2.1. Self-Esteem 2.1.1. Pengertian Self-Esteem - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Kemampuan Penguasaan Musik dengan Self-Esteem Ditinjau dari Jenis Kelamin pada Siswa Sekolah Dasar Kristen 04 Yayasan Pendidikan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Dalam setiap penelitian ilmiah tinjauan pustaka penting untuk
diuraikan sebagai dasar dalam membangun konstruk teoritik dan
sebagai tolak ukur untuk membangun kerangka berpikir serta
menjadi sumber untuk menyusun hipotesis penelitian. Sehubungan
dengan hal tersebut, dalam bab ini akan diuraikan teori yang
mendasari pembahasan yang terdiri dari pengertian, aspek-aspek
variabel

bebas

(independent

variable)

adalah

kemampuan


penguasaan musik (X), dan Self-esteem (harga diri) (Y) yang
memenuhi variabel terikat (dependent variable) dengan variabel
moderator yaitu jenis kelamin.
2.1. Self-Esteem
2.1.1. Pengertian Self-Esteem
Ada pernyataan yang menyatakan bahwa harga diri merupakan
tindakan untuk mencapai keberhasilan atau kompetensi, harga diri
tergantung pada dua hal: individu, keinginan atau aspirasi yang
disebut pretensi, dan atau kemampuannya untuk mewujudkan
mereka, yang pada gilirannya memerlukan kompetensi. Pernyataan
tersebut dijelaskan oleh James (1983), sebagai berikut that price
action seen from it is determined that the actions were successful or
competent. In this case, we see that self-esteem depends on two
things: Individuals, desire or aspiration called pretension, and or
the ability to realize them, which in turn requires competence;
Definisi James cenderung berfokus pada hasil perilaku dan tingkat

10

11


dari perbedaan antara seseorang “ideal” diri dan “nyata” diri.
Kompetensi dalam bidang yang penting bagi seorang individu
mengingat sejarah perkembangannya, karakteristik kepribadian,
nilai-nilai, dan lain sebagainya. Sebaliknya, kompetensi umum atau
derajat bahkan tinggi sukses di daerah yang tidak penting bagi
individu tertentu tidak selalu berhubungan dengan harga diri ketika
didefinisikan dengan cara ini. Self esteem adalah evaluasi diri
menurut James (dalam Baron, 2003). Sementara itu, penilaian
terhadap diri

positif

adalah menerima diri

atau memiliki

penghargaan yang baik terhadap diri sendiri, maka individu tersebut
memiliki self-esteem yang tinggi ( Frey & Carlock, 1984).
2.1.2. Teori Self-Esteem

Pada suatu kesempatan Minchinton (1993), menyatakan
bahwa self-esteem adalah penilaian terhadap diri sendiri, jadi dapat
dikatakan bahwa harga diri merupakan suatu pedoman yang
didasarkan pada kekuatan penerimaan diri dan perilaku dia sendiri
ataupun sebaliknya. Apa yang disebut sebagai perasaan mengenai
diri sendiri atau dapat juga dideskripsikan sebagai penghormatan diri
sendiri atau perasaan mengenai diri yang berdasarkan pada
keyakinan mengenai apa dan siapa diri sebenarnya. Self-esteem
merupakan kombinasi yang berhubungan dengan karakter dan
perilaku dan merupakan inti diri yang dibangun dalam hidup.
Perasaan mengenai diri sendiri dapat memengaruhi bagaimana cara
berhubungan dengan orang lain.
Branden

(1992),

menyatakan

self-esteem


merupakan

kepercayaan diri pada kemampuan individu dalam manghadapi

12

tantangan kehidupan, keyakinan akan dirinya memiliki hak untuk
bahagia, perasaan berharga, berjasa, berhak untuk menyatakan
kebutuhan dan keinginannya dan menikmati buah dari usahanya.
Senada dengan itu, Gufron (2010) menjelaskan bahwa harga diri
merupakan hasil penilaian yang dilakukannya dan perlakuan orang
lain terhadap dirinya dan menunjukan sejauh mana individu
memiliki rasa percaya diri serta mampu berhasil dan berguna.
Sejalan dengan itu, Frey & Carlock (1984) menyatakan bahwa
harga diri adalah penilaian tinggi atau rendah terhadap diri sendiri
yang menunjukkan bahwa sejauh mana individu itu meyakini
dirinya sebagai individu yang mampu, penting, dan berharga yang
berpengaruh dalam perilaku seseorang. Kesadaran tentang diri dan
perasaan terhadap diri sendiri itu akan menimbulkan penilaian
terhadap diri sendiri, baik positif maupun negatif. Apakah mereka

menerima atau menolak diri inilah yang menunjukan harga diri
seseorang. Jika penilaiannya terhadap dirinya positif atau dengan
kata lain bahwa ia menerima diri, atau memiliki penghargaan yang
baik terhadap dirinya, maka individu tersebut memiliki self-esteem
yang tinggi atau sebaliknya.
Ada ungkapan menyatakan bahwa tanpa self-esteem yang
sehat, individu akan sulit untuk mengatasi tantangan hidup dan
merasakan kebahagiaan dalam hidupnya. Pernyataan tersebut
dinyatakan oleh; Branden (2007), equipped explained that without a
healthy self-esteem, individuals will find it difficult to cope with life's
challenges and to feel the happiness in his life.
Selanjutnya,
memperoleh

