Minat baca pemuda rendah apa yang salah (1)

Minat baca pemuda rendah, apa yang salah?
Memprihatinkan adalah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan kondisi
pemuda saat ini. Kita semua tahu bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang
sangat pesat diberbagai negara, termasuk Indonesia. Sumber Daya Manusia utamanya
para pemuda yang dimiliki Indonesia juga sangatlah banyak, tetapi mengapa Indonesia
masih sering tertinggal dari negara-negara lain? Mengapa Indonesia belum bisa menjadi
negara maju? Jawaban dari pertanyaan tersebut sederhana, Indonesia perlu memperbaiki
sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang baik adalah sumber daya manusia
yang memiliki kemampuan dan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan. Dan salah satu
cara untuk menguasai ilmu pengetahuan adalah dengan membaca buku. Sebab dengan
membaca buku kita bisa mengenal dunia lebih luas.
Dengan buku kita dapat mengetahui berbagai macam ilmu pengetahuan,
mengetahui hal-hal yang terjadi dimasa lalu, serta kondisi yang terjadi saat ini tanpa
harus berkeliling dunia. Dengan membaca buku, kita mendapat pengetahuanpengetahuan baru, dan bukankah itu merupakan langkah awal dari sebuah kemajuan?
Para pendahulu telah sepakat untuk membuat Indonesia menjadi negara yang dapat
diperhitungkan dimasa mendatang, dan yang paling berperan penting dalam hal ini
adalah pemuda. Karena jika saat ini pemuda di Indonesia memliki kualitas maka dimasa
mendatang akan membawa Indonesia menjadi negara yang maju.
Namun niat baik itu terasa sulit untuk diwujudkan jika melihat kondisi yang
terjadi pada pemuda Indonesia saat ini. Karena kenyataan yang ada di negara kita bahwa
Indonesia bukanlah sebuah negara yang menjadikan membaca sebagai sebuah budaya.

Justru kebanyakan pemuda saat ini sangat kurang dalam hal membaca karena terbawa
dengan perkembangan zaman. Bagi mereka zaman sudah semakin maju, jadi mereka
bisa melakukan banyak hal dengan hanya menggunakan satu alat seperti smartphone,
laptop, dan gadget lainnya. Dengan adanya internet membuat mereka lebih tertarik
pada sesuatu yang instan.

Hal itulah yang menyebabkan minat baca pemuda Indonesia sangat rendah dan
memprihatinkan. Data statistik UNESCO pada 2012 menyebutkan indeks minat baca di
Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya, dari 1.000 penduduk, hanya satu warga yang
tertarik untuk membaca. Sedangkan rata-rata indeks baca negara maju berkisar antara
0,45 sampai dengan 0,62. Menurut indeks pembangunan pendidikan UNESCO ini,
Indonesia berada di nomor 69 dari 127 negara.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Progress in International Reading
Literacy Study (PIRLS), perbandingan jumlah buku yang wajib dibaca siswa SMA di 13
negara, termasuk Indonesia. Di Amerika Serikat, jumlah buku yang wajib dibaca
sebanyak 32 judul buku, Belanda 30 buku, Prancis 30 buku, Jepang 22 buku, Swiss 15
buku, Kanada 13 buku, Rusia 12 buku, Brunei 7 buku, Singapura 6 buku, Thailand 5
buku, dan Indonesia 0 buku. Data ini dibenarkan karena memang di Indonesia tidak ada
satupun aturan yang mengatakan bahwa setiap sekolah atau perguruan tinggi
mewajibkan siswanya untuk membaca minimal satu judul buku pertahunnya. Jangankan

untuk buku pelajaran, buku bebas sekalipun sangat jarang dibaca oleh masyarakat
Indonesia, buku bebas/diluar buku pelajaran misalkan saja satu judul novel masih sangat
jarang orang yang membacanya sampai selesai.
Rendahnya minat baca pemuda dapat dilihat dari jumlah kunjungan yang ada di
setiap perpustakaan. Misalnya saja, perpustakaan kampus biasanya akan terlihat sangat
ramai menjelang ujian karena banyak mahasiswa yang mencari buku untuk sumber
referensi tugas akhir mereka. Sebaliknya, pada hari-hari biasa perpustakaan akan
cenderung sepi pengunjung. Biasanya yang banyak terlihat hanya mahasiswa yang
sedang mengerjakan skripsi, karena bagi mahasiswa saat ini materi-materi pelajaran
lebih mudah didapatkan melalui internet dan mereka dapat mengaksesnya dimana saja
dan kapan saja mereka membutuhkannya, tanpa mengingat lagi referensi yang paling
lengkap adalah dari buku.
Terlebih lagi dengan adanya sosial media berupa akun-akun facebook, twitter,
instagram, path, snapchat dan lain-lain yang memudahkan mereka berkomunikasi

