PERJANJIAN INTERNASIONAL yang telah dira (1)

PERJANJIAN INTERNASIONAL
 Pengertian Perjanjian Internasional
Secara Umum Pengertian Perjanjian Internasional adalah sebuah perjanjian atau
kesepakatan oleh beberapa negara atau organisasi internasional yang dibuat dibawah hukum
internasional. Di indonesia sendiri pengertian perjanjian internasional bervariasi seperti
perjanjian internasional yang ada berada pada pemahaman indonesia yaitu perjanjian
internasional adalah semua perjanjian yang bersifat lintas batas negara atau transnasional.
Sedangkan pengertian perjanjian internasional menurut bahasa adalah hubungan kerja sama
antara pihak satu dengan pihak lainnya. Jadi jika disimpulkan pengertian perjanjian
internasional adalah suatu hubungan yang dilakukan terhadap beberapa negara atau lebih.
 Pengertian Perjanjian Internasional menurut para ahli


Oppen-heimer Lauterpact

Menurut Oppen-heimer Lauterpact, perjanjian internasional adalah suatu perjanjian antar
negara yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara pihak-pihak yang mengadakannya.


Menurut Mochtar Kusumaatmadja


Menurut Mochtar Kusumaatmadja, perjanjian internasional adalah perjanjian antar bangsa
yang bertujuan untuk menciptakan akibat hukum tertentu.


G. Schwarzenberger

perjanjian internasional adalah suatu persetujuan antara subjek-subjek hukum internasional
yang menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum internasional.
Perjanjian internasional dapat berbentuk bilateral maupun multirateral. Subjek-subjek hukum
dalam hal ini selain lembaga-lembaga internasional, juga negara-negara.

A. Klasifikasi Perjanjian Internasional
Menurut subjeknya, perjanjian internasional dibedakan menjadi 2, yaitu perjanjian bilateral
dan perjanjian multilateral.

1. Perjanjian bilateral, adalah suatu bentuk perjanjian yang dibuat atau diadakan oleh
dua negara.
2. Perjanjian multilateral, adalah suatu bentuk perjanjian yang diadakan oleh lebih dari
dua negara.
Menurut fungsinya, perjanjian internasional dikelompokkan menjadi 2, yaitu perjanjian yang

membentuk hukum dan perjanjian yang bersifat khusus.

1. Perjanjian yang membentuk hukum (law making treaties), yaitu suatu perjanjian yang
meletakkan kaidah-kaidah hukum bagi masyarakat internasional secara keseluruhan.
2. Perjanjian yang bersifat khusus (treaty contract), yaitu perjanjian yang menimbulkan
hak dan kewajiban bagi negara-negara yang mengadakan perjanjian saja.
Menurut prosesnya, terdapat 2 macam perjanjian internasional, yaitu perjanjian yang bersifat
penting dan perjanjian yang bersifat sederhana.

1. Perjanjian yang bersifat penting yang dibuat melalui proses perundingan,
penandatanganan, dan ratifi kasi.
2. Perjanjian yang bersifat sederhana yang dibuat melalui dua tahapan, yaitu
perundingan dan penandatanganan.
B. Istilah dalam Perjanjian Internasional
Perkembangan sejarah perjanjian internasional telah menunjukkan makin kompleksnya
subjek maupun objek perjanjian internasional. Hal ini menimbulkan banyaknya istilah
perjanjian internasional seperti berikut.
1. Traktat (treaty)
Traktat (treaty) yaitu suatu perjanjian antara dua negara atau lebih untuk mencapai hubungan
hukum mengenai objek hukum (kepentingan) yang sama. Dalam hal ini, masing-masing

pihak mempunyai hak dan kewajiban yang mengikat dan mutlak, dan harus diratifikasi.

