PENDIDIKAN PROFETIK; Mengenal Gagasan Ilmu Sosial Profetik Kuntowijoyo Masduki Institute Agama Islam Sunan Giri Ponorogo masduki_gtgyahoo.co.id Abstrak - PENDIDIKAN PROFETIK; Mengenal Gagasan Ilmu Sosial Profetik Kuntowijoyo
PENDIDIKAN PROFETIK; Mengenal Gagasan Ilmu Sosial Profetik Kuntowijoyo
Masduki
Institute Agama Islam Sunan Giri Ponorogo masduki_gtg@yahoo.co.id
Abstrak
This study is a further examination on prophetic paradigm developed by Kuntowijoyo, then it is implemented as a basis in Islamic learning. According to Kuntowijoyo, there are three basic pillars in developing this prophetic mission, humanism, liberation, and transcendence. Furthermore, its implications are, first, making prophetic education values as an effort to create Islamic education which is full of love, tolerance, righteousness, respecting the differences and other humanitarian characteristics. Second, Islamic education should follow the mission of Muhammad PBUH as a model in the learning processes. It should refer to Islamic education which teaches wisdom; each human behavior is based on God ‘s rules.
Third, science should not be dichotomist. All sciences must have universal values. Therefore, objectification in viewing a science is crucial.
Keywords: Islam, Sekretarianisme, dan Komunalisme
dan tu’minunu billah (transendensi), dimensi keimanan manusia.
Pendahuluan
Secara normatif-konseptual, Tiga konsep tersebut, menjadi
paradigma pendidikan
profetik
prasyarat bagi umat muslim untuk Kuntowijoyo (2005) didasarkan pada
menjadi ummat terbaik (The Chosen Surah Ali-Imran ayat 110 yang artinya:
“Engkau adalah ummat terbaik yang People). Ummat Islam tidak secara diturunkan/dilahirkan di tengah-tengah
otomatis menjadi The Chosen People, manusia untuk menyuruh kepada yang ma’ruf karena ummat Islam dalam konsep ayat
dan mencegah kemunkaran dan beriman tersebut mensyaratkan akan adanya
kepada Allah”. sebuah tantangan untuk bekerja lebih keras dan ber-fastabiqul khairat. Ayat
Berdasarkan ayat tersebut, terdapat diatas juga menegaskan akan adanya
tiga pilar utama yang mendasari aktivisme atau praksisme gerakan munculnya pendidikan profetik yaitu;
sejarah. Bekerja keras dan ber-fastabiqul amar
ma’ruf (humanisasi)
khairat ditengah-tengah ummat manusia mengandung pengertian memanusiakan
yang
(ukhrijat Linnas) berarti bahwa yang ideal manusia, kemudian nahi munkar (liberasi)
bagi Islam adalah keterlibatan ummat mengandung pengertian pembebasan,
dalam percaturan sejarah. Pengasingan dalam percaturan sejarah. Pengasingan
ilmu sosial, dimotori olehnya. Selain itu, yang hanya bekerja untuk ilmu atau
juga mencoba kecerdasan an sich tanpa menyapa dan
Kuntowijoyo
sebuah konsep bergelut dengan realitas sosial juga tidak
mengupayakan
“pengilmuan islam”, untuk menolak dibenarkan.
adanya dikotomi epistemologis antara Ilmu agama (akhirat) dan ilmu umum
Dalam konteks inilah, pendidikan (dunia), antara Ilmu modern barat dan
agama Islam sebagai salah satu media Ilmu tradisional Islam.
penyadaran umat untuk menjadi “umat terbaik”, sangat perlu menjadikan tiga
Bukunya yang terakhir Islam sebagai pilar dalam ayat tersebut sebagai basis
Ilmu (2004), menawarkan sebuah gagasan dalam pembelajaran. Konsep ini,
yang cukup mapan tentang proses mengharuskan pendidikan agama Islam
“pengilmuan islam” bukan “islamisasi pada
pola pendidikan
yang
ilmu”.
transformative, sebuah pola pendidikan Tulisan ini merupakan kajian lebih
yang mampu memberikan pemahaman jauh tentang paradigma profetik yang
dan transformasi pembelajaran yang dibangun oleh Kuntowijoyo, kemudian
tidak saja bertumpu pada transfer dijadikan sebagai sebuah basis dalam
pengetahuan saja, tetapi juga transef pembelajaran pendidikan Islam.
nilai.
Sketsa Ringkas Perjalanan Hidup
Pendidikan transformative juga
Kuntowijoyo
menegasikan akan pola pembelajaran Kuntowijoyo lahir di Sorobayan, yang hanya berpusat pada guru (teacher
Sanden, Bantul, Yogyakarta, pada 18 centerd), tetapi lebih pada pola
September 1943 (Fahmi, 2005). Akan pembelajaran yang memberikan “ruang”
tetapi, menurut Shofiyullah (2007), ia bagi peserta didik untuk lebih
lahir di Desa Ngawonggo, Kecamatan mengaktualisasikan potensi akademisnya
Ceper, Kabupaten Klaten. secara maksimal.
Ia merupakan anak kedua dari Salah satu usaha untuk mencoba
sembilan bersaudara dari pasangan melakukan perubahan dan pemaknaan
suami-istri H. Abdul Wahid Sosroatmojo terhadap pendidikan Islam yang berbasis
dan Hj. Warasti yang berlatar belakang pada
budaya Jawa santri dan berdarah transendensi tersebut, menjadi penting
bangsawan Jawa dari lingkungan untuk
Surakarta yang suka mendalang (seni). Kuntowijoyo, sebagai kunci dalam
menjadikan
pemikiran
Sementara ayahnya, Haji Sosromartoyo, proses tersebut. Karena, gagasan
aktif mengurus masjid dan juga aktif mengurus masjid dan juga
siang hari, ia sering menyempatkan diri Muhammadiyah
pimpinan
pergi ke kota kecamatan, memasuki Sehingga, secara tidak langsung ia diasuh
di
Yogyakarta.
gedung perpustakaan dan melahap kisah- dalam kedalaman relijius dan seni
kisah Karl May. Ketertarikannya pada sekaligus. Dua lingkungan yang sangat
dunia bacaan bertambah ketika ia belajar mempengaruhi pertumbuhannya semasa
Karya-karya Nugroho kecil dan remaja (Fahmi, 2005).
di
SMP.
Notosusanto, Sitor Situmorang dan karya-karya sastrawan lain sudah ia baca.
Masa kecil Kuntowijoyo adalah Sejak SMP inilah dia mulai menulis cerita
masa pergolakan, yaitu agresi Belanda dan sinopsis dengan tulisan tangan.
tahun 1947 dan 1948. Pada tahun 1956, ia menamatkan Sekolah Rakyat (SR).
