandingkan ampisilin.

  Ampisilin merupakan antibakteri yang mempunyai spektrum penghambatan yang lebih luas dibanding dengan penisilin. Ampisilin dapat menghambat tidak hanya

  

pneumococci, meningococco, gonococci dan streptococci yang lain, tetapi juga

dapat menghambat beberapa bakteri bacillus (Harvey et all, 2003).

  Untuk masing-masing antibiotik dan jenis kumannya, mempunyai diameter yang berbeda-beda untuk dinilai sebagai antibiotik yang sensitif (poten dalam terapi). Untuk Stapylococcus akan memberikan makna resisten terhadap ampisilin jika diameter zona hambat yang terjadi sama atau kurang dari 20 mm dan dinyatakan sensitif apabila diameter zona hambat yang terjadi lebih dari 29 mm. Sedangkan untuk Pseudomonas dikatakan resisten apabila diameter zona hambatnya kurang dari atau sama dengan 11 mm dan dikatakan sensitif apabila diameter zona hambatnya lebih dari 14 mm (Anonim, 1993).

G. Metode Pengujian Potensi Antibakteri

  Bahan antibakteri secara umum diartikan sebagai bahan yang mengganggu pertumbuhan dan metabolisme bakteri. Obat yang digunakan untuk membasmi bakteri, penyebab infeksi pada manusia, ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin (Anonim, 1995). minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri atau membunuhnya, masing–masing dikenal sebagai Kadar Hambat Minimal (KHM) dan Kadar Bunuh Minimal (KBM) (Anonim, 1995).

  Metode pengujian potensi antibakteri dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:

  1. Metode difusi Metode ini mengukur aktivitas mikroba berdasarkan pengamatan luas daerah hambat pertumbuhan mikroba karena obat berdifusi dari titik awal pemberian ke daerah difusi. Mikroba ditanam pada media yang sesuai dan di atasnya diletakkan kertas cakram yang mengandung bahan obat atau dibuat sumuran dengan diameter tertentu yang diisi larutan bahan obat dengan kadar tertentu (Hugo & Russel, 1987).

  Metode difusi ada tiga macam yaitu: a.

   Cara Kirby Bauer

  Metode ini dilakukan dengan cara mengoleskan suspensi bakteri

  8

  dengan konsentrasi tertentu, umumnya 10 (CFU)

  Colony Forming Unit

  per ml permukaan media hingga rata. Kertas yang mengandung antibiotika diletakkan di atas media lalu diinkubasikan pada 37ºC selama 18-24 jam, setelah itu baca hasilnya. Potensi antibakteri ditentukan dengan mengukur diameter zona hambatan yang terbentuk. Pada zona hambatan akan terlihat adanya pertumbuhan yang kurang subur jika dibandingkan dengan daerah b.

  Cara sumuran Penyiapan dilakukan seperti cara Kirby Bauer. Pada agar yang telah diolesi bakteri uji dibuat sumuran dengan garis tengah tertentu dan tegak lurus terhadap permukaan media. Kemudian ke dalam sumuran ini diberi larutan uji dan diinkubasi pada 37ºC selama 24-28 jam, hasilnya dibaca seperti cara Kirby Bauer (Hugo dan Russel, 1987).

  c. Cara Pour Plate Mula-mula satu mata ose suspensi bakteri dicampur dengan 4 ml agar 1,5% pada temperature 50ºC. Setelah suspensi mikrobia homogen, tuangkan di atas media agar dan dibiarkan membeku, kemudian di atasnya diletakan disk dan diinkubasi pada suhu 37ºC selama 18-24 jam, hasilnya dibaca dengan mengukur diameter hambat (Hugo dan Russel, 1987).

2. Metode dilusi

  Ada dua macam metode dilusi yaitu: a. Cara pengenceran serial dalam tabung (dilusi cair)

  Pada cara ini zat antibakteri yang akan diuji aktivitasnya diencerkan secara serial dengan metode pengenceran kelipatan dua di dalam medium cair dan selanjutnya diinokulasikan dengan mikroba uji. Setelah diinkubasi pada suhu 37ºC selama 18-24 jam untuk bakteri dan fungi, aktivitas zat antibakteri ditentukan sebagai Konsentrasi Hambat b.

  Cara penapisan lempeng agar (dilusi padat) Pada cara ini zat yang akan ditentukan aktivitas antibakterinya diencerkan secara serial dengan metode pengenceran berkelipatan dua di dalam medium agar bersuhu 40-50ºC kemudian dituangkan ke dalam cawan petri. Setelah lempeng agar membeku, ditanamkan inokulum mikroba dan kemudian diinkubasi pada suhu 37ºC dalam jangka waktu yang sesuai dengan pertumbuhan mikroba yang diuji, aktivitas zat antibakteri ditentukan sebagai Konsentrasi Bunuh Minimum yaitu konsentrasi terendah yang masih dapat membunuh mikroba (Hugo dan Russel, 1987).

