Efek Rumah Kaca terhadap (1)

EFEK RUMAH KACA
Tugas Ini Dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Yang Diberikan Oleh Ibu
Siti Alifah M.Pd Selaku Dosen Matakuliah Pengetahuan Lingkunga

DISUSUN OLEH:
Nama : Lukman Nur Candra
NPM : 201344500354

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
2016

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dari tahun ketahun kita dapat merasakan perubahan cuaca yang semakin tidak
menentu bahkan bisa sampai ekstrim. Dalam satu hari pada saat siang hari
cuacanya sangat panas, sedangkan pada sore sampai malam hari hujan
melanda. Kejadian ini sering disebut dengan nama lain adalah pemanasan
global atau global warming, dimana terjadi peningkatan suhu di permukaan

bumi akibat efek rumah kaca.
Sinar matahari yang tidak terserap permukaan bumi akan dipantulkan kembali
dari permukaan bumi ke angkasa. Setelah dipantulkan kembali berubah
menjadi gelombang panjang yang berupa energi panas. Namun sebagian dari
energi panas tersebut tidak dapat menembus kembali atau lolos keluar ke
angkasa, karena lapisan gas-gas atmosfer sudah terganggu komposisinya.
Akibatnya energi panas yang seharusnya lepas ke angkasa menjadi terpancar
kembali ke permukaan bumi, sehingga lebih dari dari kondisi normal, inilah
efek rumah kaca berlebihan.
Fokus dari makalah ini adalah membahas tentang efek rumah kaca itu sendiri,
hal-hal yang menyebabkan efek rumah kaca, akibat yang ditimbulkannya,
serta solusi dalam mengatasi efek rumah kaca agar dapat meminimalisir
dampak yang ditimbulkannya
B. Rumusan Masalah
Maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian efek rumah kaca?
2. Apa yang dapat menyebabkan timbulnya efek rumah kaca?
3. Apa akibat yang ditimbulkan oleh efek rumah kaca?
4. Bagaimana solusi untukmengatasi efek rumah kaca?
5. Bagaimana cara mahasiswa mengetahui siklus dan terjadinya effect rumah

kaca
C. Tujuan

1.
2.
3.
4.
5.

Mengerti apa itu efek rumah kaca
Mengetahui penyebab efek rumah kaca
Akibat yang ditimbulkannya
Mengetahui solusi efek rumah kaca, agar kita dapat meminimalisasinya
Agar mahasiswa/i mengetahui bahaya effect rumah kaca dan mampu
mengurangi gas effek rumah kaca.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Efek Rumah kaca
Efek rumah kaca, yang pertama kali diusulkan oleh Joseph Fourier pada

tahun 1824, merupakan proses pemanasan permukaan suatu benda langit
(terutama planet atau satelit) yang disebabkan oleh komposisi dan keadaan
atmosfernya. Mars, Venus, dan benda langit yang memiliki atmosfer lainnya
(seperti satelit alami Saturnus, Titan) memiliki efek rumah kaca, hanya saja
artikel ini hanya membahas pengaruh di Bumi. Efek rumah kaca untuk
masing-masing benda langit tadi akan dibahas di masing-masing artikel. Efek
rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda: efek rumah
kaca alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah kaca
ditingkatkan yang terjadi akibat kegiatan manusia (lihat juga pemanasan
global). Yang belakang diterima oleh semua; yang pertama diterima
kebanyakan oleh ilmuwan, meskipun ada beberapa perbedaan pendapat. Efek
rumah kaca ( Green House Effect ) adalah proses alami yang membantu
terjadinya pemanasan pada lapisan atmosfer dan permukaan bumi.
Penghangatan permukaan bumi ini terjadi karena gas-gas yang terlepas dari
aktifitas di biosfer bumi seperti karbon dioksida ( CO2 ), gas metan ( CH4 ),
nitrogen dioksida ( NO2 ), chlorofluorocarbon (CF,XC,X) terkumpul di
lapisan troposfer/stratosfer membentuk awan. Awan dengan dimensi gas-gas
itu merubah kesetimbangan energi dari planet bumi melalui penyerapan
radiasi gelombang panjang ( longwave ) yang diemisikan dari permukaan
bumi. Dari kejadian itu muncul suatu effect pada suhu permukaan bumi yang