Selain sastra, seni dan agama, Sejak kecil, ia aktif mengikuti kegiatan-
Kuntowijoyo, juga sangat berminat kegiatan keagamaan, yaitu belajar agama
dengan kajian sejarah. Konon, saat ke surau yang dilakukan sehabis Dhuhur
belajar di madrasah ibtidaiyah di sebuah sepulang sekolah hingga selepas Ashar.
desa di Klaten, Jawa Tengah (1950- Malamnya, sehabis Isya’, ia kembali ke
1956), Kunto kecil sangat kagum kepada surau untuk mengaji (Fahmi, 2005).
guru mengajinya, ustad Mustajab, yang piawai menerangkan peristiwa tarikh
Saat menjalani kehidupan surau (sejarah Islam) secara dramatik. Seolah
inilah, Kuntowijoyo mulai belajar dia dan murid-murid lainnya ikut
menulis puisi, berdeklamasi dan mengalami peristiwa yang dituturkan
mendongeng. Di surau ini pula secara Sang Ustad itu. Sejak itu, dia tertarik
kebetulan ia mengenal Muhammadiyah, dengan sejarah (Susanto, 2003).
kemudian memasuki kepanduan Hizbul Waton. Bakatnya dalam berdeklamasi,
Tamat SMP (1959), ia pindah ke bermain drama, dan menulis puisi
Solo dan sekolah SMA di sana. semakin
Kemudian Kuntowijoyo melanjutkan bergabung dalam organisasi Pelajar Islam
pendidikan formalnya pada Sekolah Indonesia (PII) (Fahmi, 2005).
Menengah Atas di Surakarta dan diselesaikan pada tahun 1962. Di SMA
Selain belajar mengaji dan
Kuntowijoyo sudah banyak deklamasi,
membaca karya sastra, baik dari penulis menyimak siaran sastra di Radio
Indonesia maupun dari luar negeri, Republik Indonesia (RRI) Surakarta
seperti Karl May, Charles Dickens, dan asuhan Mansur Samin dan Budiman S.
Anton Chekov (Susanto, 2003). Hartojo. Sehingga M. Saribi Arifin dan
M.Yusmanam, mendorongnya untuk Setelah lulu SMA pada tahun 1962, menulis sastra (Shofiyullah, 2007). Pada
Kuntowijoyo melanjutkan pendidi- Kuntowijoyo melanjutkan pendidi-
penyakit batu ginjal. Pada saat itu, gadis (Shofiyullah, 2007). Di masa mahasiswa,
asli Karanganyar, Jawa Tengah ini, bakat
sedang menjenguk temannya yang sakit berkembang. Berbagai tulisannya, baik
tulis menulisnya
semakin
dan dirawat di rumah sakit yang sama. berupa puisi, cerpen, novel, essai, dan
Kemudian pada tanggal 8 November naskah drama, bertebaran di berbagai
1969, ia mempersunting dan menikahi media massa, seperti majalah Sastra,
Susilaningsih. Dari hasil perkawinannya, Horison, Kompas, Republika, Bernas,
Kuntowijoyo dikaruniai 2 anak, yakni dan lainnya.
Punang Amaripuja dan Alun Paradipta (Sugarman, 2009).
Pada tahun 1964, ketika ia masih menjadi mahasiswa, untuk pertama
Pada tahun-tahun 1969 pula, kalinya Kuntowijoyo menulis novel yang
Kuntowijoyo mencoba aktif di beberapa berjudul, Kereta Api yang Berangkat Pagi
kelompok studi keagamaan dan Hari, yang kemudian dimuat sebagai
Diantaranya adalah cerita bersambung di harian Djihad tahun
keislaman.
Kelompok Studi Mantika. Dari tahun 1966. Selain itu, ia juga menulis cerpen
1969 —1971 Kuntowijoyo aktif dalam dan drama pendek untuk klubnya.
kelompok tersebut bersama temannya, Namun, ia baru memublikasikan
seperti M. Dawam Rahardjo, Arifin C. karyanya itu pada pada tahun 1967 di
Noer, Abdul Hadi W.M., Amri Yahya, majalah Horison (Shofiyullah, 2007).
Sju’bah Asa, Chairul Umam, dan Kuntowijoyo juga aktif bahkan pendiri
Ikranegara (Sugarman, 2009). Leksi (Lembaga Kebudayan dan
Ia juga aktif di Persatuan Islam Seniman Islam) bersama kawan-
Indonesia (PII) dan kelompok diskusi kawannya sesama mahasiswa. Ia menjadi
Limited Group. Selain itu, ada dua hal sekretaris tahun 1963 —1969 (Sugarman,
melatar belakangi 2009).
penting
yang
terutama dalam Setelah Kuntowijoyo menamatkan
pemikirannya
gagasan-gagasannya studinya di UGM pada tahun 1969,
merumuskan
tentang Islam. Pertama, perhatiannya yang kemudian, ia diangkat sebagai pengajar di
sangat besar terhadap pola pikir almamaternya. Pada tahun 1967
masyarakat yang masih dibelenggu Kuntowijoyo
mitos-mitos dan kemudian berkembang Susilaningsih. Perempuan yang akrab
bertemu
dengan
hanya sampai pada tingkat ideologi dengan baju muslimah ini masih kuliah
(Kuntowijoyo, 1984). tingkat II di IAIN Sunan Kalijaga. Saat
Menurutnya, Islam yang masuk ke itu mereka secara kebetulan bertemu di
Indonesia telah mengalami agrarisasi. Rumah Sakit Bethesda, Yogyakarta,
Peradaban Islam yang bersifat terbuka, Social Change in an Agrarian Society: global, kosmopolit dan merupakan mata-
(Kuntowijoyo, rantai penting peradaban dunia telah
Madura1950 —1940
1991), sudah diterjemahkan ke dalam mengalami penyempitan dan stagnasi
bahasa Indonesia.
dalam bentuk budaya-budaya lokal Pada tahun 1980, Kuntowijoyo
(Kuntowijoyo, 1994). membangun dan membina Pondok
Untuk itu dia melakukan analisis- Pesantren Budi Mulia dan mendirikan analisis historis dan kultural untuk
Pusat Pengkajian Strategi dan Kebijakan melihat perkembangan umat Islam di
(PPSK) di Yogyakarta. Meskipun sejak Indonesia. Kondisi seperti ini telah
awal 1990 sepulang dari Belanda, ia mendorongnya untuk melontarkan
menderita penyakit radang selaput otak gagasan-gagasan transformasi sosial
(meningo enshephslitis), namun itu tak melalui re-interpretasi nilai-nilai Islam,
menjadi halangan baginya untuk terus yang menurutnya sejak awal telah
menulis dan berkarya. Bahkan, berkat mendorong manusia berpikir secara
kemampuannya dalam menulis, tahun rasional dan empiris (Kuntowijoyo,
1999 ia mendapatkan penghargaan satsra 1984).
bergengsi di Asia Tenggara, yaitu SEA Write Award. Guru Besar Ilmu Budaya
Kedua, adanya respon terhadap UGM inipun terus berkarya hingga
tantangan masa depan yang cenderung detik-detik akhir hayatnya.
mereduksi agama dan menekankan sekularisasi sebagai keharusan sejarah.