Istilah traktat digunakan dalam perjanjian internasional yang bersifat politis. Misalnya, Treaty
Contract tentang penyelesaian masalah dwi kewarganegaraan tahun 1955, antara pihak
Indonesia-RRC. Dan pada tahun 1990 antara RI dengan Australia juga menandatangani suatu
traktat tentang batas landas kontinen dan eksplorasi di celah Timor, yang dikenal dengan
perjanjian “Celah Timor”.
2. Agreement
Agreement yaitu suatu perjanjian/persetujuan antara dua negara atau lebih, yang mempunyai
akibat hukum seperti dalam treaty. Namun dalam agreement lebih bersifat eksekutif/teknis
administrative (non politis), dan tidak mutlak harus diratifikasi, yaitu tidak perlu diundangkan
dan disahkan oleh pemerintah/ kepala negara. Walaupun ada agreement yang dilakukan oleh
kepala negara, namun pada prinsipnya cukup dilakukan dengan ditandatangani oleh wakilwakil departemen dan tidak perlu ratifikasi. Misalnya, agreement tentang ekspor impor
komoditas tertentu.
3. Konvensi
Konvensi yaitu suatu perjanjian/persetujuan yang lazim digunakan dalam perjanjian
multilateral.

Ketentuan-ketentuannya


berlaku

bagi

masyarakat

internasional

secara

keseluruhan (lawmaking treaty). Misalnya, Konvensi Hukum Laut Internasional tahun 1982
di Montego-Jamaica.
4. Protokol
Protokol yaitu suatu perjanjian/persetujuan yang kurang resmi dibandingkan dengan traktat
dan konvensi, sebab protokol hanya mengatur masalah-masalah tambahan, seperti penafsiran
klausul-klausul atau persyaratan perjanjian tertentu. Oleh karena itu, lazimnya tidak dibuat
oleh kepala negara. Contohnya, protokol Den Haag tahun 1930 tentang perselisihan
penafsiran undang-undang nasionalitas tentang wilayah perwalian, dan lain-lain.
5. Piagam (statuta)
Piagam (statuta) yaitu himpunan peraturan yang ditetapkan sebagai persetujuan internasional,

baik mengenai lapangan-lapangan kerja internasional maupun mengenai anggaran dasar suatu
lembaga. Misalnya Statuta of The International Court of Justice pada tahun 1945.
Adakalanya piagam itu digunakan untuk alat tambahan/lampiran pada konvensi. Umpamanya
Piagam Kebebasan Transit yang dilampirkan pada Convention of Barcelona tahun 1921.

6. Charter
Charter yaitu piagam yang digunakan untuk membentuk badan tertentu. Misalnya, The
Charter of The United Nation tahun 1945 dan Atlantic Charter tahun 1941.
7. Deklarasi (declaration)
Deklarasi (declaration) yaitu suatu perjanjian yang bertujuan untuk memperjelas atau
menyatakan adanya hukum yang berlaku atau untuk menciptakan hukum baru. Misalnya
Universal Declaration of Human Rights pada tanggal 10 Desember 1948.
8. Covenant
Covenant yaitu suatu istilah yang digunakan dalam pakta Liga Bangsa- Bangsa pada tahun
1920, yang bertujuan untuk menjamin terciptanya perdamaian dunia, meningkatkan kerja
sama internasional, dan mencegah terjadinya peperangan.
9. Ketentuan penutup (final act)
Ketentuan penutup (final act) yaitu suatu dokumen yang mencatat ringkasan hasil konferensi.
Di sini disebutkan tentang negara-negara peserta dan nama-nama utusan yang ikut berunding
serta tentang hal-hal yang disetujui dalam konferensi itu, termasuk interpretasi ketentuanketentuan hasil konferensi.


10. Modus Vivendi
Modus Vivendi adalah suatu dokumen yang mencatat persetujuan yang bersifat sementara
sampai berhasil diwujudkan secara permanen, Modus Vivendi tidak memerlukan ratifikasi,
modus Vivendi ini biasanya digunakan untuk menandai adanya perjanjian yang baru dirintis.
C. Tahap-tahap pembuatan perjanjian internasional
Dalam konvensi wina tahun 1969 tentang Hukum Perjanjian Internasional disebutkan bahwa
dalam pembuatan perjanjian baik bilateral maupun multilateral dapat dilakukan melalui
tahap-tahap sebagai berikut:

a. Perundingan (negotiation)

