Ekuitas Jurnal Ekonomi dan Keuangan MANA

MANAJEMEN RISIKO BERBASIS SPIRITUAL ISLAM

Nur Khusniyah Indrawati

nurkhusniyahindrawati@yahoo.com

Ubud Salim Djumilah Hadiwidjojo Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Nur Syam Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel ABSTRACT

This study aims to explore and understand: (1) Kyai (Islamic boarding school leader) and business manager perception to risk management, and (2) implementation Islamic values in business and risk management, (3) Kyai and business manager perception to corporate value creation, and ( 4) distribution of firm value to stakeholders. Research setting is business at Sunan Drajat boarding school, Lamongan. This study uses postpositivist, theology, and intuitive approach. The study design was an interpretative case study using "single case" type. The analysis method of this study is the Interactive Model from Miles and Huberman. The results showed that: (1) Risk management is process to eliminate the risk with strong intention as essence that underlying the risk management practices and the presence of spiritual power, a khusnuzhzhan (good perception) to Allah SWT, based on maslahah (goodness) that come down to falah, (2) The implementation of Islamic values into business activity framework has been proven the business growing rapidly. Even at the end, the Islam value 'an taraadhin minkum become central value which evolved into the corporate culture. Islamic values related to risk management demonstrate the existence of a true entrepreneurial spirit for entire management. (3) The firm value that created from risk management practices indicate the aspects of material/economic and immaterial. The application has been able to provide welfare and happiness for body and soul of all stakeholders, (4) Then, the firm value was distributed to all stakeholders, both for the human and nature benefit as a manifestation of maslahah (goodness) that become the objectives of business establishment.

Keywords: Risk Management based on Islamic Spiritual, Islamic Values, Firm Values and Economic Social Context, Fiqh mu'amalah

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap dan memahami: (1) persepsi Kyai dan pengelola bisnis terhadap manajemen risiko, (2) penerapan nilai-nilai Islam dalam pengelolaan bisnis dan manajemen risiko, (3) persepsi Kyai dan pengelola bisnis terhadap penciptaan nilai perusahaan, dan (4) pendistribusian nilai perusahaan kepada pemangku kepentingan. Setting penelitian adalah bisnis di Pondok Pesantren Sunan Drajat, Lamongan. Penelitian ini menggunakan pendekatan postpositivist, teologi, dan intuitif. Desain penelitian studi kasus interpretatif tipe “single case”. Analisis yang digunakan adalah Model Interaktif dari Milles and Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Manajemen risiko merupakan proses untuk mengeliminir risiko dengan menempatkan niat yang kuat sebagai esensi yang mendasari praktik manajemen risiko dan adanya kekuatan spiritual berupa khusnuzhzhan kepada Allah SWT dengan bermuara pada maslahah menuju falah. (2) Penerapan nilai-nilai Islam yang membingkai aktivitas bisnis telah membuktikan bisnis telah berkembang pesat. Bahkan nilai Islam ‘an taraadhin minkum menjadi central value yang akhirnya berkembang

Manajemen Risiko Berbasis Spiritual Islam... -- Khusnia, Salim, Hadiwidjojo, Syam 185

menjadi budaya perusahaan, sedangkan nilai-nilai Islam yang melekat pada praktik manajemen risiko menunjukkan adanya jiwa kewirausahaan sejati pada diri seluruh pengelola. (3) Nilai perusahaan yang tercipta dari praktik manajemen risiko dipandang dalam aspek materi/ekonomi dan immateri, yang dalam aplikasinya telah mampu memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan lahiriyah dan batiniyah bagi seluruh pemangku kepentingan, (4) Nilai perusahaan tersebut didistribusikan kepada seluruh pemangku kepentingan baik pemangku kepentingan manusia maupun alam sebagai perwujudan dari maslahah yang menjadi tujuan didirikannya bisnis.

Kata kunci: Manajemen Risiko berbasis spiritual Islam, Nilai-nilai Islam, Nilai Perusahaan dan Konteks Sosial Ekonomi, Fiqh Mu’amalah

PENDAHULUAN

Keberanian bisnis di Ponpes Sunan Bisnis di Pondok Pesantren (Ponpes) Drajat memasuki domain tanggung jawab Sunan Drajat didirikan dengan tujuan untuk

sosial ini selain sudah menjadi tekad bah- mewujudkan salah satu dari empat wasiat

wa bisnis yang didirikan harus dapat mem- Kanjeng Sunan Drajat, yaitu “wenehono

beri maslahah juga dituntun oleh filosofi mangan marang wong kang luwe” (berikanlah

perusahaan bahwa berbisnis adalah ibadah, makan kepada orang yang lapar). Wasiat ini

sehingga tidak perlu merasa rugi apabila mengandung makna filosofi perlunya men-

suatu perusahaan itu melaksanakan salah ciptakan lapangan pekerjaan, sehingga satu fungsi sosialnya yang diimplemen- orang yang kelaparan tadi dapat mem- tasikan dalam aktivitas tanggung jawab peroleh pekerjaan di bisnis yang didirikan

sosial perusahaan, sehingga dicapai masla- Ponpes Sunan Drajat untuk memenuhi hah menuju falah (ketentraman batin dan kebutuhan hidupnya.

kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat). Maslahah yang menjadi tujuan di- Selain itu, mengubah paradigma dalam dirikannya bisnis di Ponpes Sunan Drajat bisnis yang mengatakan bahwa keuntungan dimaksudkan bahwa keuntungan yang di-

perusahaan atau kepentingan pribadi ada- peroleh selain digunakan untuk mem- lah segalanya dan mengabaikan unsur besarkan bisnis juga untuk menopang struk-

lainnya dalam tujuan perusahaan. tur ekonomi Ponpes Sunan Drajat melalui

Bisnis merupakan bentuk dari investasi. antara lain pembebasan biaya sekolah bagi

Investasi dalam perspektif Islam tertulis sekitar 10% dari total santri yang ada ( 

dalam Al-Qur’an surat Lukman (31): 34. 9.000 santri) yang tidak mampu secara Investasi juga harus disertai dengan niat ekonomi. Selain itu, bisnis tersebut dapat ibadah, sehingga manusia mendapat dua dijadikan sebagai ajang workshop kewira-

hal sekaligus, yaitu mendapat kebahagiaan usahaan bagi para santri melalui upaya dunia (bisnis dapat berkembang dengan mempekerjakan santri di beberapa unit baik) dan sekaligus mendapat kebahagiaan bisnis. Kepedulian Bapak KH Abdul Ghofur

akhirat (melalui amalan ibadah dari hasil ini merupakan upaya yang sangat terpuji bisnis yang diusahakan). Investasi juga sekaligus berani karena membawa risiko. merupakan keputusan bisnis yang harus Risiko itu muncul karena sumber utama diarahkan oleh iman, karena setiap investasi untuk menutup biaya tersebut berasal dari

pasti akan membawa risiko. Bahkan keuntungan yang diperoleh dari aktivitas Brigham dan Houston (2006) mengatakan, bisnis, sehingga fluktuasi dalam perolehan

perusahaan merupakan subyek sejumlah keuntungan dalam bisnis merupakan anca-

risiko. Hanya imanlah yang dapat menjadi man bagi kesinambungan sumber pem- katup pengaman bila investasi tersebut biayaan Ponpes Sunan Drajat.

gagal dan perusahaan menderita kerugian.