menjadi hangat / panas yang meningkat yang kemudian kita sebut Effect
Rumah Kaca . Effect Rumah kaca yang bisa kita artikan secara sederhana
bahwa awan yang ada, terdapat gas yang terkumpul membentuk semacam
tabir berupa kumpulan gas CO2 ( dominan ). Gas-gas itu yang sifatnya seperti
kaca , yang mana sifat kaca adalah dapat ditembus cahaya yang membawa

panas , namun setelah berada di dalamnya , panas yang ada di kaca itu tidak
bisa menembusnya ( mobil parkir di lapangan , setelah pintu kita buka suhu di
dalam akan lebih panas) panas yang tak bisa menembus kaca itu hanya
terpantul- pantul sehingga dampaknya seperti yang kita rasakan kini. Perlu
diketahui pula bahwa , tanpa adanya Effek Rumah Kaca ini , suhu di
permukaan bumi akan dingin berkisar —180C, dibandingkan saat ini suhu
rata-rata permukaan bumi sebesar 15 0C. Energi sinar matahari yang melewati
lapisan atmosfer sebanyak (26 %) dipantulkan kembali ke ruang angkasa oleh
awan dan sebanyak 19 % diserap oleh partikel-partikel dan gas-gas yang
terdapat dalam lapisan atmosfer. Sisanya sebanyak 55 % diteruskan ke
permukaan bumi, di permukaan bumi sinar radiasi matahari ini digunakan
untuk berbagai proses, untuk pemanasan bumi, pencairan es dan salju,
penguapan air permukaan (laut, danau, sungai, waduk, dll.) dan photosintesis.
B. Proses Terjadinya Gas Rumah Kaca

Lapisan atmosfir bumi terdiri atas troposfir, stratosfir, mesosfir dan termosfer.
Lapisan terbawah (troposfir) adalah bagian yang terpenting dalam kasus efek
rumah kaca. Sekitar 35% dari radiasi matahari tidak sampai ke permukaan
bumi. Hampir seluruh radiasi yang bergelombang pendek (sinar alpha, beta
dan ultraviolet) diserap oleh tiga lapisan teratas. Yang lainnya dihamburkan
dan dipantulkan kembali ke ruang angkasa oleh molekul gas, awan dan
partikel. Sisanya yang 65% masuk ke dalam troposfir. Di dalam troposfir ini,
14 % diserap oleh uap air, debu, dan gas-gas tertentu sehingga hanya sekitar
51% yang sampai ke permukaan bumi. Dari 51% ini, 37% merupakan radiasi
langsung dan 14% radiasi difusi yang telah mengalami penghamburan dalam
lapisan troposfir oleh molekul gas dan partikel debu. Radiasi yang diterima
bumi, sebagian diserap sebagian dipantulkan. Radiasi yang diserap
dipancarkan kembali dalam bentuk sinar inframerah. Sinar inframerah yang
dipantulkan bumi kemudian diserap oleh molekul gas yang antara lain berupa
uap air atau H20, CO2, metan (CH4), dan ozon (O3). Sinar panas inframerah
ini terperangkap dalam lapisan troposfir dan oleh karenanya suhu udara di
troposfir dan permukaan bumi menjadi naik. Dalam bahasa yang sederhana,

proses terjadinya efek rumah kaca adalah demikian: panas matahari merambat
dan masuk ke permukaan bumi. Kemudian panas matahari tersebut akan

dipantulkan kembali oleh permukaan bumi ke angkasa melalui atmosfer.
Sebagian panas matahari yang dipantulkan tersebut akan diserap oleh gas
rumah kaca yang berada di atmosfer. Panas matahari tersebut kemudian
terperangkap di permukaan bumi, tidak bisa melalui atmosfer. Sehingga suhu
bumi menjadi lebih panas.

Yang termasuk gas rumah kaca di atmosfer adalah uap air (H2O),
carbondioksida (CO2), Gas Methan (CH4), dan ozon (O3). Konsentrasi gas
rumah kaca di bumi dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut.
1. Pemanfaatan berbagai macam bahan bakar fosil atau BBM (bahan bakar
minyak) yang terlalu boros
2. Kerusakan hutan (kebakaran hutan, penebangan liar, dll)
3. Pemanfaatan pupuk, pembusukan sisa-sisa pertanian dan pembusukan
kotoran-kotoran ternak, dan pembakaran sabana di sector pertanian dan
peternakan
4. Pemakaian AC yang berlebihan
5. Asap kendaraan bermotor
6. Hasil buangan industry

