PENGARUH MOTIVASI DAN KREATIFITAS KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PADA KANTOR DINAS PEMERINTAH KABUPATEN TOBA SAMOSIR

PEMERINTAH KABUPATEN TOBA SAMOSIR

Peneliti :

1. Amran Manurung, SE., M.Si

2. Raya Panjaitan, SE., MM LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN

2010

DAFTAR TABEL

Tabel

3.1 Penentuan jumlah Sampel dari Populasi tertentu dengan Taraf Kesalahan 5 % ............................................ 55

Tabel

3.2. Jumlah unit Populasi dan sebaran Sampel dirinci menurut Dinas Daerah Kabupaten Toba Samosir ............. 57

Tabel

4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ...................... 65 Tabel

4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ........... 66 Tabel

4.3. Hasil Uji Multikolonierisitas untuk Variabel Motivasi dan Kreativitas Kerja ........................................... 69

Tabel

4.4. Hasil Uji Multikolonierisitas untuk Variabel Motivasi dan Kreativitas Kerja dan Produktivitas Kerja . 70

Tabel

4.5. Hasil Uji Heteroskedastisitas untuk Variabel Motivasi dan Kreativitas Kerja ........................................... 71

Tabel

4.6. Hasil Uji Heteroskedastisitas untuk Variabel Motivasi, Kreativitas Kerja dan Produktivitas Kerja ........... 71

Tabel

4.7. Hasil Uji Autokorelasi untuk Motivasi dan Kreatifitas Kerja ................................................................. 72

Tabel

4.8. Hasil Uji Autokorelasi untuk Motivasi, Kreatifitas Kerja dan Produktivitas Kerja ..................................................... 73

Tabel

4.9. Analisis Deskripsi Penelitian ............................................ 73 Tabel

4.10. Uji Koefisien Determinan ( Uji R ) Hipotesis untuk Variabel Motivasi dan Kreatifitas Kerja terhadap Produktivitas Kerja ........................................................... 74

Tabel

4.11. Uji Koefisien Determinan ( Uji R ) Hipotesis untuk Variabel Motivasi dan Kreatifitas Kerja, Produktivitas Kerja terhadap Kepuasan Kerja .................. 75

Tabel 4.12.Uji Serempak ( Uji F ) Hiptesis antara varibel Motivasi Kerja dan Kreatifitas Kerja Kerja terhadap Produktivitas Kerja ........................................................... 77

Tabel

4.13.Uji Serempak ( Uji F ) Hiptesis antara varibel Motivasi

dan Kreatifitas Kerja Kerja terhadap Kepuasan Kerja ................................................................ 78

Tabel 4.14.Uji Parsial ( Uji t ) Hipotesis antara varibel Motivasi dan Kreatifitas Kerja terhadap Produktivitas Kerja ........................................................... 80

Tabel

4.15.Uji Parsial ( Uji t ) Hipotesis antara varibel Motivasi,

Kreatifitas Kerja dan Produktivitas Kerja terhadap Kepuasan Kerja ................................................................ 82

PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN

1. A. Judul Penelitian : Pengaruh Motivasi Dan Kreatifitas Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Pada Kantor Dinas Pemerintah Kabupaten Toba Samosir.

B. Bidang Ilmu

: Ekonomi

C. Kategori Penelitian : Penelitian untuk mengembangkan Perguruan Tinggi

2. Ketua Peneliti : A. Nama Lengkap & Gelar

: Amran Manurung, SE., M.Si

B. Jenis Kelamin

: Laki-Laki

C. Golongan/Pangkat

: IIIc

D. Jabatan Fungsional

: Lektor

E. Jabatan Struktural : Ketua Jurusan Administrasi Perpajakan F. Fakultas/Jurusan

: Ekonomi/Administrasi Perpajakan

Anggota :

A. Nama Lengkap & Gelar

: Raya Panjaitan, SE., M.M

B. Jenis Kelamin

: Laki-Laki

C. Golongan/Pangkat

: IIIb

D. Jabatan Fungsional

: Asisten Ahli

E. Jabatan Struktural

F. Fakultas/Jurusan

: Ekonomi/Administrasi Perpajakan

3. Lokasi Penelitian : Kota Balige Kabupaten Toba Samosir

4. Lama Penelitian : 4 Bulan ( September s/d Desember 2010)

5. Biaya Penelitian

: Rp. 2.000.000,- ( Dua Juta Rupiah )

Medan, 30 Agustus 2010

Ketua Peneliti, Dekan Fakultas Ekonomi

Mengetahui,

Menyetujui,

Ketua Lembaga Penelitian

Dr. Ir Parulian Simanjuntak, MA Dr. Ir. Hasan Sitorus, M.Si Amran Manurung, SE,M.Si

ANGGARAN BIAYA PENELITIAN

No. Rincian Jumlah

Biaya pengumpulan data Rp. 750.000 Honorarium Peneliti 4 Bulan Rp. 100.000/bln ( 2 orang)

Rp. 800.000 Biaya Pencetakan dan Penggandaan

Rp. 350.000 Biaya tak terduga

Rp. 100.000 Total

Rp. 2.000.000 Terbilang : Dua Juta Rupiah

ABSTRAKSI PENGARUH MOTIVASI KERJA DAN KREATIFITAS KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PEGAWAI DI KANTOR DINAS PEMERINTAH KABUPATEN TOBA SAMOSIR.

Motivasi Kerja adalah suatu dorongan yang muncul dari diri seseorang untuk melakukan suatu tindakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Kreatifitas Kerja adalah sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu dengan kreatifitas yang ia miliki untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Motivasi Kerja dan Kreatifitas Kerja akan menjadi dorongan bagi Pegawai untuk dapat melakukan tugas-tugas yang akan dibebankan kepadanya.

Produktivitas Kerja adalah hasil kerja atau output yang dihasilkan seseorang atas kegiatan yang dilakukannya. Yang menjadi obyek penelitian adalah seluruh Pegawai pada Kantor Dinas Pemerintah Kabupaten Toba Samosir dengan populasi sebanyak 354 orang, yang menjadi sampel 188 orang. Metode yang dipakai metode survei. Dalam

tesis ini terdapat tiga variable yaitu Motivasi Kerja (X 1 ), Kreatifitas Kerja (X 2 ), Produktivitas Kerja(Y) yang merupakan variabel terikat. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap permasalahan penelitian yang ada yaitu:

1. Sejauh mana pengaruh Motivasi Kerja terhadap Produktivitas Kerja

2. Sejauh mana pengaruh Kreatifitas Kerja terhadap Produktivitas Kerja

3. Sejauh mana pengaruh Motivasi Kerja dan Kreatifitas Kerja terhadap Produktivitas Kerja

Hasil penelitian yang dilakukan pada Pegawai Kantor Dinas Pemerintah Kabupaten Toba Samosir memperoleh data bahwa variabel Motivasi Kerja dan Kreatifitas Kerja mempengaruhi Produktivitas Kerja. Besarnya pengaruh Motivasi Kerja dan Kreatifitas Kerja terhadap Produktivitas Kerja adalah sebesar 33.5%, sedangkan 66.5% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak ikut diteliti.