186 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 16, Nomor 2, Juni 2012 : 184 - 208

Manajemen risiko dapat menciptakan den. Oleh karena itu, dalam penelitian ini nilai perusahaan. Nilai perusahaan dalam diambil pandangan yang moderat dengan perspektif konvensional selain dapat di- menyatakan Tuhan itu transenden, dan (2) cerminkan oleh materi (uang), yaitu Tobins’

karena Tuhan merupakan pihak paling ting- Q, harga pasar saham, nilai buku saham, gi dan menjadi satu-satunya tujuan hidup rasio nilai pasar saham dengan nilai buku

manusia. Tuhan (Allah) Maha Esa dan saham, arus kas yang didiskonto, nilai keesaan-Nya itu mencakup: (1) Keesaan Zat, tambah, dan keutungan. Selain itu, juga (2) Keesaan Sifat, (3) Keesaan Perbuatan, dalam bentuk kemampuan CEO (Chef Exe-

dan (4) Keesaan beribadah kepada-Nya cutive Officer ). Upaya bisnis menghasilkan (Shihab, 2007). Dengan demikian, konsep keuntungan merupakan salah satu indikator

pemangku kepentingan pada penelitian ini kinerja manajemen, sehingga nilai peru- adalah pemangku kepentingan manusia dan sahaan dapat di pandang juga dari aspek alam. kinerja manajemen. Kinerja manajemen

Pada umumnya penelitian-penelitian dalam perspektif konvensional semata-mata

tentang manajemen risiko dilakukan pada hanya didasarkan pada variabel ekonomi perusahaan-perusahaan di sektor riil dalam (uang) dan jarang memasukkan fungsi skala besar dan terbuka (go public) untuk sosial, etika, dan moral sebagai komponen

menguji hubungan manajemen risiko de- dalam fungsi tujuan utama perusahaan ngan penciptaan nilai perusahaan. Hasil (Azid et al., 2007; Triyuwono, 2007). penelitian menujukkan bahwa sebagian ada Sebaliknya, Islam memandang nilai tambah

yang mendukung teori bahwa manajemen baik dari aspek materi/ekonomi (uang) risiko menciptakan nilai perusahaan, na- maupun immaterial (Triyuwono, 2007). mun, ada juga yang bertentangan (Beasley et Oleh karena itu, kinerja manajemen pada al ., 2005, 2006; Pagach dan Warr, 2007, 2008), penelitian ini mengacu kepada kinerja mana

sedangkan penelitian aspek persepsi ter- jemen yang oleh Triyuwono (2007) diklaim

hadap risiko dengan pendekatan post- sebagai kinerja manajemen syari’ah. Kinerja

positivist dilakukan oleh Mohammed (2010). manajemen syari’ah dibagi dalam tiga Hasil penelitian itu menunjukkan bahwa perspektif, yaitu: (1) kesalehan keuangan, risiko dikonstruk berdasarkan budaya, (2) kesalehan mental dan sosial, dan (3) individualistik, dan subyektif. Penelitian- kesalehan spiritual, ketiganya dipandang penelitian tersebut pada umumnya meng- sebagai satu kesatuan. Pengukuran kinerja

gunakan perspektif konvensional dalam melintasi batas dunia materi, dapat mem- mengelola risiko, sementara terdapat per- berikan kesejahteraan lahir dan batin.

bedaan perspektif antara konvensional dan Nilai perusahaan ini selanjutnya didis-

Islam dalam hal: (1) filosofi berbisnis, (2) tribusikan kepada pemangku kepentingan. tujuan berbisnis, (3) konsep risiko dan mana Triyuwono (2007) mengemukakan pemang-

jemen risiko, (4) konsep nilai perusahaan, ku kepentingan terdiri dari Tuhan, manusia,

dan (5) konsep pemangku kepentingan. dan alam. Penelitian ini tidak memasukkan

Adanya perbedaan khususnya risiko dan Tuhan sebagai pemangku kepentingan di- manajemen risiko telah menggelitik untuk karenakan: (1) dilihat dari teks dan normatif,

mengetahui apakah manajemen risiko memasukkan Tuhan sebagai pemangku konvensional itu sama dengan manajemen kepentingan rasanya menempatkan Tuhan risiko Islam, yang diterapkan pada bisnis dalam dunia provan. Menganggap Tuhan yang dioperasikan berdasarkan prinsip sebagai pemangku kepentingan merupakan

syari’ah, seperti bisnis di Ponpes Sunan imanensi yang lebih jauh bisa mengarah Drajat. Sayangnya, penelitian manajemen kepada panteisme. Sementara itu, di dalam

risiko Islam yang dihasilkan selama ini tidak teologi-teologi yang dianut, Tuhan juga memberikan pencerahan yang cukup karena dapat dipandang dalam dimensi transen- penelitian-penelitian itu pada umumnya

Manajemen Risiko Berbasis Spiritual Islam... -- Khusnia, Salim, Hadiwidjojo, Syam

dilakukan pada perusahaan yang bergerak di sektor keuangan (bank Islam).

Penelitian manajemen risiko di bank Islam antara lain dilakukan oleh Bashir (2009). Hasil penelitian pada intinya mem- buktikan muara akhir dari manajemen risi- ko adalah kinerja yang lebih baik. Penelitian manajemen risiko Islam dengan tujuan melihat hubungan antara proses manajemen risiko dengan praktik manajemen risiko dilakukan oleh Rosman (2009). Namun, belum betul-betul secara jelas mencermin- kan framework manajemen risiko Islam karena masih mengadopsi framework mana- jemen risiko konvesional. Alasan digunakan nya framework manajemen risiko konven- sional dalam penelitian ini didasarkan pada pendapat Iqbal dan Mirakhor (dalam Rosman, 2009), bahwa sekali framework dikembangkan, maka tekniknya dapat di- aplikasikan pada situasi, produk, instrumen, dan institusi yang berbeda. Namun, dalam praktiknya mengacu kepada ketentuan syari’an yang telah dijabarkan dalam Inter- national Financial Services Board (IFSB) guidelines tentang manajemen risiko. Sedang kan Siddiqi (2010) mengatakan framework manajemen risiko Islam hanya mendasarkan pada fiqh mu’amalah dan belum menying- gung nilai-nilai Islam dalam menjalankan bisnis, sedangkan manajemen risiko Islam dilaksanakan pada perusahaan yang dalam operasinya tidak hanya dilandasai oleh fiqh mu’amalah , namun juga didasarkan pada nilai-nilai Islam, sebagimana pendapat Shihab (2008), bahwa bisnis menurut per- spektif Islam dalam operasionalnya berpijak pada dua area: (1) prinsip-prinsip dasar yang ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, dan ini bersifat langgeng abadi tidak mengalami perubahan, dan (2) per- kembangan positif masyarakat, ilmu penge- tahuan, dan teknologi, yang memberi ruang terbukanya lapangan yang luas untuk berkembangnya inovasi dan hasil pemi- kiran serta budi daya manusia. Etika bisnis Islam menjadi sistem evaluasi dan sekaligus merupakan akhlak dalam menjalankan

bisnis sesuai dengan nilai-nilai Islam, se- hingga dalam melaksanakan bisnisnya tidak perlu ada kekhawatiran, sebab diyakini sebagai sesuatu yang baik dan benar (Hasan, 2009). Adanya praktik manajemen risiko Islam yang hanya mendasarkan pada fiqh mu’amalah telah membuktikan bahwa sampai saat ini belum ada framework manajemen risiko Islam yang sesuai dengan persyaratan bisnis yang dioperasikan ber- dasarkan syari’ah dan nilai-nilai Islam. Ketidakjelasan framework manajemen risiko Islam inilah yang melatarbelakangi peneliti- an ini dilakukan.