siswa

prestasi

yang


memiliki

belajar

yang

self-esteem

positif

memuaskan

(Hore

13

dalam//www.educationworld.com/a_ urr/shore/shore095.shtml,
2007) dalam salah satu artikelnya menyatakan bahwa self-esteem
berpengaruh pada prestasi belajar siswa. Rendahnya self-esteem
dapat menurunkan hasrat belajar, mengaburkan fokus pikiran dan

takut mengambil risiko. Sebaliknya, self-esteem yang positif dapat
membangun pondasi kokoh untuk kesuksesan belajar.
Anak yang memiliki self-esteem tinggi mampu bertindak
mandiri, bertanggungjawab, menghargai hasil kerjanya, tingkat
frustasi

rendah,

senang

dengan

tantangan

baru,

mampu

mengendalikan emosi positif maupun negatif, dan tidak segan-segan
menawarkan bantuannya kepada orang lain. Sebaliknya, anak

dengan self-esteem rendah akan menolak kehadiran sesuatu yang
baru, merasa tidak dicintai dan tidak diinginkan, lebih sering
menyalahkan orang lain atas kesalahannya sendiri, secara emosional
merasa berbeda dengan orang lain, tidak mampu mengendalikan
tingkat frustasinya, enggan menunjukkan bakat dan kemampuannya,
dan mudah terpengaruh.
2.1.3. Aspek-Aspek Self-Esteem
Ada ungkapan yang menyatakan bahwa self-esteem bukan
sifat atau aspek tunggal saja, melainkan sebuah kombinasi dari
beragam sifat dan perilaku. Pernyataan tersebut di jelaskan oleh
Minchinton (1993) “self-esteem is not the nature of the or aspect
only a single, but a combination of multiple personality and
behavior”; Minchinton menjabarkan tiga aspek self-esteem, yaitu
perasaan mengenai diri sendiri, perasaan terhadap hidup, serta
hubungan dengan orang lain.

14

1.


Perasaan mengenai diri sendiri seseorang haruslah menerima
dirinya secara penuh, apa adanya. Mampu menilai diri kita
sebagai manusia. Dengan begitu, perasaannya tentang dirinya
sendiri tidak bergantung pada kondisi eksternal. Apapun yang
terjadi kita dapat merasa nyaman dengan diri kita sendiri dan
dapat menilai keunikan yang ada di dalam diri kita. Ada di
dalam diri kita tanpa menghiraukan karakter atau kemampuan
yang kita punya.

2.

Perasaan terhadap hidup. Perasaan terhadap hidup menerima
tanggung jawab atas sebagian hidup yang dijalaninnya.
Maksudnya,

seseorang

dengan

self-esteem


tinggi

akan

menerima realita dengan lapang dada dan tidak menyalahkan
dengan keadaan hidup ini atau orang lain atas segala masalah
yang dihadapinya.
3.

Hubungan dengan orang lain. Seseorang dengan toleransi dan
penghargaan yang sama terhadap semua orang berarti memiliki
self-esteem yang bagus. Ia percaya bahwa setiap orang termasuk
dirinya mempunyai hak yang sama dan patut dihormati. Oleh
sebab itu, seseorang dengan self-esteem tinggi mampu
memandang hubungannya dengan orang lain secara lebih
bijaksana. Saat seseorang merasa nyaman, ia pun akan
menghormati orang lain sebagaimana adanya mereka.

Aspek- Aspek self-esteem menurut Tafarodi dan Swann (2001) :

mengelompokan menjadi 2 aspek self-competence dan self-liking
1.

Self-competence merupakan penilaian pengalaman diri tiap
individu sebagai suatu hasil dari latihan-latihan yang telah

15

dilakukan. Penilaian ini mengacu kepada seluruh orientasi
positif maupun negatif terhadap diri sendiri sebagai sumber
kekuatan dan juga efikasi. Kompetensi diri berkaitan erat
dengan kekuatan dan efikasi, tetapi menurut Bandura,
kompetensi diri berbeda dengan efikasi diri. Efikasi diri
menurut Bandura (dalam Tafarodi & Swann, 2001) adalah
keyakinan seseorang mengenai kemampuan mereka untuk
melakukan kontrol atas peristiwa-peristiwa yang mengendalikan
kehidupan mereka. Sejalan dengan hal tersebut, self-competence
adalah penilaian individu bahwa dirinya memiliki kemampuan,
mampu bertindak efektif dan mengontrol diri sendiri. Individu
dengan kompetensi diri yang tinggi memiliki karakter afektif
dan penilaian yang positif terhadap dirinya.
2.