H. Kromatografi Lapis Tipis

  Kromatografi adalah cara pemisahan berbagai senyawa yang ada dalam sediaan dengan jalan penyarian berfraksi, penyerapan, dan pertukaran ion, pada zat berpori dengan menggunakan cairan atau gas yang mengalir (Stahl, 1985).

1. Kromatografi Lapis Tipis

  Kromatografi Lapis Tipis merupakan salah satu metode kromatografi cair yang paling sederhana. Kromatografi cair dapat dikembangkan dengan pelarut tunggal atau bisa juga dengan campuran dua pelarut atau lebih (Stahl, 1985).

  Absorban yang sering digunakan yaitu silika gel. Silika gel adalah

  Pada metode ini, setelah pengembangan, harus dilakukan pembandingan antara bentuk bercak, daerah bercak, resolusi, bercak-bercak yang lain yang terdapat dalam lempeng. Nilai Rf dapat digunakan sebagai nilai yang menggambarkan jarak elusi. Nilai Rf dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

  jarak bercak dari tempat penotolan Rf = jarak pengembang an

  Kelebihan KLT antara lain yaitu pemisahan senyawa yang amat berbeda seperti senyawa organik ataupun anorganik dapat dilakukan dengan alat yang harganya tidak terlalu mahal. Jumlah cuplikan dengan konsentrasi rendah dapat ditangani yaitu sekitar 0,1

  μg – 5mg. Pemakaian pelarut dan jumlah cuplikan yang diperlukan sedikit, sedangkan penotolan cuplikan berganda dimungkinkan. Selain itu juga dapat memisahkan campuran yang mengandung sampai empat komponen yang berbeda (Stahl, 1985).

  Kekurangan teknik ini yaitu pada pembuatan fase diam pada lempeng yang membutuhkan tambahan waktu, kecuali bila sudah tersedia lempeng yang diproduksi secara komersial (Sulasmono, 1995).

  2. Fase gerak Fase gerak merupakan medium angkut yang terdiri dari satu atau

  Karena itu harus dicampur antara pelarut untuk memperoleh kepolaran yang diinginkan (Gritter, 1991).

  3. Pengembangan dan Deteksi Lempeng yang telah ditotoli ditaruh di dalam bejana kecil yang berisi pelarut yang tingginya beberapa cm. Tinggi pelarut di dalam bejana harus di bawah tempat penotolan lempeng. Bejana ditutup dan pelarut dibiarkan merambat naik sampai 10-15 cm (Gritter, 1991).

  Pengembangan memerlukan waktu sekitar 5 menit, bergantung pada penyerap dan pelarut. Pengembangan lempeng biasanya dilakukan dalam bejana kaca yang dapat menampung beberapa lempeng. Bejana dijaga tetap jenuh dengan pelarut pengembang dengan bantuan sehelai kertas saring yang tercelup ke dalam pengembang. Keefisienan pemisahan dapat ditingkatkan dengan cara pengembangan berganda (Gritter, 1991).

I. Flavonoid

  Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C

  6 -C 3 -C

  6

  yaitu kerangka karbonnya terdiri atas 2 gugus C6 (cincin benzene tersubtitusi) yang disambungkan oleh rantai alifatik dengan 3 karbon. Kerangka flavonoid tersebut dapat digambarkan sebagai

  Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan, terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid yang manapun mungkin saja terdapat dalam satu tumbuhan dalam beberapa bentuk kombinasi glikosida (Robinson, 1991).

  Ada beberapa fase gerak yang biasa digunakan untuk menghasilkan pemisahan yang baik pada lempeng selulosa. Butanol : Asam asetat : Air (40:50:10) fase atas, merupakan fase gerak yang sering digunakan. Aglikon dari flavonoid mempunyai nilai Rf yang tinggi dan waktu elusi yang lama (Stahl, 1969).

  Pada UV 254 nm, semua flavonoid menyebabkan pemadaman fluoresensi, dimana terlihat sebagai warna biru gelap pada lempeng KLT. Pada UV 365 nm, tergantung pada strukturnya, flavonoid berfluoresensi kuning, biru, atau hijau (Wagner, 1984).