Pada hari Minggu, Kuntowijoyo Industrialisasi dan teknokratisasi akan
berangkat tidur pukul 22.30. Rasa sakit di melahirkan
pinggang baru dirasakan pada pukul menekankan pada rasionalitas ekonomi,
moralitas
baru yang
24.00. Istrinya mencoba mengobati. pencapaian perorangan dan kesamaan
Akan tetapi, pada pukul 03.00 Senin 21 (Kuntowijoyo, 1994). Hal ini yang
Februari 2005, dia menderita diare. Lalu mendorong
dia dibawa ke Rumah Sakit Sardjito. melontarkan gagasan tentang paradigma
Kuntowijoyo
untuk
Sekitar pukul 20.00, kondisinya menurun Islam, terutama yang berkaitan dengan
dan harus dirawat di intensive care unit rumusan teori ilmu-ilmu sosial Islam.
(ICU). Selasa 22 Februari 2005 pukul
16.00 dia menghembuskan nafas Gelar Masternya diperoleh di The
terakhir.
University of Connecticut, Amerika Serikat, pada tahun 1974. Kemudian gelar doktor ilmu sejarah diperoleh dari Columbia
Beberapa Pilar Gagasan tentang
University, New York, Amerika Serikat,
Ilmu Sosial Profetik.
pada tahun 1980 dengan judul disertasi
Unsur pertama adalah humanisasi. manusia. Antroposentrisme menganggap Humanisasi merupakan terjemahan
manusia sebagai pusat dunia, karenanya kreatif dari amar ma’ruf yang makna
merasa cukup dengan dirinya sendiri. asalnya adalah menganjurkan atau
Manusia antroposentris merasa menjadi menegakkan kebajikan. Dalam Ilmu
penguasa bagi dirinya sendiri. Tidak Sosial Profetik, humanisasi artinya
hanya itu, ia pun bertindak lebih jauh, ia memanusiakan manusia, menghilangkan
ingin menjadi penguasa bagi yang lain. “kebendaan”, ketergantungan, kekerasan
Alam raya pun lalu menjadi sasaran dan kebencian dari manusia. Humanisasi
nafsu berkuasanya yang semakin lama sesuai dengan semangat liberalisme
semakin tak terkendali. Barat.
Dengan rasio sebagai senjatanya, Hanya
manusia antroposentris memulai sejarah ditambahkan, jika peradaban Barat lahir
kekuasaan dan eksploitasi atas alam dan bertumpu pada humanisme
tanpa batas. Modernisme dengan panji- antroposentris, konsep humanisme
rasionalismenya terbukti Kuntowijoyo berakar pada humanisme
panji
menimbulkan kerusakan alam tak teosentris. Karenanya, humanisasi tidak
terperikan terhadap alam dan manusia. dapat dipahami secara utuh tanpa
Ilmu akal adalah ilmu perang yang memahami konsep transendensi yang
metode dan taktik perangnya telah ditulis menjadi dasarnya.
dengan amat cerdas oleh Descartes Humanisme Barat lahir dari
melalui semboyannya “Cogito Ergo Sum”.
pemberontakan terhadap kekuasaan Gereja yang bersifat dogmatis pada abad
Melalui ilmu perang Descartes, Pertengahan. Pandangan antroposentris
peradaban modern menciptakan mesin- beranggapan bahwa kehidupan tidak
mesin perang terhadap alam berupa berpusat pada Tuhan tapi pada manusia.
teknologi canggih untuk menaklukkan Etosnya adalah semangat menghargai
dan mengeksploitasi alam tanpa batas, nilai-nilai yang dibangun oleh manusia
juga mesin-mesin perang terhadap sendiri.
manusia berupa senjata-senjata canggih supermodern, bom, bahkan juga senjata
Peradaban
antroposentris
masal. Jadi, alih-alih menjadikan manusia sebagai tolok ukur
pemusnah
humanisme antroposentris itu berhasil kebenaran dan kepalsuan, untuk
melakukan proses humanisasi, yang memakai manusia sebagai kriteria
terjadi justru adalah proses dehumanisasi keindahan dan untuk memberikan nilai
(Titus, 1990).
penting pada bagian kehidupan yang menjanjikan kekuasaan dan kesenangan penting pada bagian kehidupan yang menjanjikan kekuasaan dan kesenangan
profetik untuk sebagai ganti humanisme antroposentris
tanggung
jawab
membebaskan manusia dari kekejaman untuk mengangkat kembali martabat
kemiskinan, pemerasan kelimpahan, manusia. Dengan konsep ini, manusia
dominasi struktur yang menindas dan harus memusatkan diri pada Tuhan, tapi
hegemoni kesadaran palsu. tujuannya adalah untuk kepentingan
Lebih jauh, jika marxisme dengan manusia (kemanusiaan) sendiri.
semangat liberatifnya jutru menolak Perkembangan peradaban manusia
agama yang dipandangnya konservatif, tidak lagi diukur dengan rasionalitas tapi
Ilmu Sosial Profetik justru mencari transendensi. Humanisasi diperlukan
sandaran semangat liberatifnya pada karena masyarakat sedang berada dalam
nilai-nilai profetik transendental dari tiga keadaan akut yaitu dehumanisasi
agama yang telah ditransformasikan (obyektivasi
menjadi ilmu yang obyektif-faktual. budaya
teknologis,
ekonomis,
dan negara),
agresivitas
Bidikan liberasi ada pada realitas (agresivitas kolektif dan kriminalitas) dan
empiris, sehingga liberasi sangat peka loneliness
(privatisasi,
individuasi)
dengan persoalan penindasan atau (Kuntowijoyo, 1984).
struktural. Fenomena Unsur kedua adalah liberasi.
dominasi
kemiskinan yang lahir dari ketimpangan Liberasi adalah pemaknaan kreatif dari
ekonomi adalah bagian penting dari nahi munkar. Liberasi dalam Ilmu Sosial
proyek liberasi. Liberasi menempatkan Profetik sesuai dengan prinsip sosialisme
diri bukan pada lapangan moralitas (marxisme,
kemanusiaan abstrak, tapi pada realitas ketergantungan, teologi pembebasan)
komunisme,
teori
kemanusiaan empiris, bersifat kongkrit. (Kuntowijoyo, 1999).
Kuntowijoyo bahkan menganggap sikap menghindar dari yang kongkrit menuju
Hanya saja Ilmu Sosial Profetik abstrak adalah salah satu ciri berpikir
tidak hendak menjadikan liberasinya
berdasarkan mitos.
sebagai ideologi
sebagaimana
komunisme. Liberasi Ilmu Sosial Kuntowijoyo menggariskan empat Profetik adalah dalam konteks ilmu, ilmu
liberasi, yaitu sistem yang
sasaran
pengetahuan, sistem sosial, sistem transendental. Jika nilai-nilai liberatif
ekonomi dan sistem politik yang dalam teologi pembebasan dipahami
membelenggu manusia sehingga tidak dalam konteks ajaran teologis, maka
dapat mengaktualisasikan dirinya sebagai nilai-nilai liberatif dalam Ilmu Sosial
makhluk yang merdeka dan mulia Profetik dipahami dan didudukkan
(Kuntowijoyo, 1997).
manusia. Islam dapat Ilmu Sosial Propetik. Transendensi
Transendensi adalah unsur ketiga
hidup
membawakan kepada dunia yang sekarat, merupakan dasar dari dua unsurnya yang
bukan karena kurang alat atau teknik, lain. Transendensi adalah konsep yang
akan tetapi karena kekurangan maksud, diderivasikan dari tu’minuna bi Allah
arti dari masyarakat yang ingin merealisir (beriman kepada Allah). Transendensi
rencana Tuhan. Nilai-nilai transendental hendak
ketuhanan inilah yang akan membimbing transendental (keimanan) sebagai bagian
menjadikan
nilai-nilai
manusia menuju nilai-nilai luhur penting dari proses membangun
kemanusiaan.
peradaban. Transendensi menempatkan Transendensi adalah dasar dari
agama (nilai-nilai Islam) pada kedudukan humanisasi dan liberasi. Transendensi
yang sangat sentral dalam Ilmu Sosial memberi arah kemana dan untuk tujuan
Profetik. apa humanisasi dan liberasi itu dilakukan.
