Uji efektivitas antibakteri ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih (crinum asiaticum L) terhadap bekteri penyebab jerawat

(1)

TERHADAP BAKTERI PENYEBAB JERAWAT

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

OLEH SYAIKHUL AZIZ NIM : 106102003387

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1431 H / 2010 M


(2)

ii NAMA : Syaikhul Aziz

NIM : 106102003387

JUDUL : UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN DAN UMBI BAKUNG PUTIH (Crinum asiaticum L.) TERHADAP BAKTERI PENYEBAB JERAWAT

Disetujui Oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. H. Chairul, M.Chem., Apt. Azrifitria, M.Si., Apt. NIP. 195007161983012101 NIP. 197211272005012004

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc., Apt. NIP. 195601061985101001


(3)

iii

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL

DAUN DAN UMBI BAKUNG PUTIH (Crinum asiaticum L.) TERHADAP BAKTERI PENYEBAB JERAWAT

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi oleh :

Syaikhul Aziz NIM : 106102003387

Menyetujui, Pembimbing:

1. Pembimbing I Prof. Dr. H. Chairul, M.Chem., Apt. ...

2. Pembimbing II Azrifitria, M.Si., Apt. ...

Penguji:

1. Ketua Penguji Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc., Apt. ...

2. Anggota Penguji I Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc., Apt. ...

3. Anggota Penguji II Eka Putri, M.Si., Apt. ...

4. Anggota Penguji III Sabrina, M.Si., Apt. ... Mengetahui,

Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Prof. Dr (hc). dr. M K Tadjudin, Sp.And. Tanggal lulus : 23 Agustus 2010


(4)

iv

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA PENDIDIKAN MANAPUN.

Jakarta, Agustus 2010

Syaikhul Aziz


(5)

v

BAKUNG PUTIH (Crinum asiaticum L.) TERHADAP BAKTERI PENYEBAB JERAWAT

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih (Crinum asiaticum L.) terhadap Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis, bakteri patogen yang menyebabkan jerawat. Metode difusi cakram digunakan untuk penapisan aktivitas antibakteri dan potensi relatif dari ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih. Ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih aktif terhadap semua bakteri yang diuji. Nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan nilai Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) ditentukan dengan metode dilusi. Nilai KHM dan KBM ekstrak etanol daun untuk P. acnes (1,25 dan 2,5 mg/ml), S. aureus (5 dan 10 mg/ml) dan S. epidermidis ( 2,5 dan 5 mg/ml). Sedangkan nilai KHM dan KBM ekstrak etanol umbi untuk P. acnes (7,5 dan 15 mg/ml), S. aureus (7,5 dan 15 mg/ml) dan S. epidermidis (3,75 dan 7,5 mg/ml). Studi lebih lanjut dilakukan pada ekstrak etanol daun terhadap P. acnes untuk menganalisa kebocoran sel (asam nukleat dan protein) dengan spektrofotometri ultraviolet, ion logam (K+ dan Ca2+) dengan spektrometri serapan atom, dan mengamati perubahan dinding sel dengan pemindai mikroskop elektron (SEM). Hasil menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun dapat merusak dinding sel dan mempengaruhi permeabilitas membran yang ditandai dengan keluarnya asam nukleat, protein, ion logam (K+ dan Ca2+) dari dalam sel dan mengubah dinding sel P. acnes.


(6)

vi

LEAVES AND BULBS OF CRINUM LILY (Crinum asiaticum L.) AGAINST ACNE-INDUCING BACTERIA

The aim of this study was to evaluate the antibacterial activity of ethanol extract of leaves and bulbs of crinum lily (Crinum asiaticum L.) against Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus and Staphylococcus epidermidis, pathogenic bacteria that cause acne. A disc diffusion method was used for screening antibacterial activity and relative potency of ethanol extract of leaves and bulbs of crinum lily. The ethanol extract of leaves and bulbs of crinum lily was active against all assayed bacteria. Minimum Inhibitory Concentration (MIC) values and Minimum Bactericidal Concentration (MBC) values were determined by dilution method. MIC and MBC of ethanol leaves extract were found for P. acnes (1,25 and 2,5 mg/ml), S. aureus (5 and 10 mg/ml) and S. epidermidis (2,5 and 5 mg/ml). While MIC and MBC of ethanol bulbs extract were found for P. acnes (7,5 and 15 mg/ml), S. aureus (7,5 and 15 mg/ml) and S. epidermidis (3,75 and 7,5 mg/ml). Further study was conducted on the ethanol leaves extract against P. acnes to analyze cell leakage (nucleic acid and protein) by ultraviolet spectrophotometry, metal ion (K+ and Ca2+) by atomic absorption spectrometry, and observed alteration of the cell wall by scanning electron microscopy (SEM). The results showed that ethanol leaves extract could damage the cell wall and affect the permeability of membrane which marked by release of nucleic acid, protein, metal ion (K+ and Ca2+) from the cell and alter the cell wall of P. acnes.


(7)

vii

Dengan kerendahan hati, penulis panjatkan puji serta syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi, yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan tingkat strata 1 (S1) pada Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp.And., selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc., Apt., selaku ketua Program Studi Farmasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Prof. Dr. H. Chairul, M.Chem., Apt., dan ibu Azrifitria, M.Si., Apt., sebagai pembimbing skripsi, yang telah mengarahkan dan memberikan masukan-masukan bagi penulis selama penelitian dan penulisan skripsi. 4. Ibu Dra. Conny R. Tjampakasari, M.Biomed., yang telah mendampingi

penulis pada saat penelitian di Laboratorium Mikrobiologi Klinis FKUI, Jakarta.

5. Seluruh keluarga besar Puslit Biologi LIPI, khususnya teh Dewi, teh Lina, dan mang Lukman, atas kesediaannya untuk membantu selama penulis melakukan penelitian di Laboratorium Bahan Alam, Puslit Biologi LIPI, Cibinong.


(8)

viii

penulis melakukan penelitian di Laboratorium Mikrobiologi Klinis FKUI, Jakarta.

7. Dosen-dosen, staf dan karyawan Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Keluarga besar, terutama ayahanda tercinta Drs. H. Zainus Solihin dan ibunda tersayang Hj. Rosyidah yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat, dan perhatian yang besar sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini.

9. Teman-teman seperjuangan Nino, Sobir, Dani, Fikri, Ardian dan teman-teman farmasi angkatan 2006 atas semua kebersamaan kita dan semoga persahabatan yang sudah terjalin tidak akan pernah berakhir.

10.Dan semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari, sebagai seorang mahasiswa yang pengetahuannya belum seberapa dan masih perlu banyak belajar dalam penulisan skripsi, oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang positif untuk perbaikan skripsi ini. Semoga Skripsi ini bermanfaat dan bisa memberikan sumbangsih bagi kemajuan Ilmu Pengetahuan. ”Amiin”

Jakarta, Agustus 2010 Penulis


(9)

ix

Halaman

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bakung Putih ... 5

2.1.1 Klasifikasi Bakung Putih ... 5

2.1.2 Nama Daerah dan Nama Asing ... 6

2.1.3 Kandungan Kimia ... 6

2.1.4 Bagian Tumbuhan yang Dipakai ... 6

2.1.5 Efek Farmakologis ... 7

2.1.6 Penyebaran ... 7

2.2 Ekstraksi ... 7

2.3 Bakteri ... 9

2.3.1 Tinjauan Bakteri Uji ... 11

2.4 Antimikroba ... 14

2.4.1 Mekanisme Kerja Antimikroba ... 14

2.4.2 Penentuan Aktivitas Antimikroba ... 16

2.5 Jerawat ... 19

2.6 Antibakteri Pembanding ... 19

BAB III KERANGKA KONSEP 3.1 Alur Penelitian ... 21

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 22

4.2 Alat dan Bahan ... 22

4.3 Prosedur Kerja ... 24

4.3.1 Penyiapan Bahan untuk Ekstraksi ... 24

4.3.2 Ekstraksi dengan Pelarut Organik ... 24


(10)

x

4.3.7 Pembuatan Larutan Uji ... 30

4.3.8 Pembuatan Stok Bakteri ... 30

4.3.9 Pembuatan Suspensi Bakteri ... 30

4.3.10Pengujian Aktivitas Antibakteri ... 31

4.3.11Penetapan Potensi Relatif ... 32

4.3.12Penentuan KHM dan KBM ... 32

4.3.13Analisis Kebocoran Asam Nukleat dan Protein ... 34

4.3.14Analisis Kebocoran Ion Logam ... 34

4.3.15Analisis Kerusakan Sel Menggunakan SEM ... 34

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 36

5.2 Pembahasan ... 44

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 54

6.2 Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56


(11)

xi

Halaman Tabel 1. Hasil pemeriksaan karakteristik ekstrak etanol daun dan umbi

bakung putih ... 36 Tabel 2. Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol daun dan umbi

bakung putih ... 37 Tabel 3. Rata-rata diameter hambat dan SD hasil uji aktivitas

antibakteri ekstrak etanol daun bakung putih ... 37 Tabel 4. Rata-rata diameter hambat dan SD hasil uji aktivitas

antibakteri ekstrak etanol umbi bakung putih ... 37 Tabel 5. Rata-rata diameter hambat dan SD hasil uji daya hambat

klindamisin HCl ... 38 Tabel 6. Hasil kesetaraan ekstrak etanol daun 30 % terhadap

klindamisin HCl ... 40 Tabel 7. Hasil kesetaraan ekstrak etanol umbi 60 % terhadap

klindamisin HCl ... 41 Tabel 8. Nilai KHM dan KBM ekstrak etanol daun bakung putih ... 41 Tabel 9. Nilai KHM dan KBM ekstrak etanol umbi bakung putih ... 42


(12)

xii

Halaman Gambar 1. Rumus molekul klindamisin HCl ... 20 Gambar 2. Diagram alur penelitian ... 21 Gambar 3. Kurva hubungan antara konsentrasi klindamisin HCl dengan

diameter hambat terhadap bakteri Propionibacterium acnes 39 Gambar 4. Kurva hubungan antara konsentrasi klindamisin HCl dengan

diameter hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus .... 39 Gambar 5. Kurva hubungan antara konsentrasi klindamisin HCl dengan

diameter hambat terhadap bakteri Staphylococcus

epidermidis ... 40 Gambar 6. Kebocoran asam nukleat dan protein pada bakteri

Propionibacterium acnes ... 42 Gambar 7. Kebocoran ion K+ dan Ca2+ pada bakteri Propionibacterium

acnes ... 43 Gambar 8. (a)Morfologi sel normal Propionibacterium acnes ... 43 Gambar 8. (b)Pengaruh ekstrak daun bakung putih pada konsentrasi 2