Kata Kunci : Motivasi Kerja, Kreatifitas Kerja dan Produktivitas

Kerja Kerja.

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Era kesenjagan yang berlangsung dewasa ini telah memperlihatkan terjadinya beberapa perubahan yang signifikan dalam formulasi strategi organisasi untuk mencapai tujuannya. Di antara strategi yang paling mendapat tempat adalah upaya untuk optimalisasi dan maksimalisasi peran sumber daya manusia, baik pada organisasi bisnis yang berorientasi profit maupun pada organisasi pemerintahan yang memusatkan perhatian pada peningkatan pelayanan publik. Itulah sebabnya keunggulan organisasi untuk bersaing dalam kancah global sekarang ini sangat ditentukan oleh kemampuan dan keandalan sumber daya manusianya. Tanpa dukungan sumber daya manusia yang handal, maka sebuah organisasi akan kehilangan spirit dan daya kreasi untuk meningkatkan produktivitas dan pelayanan publik terhadap masyarakat.

Dalam kaitan dengan pentingnya peran sumber daya manusia yang demikian itu, Kast dan Rosenzweig (2002: 5) menyebutkan bahwa kita seringkali takjub melihat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melesat seperti pesawat ruang angkasa (space shuttle), sistem teknologi informasi yang hanya dengan menekan satu tombol saja kita sudah memperoleh segenap informasi di jagad raya ini, begitu juga dengan komputer dan microchip yang bisa menyimpan berjuta-juta bahkan bermilyar-milyar data. Semua fakta tersebut tidak saja mengejutkan tetapi

kesemuanya itu telah berkembang melebihi apa yang pernah kita pikirkan. Semua yang telah kita capai itu tidak akan mungkin terjadi dengan sendirinya tanpa dilatarbelakangi oleh faktor utama yang mendasari kemajuan tersebut, yakni kesanggupan kita mengembangkan dan me- manage jajaran organisasi sosial untuk memenuhi tujuan dan ekspektasi kita bersama. Dengan kata lain, upaya untuk mendesain dan me-manage organisasi yang kompleks itu adalah teknologi sosial yang sebanding dengan investasi modal dan sumber daya yang telah kita keluarkan. Dan semua kemajuan tersebut tidak terlepas dari kontribusi yang telah dimainkan oleh sumber daya manusia. Itulah sebabnya tidaklah berlebihan jika Peter F. Drucker sebagaimana dikutip oleh Zuhal ( 2008: 9) menyebutkan bahwa aset paling berharga bagi bangsa pada abad 21 adalah ilmu pengetahuan dan pekerja terdidik (knowledge worker). Pengetahuan dan pekerja terdidik ini telah menjadi modal bagi pembangunan ekonomi, menggantikan sumber daya alam yg tidak dapat menjadi andalan lantaran dapat terdepresiasi bahkan memunculkan perusakan lingkungan yang ujung-ujungnya sangat merugikan umat manusia.

Atas berbagai realitas yang telah dipaparkan di atas, mulai dari ketatnya persaingan global, cepatnya perubahan teknologi informasi, serta perubahan lingkungan yang cenderung terjadi hampir pada semua aspek kehidupan manusia, telah menimbulkan pergeseran dan paradigma baru bagi setiap organisasi. Perubahan-perubahan tersebut di satu sisi merupakan ancaman bagi kelangsungan hidup organisasi, tetapi di sisi Atas berbagai realitas yang telah dipaparkan di atas, mulai dari ketatnya persaingan global, cepatnya perubahan teknologi informasi, serta perubahan lingkungan yang cenderung terjadi hampir pada semua aspek kehidupan manusia, telah menimbulkan pergeseran dan paradigma baru bagi setiap organisasi. Perubahan-perubahan tersebut di satu sisi merupakan ancaman bagi kelangsungan hidup organisasi, tetapi di sisi

Secara rinci Toffler dalam Ancok (1998:11-12) menggambarkan pergeseran paradigma manajemen sebagai usaha merespon perubahan- perubahan yang terjadi dalam sektor bisnis, antara lain sebagai berikut :

1. Berubahnya sifat organisasi dari hirarki menjadi suatu jaringan,

2. Bergesernya keluaran (output) perusahaan dari market share menuju market creation,

3. Peranan individu sangat menentukan dalam pengambilan keputusan, gaya organisasi yang kaku berubah menjadi fleksibel,

4. Kekuatan perusahaan yang sebelumnya diukur dari stabilitas sekarang diukur dari kemampuannya beradaptasi dengan perubahan,

5. Orientasi bisnis yang sebelumnya mengacu pada self suficiency bergeser pada saling ketergantungan,

6. Arah perusahaan sekarang dicapai melalui penciptaan visi, misi, dan nilai- nilai serta gaya kepemimpinan yang bervisi,

7. Kualitas produk yang dulu diproduksi secara tidak maksimal kini bergeser pada kualitas produk yang prima,

8. Orientasi karyawan dalam bekerja yang dulu fokus pada rasa aman dan dapat menyelesaikan pekerjaan bergeser pada orientasi pengembangan diri dan mencari sesuatu yang baru,

9. Kekuatan sumber daya bergeser dari pemilikan uang tunai dalam jumlah yang besar menjadi kepemilikan informasi, dan

10. Kultur perusahaan bergeser dari upaya menghindari resiko menuju keberanian menghadapi resiko.

Pendapat Toffler tersebut di atas menunjukkan bahwa perubahan pada lingkungan bisnis menuntut pula adanya perubahan di dalam pengelolaan kegiatan perusahaan. Pendapat lama yang melihat sumber daya manusia bukan dalam kedudukan yang penting (sama dengan kedudukan alat produksi yang lain), maka sumber daya manusia dalam perusahaan sekarang dipandang sebagai aset yang penting. Oleh karena itu, maka peranan manajemen dalam keadaan demikian adalah mengorganisasi dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia sedemikian rupa, sehingga mampu memanfaatkan peluang dan menekan ancaman atau tekanan ekstrem sampai seminimal mungkin, dan mempelancar pencapaian tujuan organisasi yang pada akhimya memberikan kontribusi terhadap organisasi, anggota, dan masyarakat (Sherman, et al., 1996:289). Di samping itu untuk merespon dan mengadaptasi perubahan yang terjadi adalah melalui pengintegrasian kebijakan pengembangan sumber daya manusia dengan tujuan dan strategi organisasi (Anderson, 1997: 19).