Self-liking merupakan bagian dari self-esteem yang secara sosial
terkait. Dimana proses itu muncul untuk memandang diri sendiri
seperti penilaian yang digambarkan orang lain. Menurut
Damon, Hart, Popper, & Eccles (dalam Tafarodi & Swann,
1995) penilaian itu menginternalisasi sebagai kemampuan
individu untuk memandang dan menilai dirinya sebagai individu
sosial yang berkembang. Self-liking merupakan penilaian afektif
kita tentang diri kita, persetujuan atau ketidaksetujuan diri
terhadap dirinya sendiri, sebagai hasil nilai internalisasi nilai
sosial.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek self-

esteem yang penulis gunakan adalah menurut Minchinton (1993)
oleh karena merupakan kombinasi dari beragam sifat dan perilaku

16

individu, sedangkan

aspek self-esteem yang lain hanya melihat

kepada diri sendiri. Penilaian terhadap diri sendiri melalui selfcompetence (kemampuan diri) dan juga self-liking (menyukai diri).
Dimana, self-competence merupakan evaluasi diri secara positif
maupun negatif terhadap kemampuan yang dimilikinya dan
berkaitan erat dengan kekuatan individu yang menjadi sumber
keberhasilanya. Kemudian aspek self-liking hanya untuk melihat
dirinya.
2.1.4. Faktor-faktor Yang Memengaruhi Self-Esteem
1) Faktor jenis kelamin. Menurut Ancok, dkk. (1988) bahwa
wanita selalu merasa harga dirinya lebih rendah dari pria seperti
perasaan kurang mampu, kepercayaan diri yang kurang mampu,
atau merasa harus dilindungi. Hal ini mungkin terjadi karena
peran orang tua dan harapan-harapan masyarakat yang berbedabeda baik pada pria maupun wanita. Pendapat tersebut sama
dengan penelitian dari Coopersmith (1967) yang membuktikan
bahwa harga diri wanita lebih rendah dari pria.
2) Inteligensi (Intelligence). Menurut kamus Lenglap Psikologi
Chaplin

(2011)

Inteligensi

penguasaan

musik

adalah

kemampuan menggunakan konsep abstrak secara efektif dan
kemampuan memahami pertalian-pertalian dan belajar dengan
cepat sekali. Kaitannya Inteligensi dan kemampuan penguasaan
musik, itu di dukung dengan (Source: Thirteen ed-online, 2004)
Gardner’s Theory of Multiple Intelligences pada item yang ke 5
Musik inteligensi. Contohnya kemampuan untuk menghasilkan
irama

musik yang benar, bernyanyi yang baik dan dapat

17

menguasai instrument musik. Sementara itu, kaitannya dengan
self-esteem,

dalam

kamus

tersebut

mengartikan

bahwa,

Inteligensi adalah kemampuan menghadapi dan menyesuaikan
diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif.
3) Kondisi

fisik.

Coopersmith

(1967)

menemukan

adanya

hubungan yang konsisten antara daya tarik fisik dan tinggi
badan dengan harga diri. individu dengan kondisi fisik yang
menarik cenderung memilki harga diri yang lebih baik
dibandingkan dengan kondisi fisik yang kurang menarik
4) Lingkungan keluarga. Coopersmith (1967) berpendapat bahwa
perlakuan adil, pemberian kesempatan untuk aktif, dan
mendidik yang demokratis akan membuat anak mendapat harga
diri yang tinggi. Berkenaan dengan hal tersebut, Savary (1994)
sependapat bahwa keluarga berperan dalam menentukan
perkembangan harga diri anak. Orang tua yang sering
memberikan hukuman dan larangan tanpa alasan dapat
menyebabkan anak merasa tidak berharga
5) Lingkungan sosial. Menurut Coopersmith (1967) ada beberapa
ubahan dalam harga diri yang dapat dijelaskan melalui konsepkonsep kesuksesan, nilai, aspirasi dan mekanisme pertahan diri.
Kesuksesan tersebut dapat timbul melalui pengalaman dalam
lingkungan, kesuksesan dalam bidang tertentu, kompetisi, dan
nilai kebaikan.

18

2.2. Kemampuan Penguasaan Musik
2.2.1. Pengertian Kemampuan
Kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kuasa (bisa,
sanggup) melakukan sesuatu , sedangkan kemampuan berarti
kesanggupan, kecakapan, kekuatan (Tim Penyusun Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 1989). Kemampuan (ability) berarti kapasitas
seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu
pekerjaan. (Robbins & Judge, 2009). Pengertian Kemampuan adalah
menunjukkan potensi orang untuk melaksanakan tugas atau
pekerjaan. Kemampuan itu mungkin dimanfaatkan atau mungkin
juga tidak. Kemampuan berhubungan erat dengan kemampuan fisik
dan mental yang dimiliki orang untuk melaksanakan pekerjaan dan
bukan yang ingin dilakukannya (Gibson, 1994).
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
kemampuan adalah kesanggupan atau kecakapan seorang individu
dalam menguasai suatu keahlian dan digunakan untuk mengerjakan
beragam tugas dalam suatu pekerjaan.
Lebih lanjut, Robbins & Judge (2009) menyatakan bahwa
kemampuan keseluruhan seorang individu pada dasarnya terdiri atas
dua kelompok faktor, yaitu :
a.

Kemampuan

intelegensi

(intelectual

Ability),

merupakan

kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai
aktifitas mental (berpikir, menalar dan memecahkan masalah).
b.