KHM terhadap morfologi sel Propionibacterium acnes ... 43 Gambar 9. Tumbuhan bakung putih (Crinum asiaticum L.) ... 61 Gambar 10. Penapisan alkaloid ekstrak etanol daun dan umbi bakung

putih ... 65 Gambar 11. Penapisan flavonoid ekstrak etanol daun dan umbi bakung

putih ... 65 Gambar 12. Penapisan saponin ekstrak etanol daun dan umbi bakung

putih ... 65 Gambar 13. Penapisan tanin ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih 66 Gambar 14. Penapisan steroid-triterpenoid ekstrak etanol daun dan umbi

bakung ... 66 Gambar 15. Daya hambat klindamisin HCl terhadap bakteri

Staphylococcus aureus ... 70 Gambar 16. Daya hambat klindamisin HCl terhadap bakteri

Staphylococcus epidermidis ... 70 Gambar 17. Daya hambat klindamisin HCl terhadap bakteri

Propionibacterium acnes ... 72 Gambar 18. KHM dan KBM ekstrak etanol daun bakung putih terhadap

bakteri Propionibacterium acnes ... 76 Gambar 19. KHM dan KBM ekstrak etanol umbi bakung putih terhadap

bakteri Propionibacterium acnes ... 76 Gambar 20. KHM dan KBM ekstrak etanol daun bakung putih terhadap

bakteri Staphylococcus aureus ... 77 Gambar 21. KHM dan KBM ekstrak etanol umbi bakung putih terhadap

bakteri Staphylococcus aureus ... 77 Gambar 22. KHM dan KBM ekstrak etanol daun bakung putih terhadap

bakteri Staphylococcus epidermidis ... 78 Gambar 23. KHM dan KBM ekstrak etanol umbi bakung putih terhadap


(13)

xiii

Halaman

Lampiran 1. Tumbuhan bakung putih ... 61

Lampiran 2. Hasil determinasi tumbuhan bakung putih ... 62

Lampiran 3. Sertifikat baku pembanding klindamisin HCl ... 63

Lampiran 4. Perhitungan rendemen dan susut pengeringan ... 64

Lampiran 5. Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih ... 65

Lampiran 6. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih terhadap bakteri Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis ... 67

Lampiran 7. Uji daya hambat klindamisin HCl terhadap bakteri Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis ... 69

Lampiran 8. Perhitungan potensi relatif antibakteri ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih dibandingkan dengan klindamisin HCl ... 73

Lampiran 9. Penentuan KHM dan KBM ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih ... 76

Lampiran 10. Hasil analisa kebocoran asam nukleat dan protein bakteri Propionibacterium acnes dengan spektrofotometer UV/VIS ... 79

Lampiran 11. Hasil analisa kebocoran ion K+ dan Ca2+ bakteri Propionibacterium acnes dengan Atomic Absorption Spectrometry (AAS) ... 80

Lampiran 12. Makalah “Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun dan Umbi Crinum asiaticum L. Terhadap Bakteri Penyebab Jerawat” ... 81


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak peradaban manusia mulai dikenal, manusia selalu memperhatikan penampilannya. Kulit merupakan organ terluar yang membatasi manusia dari lingkungan hidupnya selalu menjadi perhatian. Namun, ketika kelainan pada kulit mulai menyerang, manusia mulai merasa resah karena berpotensi merusak penampilannya.

Jerawat adalah kelainan kulit yang biasa terjadi pada usia remaja. Meskipun jerawat bukan penyakit infeksi serius, banyak remaja yang mendapatkan jerawat mengalami depresi, kecemasan dan putus asa (Saising et al., 2008). Diagnosis klinis jerawat mudah dibuat, tetapi pengobatannya sering mengalami kesulitan. Hal ini karena penyebab jerawat bersifat multifaktorial, dan salah satu faktornya adalah bakteri (Mertaniasih dkk, 1996). Sampai saat ini belum ada cara penyembuh yang tuntas terhadap jerawat, meskipun ada beberapa cara yang sangat menolong. Salah satunya penggunaan antibiotik sebagai solusi untuk jerawat yang selama beberapa dekade ini masih banyak diresepkan (Yang et al., 2009).

Berdasarkan penelitian dilaporkan bahwa pasien berjerawat yang menerima antibiotik tetrasiklin, eritromisin atau klindamisin sebagai pengobatannya, cenderung menyebabkan peningkatan terjadinya infeksi saluran nafas atas bila dibandingkan dengan pasien berjerawat tanpa terapi antibiotik (Margolis et al., 2005). Penggunaan antibiotik sebagai pilihan


(15)

pertama penyembuhan jerawat harus ditinjau kembali untuk membatasi perkembangan resistensi antibiotik (Swanson, 2003). Kondisi ini mendorong untuk melakukan pengembangan penelitian antibakteri alami terhadap tumbuhan yang ada di Indonesia, diantaranya bakung putih (Crinum asiaticum L.).

Sejauh ini di pulau jawa, bakung putih ditanam hanya sebagai tanaman hias dan tumbuh liar mulai dari dataran rendah hingga ± 700 m di atas permukaan laut. Secara empiris, terna ini sering digunakan sebagai anti racun (antidot) pada luka yang diakibatkan karena panah beracun, gigitan ular atau sengatan serangga, keracunan makanan dan obat luka (Hargono dkk, 1985; Heyne, 1987). Dengan adanya informasi penggunaan bakung putih sebagai obat luka menimbulkan dugaan bahwa bakung putih mengandung zat atau senyawa yang dapat membunuh bakteri pada luka (antibakteri).

Berdasarkan uraian diatas, untuk mempertimbangkan kemungkinan aplikasi bakung putih sebagai antibakteri alami pada pengobatan pasien berjerawat, maka diperlukan kajian mengenai aktivitas antibakterinya. Dalam hal ini, bakteri uji yang digunakan adalah Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis. Pemakaian ketiga bakteri tersebut didasarkan keterlibatannya dalam perkembangan jerawat (Bukhart et al., 1999; Chomnawang et al., 2005; Sukatta et al., 2008; Han et al., 2010). Pada penelitian ini akan dipelajari aktivitas, potensi, Konsentrasi Hambat Minimum (KHM), Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) dan


(16)

pengaruh pemberian ekstrak etanol bakung putih terhadap bakteri penyebab jerawat.

1.2 Perumusan Masalah

a. Apakah ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri penyebab jerawat?

b. Seberapa besar potensi relatif antibakteri ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih terhadap bakteri penyebab jerawat dibandingkan dengan klindamisin?

c. Seberapa besar nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih terhadap bakteri penyebab jerawat.

d. Bagaimana pengaruh pemberian ekstrak etanol bakung putih terhadap bakteri penyebab jerawat?

1.3 Hipotesis

a. Ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri penyebab jerawat.

b. Ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih mempunyai potensi relatif antibakteri yang sama dengan klindamisin dalam menghambat pertumbuhan bakteri penyebab jerawat.

c. Ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih memiliki Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) terhadap bakteri penyebab jerawat pada konsentrasi tertentu.


(17)

d. Pemberian ekstrak etanol bakung putih terhadap bakteri penyebab jerawat dapat merusak dinding sel dan mengubah permeabilitas membran sel bakteri yang ditandai dengan keluarnya protein, asam nukleat, dan ion logam dari dalam sel serta mempengaruhi morfologi sel bakteri.

1.4 Tujuan Penelitian

a. Mempelajari aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih terhadap bakteri penyebab jerawat

b. Menentukan potensi relatif antibakteri ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih terhadap bakteri penyebab jerawat dibandingkan dengan klindamisin.

c. Menentukan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih terhadap bakteri penyebab jerawat.

d. Mengkaji pengaruh pemberian ekstrak etanol bakung putih terhadap bakteri penyebab jerawat

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih untuk menghambat pertumbuhan bakteri penyebab jerawat dalam rangka pemanfaatannya sebagai antibakteri alami pada pasien berjerawat.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bakung Putih

Bakung putih termasuk dalam terna tahunan dengan tinggi 0,5 - 1,3 m, mempunyai umbi lapis yang besar dengan diameter 5 - 10 cm. Pada ujung umbi ada batang semu dengan tunas samping yang tingginya 9 - 75 cm. Daun duduk, berbentuk pita atau lanset, panjang 3 - 120 cm, lebar 3 - 18 cm, urat-urat daun sejajar tampak jelas. Bunga tersusun dalam bentuk payung, terdiri atas 10 sampai 40 bunga yang berwarna putih dan berbentuk corong. Buahnya berupa buah kotak yang mempunyai kulit tipis, bentuknya bulat telur terbalik, merekah menjadi dua rongga bila masak, berbiji 1 - 5. Bijinya besar-besar, bentuknya bundar gepeng dan kulit bijinya berlapis lendir (Wijayakusuma, 2000).

2.1.1 Klasifikasi Bakung Putih (Anonim, 2010; Hargono dkk, 1985) Division : Magnoliophyta

Class : Liliopsida Sub Class : Monocots Order : Asparagales Family : Amaryllidaceae Tribe : Amaryllideae Genus : Crinum


(19)

2.1.2 Nama Daerah dan Nama Asing (Hargono dkk, 1985; Heyne, 1987; Nelson et al., 2007)

a. Nama Daerah : Sumatera [bakung (Melayu), bawang hutan, bawang tembaga, kajang-kajang (Palembang), bahong (Batak), semur (Bangka), bakueng (Minang-kabau)]; Jawa [bakung (Sunda, Jawa), bawang brojol (Jawa), bhakong (Madura)]; Sulawesi [bakung (Makasar, Bugis)]; Maluku [dausa, nopu ribua, takaosa, tapeusa, takebal (Ambon), rebut (Buru), pete (Halmahera utara), fete-fete (Ternate)].

b. Nama Asing : Wen chu lan (T), Lelie (B), Crinum lily, Spider lily, Seashore crinum (l), Pulb-plueng (Th), Krinum bakung (M). 2.1.3 Kandungan Kimia

Pemeriksaan pendahuluan golongan kandungan kimia ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih (Crinum asiaticum L., Amaryllidaceae) menunjukkan adanya tanin dan alkaloid pada ekstrak daun, sedangkan pada umbi terdapat saponin dan alkaloid berupa likorin (Nellasari dkk, 1984). Menurut Min et al. (2001) dari bagian umbi dapat diisolasi senyawa kriasiatisidin, pratorimin, likorin, 4-hidroksi-7-metoksiflavan. Sedangkan menurut Kim et al. (2006) dari bagian daun dapat diisolasi senyawa krinamin, likorin, norgalantamin dan epinorgalantamin.

2.1.4 Bagian Tumbuhan yang Dipakai

Bagian dari tumbuhan bakung putih yang digunakan adalah umbi lapis, daun, akar, dan buah. Pemakaian segar atau kering.


(20)

2.1.5 Efek Farmakologis

Bakung putih memiliki efek farmakologis sebagai perangsang muntah (emeticum), penetral racun (antidotum), peluruh keringat (diaforetik), obat cacing (antelmintik), merangsang masaknya bisul, menghilangkan pembengkakan (antiswelling), menghilangkan rasa sakit (analgesik), pelembut kulit dan obat luka (Hargono dkk, 1985; Heyne, 1987; Nelson et al., 2007). Menurut Sun et al. (2009) bagian umbi memiliki aktivitas sitotoksik. Disamping itu bakung putih dapat digunakan sebagai perangsang pertumbuhan rambut (Kim et al., 2010) dan anti-inflamasi (Samud et al., 1999; Kim et al., 2008).