  J. Alkaloid

  Alkaloid adalah senyawa organik yang berasal dari alam yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, berada dalam distribusi terbatas dan dalam dosis yang rendah memiliki efek farmakologi. Di alam, alkaloid terdapat dalam bentuk bebas, sebagai garam dan N-Oksida. Alkaloid biasanya berupa zat padat, tetapi ada pula yang berupa zat cair, seperti ephedrine dan spartein. Alkaloid berasa pahit dan sukar larut dalam air, tetapi mudah larut dalam

  Pemisahan alkaloid secara KLT dapat menggunakan fase diam silika gel, alumina, selulosa atau kieselguhr. Pemisahan yang baik diperoleh jika silika gel sudah diaktifkan. Banyak alkaloid dapat dideteksi secara visibel. Sebagian besar alkaloid juga memiliki bercak yang berfloresensi di bawah sinar UV 365 . Reagent yang biasanya dipakai untuk mendeteksi adalah reagen Dragendorf (Stahl, 1969). Dengan penyemprotan reagen Dragendorff, menunjukkan warna cokelat atau orange (visibel) yang tidak stabil (Wagner, 1984).

  K. Senyawa polifenol

  Senyawa fenolik dapat digolongkan menjadi senyawa fenol sederhana, fenol asam karboksilat, α-Pyrones, Lichens, Lignan, chromones, flavonoid, dan Quinone. Pemisahan senyawa fenolik dapat dilakukan dengan metode KLT menggunakan fase diam silika gel. Pemilihan fase geraknya tergantung tingkat polaritas campuran yang akan dipisahkan. Contoh fase gerak yang sering digunakan adalah benzene : kloroform (50: 50), kloroform : methanol (97:3), dan lain-lain (Stahl, 1969) Aktivitas fisiologis senyawa fenolik tumbuhan banyak dan beragam.

  Beberapa senyawa fenolik bersifat racun terhadap hewan pemangsa tumbuhan (herbivora) dan beberapa bersifat racun serangga. Senyawa fenolik lain mempunyai aktivitas antiinflamasi, karena senyawa ini menghambat sintesis merupakan senyawa yang tidak berwarna dan harus diwarnai. Dengan FeCl

  3

  bercak akan terlihat berwarna kuning tua sampai ungu tergantung jenis polifenolnya. Biasanya bercak yang terjadi berwarna biru kehijauan (Stahl, 1969).

  L. Tanin Tanin merupakan senyawa yang sangat kompleks, biasanya terdapat sebagai campuran polifenol yang sangat sulit dikristalkan. Tanin dengan air membentuk larutan koloidal, mempunyai reaksi asam dan rasanya sangat sepat. Makin murni tanin, makin kurang kelarutannya dalam air dan makin mudah diperoleh dalam bentuk kristal. Tanin larut pula dalam pelarut organik yang polar, setidak-tidaknya sampai batas tertentu, tetapi tidak larut dalam pelarut organik non polar seperti benzene dan kloroform. Larutan tanin dalam air dapat diendapkan dengan penambahan asam mineral atau garam (Robinson,1991).

Dokumen yang terkait

Pembuatan Dan Uji Aktivitas Antibakteri Krim Minyak Kelapa Murni (VCO/virgin coconut oil) Terhadap Staphylococcus aureus ATCC 29737 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 25619

9 76 70

Uji potensi antifungi ekstrak etanol rimpang kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) terhadap Trichohyton meniagrophyies dan Trichophyton rubrum

7 32 83

Uji efektivitas antibakteri ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih (crinum asiaticum L) terhadap bekteri penyebab jerawat

2 51 103

Uji aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol 96% kulit batang kayu Jawa (lannea coromandelica) terhadap bakteri staphylococcus aureus, escherichia coli, helicobacter pylori, pseudomonas aeruginosa.

32 209 72

Uji antioksidan dan antibakteri ekstrak air bunga kecombrang (edigera elatior) sebagai pangan fungsional terhadap staphylococcus aureus dan escherichia coli

0 45 83

Pengaruh Iradiasi Gamma pada Aktivitas Antibakteri Kombinasi Ekstrak Etanol Temu Putih (Curcuma zedoaria (Christm.) Roscoe.) dan Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) terhadap Bacillus subtilis ATCC 6633 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923

1 34 73

Uji efektifitas ekstrak madu karet dalam menghambat pertumbuhan staphylococcus aureus

0 24 46

PENINGKATAN KESTABILAN ENZIM LIPASE DARI Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 DENGAN AMOBILISASI MENGGUNAKAN BENTONIT

3 96 80

Aktivitas antibakteri salep ekstrak etanol daun sirih hijau (Piper betleL.) Terhadap infeksi bakteri Staphylococcus aureus

0 0 6

FORMULASI KRIM EKSTRAK TOMAT (Solanumlycopersicum) dan UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERINYA TERHADAP Staphylococcus aureus ATCC 25923 FORMULATION CREAM OF EXTRACT TOMATO FRUIT (Solanumlycopersicum) And ANTIBACTERIAL ACTIVITY TEST FOR Staphylococcus aureus ATCC 25

0 0 9