Mengingat sedemikian pentingnya kedudukan manusia dalam organisasi, maka seorang manajer .perlu kiranya mempelajari dan memahami perilaku bawahannya, serta mendorongnya demi pencapaian tujuan organisasi secara efektif. Hal ini dikarenakan tugas manajer adalah menyelesaikan urusan-urusan lewat orang lain (Robbins, 2002a: 22) dengan tugas utama bertanggungjawab atas pencapaian tujuan organisasi, kemudian melakukan evaluasi kinerja, serta membantu bawahannya agar Iebih efektif menjalankan tugasnya. Pernyataan ini dipertegas oleh E.A. Johns dalam Chori (1999:3) yang menyatakan bahwa keberhasilan seorang manajer pada masa yang akan datang ditentukan oleh kemampuannya untuk mengenal perilaku manusia.

Merujuk pernyataan di atas, dapat dipahami bahwa manajer yang nota bene berkedudukan sebagai pembina manusia, sangat dituntut integritas karakterya sebagai seorang pembina yang harus mampu memandang orang-orangnya sebagai sumber daya yang penting yang akan menentukan kemajuan organisasinya. Kondisi tersebut akan menuntut konsekuensi logis kemampuan manajer yang harus dapat menciptakan suasana yang kondusif, yang mampu memberikan kesempatan dan kemudahan kepada bawahannya untuk tumbuh, berkembang, dan berprestasi dalam suasana organisasi yang dinamis (Sujak, 1995: 185)

Perhatian atas modal sumber daya manusia ini mencakup kemampuan yang unggul dan motivasi kerja yang tinggi. Dua aspek ini merupakan perwujudan dari sikap dan perilaku kerja pegawai yang

mempengaruhi kinerjanya, dan secara operasional dapat dilihat pada aspek produktifitas, kemangkiran, tingkat perputaran (turnover) dan kepuasan kerjanya. Secara khusus, sebagaimana yang digambarkan oleh Robbins (2002b:265) produktivitas kerja dan kepuasan kerja merupakan variabel terpengaruh yang penting dalam model perilaku organisasi. Kajian tentang hal ini terus menjadi telaah penting, mengingat adanya perubahan dan perkembangan terus-menerus tentang apa yang membuat seseorang berkinerja baik dan puas akan pekerjaannya. Oleh karena itu, menjadi hal yang wajar bila studi mengenai produktivitas kerja dan kepuasan kerja berkembang terus guna memperoleh penjelasan yang lebih memuaskan terhadap variabel-variabel yang mempengaruhi produktivitas kerja dan kepuasan kerja pegawai tersebut.

Timbulnya fenomena perilaku kerja pegawai dalam organisasi, tercermin dari lemahnya keterikatan pegawai dalam organisasi, kurangnya keterlibatan pegawai terhadap pekerjaannya, ketidakpuasan kerja, tingkat absensi dan pergantian atau perputaran pegawai yang tinggi, dan mengurangi keluaran (mutu dan kuantitas produk), tidak berfungsinya kompetisi yang sehat baik antar individu maupun antar kelompok, komunikasi yang kurang berjalan baik karena terlalu banyak distorsi dan misinformasi, kebingungan dan ketidakmengertian ke mana arah prioritas tujuan yang hendak dicapai, merupakan contoh permasalahan sebagai akibat belum terintegrasikannya dengan baik antara dimensi manusia dengan dimensi pekerjaan dalam suatu organisasi, atau belum terintegrasinya tujuan pribadi dan tujuan organisasi (Steers, 1985:42)

Bertolak dari seluruh uraian di atas, penulis tertarik melakukan Studi di Dinas Kabupaten Toba Samosir, karena Dinas Daerah merupakan organisasi perangkat daerah yang berfungsi melaksanakan urusan wajib pemerintahan sebagai implementasi atas pelaksanaan otonomi daerah. Ini berarti keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah sangat ditentukan oleh keberhasilan Dinas Daerah dalam melaksanakan urusan wajib yang diberikan kepadanya. Di sisi yang lain, keberhasilan Dinas Daerah tersebut sangat bergantung pada motivasi dan kreativitas pegawai, dimana motivasi dan kreativitas pegawai tersebut pada gilirannya akan memberikan pengaruh terhadap produktivitas kerja dan kepuasan kerja yang mereka tunjukkan. Oleh karena itu, pegawai mempunyai peran yang cukup dominan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang diberikan kepadanya, sehingga tujuan organisasi dapat dicapai sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan hal tersebut, penulis memandang

Studi yang berjudul “Pengaruh Motivasi Kerja dan Kreativitas Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Pegawai Pada Kantor Dinas Kabupaten Toba Samosir ” ini memiliki urgensi untuk dilaksanakan.

1.2. Batasan Masalah

Berdasarkan keterbatasan yang dimiliki oleh penulis, berupa keterbatasan waktu, keterbatasan dana dan keterbatasan pengetahuan maka penulis membatasi penelitian ini dalam ruang lingkup yang lebih spesifik yaitu Berdasarkan keterbatasan yang dimiliki oleh penulis, berupa keterbatasan waktu, keterbatasan dana dan keterbatasan pengetahuan maka penulis membatasi penelitian ini dalam ruang lingkup yang lebih spesifik yaitu

1.2 Identifikasi Masalah

Dari uraian pada latar belakang penelitian diatas, jelaslah bahwa terdapat banyak faktor yang menyebabkan kepuasan kerja yang kurang, yaitu :

1. Rendahnya motivasi kerja pegawai yang menimbulkan kinerja yang kurang,

2. Rendahnya kreativitas kerja pegawai yang menimbulkan kinerja yang buruk,

3. Produktivitas kerja yang rendah, diakibatkan motivasi kerja dan kreativitas kerja yang rendah

4. Kepuasan kerja pimpinan-pimpinan Dinas dan pegawai yang kurang. Dari beberapa faktor kinerja tersebut yang paling menarik untuk diteliti

adalah “ Pengaruh Motivasi dan Kreativitas Kerja Terhadap Produktivitas

Kerja Pegawai Pada Kantor Dinas Kabupaten Toba Samosir ”.