Berdasarkan pada fenomena yang ada pada bisnis di Ponpes Sunan Drajat, maka fokus penelitian ini adalah: “Pengembangan Manajemen Risiko pada Bisnis di Ponpes Sunan Drajat dengan Memahami Terlebih Dahulu Persepsi Kyai dan Para Pengelola Bisnis Terhadap Manajemen Risiko pada Umumnya”.

Permasalahan utama yang diajukan dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana persepsi Kyai dan para pengelola bisnis di Ponpes Sunan Drajat terhadap manajemen risiko pada bisnis di Ponpes Sunan Drajat?”. Berdasarkan permasalahan utama ini, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: (1) Bagaimana persepsi Kyai dan pengelola bisnis terhadap manajemen risiko?, (2) Bagaimana penera- pan nilai-nilai Islam dalam pengelolaan bisnis dan praktik manajemen risiko?, (3) Bagaimana persepsi Kyai dan pengelola bisnis terhadap nilai perusahaan? dan (4) Bagaimana pendistribusian nilai perusahaan yang tercipta dari praktik manajemen risiko kepada pemangku kepentingan?.

Berdasarkan pada perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengungkap dan memahami persepsi Kyai dan pengelola bisnis terhadap manajemen risiko, (2) Mengungkap dan memahami penerapan nilai-nilai Islam dalam pengelola- an bisnis dan praktik manajemen risiko, (3) Mengungkap dan memahami persepsi Kyai dan pengelola bisnis terhadap nilai peru-

188 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 16, Nomor 2, Juni 2012 : 184 - 208

sahaan, (4) Mengungkap dan memahami adanya tambahan risiko pada aset yang pendistribusian nilai perusahaan yang ter- dimilikinya (Sharpe, 1964). Aset yang be- cipta dari praktik manajemen risiko kepada

risiko lebih tinggi harus mempunyai rata- pemangku kepentingan.

rata return yang lebih tinggi dibandingkan dengan aset yang kurang berisiko (Jensen,

MANAJEMEN RISIKO

1967). Fama dan MacBeth (1973) bahkan

Risiko dapat didefinisikan dalam ber- mengatakan bahwa risiko memicu return. bagai cara, namun intinya adalah tidak Sebuah risiko sistematis (yang diukur hanya berupa potensi munculnya konse- dengan beta) merupakan sebuah penguku- kuensi negatif yang tidak diinginkan dari ran yang komplit dari risiko surat-surat suatu peristiwa atau kejadian yang me- berharga. Investor diasumsikan risk averse, ngancam kesuksesan (downside), namun juga

karenanya berusaha untuk membentuk dapat merupakan peluang untuk meraih be-

portfolio guna mengeliminir risiko (Sharpe, nefit (upside) (Rosenberg dan Schuermann, 1964). 2006). Risiko dihubungkan juga dengan

Secara umum, Islam memandang risiko ketidakpastian (Al-Suwailem, 2000), meski sebagai suatu penderitaan (hardship), yang pun tidak semua pakar sependapat. Bussey,

tidak diinginkan bagi kepentingan dirinya Merret, dan Sykes (dalam Merna dan Al-

sendiri. Penderitaan tersebut diinginkan Thani, 2008) dan Knight (dalam Al-

hanya ketika mengandung manfaat lebih Suwailem, 2000), misalnya, mengatakan dari pengganti kerugian yang dihubungkan bahwa risiko berbeda dari ketidakpastian.

dengan penderitaan itu, atau dengan kata

Ketidakpastian ada jika terdapat lebih lain, risiko diinginkan hanya ketika dapat dari satu outcome yang memungkinkan menjadi stimulus bagi usaha produktif dan untuk aktivitas tertentu tetapi probabilitias

aktivitas yang memberi nilai tambah (Al- dari setiap outcome tidak diketahui. Namun,

Suwailem, 2000). Islam juga menghubung- perbedaan risiko dan ketidakpastian me- kan risiko dengan keberuntungan. Apabila nurut Takayama (dalam Al-Suwailem, 2000)

keberuntungan tersebut dikaitkan dengan menjadi sangat tidak relevan jika digunakan

perolehan rizki, maka terdapat sepuluh probabilitas subyektif dan teori axiomatik

kunci pembuka rizki menurut Al-Qur’an dalam membahas keduanya. Oleh karena dan Al-Sunnah yang patut dijalani dan itu, risiko dan ketidakpastian digunakan diyakini agar seseorang mendapat ke- secara bergantian (interchangeably) oleh Al-

beruntungan (luck) dan memperoleh rizki Suwailem (2000) dalam membahas risiko

yang halal dan baik serta barokah, Islam.

sebagaimana dikatakan Ilahi (dalam Salim, Dalam perspektif keuangan konven- 2009)

sional, khususnya fokus pada kesejah- Risiko dapat dieliminir melalui praktik teraan dan nilai, risiko didefinisikan sebagai

manajemen risiko. Perusahaan dapat me- volatilitas dari outcome yang tidak diharap-

milih untuk melakukan manajemen risiko kan yang berdampak pada assets, liabilities,

dalam dua cara fundamental yang berbeda, equity , dan earnings (Fatemi dan Luft, 2002),

yaitu (Gordon et al., 2009): (1) mengelola sedangkan dalam perspektif manajemen satu jenis risiko pada suatu waktu dan rekayasa, risiko merupakan konsep (traditional/silobased perspective), dan (2) negatif dengan konotasi kegagalan (down-

mengelola seluruh risiko secara holistik side ) (Coleman, 2007).

(enterprise/integrated/strategic risk mana- Risiko dipandang berhubungan positif

gement ). Manajemen risiko di bidang bisnis dengan pendapatan (return) (Sharpe, 1964; sebagaimana terjadi pada teori keuangan Lakonishok et al., 1994; Shihab, 2008; KEUL,

konvensional juga diterima oleh Islam 2009). Seorang investor dapat memperoleh (Siddiqi, 2010; Rosman, 2009) sebagai suatu expected rate of return lebih tinggi dengan cara untuk menjamin pemenuhan tujuan

Manajemen Risiko Berbasis Spiritual Islam... -- Khusnia, Salim, Hadiwidjojo, Syam

dan sasaran, yang akhirnya mendatangkan kebahagiaan (sa’adah) di dunia dan di akhirat.

Dalam perspektif Islam, risiko diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: (1) risiko akhirat dan (2) risiko dunia. Risiko akhirat terkait dengan neraka. Risiko dunia terkait dengan tujuan utama ketentuan syari’ah (maqashid asy-syari’ah) yang me- rupakan amanah dasar bagi kehidupan individu dan sosial yang tercermin dalam pemeliharaan pilar-pilar kesejahteraan umat manusia yang mencakup ‘panca kemaslaha- tan’ dalam maqashid asy-syari’ah. Dengan demikian apabila bisnis tidak dapat me- laksanakan fungsinya untuk memelihara dan menjaga maqashid asysyariah, maka bisnis tersebut identik dengan adanya risiko.