dengan orang lain di dunia maya atau hanya sekedar mengunggah foto dan video
semakin membuat minat baca pemuda semakin berkurang. Mereka bahkan bisa
menghabiskan sebagian besar waktunya hanya untuk bermain sosial media yang sudah
jelas tidak memiliki manfaat bagi mereka. Bahkan biasanya kita temukan orang-orang
yang ke toko buku tidak serius mencari buku mereka malah berselfie disamping rak

buku yang kemudian akan di unggahnya ke sosial media atau datang ke toko buku
hanya untuk check in location di jejaring sosial padahal mereka tidak membeli buku
satupun.
Membaca bagi pemuda saat ini seperti bukan kebutuhan yang utama lagi.
Jangankan untuk membaca buku tentang teori atau pelajaran, membaca koran pun
terkadang mereka malas. Ditambah lagi jika dibangku sekolah atau perkuliahan ketika
guru atau dosen memberikan tugas maka mereka cenderung bergantung pada internet,
bukannya mencari referensi dari buku. Hal ini menyebabkan mereka mengalami
kesulitan dalam memahami ataupun mentransfer informasi yang mereka dapatkan
karena kurangnya pengetahuan. Dan kurangnya pengetahuan menyebabkan pemuda
tidak tau perkembangan informasi terbaru. Padahal jika unit pendidikan membuat
siswa/mahasiswa harus membaca buku lebih banyak dan mencari informasi lebih dari
apa yang diajarkan di kelas atau dengan mewajibkan kepada siswa/mahasiswa untuk
mengambil referensi dari buku maka bukan tidak mungkin pelan-pelan mereka akan
mulai membiasakan diri dengan membaca buku.
Lingkungan keluarga juga sangat mempengaruhi minat baca seseorang. Contoh
dari dalam keluarga, sejak kecil orang tua kita lebih banyak membacakan cerita
daripada menyuruh kita untuk membaca sendiri. Padahal seharusnya sejak kecil anak
harus diarahkan untuk gemar membaca sehingga perilaku anak akan terbawa sampai dia
dewasa. Peranan orang tua sangat dibutuhkan dengan cara membiasakan anak-anaknya

sejak usia dini untuk mengenal apa yang dinamakan buku, membiasakan untuk
membaca buku, dan bercerita terhadap buku yang dibacanya. Hal ini tentu harus
dilakukan secara berulang-ulang dan terus menerus dengan harapan akan terbentuk

kepribadian yang kuat dalam diri anak sampai dewasa, sehingga membaca adalah suatu
kebutuhan bukan sekedar hobi.
Di Indonesia juga budaya menonton lebih menonjol daripada membaca. Kondisi
ini melemahkan semangat anak-anak untuk membaca. Mereka lebih suka menonton
acara televisi bersama anggota keluarganya dibandingkan melakukan aktivitas membaca
secara bersama-sama. Lihat saja data Badan Pusat Statistik. Jumlah waktu anak
Indonesia menonton televisi mencapai 300 menit per hari. Bandingkan dengan anakanak Australia yang hanya 150 menit per hari, di Amerika Serikat yang 100 menit per
hari, atau di Kanada 60 menit per hari.
Dari lingkungan pergaulan, banyak hal yang membuat pemuda malas untuk
membaca, misalnya karena banyaknya tempat hiburan seperti taman rekreasi, karaoke,
mall dan cafe-cafe. Kebanyakan pemuda datang ketempat-tempat tersebut hanya untuk
kumpul-kumpul tanpa arti. Akhirnya karena waktu mereka lebih banyak terpakai untuk
berkumpul ditempat-tempat tersebut, maka mereka terkadang lupa apa yang disebut
membaca buku. Maka dari itu sebagai pemuda calon penerus bangsa, sudah selayaknya
untuk menggunakan waktu yang ada untuk hal-hal yang positif seperti memperbanyak
membaca buku untuk menambah pengetahuan.