Kemampuan fisik (physical Ability), merupakan kemampuan
melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, keterampilan,
kekuatan dan karakteristik serupa.

19

2.2.2. Teori Kemampuan Penguasaan Musik
Kemampuan penguasaan musik di awali dengan aktivitas
musik, oleh karena aktivitas musik merupakan kegiatannya, dimana
seseorang yang banyak melakukan aktivitas musik secara rutin akan
membuat mereka mempunyai rasa percaya diri serta kemampuan
menguasai

musik

baik

praktek

maupun

teoritis.

Untuk

meningkatkan musikalitas anak. Dengan demikian Alat ukurnya
dapat dilihat dari perkembangan presentasinya. Musikalitas yang
dimaksud disini didasarkan pada landasan teori tentang musik dalam
pendidikan (music in education), dan bukan semata-mata pendidikan
musik (music education) seperti yang sudah dikenal selama ini,
karena pendidikan musik lebih menitikberatkan pada kemampuan
anak untuk menguasai alat musik. Kesalahan yang sering terjadi
selama ini adalah menganggap bahwa pendidikan musik berupa
pengetahuan tentang notasi musik, sementara dasar-dasar musik
yang disebut musikalitas (rasa musikal) lebih banyak terabaikan.
Selanjutnya Anak yang mempunyai kemampuan musikal yang baik
berarti memiliki keterampilan bermain musik yang baik pula. Seperti
yang dikatakan George & Hodges (dalam Djohan, 2009) bahwa
kemampuan musikal adalah kepekaan untuk merespon atau
sensifisitas stimuli musikal yang di dalamnya termasuk apresiasi dan
pemahaman musik tanpa harus memiliki keterampilan memainkan
alat musik.
Pendapat lain yang dikemukakan oleh Hallam ( 2006) yaitu:
kemampuan musikal dianggap berkaitan dengan kepekaan irama,
diikuti oleh kemampuan untuk memahami dan menafsirkan
musik,pikiran dan (perasaan melalui ekspresi nada, mampu

20

berkomunikasi melalui suara, motivasi untuk terlibat dengan musik,
dan mampuberhasil terlibat musik dengan orang lain. Sementara itu
Sumaryanto

(2000) mendefinisikan kemampuan musikal adalah

sebagai berikut: segala sesuatu yang berhubungan dengan konsep
pemikiran dan ingatan musik, komposisi nada dan irama,
penghayatan emosi, kualitas nyanyian, pendengaran dan jangkauan
suara yang semuanya mengarah pada pengetahuan, potensi dan sikap
yang bersifat timbal balik terhadap musik itu sendiri.
Bersdasarkan beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan
bahwa kemampuan musikal adalah kepekaan tentang musik atau
yang besifat musik tanpa harus memiliki keterampilan musik.
2.2.3. Aspek Kemampuan Penguasaan Musikal
Menurut Seashore (1919), aspek yang dapat dikembangkan
dalam kemampuan musikal yaitu:
a)

Sens of pitch yaitu kepekaan dalam membedakan nada. Pitch
adalah ketetapan nada dengan frekuensi tertentu, contohnya
sebelum bernyanyi harus menyamakan suara dengan instrument
pengiring seperti, piano atau gitarendo

b) Sens of intensity yaitu Kepekaan dalam membedakan kuat
lemahnya nada. Intensitas adalah bunyi kekuatan nada, contoh
1) Intensitas nada ditentukan oleh amplitudo jadi Amplitudo
adalah lebar getar suara. Jarak getar yakni jarak terjauh dari
keadaan semula sebelum bergetar., 2) Intensitas nada pp
pianissimo, p piano, mp Mezzo Piano, mf Mezzo Forte, f
Forte,

ff

Diminuendo

Fortissimo,

<

Crescendo, > Decrescendo, dim

21

c)

Sens of time yaitu kepekaan dalam membedakan interval nada
lebih jauh atau pendek. Tempo atau gaya adalah ukuran, sukat,
metrum. Contoh sejumlah ritmik dalam suatu birama musik
dengan jarak yang sama (6/8) memiliki satuan hitungan yang
tiap-tiap hitungan senilai nada perdelapan.

d) Sens of consonance yaitu kepekaan dalam harmoni yang
terdengar lebih baik atau tidak. Konsonan adalah suara yang
enak didengar. Huruf-huruf mati dalam olah suara selain huruf
vokal a-i-u-e-o contohnya berbagai pembentukan konsonan:
Bilabial hambatanya, pada kedua bibir (labium); Labio dental:
suara dari hasil pertemuan bibir atas dengan bibir bawah; apiko
interdental: pertemuan bibir bawah dengan gigi atas; apiko
alveolar: pertemuan ujung lidah dengan celah gigi; palatal:
pertemuan lidah bagian tengah dengan langit-langit; velar:
pertemuan pangkal lidah dengan langit-langit bagian belakang;
spiran: rintangan udara yang dihembuskan dari paru-paru;
likwida: celah samping lidah pada saat lidah ditempelkan di
langit-langit; trill: getaran lidah
e)

Tonal memory yaitu ingatan tentang suara. Dalam mendengar
musik, satu hal penting untuk diperhatikan adalah apa yang
membuat seseorang pendengar dapat mengingat kejadian
lampau melalui musik. Untuk itu perlu disadari betapa kita
dapat mengingat sebuah kejadian musikal sebelumnya dan
mengetahui faktor yang membantu kerja memori. Kamus Musik
Banoe (2003).