Terdapat banyak macam proses mana- jemen risiko yang ditemukan baik dalam literatur maupun jurnal ilmiah (Djojosoedasro, 2003; Merna dan Al-Thani, 2008; Rosman, 2010). Namun, pada dasarnya, proses manajemen risiko meliputi: (1) identifikasi risiko, (2) analisis/penilaian risiko, (3) monitoring risiko, dan (4) pe- laporan dan pengendalian risiko. Identifi- kasi risiko merupakan tahap paling krusial. Strategi manajemen risiko dilakukan me- lalui (Djojosoedarso, 2003): (1) penangan risiko (risk control), dan (2) pembiayaan risiko (risk financing). Penanganan risiko dijalankan dengan strategi: (a) menghindari risiko, (b) mengendalikan risiko sampai titik wajar, (c) memisahkan risiko, (d) melakukan kombinasi, dan (e) memindahkan risiko. Sedangkan pembiayaan risiko dijalankan dengan metode: (a) memindahkan risiko melalui asuransi, dan (b) melakukan retensi (menanggung sendiri risiko).

PANDANGAN ISLAM TENTANG BISNIS

Terdapat dua pertanyaan mendasar yang seharusnya dipertimbangkan bilamana seseorang mencoba untuk menganalisis

perilaku perusahaan dalam perspektif Islam (Mannan, 1992), yaitu: (1) kontribusi apa yang dihasilkan sebagai output peru- sahaan?, dan (2) siapa yang diuntungkan dengan adanya nilai tambah dari produk perusahaan?. Perilaku perusahaan dan manajemen serta tanggungjawabnya ter- hadap masyarakat dan komunitas tertentu ini dikenal sebagai fenomena yang dalam sistem Islam disebut sebagai “the Islamic governance works ” berdasar pada prinsip no- injury atau maslahah yang dikemukakan Bashir (dalam Azid, 2007).

Agar bisnis dapat berkembang, maka harus dikelola dengan baik. Rasulullah SAW telah memberikan contoh yang dapat diteladani dalam berbisnis yaitu: (1) Ke- jujuran, (2) Keadilan, (3) Barang atau produk yang dijual haruslah barang yang halal, baik dari segi dzatnya maupun cara mendapatkannya, dan (4) Tidak ada unsur penipuan. Selain itu, bisnis harus dilakukan berdasarkan etika. Etika bisnis dalam syari’ah Islam adalah akhlak dalam men- jalankan bisnis sesuai dengan nilai-nilai Islam dan sebagai rambu-rambu dalam melakukan transaksi agar tetap berjalan dalam koridor nilai-nilai Islam sehingga dalam melaksanakan bisnisnya tidak perlu ada kekhawatiran, sebab diyakini sebagai sesuatu yang baik dan benar (Zaroni, 2007; Hasan, 2009).

Penerapan etika bisnis disesuaikan dengan perkembangan zaman dan mempertimbangkan dimensi waktu. Ada empat pilar etika bisnis berdasarkan syari’ah Islam yang menjadi landasan Muslim dalam melakukan bisnis (Zaroni, 2007; Shihab, 2007), yaitu: (1) Tauhid, (2) Keseimbangan/keadilan, (3) Kehendak be- bas, dan (4) Pertanggungjawaban. Agar manusia dapat hidup sejahtera, kata kunci- nya adalah keberkahan. Upaya menggapai barokah (keberkahan) patut diupayakan pencapaiannya melalui perwujudan dan apliaksi Fathonah, Istiqomah, Amanah, dan Tawakal (FIAT) (Salim, 2009).

190 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 16, Nomor 2, Juni 2012 : 184 - 208

TUJUAN PERUSAHAAN DAN

(Ohlson, 1991), market to book value

KESEJAHTERAAN SOSIAL EKONOMI

(Bernard, 1993), Discounted Cash Flows Terdapat perbedaan tujuan utama peru-

(Brigham dan Ehrhard, 2005; Brigham dan sahaan dalam perspektif konvensional dan

Houston, 2006; KEUL, 2009), juga dapat Islam. Dalam perspektif konvensional, dilihat dari Economic Value Added (Sandoval tujuan utama perusahaan adalah memaksi-

dan Parraga, 2005). Selain itu, nilai peru- mumkan kesejahteraan pemegang saham sahaan dalam arti kinerja perusahaan juga (Brigham dan Ehrhard, 2005; Brigham dan

dapat diproxi menggunakan CEO’s capa- Houston, 2006) meskipun terkadang ter- bility (Nelson, 2005), sedangkan berdasarkan masuk juga dalam tujuan tersebut aspek syari’ah Islam dan budaya untuk keadilan sosial, etika, dan moral. Al Habshi (dalam

ekonomi, terdapat beberapa asas untuk Sheikh Abod et al., 1992) memper- menunjang tercapainya keadilan ekonomi, timbangkan bahwa tidak hanya keuntu- salah satunya adalah asas nilai tambah atau ngan, tujuan bisnis Islami seharusnya profit (Haq, 2002). Adanya nilai tambah adalah memaksimumkan falah.

yang diperoleh dari aktivitas ekonomi ini Filter moral dan perilaku bisnis secara

selanjutnya dapat digunakan sebagian un- Islami adalah wajar, dalam arti bahwa tuk kesejahteraan sosial yang merupakan dalam pencapaian keuntungan, guna me- nilai dasar dalam Islam. Perusahaan dapat maksimumkan kesejahteraan pemegang menciptakan nilai perusahaan jika mem- saham, dilakukan pada tingkat yang wajar

punyai nilai tambah, dan hanya perusahaan dan memuaskan, sehingga menghindari yang memperoleh keuntunganlah yang keuntungan yang berlebihan. Tindakan ini dapat menciptakan nilai tambah karena ke- merupakan norma perusahaan syari’ah, untungan yang diterima perusahaan masih karena preferensinya adalah untuk nilai-

tersisa setelah digunakan untuk menutup nilai moral dan etika bukan semata-mata seluruh biaya yang dikeluarkan perusahaan disebabkan alasan ekonomi (uang). Bahkan

sehubungan dengan aktivitas yang di- beberapa pakar merekomendasikan untuk lakukan dalam menghasilkan produk. memasukkan aspek lain seperti aspek sosial,

Dengan demikian, kemampuan perusahaan etika, dan moral, dalam merumuskan tujuan

untuk memperoleh keuntungan sekaligus perusahaan (Azid et al., 2008). Itulah se- bermakna kemampuan perusahaan dalam babnya, tujuan bisnis Islami disebut menciptakan nilai tambah, sedangkan ke- maslahah . Maslahah dasar manusia didasari

mampuan perusahaan untuk memperoleh oleh kebutuhan untuk mencapai kesejah- keuntungan itu merupakan kinerja mana- teraan individu dan sosial. Kesejahteraan jemen, sehingga pada penelitian ini yang sosial merupakan nilai Islam dasar (Ahmad,

dimaksud nilai perusahaan adalah kinerja 1997), sehingga bisnis Islam harus me- manajemen. letakkan kesejahteraan sosial sebagai

Selama ini kebanyakan perusahaan fondasi agar bisnis tersebut dapat berdiri menggunakan nilai tambah atau profit dengan kokoh dan dapat beroperasi secara

hanya sebagai ukuran dalam menilai kinerja berkelanjutan.