Transendensi dalam Ilmu Sosial Profetik ditimbulkan
di samping berfungsi sebagai dasar nilai mendorong terjadinya gairah untuk
oleh
modernisasi
bagi praksis humanisasi dan liberasi, juga menangkap kembali alternatif-alternatif
berfungsi sebagai kritik. yang ditawarkan oleh agama untuk
kritik transendensi, menyelesaikan
Dengan
persoalan-persoalan kemajuan teknik dapat diarahkan untuk
kemanusiaan. Manusia
produk
mengabdi pada perkembangan manusia renaissance
adalah
manusia
kemanusiaan, bukan pada antroposentris yang merasa menjadi
dan
Melalui kritik pusat dunia, cukup dengan dirinya
kehancurannya.
masyarakat akan sendiri.
transendensi,
dibebaskan dari kesadaran materialistik- Melalui
di mana posisi ekonomi seseorang manusia memproklamirkan dirinya
proyek
rasionalisasi,
kesadarannya-menuju sebagai penguasa diri dan alam raya.
menentukan
kesadaran transendental. Transendensi Rasio mengajari cara berpikir bukan cara
akan menjadi tolok ukur kemajuan dan hidup. Rasio menciptakan alat-alat bukan
kemunduran manusia. kesadaran. Rasio mengajari manusia
Dari tiga pilar diatas, maka untuk
Kuntowijoyo menggiring umat Islam memaknainya.
Akhirnya
manusia
pada orientasi ilmu-ilmu sosial yang menjalani kehidupannya tanpa makna.
Profetik. Dengan Di sinilah transendensi dapat
berparadigma
demikian kita dapat menggariskan berperan penting dalam memberikan
beberapa hal.
makna yang akan mengarahkan tujuan makna yang akan mengarahkan tujuan
Pertama, sosiologi
profetik
dan humanisasi.
landasannya yaitu humanisasi, liberasi
sosiologi profetik dan transendensi. Ketiga nilai ini di
Keempat,
memiliki keberpihakan etis bahwa samping berfungsi kritik juga akan
kesadaran (superstructure) menentukan memberi arah, bidang atau lapangan
basis material (structure) (Kuntowijoyo, penelitian.
Kedua, secara epistemologis, Barangkali yang menyebabkan
sosiologi profetik berpendirian bahwa Sosiologi Profetik menjadi problematis
sumber pengetahuan itu ada tiga, yaitu
kontroversial adalah posisi realitas empiris, rasio dan wahyu. Ini
dan
epistemologisnya yang juga mengakui bertentangan dengan positivisme yang
wahyu sebagai bagian sah dari sumber memandang wahyu sebagai bagian dari
pengetahuan. Kontroversial, karena ilmu mitos.
sudah terlanjur Ketiga,
sosial
modern
mencampakkan wahyu dalam kategori sosiologi profetik jelas berdiri dalam
secara
metodologis
mitos atau metafisika yang tidak posisi yang berhadap-hadapan dengan
mempunyai dasar empiris. positivisme. Sosiologi profetik menolak
Problematis, karena ide ini dapat klaim-klaim positivis seperti klaim bebas
saja serta merta dipahami oleh para nilai dan klaim bahwa yang sah sebagai
penganutnya dalam perspektif teologis- sumber pengetahuan adalah fakta-fakta
normatif, sehingga kita akan susah yang terindera. Sosiologi profetik juga
membedakan mana sosiologi mana menolak kecenderungan ilmu sosial yang
teologi, mana empiris mana normatif. hanya menjelaskan atau memahami
Dalam konteks ini, Sosiologi Profetik realitas lalu memaafkannya. Sosiologi
sebuah agenda besar: profetik tidak hanya memahami tapi juga
memiliki
rekonstruksi epistemologis. punya cita-cita transformatif (liberasi, Rekonstruksi epistemologis itu
humanisasi dan transendensi). Pertama, harus mampu membongkar Dalam pengertian ini sosiologi
akar-akar pemisahan wahyu dari wilayah profetik lebih dekat dengan metodologi
ilmu pengetahuan dan selanjutnya sosiologi kritis (teori kritis). Melalui
bahwa wahyu liberasi dan humanisasi sosiologi profetik
membuktikan
sesungguhnya dapat secara sah menjadi selaras
dengan
kepentingan
bagian dari epistemologi ilmu sosial. emansipatoris sosiologi kritis. Bedanya
Dalam hal ini, tulisan Loay Safi kiranya sosiologi profetik juga mengusung
Safi mampu transendensi sebagai salah satu nilai
melalui penelaahan melalui penelaahan
belajar. Melalui persepsi nilai, pendidik bahwa penolakan terhadap wahyu
dapat mengevaluasi peserta didik. sebagai
Demikian pula peserta didik dapat sesungguhnya didasarkan pada alasan-
sumber
pengetahuan
mengukur kadar nilai yang disajikan alasan absurd dan artifisial, dibuat-buat
pendidik dalam proses pembelajaran. dan bahwa konflik wahyu versus ilmu
Masyarakat juga dapat merujuk sejumlah pengetahuan bukanlah konflik imperatif
nilai (benar-salah, baik-buruk, indah- ataupun universal, tapi khas Barat.
ketika mereka Karenanya,
tidak
indah)
mempertimbangkan kelayakan menyatakan, berbagai upaya untuk
pendidikan yang dialami anaknya. mereproduksi konflik
ini dalam
Lembaga pendidikan memiliki kebudayaan muslim adalah artifisial
tugas mempersiapkan terbentuknya belaka dan didorong oleh keinginan
individu-individu yang cerdas dan irrasional untuk berjalan di atas landasan
berakhlak mulia. Terpenuhinya kedua kebudayaan lain.
kriteria itu memungkinkan terwujudnya Kedua, rekonstruksi epistemologis
nilai kehidupan sosial yang ideal, yang juga harus mampu menyediakan dasar-
semangat kebersamaan, dasar
memiliki
konflik sosial, membawa masuk wahyu ke dalam
mengembangkan potensi diri, dan kancah ilmu sosial. Untuk keperluan ini,
memanfaatkannya untuk mencapai pendekatan
teologis-normatif yang kebahagiaan lahir dan batin, serta selama ini telah begitu hegemonik di
keselamatan umat manusia pada benak kita harus dirubah ke arah
umumnya (Fadjar, 1999). pendekatan empiris-faktual. Orientasi
Hal tersebut menunjukkan bahwa teks harus dirubah ke arah orientasi
peran pendidikan dalam pembentukan realitas. Gagasan Kuntowijoyo tentang
dan penanaman nilai terhadap peserta methodological objectivism atau obyektifikasi
didik sangat menentukan kehidupan dapat dipahami dalam konteks ini
mereka. Tanpa pendidikan, nilai sangat (Susanto, 2003).