22

Menurut Gunarsa (2008) yang diadaptasi dari Bessom,
Tatarunis, & Forcucci (1974) mengutarakan bahwa:
1. Pengetahuan: (a) Mengenal bermacam-macam karya musik
atau yang mewakili dari semua macam-macam karya musik.
(b) Mengetahui tentang sejarah dan perkembangan artistik
musik, termasuk implikasi sosial, gaya musikal dan
sebagainya. (c) Mempunyai pengetahuan tentang komponis
dan komposisinya yang dihubungkan dengan perkembangan
musik. Mempunyai kemampuan gaya musikal berdasarkan
konteks sosialnya.
2. Pemahaman: (a) Memahami atau merasakan konsep
musikal yang dihubungkan dengan bunyi musikal dan
penotasian (simbol). (b) Mengenal perbedaan kriteria yang
digunakan untuk menggambarkan dan menilai beberapa gaya
musik, dan memahami permasalahan penyajian yang
meliputi

interpretasi

musik,

instrument,

kombinasi

instrumental, vocal atau kombinasi vokal. (c) Memahami
hubungan lain antara seni dengan seni lainnya.
3. Keterampilan: (a) Mempunyai keterampilan mengenal
secara aural dan visual elemen-elemen musik, kemudian
dapat mengaplikasikannya ketika mendengar karya musik
yang lain baik yang dikenal atau tidak dikenal. (b)
Mempunyai kecapan dan kebebasan untuk berekspresi secara
musikal, secara individu atau berkelompok, melalui vokal
atau instrument atau melalui karya musik. (c) Bereksperimen
dengan interpretasinnya sendiri melalui eksplorasi bunyi.

23

4. Sikap: (a) Mempunyai kesadaran dalam membedakan” rasa”
musik dan perhatian terhadap perbedaan pilihan-pilihan
musik yang lain. (b) Respek dan terdorong untuk merasakan
karya musik yang lain. (c) Terdorong untuk meningkatkan
kemampuan musikalitasnya melalui belajar informal atau
formal.

(d)

Mencari

kenikmatan

personal

melalui

pengalaman musikal. (e) Terdorong untuk membaca buku
yang berhubungan dengan musik, dan mengikuti pertunjukan
musik. (f) Mempunyai kesadaran untuk mengikuti suatu
komunitas musikal di sekolah (ekstrakurikuler)
5. Apresiasi: (a) Mempunyai kesadaran untuk lebih merasakan
aspek musikal. (b) Respek terhadap pertunjukan musikal dan
seni lainnya.
6. Kebiasaan: (a) Adanya keinginan mencari komunitas musik
untuk bermain musik atau bernyanyi. (b) Mengembangkan
kebiasaan dan berlatih yang baik. (c) selektif terhadap
berbagai pertunjukan musik, selektif dalam mengoleksi karya
musik, selektif ketika akan hadir dalam pertunjukan musik
dan ketika mendengarkan musik. (d) Mendengarkan semua
jenis musik dengan melihat semua perbedaan interpretasi,
perbedaan bunyi, kecermatan dan sebagainya.
Berdasarkan paparan di atas, Penulis memilih menggunakan
aspek kemampuan penguasaan musik menurut Gunarsa (2008),
maka dapat disimpulkan bahwa untuk membentuk peserta didik
yang mampu mengembangkan diri atau berpikir kritis dalam musik,
diperlukan pengimplementasian dari keenam aspek tersebut dalam

24

musik yang tersebar melalui indikator-indikator kemampuan
penguasaan musik dan dimulai dari jenjang sekolah dasar sampai
perguruan tinggi dengan menggunakan model-model pembelajaran
yang bervariasi sesuai dengan keperluan indikator dari setiap
aspeknya.

2.3. Jenis Kelamin
2.3.1. Pengertian Jenis Kelamin dan Gender
Menurut Hungu (2007), Jenis kelamin

(seks) adalah

perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seorang lahir. Seks
berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki
memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan sel
telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan
menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan
perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya, dan
fungsinya tetap dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras
yang ada di muka bumi.
2.3.1.1. Jenis Kelamin
Hungu (2007) mengatakan bahwa jenis kelamin adalah
perbedaan bentuk, sifat, dan fungsi biologi laki-laki dan perempuan
yang menentukan perbedaan peran mereka dalam menyelenggarakan
upaya meneruskan garis keturunan.1 Lebih dari 2000 tahun yang
lalu, seorang filsuf Yunani, Aristoteles, menyatakan bahwa
perempuan lebih lemah dan pasif daripada laki-laki karena jenis
kelamin perempuan adalah “suatu ketidak sempurnaan”. Ia mencoba
menemukan

bukti

untuk

menunjukan

bahwa

laki-laki

dan

25

perempuan tidak hanya secara alamiah tidak sama, tetapi juga tidak
sederajat. Dugaan inferioris perempuan dihubungkan dengan kondisi
kosmis, sepeti menstruasi, ukuran kepala, dan bahkan struktur otak
yang lebih kecil dibandingkan laki-laki. Berikut beberapa perbedaan
laki-laki dan perempuan menurut Hungu (2007):
a.