Efek rumah kaca yang berlebihan yang ditingkatkan oleh konsentrasi gas

rumah kaca yang semakin tinggi akan membahayakan manusia. Efek
rumah kaca yang semakin parah karena polusi udara ini akan
menimbulkan terjadinya pemanasan global. Dalam Anonimus e dinyatakan
bahwa menurut perkiraan efek rumah kaca telah meningkatkan suhu bumi
rata-rata 1-5 derajat Celcius. Bila kecenderungan peningkatan gas rumah
kaca tetap seperti sekarang akan menyebabkan peningkatan pemanasan
global antara 1,5 – 4,5 derajat Celcius sekitar tahun 2030. Dengan
meningkatnya konsentrasi gas CO2 di atmosfer, maka akan semakin
banyak gelombang panas yang dipantulkan dari permukaan bumi diserap
atmosfer. Hal ini akan mngakibatkan suhu permukaan bumi menjadi
meningkat.

C. Dampak Efek Rumah Kaca
1. Mencairnya Es di Kutub
Perubahan iklim juga menyebabkan mencairnya es dan gletser di seluruh
dunia, terutama di Kutub Utara dan Selatan. Diketahui bahwa es yang
menyelimuti permukaan bumi telah berkurang 10% sejak tahun 1960.
Sementara ketebalan es di Kutub Utara telah berkurang 42% dalam 40
tahun terakhir (Fred Pearce, 2001). Diperkirakan pada tahun 2100, gletser
yang menyelimuti pegunungan Himalaya seluas 33.000 km 2

ncair. Ilmuwan Eropa

akan me

juga memperkirakan sekitar 50-90% gletser di

pegunungan Alpen akan menghilang. Diperkirakan pegunungan salju

Australia akan “bebas salju” pada tahun 2070. Sementara menurut
penelitian Lonnie Thomson dari Byard

Polar

Research Center

-

Universitas Ohio, diperkirakan seluruh salju di pegunungan Kilimanjaro
akan mencair pada tahun 2015 akibat pemanasan global (Fred Pearce,
2001).

2. Pergeseran Musim
Selain itu, perubahan iklim juga menyebabkan terjadinya pergeseran
musim,

di mana musim

menimbulkan

kemarau akan berlangsung

lama sehingga

bencana kekeringan dan penggurunan.

Para ilmuwan

memperkirakan bahwa kekeringan akan melanda Afrika, Eropa, Amerika
Utara, dan Australia. Sementara musim hujan akan berlangsung dalam
waktu singkat dengan kecenderungan intensitas curah hujan yang lebih
tinggi dari curah hujan normal sehingga menyebabkan bencana banjir

dan tanah longsor. Terbukti

bahwa di wilayah Asia

Tenggara serta

beberapa wilayah lainnya yang rentan terhadap badai dan angin puting
beliung telah mengalami badai yang lebih dahsyat, hujan yang lebih deras
serta lebih banyak bencana banjir. Sementara di beberapa wilayah di Indonesia juga sudah terbukti mengalami bencana banjir dan longsor.
3. Peningkatan Permukaan Air Laut
Dampak perubahan iklim yang lainnya adalah meningkatnya permukaan
air laut. Menurut IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change),
panel ahli untuk isu perubahan iklim, dalam 100 tahun terakhir telah
terjadi peningkatan permukaan air laut setinggi 10-25 cm. Sementara itu
diperkirakan

bahwa pada

peningkatan air laut setinggi


tahun 2100 mendatang

akan terjadi

15-95 cm (Greenpeace, 1998). Sebagai

ilustrasi, peningkatan permukaan air laut setinggi 1 m akan menyebabkan
hilangnya 1% daratan Mesir, Belanda 6%, Bangladesh sebesar 17,5% dan
80% atol di Kepulauan

Marshall menghilang (Fred Pearce, 2001).

Perubahan iklim juga menyebabkan negara-negara kepulauan seperti
Karibia, Fiji, Samoa, Vanuatu, Jepang, Filipina serta Indonesia terancam
tenggelam akibat naiknya permukaan air laut. Ini berarti puluhan juta

orang yang hidup di pesisir pantai harus mengungsi ke daerah yang lebih
tinggi.
4. Dampak Lainnya
Selain dampak-dampak di atas, perubahan iklim juga akan menyebabkan
terjadinya krisis persediaan