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah pokok yang dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam Studi ini adalah:

1. Untuk menganalisis pengaruh Motivasi Kerja terhadap Produktivitas Kerja Pegawai di kantor Dinas Kabupaten Toba Samosir

2. Untuk menganalisis pengaruh Kreativitas Kerja terhadap Produktivitas Kerja Pegawai di kantor Dinas Kabupaten Toba Samosir

3. Untuk menganalisis pengaruh Motivasi Kerja dan Kreativitas Kerja terhadap Produktivitas kerja Pegawai kantor Dinas Kabupaten Toba Samosir

1.4. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dipaparkan di atas dan tujuan yang telah ditetapkan, maka manfaat yang diharapkan dari studi ini adalah :

1. Bagi pengembangan teori dan ilmu pengetahuan, hasil studi ini diharapkan dapat memperdalam ruang lingkup pembahasan dan pengembangan ilmu Perilaku Organisasi, khususnya yang terkait dengan motivasi kerja, kreativitas kerja, produktivitas kerja, dan kepuasan kerja pegawai.

2. Bagi Pemerintah Kabupaten Toba Samosir, hasil studi ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam menetapkan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan upaya untuk memperbaiki, mempertahankan, atau meningkatkan program-program atau kegiatan-kegiatan yang mengarah pada peningkatan sumber daya aparatur Dinas Daerah terutama yang terkait dengan motivasi kerja, kreativitas kerja, produktivitas kerja, dan kepuasan kerja pegawainya. Hal ini pada gilirannya dapat meningkatkan performance Pemerintah Kabupaten Toba Samosir itu sendiri.

1.5. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang ingin dikaji dalam Studi ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah Motivasi Kerja berpengaruh secara signifikan terhadap Produktivitas Kerja Pegawai di kantor Dinas Pemerintah Kabupaten Toba Samosir?

2. Apakah Kreatifitas Kerja berpengaruh secara signifikan terhadap Produktivitas Kerja Pegawai di kantor Dinas Pemerintah Kabupaten Toba Samosir?

3. Apakah Motivasi Kerja dan Kreatifitas Kerja berpengaruh secara signifikan terhadap Produktivitas Kerja Pegawai kantor Dinas Pemerintah Kabupaten Toba Samosir?

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Motivasi Kerja

Motivasi kerja sangat dibutuhkan untuk meningkatkan suatu aktivitas kerja. Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai sebagian besar sangat bergantung kepada motivasi pegawai untuk melaksanakan pekerjaan yang diberikan kepada mereka. Dengan motivasi kerja yang tinggi, seorang pekerja akan selalu berusaha dengan gigih dan sepenuh hati serta sanggup mengerahkan seluruh kemampuannya agar hasil yang terbaik dapat dicapai.

Motivasi tampaknya menjadi suatu kebutuhan umum, setiap orang ingin mempunyai motivasi yang lebih besar tetapi mereka tidak sesungguhnya memahami arti kata motivasi itu sendiri. Motivasi adalah keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan energi, mendorong kegiatan atau gerakan dan mengarah atau menyalurkan perilaku ke arah mencapai kebutuhan yang memberi kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan. Kebutuhan-kebutuhan itu timbul akibat dan hubungan antar manusia yang terjadi di dalam proses produksi yaitu hubungan industrial. (Richard M Steers dan Lynon W Poster, 1991 dalam Hamid, 2003: 196). Oleh karena itulah motivasi dapat dipandang sebagai bagian integral dalam hubungan industrial (hubungan antara manajemen dan pegawai) dalam rangka proses pembinaan, pengembangan, dan pengarahan sumber daya manusia dalam suatu organisasi. Motivasi berkaitan erat dengan.

kemampuan, sehingga orang mengatakan ada kemampuan yang terkandung di dalam pribadi orang yang penuh motivasi.

Motivasi kerja merupakan suatu dorongan kehendak yang mempengaruhi perilaku tenaga kerja untuk berusaha sekuat tenaga agar dapat menyelesaikan pekerjaan dengan hasil yang sebaik-baiknya, karena ada keyakinan bahwa keberhasilan dalam pekerjaan akan mempunyai manfaat bagi dirinya. Orang yang mempunyai motivasi kerja yang tinggi, akan melakukan pekerjaannya dengan semangat yang tinggi, sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerjanya.

Motivasi mendorong timbulnya kelakuan dan mempengaruhi serta merubah kelakuan, sehingga motivasi berfungsi sebagai pendorong timbulnya kelakuan, pengarah dan penggerak. Nilai dan motivasi dalam manajemen adalah menjadi tanggung jawab manajer, agar proses manajemen dalam organisasi dapat berhasil dengan baik. Keberhasilan ini bergantung pada usaha manajer sebagai pembangkit motivasi bawahannya.

Selanjutnya Hamalik (1993: 71), menyatakan bahwa dalam manjemen modern tingkah laku manusia didorong oleh motif-motif tertentu dan perbuatan bekerja akan berhasil bila didasarkan pada motivasi yang ada. Selanjutnya dikatakan pula bahwa manajer dapat mendelegasikan pekerjaan atau tugas kepada bawahannya, tetapi tidak mungkin memaksakan untuk bekerja dalam arti sesungguhnya. Hal ini menjadi tugas manajemen yang paling berat yakni bagaimana cara dan upaya agar bawahan mau bekerja berdasarkan keinginan dan motif berprestasi yang tinggi.

Pada hakekatnya motivasi mengandung nilai-nilai sebagai berikut: motivasi menentukan tingkat keberhasilan atau kegagalan perbuatan atau pekerjaan; manajemen yang bermotivasi pada hakekatnya adalah manajemen yang disesuaikan dengan kebutuhan dorongan, motif, minat yang ada pada staf bawahan pelaksana; manajemen yang bermotivasi menuntut kreativitas dan imajinasi untuk berusaha secara sungguh-sungguh untuk mencari cara-cara yang relevan dan sesuai untuk membangkitkan dan memelihara motivasi bawahannya agar memiliki self motivation yang baik; berhasil atau gagalnya upaya untuk membangkitkan dan menggunakan motivasi dalam manajemen erat kaitannya dengan peraturan disiplin kerja; motivasi menjadi salah satu bagian yang integral dari fungsi-fungsi manajemen. Penggunaan motivasi dalam manajemen turut melengkapi prosedur manajemen, dan menjadi faktor yang menentukan manajemen yang efektif.