Selain dari lingkungan keluaga dan pergaulan, hal yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan minat baca yaitu ketika pemerintah mampu melakukan sosialisasi
peningkatan minat baca. Namun dalam hal ini pemerintah tidak boleh setengahsetengah dalam membuat program, cara lebih efektif untuk meningkatkan minat baca
adalah membuat gerakan. Karena jika dilakukan pendekatkan sebagai program, maka
semua itu tergantung penyelenggara program, tapi jika pendekatannya dengan gerakan
maka efeknya akan lebih luas. Orang cenderung lebih tertarik dengan adanya gerakan
yang nyata dibanding hanya sosialisasi program-program yang ujungnya tidak
terealisasi dengan baik.
Untuk meningkatkan minat baca pemerintah tidak hanya melakukan program
yang diwujudkan dalam gerakan, tetapi juga harus memperhatikan wadahnya yaitu

perpustakaan. Pembangunan perpustakaan yang lebih variatif, akan menstimulus
masyarakat untuk membaca. Karena kebanyakan suasana perpustakaan kurang nyaman
dan penataan buku yang kurang rapi menjadi alasan seseorang untuk tidak pergi ke
perpustakaan untuk membaca dan mencari sumber referensi. Selain itu pelayanan,
pencahayaan dan sirkulasi udara juga ikut menjadi pertimbangan seseorang akan
mengunjungi perpustakaan. Maka perlu adanya penataan ruangan yang lebih variatif
agar orang yang datang ke perpustakaan merasa lebih nyaman.
Selain dengan membangun sebanyak-banyaknya perpustakaan yang nyaman
bagi pembaca, pembangunannya juga harus secara merata bahkan kalau perlu hingga ke

tingkat RT. Jika perpustakaan sudah ada di tingkat RT, maka masyarakat kemudian bisa
membangun komunitas membaca di kampung-kampung atau pedesaan. Jika itu
terealisasi, bukan tidak mungkin minat membaca rakyat Indonesia pada lima tahun ke
depan dapat meningkat. Setelah membangun perpustakaan yang merata, pemerintah
juga harus melihat lingkungan masyarakat tempat perpustakaan itu di bangun. Buku
yang disediakan haruslah lebih dominan buku yang sesuai dengan lingkungan
masyarakat tersebut. Contohnya, jika membangun perpustakaan di pedesaan yang
lingkungannya banyak pertanian, maka harus menyediakan buku tentang pertanian.
Tujuannya agar masyarakat benar-benar membacanya.
Permasalahan lain yang ada ketika perpustakaan yang dibangun sudah variatif
dan tersebar dimana-mana adalah ketersediaan buku bacaan yang murah dan terjangkau.
Dalam hal ini, subsidi dari pemerintah agar buku dijual dengan harga yang terjangkau
bagi masyarakat kelas menengah ke bawah, bisa membuat tingkat minat membaca anakanak ditanamkan sejak dini karena buku bisa mereka beli dengan harga yang tejangkau.
Bukan hanya pembangunan, penataan ruangan perpustakaan, sampai harga buku
yang perlu diperhatikan, namun perpustakaan harus menyediakan buku-buku yang
menarik, buku yang tidak hanya mengedukasi namun juga menghibur. Ketika hal
tersebut dilaksanakan, pasti akan menarik masyarkat untuk berkunjung dan membaca di
perpustakaan. Pembaca tidak hanya membutuhkan informasi, mereka juga butuh

kesenangan dan kenyamanan dari kegiatan membaca mereka. Sudah saatnya pemerintah

bergerak untuk meningkatkan minat baca masyarakat utamanya pemuda.

Pada akhirnya untuk menciptakan dan meningkatkann minat baca masyarakat
khususnya pemuda dapat terwujud jika semua pihak dari mulai keluarga, pemerintah,
sampai dengan unit pendidikan, mau bersama-sama berusaha semaksimal mungkin
untuk mencapai tujuan bersama yaitu mencerdaskan pemuda melalui membaca. Minat
baca terbentuk dari pribadi masing-masing. Dan kembali lagi bahwa hal yang penting
untuk meningkatkan minat baca pemuda adalah kesadaran. Mereka harus sadar bahwa
membaca buku adalah kebutuhan primer yang mutlak diperlukan agar mereka memiliki
wawasan yang luas.

Penulis : CHICI AMALYAH ERDYAND