manajemen. Konsekuensi melihat kinerja manajemen hanya dari aspek ekonomi

NILAI PERUSAHAAN (KINERJA

(uang/laba) saja, banyak perilaku me-

MANAJEMEN)

nyimpang terutama oleh pihak manajemen. Dalam perspektif konvensional, nilai Perilaku manajemen yang utilitarian kerap

perusahaan selalu diukur dari Tobin’s Q melanggar etika yang berlaku di masya- (Chaur, 2005; Qi-Luo dan Toyohiko, 2005; de

rakat. Bahkan perilaku itu merusak tatanan Jong et al., 2005; Davies et al., 2005), harga

sosial, ekosistem alam, dan manusia itu pasar saham (Penman, 1992; Yang et al.,

sendiri. Sebaliknya, jika pengukuran kinerja 1985; Morck et al., 1988), nilai buku saham

melintasi batas dunia materi, maka perilaku

Manajemen Risiko Berbasis Spiritual Islam... -- Khusnia, Salim, Hadiwidjojo, Syam 191

menyimpang dapat dieliminasi dan bahkan mempertimbangkan lingkungan sebagai mendorong manusia untuk kembali ke Sang

pemangku kepentingan karena percaya Pencipta (Triyuwono, 2006). Oleh karena itu,

bahwa sebagai bagian dari tanggungjawab kinerja manajemen selain dinilai dalam sosial perusahaan yang proaktif dan per- perspektif uang (materi) juga dalam per- tumbuhan yang berkelanjutan, perusahaan spektif imateri. Kedua kinerja ini harus diharapkan memaksimumkan pemangku disejajarkan karena pada dasarnya setiap kepentingan selain pemegang saham ter- manusia terdiri dari dua unsur yaitu jiwa masuk lingkungan. Triyuwono (2007) dan raga. Keduanya harus selalu disejah- memiliki kepedulian yang besar terhadap terakan guna mencapai kebahagiaan yang pemangku kepentingan yang luas, meliputi : sempurna. Kinerja manajemen syari’ah (1) Tuhan, (2) manusia, dan (3) alam. dibagi dalam tiga perspektif, yaitu: (1)

Berkaitan dengan alam tempat peru- kesalehan keuangan, (2) kesalehan mental sahaan beroperasi, maka sesuai dengan dan sosial, dan (3) kesalehan spiritual, prinsip maslahah, Muslim tidak diper- ketiganya dipandang sebagai satu kesatuan

kenankan untuk melakukan aktivitas yang (Triyuwono, 2007).

dilarang (haram) seperti merusak lingku- ngan baik pada saat sekarang maupun

TEORI PEMANGKU KEPENTINGAN

untuk generasi berikutnya. Karenanya, Teori konvensional tentang pemangku Muslim sebagai individu maupun sosial kepentingan, mempunyai inti (Hilman et al.,

mempunyai kewajiban untuk melindungi 2001): (1) perusahaan mempunyai hubu- alam. Cara yang dapat dilakukan adalah ngan dengan kelompok konstituennya (pe-

memelihara pepohonan, mengembang- mangku kepentingan) dan proses pen- biakkan binatang, tidak melakukan akti- capaian yang diasosiasikan dengan kepenti-

vitas yang menimbulkan polusi, dan me- ngan hubungan ini, (2) kepentingan dari laksanakan tanggung-jawab sosial kepada seluruh pemangku kepentingan yang sah masyarakat. Untuk merealisasikan hal-hal mempunyai nilai, dan (3) fokus pada tersebut diperlukan pengembangan kesada- stakeholderds theory adalah pada peng- ran untuk menggunakan syari’ah sebagai ambilan keputusan manajerial. Kakabadse et

landasan dalam melakukan perlakuan etika al . (2005), berdasarkan teori stakeholders,

terhadap lingkungan, sehingga terjadi ke- mengkategorikan pemangku kepentingan seimbangan bagi perusahaan sebagai suatu sebagai: (1) external/internal stakeholders, (2) entitas dengan lingkungannya. primary /secondary stakeholders, (3) voluntary/

Berdasarkan pada kajian secara empiris involuntary stakeholders , dan (4) social/non-

dan teoritis, maka dapat disusun rerangka social stakeholders . Apabila diperhatikan, konseptual, sebagaimana divisualisasikan maka pengelompokkan pemangku kepenti-

pada Gambar 1.

ngan di atas tidak hanya fokus pada pe-

mangku kepentingan langsung yaitu pe- METODE PENELITIAN

megang saham. Namun, juga pemangku Penelitian ini merupakan penelitian kepentingan lain yang mempunyai relasi dengan pendekatan kualitatif meng- dengan bisnis, sehingga pada waktu gunakan paradigma postpositivist, teologis penentuan tujuan perusahaan harus meng-

(wahyu), dan intuitif. Penelitian ini gabungkan variabel sosial, budaya, moral, menggunakan metode interpretif dengan dan etika selain faktor ekonomi (profit/ perspektif studi kasus tipe single case. Setting uang) (Morrison, 2000). Hal ini dikarenakan

penelitian adalah bisnis di Ponpes Sunan sebuah perusahaan adalah sebagai bagian Drajat, Lamongan baik yang berlokasi di dari masyarakat yang mempunyai beberapa

dalam negeri (Lamongan) maupun di luar kewajiban moral dan etika. Selain itu, juga

negeri (Malaysia).

192 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 16, Nomor 2, Juni 2012 : 184 - 208

Manajemen

Dampak Kausal

Risiko pada

??? ??? Sunan Drajat

Bisnis di Ponpes

Gambar 1 Rerangka Konseptual

Penentuan informan dilakukan secara luwes

ANALISIS DAN PEMBAHASAN bergantung pada kebutuhan, sehingga Gambaran Setting Penelitian

jumlah informan yang akan dipilih di- Unit-unit bisnis di Ponpes Sunan Drajat lakukan secara sengaja (purposive), kemudi-

berlokasi di dalam negeri dan di luar negeri. an dilanjutkan dengan cara snowball, sampai

Unit bisnis yang berada di dalam negeri diperoleh titik jenuh. Instrumen penelitian

sebagian besar berada di Desa Banjaranyar, sesuai dengan pendapat Creswell (1994), Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, yaitu peneliti sendiri. Panduan wawancara

yaitu: (1) PT Sunan Drajat Lamongan (PT digunakan saat melakukan semi structured SDL), (2) Pembuatan Air Minum Dalam interview untuk mencegah adanya bagian Kemasan (AMDK) “Aidrat”, (3) Peternakan pokok yang terlupakan dalam wawancara Sapi & Kambing, (4) Pengembangan Jus tersebut. Urutan pengajuan pertanyaan Mengkudu “Sunan”, (5) BMT (Baitul Mal boleh tidak mengikuti urutan yang dibuat Wat Tamwil) Sunan Drajat, (6) Smesco mart, agar fleksibel dan tuntas dalam pembahasan

(7) Radio PERSADA FM 97.2 MHz, (8) suatu topik atau pemikiran sesuai dengan Sunan Drajat Televisi (SD TV), (9) Koperasi situasi di lapangan.