sulit untuk ditemukan atau didapatkan. Oleh karena itu, fungsi pendidikan
Nilai-Nilai Pendidikan Profetik
adalah untuk menanamkan nilai-nilai (yang baik) kepada peserta didik (bukan
Hubungan antara nilai dengan
transfer pengetahuan) pendidikan sangat erat. Nilai dilibatkan
hanya
sebagaimana yang popular selama ini. dalam setiap tindakan pendidikan, baik Pengetahuan tanpa memahami nilai dalam
cenderung melahirkan konflik, baik cenderung melahirkan konflik, baik
secara langsung maupun antar-institusi.
penting.
Nilai
mempengaruhi perilaku dan tertanam kuat dalam kebudayaan masyarakat dan
Konflik-konflik yang muncul di latar belakang keluarga.
tanah air akhir-akhir ini sangat terkait dengan aspek sosial, budaya, dan agama.
Schwartz (2002) mendefinisikan Menurut penulis, hal ini disebabkan
“values as goals and motivations which serve as lemahnya peran pendidikan yang
guiding principles in people’s lives”. Artinya, menanamkan nilai kebersamaan dan
nilai sebagai tujuan dan motivasi yang solidaritas sosial dalam era pluralitas.
sebagai prinsip-prinsip petunjuk dalam kehidupan manusia.
berperan
Untuk memahami
nilai-nilai
Apabila nilai telah mempribadi dalam pendidikan profetik, terlebih dahulu
kehidupan seseorang, maka akan tampak penulis kemukakan pengertian nilai.
dalam pola-pola sikap, niat dan Istilah nilai memiliki banyak pengertian,
perilakunya.
tergantung dari sudut pandang mana seseorang
Sedangkan menurut Merril (dalam antropolog, psikolog, ekonom, serta
memahami.
Sosiolog,
Koyan, 2000), nilai adalah patokan atau politisi mempunyai persepsi dalam
standar pola-pola pilihan yang dapat memaknai nilai. Pada intinya, memahami
membimbing seseorang atau kelompok nilai itu bersifat subjektif. Dalam tulisan
ke arah “satisfaction,fulfillment, and ini, nilai diartikan sebagai penentu
meaning”. Patokan, kriteria, prinsip- seseorang dalam melakukan suatu
prinsip, dan ukuran yang memberi dasar tindakan yang positif atau nilai dapat
pertimbangan kritis tentang pengertian, juga disebut perilaku moral.
estetika, kewajiban moral, dan religius. Nilai adalah rujukan dan keyakinan
Jadi, nilai-nilai pendidikan adalah dalam menentukan suatu pilihan
nilai-nilai yang harus ditanamankan dan (Mulyana, 2004). Oleh karena nilai
dikemmbangkan pada diri seseorang. sebagai rujukan dalam bertindak, maka
Mardiatmaja mengemukakan nilai-nilai setiap orang harus memperhatikan lebih
pendidikan sebagai bantuan terhadap mendalam agar hati-hati dan berpikir
peserta didik agar menyadari dan rasional sebelum mengambil tindakan.
nilai-nilai serta Seseorang yang bertindak tanpa dasar
mengalami
menempatkannya secara integral dalam rujukan yang kuat dapat dianggap tidak
keseluruhan hidupnya. memiliki dan memahami nilai moral.
demikian, nilai-nilai Menurut Judy Lawly (2000), nilai
Dengan
pendidikan tidak hanya merupakan merupakan pedoman kepercayaan yang
program khusus yang diajarkan melalui mendalam mengenai suatu hal yang
sejumlah
mata
pelajaran, tetapi pelajaran, tetapi
etimologi, humanisasi berasal dari menanamkan nilai kepada peserta didik
bahasa latin humanitas yang artinya bukan saja guru pendidikan nilai dan
manusia”, “kondisi moral serta bukan saja pada saat
“makhluk
manusia”. Secara mengajarkannya, melainkan kapan dan di
menjadi
terminologi berarti memanusiakan manapun, nilai harus menjadi bagian
manusia, menghilangkan kebendaan, integral dalam kehidupan.
ketergantungan, kekerasan, dan kebencian
dari manusia Dari definisi di atas dapat ditarik
(Kuntowijoyo, 1991). suatu definisi nilai-nilai pendidikan
mencakup keseluruhan aspek pengajaran Berdasarkan pemahaman atau bimbingan kepada peserta didik agar
tersebut, menurut Kuntowijoyo, memiliki modal nilai yang menjadi
konsep humanisasi ini berakar pada prinsip
humanisme-teosentris, oleh sebab itu kehidupannya.
dan petunjuk
dalam
tidak dapat dipahami secara utuh mereka menyadari nilai kebenaran,
Dengan
demikian,
memahami konsep kebaikan, kebersamaan, dan keindahan
tanpa
transendensi yang menjadi dasarnya. melalui proses pertimbangan nilai yang
Humanisme-teosentris, maksudnya tepat dan pembiasaan bertindak yang
adalah manusia harus memusatkan konsisten.
diri kepada Tuhan, tetapi tujuannya adalah untuk kepentingan manusia
Penekanannya terletak pada peran
Maksudnya, keyakinan pendidikan sebagai transformasi nilai
sendiri.
religius yang berakar pada pandangan sehingga menjadi bagian yang integral
teosentris, selalu dikaitkan dengan dalam diri peserta didik. Dengan
amal atau perbuatan manusia, memiliki nilai moral, maka segala
keduanya merupakan satu kesatuan tindakan peserta didik akan terkontrol
Ia karena dilakukan dengan pertimbangan
humanisme-teosentris nilai yang matang.
berpandangan,
inilah yang merupakan nilai inti (core- Berikut adalah nilai-nilai yang
value) dari seluruh ajaran Islam dikembangkan oleh Kuntowijoyo, yang
(Kuntowijoyo, 1999). menjadi basis dalam pendidikan Profetik; Menurut Ali Syari’ati, dalam
1. Humanisasi
khazanah filsafat barat, dikenal Dalam bahasa agama, konsep
adanya filsafat humanisme yang humanisasi adalah terjemahan kreatif
menyatakan oposisi terhadap filsafat- dari amar al ma’ruf yang makna
filsafat keagamaan (didasari oleh asalnya menganjurkan menegakkan
kepercayaan yang serba ghaib dan kepercayaan yang serba ghaib dan
mesin. Dengan pikirannya, manusia Ali menciptakan mesin-mesin untuk Syari’ati
mengganti pikirannya sendiri. Ketika menambahkan, filsafat humanisme
sudah menguasai (barat) berpandangan bahwa tidak
mesin-mesin
pikiran manusia, secara tidak sadar ada dewa-dewa, tidak ada hubungan
manusia saat ini telah berhenti antara manusia dengan surga, serta
menjadi manusia, beralih menjadi menitikberatkan
pada
alam
robot-robot yang tidak berpikir atau antroposentris atau untuk menjadikan
pikirannya dikendalikan dan tidak manusia
berperasaan (Fromm, 1996). Jika kebenaran dan kepalsuan, serta
begitu, maka teknologi yang memakai manusia sebagai kriteria
seharusnya menjadi alat kemanusiaan keindahan dan untuk memberikan
melepaskan diri dari nilai keindahan pada bagian
untuk
perbudakan kerja, justru berubah kehidupan
yang
meningkatkan
menjadi suatu mekanisme yang kekuatan dan kesenangan manusia.