Bukti Biologis. Laki-laki dan perempuan memiliki gen yang
berbeda, yang mempengaruhi perkembangan fisik mereka.
Perempuan memiliki dua kromosom yang sama (XX),
sedangkan laki-laki memiliki krosom yang berbeda (XY). Lakilaki dan perempuan juga memiliki hormone yang berbeda.
Diyakini

ada

pengaruh

spesifik

hormone

ini

terhadap

perkembangan fisik dan emosi. Kedua jenis kelamin masingmasing

memiliki

hormone

“kelelakian”

dan

hormone

“kewanitaan”. Proporsi hormone kelelakian lebih besar pada
laki-laki

dan

hormone

kewanitaan

lebih

banyak

pada

perempuan. Selain itu juga perbedaan anatomi atau struktur fisik
antara laki-laki dan perempuan yang dalam hal ini adalah
system reproduksi dan konsekuensinya.
b.

Bukti Psikologis. Perbedaan yang tampak dari pengamatan
sehari-hari adalah bahwa laki-laki lebih agresif, sedangkan
perempuan lebih emosional dan afektif. Perbedaan ini terutama
terdapat pada orang dewasa. Akan tetapi, persoalannya adalah
apakah perbedaan-perbedaan itu dipelajari ataukah bersifat
alamiah. Jika pada orang dewasa rasanya tidak tepat karena
mereka sudah mengalami sosialisasi yang mempengaruhi
perkembangan biologisnya.

26

2.3.1.2. Gender
Gender adalah konsep yang melihat peran laki-laki dan
perempuan dari segi sosial dan budaya, tidak dilihat dari jenis
kelaminnya

(Hungu,

2007).

Sedangkan

relasi

gender

mempersoalkan posisi perempuan dan laki-laki dalam pembagian
sumber daya dan tanggung jawab, manfaat, hak-hak, dan
kekuasaanya. Berbicara tentang gender berarti berbicara tentang
laki-laki dan perempuan. Namun gender tidak memiliki asal usul
biologis. Hubungan antara jenis kelamin dan gender tidak benarbenar alamiah. Kemudian dilanjutkan bahwa gender adalah
perbedaan yang bukan biologis dan bukan kodrat Tuhan. Perbedaan
biologis adalah perbedaan jenis kelamin yang bermuara dari kodrat
Tuhan, sementara gender adalah perbedaan yang bukan kodrat
Tuhan, tetapi diciptakan oleh kaum laki-laki dan perempuan melalui
proses sosial dan budaya yang panjang. Gender dan jenis kelamin
sangat berbeda sekali, karena jenis kelamin bersifat alamiah,
sedangkan gender peran dan fungsinya dibentuk oleh keadaan
masyarakat, sosial dan budayanya (Hungu, 2007). Untuk lebih
jelasnya, dapat dilihat perbedaan antara jenis kelamin dan gender
sebagai berikut:
2.3.1.3. Jenis Kelamin (Seks)
Gender (1) Jenis kelamin bersifat alamiah, (2) Jenis kelamin
bersifat biologis. Ia merujuk kepada perbedaan yang nyata dari alat
kelamin dan perbedaan terkait dalam fungsi kelahiran (3) Jenis
kelamin bersifat tetap, ia akan sama dimana saja (4) Jenis kelamin
tidak dapat diubah. (1) Gender bersifat sosial budaya dan merupakan

27

buatan manusia (2) Gender bersifat sosial budaya, dan merujuk
kepada tanggung jawab peran, pola perilaku dan lain-lainya yang
bersifat maskulin dan feminim (3) Gender bersifat tidak tetap, ia
berubah dari waktu ke waktu, dari satu kebudayaan ke kebudayaan
yang lainnya, bahkan dari satu keluarga ke keluarga lainnya (4)
Gender dapat berubah. Gender memiliki perbedaan-perbedaan
bentuk antara satu masyarakat dengan masyarakat lain karena
norma-norma, adat istiadat, kepercayaan, dan kebiasaan masyarakat
yang berbeda. Misalnya: Menjadi tukang batu dianggap tidak pantas
dilakukan oleh perempuan, tetapi di Bali perempuan biasa menjadi
tukang batu, tukang cat. Di kebanyakan masyarakat petani, bekerja
kebun adalah tugas laki-laki; sedangkan di sejumlah masyarakat
Papua, kerja kebun merupakan tugas utama perempuan, karena
berburu adalah tugas utama laki-laki. Gender berubah dari waktu ke
waktu karena adanya perkembangan yang mempengaruhi nilai-nilai
dan norma-norma masyarakat tersebut. Misal: Di Jawa Barat, sudah
ada perempuan yang menjadi kepala desa karena meningkatnya
pendidikan.