makanan

akibat tingginya potensi gagal

panen, krisis air bersih, meluasnya penyebaran penyakit tropis seperti
malaria, demam berdarah dan diare, kebakaran hutan, serta hilangnya
jutaan spesies flora dan fauna karena tidak dapat beradaptasi dengan
perubahan suhu di bumi. Hal ini menunjukkan bahwa peru- bahan iklim
merupakan ancaman serius bagi kelangsungan hidup umat manusia serta
mahluk hidup lain. Selain itu dampaknya tidak hanya terjadi di satu negara
atau di satu wilayah, tapi di seluruh dunia, melintasi batas negara.
Walaupun begitu, tingkat perekonomian yang jauh di bawah negara maju
serta perekonomian

yang berbasis sumber daya alam menyebabkan

negara berkembang lebih re ntan

terhadap dampak-dampak

yang

ditimbulkan akibat perubahan iklim dibandingkan negara maju. Dalam
prosesnya perubahan iklim terjadi sangat lamban, sehingga dampaknya
tak langsung dirasakan saat ini, namun akan sangat terasa bagi generasi
mendatang. Dan ketika perubahan iklim telah terjadi, maka tak satu upaya
pun yang dapat dilakukan untuk mengembalikan kondisi ke keadaan
semula.
D. Masuknya Isu Perubahan Iklim dalam Agen- da Politik Internasional
Meningkatnya bukti-bukti ilmiah akan adanya pengaruh aktivitas manusia
terhadap sistem iklim serta meningkatnya

kepedulian

masyarakat

internasional akan isu lingkungan global, pada akhirnya menyebabkan isu
perubahan

iklim menjadi salah satu isu penting di dalam agenda politik

internasional. Pada pertengahan

tahun 1980-an, berbagai pertemuan awal

atau konferensi antar pemerintah mulai diselenggarakan untuk membicarakan
masalah perubahan iklim. Mengingat pentingnya
jakan

untuk

memiliki

data-data

ilmiah

bagi pembuat kebiterkini

yang

dapat

dipertanggungjawabkan guna merespon masalah perubahan iklim, maka
dibentuklah sebuah badan bernama Intergovern- mental Panel on Climate

Change (IPCC) oleh UNEP (United Nations Environment Programme) dan
WMO (World Meteorological Organization) pada tahun 1989. IPCC
merupakan sebuah lembaga yang terdiri dari para ilmuwan dari seluruh dunia
yang bertugas untuk meneliti fenomena perubahan iklim secara ilmiah serta
kemungkinan solusinya. mengeluarkan hasil penelitiannya yang pertama (First
Assessment Report). Di dalam laporan tersebut dipastikan bahwa perubahan
iklim merupa- kan sebuah ancaman bagi kehidupan seluruh umat manusia.
IPCC menyerukan

pentingnya sebuah

kesepakatan

global untuk

menanggulangi masalah perubahan iklim, mengingat hal ini adalah sebuah
masalah global dengan dampak yang dirasakan secara global pula. Majelis
umum PBB akhirnya menanggapi seruan IPPC untuk mengatasi masalah
perubahan iklim secara global. Pada Desember 1990,
membentuk

PBB secara resmi

sebuah badan antar pemerintah, yaitu Intergovernmental Ne-

gotiating Comittee (INC) untuk melakukan negosiasi ke arah konvensi
perubahan iklim.
1. Konvensi Perubahan Iklim
Pada Mei 1992, INC menyepakati secara konsensus sebuah Kerangka
Kerja Konvensi Perubahan Iklim PBB (United Nations Framework
Convention on Climate Change - UNFCCC). Ke mudian pada Juni
1992, diselenggarakanlah KTT Bumi di Rio de Janeiro, Brazil, dimana
pada kesempatan ini Konvensi Perubahan Iklim mulai ditandatangani.
Konvensi Perubahan Iklim pada akhirnya dinyatakan telah berkekuatan
hukum sejak 21 Maret 1994 setelah diratifikasi oleh 50 negara. Saat ini
konvensi tersebut telah diratifikasi oleh lebih dari 180 negara. Dengan
demikian, negara-negara yang telah meratifikasi konvensi tersebut, biasa
disebut Para Pihak atau Parties, terikat secara hukum pada ketentuan yang
terdapat di dalam konvensi. Adapun tujuan utama Konvensi Perubahan
Iklim adalah untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca pada tingkat
aman, sehingga tidak membahayakan sistem iklim global. Namun
konvensi ini belum mencantumkan target-target yang mengikat, seperti
target tingkat konsentrasi GRK yang aman serta batasan waktu untuk
mencapai target tersebut. Konvensi

ini kemudian

membagi negara-

negara ke dalam 2 kelompok, yaitu negara maju yang terdaftar di dalam
Annex I (dikenal sebagai negara Annex) serta negara berkembang yang
tidak terdaftar di dalam Annex I (dikenal dengan negara non-Annex I)
Amerika Serikat, Australia, Austria, Belanda, Belarusia, Belgia, Bulgaria,
Cheko, Denmark, Estonia, Eslandia, Finlandia, Federasi Rusia, Jerman,
Hongaria,