memperbudak manusia sendiri. (Syariati, 1982). Dengan kata lain,
manusia menjadi pusat kebenaran Menurut penulis, pandangan etika,
Kuntowijoyo yang mengusulkan pengetahuan.
kebijaksanaan,
dan
humanisme-teosentris sebagai ganti pencipta, pelaksana, dan konsumen
Manusia
adalah
humanisme-antroposentris dalam produk-produk manusia sendiri.
pandangan barat menjadi salah satu alternatif
dalam Menurut Ali Syari’ati (1996), menghadapi
dengan arus humanisme adalah ungkapan dari
globalisasi
industrialisasinya. sekumpulan nilai Ilahiah yang ada
dalam diri manusia yang merupakan Menurut Kuntowijoyo (1993) petunjuk agama dan moral manusia,
ini humanisme yang tidak berhasil dibuktikan adanya
Jika
selama
oleh nilai- nilai oleh ideologiideologi modern akibat
ditentukan
antroposentris yang diukur dengan pengingkaran
mereka terhadap rasionalitas, maka dengan humanisme- agama.
teosentris, kemanusiaan tidak lagi diukur dengan rasionalitas, tetapi
Dalam pandangan
Erich
dengan transendensi. Transendensi- Fromm, manusia saat ini memasuki
lah yang akan mengembalikan revolusi industri tahap dua yang
dimensi makna dan tujuan yang telah bukan hanya mengganti energi hidup
hilang dari kehidupan manusia dengan mesinmesin, tapi pikiran
teknokratis.
Salah satu efek industrialisasi yang massif) adalah menggiring menurut
manusia ke arah alienasi, yaitu sebuah terbentuknya masyarakat abstrak,
Kuntowijoyo
adalah
kondisi manusia yang asing dari masyarakat
kesejatian diri dan lingkungannya, kemanusiaan. (Kuntowijoyo, 1991),
tanpa
wajah
manusia jatuh menjadi pribadi- Manusia telah menjadi robot alias
pribadi yang miskin spiritual, dan mesin-mesin industri. Manusia telah
terjebak dalam lembah material mengalami obyektivasi ketika berada
individualistis.
di tengah-tengah mein- mesin politik Kuntowijoyo menambahkan,
dan mesin-mesin pasar. Kemajuan musuh humanisasi lainnya adalah
ilmu dan teknologi, disadari atau
Ia tidak,
agresivitas
kolektif.
juga telah
membantu
mencontohkan kerusuhan massal kecenderungan reduksionistik yang
yang dilakukan oleh mass man melihat manusia dengan cara parsial.
(manusia massa) yang terjadi di Maka menjadi tepat apa yang
Indonesia akhir-akhir ini dengan dikatakan Kuntowijoyo, bahwa
macam sebabnya. tujuan
Menurutnya, ini disebabkan oleh memanusiakan manusia.
material yang Apa
kekumuhan
berkembang menjadi kekumuhan Kuntowijoyo di atas telah disinyalir
yang
dikatakan
Humanisasi berusaha oleh Ali Syar’ati (1982), bahwa
spiritual.
mencegah agar kekumuhan material mesin-mesin sebagai hasil sains yang
berkembang menjadi semula menjadi alat bagi manusia
tidak
kekumuhan spiritual (Tholkhah, untuk menjadikannya penguasa atas
alam dan dibebaskan
dari
Aspek lain yang menjadi titik perbudakan kerja, kini berubah
tuju dari humanisasi adalah loneliness menjadi sistem mekanis yang
(privatisasi, individuasi), yang saat ini membelenggu manusia. Manusia
sudah menggejala dalam masyarakat telah me njadi bulan-bulanan dari
kota. Misalnya dalam lingkup kecil, sistem mekanis yang berat dan kejam
tak jarang ada keluarga yang tak dengan
kepemimpinan
tekno-
mengetahui perihal tetangganya. Pola birokratis yang tidak mengenal belas
hidup sendiri dan cenderung kasihan.
mengacuhkan masyarakat sekitarnya Senada dengan Syari’ati, Imam
ini biasanya dapat kita lihat pada Tholkhah (2004) menyebut salah
masyarakat menegah ke atas. satu efek modernisasi global (salah
Menurut Kuntowijoyo, meskipun satu tandanya adalah industrialisasi
orang kota hidup bergerombol, orang kota hidup bergerombol,
humanisasi ini berarti pendidikan yang mengajarkan anti-kekerasan
Saat ini, yang masih punya (Susanto, 2004). Sebuah konsep
fungsi melawan loneliness kota adalah
yang mampu adanya pengajian, pertemuan PKK,
pendidikan
membangun kepribadian manusia karang Taruna, dan anjangsana
yang berkarakter terbuka, manusiawi, tingkat
RT/RW.
Kuntowijoyo
dan memiliki kesadaran yang tinggi menambahkan perlunya usaha untuk
ketika harus menghadapi realitas mengangkat
kembali
martabat
yang diliputi bertumpuk persoalan (emansipasi) manusia, humanization
(Susanto, 2004).
(menurut Fromm, 1968), karena manusia dalam zaman industri
2. Liberasi
mudah sekali terjatuh
atau
Liberasi dalam pandangan kehilangan kemanusiaannya.
Kuntowijoyo (1991) adalah bahasa Revolusi industri yang saat ini
ilmu dari nahi munkar. Jika dalam merambah pada revolusi sains dan
bahasa agama nahi munkar artinya teknik yang luar biasa telah
mencegah dari segala tindak menimbulkan
yang merusak, moral yang belum pernah terjadi.
problem-problem
kejahatan
memberantas judi, lintah darat, Maka diperlukan adanya bimbingan
korupsi, dan lainnya, maka dalam supaya manusia mampu menuju
bahasa ilmu, nahi munkar artinya nilai-nilai luhur kemanusiaan, yang di
dari kebodohan, satu sisi mendapatkan maknanya dari
pembebasan
kemiskinan, ataupun penindasan. nilai- nilai transendensi.