Selanjutnya Hamalik (1993:71) mengemukakan bahwa ada beberapa pnnsip motivasi dalam manajemen dalam rangka mendorong motivasi kerja dan menciptakan self motivation dan self dicipline yaitu:

1) Pujian lebih efektif dari hukuman, karena hukuman bersifat menghentikan sesuatu perbuatan, sedangkan pujian bersifat menghargai apa yang telah dilakukan, karena itu pujian lebih besar manfaatnya,

2) Semua individu mempunyai kebutuhan-kebutuhan psikologis (bersifat dasar) yang harus mendapat kepuasan,

3) Motivasi yang berasal dari dalam individu lebih efektif dan pada motivasi yang dipaksakan dan luar, karena kepuasan yang diperoleh itu sesuai dengan ukuran yang ada dalam dirinya sendiri;

4) Jawaban-jawaban (perbuatan) yang serasi perlu dilakukan usaha pemantapan (reinforcement). Agar suatu perbuatan mencapai tujuan, maka terhadap perbuatan itu perlu segera diulang kembali setelah beberapa waktu kemudian, sehingga hasilnya lebih mantap. Pemantauan ini perlu dilakukan dalam tingkatan kegiatan bekerja;

5) Motivasi mudah menjalar kepada orang lain. Manajer yang penuh minat dan antusias akan membangkitkan pula kepada bawahannya minat dan antusias. Begitu pula bawahan yang penuh minat dan antusias juga akan mendorong motivasi individu-individu lainnya;

6) Pemahaman yang jelas terhadap tujuan (visi dan misi) organisasi akan merangsang motivasi. Apabila seseorang telah menyadari tentang tujuan yang hendak dicapai, maka perbuatannya kearah itu akan lebih besar daya dorongnya; Tugas-tugas yang diberikan oleh diri sendiri akan menimbulkan minat yang lebih besar untuk mengerjakan daripada tugas-tugas itu dipaksakan oleh atasan. Apabila bawahan diberi kesempatan menemukan masalah dan memecahkannya sendiri, akan mengembangkan motivasi yang lebihbaik;

7) Pujian-pujian yang datangnya dari luar (external reward) kadang-kadang diperlukan dan cukup efektif untuk merangsang minat yang sebenarnya.

Berkat dorongan orang lain, maka individu akan berusaha lebih giat karena minatnya lebih besar;

8) Teknik dan prosedur manajerial yang bervanasi adalah efektif untuk memelihara minat bawahan. Kegiatan manajemen yang bervariasi akan menimbulkan situasi kerja yang matang;

9) Minat khusus yang dimiliki oleh bawahan bermanfaat dan bersifat ekonomis. Minat khusus yang dimiliki oleh individu akan mudah di transferkan kepada minat dalam bidang lainnya, atau dihubungkan dengan masalah tertentu;

10) Kegiatan-kegiatan yang kurang merangsang minat bawahannya mungkin tidak akan ada maknanya (kurang berharga) bagi bawahan yang tergolong cakap/mampu, karena tingkat abilitasnya berbeda satu dengan lainnya;

11) Kecemasan akan menimbulkan kesulitan bekerja. Kecemasan mengganggu perbuatan/pekerjaan sebab akan mengakibatkan beralihnya perhatian kepada hal lain, sehingga kegiatan bekerja menjadi tidak efektif;

12) Tugas-tugas yang terlalu sulit dan menimbulkan gejala frustasi akan cepat menuju ke demoralisasi. Tugas yang terlalu sulit dapat menyebabkan bawahan melakukan hal-hal yang tidak wajar sebagai mamfestasi dan frustasi yang ada pada dirinya;

13) Motivasi erat hubungannya dengan kreativitas. Dengan teknik manajerial tertentu, motivasi pegawai dapat ditujukkan kepada kegiatan-kegiatan kreatif;

14) Tekanan kelompok umumnya lebih efektif dalam motivasi dan pada tekanan dan orang lain. Individu/staf ingin bekerja secara bebas. Mereka menyadari pentingnya kelompok bekerja yang efektif. Ia bersedia melakukan apa yang 14) Tekanan kelompok umumnya lebih efektif dalam motivasi dan pada tekanan dan orang lain. Individu/staf ingin bekerja secara bebas. Mereka menyadari pentingnya kelompok bekerja yang efektif. Ia bersedia melakukan apa yang

Ravianto (1985:19), mengemukakan bahwa motivasi kerja ialah besar kecilnya usaha yang diberikan seseorang untuk melaksanakan tugas-tugas pekerjaannya. Menurut Steers dan Porter (1991:5) istilah motivasi atau bahasa Inggrisnya motivation berasal dan perkataan latin movere yang artinya menggerakkan. Menurut Gibson et al. (1996:14), motivasi adalah semua kondisi usaha dalam diri manusia yang digambarkan sebagai hasrat, keinginan dan kemauan. Ia merupakan kondisi dalam diri seseorang yang menggerakkan atau mendorong untuk bertindak. Huston (1985:17), mendefinisikan motivasi sebagai suatu faktor yang menjadikan perilaku bekerja dengan intuitif, terarah, intensif, dan gigih.

Pendapat yang diutarakan tersebut di atas dapat memberikan indikasi bahwa pengertian motivasi menunjuk kepada suatu faktor yang menyebabkan seseorang untuk berbuat dalam memenuhi kebutuhannya. Berkaitan dengan itu As’ad (1995:29), menekankan bahwa motivasi berperan sebagai pendorong kemauan dan keinginan seseorang. Motivasi seseorang dalam organisasi bermula dan adanya kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan dalam diri seseorang. Artinya seseorang itu melakukan aktifitasnya didorong oleh motif-motif tertentu berdasarkan orang tersebut.

Sejalan dengan hal ini Huston (1985:49) menyatakan bahwa motivas tertuju pada faktor-faktor: permulaan (initiation), arah (direction), intensitas

(intensity) dan ketekunan (persistency). Faktor-faktor tesebut. menentukan sifat tingkah laku yang diinginkan. Faktor permulaan misalnya, merupakan faktor penting dalam memberikan rangsangan kepada seseorang untuk memulai melakukan suatu pekerjaan, dan faktor ini sangat diperlukan dalam melakukan suatu pekerjaan yang sifatnya menantang. Faktor petunjuk merupakan faktor penting yang memberikan kelincahan dan semangat bagi karyawan dalam melakukan sesuatu pekerjaan. Intensitas merupakan faktor pendorong bagi operator dalam melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Faktor ketekunan merupakan faktor yang memberikan dorongan bagi karyawan untuk bekerja secara tekun dalam meningkatkan prestasi kerja.