Pondok Pesantren (Koppotren), sedangkan Pengumpulan data dilakukan ber- unit bisnis Pondok Pesantren Sunan Drajat

dasarkan pendapat Creswell (1994), yaitu: (1) yang berada di luar negeri adalah Restoran observasi, (2) wawancara, (3) dokumentasi, dan

Sunan Drajat yang berada di Malaysia. (4) image visual. Setiap tipe pengumpulan data

Restoran ini tersebar di empat kota, tiga mempunyai kelebihan dan kekurangan, restoran berada di Kuala Lumpur, masing- namun dalam penelitian kualitatif dibutuhkan

masing berada di Kota Choukid, Kajang, multiple data collection (Creswell, 1994; Yin, dan Gombak, dan satu restoran berada di 2009), terutama menggunakan triangulasi Pulau Pinang. menurut Patton (dalam Yin, 2009). Guna menjaga keabsahan data, digunakan peme-

DESKRIPSI TENTANG INFORMAN

riksaan keabsahan data sebagai berikut Informan kunci pada penelitian ini (Emzir, 2010): (1) Derajat kepercayaan adalah Bapak KH Abdul Ghofur dan (credibility), (2) Keteralihan (transferability),

pengelola perusahaan. Selain itu, ditetap- (3) Kebergantungan (dependability), dan (4) kan juga informan dari pihak pemangku Obyekti vitas (confirmability). Analisis data

kepentingan yang selama ini berhubungan model interaktif Milles and Huberman dan bekerja sama dengan bisnis milik (Emzir, 2010), meliputi: (1) Data Collection,

Ponpes Sunan Drajat. Pemangku kepen- (2) data Reduction, (3) Data Display, dan (4)

tingan dimaksud antara lain pihak “wakil” Drawing/verifying.

karyawan, “wakil” pelanggan, “wakil” pesaing, dan “wakil” masyarakat. Penentu- an besar informan ini ditentukan melalui

Manajemen Risiko Berbasis Spiritual Islam... -- Khusnia, Salim, Hadiwidjojo, Syam 193

tiitk jenuh, dalam arti bilamana informan ini, yaitu risiko akhirat dengan ganjaran cenderung memberikan informasi yang neraka dan dunia tidak terjaganya maqashid berulang-ulang (redundan) dengan informasi

asy-syari’ah. Hal ini sesuai dengan pendapat yang telah diperoleh sebelumnya, maka Bapak Iwan: terdapat indikasi titik jenuh, sehingga

“Risiko itu ada dua, yaitu : (1) ingkar terhadap penggalian data diakhiri. Besar informan

agama, dan (2) kebangkrutan dalam arti tidak adalah 22 orang.

bisa mengembangkan harta. Temuan lapang juga menunjukkan bahwa

Pembahasan

risiko dipersepsikan berbeda-beda sebagai- Berdasarkan hasil eksplorasi, ditemu mana pendapat informan. Bapak Hilal

kan beberapa tema yang dijadikan sebagai

mengatakan:

bahan analisis. Tema-tema tersebut adalah: “Melakukan sesuatu dengan tingkat (1) manajemen risiko, (2) nilai-nilai Islam

keberhasilan tidak sampai 100 %. Jadi kita dalam bisnis dan manajemen risiko, (3)

harus menerima, meskipun tingkat keber- konsepsi fiqh mu’amalah terkait dengan

hasilannya kecil tetapi hal itu bisa bisnis dan manajemen risiko, dan (4)

berimplikasi pada keseluruhan”. penciptaan nilai perusahaan dan konteks Risiko juga dipersepsikan sebagai peluang sosial ekonomi. Analisis dilakukan terhadap

asal perusahaan dapat mengatasi risiko itu keempat tema tersebut secara parsial. dengan baik. Apabila ditinjau dari kontinum Selanjutnya analisis dilakukan secara holis-

risiko yaitu antara kegagalan (negatif) dan tik untuk menggiring kepada terbentuknya

peluang (positif), maka kontinum risiko ancangan framework manajemen risiko ber- pada bisnis di Ponpes Sunan Drajat lebih basis spiritual Islam.

condong kepada peluang, sebagai mana dikemukakan, Bapak Iwan:

Manajemen Risiko

“Tapi seluruh risiko itu akan bisa menjadi Dalam perspektif perusahaan, risiko

peluang apabila istilahnya kita olah risiko tertinggi adalah kebangkrutan dan dalam

tersebut”.

persepktif umum, risiko tertinggi berkaitan Bapak Anwar memandang risiko sebagai dengan akhirat, sedangkan risiko dunia ter-

suatu kerugian:

kait dengan tujuan utama ketentuan “......perkara risiko dipikir belakangan, syari’ah (maqashid asy-syari’ah) yang me-

masalah rugi, kita bisa belajar dari risiko itu rupakan amanah dasar bagi kehidupan kemudian kita bisa menata agar lebih baik

lagi”.

individu dan sosial yang tercermin dalam Persepsi pengelola terhadap risiko ini

pemeliharaan pilar-pilar kesejahteraan umat berbeda dengan kebanyakan definisi risiko manusia yang mencakup ‘panca kemasla- baik dalam perspektif keuangan konven-

hatan’, meliputi: (1) menjaga agama (hifdh al- sional maupun dalam perspektif manajemen

din ), (2) menjaga jiwa/kehidupan (hifdh an- dan rekayasa. Hasil penelitian ini me- nafs ), (3) menjaga alat reproduksi (hifdh an- nyuarakan adanya sunnatullah terhadap

nasl ), (4) menjaga akal (hifdh al-‘aqal), dan (5) segala peristiwa yang terjadi di dunia,

menjaga harta (hifdh al-mal). Terjaganya dengan memandang risiko dari sudut maqashid asy-syari’ah menjadi ukuran adanya pandang negatif berupa kerugian dan tidak

risiko atau tidak. Jadi kalau maqashid asy- tercapainya target. Namun, risiko juga bisa

syari’ah yang di bawah tidak terjaga tetapi merupakan hal positif berupa peluang yang yang di atas terjaga, maka tidak akan apabila dapat dimanfaatkan akan mem-

mendapat risiko. Sebaliknya apabila harta berikan hasil yang luar biasa. Sementara

terjaga namun, maqashid asy-syari’ah di dalam literatur mendefinisikan risiko atasnya tidak terjaga, maka manusia sebagai konsep yang condong kepada

menderita kerugian (menanggung risiko). sesuatu yang negatif dan berkonotasi

Konsekuensinya, praktik manajemen risiko harus mengacu kepada dua demensi risiko

194 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 16, Nomor 2, Juni 2012 : 184 - 208

kegagalan (Coleman, 2007). Hal ini dikata- kan oleh bapak Anwar bahwa:

