Analisis Dampak Ekonomi dan Lingkungan

Analisis Dampak Ekonomi dan Lingkungan Serta Energy Pricing
Panas Bumi Di Kawasan Konservasi
(Studi Kasus : PT. CGS, Taman Nasional
Gunung Halimun Salak, Jawa Barat)

BAHROIN IDRIS TAMPUBOLON

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

2

BAB I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Revolusi Industri di Inggris pada abad ke-18 diperkirakan menjadi
tonggak pemanfaatan energi secara besar-besaran di berbagai belahan dunia.
Pemanfaatan energi sejak saat itu hingga sekarang terus mengalami
perkembangan baik sumber maupun pemanfaatannya. Pemanfaatan energi dalam
bentuk konsumsi energi primer rata-rata dunia Tahun 2009 tercatat sebesar 13,6

Satuan Barrel Minyak (SBM) per kapita, sedangkan untuk Indonesia berada
diangka antara 5,4 - 5,8 SBM/kapita. Besaran nilai tersebut lebih rendah
dibandingkan konsumsi pada negara maju yang tergabung dalam Organisation for
Economic Cooperation and Development (OECD) mencapai 34,5 SBM
(IEO,2010). Peningkatan konsumsi energi sering dikaitkan dengan pertumbuhan
ekonomi suatu bangsa dimana terkait dengan kegiatan industri, transportasi,
konsumsi rumah tangga,dan lain-lain. Peningkatan ekonomi jelas membutuhkan
supply energi yang cukup. Hubungan antara energi dengan kegiatan ekonomi yang
tercermin melalui GDP (Gross Domestic Product) yang terlihat pada dalam
Gambar 1.

Gambar 1. Konsumsi Energi Final di Indonesia Tahun 2000 – 2011
Sumber : Handbook of Energy and Economics Statistic Indonesia, 2012

Pemenuhan akan kebutuhan energi dapat berasal dari bahan bakar fosil
dan non-fosil. Supply energi di Indonesia untuk Tahun 2011 dicukupi dari minyak
bumi sebesar 41,45 persen, batubara sebesar 23,38 persen, gas sebesar 18,31
persen, air sebesar 2,9 persen, panas bumi sebesar 1,15 persen dan biomasa
sebesar 13,52 persen (Handbook Of Energy & Economic Statistic Indonesia,
2012). Supply energi di Indonesia masih didominasi oleh minyak bumi dan batu

bara yang merupakan energi fosil yang non-renewable.
Ketersediaan bahan energi fosil di Indonesia sangat terbatas jumlahnya
dan diprediksi akan habis dalam jangka waktu tertentu. Potensi minyak bumi

3

misalnya diprediksi akan habis sekitar 23 tahun kedepan, sementara batubara
sekitar 83 tahun, dan gas bumi 55 tahun mendatang dengan asumsi tidak
ditemukan cadangan yang baru dan tingkat produksi konstan (Bappenas,2012).
Sifat sumberdaya yang tidak terbarukan pada energi fosil ini akan menyebabkan
kelangkaan yang berdampak pada kenaikan harga di masa yang akan datang.
Kenaikan tersebut sulit untuk dihindari karena sesuai dengan hukum ekonomi
apabila terdapat permintaan terhadap barang yang langka atau terbatas maka pasar
akan merespon dengan menaikkan harga barang tersebut. Pada Gambar 2
ditampilkan harga minyak mentah rata-rata mulai tahun 2000-2011 dalam satuan
mata uang Dollar Amerika (US$)/barrel.

Gambar 2. Harga Minyak Mentah Dunia Tahun 2000-2012 dalam US$/Barrel
Sumber : BP Statistical Review Of Energy June 2013


Konsekuensi lain dari penggunaan energi fosil adalah memberikan
dampak lingkungan yang cukup signifikan. Dampak lingkungan ini tidak hanya
berpengaruh terhadap suatu negara saja, tetapi akan berdampak kepada negara
lain secara global seperti pemanasan global yang disebabkan meningkatnya emisi
Gas Rumah Kaca (GRK) seperti karbon dioksida (CO2) di atmosfer. Gas rumah
kaca terdiri atas gas CO2, CH4, N2O, HFC,PFC, dan SF6 (IPCC,2007). Emisi
karbon dioksida (CO2) yang menyumbang gas rumah kaca sebesar 57 persen
berasal dari Penggunaan bahan bakar fosil, dan sebesar 17 persen berasal dari
deforestasi dan biomassa. Gas Metana (CH4) yang menyumbang 14 persen dari
total emisi GRK bersumber dari kegiatan pertanian, pengelolaan sampah, dan
penggunaan energi. Penggunaan pupuk dapat menghasilkan emisi Gas Nitrous
Oksida (N2O) yang berkontibusi sebesar 8 persen. Gas terfluorinasi (F-Gas) yang
meliputi hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC), dan sulfur
heksafluorida (SF6) dari proses industri dan pendingin menjadi bagian kecil yaitu
sebesar 1 persen dari total emisi gas rumah kaca (IPCC,2007). Penjelasan tentang
kontribusi gas-gas penghasil emisi gas rumah kaca ditampilkan pada Gambar 3.