Perundingan atau negosiasi merupakan hal pertama yang harus dilakukan. Secara umum
mungkin sahabat sudah tau makna dari perundingan ini. Istilahnya seperti musyawarah untuk
mencapai suatu kesepakatan yang disetujui bersama.
Dalam melakukan perundingan masing-masing negara dapat mengirimkan perwakilannya
dengan menunjukkan surat kuasa penuh. Jika sudah ada kesepakatan bersama menyangkut
perjanjian ini maka akan dilanjutkan ke proses selanjutnya.
b. Penandatanganan ( Signature)
Setelah dilakukan perundingan akan ada proses penandatanganan. Biasanya proses ini

dilakukan oleh menteri luar negeri atau kepala pemerintahan. Untuk perjanjian yang dalam
perjanjian multilateral (negara yang terlibat lebih dari 2 ) maka hasil kesepakatan dianggap
sah jika suara sudah mencapai 2/3 suara peserta yang hadir untuk memberikan suara. Namun
demikian perjanjian belum dapat diterapkan apabila belum melalui tahap pengesahan
(ratifikasi) oleh masing-masing negaranya.
c. Pengesahan (Ratification)
Proses yang terakhir sebelum perjanjian itu berlaku adalah pengesahan atau ratifikasi. Suatu
negara mengikatkan diri pada suatu perjanjian dengan syarat apabila telah disahkan oleh
badan yang berwenang di negaranya.
Ratifikasi perjanjian internasional dikelompokkan menjadi 3, yaitu :


Pengesahan Oleh badan Eksekutif. Sistem ini biasa dilakukan oleh pemerintahan rajaraja absolut atau otoriter.



Pengesahan oleh Badan Legislatif. Sistem ini jarang digunakan.




Pengesahan Campuran oleh Badan Eksekutif dan Legislatif (DPR dan
Pemenrintahan). Sistem ini merupakan yang paling banyak digunakan karena badan
eksekutif dan legislatif sama-sama menentukan dalam proses ratifikasi suatu
perjanjian

D. Asas Perjanjian Internasional

Ada bermacam-macam asas yang harus diperhatikan dan dipatuhi oleh subjek hukum yang
mengadakan perjanjian internasional. Asas-asas yang dimaksud seperti berikut ini.

1. Pacta Sunt Servanda, artinya setiap perjanjian yang telah dibuat harus ditaati.
2. Egality Rights, artinya pihak yang saling mengadakan hubungan mempunyai
kedudukan yang sama.
3. Reciprositas, artinya tindakan suatu negara terhadap negara lain dapat dibalas
setimpal.
4. Bonafides, artinya perjanjian yang dilakukan harus didasari oleh iktikad baik.
5. Courtesy, artinya asas saling menghormati dan saling menjaga kehormatan negara.
6. Rebus sic Stantibus, artinya dapat digunakan terhadap perubahan yang mendasar
dalam keadaan yang bertalian dengan perjanjian itu.
E. Batalnya Perjanjian Internasional

Dalam Konvensi Wina tahun 1969, suatu perjanjian internasional dapat dinyatakan batal
karena hal-hal berikut.
1. Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan hukum nasional oleh salah satu
negara peserta.
2. Adanya unsur kesalahan pada saat perjanjian itu dibuat.
3. Adanya unsur penipuan dari negara peserta tertentu terhadap negara peserta yang lain
pada waktu pembentukan perjanjian.
4. Terdapat penyalahgunaan atau kecurangan (corruption), baik melalui kelicikan atau
penyuapan.
5. Adanya unsur paksaan terhadap wakil suatu negara peserta. Paksaan tersebut baik
dengan ancaman atau dengan penggunaan kekuatan.

6. Bertentangan dengan kaidah dasar hukum internasional.
F. Berkahirnya Perjanjian Internasional
Ada beberapa sumber yang dapat kita jadikan acuan untuk mengenali hal-hal yang dapat
menyebabkan berakhirnya perjanjian internasional. Mochtar Kusumaatmadja dalam bukunya
Pengantar Hubungan Kerja Sama Internasional mengatakan bahwa suatu perjanjian berakhir
karena hal-hal berikut.
1. Telah tercapai tujuan perjanjian internasional.
2. Masa berlaku perjanjian internasional sudah habis.

3. Salah satu pihak peserta perjanjian menghilang atau punahnya objek perjanjian.
4. Adanya persetujuan dari peserta untuk mengakhiri perjanjian.
5. Adanya perjanjian baru di antara para peserta yang kemudian meniadakan perjanjian
yang terdahulu.
6. Syarat-syarat tentang pengakhiran perjanjian yang sesuai dengan ketentuan perjanjian
sudah dipenuhi.
7. Perjanjian secara sepihak diakhiri oleh salah satu peserta dan pengakhiran itu diterima
oleh pihak lain.