2.1.6 Penyebaran

Beberapa spesies merupakan tumbuhan asli Amerika Selatan dan Hindia Barat, sedangkan bakung putih berasal dari daerah tropis (Asia). Banyak ditemukan di dataran rendah sampai 700 m di atas permukaan laut, khususnya di tempat-tempat yang lembab tanahnya dan banyak humusnya, di tepi sungai, gundukan di pantai dan sekitar danau juga di tepi hutan. Bakung dikenal sebagai tanaman hias, biasa ditanam di halaman-halaman (Heyne, 1987).

2.2 Ekstraksi (Depkes RI, 2000)

Ekstraksi suatu tanaman obat adalah pemisahan secara kimia atau fisika suatu bahan padat atau bahan cair dari suatu padatan, yaitu tanaman obat. Sedangkan ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani


(21)

menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang ditetapkan.

Dalam proses pembuatan ekstrak ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya:

a. Pembuatan serbuk simplisia

Proses awal pembuatan ekstrak adalah tahapan pembuatan serbuk simplisia kering. Dari simplisia dibuat serbuk simplisia dengan peralatan tertentu sampai derajat kehalusan tertentu. Proses ini dapat mempengaruhi mutu ekstrak. Makin halus serbuk simplisia, proses ekstraksi makin efektif dan makin efisien, namun makin halus serbuk, maka akan makin rumit secara teknologi peralatan untuk tahapan filtrasi.

b. Cairan pelarut

Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik (optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan demikian senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan dari senyawa kandungan lainnya, serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa kandungan yang diinginkan. Dalam hal ekstrak total, maka cairan pelarut dipilih yang melarutkan hampir semua metabolit sekunder yang terkandung. Faktor utama untuk mempertimbangkan pada pemilihan cairan penyari diantaranya: selektivitas, kemudahan


(22)

bekerja dan proses dengan cairan tersebut, ekonomis, ramah lingkungan, dan keamanan.

c. Separasi dan pemurniaan

Tujuan dari tahapan ini adalah menghilangkan (memisahkan) senyawa yang tidak dikehendaki semaksimal mungkin tanpa berpengaruh pada senyawa kandungan yang dikehendaki, sehingga diperoleh ekstrak yang lebih murni. Proses-proses pada tahap ini adalah pengendapan, pemisahan dua cairan tak tercampur, sentrifugasi, dekantasi, filtrasi serta proses adsorpsi dan penukar ion.

d. Pemekatan atau penguapan

Pemekatan berarti jumlah parsial senyawa terlarut (solute) secara penguapan pelarut tanpa sampai menjadi kondisi kering, ekstrak hanya menjadi kental atau pekat.

e. Rendemen

Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan simplisia awal.

2.3 Bakteri

Bakteri termasuk kedalam golongan prokariota, yang strukturnya lebih sederhana dari eukariota. Ciri khas dari golongan prokariota diantaranya: (1) tidak ada membran internal yang memisahkan nukleus dari sitoplasma; (2) perkembangbiakan dengan cara pembelahan biner; dan (3)


(23)

dinding selnya mengandung mukopeptide, yang memberikan kekakuan pada sel (Pelczar et al., 1986).

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri dapat dibedakan menjadi faktor fisik dan faktor kimia termasuk nutrisi dalam media kultur. Faktor fisik meliputi temperatur, pH, tekanan osmotik dan cahaya. Faktor kimia meliputi karbon, oksigen, mikroelemen (trace element) dan faktor pertumbuhan organik (Pratiwi, 2008).

Struktur sel bakteri diantaranya meliputi (Pelczar et al., 1986):

a. Dinding sel merupakan suatu struktur yang sangat kaku yang memberikan bentuk pada sel. Tebal dinding sel kebanyakan bakteri berkisar antara 10 - 35 nm. Komposisi kimiawi dinding sel yang menyebabkan kaku adalah peptidoglikan. Polimer yang amat besar ini terdiri dari tiga macam bahan pembangun: (1) N-asetilglukosamin (AGA); (2) asam N-asetilmuramat (AAM); dan (3) suatu peptida yang terdiri dari empat atau lima asam amino, yaitu L-alanin, D-alanin, asam D-glutamat, dan lisin atau asam diaminopimelat. Selain itu dinding sel juga mengandung komponen lain seperti, asam teoklat, protein, polisakarida, lipoprotein, dan lipopilosakarida yang terikat pada peptidoglikan.

b. Membran sitoplasma merupakan lapisan tipis yang terletak langsung dibawah dinding sel dengan ketebalan diperkirakan 7,5 nm. Membran sitoplasma amatlah penting karena mengendalikan lalu-lalangnya substansi kimiawi dalam larutan, masuk ke dalam dan keluar sel melintasi membran dengan cara difusi pasif atau angkutan aktif.


(24)

c. Sitoplasma mengandung bagian sel: (1) daerah sitoplasma, banyak mengandung partikel-partikel RNA-protein yang disebut ribosom, terkemas padat di seluruh daerah sitoplasma. Ribosom merupakan situs biosintesis protein, dijumpai pada semua sel, baik eukariotik maupun prokariotik; (2) daerah kromatin atau nukleus, merupakan bagian yang mengandung bahan nukleus atau DNA di dalam sel bakteri menempati posisi dekat pusat sel dan terikat pada sistem mesosom-membran sitoplasma; dan (3) inklusi sitoplasma, mengandung substansi kimiawi yang membentuk granul serta globul di dalam sitoplasma.

2.3.1 Tinjauan Bakteri Uji

a. Propionibacterium acnes(Khan et al., 2009; Sugita et al., 2010) Klasifikasi bakteri Propionibacterium acnes adalah:

Order : Actinomycetales Family : Propionibacteriaceae Genus : Propionibacterium Spesies : Propionibacterium acnes

Propionibacterium acnes merupakan salah satu bakteri Gram positif berbentuk basil dan bersifat anaerob obligat. P. acnes adalah mikrobiota kulit yang biasanya sering ditemukan pada kulit yang kaya akan kelenjar sebasea seperti di kulit kepala dan muka. Jumlah P. acnes pada kulit terkait dengan aktivitas kelenjar sebasea, atau dengan kata lain jumlahnya meningkat setelah adanya pematangan fungsi kelenjar sebasea yaitu seiring masa pubertas.


(25)

P. acnes ialah agen utama etiologi inflamasi jerawat. Ia merangsang pelepasan interleukin-1 (IL-1), IL-8, dan tumor necrosis factor-α (TNF-α) dan mengaktifkan sistem komplemen. Mikroorganisme ini juga menghasilkan asam lemak bebas melalui hidrolisis trigliserida kelenjar sebasea oleh lipase-nya. Asam lemak ini dapat mengakibatkan inflamasi jaringan ketika berhubungan dengan sistem imun dan mendukung terjadinya jerawat. Berbagai kelas antibiotik efektif melawan jerawat karena P. acnes, seperti klindamisin, eritromisin, kuinolon, dan tetrasiklin. Akan tetapi dalam dekade terakhir ini, resistensi antibiotik terhadap P. acnes semakin meningkat.

b. Staphylococcus aureus

Klasifikasi bakteri Staphylococcus aureus adalah (Syahrurachman dkk, 1994):

Order : Eubacteriales Family : Micrococcaceae Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang sering ditemukan sebagai flora normal pada kulit dan selaput lendir manusia. S. aureus merupakan salah satu bakteri Gram positif berbentuk bulat. S. aureus hidup di dalam saluran saluran pengeluaran lendir dari tubuh manusia dan hewan seperti hidung, mulut dan tenggorokan dan dapat dikeluarkan pada waktu batuk


(26)

atau bersin. S. aureus memiliki kemampuan untuk mensintesis lipase yang dapat mengubah sebum trigliserid menjadi asam lemak bebas yang dapat merangsang inflamasi (Sukatta et al., 2008). Bakteri ini dapat menyebabkan bermacam-macam infeksi seperti pneumonia, meningitis, empiema, endokarditis, jerawat, pioderma atau impetigo (Brooks et al., 2005). Menurut Mertaniasih (1996) bakteri ini merupakan mikroba patogen yang menyebabkan pus (nanah).

c. Staphylococcus epidermidis

Klasifikasi bakteri Staphylococcus epidermidis adalah: Order : Eubacteriales

Family : Micrococcaceae Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus epidermidis

Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri yang sering ditemukan sebagai flora normal pada kulit dan selaput lendir manusia. S. epidermidis merupakan salah satu bakteri Gram positif berbentuk bulat, biasanya tersusun dalam rangkaian tak beraturan seperti anggur dan bersifat anaerob fakultatif. Bakteri ini merupakan penyebab infeksi kulit yang ringan yang disertai abses (Syahrurachman dkk, 1994). Bakteri ini juga ikut berperan dalam pelepasan asam oleat hasil hidrolisisnya oleh lipase yang diduga berpengaruh terhadap perkembangan jerawat (Saising et al., 2008).


(27)

2.4 Antimikroba (Ganiswarna dkk, 1995; Katzung, 1997)

Antimikroba ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan manusia. Obat antimikroba yang ideal memperlihatkan “toksisitas selektif”. Istilah ini berarti bahwa obat ini merugikan parasit tanpa merugikan inangnya. Berdasarkan jenis mikroorganisme yang dimatikan atau dihambat pertumbuhannya, antimikroba terbagi menjadi antibakteri, antifungi, antivirus, dan anti-protozoa.

Obat antimikroba sering disebut sebagai bakteriostatik atau bakterisidal. Istilah bakteriostatik menggambarkan suatu obat yang sewaktu-waktu menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Keberhasilan pengobatan ini sering bergantung pada partisipasi mekanisme pertahanan inang. Sedangkan istilah bakterisidal menggambarkan suatu obat yang menyebabkan kematian pada mikroorganisme.