Di

Sumba,

laki-laki

bantu-membantu

„tugas

perempuan‟ di rumah tangga.
Dari uraian di atas kita dapat memahami bahwa gender dan
jenis kelamin mempunyai perbedaan arti. Agar dapat memahami
konsep gender lebih menitikberatkan pada konstruksi sosial yang
ditanamkan oleh masyarakat seperti peran, perilaku, kegiatan, dan
atribut yang suatu masyarakat tertentu dianggap tepat untuk pria dan
wanita, sedangkan jenis kelamin (seks) adalah perbedaan biologis
dan fisiologis yang dapat membedakan laki-laki dan perempuan.
Dalam penulisan ini, hanya di fokuskan pada jenis kelamin.

28

2.4. HASIL PENELITIAN SEBELUMNYA
2.4.1. Hubungan Antara Kemampuan Penguasaan Musik
terhadap Self-Esteem
Djohan (2009), yang dalam penelitiannya bertujuan untuk
mengembangkan instrumen kepekaan musikalitas sehingga dapat
memberikan

kontribusi terhadap

perkembangan

peran

musik

dalam pendidikan serta peningkatan keterampilan sosial pada
siswa sekolah dasar. Penelitian ini dilakukan terhadap 381 siswa
kelas 3, 4, dan 5 sekolah dasar di Jakarta dan Yogyakarta.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepekaan musikalitas siswa
dapat diukur melalui instrumen kepekaan terhadap musik dan
kemampuan ini memiliki korelasi yang signifikan dengan skor
kecerdasan sosial yang akan berdampak pada harga diri orang
tersebut.
Horenstein (2008) dalam penelitian mengenai “promothing
values througt and arts” pada pemuda di Israel, ditemukan bahwa
melalui suatu seni tarik suara dapat menimbulkan harga diri seorang
pemuda menjadi lebih baik, sehingga membuatnya mampu tampil
dengan baik. Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh Tim
Nasional Coalition For Core Arts Standards (2012), yang dalam
penelitian menemukan bahwa anak dalam usia perkembangannya
haruslah diberikan pendidikan musik, sehingga berdampak baik
pada tumbuh kembang anak, skill dan performance anak, rasa
percaya diri dan harga diri (self-esteem) anak. Hal inilah yang
mampu menjadi modal buat anak untuk mampu bersaing dengan
teman-temannya kelak.

29

Sementara itu, Werdani (2016) yang meneliti kemampuan
musik anak-anak Tuna Grahita Ringan SLB –C1 Darma Rena Ring
Putra I Yogyakarta Tahun Pelajaran 2015/2016. Didapati bahwa
permainan musik angklung sangat berperan dalam meningkatkan
kepercayaan diri karena harga diri setiap siswa dinilai sangat baik.
Pada kesempatan yang lain, Kokotsakia & Hallamb (2007)
dalam penelitiannya mengenai penilaian terhhadap dampak apakah
yang dirasakan siswa ketika terlibat aktif dalam kegiatan music yang
berdampak pada peningkatam self-esteemnya. Temuannya jatuh
dalam tiga kategori yakni Musik sebagai kekuatan bertindak, Musik
untuk memperdalam pengetahuan dan pemahaman, Musik sebagai
aksi sosial masyarakat. Musik untuk mengembangkan rasa yang kuat
dan

bila mendapat popularitas dapat membuat teman-teman

berpandangan yang sama untuk meningkatkan keterampilan sosial
mereka dan membangun upaya rasa yang kuat dari self-esteem dan
kepuasan. Musik mempengaruhi siswa dalam meningkatkan
keterampilan pribadi seperti mempertahankan identitas pribadi dan
mendorong perkembangan self-achievement , motivasi dari dalam
keyakinan diri.
Penelitian Giomi (2013), menunjukkan bahwa siswa yang
belajar piano terlihat self-esteem dalam kemampuan aktivitas Sejalan
dengan itu Sudewo, (2013) Hasil penelitian menunjukkan bahwa
proses pembelajaran praktik bernyanyi dengan model pembelajaran
langsung dapat meningkatkan kemampuan bernyanyi siswa namun
tidak berpengaruh langsung terhadap self-esteemnya. Sementara itu,
Chan (2011) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kualitas

30

pemain musik dalam penampilan setiap usia jenis kelamin dan selfestem, tidak ada hubungan signifikan secara langsung.
Melihat dari hasil-hasil penelitian sebelumnya di atas, yang
menunjukkan masih ada penelitian-penelitian yang pro dan kontra
mengenai kemampuan penguasaan musik dengan self-esteem maka
penulis sangan tertarik untuk melanjutkan meneliti hubungan kedua
variabel dengan karakteristik subjek dan tempat penelitian yang
berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya.
2.4.2. Perbedaan Self-Esteem Ditinjau Dari Jenis kelamin
Putra, (2009) menggambarkan bagaimana Self-esteem pada
remaja yang tinggal di Panti Asuhan, juga menyebutkan tidak
terdapat perbedaan self-esteemyang signifikan antara remaja lakilaki dengan remaja perempuan. Hal ini sesuai dengan penelitian
Bhardwaj & Agrawal (2013) mengenai harga diri pada anak usia
awal, dimana melihat perbedaan jenis kelamin sampel di dapatkan
dari sebuah sekolah di India utara. Hasil yang ditemukan ada
perbedaan

yang

signifikan

dalam

keseluruhan

hidup

baik

secara sosial, belajar dan harga diri orang tua laki-laki maupun
perempuan , dan secara harga diri perempuan didapati lebih tinggi
daripada laki-laki.
Adedokun

&

Balschweid

(2008)

dalam

penelitiannya

menggunakan sebuah data dari perwakilan secara nasional pada
sekolah di pedesaan yakni remaja

laki-laki dan perempuan,

ditemukan bahwa ada perbedaan self-esteem antara laki-laki dan
perempuan.