Berdasarkan atas faktor-faktor tersebut terlihat bahwa motivasi kerja ada karena adanya kebutuhan yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu, guna mencapai tujuan yang diharapkan. Pendapat tentang teori kebutuhan dikemukakan di antaranya oleh Abraham Maslow. Menurut Maslow sebagaimana dikutip oleh Donelly (1984:37), Harsey dan Blanchard (1977:3 8) mengatakan bahwa tingkah laku manusia pada waktu tertentu diarahkan oleh kebutuhannya yang paling kuat yang muncul pada waktu itu. Ada lima tingkat kebutuhan manusia, dan bila tingkat kebutuhan tingkat pertama belum terpenuhi, maka segala usaha manusia ditujukan untuk memenuhi kebutuhan itu terlebih dahulu, itulah yang merupakan motivator aktif. Bila kebutuhan tingkat pertama ini telah terpenuhi sampai batas tertentu, barulah muncul kebutuhan tingkat kedua sebagai kebutuhan terkuat, dan ini pula sekarang yang menjadi motivator aktif, sedangkan kebutuhan tingkat pertama yang sudah terpenuhi tidak lagi menjadi Berdasarkan atas faktor-faktor tersebut terlihat bahwa motivasi kerja ada karena adanya kebutuhan yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu, guna mencapai tujuan yang diharapkan. Pendapat tentang teori kebutuhan dikemukakan di antaranya oleh Abraham Maslow. Menurut Maslow sebagaimana dikutip oleh Donelly (1984:37), Harsey dan Blanchard (1977:3 8) mengatakan bahwa tingkah laku manusia pada waktu tertentu diarahkan oleh kebutuhannya yang paling kuat yang muncul pada waktu itu. Ada lima tingkat kebutuhan manusia, dan bila tingkat kebutuhan tingkat pertama belum terpenuhi, maka segala usaha manusia ditujukan untuk memenuhi kebutuhan itu terlebih dahulu, itulah yang merupakan motivator aktif. Bila kebutuhan tingkat pertama ini telah terpenuhi sampai batas tertentu, barulah muncul kebutuhan tingkat kedua sebagai kebutuhan terkuat, dan ini pula sekarang yang menjadi motivator aktif, sedangkan kebutuhan tingkat pertama yang sudah terpenuhi tidak lagi menjadi

a. Kebutuhan Fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum, pakaian, tempat tinggal dan termasuk pula kebutuhan seks sebagai kebutuhan biologis.

b. Kebutuhan keamanan dan rasa terjamin, yaitu perlindungan dan berbagai ancaman, perlindungan dan rasa sakit, keamanan harta dan kemampuan keluarganya apabila tidak mampu lagi berusaha atau sudah meninggal dunia

c. Kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk diterima oleh kelompok lain, kasih sayang, mengasihi orang lain dan dikasihi orang lain.

d. Kebutuhan ego, yaitu kebutuhan akan penghargaan dan pandangan baik dan orang lain terhadap dirinya.

e. Kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk mengembangkan potensi diri semaksimal mungkin, apapun potensi itu. Edward dalam As’ad (1995:42) berpendapat bahwa kebutuhan manusia diklasifikasikan menjadi 14 kebutuhan, yaitu: (a) kebutuhan untuk berbuat lebih baik atau prestasi (achievement), (b) kebutuhan mengikuti kebutuhan orang lain (refference), (c) kebutuhan untuk membuat rencana-rencana yang teratur (order), (d) kebutuhan untuk menarik perhatian orang lain (exibition), (e) kebutuhan untuk mandiri (autonomy), (f) kebutuhan untuk menjalin persahabatan dengan orang lain (affiliation), (g) kebutuhan untuk memahami perasaan dan mengetahui tingkah laku orang lain (interception), (h) kebutuhan untuk mendapatkan bantuan oranglain (succorance), (i) kebutuhan untuk bertahan pada pendapat, menguasai e. Kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk mengembangkan potensi diri semaksimal mungkin, apapun potensi itu. Edward dalam As’ad (1995:42) berpendapat bahwa kebutuhan manusia diklasifikasikan menjadi 14 kebutuhan, yaitu: (a) kebutuhan untuk berbuat lebih baik atau prestasi (achievement), (b) kebutuhan mengikuti kebutuhan orang lain (refference), (c) kebutuhan untuk membuat rencana-rencana yang teratur (order), (d) kebutuhan untuk menarik perhatian orang lain (exibition), (e) kebutuhan untuk mandiri (autonomy), (f) kebutuhan untuk menjalin persahabatan dengan orang lain (affiliation), (g) kebutuhan untuk memahami perasaan dan mengetahui tingkah laku orang lain (interception), (h) kebutuhan untuk mendapatkan bantuan oranglain (succorance), (i) kebutuhan untuk bertahan pada pendapat, menguasai

Sejalan dengan itu McClelland dalam As’ad (1995:52) berpendapat bahwa dalam diri individu seseorang terdapat 3 kebutuhan pokok yang mendorong tingkah lakunya. Kebutuhan-kebutuhan dimaksud adalah: (a) kebutuhan mencapai sukses atau prestasi (needs for achievement), (b) kebutuhan akan kehangatan dan sokongan dalam hubunganiya dengan orang lain (needs for affiliation), dan (c) kebutuhan untuk menguasai dan mempengaruhi orang lain (needs for power). Ketiga teori kebutuhan yang telah dikemukakan di atas menunjukkan bahwa dalam diri setiap individu terdapat banyak kebutuhan (needs). Di samping itu terungkap pula bahwa pada umumnya timbulnya motivasi didasarkan atas dorongan kebutuhan. Dengan demikian, motivasi merupakan dorongan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu. Salah satu kebutuhan dan kebutuhan kebutuhan yang dimiliki setiap individu itu ialah kebutuhan untuk berbuat lebih baik.

Menurut Harsey dan Blanchard (1977:23), individu-individu atau orang orang yang memiliki motivasi berprestasi dapat menjadi tulang punggung bagi organisasi. Mereka dapat mempengaruhi produktivitas organisasi, untuk itu

motivasi berprestasi hendaknya tetap dipelihara dan diusahakan agar tidak menurun apabila hilang. Kuat lemahnya motivasi berprestasi seseorang ikut mementukan besar kecihiya prestasi kerjanya. Kutipan di atas dapat memberikan pengertian bahwa bila motivasi berprestasi seseorang rendah maka presatasi kerjanyapun cenderung rendah. Sebaliknya bila motivasi seseorang tinggi maka prestasi kerjanyapun cenderung tinggi pula. Oleh karena itu motivasi berprestasi sangat penting dimiliki oleh setiap individu di dalam organisasi, karena sikap orang yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi cenderung lebih menyukai dan mencintai pekerjaan, lebih bertanggung jawab dan lebih merasa menyatu dengan pekerjaannya dibandingkan dengan orang yang memiliki motivasi berprestasi yang rendah. Hal ini mungkin disebabkan oleh apa yang mereka cari dan apa yang mereka kerjakan tidak sama.