2.4.1 Mekanisme Kerja Antimikroba (Brunton et al., 2006; Pratiwi, 2008) Antimikroba berdasarkan struktur kimia dan mekanisme aksi, dikelompokkan menjadi:

a. Agen yang menghambat sintesis dinding sel bakteri. Antimikroba ini merusak lapisan peptidoglikan yang menyusun dinding sel bakteri gram positif maupun gram negatif. Mekanisme kerjanya adalah dengan mencegah ikatan silang peptidoglikan pada tahap akhir sintesis dinding sel, yaitu dengan cara menghambat protein pengikat penisilin (penicillin binding protein), protein ini merupakan enzim dalam membran plasma sel bakteri yang secara normal terlibat dalam penambahan asam amino yang berikatan


(28)

silang dengan peptidoglikan dinding sel bakteri, dan memblok aktivitas enzim transpeptidase yang membungkus ikatan silang polimer-polimer gula panjang yang membentuk dinding sel bakteri sehingga dinding sel menjadi rapuh dan mudah lisis. Termasuk didalamnya golongan β-laktam (misalnya, penisilin, cephalosporins, dan carbapenems) dan agen lainnya seperti cycloserine, vankomisin, dan bacitracin;

b. Agen yang bekerja secara langsung pada membran sel mikroorganisme, meningkatkan permeabilitas dan menyebabkan kebocoran senyawa intraselular. Membran plasma bersifat semipermeabel dan mengendalikan transport berbagai metabolit ke dalam dan luar sel. Adanya gangguan atau kerusakan struktur pada membran plasma dapat menghambat atau merusak kemampuan membran plasma sebagai penghalang (barrier) osmosis dan mengganggu sejumlah proses biosintesis yang diperlukan dalam membran. Termasuk didalamnya deterjen seperti polymyxin; polyene agen antijamur (misalnya, nistatin dan amfoterisin B) yang mengikat dinding sel-sterol; dan lipopeptide daptomycin;

c. Agen yang mengganggu fungsi ribosom subunit 30S atau 50S secara reversibel menghambat sintesis protein, yang umumnya adalah bakteriostatik (misalnya, kloramfenikol, tetrasiklin, eritromisin, klindamisin, streptogramins, dan linezolid) dan bakterisidal (misalnya aminoglikosida);


(29)

d. Agen yang mempengaruhi metabolisme asam nukleat bakteri. Penghambatannya pada sintesis asam nukleat berupa penghambatan terhadap transkripsi dan replikasi mikroorganisme, seperti rifamycins (misalnya, rifampisin dan rifabutin) yang menghambat RNA polimerase, dan quinolon yang menghambat topoisomerase; dan

e. Antimetabolit, yaitu substansi yang secara kompetitif menghambat metabolit mikroorganisme, karena memiliki struktur yang mirip dengan substrat normal bagi enzim metabolisme. Termasuk didalamnya trimetoprim dan sulfonamid, yang menghambat enzim penting metabolisme folat.

2.4.2 Penentuan Aktivitas Antimikroba

Potensi dari suatu antimikroba diperkirakan dengan membandingkan penghambatan pertumbuhan terhadap mikro-organisme yang sensitif dari hasil penghambatan suatu konsentrasi antibiotik uji dibandingkan dengan antibiotik referensi. Bahan referensi yang digunakan dalam pengujian adalah zat yang aktivitasnya telah diketahui dengan mengacu pada Standar Internasional yang sesuai (Anonim, 2001).

Penentuan aktivitas antimikroba dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode difusi dan metode dilusi. Pada metode difusi termasuk didalamnya metode disk diffusion (tes Kirby & Baur), E-test, ditch-plate technique, cup-plate technique. Sedangkan pada metode


(30)

dilusi termasuk didalamnya metode dilusi cair dan dilusi padat (Pratiwi, 2008).

a. Metode difusi diantaranya:

1) Metode disk diffusion (tes Kirby & Baur) menggunakan piringan yang berisi agen antimikroba, kemudian diletakan pada media agar yang sebelumnya telah ditanami mikroorganisme sehingga agen antimikroba dapat berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar.

2) Metode E-test digunakan untuk mengestimasi Kadar Hambat Minimum (KHM), yaitu konsentrasi minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Pada metode ini digunakan strip plastik yang mengandung agen antimikroba dari kadar terrendah sampai tertinggi dan diletakkan pada permukaan media agar yang telah ditanami mikroorganisme sebelumnya. Pengamatan dilakukan pada area jernih yang ditimbulkannya yang menunjukan kadar agen antimikroba yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada media agar.

3) Ditch-plate technique. Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan pada parit yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara membujur dan mikroba uji (maksimum 6


(31)

macam) digoreskan kearah parit yang berisi agen antimikroba tersebut.

4) Cup-plate technique. Metode ini serupa dengan disk diffusion, dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji.

b. Metode dilusi diantaranya:

1) Metode dilusi cair/broth dilution test (serial dilution). Metode ini digunakan untuk mengukur Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM). Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba, dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai KBM.

2) Metode dilusi padat (solid dilution test). Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji.


(32)

2.5 Jerawat (Tranggono, 1996)

Jerawat adalah peradangan yang disertai dengan penyumbatan pada saluran kelenjar minyak kulit dan rambut (saluran pilosebacea). Apabila saluran pilosebacea tersumbat, maka minyak kulit (sebum) tidak dapat keluar dan mengumpul di dalam saluran sehingga saluran membengkak, dan terjadilah komedo. Jerawat selalu dimulai dari bentuk komedo, baik komedo terbuka (blackhead) atau komedo tertutup (whitehead).

Bentuk jerawat dapat berupa komedo atau disebut jerawat tipe papulosa, dan apabila komedo tersebut mengandung nanah maka digolongkan jerawat tipe pustulosa. Jerawat yang lebih parah dan membentuk kantung nanah disebut jerawat tipe kista dan apabila kantung-kantung nanah itu bersatu membentuk saluran disebut jerawat tipe konglobata.

Jerawat cenderung mulai timbul pada usia remaja dan umumnya timbul dibagian kulit yang berminyak (seborea) yaitu hidung, pipi, dahi, dagu, dada, dan punggung. Menurut Mertaniasih dkk (1996) faktor pencetus dari jerawat bersifat multifaktorial, yaitu diet, genetik, endokrin, kosmetik, dan mikroba. Sedangkan menurut Athikomkulchai et al. (2008) faktor utama yang terlibat dalam pembentukan jerawat adalah peningkatan produksi sebum, pegelupasan dari keratinosit, pertumbuhan bakteri dan inflamasi.

2.6 Antibakteri Pembanding (Depkes RI, 1979; Ganiswarna dkk, 1995)

Karakteristik klindamisin yang digunakan sebagai antibakteri pembanding adalah sebagai berikut:


(33)

a. Nama Lain : L- treo- α- D- galakto- oktapiranosida, metil- 7-klor- 6,7,8- trideoksi- {[(1- metil- 4- propil- 2- pirolidinil) karbonil] amino} -1- tio, (2S- trans); monohidriklorida

b. Rumus Kimia : C18H33ClN2O5S . HCl c. Rumus Molekul :

N CH3

C3H7

H CONHCH H CCl CH3 H O H H OH H H SCH3 H OH OH HCl

Gambar 1. Rumus molekul klindamisin HCl d. Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau

e. Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam dimetilformamida P dan dalam metanol; larut dalam etanol (95%) P; praktis tidak larut dalam aseton P

f. Aktivitas Antibakteri : Aktif terhadap Staphylococcus aureus; Diplococcus pneumoniae; Streptococcus pyrogenes; Streptococcus anaerobik; Streptococcus viridans; Actinomyces israelli; Bacteroides fragilis dan kuman anaerob lainnya

g. Golongan Antibakteri : Antibakteri semisintetik turunan linkomisin h. Mekanisme Kerja : Terjadi ikatan secara reversibel dengan subunit ribosomal 50S, mencegah terjadinya ikatan peptida sehingga akan menghambat sintesis protein bakteri; efek bakteriostatik atau bakterisidal tergantung dari konsentrasi obat, infeksi dan jenis organisme.


(34)

BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 Alur Penelitian

Gambar 2. Diagram alur penelitian Bakung Putih

Determinasi Tumbuhan

Ekstrak Daun Bakung Putih

Serbuk Daun Bakung Putih Serbuk Umbi Bakung Putih

Ekstrak Umbi Bakung Putih

Pengujian Aktivitas Antibakteri

Proses ekstraksi Proses ekstraksi

Analisis Mekanisme Penghambatan Antibakteri

Analisis Kebocoran Ion Logam Ca2+ dan K+

Analisis Kerusakan Sel Analisis Kebocoran

Protein dan Asam Nukleat

Penentuan KHM dan KBM Latar Belakang

Penapisan Fitokimia

Penentuan Potensi

Relatif Antibakteri


(35)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Juli 2010 di Laboratorium Bahan Alam, Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong; Laboratorium Mikrobiologi Klinis, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta; dan Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4.2 Alat dan Bahan a. Alat

Peralatan gelas, alcohol meter, vacuum rotary evaporator, cawan penguap, jarum ose, kapas, kain kasa, mesin giling simplisia, spatula, mikropipet, bunsen, pinset, alumunium foil, tanggas air, timbangan analitik, kertas saring whatman no.52, autoklaf, oven, chamber anaerob, nephelometer, inkubator, inkubator goyang, Laminar Air flow (LAF), lemari pendingin, sentrifus, jangka sorong, spektrofotometri UV-VIS, Atomic Absorption Spectrometry (AAS), dan Scanning Electron Microscopy (SEM).


(36)

b. Bahan 1) Bahan uji

Bahan uji yang digunakan adalah daun dan umbi tanaman bakung putih (Crinum asiaticum L.) yang diperoleh dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Kebun Raya Bogor.

2) Bakteri uji

Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus ATCC 25923, dan Staphylococcus epidermidis ATCC 12228 yang diperoleh dari koleksi Laboratorium Mikrobiologi Klinis, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

3) Antibakteri Pembanding

Antibakteri pembanding yang digunakan adalah klindamisin HCl yang diperoleh dari Bagian Baku Pembanding, Badan POM RI, Jakarta.

4) Bahan Kimia

Bahan-bahan kimia yang digunakan diantaranya: Mueller Hinton Agar (MHA), Brucella Agar, vitamin K, Blood Agar Base, darah domba, Nutrient Broth (NB), Brain Heart Infusion (BHI), NaCl, FeCl3, etanol, metanol, gliserin, n-heksan, etil asetat, serbuk Mg, HCl, pereaksi dragendorff, pereaksi meyer, kloroform, natrium sulfat anhidrat, asam asetat anhidrat, H2SO4, aquadest.


(37)

4.3 Prosedur Kerja

4.3.1 Penyiapan Bahan untuk Ekstraksi

Bahan berupa tanaman bakung putih (Crinum asiaticum L.) dalam keadaan segar dikumpulkan, dan dibersihkan dengan air. Bagian daun dan umbi bakung putih diseleksi lalu dirajang dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan pada suhu ruang dan terhindar sinar matahari langsung. Simplisia kering digiling dan disaring dengan menggunakan mesh no.2, sehingga diperoleh serbuk daun dan umbi bakung putih.

4.3.2 Ekstraksi dengan Pelarut Organik

Serbuk daun dan umbi bakung putih masing-masing sebanyak 700 g dimaserasi dengan menggunakan etanol 70 % selama 5 hari, kemudian disaring dengan menggunakan kapas dan kertas saring. Tiap-tiap filtrat dipisahkan dari pelarutnya dengan menggunakan vaccum rotary evaporator pada suhu 50 0C, sehingga diperoleh ekstrak kental daun dan umbi bakung putih.

