PEMBERDAYAAN MASYARAKAT NELAYAN DI KECAMATAN GUNUNGSITOLI IDANOI KOTA GUNUNGSITOLI
Ardiyansyah Tanjung
Pemerintah Kota Gunungsitoli e-mail: ardyns_tj@yahoo.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis proses pemberdayaan masyarakat nelayan di Kecamatan Gunungsitoli Idanoi. Aspek yang diteliti dalam penelitian ini terdiri dari tiga, yaitu: enabling, empowering, dan protecting. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam, pengamatan terlibat, dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pemberdayaan masyarakat nelayan di Kecamatan Gunungsitoli Idanoi belum berjalan secara maksimal. Pada setiap tahapan/proses pemberdayaan, masyarakat nelayan tidak dilibatkan secara penuh sehingga program pemberdayaan yang dihasilkan bukanlah program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat nelayan. Masyarakat nelayan juga mempunyai keterbatasan dalam mengakses berbagai sumber daya yang ada, mulai dari akses informasi dan teknologi, akses modal, hingga akses pasar. Proses pendampingan yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan ini juga tidak berjalan secara maksimal.
Kata Kunci: Pemberdayaan, Masyarakat Nelayan, Kemandirian
Fishermen Community Empowerment at Gunungsitoli Idanoi
Sub-district of Gunungsitoli City Abstract
This research aimed to identify and analyze the process of fishermen community empowerment at Gunungsitoli Idanoi Sub-district. The aspects to be researched included the three pillars: enabling, empowering, and protecting. This research employed a qualitative method with a case study. The data were collected by means of in-depth interviews, participant observation, and document reviews. The research results showed that the implementation of the fishermen community empowerment at Gunungsitoli Idanoi Sub-district did not run optimally. At each stage/process of empowerment, the fishermen were not fully involved so that the empowerment programs did not fit their needs. The community also had limited access to various available resources, such as information and technology, capital, and markets. This condition was further exacerbated by weak institutional capacity of fishermen groups at the sub-district. The advocating process which was expected to solve the existing problems did not run optimally.
Keywords:
Empowerment, Fishermen Community, Resilience
Permasalahan yang dialami oleh Pengalaman bangsa Indonesia di masa
A. PENDAHULUAN
masyarakat nelayan pada dasarnya berkaitan lalu dalam membangun wilayah pesisir dan
dengan keterbatasan ekonomi (kemiskinan). lautan menunjukkan hasil yang kurang optimal
Keterbatasan ekonomi masyarakat nelayan dan cenderung menuju ke arah yang tidak
ini bukanlah perkara sederhana mengingat berkelanjutan. Masyarakat nelayan sebagai
dampak yang ditimbulkannya sangat luas. komunitas wilayah pesisir sering kali tersisih
Dengan keterbatasan ekonomi ditambah dari pembangunan, sebab prioritas kebijakan
kualitas SDM yang rendah akan memicu para pemerintah lebih terfokus kepada sektor
nelayan melakukan eksploitasi yang besar- pertanian atau daratan. Kurangnya keberpihakan
besaran terhadap sumber daya laut yang ada pemerintah, masyarakat, maupun pihak ketiga
sehingga dapat mengancam kelangsungan kepada masyarakat nelayan ini pada akhirnya
kehidupan generasi yang akan datang. memunculkan berbagai permasalahan yang
Permasalahan yang dihadapi oleh kompleks dalam pengelolaan wilayah pesisir.
masyarakat nelayan yang tinggal pada wilayah pesisir di seluruh Indonesia hampir sama. Kota
Jurnal
155
Volume XIII | Nomor 1 | April 2016
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi
156
Volume XIII | Nomor 1 | April 2016
Jurnal
Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Gunungsitoli yang berada di Kepulauan Nias dengan di kelilingi lautan yang luas juga tidak mampu memberi kontribusi yang berarti dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir khususnya masyarakat nelayan. Padahal dari enam kecamatan yang ada di Kota Gunungsitoli, tiga diantaranya terletak di wilayah pantai. Bahkan, salah satu kecamatan terluas di Kota Gunungsitoli yaitu Kecamatan Gunungsitoli Idanoi mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian sebagai nelayan.
Kecamatan Gunungsitoli Idanoi secara keseluruhan terdiri dari 26 desa. Dari 26 desa tersebut, tiga desa diantaranya memiliki jumlah nelayan yang paling banyak, yaitu Desa Tetehosi
I, Desa Fowa, dan Desa Humene. Selain itu, wilayah pantai dari ketiga desa tersebut juga digunakan sebagai tempat berlabuhnya perahu- perahu nelayan dari desa lainnya di Kecamatan Gunungsitoli Idanoi. Bahkan nelayan-nelayan dari desa lainnya juga ikut bergabung dalam kelompok nelayan yang ada di tiga desa tersebut.
Masyarakat nelayan di Desa Tetehosi
I, Desa Fowa, dan Desa Humene mayoritas merupakan nelayan tradisional. Dikatakan sebagai nelayan tradisional karena para nelayan di tiga desa tersebut sebagian besar masih menggunakan perahu/kapal yang masih sederhana. Dari 367 perahu/kapal yang dimiliki nelayan di Kecamatan Gunungsitoli Idanoi, 224 diantaranya masih berupa perahu tanpa motor. Sebagai nelayan tradisional, kehidupan nelayan sangat bergantung pada keadaan cuaca. Jika cuaca buruk (gelombang laut besar), maka para nelayan tidak akan pergi melaut. Selama tidak melaut, praktis mereka tidak menghasilkan pendapatan sama sekali sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidup terpaksa ditutupi dengan cara berutang. Kondisi ini biasanya berlangsung berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan tergantung keadaan cuaca.