4

Gambar 3. Emisi Gas Rumah Kaca Dunia Tahun 2004 Berdasarkan Kandungan

Gas
Sumber: IPCC (2007)

Pada laporan yang diterbitkan oleh Intergovermental Panel On Climate
Change (IPCC) pada tahun 2007 menyatakan beberapa dampak yang akan timbul
akibat pemanasan global yang disebabkan meningkatnya emisi gas rumah kaca.
Dampak yang mayoritas terjadi adalah terkait dengan gangguan terhadap
kesehatan manusia, penurunan ketersediaan air dan meningkatkan kekeringan di
pertengahan garis lintang, ancaman pangan, peningkatan terjadinya coral
bleaching, peningkatan morbiditas dan mortalitas akibat gelombang panas, banjir
dan kekeringan.
Keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki energi fosil memaksa untuk
mencari alternatif sumber energi lain, yaitu non fosil sebagai sumber energi untuk
mencukupi kebutuhan energi dimasa yang akan datang. Energi non fosil dapat
bersumber dari panas bumi, angin, nuklir, sinar matahari, arus/gelombang dan air.
Pemanfaatan untuk energi non fosil ini memang belum maksima. Rasio
pemanfaatan pada Tahun 2011 misalnya untuk energi non fosil di Indonesia
seperti tenaga panas bumi baru mencapai 4,17 persen dari potensi yang dimiliki,
tenaga air sebesar 7,54 persen dan biomasa sebesar 3,25 persen. Tabel 1
memperlihatkan sumberdaya, kapasitas terpasang, dan rasio untuk sumber-sumber

energi terbarukan di Indonesia pada Tahun 2011.

Tabel 1. Perkiraan Sumberdaya, Kapasitas Terpasang dan Ratio Energi
Terbarukan di Indonesia Tahun 2011

5

No

Energi Terbarukan

Sumber Daya(SD)

A
B
C
1
Tenaga Air
75,670 MW
2

Panas Bumi
28,543 MW
3
Mini/Mikro Hidro
769.69 MW
4
Biomasa
49,810 MW
5
Tenaga Surya
4.80 kWh/m2/day
6
Tenaga Angin
3 – 6 m/s
Sumber : KESDM dalam Bappenas,2012

Kapasitas
Terpasang(KT)
D
5,705.29 MW

1,189 MW
217.89 MW
1,618.40 MW
13.5 MW
1.87 MW

Rasio (%)
E = D/C
7.54
4.17
28.31
3.25
-

Berbagai kendala dan kekurangan yang akan dihadapi oleh energi fosil
dimasa mendatang dihadapkan dengan kebutuhan yang cenderung meningkat.
Besarnya potensi energi terbarukan khususnya panas bumi dengan pemanfaatan
yang masih kurang maksimal sebagi sumber energi terbarukan, maka penelitian
ini bermaksud melakukan kajian terhadap pengusahaan kegiatan panas bumi
terutama untuk pembangkit listrik dalam mencapai ketahanan energi dan