Secara etimologi, liberasi Jika dalam Al- Qur’an Surat At-
berasal dari bahasa latin liberare yang Tin ayat 5-6 dikatakan bahwa
artinya memerdekakan. Secara istilah, manusia itu mudah terjatuh ke
liberasi dapat diartikan dengan tempat yang paling rendah, kecuali
pembebasan, semuanya dengan orang-orang yang beriman dan
yang mempunyai beramal saleh, maka menurut
konotasi
signifikansi sosial (Kuntowijoyo, Kuntowijoyo (1991) ini adalah ayat
humanisasi, yaitu iman dan amal
yang dimaksud saleh yang mempunyai implikasi
Liberasi
Kuntowijoyo dalam Ilmu Social sangat luas, segala prilaku manusia
Profetik adalah dalam konteks ilmu, yang membawa kearah mengangkat
yang didasari nilai-nilai luhur martabat manusia.
transendental. Nilai –nilai liberatif transendental. Nilai –nilai liberatif
pembebasan terhadap setiap gejala memiliki tanggung jawab profetik.
eksploitasi
dalam masyarakat, kemudian juga memberi santunan
Tujuan liberasi
dalam
lepada anak-anak yatim dan pandangan Kuntowijoyo (1991)
memperhatikan nasib kaum fakir adalah pembebasan manusia dari
miskin.
kekejaman pemiskinan struktural, keangkuhan teknologi, pemerasan
teologi yang kelimpahan, dominasi struktur yang
Konsep
kontekstual ini, dalam pandangan menindas, dan hegemoni kesadaran
penulis akan mampu mewujudkan palsu. Semangat liberatif ini dicari
kesalehan sosial. Kesalehan sosial ini, pada
meminjam pendapat Khozin (2004) transendental dari agama yang telah
nilai- nilai
profetik
merupakan wujud dari pemahaman ditransformasikan menjadi ilmu yang
keberagamaan secara ekstrinsik, obyektif- faktual.
pemahaman keberagamaan yang tidak hanya menyentuh bagian luar
Liberasi
perspektif
(kulit) dari ajaran Islam, tapi juga Kuntowijoyo (1997) mengambil
menemukan daging (isi) ajaran Islam semangat dari teologi pembebasan, yang
yang sesungguhnya. mempunyai empat sasaran utama,
yaitu liberasi dalam
dalam sistem pengetahuan, sistem sosial, sistem
sistem
Liberasi
pengetahuan menurut Kuntowijoyo ekonomi, dan sistem politik yang
(1991) adalah usaha-usaha untuk membelenggu manusia sehingga
membebaskan orang dari sistem tidak dapat mengaktualisasikan
materialistik, dari dirinya sebagi makhluk yang merdeka
pengetahuan
dominasi struktur, misalnya kelas dan dan mulia.
seks. Karena dalam ajaran Islam tidak mengenal adanya struktur atau
Menurut M. Amien Rais perbedaan kelas sosial dalam
(1998), pemahaman teologi harus masyarakat. Ajaran Islam juga
dirubah, menurutnya
teologi
mengandung suatu moderasi, yaitu hendaknya tidak lagi berbicara
kemitrasejajaran antara pria dan mengenai ketuhanan saja, melainkan
wanita dengan perspektif gender teologi lebih dari itu, yaitu juga
(Kuntowijoyo, 1991). berbicara tentang hubungan antara
ketuhanan us kontekstual yang betul- Menurut Kuntowijoyo (1991), betul mampu memecahkan masalah-
the great transformation bagi umat Islam masalah kemasyarakatan yang sedang
saat ini adalah transformasi sosial saat ini adalah transformasi sosial
yang menyuburkan menuju sistem soiial industrial. Oleh
ekonomi
kesenjangan, memperbesar disparitas karena itu pembebasan dari sistem
(jarak) antara si kaya dan si miskin, sosial yang membelenggu menjadi
sudah satina dikubur dalam-dalam. amat penting.
Islam menentang kondisi seperti ini. Umat Islam, menurut Kuntowijoyo
Dari pandangan Kuntowijoyo harus mampu menyatu rasa dengan
di atas, belenggu sistem social mereka yang miskin, mereka yang
berpengaruh dalam transformasi terperangkap dalam kesaadaran
umat. Jika belenggu tidak dilepaskan, teknokratis, dan mereka yang
maka umat Islam akan kesulitan tergusur oleh ekonomi raksasa
dalam beradaptasi
dengan
(Abdurrahman, 2003). perkembangan dunia modern. Jika
demikian, efek selanjutnya adalah Islam sebenarnya bersifat umat tidak akan pernah maju, akan
afirmatif terhadap upaya-upaya terpinggirkan, hanya jalan di tempat
pembebasan dari sistem ekonomi atau bahkan melangkah mundur.
yang tidak adil, sistem ekonomi yang menindas
dan menguntungkan Persoalan umat Islam yang
sekelompok kecil. Dalam pandangan semakin tren ke depan akan lebih
ini menemukan banyak berkutat pada persoalan
Kuntowijoyo,
dasarnya dalam Al- Qur’an Surat Al- sosial. Ketimpangan sosial, misalnya
Hasyir ayat 7 yang menyatakan kemiskinan struktural, penindasan
bahwa Islam melarang harta terhadap kaum mustadh’afin (kaum kekayaan yang hanya beredar di
tertindas), menuntut kepedulian kalangan orang kaya di antara
segenap elemen umat Islam. umatnya (Abdurrahman, 2003). Di sini agama harus mengambil Selanjutnya, liberasi politik
peran. Meminjam pendapat Moeslim berarti membebaskan sistem politik
Abdurrahman (2003), bahwa agama dari otoritarianisme, kediktatoran,
harus berani lebur memihak kepada
neofeodalisme. Menurut ajaran tauhid sosial dengan misinya
dan
Kuntowijoyo (1991), demokrasi, Hak yang paling esensial adalah sebagai
Manusia (HAM), dan kekuatan emansipatoris yang selalu
Asasi
masyarakat madani adalah juga peka terhadap penderitaan kaum
tujuan Islam. Terkait dengan tertindas.
pembebasan sistem politik ini, Pembebasan dari belenggu
menurutnya seorang intelektual sistem ekonomi juga menjadi sasaran
Islam tidak boleh takut ber-nahi lanjutan dari liberasi. Sistem
munkar asal dilandasi dengan ilmu.
Di sini tampak, bahwa ada beban
3. Transendensi
yang terpikul di pundak intelektual Transcendere, adalah bahasa latin
muslim untuk selalu mengawasi dan transendensi yang artinya ‘naik ke korektif terhadap penyimpangan
atas’. Dalam bahasa Inggris adalah to dalam kehidupan politik, yang
transcend yang artinya ‘menembus’, merugikan kepentingan umat.