Sejalan

dengan

itu,

Al-Khatib

(2012)

dalam

penelitiannya mengenai hubungan antara kesepian, self-esteem, self-

31

efficacy, dan jenis kelamin di antara mahasiswa di Universitas Al
Ain Emirat Arab, ditemukan bahwa perempuan lebih tinggi selfesteemnya dibandingkan laki-laki yang lebih rendah .
El Rafei (2008) dalam penelitianya diditujukan pada beberapa
sekolah di Libanon untuk menyelidiki hubungan antara self-esteem
dengan jenis kelamin dalam prestasi akademik pelajar pada tingkat
sekolah. Hasil menunjukan tidak ada perbedaan gender dalam
masyarakat, akademik, orang tua ditinjau dari self-esteem sub scales
social. Sejalan dengan itu, Erol dan Orth, (2011) meneliti
perkembangan self-esteem pada laki-laki dan perempuan remaja,
dimana hasilnya menunjukkan bahwa kenaikan self-esteem selama
masa remaja terus meningkat lebih perlahan pada usia dewasa muda.
Perempuan dan laki-laki tidak berbeda dalam lintasan diri mereka.
Bleidorn et al. (2016), yang meneliti mengenai self-esteem
pada laki-laki dan perempuan di Amerika, menemukan bahwa
peningkatan keterkaitan usia self-esteem dari remaja akhir ke masa
dewasa pertengahan gender ada kesenjangan yang signifikan dengan
laki-laki secara konsisten pelaporan self-esteem laki-laki

lebih

tinggi dibandingkan jumlah perempuan meskipun ini cross-cultural
persamaan luas, namun budaya secara signifikan berbeda dalam
besarnya gender, usia, dan jenis kelamin. Perbedaan ini terkait baik,
efek usia pada self-esteem.
Dengan demikian, maka penulis menyimpulkan bahwa masih
banyak sekali penelitian-penelitian yang membuktikan bahwa ada
dan tidak adanya perbedaan self-esteem jika ditinjau dari jenis
kelamin baik yang di luar maupun di Indonesia. Maka dari itu,

32

penulis ingin meneliti lebih lanjut self-esteem ditinjau dari jenis
kelamin pada siswa SD Kristen 04 YPE Eben Haezer GKI Salatiga.

2.5. Model Penelitian
Dari hasil-hasil penelitian terdahulu, maka model penelitian
yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah seperti
dibawah ini:
Keterangan :
Variabel X : Kemampuan Penguasaan Musik
Variabel Y : Self-Esteem
Variabel Moderator : Jenis Kelamin (siswa SD)

2.6. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini ialah:
1.

Ada hubungan antara kemampuan penguasaan musik dengan
Self-esteem pada siswa SD Kristen 04 YPE Eben Haezer GKI
Salatiga.

2.

Ada perbedaan self-esteem ditinjau dari jenis kelamin siswa SD
Kristen 04 YPE Eben Haezer GKI Salatiga.

Dokumen yang terkait

BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Rancang Bangun Monitoring Suhu Aquascape Berbasis Arduino dan Smartphone Menggunakan Enkripsi Simon Secara Nirkabel

0 0 16

BAB III PERANCANGAN ALAT - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Rancang Bangun Monitoring Suhu Aquascape Berbasis Arduino dan Smartphone Menggunakan Enkripsi Simon Secara Nirkabel

0 0 18

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Rancang Bangun Monitoring Suhu Aquascape Berbasis Arduino dan Smartphone Menggunakan Enkripsi Simon Secara Nirkabel

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Rancang Bangun Monitoring Suhu Aquascape Berbasis Arduino dan Smartphone Menggunakan Enkripsi Simon Secara Nirkabel

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Buku Pengenalan Pedoman Gizi Seimbang untuk Anak Sekolah Dasar Kelas 1 Umur 6-8 Tahun Berbasis Augmented Reality

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model CTL (Contextual Teaching and Learning) pada Siswa Kelas 5 SD Negeri Manding Kabupaten Temanggung Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 8

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model CTL (Contextual Teaching and Learning) pada Siswa Kelas 5 SD Negeri Manding Kabupaten Temanggung Semester II Tahun

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model CTL (Contextual Teaching and Learning) pada Siswa Kelas 5 SD Negeri Manding Kabupaten Temanggung Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model CTL (Contextual Teaching and Learning) pada Siswa Kelas 5 SD Negeri Manding Kabupaten Temanggung Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 97

1.1. Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Kemampuan Penguasaan Musik dengan Self-Esteem Ditinjau dari Jenis Kelamin pada Siswa Sekolah Dasar Kristen 04 Yayasan Pendidikan Eben Haezer GKI Salatiga

0 1 9