Karakteristik orang yang memiliki motivasi berprestasipun tidak sama dengan orang yang tidak memiliki motivasi berprestasi. Gellerman (1984:92) menyatakan bahwa karakteristik orang yang memiliki motivasi berprestasi itu antara lain : (a) cenderung menuntut dirinya berusaha keras, (b) gemar mengatasi kesulitan yang menyingkapkan seluruh bidang baru, (c) memegang tanggung jawab dan wewenang, (d) lebih menyukai aktivitas yang memberikan umpan balik yang cepat dan tepat, (e) realistis terhadap diri dan terhadap prestasi yang mereka cari, (f) menyatu dengan tugas, (g) mempunyai sifat optimis dalam bekerja, (h) berusaha menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya apalagi kalau ada tantangan, (i) berorientasi ke depan, (j) berpartisipasi penuh memperkirakan hasil kerjanya, (k) memiliki kesan yang mendalam terhadap keberhasilan dan Karakteristik orang yang memiliki motivasi berprestasipun tidak sama dengan orang yang tidak memiliki motivasi berprestasi. Gellerman (1984:92) menyatakan bahwa karakteristik orang yang memiliki motivasi berprestasi itu antara lain : (a) cenderung menuntut dirinya berusaha keras, (b) gemar mengatasi kesulitan yang menyingkapkan seluruh bidang baru, (c) memegang tanggung jawab dan wewenang, (d) lebih menyukai aktivitas yang memberikan umpan balik yang cepat dan tepat, (e) realistis terhadap diri dan terhadap prestasi yang mereka cari, (f) menyatu dengan tugas, (g) mempunyai sifat optimis dalam bekerja, (h) berusaha menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya apalagi kalau ada tantangan, (i) berorientasi ke depan, (j) berpartisipasi penuh memperkirakan hasil kerjanya, (k) memiliki kesan yang mendalam terhadap keberhasilan dan

Cooper dan kawan-kawan (1967:46), mengatakan bahwa tugas seorang karyawan diperusahaan atau organisasi adalah (a) merencanakan, (b) mengimplementasikan, dan (c) mengevaluasi. Berdasarkan pendapat di atas maka yang menjadi pekerjaan karyawan sebagai mitra kerja diperusahaan adalah: memberikan pelayanan yang baik kepada konsumen atau pelanggan. Tugas pertama karyawan adalah merencanakan tugas pekerjaannya. Perencanaan berasal dan kata rencana yaitu suatu proyeksi tentang apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan yang sahih dan bernilai. Perencanaan dapat juga disebut sebagai spesifikasi dan tujuan yang ingin dicapai dan cara- cara yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan tertentu. Karyawan sebagai perencana (designer) dituntut supaya mampu merencanakan kegiatan secara baik, sebab pekerjaan yang direncanakan secara baik akan dapat mempermudah jalannya proses penyelesaian dengan baik pula dan bermakna.

Merencanakan pekerjaan dengan baik sebelum melakukan pekerjaan tersebut adalah penting. Walaupun perencanaan baik belum tentu menjamin keberhasilan pelaksanaan seratus persen, namun harus diketahui bahwa perencanaan yang baik sudah barang tentu mempunyai manfaat yang tidak sedikit terhadap keberhasilan pelaksanaan pekerjaan itu sendiri. Setidaknya ada Merencanakan pekerjaan dengan baik sebelum melakukan pekerjaan tersebut adalah penting. Walaupun perencanaan baik belum tentu menjamin keberhasilan pelaksanaan seratus persen, namun harus diketahui bahwa perencanaan yang baik sudah barang tentu mempunyai manfaat yang tidak sedikit terhadap keberhasilan pelaksanaan pekerjaan itu sendiri. Setidaknya ada

Perencanaan pekerjaan yang baik mensyaratkan Iangkah-Iangkah perencanaan tertentu, karena dengan langkah-langkah tersebut akan memungkinkan karyawan dapat merumuskan suatu rencaria yang lebih sistematis dan terarah dibandingkan dengan tidak memperhitungkan langkah-langkah perencanaan. Di dalam proses pembuatan perencanaan kerja, para ahli mempunyai pandangan yang berbeda-beda tentang langkah-langkah penyusunan perencanaan kerja tersebut. Perencanaan kerja yang baik adalah perencanaan kerja yang mengandung unsur-unsur yang akan dilaksanakan di dalam pengoperasian rencana kerja tersebut. Berkaitan dengan itu Sujana (1989:52) berpendapat bahwa, perencanaan yang baik harus mengandung unsur-unsur seperti : (a) tujuan pekerjaan, (b) bahan, (c) proses kegiatan, (d) metode, dan (e) evaluasi atau penilaian.

Kedua, mengimplementasikan pekerjaan. Tahapan ini merupakan tahap inti. Pekerjaan ini akan mengacu bagaimana menciptakan suatu mekanisme kerja yang sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya. Tahap implementasi ini merupakan tahap implementasi yang paling berat bagi karyawan karena pada tahap ini karyawan merasa dituntut agar dapat mencurahkan Kedua, mengimplementasikan pekerjaan. Tahapan ini merupakan tahap inti. Pekerjaan ini akan mengacu bagaimana menciptakan suatu mekanisme kerja yang sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya. Tahap implementasi ini merupakan tahap implementasi yang paling berat bagi karyawan karena pada tahap ini karyawan merasa dituntut agar dapat mencurahkan

Ketiga, melaksanakan evaluasi. Purwanto (1984:23), berpendapat bahwa evaluasi ialah proses menilai perkembangan dan kemajuan kearah tujuan yang telah ditentukan dalam perencanaan. Dalam konteks ini dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi merupakan salah satu unsur penting dalam rangkaian proses bekerja, sebab cara untuk mengetahui kemajuan atau perubahan yang terjadi dalam bekerja dapat diamati dan diketahui dengan jelas setelah dilakukan evaluasi terhadap pekerjaan yang telah dilaksanakan.