‘melewati’, ‘melampaui’. Menurut Hassan
istilah artinya perjalanan di atas atau menyatakan bahwa salah satu
Hanafi
di luar. Yang dimaksud Kuntowijoyo paradigma dari teologi pembebasan
(1991) adalah transendensi dalam adalah pembebasan melalui teologi,
istilah teologis, yakni bermakna untuk kepentingan manusia itu
ketuhanan, makhluk-makhluk gaib. sendiri. Dalam pandangan penulis,
Tujuan transendensi adalah teologi-teologi
atau
keyakinan
menambahkan dimensi keagamaan
transendental dalam kebudayaan, landasan dari praksis perbaikan umat
membersihkan diri dari arus manusia. Manusia harus dibebaskan
hedonisme, materialisme, dan budaya dari segala struktur dalam berbagai
dekaden. Dimensi bidang yang bersifat menindas dan
yang
transendental adalah bagian sah dari mengekang kebebasan.
fitrah kemanusiaan sebagai bentuk Dalam konteks pendidikan,
persentuhan dengan kebesaran konsep
membebaskan ini, sering merujuk Jika banyak yang sepakat
pada pemikiran Paolo Freire, seorang bahwa abad ke-21 adalah peradaban
mahaguru filsafat
dan
ilmu
postmodernisme, maka salah satu pendidikan dalam refleksi kritisnya
ciri dari postmodernisme adalah terhadap sistem pendidikan di Brazil,
semakin menguatnya spiritualisme, ia pun mempersoalkan taqlid sebagai
yang salah satu tandanya adalah salah
dedifferentiation, yaitu agama akan melanggengkan
menyatu kembali dengan ‘dunia’. memperparah penindasan rakyat Bagi umat Islam, dedifferentiation
bahkan
miskin oleh penguasa. Freire menyebut metode seperti ini sebagai
ini bukanlah hal yang baru, mengingat dalam Islam sendiri tidak
metode pendidikan gaya banking yang menindas (Dhakiri, 2000).
meletakkan urusan akhirat tersendiri, dan urusan dunia terpisah sendiri
juga. Bagi orang Islam, urusan dunia, eksistensi selama hidup di dunia akan juga. Bagi orang Islam, urusan dunia, eksistensi selama hidup di dunia akan
perspektif Roger kelak. Amal di dunia bukan hal yang
Dalam
Garaudy (1986), bahwa transendensi sia-sia yang tidak akan pernah
kita mengakui diperhitungkan,
menghendaki
keunggulan norma-norma mutlak mendapatkan balasan di kehidupan
tapi
akan
yang melampaui akal manusia. akhirat. Oleh karena itu, menurut
transendensi Kuntowijoyo
Kuntowijoyo ini dalam pandangan selayaknya
penulis senada dengan konsep meletakkan Allah SWT sebagai
transendensi dari Hassan Hanafi. pemegang otoritas, Tuhan Yang
Hassan Hanafi (menyatakan bahwa Maha Obyektif, dengan 99 Nama
transenden bukanlah keimanan yang Indah itu.
simple tanpa usaha, bukan juga Jika manusai tidak menerima
sebuah penerang internal untuk Tuhan sebagai otoritas, maka akan
keindahan spiritual dan pengindahan tampak: 1) relativisme penuh,
mistik, tetapi ia adalah sebuah dimana nilai dan norma seepnuhnya
perjuangan permanen antara akal dan adalah urusan pribadi, 2) nilai
keinginan, kebaikan dan kejahatan, bergantung
dan perbedaan, sehingga nilai dari golongan yang
dan perselisihan, dominan akan menguasai, dan 3)
perdamaian
konstruksi dan destruksi, kehidupan nilai 1 bergantung pada kondisi dan kematian.
biologis, sehingga Darwinisme sosial, Para nabi pun masuk ke
egoisme, kompetisi, dan agresivitas wilayah perjuangan politik, ekonomi,
adalah nilai- nilai kebajikan (1968: pendidikan, dan lainnya di masa lalu
87-88). dengan berdasarkan pada nilai- nilai
Dalam paparan di atas, nilai- transenden ini dengan landasan nilai humanisasi dan liberasi harus
keimanan dan penyerahan total bertitik pangkal dari nilai- nilai
kepada Allah SWT. transendensi. Kerja kemanusiaan dan
kerja pembebasan harus didasarkan
Penutup
pada nilai-nilai keimanan kepada Allah SWT. Nilai transendensi
Selama ini, model pembelajaran menghendaki umat Islam meletakkan
di sekolah, selalu dinilai dengan muatan- posisi Allah SWT sebagai pemegang
muatan yang terkesan memaksa dan otoritas tertinggi.
1 Hassan Hanafi, Bongkar Tafsir, hlm.
menakutkan peserta didik. Ketika peserta Pendidikan Islam sebenarnya didik melakukan kesalahan, maka yang
tidak terbatas hanya kepada pengajaran muncul adalah ancaman dan hukuman,
tentang ritus-ritus dan segi-segi serta selalu dinilai dengan angka-angka.
formalitasnya. Hal ini, bukan berarti Pendidikan Islam jarang mengajak
pengingkaran terhadap pentingnya ritus- peserta didik untuk memahami secara
ritus dan segi-segi formalistic agama. Jadi hakiki tentang firman-firman Allah,
pendidikan Islam sesungguhnya adalah bahkan tidak pernah mengajak mereka
pendidikan untuk pertumbuhan total untuk
seorang peserta didik. Pembelajaran tentang cinta Allah, akan
Jadi yang menjadi titik tekannya dalam menyentuh hati dan mengembangkan
pendidikan agama adalah membangun sikap-sikap empati dan simpati terhadap
nilai-nilai ketuhanan; seperti iman, Islam, sesama. Menyantuni saudara, teman,
Ihsan, dan seterusnya, dan nilai-nilai bahkan menyantuni hewan dan tanaman,
moral; seperti kasih sayang, cinta, merupakan bagian yang esensial dari
toleransi, tenggang rasa, kebajikan, kehadiran Allah di alam semesta ini.
menghargai perbedaan pendapat, dan Pembelajaran cinta Allah ini,
sikap-sikap kemanuisaan yang mulia justru
lainnya. Materi agamaan di gali melalui penghayatan seseorang tentang Tuhan
akan melahirkan
sikap
nilai-nilai universal dari sebuah agama. (transendendsi).
Dari tulisan ini, maka menjadi catata dimana Tuhan akan selalu menyertai
Sebuah
kesadaran
penting adalah : Pertama, menjadikan manusia disetiap saat, Tuhan selalu hadir
nilai-nilai pendidikan profetik sebagai dalam hidup manusia, dan Tuhan selalu
upaya untuk menciptakan pendidikan mengawasi setiap tingkah laku manusia :
Islam yang penuh cinta, toleransi, “kemanapun kamu berada, maka disanalah
tenggang rasa, kebajikan, menghargai wajah Tuhan…” (QS. Al-Baqarah : 115),
dan sikap-sikap “Dia beserta kamu kemanapun kamu berada,
perbedaanm
kemanusiaan lainnya. Kedua, Pendidikan dan Dia mengetahui segala sesuatu yang kamu
Islam semestinya mewarisi misi kenabian perbuat. ” (QS. Al-Hadid : 4). Apabila
Muhammad sebagai model dalam proses kesadaran ini, selalu diasah dalam jiwa
pembelajaran. Yaitu mendasarkan diri peserta didik, maka kehendak untuk
pada kesadaran bahwa pendidikan Islam selalu menjaga diri dari perbuatan keji
mengajarkan akan kearifan ; setiap akan selalu muncul. Sehingga rasa atau
prilaku manusia didasarkan pada aturan kesadaran
dan tuntunan Tuhan. Ketiga, Ilmu tidak berimplikasi
lah semestinya diposisikan secara kemanusiaan ; amal shalih, al-akhlaq al-
kepada
kesadaran