4.3.3 Pemeriksaan Karakteristik Ekstrak (Depkes RI, 2000) a. Organoleptik

Pengujian ini dilakukan dengan mengamati bentuk warna, bau, dan rasa dari ekstrak yang dihasilkan.

b. Rendemen ekstrak

Rendemen ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih dihitung dengan membandingkan bobot awal simplisia dengan bobot akhir ekstrak yang dihasilkan.


(38)

Bobot ekstrak yang dihasilkan Bobot awal simplisia

c. Susut pengeringan

Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara menimbang ekstrak ± 0.5 g dan dimasukan kedalam botol timbang bertutup yang sebelumnya telah ditara. Kemudian dimasukan kedalam oven pada suhu 105 0C hingga diperoleh bobot yang relatif tetap.

b – c

b – a Keterangan:

a = bobot cawan kosong

b = bobot sampel dan cawan sebelum dikeringkan dalam oven c = bobot sampel dan cawan setelah dikeringkan dalam oven 4.3.4 Penapisan Fitokimia

a. Identifikasi golongan alkaloid

Masing-masing sebanyak 1 g ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih ditambahkan 1 ml HCl 2N dan 9 ml aquadest, kemudian dipanaskan diatas tanggas air selama 5 menit, didinginkan dan kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh dibagi menjadi 2 bagian. Filtrat pertama, ditambahkan 3 tetes pereaksi dragendorff, apabila terbentuk warna endapan orange-cokelat menunjukan adanya senyawa alkaloid. Filtrate kedua, ditambahkan 3 tetes pereaksi mayer, apabila terbentuk endapan putih atau kuning yang

% Rendemen ekstrak = x 100%


(39)

ditambahkan dengan metanol kemudian endapan menjadi larut berarti menunjukan adanya senyawa alkaloid.

b. Identifikasi golongan flavonoid

Masing-masing ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih sebanyak 1 g ditambahkan 10 ml metanol (mulut tabung ditutup dengan corong yang diberi kapas yang telah dibasahi), kemudian dipanaskan diatas tanggas air selama 10 menit, kemudian disaring dalam keadaan panas, filtrat kemudian diencerkan dengan 10 ml aquadest dan didinginkan, kemudian ditambahkan 5 ml n-heksan dan dikocok hati-hati, didiamkan sesaat kemudian dipisahkan lapisan n-heksan. Lapisan metanol kemudian dipekatkan, lalu ditambahkan 5 ml etil asetat dan disaring. Filtrate etil asetat dibagi menjadi 2 bagian. Filtrate pertama, sebagai kontrol. Filtrat kedua diuapkan dalam cawan sampai kering kemudian ditambahkan 2 ml etanol, kemudian ditambahkan 0.1 mg serbuk magnesium (Mg) dan 10 tetes ml HCl 2 N, terbentuknya warna merah jingga sampai merah ungu menunjukan adanya senyawa flavonoid, sedangkan terbentuknya warna kuning jingga menunjukan adanya senyawa flavon, kalkon, dan auron.

c. Identifikasi golongan tanin

Masing-masing ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih sebanyak 1 g ditambahkan 20 ml aquadest, kemudian dididihkan selama 30 menit. Kemudian ditambahkan 5 tetes larutan NaCl 10 % kemudian didinginkan dan disaring. Filtrat dibagi 2, filtrat pertama


(40)

(sebagai kontrol), lalu sisa filtrat yang lainnya diuji dengan cara menambahkan 3 tetes FeCl3, kemudian dibandingkan dengan warna larutan kontrol. Warna biru hitam menunjukan adanya tanin terhidrolisis dan warna hijau kecoklatan menunjukan adanya tanin terkondensasi.

d. Identifikasi golongan saponin

Masing-masing ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih sebanyak 0,5 g ditambahkan 10 ml air panas, dan didinginkan, setelah dingin langsung dikocok kuat-kuat selama 10 detik, jika terbentuk buih yang stabil selama 10 menit setinggi 1-10 cm dan setelah ditambahkan 1 tetes HCl 2 N buihnya tidak hilang, maka menunjukan adanya senyawa saponin.

e. Identifikasi steroid dan triterpenoid

Masing-masing ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih sebanyak 1 g diekstraksi dengan n-heksan hingga tidak berwarna, kemudian residu ekstrak ditambahkan 10 ml kloroform dan diaduk selama 5 menit. Diambil lapisan kloroform dengan menggunakan pipet dan ditambahkan natrium sulfat anhidrat, disaring dan dibagi kedalam 2 bagian. Filtrat pertama (sebagai kontrol), lalu sisa filtrat yang lainnya ditambahkan 3 tetes asetat anhidrida dan 1 tetes H2SO4 pekat, dan diamati perubahan warna yang terjadi dengan kontrol. Jika terbentuk warna biru hijau atau merah ungu menunjukan adanya senyawa steroid atau triterpenoid.


(41)

4.3.5 Sterilisasi Alat dan Bahan

Semua alat dan bahan yang digunakan untuk uji mikrobiologi disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121 0C selama 15 menit, kecuali untuk bahan yang terbuat dari karet disterilkan dengan cara direndam dalam alkohol 70 % dan jarum ose disterilkan dengan cara flambir pada nyala bunsen. Pengerjaan uji mikrobiologi dilakukan secara aseptis di dalam lemari aseptis yang sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol 70 %, lalu disinari dengan lampu UV yang dinyalakan 15 menit sebelum digunakan.

4.3.6 Pembuatan Media Pertumbuhan a. Brucella Agar

Ditimbang 43 g Brucella Agar dan dilarutkan dengan 1 L aquadest dan dipanaskan hingga semuanya larut, kemudian ditambahkan 1 ampul vitamin K dan disterilkan dalam autoklaf. Setelah disterilkan kemudian didinginkan hingga suhu diperkirakan 47 0C lalu ditambahkan darah domba sebanyak 5 % (v/v), segera setelah tercampur homogen dituang kedalam tabung atau petri dan didiamkan hingga memadat.

Komposisi Brucella Agar (g/L): Meet pepton 10 %; Casein pepton 10 %; Sodium clorida 5 %; Yeast extract 2 %; Dextrose 1 %; Sodium bisulfit 0,1 %; dan Bacteriological agar 15 %.

b. Agar darah (Lab)

Ditimbang 37 g Blood Agar Base dan dilarutkan dengan 1 L aquadest dan dipanaskan hingga semuanya larut lalu disterilkan


(42)

dalam autoklaf. Setelah disterilkan kemudian didinginkan hingga suhu diperkirakan 47 0C lalu ditambahkan darah domba sebanyak 5 % (v/v), segera setelah tercampur homogen dituang kedalam tabung atau petri dan didiamkan hingga memadat.

Komposisi Blood Agar Base (g/L): Beef extract 10; Balanced pepton no.1 10; Sodium clorida 5; dan Agar no.2 12.

c. Muller Hinton Agar (Lab)

Ditimbang 38 gram MHA dan dilarutkan dengan 1 L aquadest dan dipanaskan hingga semuanya larut kemudian disterilkan dalam autoklaf.

Komposisi Muller Hinton Agar (g/L): Beef infusion solids 2; Acid hydrolysed casein 17,5; Starch 1,5; dan Agar no.1 17.

d. Brain Heart Infusion (Merck)

Ditimbang 37 gram BHI dan dilarutkan dengan 1 L aquadest dan dipanaskan hingga semuanya larut lalu disterilkan dalam autoklaf. Komposisi BHI (g/L): Nutrient substrate (extracts of brain and

hearth and peptones) 27,5; D-glukose 2; Sodium chloride 5; dan disodium hydrogen phosphate 2,5.

e. Nutrient Broth (Oxoid)

Ditimbang 13 gram NB dan dilarutkan dengan 1 L aquadest dan dipanaskan hingga semuanya larut lalu disterilkan dalam autoklaf. Komposisi Nutrient Broth (g/L): Lab-lemco powder 1; Yeast extract


(43)

4.3.7 Pembuatan Larutan Uji

Pada pengujian aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi cakram, larutan uji dibuat dengan melarutkan ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih menggunakan etanol 70 %, dengan konsentrasi ekstrak etanol daun sebesar 30 % (b/v) dan ekstrak etanol umbi sebesar 60 % (b/v). Pada penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) menggunakan metode dilusi cair, larutan uji dibuat dengan melarutkan ekstrak etanol daun dengan gliserin dan aquadest, sedangkan ekstrak umbi dengan aquadest.

4.3.8 Pembuatan Stok Bakteri

Bakteri uji diinokulasi pada medium Brucella Agar untuk bakteri P. acnes sedangkan medium MHA untuk S. aureus dan S. epidermidis dengan cara menggoreskan bakteri menggunakan jarum ose pada permukaan agar, kemudian diinkubasi pada suhu 37 0C selama 48 jam dalam kondisi anaerob untuk P. acnes sedangkan untuk S. aureus dan S. epidermidis pada suhu 37 0C selama 24 jam dalam kondisi aerob.

4.3.9 Pembuatan Suspensi Bakteri

Biakan bakteri yang telah berumur 48 jam untuk P. acnes dan 24 jam untuk S. aureus dan S. epidermidis, diambil beberapa ose kemudian disuspensikan ke dalam larutan NaCl 0.9 % dan diukur kekeruhannya dengan menggunakan nephelometer (BD Phoenix) dengan standar 0,5 Mc Farland (diperkirakan 1,5 x 108 sel bakteri/ ml).


(44)

4.3.10 Pengujian Aktivitas Antibakteri

Pengujian aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih terhadap P. acnes, S. aureus dan S. epidermidis dilakukan dengan metode difusi menggunakan kertas cakram. Kertas cakram yang digunakan dibuat dari kertas whatman no.52 dengan diameter lingkaran 5.5 mm.

Medium Brucella Agar untuk bakteri P. acnes dan medium MHA untuk S. aureus dan S. epidermidis yang masih berbentuk cairan dituang ke dalam cawan petri steril ± 20 ml dan dibiarkan memadat. Setelah agar memadat, suspensi bakteri sebanyak 100 µl disebar ke permukaan agar secara merata dengan menggunakan lidi kapas steril.

Kertas cakram steril kemudian ditetesi dengan larutan uji sebanyak 10 µl kemudian didiamkan beberapa saat agar pelarutnya menguap kemudian diletakkan di atas permukaan agar. Untuk kontrol negatif digunakan etanol 70 % pada setiap bakteri uji. Masing-masing cawan petri kemudian diinkubasi dalam keadaan posisi terbalik pada suhu 37 0C selama 48 jam dalam kondisi anaerob untuk P. acnes sedangkan untuk S. aureus dan S. epidermidis pada suhu 37 0C selama 24 jam dalam kondisi aerob. Aktivitas antibakteri diamati berdasarkan pengukuran diameter daerah hambat atau daerah bening yang terbentuk di sekeliling kertas cakram dikurangi dengan diameter cakram. Pengujian dilakukan 3 kali pengulangan.