Evaluasi adalah suatu proses, yakni proses menentukan sampai seberapa jauh kemajuan yang dapat dicapai. Kemampuan yang diharapkan tersebut sebelumnya sudah ditetapkan secara operasional. Kemudian juga ditetapkan patokan pengukuran hingga dapat diperoleh penilaian. Karena itu didalam evaluasi diperlukan prinsip-prinsip sebagai petunjuk agar dalam pelaksanaan evaluasi dapat lebih efektif. Prinsip-prinsip tersebut meliputi: (a) kepastian dan kejelasan, artinya tujuan evaluasi harus ditetapkan sebab evaluasi tidak akan dapat dilaksanakan apabila tidak jelas dirumuskan secara jelas dalam definisi yang operasional, (b) teknik evaluasi, artinya harus disesuaikan dengan tujuan evaluasi sebab tidak ada suatu teknik evakuasi yang mutlak cocok untuk semua Evaluasi adalah suatu proses, yakni proses menentukan sampai seberapa jauh kemajuan yang dapat dicapai. Kemampuan yang diharapkan tersebut sebelumnya sudah ditetapkan secara operasional. Kemudian juga ditetapkan patokan pengukuran hingga dapat diperoleh penilaian. Karena itu didalam evaluasi diperlukan prinsip-prinsip sebagai petunjuk agar dalam pelaksanaan evaluasi dapat lebih efektif. Prinsip-prinsip tersebut meliputi: (a) kepastian dan kejelasan, artinya tujuan evaluasi harus ditetapkan sebab evaluasi tidak akan dapat dilaksanakan apabila tidak jelas dirumuskan secara jelas dalam definisi yang operasional, (b) teknik evaluasi, artinya harus disesuaikan dengan tujuan evaluasi sebab tidak ada suatu teknik evakuasi yang mutlak cocok untuk semua

Senada dengan pendapat tersebut adalah Model Motivasi yang digambarkan oleh Porter dan Lawler (Certo, 2003: 356). Model Porter dan Lawler merupakan model pengharapan yang mulai dengan pengertian bahwa motivasi (usaha/dorongan) tidak sama dengan kepuasan dan atau prestasi kerja. Motivasi, kepuasan dan prestasi kerja adalah variabel-variabel yang terpisah dan berhubungan dengan cara yang lain, sebagaimana terlihat pada Gambar 2.1.

Value 1 Ability to a 4 Perceived

Of Reward

specified task

equitable rewards

7A

Intrinsic

3 Performance

6 Rewards

Enter Accomplishment

Satisfaction

7B

Extrinsic

rewards

Perceived

Perception of

Effort-reward

task required

Probability

GAMBAR 2.1 MODEL MOTIVASI PORTER – LAWLER

Sumber : Certo, Samuel C (2003 : 356) Berdasarkan gambar di atas, secara teoritik model pengharapan Porter Làwler berjalan sebagai berikut: 1) nilai penghargaan (value of rewards) yang diharapkan orang dikombinasikan dengan 2) persepsi orang tersebut tentang usaha yang mencakup probabilitas pencapaian usaha (perceived effort-reward probability), untuk menimbulkan 3) suatu tingkat usaha tertentu (effort) yang dikombinasikan dengan 4) kemampuan menyelesaikan tugas (ability to do a spec led task), dan 5) persepsinya mengenai kegiatan-kegiatan yang diperlukan (perception of task required) untuk mencapai 6) tingkat prestasi yang disyaratkan (performance accomplishment) untuk memperoleh penghargaan-penghargaan intrinsik (intrinsic rewards) yang melekat pada penyelesaian tugas (7A) dan penghargaan-penghargaan ekstrinsik (extrinsic rewards) Sumber : Certo, Samuel C (2003 : 356) Berdasarkan gambar di atas, secara teoritik model pengharapan Porter Làwler berjalan sebagai berikut: 1) nilai penghargaan (value of rewards) yang diharapkan orang dikombinasikan dengan 2) persepsi orang tersebut tentang usaha yang mencakup probabilitas pencapaian usaha (perceived effort-reward probability), untuk menimbulkan 3) suatu tingkat usaha tertentu (effort) yang dikombinasikan dengan 4) kemampuan menyelesaikan tugas (ability to do a spec led task), dan 5) persepsinya mengenai kegiatan-kegiatan yang diperlukan (perception of task required) untuk mencapai 6) tingkat prestasi yang disyaratkan (performance accomplishment) untuk memperoleh penghargaan-penghargaan intrinsik (intrinsic rewards) yang melekat pada penyelesaian tugas (7A) dan penghargaan-penghargaan ekstrinsik (extrinsic rewards)

Sedangkan menurut Nimran (1997:52) motivasi sebagai suatu keadaan di mana usaha dan kemauan keras seseorang diarahkan kepada pencapaian hasil- hasil tertentu. Hasil-hasil yang dimaksud bisa berupa produktifitas, kehadiran atau perilaku kerja kreatifnya. Dari pengertian ini motivasi mengandung tiga karakteristik pokok, yaitu: (1) usaha, yakni menunjuk kepada kekuatan perilaku kerja seseorang atau jumlah usaha yang ditunjukkan oleh seseorang dalam pekerjannya; (2) kemauan keras, yakni menunjuk pada kemauan keras yang didemonstrasikan oleh seseorang dalam menerapkan usahanya kepada tugas- tugas pekerjaannya; dan (3) arah atau tujuan, yakni yang bersangkutan dengan arah yang dituju oleh usaha dan kemauan keras yang dimiliki seseorang, yang pada dasarnya berupa hal-hal yang menguntungkan.

Dari beberapa pengertian di atas, maka untuk dapat mengukur motivasi kerja pegawai tidaklah mudah, hal ini dikarenakan motivasi kerja tidak bisa diamati secara langsung, tetapi hanya dapat dilihat dengan mengamati perilaku kerja pegawai, mengukur perubahan-perubahan dalam pelaksanaan kerjanya, atau memintanya untuk menjelaskan kebutuhan-kebutuhan serta tujuan-tujuannya

(Wexley dan Yukl, 1992: 105). Asumsi ini diperkuat oleh pernyataan Kempton dalam Chon (1999:27), bahwa tingkat motivasi pegawai direfleksikan dalam sikap dan perilakunya. Pegawai yang termotivasi akan menunjukkan perilaku yang berkinerja tinggi, bergairah, bersemangat, serta memiliki daya usaha yang kuat. Sebaliknya pegawai yang tidak termotivasi akan bersikap apatis, acuh tak acuh (kurang bergairah) dan bersikap tidak kooperatif. Oleh karena itu, apabila hendak mengukur motivasi kerja pegawai dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa daftar pertanyaan untuk mengetahui sejauh mana seseorang menikmati pekerjaannya dan terlibat di dalamnya (Pareek, 1996:236).

Berdasarkan uraian di atas maka yang dimaksud dengan motivasi dalam studi ini adalah usaha dan kemauan pegawai untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi sebagai wujud dorongan atau keinginan dari dalam pribadi yang bersangkutan, sebagai hasil integrasi keseluruhan daripada kebutuhan pribadi, dan pengaruh lingkungan guna mencapai tujuan organisasi. Indikator untuk mengukur variabel motivasi adalah (a) dorongan mencapai tujuan, (b) semangat kerja, (c) keterikatan kerja, dan (d) rasa tanggung jawab terhadap kerja.

2.2. Kreativitas Kerja