“.....yang penting usaha dulu, risiko dipikir belakangan. Orang belum bekerja sudah takut risiko, maka orang itu tidak akan maju. Temuan lapang juga menunjukkan

bahwa penilaian terhadap risiko tidak berbeda dengan pandangan Islam. Islam selain memandang risiko sebagai suatu penderitaan (hardship), yang tidak di- inginkan bagi kepentingan dirinya sendiri, juga menghubungkannya dengan keberuntu ngan yang dihubungkan dengan perolehan rizki. Dalam upaya memperoleh rizki, bisnis di Ponpes Sunan Drajat sudah melalui kesepuluh pintu pembuka rizki sebagai- mana dikemukakan Salim (2009). Hal ini tercermin salah satunya dari upaya tidak pernah menyerah yang dilakukan Bapak KH Abdul Ghofur dan seluruh pengelola bisnis di Ponpes Sunan Drajat untuk mencapai maslahah yang menjadi tujuan utama didirikannya bisnis, walaupun diakui untuk mencapai tujuan tersebut tidak sedikit kendala yang dihadapi. Kalaupun pada akhirnya terdapat kendala yang memang betul-betul tidak dapat diatasi, maka ikhlas dan tawakal adalah jalan keluar yang dirasa paling baik, karena manusia hanya dapat melakukan proses menuju tercapainya tujuan tetapi hasilnya diserah- kan kepada Allah SWT semata. Hal ini sesuai dengan pendapat Al-Suwailem (2000) bahwa risiko harus dipahami sebagai akibat dari bisnis, tetapi akibat itu tidak boleh terjadi karena mengerjakannya tidak serius. Jadi bisnis harus tetap dijalankan dengan serius dan sesuai tuntunan Islam, namun hasilnya diserahkan kepada Allah SWT semata. Konsep Ikhlas dan tawakal inilah yang membedakan sikap pengelola bisnis di Ponpes Sunan Drajat dengan bisnis lainnya dalam menyikapi segala kemungkinan yang terjadi dalam menata bisnis sebagai dampak munculnya risiko, sehingga membawa konsekuensi strategi mengeliminir risiko yang berbeda pula.

Temuan lapang juga menunjukkan bahwa risiko dikonstruk berdasarkan

budaya sama dengan hasil penelitian Mohammed (2010), akan tetapi budaya pada hasil penelitian Mohammed (2010) adalah budaya takut terhadap risiko dan risiko dipersepsikan sebagai sesuatu yang murni berkonotasi negatif. Sebaliknya, persepsi pengelola bisnis di Ponpes Sunan Drajat, budaya yang dimaksud adalah budaya tidak takut terhadap risiko bahkan munculnya risiko dianggap sebagai peluang untuk meraih sukses karena disadari sepenuhnya bahwa risiko itu bisa muncul dalam aktivitas apapun yang dilakukan, bahkan ketika makanpun juga kemungkinan ter- kena risiko. Pernyataan di atas menunjuk- kan bahwa pengalaman pribadi seseorang juga memegang peranan yang penting dalam menerima risiko. Penemuan inilah yang oleh William, et al. (2003) berkenaan dengan aspek idiosyncratic dari risiko, seperti pengalaman yang merupakan isu individualistik yang tidak sama antara satu orang dengan orang lain, sehingga mem- pengaruhi persepsinya terhadap risiko. Risiko-risiko yang muncul pada bisnis di Ponpes Sunan Drajat, dikelompokkan kedalam risiko bisnis, risiko keuangan, risiko spititual (tidak menjalankan bisnis sesuai dengan syari’ah dan nilai-nilai Islam), dan risiko lain-lain (risiko politik dan negara). Risiko spiritual merupakan jenis risiko utama yang terjadi di bisnis Ponpes Sunan Drajat dan merupakan temuan dari penelitian ini. Tekanan kepada risiko spiritual dikarenakan misi didirikannya bisnis adalah maslahah, dengan keyakinan bahwa berbisnis adalah ibadah, sehingga bisnis yang berkembang pesat tetapi tidak dapat memberi maslahah merupakan bentuk kerugian dalam bisnis dan sekaligus merupakan risiko terbesar bagi bisnis di Ponpes Sunan Drajat. Hal ini diungkapkan oleh Bapak Iwan:

“...... mungkin karena mereka itu adalah santri yang punya kewajiban ngaji, punya kewajiban kuliah atau sekolah, sehingga kita harus menyesuaikan dengan waktu kosong mereka, lha hitung-hitungan seperti itu jelas kita akan rugi karena apa? cost kita akan

Manajemen Risiko Berbasis Spiritual Islam... -- Khusnia, Salim, Hadiwidjojo, Syam 195

tinggi, terlalu besar, hasil produksi/ pengendalian internal yang terpadu dan kuantitasnya tidak akan maksimal karena

komprehensif, serta pembuatan profil risiko. jamnya sedikit sekali, profit tergantung dari

Sebagai akibatnya, belum dapat melaporkan operasional. Operasional tetap hasil kita itu

minim tidak bisa maksimal, mungkin dari potensi risiko secara lebih dini dan rinci.

hitungan bisnis itu risiko bisnis bila kita Proses manajemen risiko pada bisnis di melakukan bisnis di dalam pesantren”. Ponpes Sunan Drajat merupakan perpaduan

Risiko yang muncul pada bisnis di antara framework yang dikemukakan White Ponpes Sunan Drajat juga dapat di (1996) dan Djojosoedarso (2003), namun kelompokkan ke dalam risiko yang dapat didasari dengan niat yang kuat semata- diprediksi dan risiko yang tidak dapat mata karena Allah SWT dan adanya diprediksi. Pengelompokkan ini sesuai kekuatan spiritual yaitu khusnuzhzhan (ber- dengan Al-Suwailem (2000), yaitu: (1) pasive

prasangka baik) kepada Allah SWT bahwa risk (risiko yang tidak dapat diprediksi), dan

sebesar apapun risiko yang ada diyakini (2) reponsive risk (risiko yang dapat pasti dapat dieliminir. Dengan demikian,

diprediksi). Risiko yang tidak dapat di- framework manajemen risiko pada bisnis di prediksi sebagian besar muncul pada unit

Ponpes Sunan Drajat dilaksanakan melalui bisnis pertambangan yang sangat ber- tahapan: (1) niat, (2) identifikasi risiko, (3)

gantung pada cuaca dan ketidakpastian analisis dan penilaian/pengukuran risiko, kadar hasil tambang, sehingga diibaratkan (4) evaluasi dan tindakan risiko, (5) seperti “orang main judi”, sebagaimana monitoring risiko dan pelaporan risiko. dikatakan Bapak Anwar:

Niat ini merupakan esensi dalam “Risiko alam khusus untuk pertamba-

praktik manajemen risiko pada bisnis di ngan.....Main posphat seperti orang main

Ponpes Sunan Drajat dan sangat penting judi, namanya tambang kadang atasnya batu,

ditempatkan pada tahap pertama me- bawahnya posphat, keuntungan bagi

ngingat segala sesuatu yang dilakukan tidak perusahaan berlipat-lipat. Kadang atasnya

diperbolehkan mempunyai niat lain-lain, bagus di bawahnya jelek, dibawa ke Lab, spek

tidak masuk, rugi.” kecuali untuk mencari ridha Allah SWT dan

Kedua kondisi inilah yang sering memberi maslahah untuk diri sendiri dan dialami yang mengantarkan adanya unsur

orang lain, sehingga bisnis dapat mem- “luck” (keberuntungan). Cuaca juga menjadi

peroleh barokah dari Allah SWT. Adanya sumber risiko seperti ditegaskan oleh Bapak

kekuatan niat yang ikhlas dan adanya Anwar :

kekuatan spiritual merupakan pembeda “Hujan tidak bisa nambang, pertambangan

dengan framework manajemen risiko pada akan macet, kadar air tinggi, kerugian besar,

umumnya baik dalam perspektif kon- kan alat berat rental, belum lagi truck yang

vensional maupun Islam. Adanya ke- benar-benar nganggur, rugi karena tidak bisa

kuatan spiritual dalam praktik manajemen memprediksi cuaca. Dampak cuaca terhadap

risiko dapat diperoleh dari beberapa pupuk banyak, macetnya karena banjir di

informan. Bapak Iwan menjelaskan bahwa: mana-mana, tidak ada pemupukan”.