(45)

4.3.11 Penetapan Potensi Relatif

Pengujian daya hambat klindamisin HCl dilakukan menggunakan metode difusi cakram seperti pada prosedur 4.3.10. Konsentrasi klindamisin HCl yang diujikan untuk P. acnes adalah 250 µg/ml; 200 µg/ml; 150 µg/ml; 100 µg/ml; dan 50 µg/ml. Sedangkan konsentrasi klindamisin HCl yang diujikan untuk S. aureus dan S. epidermidis adalah 20 µg/ml ; 15 µg/ml; 10 µg/ml; 5 µg/ml; dan 1 µg/ml. Sebagai kontrol negatif digunakan aquadest. Pengujian dilakukan 3 kali pengulangan.

Penetapan potensi relatif ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih dibandingkan dengan klindamisin HCl dilakukan dengan cara memplotkan diameter hambat ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih kedalam persamaan garis hubungan antara konsentrasi klindamisin HCl dan daerah hambat. Potensi relatif diukur dengan membandingkan konsentrasi ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih yang memberikan diameter hambat yang sama pada daya hambat klindamisin HCl dengan konsentrasi ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih yang digunakan.

4.3.12 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM)

Penentuan KHM dan KBM dilakukan dengan menggunakan metode dilusi cair/broth dilution test (serial dilution). Konsentrasi larutan uji dibuat sebuah seri pengenceran pada medium cair dengan volume total 1 ml (BHI untuk P. acnes sedangkan NB untuk S. aureus


(46)

dan S. epidermidis) dengan konsentrasi larutan uji 10; 5; 2,5; 1,25; 0,625 dan 0,3125 mg/ml untuk ekstrak etanol daun bakung putih, dan konsentrasi larutan uji 30; 15; 7,5; 3,75; 1,875; dan 0,9375 mg/ml untuk ekstrak etanol umbi bakung putih, yang kemudian ditambahkan dengan suspensi bakteri uji sebanyak 10 µl. Kemudian diinkubasi pada inkubator goyang (200 rpm) suhu 37 0C selama 48 jam dalam kondisi anaerob untuk P. acnes sedangkan untuk S. aureus dan S. epidermidis pada suhu 37 0C selama 24 jam dalam kondisi aerob. Sebagai pembanding digunakan lima macam kontrol yaitu:

a. Kontrol bakteri = 1 ml medium + 10 µl suspensi bakteri b. Kontrol negatif = 0,5 ml medium + 0,5 ml pelarut

c. Kontrol pelarut = 0,5 ml medium + 0,5 ml pelarut + 10 µl suspensi bakteri

d. Kontrol medium = 1 ml medium

e. Kontrol ekstrak = 0.5 ml media + 0.5 ml ekstrak

Nilai KHM dan KBM terhadap bakteri uji ditentukan setelah larutan uji tersebut ditumbuhkan kembali pada medium agar (Brucella Agar untuk P. acnes, sedangkan Agar darah untuk S. aureus dan S. epidermidis) kemudian diinkubasi suhu 37 0C selama 48 jam dalam kondisi anaerob untuk P. acnes sedangkan untuk S. aureus dan S. epidermidis pada suhu 37 0C selama 24 jam dalam kondisi aerob. Nilai KHM dinyatakan sebagai konsentrasi terrendah ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih yang masih dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji (satu tingkat dibawah konsentrasi KBM), sedangkan nilai


(47)

KBM dinyatakan sebagai konsentrasi terrendah ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih yang tidak menunjukkan adanya pertumbuhan koloni bakteri pada agar. Pengujian dilakukan 3 kali pengulangan. 4.3.13 Analisis Kebocoran Asam Nukleat dan Protein

Suspensi bakteri dari kultur murni yang telah ditumbuhkan selama 48 jam untuk P. acnes. Selanjutnya ditambahkan ekstrak etanol daun bakung putih dengan konsentrasi 0 (kontrol), 1, dan 2 KHM. Kemudian diinkubasi pada inkubator goyang (200 rpm) suhu 37 0C selama 48 jam dalam kondisi anaerob. Larutan uji disentrifus dengan kecepatan 3500 rpm selama 20 menit, kemudian dipisahkan supernatan dari endapan sel. Cairan supernatan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV/VIS (Perkin Elmer lamda 25) pada panjang gelombang 280 dan 260 nm.

4.3.14 Analisis Kebocoran Ion Logam

Analisis kebocoran ion yang diukur adalah dalam bentuk ion K+ dan Ca2+ yang keluar dari sel bakteri akibat perlakuan dengan ekstrak etanol daun bakung putih. Sampel untuk analisis kebocoran ion logam berupa cairan supernatan yang berasal dari perlakuan pada prosedur 4.3.13. Cairan supernatan dianalisis dengan menggunakan Atomic Absoption Spectroscopy (AAS) Perkin Elmer.

4.3.15 Analisis Kerusakan Sel Menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy)

Pellet atau endapan sel yang berasal dari perlakuan prosedur 4.3.13 (kontrol dan 2 KHM), direndam dengan glutaraldehid 2 %


(48)

selama semalam, lalu ditambahkan chocodylate buffer, dan direndam selama 20 menit. Larutan uji disentrifuse dan supernatan dipisahkan. Pellet direndam dalam 1 % larutan osmium tetraoksida selama 1 jam, kemudian dikeringkan berturut-turut dengan alkohol 70 %, 80 %, 95 %, dan alkohol absolut masing-masing selama 20 menit. Pellet disuspensikan dengan penambahan butanol, kemudian suspensi dioleskan pada cover slip yang telah direkatkan pada stub alumunium. Suspensi yang telah mongering di cover slip kemudian dilapisi dengan emas melalui proses vakum selama 20 menit dan diamati dengan menggunakan SEM JSM-5000.


(49)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

a. Determinasi tumbuhan

Hasil determinasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi, LIPI - Bogor, menunjukan bahwa tumbuhan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakung putih (Crinum asiaticum L.) suku Amaryllidaceae. (lampiran 2)

b. Karakteristik ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih

Tabel 1. Hasil pemeriksaan karakteristik ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih

Karakteristik ekstrak Hasil

Daun bakung putih Umbi bakung putih Organoleptik

 Bentuk  Warna  Bau  Rasa

Ekstrak kental Coklat kehijauan Khas

Pahit

Ekstrak kental Coklat

Khas Pahit

Rendemen 12,69 % 41,24 %


(50)

c. Penapisan fitokimia ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih

Tabel 2. Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih

Golongan senyawa Hasil

Daun bakung putih Umbi bakung putih

Alkaloid + +

Flavonoid + -

Tanin + +

Saponin - -

Steroid + +

Triterpenoid + +

Keterangan : (+) menunjukan reaksi positif (-) menunjukan reaksi negatif

d. Hasil uji aktivitas antibakteri

Tabel 3. Rata-rata diameter hambat dan SD hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun bakung putih

Konsentrasi (%)

Rata-rata diameter hambat (mm) ± SD Propionibacterium acnes Staphylococcus aureus Staphylococcus epidermidis 30 3,50 ± 0,50 1,50 ± 0,50 3,00 ± 0,87

Kontrol negatif 0 ± 0 0 ± 0 0 ± 0

Tabel 4. Rata-rata diameter hambat dan SD hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol umbi bakung putih

Konsentrasi (%)

Rata-rata diameter hambat (mm) ± SD Propionibacterium acnes Staphylococcus aureus Staphylococcus epidermidis 60 8,83 ± 1,26 3,67 ± 0,29 2,75 ± 0,66


(51)

e. Hasil penentuan potensi relatif ekstrak daun dan umbi bakung putih dibandingkan klindamisin HCl

Tabel 5. Rata-rata diameter hambat dan SD hasil uji daya hambat klindamisin HCl

Bakteri uji Konsentrasi (µg/ml) Rata-rata diameter hambat (mm) ± SD

Propionibacterium acnes

50 3,33 ± 0,29

100 6,00 ± 0,50

150 7,50 ± 0,50

200 9,17 ± 0,29

250 14,67 ± 0,29

Staphylococcus aureus

1 0,00 ± 0,00

5 2,33 ± 0,29

10 4,67 ± 0,76

15 7,50 ± 0,50

20 10,17 ± 0,58

Staphylococcus epidermidis

1 0,00 ± 0,00

5 2,67 ± 0,29

10 5,33 ± 1,26

15 7,33 ± 0,76


(52)

Gambar 3. Kurva hubungan antara konsentrasi klindamisin HCl dengan diameter hambat terhadap bakteri Propionibacterium acnes

Gambar 4. Kurva hubungan antara konsentrasi klindamisin HCl dengan diameter hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus

0 2 4 6 8 10 12 14 16

0 50 100 150 200 250 300

D iam e te r h am b at (m m ) Konsentrasi (µg/ml) 0 2 4 6 8 10 12 14 16

0 50 100 150 200 250 300

D iam e te r h am b at (m m ) Konsentrasi (µg/ml)

y = 0,3790 + 0,0517x

y = -0,4849 + 0,5313x r = 0,964532632


(53)

Gambar 5. Kurva hubungan antara konsentrasi klindamisin HCl dengan diameter hambat terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis

Tabel 6. Hasil kesetaraan ekstrak etanol daun 30 % terhadap klindamisin HCl Konsentrasi

ekstrak 30 % (300.000 µg/ml)

Bakteri uji Propionibacterium acnes Staphylococcus aureus Staphylococcus epidermidis Diameter

hambat (mm) 3,50 1,50 3,00

Setara dengan konsentrasi klindamisin HCl

(µg/ml)

60,37 3,73 6,21

Perbandingan

potensi relatif 1 : 4.969 1 : 80.429 1 : 48.309

0 2 4 6 8 10 12

0 5 10 15 20 25

D iam e te r h am b at (m m ) Konsentrasi (µg/ml)

y = -0,0031 + 0,4838x r = 0,993909924


(54)

Tabel 7. Hasil kesetaraan ekstrak etanol umbi 60 % terhadap klindamisin HCl Konsentrasi

ekstrak 60 % (600.000 µg/ml)

Bakteri uji Propionibacterium acnes Staphylococcus aureus Staphylococcus epidermidis Diameter

hambat (mm) 8,83 3,67 2,75

Setara dengan konsentrasi klindamisin HCl

(µg/ml)

163,46 7,82 5,69

Perbandingan

potensi relatif 1 : 3.671 1 : 76.726 1 : 105.448

f. Hasil penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM)

Tabel 8. Nilai KHM dan KBM ekstrak etanol daun bakung putih Konsentrasi (mg/ml) Bakteri uji Propionibacterium acnes Staphylococcus aureus Staphylococcus epidermidis

0,3125 + + +

0,625 + + +

1,25 +* + +

2,5 -** + +*

5 - +* -**

10 - -** -

Keterangan : (+) menunjukan adanya pertumbuhan (-) menunjukan tidak adanya pertumbuhan (*) KHM dan (**) KBM