pengurangan emisi, dan pelestarian lingkungan.
1.2 Perumusan Masalah
Pemanfaatan panas bumi dalam skala besar sebagai pembangkit listrik
dilakukan pertama kali di Larderello, Italia pada tahun 1904. Indonesia memulai
memanfaatkan sumberdaya panas bumi ini pada tahun 1974 dengan melakukan
eksplorasi di Kawasan Panas Bumi Kamojang, Jawa Barat melanjutkan data yang
diterima dari pemerintahan Belanda. Pada tahun 1982 di kawasan tersebut
pertama kali Indonesia melalui Pertamina berhasil menghasilkan tenaga listrik
sebesar 30Mw (Sofyan,2009). Pemanfaatan panas bumi di Indonesia menurut
Undang-Undang No.27 Tahun 2003 terbagi menjadi dua yaitu pemanfaatan
langsung dan tidak langsung. Pemanfaatan secara langsung panas bumi adalah
diggunakan untuk kegiatan non listrik seperti menyediakan panas untuk
bangunan, tanaman hortikultura dan pengeringan kayu, kebutuhan panas proses
industri, perikanan, dan sistem pemanas suatu daerah. Pada pemanfaatan tidak
langsung adalah kegiatan usaha pemanfaatan energi panas bumi untuk
pembangkit tenaga listrik.
Pemanfaatan panas bumi sampai saat ini di Indonesia masih sangat rendah
hanya sebesar 4,5 persen dari potensi yang dimiliki yaitu sejumlah 29,038 MW
(Pusdatin,2012). Kontribusi panas bumi sebagai pembangkit listrik di Indonesia
yaitu sebesar 548 MW per tahun atau hanya 0.28 persen dari total unit pembangkit

yang menghasilkan listrik (PLN,2012). Unit pemenuh kebutuhan listrik yang
terbesar dihasilkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berbahan
baku batu bara dengan daya yang dihasilkan sebesar 14.445,5 MW. Unit
pembangkit listrik di Indonesia didominasi oleh Pembangkit Listrik Tenaga Diesel
(PLTD) yaitu sebesar 90.65 persen dari total pembangkit (PLN, 2012). Penjelasan
jumlah unit dan kapasitas terpasang ditampilkan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Unit Pembangkit Listrik dan Kapasitas Terpasang di
Indonesia Tahun 2012

Jumlah Unit Terpasang

Kapasitas Terpasang

6

(unit)
PLT Air
PLT Uap
PLT Gas
PLT Gas Uap

PLT Panas Bumi
PLT Diesel
PLT Surya
PLT Bayu
Jumlah
Sumber : Statistik PLN, 2012

(MW)
216
66
76
66
14
4.576
30
4
5.048

3.515,51
14.445,50

2.973,18
8.814,11
548
2.598,64
6,2
0,34
32.901,48

Sumber daya panas bumi yang dimanfaatkan untuk pembangkit listrik
akan menimbulkan dampak postif dan negatif bagi lingkungan sekitar. Dampak
positif yang timbul dari pemanfaatan energi panas bumi adalah peningkatan
pendapatan berupa pajak bagi pemerintah, menyediakan lapangan pekerjaan bagi
masyarakat sekitar, meningkatkan ekonomi pedesaan, sumber energi yang aman
dan ramah lingkungan (GEA,2007). Dampak negatif terhadap lingkungan yang
timbul dari pemanfaatan panas bumi sebagai pembangkit listrik relatif rendah
dibandingkan dengan pembangki listrik dengan bahan baku energi fosil seperti
batubara dan bahan bakar diesel (INL,2006). Menurut Idaho National Laboratory
(2006) dalam The Future of Geothermal Energy, potensi dampak yang mungkin
timbul dari setiap tahapan pemanfaatan panas bumi adalah seperti emisi gas,
polusi air, polusi suara, masalah lahan, longsor, gempa, masalah air, gangguan
habitat satwa dan vegetasi, serta gangguan pemandangan alam. Geothermal
Energy Association pada tahun 2007 mempublikasi penelitian dalam A Guide to
Geothermal Energy and Environment menyatakan bahwa sebuah PLTU batu
bara menghasilkan emisi yang lebih besar daripada Pembangkit Listrik Panas
Bumi. Emisi yang dihasilkan berupa gas karbon dioksida (CO 2) dari PLTU lebih
banyak 24 kali lipat dibandingkan dengan PLTP. Sulfur Dioksida (SO 2) PLTU
10.387 kali yang dihasilkan PLTP, dan Nitrogen Oksida (NOx) sebesar 3.865 kali
dibandingkan PLTP per jam megawatt. Tabel 3 menjelaskan perbandingan emisi
pada dua pembangkit listrik tersebut.
Emisi Nitrogen Oksida akan berpotensi menimbulkan dampak iritasi pada
paru-paru, batuk, pembentukan kabut asap, penurunan kualitas air. Dampak yang
mungkin timbul akibat emisi Sulfur Dioksida adalah sesak dada, penyakit
pernafasan, dan kerusakan ekosistem. Peningkatan konsentrasi karbon dioksida
menimbulkan ancaman global warming, peningkatan muka air laut, resiko banjir
dan mencairnya es di kutub.