Irlandia, Italia, Inggris Jepang, Kanada, Kroasia, Latvia,

Liechtenstein, Lithuania, Luxemburg, Monako, Norwegia, Polandia,
Portugal, Perancis, Rumania, Selandia Baru, Slowakia, Slovenia, Spanyol,
Swedia, Swiss, Turki, Ukraina, Uni Eropa dan Yunani. Negara Annex I
adalah negara-negara maju yang di dalam sejarahnya telah lebih awal
mengkontribusi gas rumah kaca ke atmosfer, yaitu sejak revolusi industri
tahun 1850. Emisi GRK per kapita negara Annex I terhitung jauh lebih
tinggi daripada emisi per kapita negara non-Annex

I atau negara

berkembang. Selain itu negara An- nex I mempunyai perekonomian dan
kemampuan yang lebih baik dalam menghadapi masalah perubahan iklim
dibanding negara berkembang. Oleh karena itu, prinsip kesetaraan dan
prinsip 'common but differentiated responsi- bilities' (prinsip tanggung
jawab bersama namun dengan porsi yang berbeda) yang diabadikan di
dalam Konvensi, meminta negara-negara Annex I untuk mengambil
langkah maju dalam hal menurunkan emisi GRK di dalam negerinya. Di
dalam Konvensi Perubahan Iklim dinyatakan bahwa baik negara Annex I
maupun non- Annex I harus menyerahkan laporan yang dikenal dengan
National Communication, yaitu laporan mengenai inventarisasi

emisi

GRK serta program dan kebijakan perubahan iklim nasionalnya. Namun
batas waktu penyerahan Na- tional Communication bagi negara nonAnnex I lebih longgar daripada negara Annex I.
E. Apa yang Harus Dilakukan di Masa Depan?
Masih banyak hal upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menekan laju
perubahan iklim. Bukan hanya penurunan emisi GRK, tetapi lebih penting
lagi

adalah upaya untuk beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Upayaupaya ini harus dilakukan secara terintegrasi oleh pemerintah, pihak industri
dan masyarakat umum.
1. Pemerintah
Upaya Mitigasi dan Adaptasi Upaya pemerintah perlu dilakukan dalam
berbagai sektor. Pada sektor- sektor seperti energi, transportasi dan
industri, pemerintah

harus menekankan pentingnya

strategi dan tindakan nyata dalam

melakukan

pengem- bangan

upaya

mitigasi atau

menurunkan emisi GRK. Upaya yang bisa dilakukan oleh sektor ini antara
lain, mengganti bahan bakar dengan

yang lebih bersih dan ramah

lingkungan, menghemat penggunaan bahan bakar, serta menggunakan
peralatan atau mesin yang lebih hemat energi. Namun selain upaya
mitigasi, upaya adaptasi juga tidak kalah pentingnya untuk dilakukan.
Sektor-sektor seperti pertanian, perikanan, infrastruktur, kehutanan serta
kesehatan merupakan sektor yang rentan terhadap dampak perubahan
iklim. Oleh karena itu harus dipersiapkan strategi adaptasi bagi sektor
tersebut agar dapat mengantisipasi berbagai kemungkinan buruk yang
akan timbul akibat perubahan iklim.
2. Swasta/Industri
Tidak dapat dipungkiri, industri merupakan salah satu penyumbang
terbesar emisi GRK di dalam berbagai aktivitas produksinya. Karenanya
sangat wajar jika industri pun harus bertanggung jawab untuk menurunkan
emisi GRK. Pemanfaatan

energi yang efisien, baik dalamcproses

pengolahan di industri maupun pembangkitan energi, merupakan upaya
yang secara nyata dapat menurunkan emisi GRK. Upaya penurunan emisi
GRK pun dapat dilakukan dengan pemanfaatan secara efisien bahan bakar
dan bahan baku yang ramah lingkungan dengan emisi GRK minimum.
3. Masyarakat
Seperti halnya pemerintah dan swasta, masyarakat pun memiliki tanggung
jawab yang sama untuk menekan emisi GRK. Efisien

dalam

menggunakan energi, baik itu berupa energi listrik ataupun bahan bakar
fosil, merupakan upaya yang menguntungkan. Bukan hanya dari sisi emisi
GRK tetapi juga dari sisi keuangan. Beberapa langkah nyata yang bisa

dilakukan oleh masyarakat dalam upaya mengurangi emisi, antara lain:
Gunakan penerangan secara efisien dan efektif. Penggunaan lampu hemat
energi dan jadwal penerangan rumah yang tepat (misalnya sejak pk.
18.00-05.00) akan mengurangi

konsumsi listrik secara signifikan.