(55)

Tabel 9. Nilai KHM dan KBM ekstrak etanol umbi bakung putih Konsentrasi (mg/ml) Bakteri uji Propionibacterium acnes Staphylococcus aureus Staphylococcus epidermidis

0,9375 + + +

1,875 + + +

3,75 + + +*

7,5 +* +* -**

15 -** -** -

30 - - -

Keterangan : (+) menunjukan adanya pertumbuhan (-) menunjukan tidak adanya pertumbuhan (*) KHM dan (**) KBM

g. Hasil analisis kebocoran sel

Gambar 6. Kebocoran asam nukleat dan protein pada bakteri Propionibacterium acnes 0.0126 0.4425 0.0138 0.0754 0.1148 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5

0 KHM 1 KHM 2 KHM

A b so r b an si

Konsentrasi ekstrak etanol daun bakung putih

absorbansi pada 260 nm absorbansi pada 280 nm 0.3433


(56)

h. Hasil analisis kebocoran ion logam

Gambar 7. Kebocoran ion K+ dan Ca2+ pada bakteri Propionibacterium acnes

i. Hasil Scanning Electron Microscopy (SEM)

(a) (b)

Gambar 8. (a) Morfologi sel normal Propionibacterium acnes (15.000 x);

(b) Pengaruh ekstrak daun bakung putih pada konsentrasi 2 KHM terhadap morfologi sel Propionibacterium acnes (15.000 x)

6.55

12.03

20.29

2.243

10.41

18

0 5 10 15 20 25

0 KHM 1 KHM 2 KHM

K

o

n

se

n

tr

as

i

(m

g/

L)

Konsentrasi ekstrak etanol daun bakung putih

ion Ca ion K


(57)

5.2 Pembahasan

Proses ekstraksi senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan bakung putih, dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut organik. Dalam hal ini pelarut organik yang digunakan adalah etanol 70 %. Pemilihan etanol sebagai pelarut didasarkan pada sifat selektifnya dan dapat bercampur dengan air dengan segala perbandingan. Selain keekonomisan etanol, pemilihan etanol juga dikarenakan kemampuannya dalam mengekstrak sebagian besar senyawa kimia yang terkandung dalam simplisia, seperti alkaloida, minyak atsiri, glikosida, kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid, damar dan klorofil sedangkan lemak, malam, tannin dan saponin hanya sedikit larut (Depkes RI, 1986). Penggunaan metode maserasi didasarkan kepraktisannya dalam pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Akan tetapi kelemahan dalam metode ini yaitu pengerjaannya yang membutuhkan waktu lama.

Proses maserasi terhadap daun dan umbi masing-masing dilakukan selama 5 hari, dan selama perendaman dilakukan pengadukan beberapa kali agar senyawa-senyawa yang terdapat pada simplisia dapat larut dengan baik. Ekstrak cair yang diperoleh kemudian diuapkan pelarutnya dengan menggunakan vacuum rotary evaporator pada suhu 50 0C, sampai diperoleh ekstrak yang kental. Karakteristik ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 1.

Pengujian golongan kandungan fitokimia yang ada didalam ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih dilakukan untuk mengetahui golongan metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak. Hasil penapisan fitokimia


(58)

yang dilakukan terhadap ekstrak etanol daun bakung putih diidentifikasi adanya alkaloid, tanin, flavonoid, steroid dan triterpenoid, sedangkan pada ekstrak etanol umbi bakung putih diidentifikasi adanya alkaloid, tanin, steroid dan triterpenoid (tabel 2).

Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan menggunakan metode difusi cakram. Hal ini dilakukan sebagai pengujian pendahuluan untuk ekstrak uji terhadap bakteri, sehingga dapat menggambarkan kemampuan ekstrak uji dalam hal penghambatan pertumbuahan pada masing-masing bakteri. Pembuatan larutan uji ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih dilarutkan dalam etanol 70 %. Penggunaan etanol 70 % dikarenakan sukar terlarutnya ekstrak jika dilarutkan dalam aquadest, terutama untuk ekstrak etanol daun. Hal ini diduga karena adanya senyawa yang bersifat semi polar dan atau non polar yang ikut terekstraksi dengan etanol pada saat pembuatan ekstrak. Dugaan ini dikuatkan oleh hasil penapisan fitokimia terhadap ekstrak uji yang menunjukan adanya senyawa yang bersifat semi polar (alkaloid) dan non polar (steroid dan triterpenoid).

Hasil uji aktivitas ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih terhadap bakteri uji disajikan pada tabel 3 dan 4. Hasil uji menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih mampu menghambat pertumbuhan bakteri P. acnes, S. aureus dan S. epidermidis. Hal ini dikarenakan dalam ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih mengandung senyawa-senyawa metabolit sekunder yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri.


(59)

Hasil uji daya hambat dengan pembanding klindamisin pada ketiga bakteri uji, umumnya ketiga bakteri tersebut dapat dihambat pertumbuhannya oleh klindamisin. Konsentrasi terrendah yaitu 5 µg/ml klindamisin masih dapat menghambat pertumbuhan S. aureus dan S. epidermidis dengan masing-masing diameter hambatan rata-rata 2,33 mm dan 2,67 mm. Sedangkan pada bakteri P. acnes, konsentrasi klindamisin harus ditingkatkan dan mulai dari konsentrasi terkecil yaitu 50 µg/ml yang memberikan diameter hambatan rata-rata 3,33 mm. Peningkatan konsentrasi uji dikarenakan pada konsentrasi 20 µg/ml untuk bakteri P. acnes belum menunjukan diameter hambatan sedangkan untuk bakteri lainnya sudah memberikan diameter hambatan. Bakteri P. acnes yang digunakan pada penelitian, merupakan koleksi bakteri Laboratorium Mikrobiologi Klinis, FKUI yang diperoleh dari hasil isolasi bakteri pada pasien berjerawat. Bakteri ini diduga telah mengalami resistensi antibiotik terhadap klindamisin. Hal ini terjadi dikarenakan pasien tersebut diduga telah menggunakan antibiotik klindamisin untuk penyembuhan jerawatnya.

Hasil diameter hambat klindamisin terhadap bakteri uji yang diperoleh, dibuat kurva hubungan antara konsentrasi pada sumbu x dan diameter hambatan pada sumbu y. Kurva ini merupakan kurva standar klindamisin terhadap bakteri uji. Kurva uji daya hambat klindamisin terhadap P. acnes, S. aureus dan S. epidermidis ditunjukkan pada gambar 3, 4 dan 5. Secara umum dari hasil daya hambat ketiga bakteri uji sama-sama menunjukkan kenaikan nilai diameter hambatan dengan semakin


(1)

Analisis kebocoran ion logam

Analisis kebocoran ion yang diukur adalah dalam bentuk ion K+ dan Ca2+ yang keluar dari sel bakteri akibat perlakuan dengan ekstrak etanol daun bakung putih. Sampel untuk analisis kebocoran ion logam berupa supernatan yang berasal dari perlakuan analisis kebocoran asam nukleat dan protein. Supernatan dianalisis dengan menggunakan Atomic Absoption Spectroscopy (AAS) Perkin Elmer. Pengamatan morfologi sel

Pellet atau endapan sel yang berasal dari perlakuan analisis kebocoran asam nukleat dan protein (kontrol dan 2 KHM), direndam dengan glutaraldehid 2% selama semalam, lalu ditambah chocodylate buffer, dan direndam selama 20 menit. Larutan uji disentrifus dan supernatan dipisahkan. Pelet ditambah osmium tetraoksida 1% dan direndam selama 1 jam, selanjutnya dikeringkan berturut-turut dengan alkohol 70 %, alkohol 80%, alkohol 95% dan alkohol absolut masing-masing selama 20 menit. Pelet disuspensikan dengan penambahan butanol, kemudian suspensi diletakkan diatas cover slip yang telah direkatkan pada stub alumunium. Suspensi yang telah mengering di cover slip kemudian dilapisi dengan emas melalui proses vakum selama 20 menit dan diamati dengan Scanning Electron Microscopy (JSM-5000).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penghambatan pertumbuhan bakteri oleh senyawa antibakteri dapat dinyatakan dengan KHM dan KBM. Nilai KHM dan KBM senyawa antibakteri dari setiap ekstrak berbeda-beda bergantung dari jenis bakteri dan senyawa antibakteri yang terkandung didalamnya. Nilai KHM dan KBM untuk ekstrak etanol daun bakung putih berkisar antara 1,25 – 10 mg/ml, sedangkan untuk ekstrak etanol umbi bakung putih berkisar antara 3,75 – 15 mg/ml tergantung jenis bakteri uji (tabel I).

Tabel I. Nilai KHM dan KBM ekstrak etanol bakung putih Konsentrasi

(mg/ml)

Propionibacterium acnes

Staphylococcus aureus

Staphylococcus epidermidis

KHM KBM KHM KBM KHM KBM

Daun 1,25 2,5 5 10 2,5 5


(2)

Penelitian lebih lanjut dilakukan pada ekstrak etanol daun terhadap P. acnes dikarenakan mempunyai nilai KHM dan KBM terrendah jika dibandingkan dengan yang lain.

Pemberian ekstrak etanol daun terhadap P. acnes diduga dapat menyebabkan kebocoran sel yang berakibat pada kematian bakteri. Kebocoran sel akibat rusaknya sel dapat dideteksi dengan spektrofotometri ultraviolet. Panjang gelombang 260 nm dapat mendeteksi purin, pirimidin dan ribonukleotida, sedangkan pada panjang gelombang 280 nm dapat mendeteksi tirosin dan triptofan (Park et al., 2003 dalam Naufalin, 2005). Menurut Gilbert (1984) dalam Miksusanti dkk (2008), senyawa-senyawa yang memberikan serapan pada panjang gelombang 260 nm adalah RNA dan DNA, sedangkan pada panjang gelombang 280 nm diidentifikasi sebagai protein. Terdeteksinya asam nukleat dan protein diluar sel bakteri (gambar 1) menandakan sel telah mengalami kebocoran akibat rusaknya dinding sel dan atau perubahan pada permeabilitas membran sel sehingga menyebabkan bakteri mati.

Gambar 1. Kebocoran asam nukleat dan protein dari bakteri P. acnes

Pemberian ekstrak etanol daun bakung putih pada konsentrasi KHM mengakibatkan terjadinya keluarnya ion logam dari sel bakteri, khususnya ion K+ dan Ca2+. Ion K+ pada bakteri berperan penting untuk fungsi dan kesatuan ribosom, sedangkan ion Ca2+ dibutuhkan sebagai komponen dinding sel bakteri gram positif (Brooks et al., 2005). Keluarnya ion logam dari sel P. acnes (gambar 2), disebabkan ekstrak etanol daun telah mempengaruhi permeabilitas membran dan atau dinding sel bakteri. Indikasi adanya kerusakan membran sitoplasma adalah terjadinya kebocoran kandungan sitoplasma seperti ion K+, dan peningkatan K+ diluar sel merupakan tanda kerusakan permeabilitas membran

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5

0 KHM 1 KHM 2 KHM

A

b

so

r

b

an

si

Konsentrasi ekstrak etanol daun bakung putih absorbansi pada 260 nm

absorbansi pada 280 nm


(3)

(Cox et al., 2001). Menurut Suliantari (2009) ion Ca2+ berfungsi untuk menjaga kestabilan dinding bakteri dan dengan adanya keluarnya ion tersebut dari sel maka kestabilan dinding sel akan terganggu yang selanjutnya dapat mengakibatkan kematian bakteri.