“Jadi evaluasi yang pertama dipikirkan Praktik manajemen risiko pada bisnis di

sebelum melakukan usaha yaitu Ponpes Sunan Drajat menggunakan

khusnuzhzhan, mengetahui potensi atau pendekatan tradisional. Hal ini terungkap

prospek. ....”

karena setiap unit bisnis melaksanakan Temuan lapang ini sesuai dengan manajemen risiko secara sendiri-sendiri atau

pendapat Hasan (2009), bahwa orientasi parsial terhadap berbagai jenis dan sifat keberkahan hanya dapat dicapai melalui risiko yang muncul, meskipun diakui belum

dua syarat, yaitu: (1) niat yang ikhlas, dan dilaksanakan secara formal dan belum (2) cara melakukan sesuai dengan tuntunan sampai pada tataran membentuk kerangka

syari’ah, ini merupakan pintu mencapai sistem manajemen risiko dan struktur ridha Allah. Niat juga menjadi standar untuk

196 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 16, Nomor 2, Juni 2012 : 184 - 208

menilai suatu aktivitas dan kerja sebagai merupakan risiko utama, karena itu, praktik amal Islami atau bukan (Djalalludin, 2007).

manajemen risiko lebih memprioritaskan Segala sesuatu yang dilakukan tanpa niat, risiko spiritual dibandingkan dengan risiko maka usaha tersebut akan sia-sia. Bapak operasional, risiko keuangan, dan risiko Iwan mengatakan:

lain-lain (politik dan negara). Keberhasilan “Konsep aslinya saya rasa bisa diniati secara

mengeliminir risiko, utamanya risiko positif. Jadi disini disaat melakukan sesuatu

spiritual dapat diidentikkan dengan ke- itu harus kita fikirkan langkah-

berhasilan bisnis dalam mencapai tujuan langkahnya......Namun, sebelum kita me-

yaitu maslahah.

rencanakan sesuatu dengan sungguh- sungguh dan akan kita realisasikan, di sinilah

PP1.2: Proses manajemen risiko meng sebenarnya nilai-nilai niat. ........ Niat adalah

ikuti pendekatan tradisional. Namun, sebuah payung. Di sini yang paling kuat

diawali dengan niat yang baik yang adalah niat. Niat itu kuat dikarenakan kita

merupakan esensi dalam praktik mana- itu melihatnya prospek atau tidak. Kita yakin

jemen risiko dan ada kekuatan spiritual bahwa Allah tidak akan memberikan cobaan

yaitu khusnuzhzhan kepada Allah SWT. lebih dari kemampuan kita. Jadi tetap ada

Proses ini diyakini sebagai proses mana- proses itu namun semata-mata tidak

dilakukan di awal. Inilah yang perlu jemen risiko yang relevan dengan bisnis

digarisbawahi”. yang dioperasikan di Ponpes Sunan Drajat

Strategi manajemen risiko dilakukan dan dapat menghasilkan kinerja manajemen dengan menanggung sendiri risiko yang yang memadukan unsur materi dan muncul karena terdapat beberapa risiko immateri. Oleh karena itu, strategi mana- yang memang sengaja tidak dieliminir, jemen risiko lebih mengarah kepada biaya seperti tidak optimalnya jam kerja karyawan

dan manfaat (cost dan benefit) dibandingkan yang kebanyakan berasal dari santri di dengan biaya dan pendapatan (cost and

Ponpes Sunan Drajat, karena tujuan return ). Dengan demikian, dapat dikatakan pendirian bisnis salah satunya juga sebagai

bahwa manajemen risiko pada umumnya, ajang workshop kewirausahaan bagi para mewarnai praktik manajemen risiko pada

santri, sehingga nilai yang tercipta dari bisnis yang beroperasi berbasis nilai-nilai praktik manajemen risiko lebih me- Islam di pondok pesantren. mentingkan nilai manfaat dibanding nilai Nilai-Nilai Islam Sebagai “Bingkai”

ekonomi. Inilah salah satu cara untuk Dalam Bisnis dan Praktik Manajemen mengeliminir risiko spiritual yang diklaim Risiko

sebagai risiko utama bagi bisnis di Ponpes Nilai-nilai Islam yang membingkai Sunan Drajat. Selain itu, upaya meminim-

bisnis di Ponpes Sunan Drajat dapat kan hutang sebetulnya juga merupakan dikelompokkan menjadi dua, yaitu nilai strategi mengeliminir risiko keuangan substansial dan nilai instrumental. Temuan

karena dapat meminimumkan biaya lapang menunjukkan bahwa maslahah kebangkrutan dan risiko gagal bayar. merupakan nilai Islam dasar didirikannya Strategi manajemen risiko pada bisnis di bisnis di Ponpes Sunan Drajat yang Ponpes Sunan Drajat sesuai dengan ditujukan untuk kesejahteraan sosial bagi sebagian strategi manajemen risiko yang umat. Hal ini sesuai dengan pendapat Azid, dikemukan oleh Djojosoedarso (2003).

et al . (2008), P3EI (2008), dan Ahmad (1997). Berdasarkan uraian di atas, maka dapat

Maslahah selanjutnya menjadi fondasi disusun proposisi penelitian (PP) sebagai diterapkannya nilai-nilai Islam lainnya berikut:

dalam pengelolaan bisnis di Ponpes Sunan PP 1.1: Dibandingkan dengan risiko Drajat. Bapak Iwan mengatakan:

operasional, risiko keuangan, dan risiko “Maslahah itu anfauhum linnas artinya, lain-lain (politik dan negara), risiko spiritual

memberikan manfaat sebanyak-banyaknya,

Manajemen Risiko Berbasis Spiritual Islam... -- Khusnia, Salim, Hadiwidjojo, Syam 197

khususnya manusia, .........“Bisnis yang tidak Bapak H Mustadjab mengakumulasi maslahah bukan bisnis yang Islami”.

penjelasan tentang nilai-nilai Islam dalam Barokah merupakan nilai substansial bisnis dengan mengatakan :

yang ingin dicapai bisnis di Ponpes Sunan “Kalau kerja tekun, disiplin insya Allah Drajat. Nilai-nilai ini menjadi pilar bagi

sukses....... Semua itu dikembalikan ke Allah, kokohnya bangunan bisnis Islami di Ponpes

kita diwajibkan berusaha tapi hasilnya Allah Sunan Drajat dengan fondasi maslahah dan

yang menentukan. Yang penting kita harus beratap barokah. Barokah menurut Bapak

jujur, isthiqomah, kita tiap hari minta kepada Iwan adalah: Allah. Ya Allah semoga kita dapat rejeki yang barokah. Sedikit yang penting barokah”.

“Sebenarnya barokah itu lebih kepada suatu pemberian dari Tuhan yang mungkin

Bapak Buyung juga menyadari perlu- pemberian tersebut tidak bisa kita nalar dan

nya nilai-nilai Islam dalam menjalankan tidak memiliki definisi secara pasti, barokah

bisnis :

itu sebenarnya dapat kita rasakan, namun “Nilai-nilai islam itu pasti ada, akan tetapi untuk kita ungkapkan itu susah......... Bisa

karena kita berada di bawah naungan Pondok juga barokah itu lebih, azziadah, ada