Tabel 3. Perbandingan Emisi NOx, SO2, CO2 Pada Pembangkit Listrik PLTP
dan PLTU Batu Bara Pada Tahun 2003 di Amerika Serikat.

Nama
Bahan
Pembangkit Bakar

Produksi
Total

Tingkat
Tingkat
Tingkat
Emisi NOx Emisi SO2 Emisi CO2

7

Utama

dalam
(lbs/MWh) (lbs/MWh) (lbs/MWh)
setahun
(MWh)
5.041.966
4,02
2,33
2.154

Cherokee
Batu Bara
Station
Sonoma
Panas
5.076.925
County
Bumi
Rasio Emisi (Panas Bumi/Batu Bara)
Sumber : GEA, 2007

0,00104

0,000215

88,8

3.865

10.387

24

Energi panas bumi yang menghasilkan output ramah lingkungan dan
bersifat terbarukan tidak sebanding dengan kecepatan pengembangan
pemanfaatannya di Indonesia. Kondisi tersebut terjadi karena terdapat kendala
pengembangan panas bumi sebagai sumber energy listrik yaitu disparitas harga.
(Outlook Energy Indonesia,2012). Disparitas tersebut menyangkut biaya operasi
dan harga jual yang tinggi dibandingkan dengan energi fosil. Harga patokan
pembelian listrik oleh PLN untuk Tenaga Listrik Panas Bumi dirasa masih terlalu
murah yaitu Rp. 1.060,12/kwh sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No.22
Tahun 2012 jika dibandingkan dengan biaya operasional sebesar
Rp.1.121,50/kwh. Disisi lain biaya produksi untuk Pembangkit Listrik Tenaga
Diesel sebesar Rp.3.168,85/kwh dengan harga pembelian Rp. 3.855/Kwh
(PLN,2012). PLN adalah satu-satunya pembeli listrik dari jaringan utama,
sehingga pengembangan panas bumi bergantung pada harga beli oleh PLN.
Rendahnya harga beli listrik untuk Tenaga Listrik Panas Bumi tidak seimbang
dengan resiko ketidakpastian teknis yang tinggi dan kebutuhan akan investasi
yang besar menjadi diinsentif bagi investor dalam pengembangan panas bumi
(Bappennas,2008).
Pengaruh lingkungan yang ditimbulkan akibat penggunaan energi fosil
jauh lebih berbahaya dibandingkan dengan panas bumi. Kerugian-kerugian yang
ditimbulkan akibat penggunaan energi akan menjadi biaya yang harus ditanggung
oleh sebagian pihak. Biaya-biaya lingkungan tersebut perlu dimasukan dalam
dasar perhitungan harga jual listrik dari produsen listrik agar tidak terjadi market
failure (Nature Pricing,2009). Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi
pertanyaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apa saja dampak lingkungan dan berapa dampak ekonomi yang timbul
dari aktivitas pemanfaatan panas bumi di Kawasan Taman Nasional
Gunung Halimun Salak?
2. Berapa harga energi untuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di
Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak yang telah
memperhitungkan biaya sosial?
3. Bagaimana kebijakan pengembangan panas bumi sebagai alternatif sumber
energi pengganti energi fosil?
1.3 Tujuan penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

8

1. Mengidentifikasi dampak lingkungan yang timbul dan mengestimasi
dampak ekonomi dari aktivitas pemanfaatan panas bumi di Kawasan
Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
2. Mengestimasi harga energi untuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
(PLTP) di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak yang telah
memperhitungkan biaya sosial.
3. Merumuskan kebijakan kebijakan pengembangan panas bumi sebagai
alternatif sumber energi pengganti energi fosil
1.4 Manfaat penelitian
Manfaat penelitian ini adalah bagi :
1. Masyarakat sebagai informasi untuk lebih mengenal keberadaan lingkungan
sehingga partisipasi dalam menjaga keberlangsungan lingkungan dapat terus
ditingkatkan.
2. Pemerintah sebagai gagasan yang dapat mendukung program-program
pemerintah dalam menciptakan ketahanan energi dan pengurangan emisi serta
penerapan teknologi ramah lingkungan.
3. Akademisi dan peneliti lain sebagai bahan referensi penelitian selanjutnya.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Dampak lingkungan dan ekonomi yang dikaji dalam penelitian ini adalah
dampak yang terjadi setelah proses produksi panas bumi, tidak mencakup
dampak ekplorasi dan development. Dampak ekonomi dibatasi untuk dampak
yang cakupan lokal.

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65