Gambar 2. Kebocoran ion K+ dan Ca2+ dari bakteri P. acnes

Hasil penelitian menunjukkan morfologi sel P. acnes mengalami perubahan setelah pemberian ekstrak etanol daun jika dibandingkan sel normal. P. acnes dalam keadaan normal berbentuk batang dengan permukaan yang halus dan licin seperti terlihat pada gambar 3 (a), sedangkan dengan adanya pemberian ekstrak etanol daun konsentrasi 2 KHM menjadikan permukaan sel yang kasar (terdapat tonjolan-tonjolan akibat tidak ratanya dinding sel) dan sel menjadi mengkerut seperti terlihat pada gambar 3 (b). Menurut Gilbert (1984) dalam Miksusanti (2008) terbentuknya tonjolan-tonjolan kecil pada sel bakteri disebabkan ketidakmampuan peptidoglikan sel yang rusak oleh senyawa antibakteri menahan tekanan intraselular yang tinggi, sehingga sitoplasma keluar dan tonjolan ini biasanya muncul pada daerah yang dilemahkan oleh senyawa antibakteri. Pada konsentrasi ini (2 KHM) bakteri telah mengalami kerusakan pada dinding dan membran sel. Hal ini didukung dengan adanya asam nukleat dan protein yang terabsorpsi pada panjang gelombang 260 dan 280 nm serta ion K+ dan Ca2+ diluar sel bakteri.

0 5 10 15 20 25

0 KHM 1 KHM 2 KHM

K

o

n

se

n

tr

as

i

(m

g/

L)

Konsentrasi ekstrak etanol daun bakung putih ion Ca ion K


(4)

(a) (b) Gambar 3. (a) Morfologi sel P. acnes kontrol (15.000 x),

(b) Morfologi sel P. acnes setelah perlakuan dengan 2 KHM ekstrak etanol daun bakung putih (15.000 x).

Secara keseluruhan diduga ekstrak etanol daun dapat mempengaruhi permeabilitas membran dan dinding sel bakteri sehingga menyebabkan keluarnya asam nukleat dan protein dari sel bakteri sehingga proses metabolisme bakteri terganggu yang akhirnya menyebabkan sel tersebut mati. Hal ini dikarenakan adanya senyawa aktif antibakteri dalam ekstrak etanol daun bakung putih. Hasil penapisan fitokimia terhadap ekstrak etanol daun menunjukkan adanya senyawa tanin, flavonoid, steroid/triterpenoid, dan alkaloid (Aziz, 2010).

Senyawa tanin mempunyai sifat sebagai pengelat yang diduga dapat mengkerutkan dinding sel atau membran sel sehingga mengganggu permeabilitas sel itu sendiri. Akibat terganggunya permeabilitas, sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup sehingga pertumbuhannya terhambat atau bahkan mati (Ajizah, 2004). Senyawa flavonoid memiliki aktivitas terhadap bakteri diduga karena kemampuannya dalam membentuk kompleks dengan protein ekstraselular dan dinding sel bakteri (Cowan et al., 1999). Akibat terganggunya dinding sel, sel tidak dapat menahan tekanan osmotik internal yang dapat mencapai 5 sampai 20 atm. Tekanan ini cukup untuk memecah sel apabila dinding sel dirusak (Brooks et al., 2005). Senyawa triterpenoid menurut Cowan et al. (1999) mekanisme penghambatannya belum diketahui secara pasti, akan tetapi diduga terlibat dalam kerusakan membran oleh gugus lipofiliknya. Senyawa alkaloid mempunyai mekanisme penghambatan dengan cara berikatan dengan DNA (Cowan et al., 1999). Dengan terganggunya DNA maka sintesis protein dan asam nukleat dalam


(5)

sel akan terganggu, yang berakibat terganggunya metabolisme sel sehingga sel dapat dihambat pertumbuhannya atau mengalami kematian.

KESIMPULAN

Ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih (Crinum asiaticum L.) mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri penyebab jerawat. Ekstrak etanol daun bakung putih dapat merusak dinding sel dan mempengaruhi permeabilitas membran sel P. acnes yang ditandai dengan keluarnya asam nukleat, protein, ion logam (K+ dan Ca2+) dari sel dan mengubah dinding sel P. acnes.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih penulis sampaikan kepada ibu Dra. Conny R Tjampakasari, M.Biomed yang telah membantu selama penelitian di laboratorium mikrobiologi klinis, FKUI, Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA

Ajizah, A., 2004, Sensitivitas Salmonella typhimurium Terhadap Ekstrak Daun

Psidium guajava L., Bioscientiae, 1 (1): 31-38.

Aziz, S., 2010, Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun dan Umbi Bakung Putih (Crinum asiaticum L.) Terhadap Bakteri Penyebab Jerawat, Skripsi, Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Brooks, G.F., Butel, J.S. and Morse, S.A., 2005, Mikrobiologi Kedokteran, Terjemahan oleh Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Salemba Medika, Jakarta.

Burkhart, C.G., Burkhart, C.N. and Lehmann, P.F., 1999. Acne: A Review of Immunologic and Microbiologic Factors, Postgrad Med J,75: 328– 331.

Chomnawang, M.T., Surassmo, S., Nukoolkarn, V.S. and Gritsanapan, W., 2005, Antimicrobial effects of Thai Medicinal Plants against acne-inducing bacteria, J. Ethnopharmacol, 10: 303-330.

Cowan, M.M., 1999, Plant Products as Antimicrobial Agents, Clinical Microbiology Reviews, 12 (4): 564-582.

Cox, S.D., Mann, C.M., Markham, J.L., Gustafson, J.E., Warmington, J.R. and Wyllie, S.G., 2001, Determining the Antimicrobial Actions of Tea Tree Oil. Molecules, 6: 87-91.

Han, S.M., Lee, K.G., Yeo, J.H., Baek, H.J. and Park, K., 2010, Antibacterial and Anti-Inflammatory Effects of Honeybee (Apis Mellifera) Venom


(6)

Against Acne-Inducing Bacteria, Journal of Medicinal Plants Research, 4 (6): 459-464.

Hargono, Dj., Farouq, Santoso, S.O., Mardiaty dan Djubaedah, E., 1985,

Tanaman Obat Indonesia, Jilid I, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta, hal 5.

--- ,1985, Tanaman Obat Indonesia, Jilid II, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta, hal 37.

Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia. Terjemahan oleh Badan Litbang Kehutanan, Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta

Mertaniasih, N.M., Mudihardi, E., K, Eko B., Wiqoyah, N. dan Debora, K., 1996, Kepekaan Mikroba dari Akne Vulgaris Terhadap Beberapa Antibiotika. Media IDI, 21 (2): 9-11.

Miksusanti., Jennie, B.S.L., Panco, B. dan Trimulyadi, G., 2008, Kerusakan Dinding Sel Escherichia coli K1.1 oleh Minyak Atsiri Temu Kunci (Kaempferia pandurata), Berita Biologi 9 (1): 1-8.

Naufalin, R., 2005, Kajian Sifat Antimikroba Ekstrak Bunga Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) Terhadap Berbagai Mikroba Patogen dan Perusak Pangan, Tesis, Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.

Saising, J., Hiranrat, A., Mahabusarakam, W., Ongsakul, M. and Voravuthikunchai, S.P., 2008, Rhodomyrtone from Rhodomyrtus tomentosa (Aiton) Hassk. as a Natural Antibiotic for Staphylococus Cutaneous Infections, Journal of Health Science, 54(5): 589-595. Sukatta, U., Rugthaworn, P., Pitpiangchan, P. and Dilokkunanant, U., 2008,

Development of Mangosteen Anti-Acne Gel, Kasetsart J. (Nat. Sci)

42: 163-168.

Suliantari, 2009, Aktivitas Antibakteri dan Mekanisme Penghambatan Ekstrak Sirih Hijau (Piper betle Linn) Terhadap Bakteri Patogen Pangan, Disertasi, Jurusan Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana, IPB, Bogor Swanson, J.K., 2003, Antibiotic Resistance of Propionibacterium acnes in Acne

Vulgaris, Dermatology Nursing 15 (4): 359-362.

Yang, D., Pornpattananangkul, D., Nakatsuji, T., Chan, M., Carson, D., and Huang, C.M., dkk, 2009, The Antimicrobial Activity of Liposomal Lauric Acids Against Propionibacterium acnes, Biomaterials 30: 6035-6040.

________________________ *Koresponden: Syaikhul Aziz

Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta

E-mail: syaikhul_ aziz@yahoo.com

**Koresponden: Prof. Dr. H. Chairul, M.Chem, Apt

Laboratorium Bahan Alam, Bidang Botani, Puslit Biologi LIPI, Cibinong E-mail: chair_sy@yahoo.co.id


Dokumen yang terkait

Formulasi Krim Yang Mengandung Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia sp.) dan Uji Aktivitasnya Terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Jerawat

44 269 103

Uji Antibakteri Ekstrak Air Bawang Putih (Allium Sativum) dan Hasil Hidrolisis Enzimatis Minyak Kelapa Murni serta Kombinasinya terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Diare

8 122 176

Formulasi Sediaan Gel dari Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) dan Uji Aktivitasnya terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Jerawat

23 97 92

Karakterisasi Simplisia Dan Uji Aktivitas Antibaktekteri Ekstrak Etanol Daun Tanaman Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC.)

6 91 84

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Ruku-Ruku (Ocimum sanctum L.) dan Formulasi Sediaan Obat Kumur-Kumur

30 152 78

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Ceplukan (Physalis minima L.) Terhadap Bakteri Shigella dysenteriae, Escherichia coli Dan Salmonella typhimurium

21 148 72

Formulasi Sediaan Gel Dari Ekstrak Etanol Daun Kemenyan (Styrax benzoin Dryand.) Dan Uji Aktivitasnya Terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Jerawat.

4 47 90

Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi n-Heksana, Etilasetat Dan Etanol Daun Kecapi (Sandoricum koetjape Merr.) Terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Penyakit Kulit Secara In Vitro

2 46 111

Uji Aktivitas Antibakteri Isolat Kapang Endofit dari Daun Tanaman Bakung Putih (Crinum asiaticum L) terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa

2 33 101

UJI EFEKTIVITAS LARVASIDA EKSTRAK DAUN L

0 0 9