Gunakan peralatan elektronik, seperti komputer, TV, radio dan AC,
seperlunya saja. Jangan lupa untuk mematikan peralatan elektronik yang
sedang tidak dipergunakan. Kurangi penggunaan kendaraan bermotor
pribadi agar dapat menurunkan emisi GRK secara signifikan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Efek rumah kaca merupakan proses pemanasan permukaan suatu benda langit
(terutama planet atau satelit) yang disebabkan oleh komposisi dan keadaan
atmosfernya. Adanya efek rumah kaca dapat menyebabkan global warming
atau pemanasan global. Pemanasan global terjadi karena berbagi sebab salah
satunya pembakaran. Pembakaran selain dapat menimbulkan global warming
juga dapat menimbulkan polusi udara. Kemudian akan berdampak pada
kesehatan. Global warming juga dapat menimbulkan beberapa akibat,
perubahan yang saat ini di Indonesia sedang terjadi adalah perubahan iklim,
ditandai dengan cuaca yang selama sehari tidak menentu. Oleh karena itu,
semua dampak dari global warming lamakelamaan akan menghancurkan
bumi, walaupun pada awalnya global warming mengguntungkan tapi bila
terus-menerus akan merugikan. Maka itu, kita harus mencegahnya dari
sekarang diantaranya hemat energi, menanam pohon, naik angkutan umum dll.
B. Saran
Selaku mahasiswa alangkah baiknya kita bias berkontribusi dalam mengurangi
gas effect rumah kaca, ini bertujuan untuk menjaga bumi kita dari kehancuran.
Mengingat dewasa ini bumi semakin banyak gejala-gejala alam diluar nalar
kewajaran. Maka dari itu selaku mahasiswa harus bisa berkontribusi didalam
pengurangan gas effek rumah kaca, dimulai dari hal yang kecil hingga
perubahan yang besar yang mampu mengurangi gas efek rumah kaca. Penulis
sadar dalam penyusunan masih banyak kekurangan dan kealfaan, maka dari
itu penulis harapkan adanya keritik dan saran yang membangun dari pembaca
guna meningkatkan kualitas dari penulisan yang baik.

DAFTAR PUSTAKA
Meiviana Armely, Diah R Sulistiowati dan Moekti H Soejachmoen, BUMI
MAKIN PANAS “Ancaman Perubahan Iklim Di Indonesia” ISSN 979-98399-0-4
http://airpollution2014.weebly.com/gas-rumah-kaca/february-24th-2014
https://cirenggoreng.wordpress.com/2011/02/21/proses-terjadinya-gas-rumahkaca-dan-dampaknya/
http://gemcha4nn15.blogspot.co.id/2010/11/efek-rumah-kaca.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Efek_rumah_kaca
https://lasonearth.wordpress.com/makalah/efek-rumah-kaca-green-house-effect/
http://materi-pelajaran-biologi.blogspot.co.id/2012/12/effect-rumah-kaca-greenhouse-effect.html

Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Empiris Pada Perusahaan Property dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

47 440 21

Analisis Pengaruh Pengangguran, Kemiskinan dan Fasilitas Kesehatan terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia di Kabupaten Jember Tahun 2004-2013

21 388 5

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA EMPIRIS PADA PASIEN RAWAT INAP PATAH TULANG TERTUTUP (Closed Fracture) (Penelitian di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

11 138 24

STUDI PENGGUNAAN SPIRONOLAKTON PADA PASIEN SIROSIS DENGAN ASITES (Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

13 140 24

STUDI PENGGUNAAN ACE-INHIBITOR PADA PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) (Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan)

15 136 28

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

Efek Hipokolesterolemik dan Hipoglikemik Patigarut Butirat

2 94 12

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Efek Pemberian Ekstrak Daun Pepaya Muda (Carica papaya) Terhadap Jumlah Sel Makrofag Pada Gingiva Tikus Wistar Yang Diinduksi Porphyromonas gingivalis

10 64 5