Masyarakat nelayan di Kecamatan Gunungsitoli Idanoi sebenarnya menyadari bahwa untuk memenuhi kebutuhan keluarga terutama jika gelombang laut sedang besar, perlu mencari alternatif pekerjaan lain. Akan tetapi masyarakat nelayan tidak memiliki keterampilan lain selain sebagai nelayan. Selain itu, melakukan atau memulai pekerjaan lain seperti bertani/berladang juga membutuhkan modal, sementara akses masyarakat nelayan terhadap modal tidak ada. Dalam kondisi seperti ini, maka masyarakat nelayan pada akhirnya hanya bisa pasrah dengan keadaan yang terjadi.
Berbagai permasalahan yang dihadapi para nelayan di Kecamatan Gunungsitoli Idanoi pada dasarnya bisa diatasi melalui pemberdayaan. Melalui pemberdayaan, masyarakat nelayan akan lebih kuat dan memiliki kemandirian sosial, ekonomi, dan politik untuk mencapai kesejahteraan sosial yang bersifat berkelanjutan. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Gunungsitoli melalui Dinas Pertanian, Peternakan, Kelautan, dan Perikanan Kota Gunungsitoli melakukan pemberdayaan kepada masyarakat nelayan di Kota Gunungsitoli melalui program pengembangan perikanan tangkap. Program ini merupakan satu-satunya program pemberdayaan yang dicanangkan oleh Pemerintah Kota Gunungsitoli untuk masyarakat nelayan sejak Kota Gunungsitoli dibentuk pada tahun 2008. Dari enam kecamatan di Kota Gunungsitoli, hanya satu kecamatan yang menjadi sasaran dari pelaksanaan program ini, yaitu Kecamatan Gunungsitoli Idanoi. Program ini berupa pengadaan alat-alat tangkap ikan yang kemudian dibagikan kepada masyarakat nelayan. Adapun alat-alat tangkap ikan yang pernah dibagikan kepada masyarakat nelayan di Kecamatan Gunungsitoli Idanoi, yaitujala/ jaring ikan sebanyak 50 unit, perahu motor bermesin 10 GT sebanyak 35 unit, dan cool box sebanyak 70 unit.
Alat-alat tangkap ikan sebagaimana disebutkan di atas pada dasarnya tidak diserahkan secara langsung kepada masyarakat nelayan, akan tetapi diserahkan melalui kelompok nelayan yang ada di masing-masing desa. Tujuannya adalah untuk mempermudah memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh anggota dalam kelompok tersebut. Selain itu, dengan adanya kelompok nelayan, distribusi dan pengawasan bantuan yang diberikan kepada para nelayan dapat dengan mudah dilaksanakan.Adapun kelompok nelayan yang ada di Kecamatan Gunungsitoli Idanoi berjumlah 11 kelompok yang berpusat di tiga desa, yaitu Desa Tetehosi I sebanyak tiga kelompok, Desa Fowa sebanyak dua kelompok, dan Desa Humene sebanyak enam kelompok. Banyak sedikitnya jumlah kelompok nelayan ini tergantung dari jumlah masyarakat nelayan di masing-masing desa.
Berkaitan dengan hal di atas, pem- berdayaan masyarakat melalui pemberian bantuan, baik melalui pribadi maupun melalui kelompok masyarakat, pada dasarnya hanya dapat memenuhi kebutuhan praktis sesaat.
Volume XIII | Nomor 1 | April 2016
Jurnal 157
Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Selain itu, strategi pemberdayaan seperti ini sama sekali tidak mendorong masyarakat untuk hidup mandiri, bahkan cenderung menimbulkan kebergantungan masyarakat dari sasaran. Oleh karena itu, sebanyak apapun bantuan yang diberikan oleh pemerintah tanpa diintegrasikan dengan strategi yang tepat, maka sampai kapanpun tidak akan mampu memberi kontribusi berarti bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat penerima bantuan tersebut. Kondisi ini juga yang terjadi pada pelaksanaan pemberdayaan masyarakat nelayaan di Kecamatan Gunungsitoli Idanoi. Program pemberdayaan yang dicanangkan melalui pemberian bantuan alat tangkap ikan pada akhirnya tidak mampu mewujudkan kemandirian masyarakat nelayan di Kecamatan Gunungsitoli Idanoi. Hal ini dapat dilihat dari fenomena yang didasarkan pada pengamatan serta wawancara awal (pra-penelitian), yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
Pertama, program/bantuan yang diberikan kepada masyarakat nelayan di Kecamatan Gunungsitoli Idanoi tidak diawali dengan identifikasi kebutuhan rill nelayan. Akibatnya, program/bantuan tersebut tidak tepat sasaran dan tidak tepat guna. Sebagai contoh, bantuan yang terakhir diterima oleh kelompok nelayan di Desa Tetehosi I yaitu satu paket jala/jaring ikan. Paket jala/jaring ikan tersebut ternyata tidak dapat dimanfaatkan oleh para nelayan. Pasalnya, jala/jaring ikan tersebut ukurannya sangat kecil, sementara berdasarkan pengalaman para nelayan untuk menangkap ikan di sekitar wilayah pesisir Kecamatan Gunungsitoli Idanoi menggunakan jala/jaring yang ukurannya lebih besar lagi.
Kedua, masyarakat nelayan di Kecamatan Gunungsitoli Idanoi yang mayoritas nelayan tradisional pada dasarnya tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang memadai mengenai teknologi perikanan. Selama ini, para nelayan hanya mengandalkan intuisi dan pengalaman secara turun temurun dalam menangkap ikan. Bahkan, hingga saat ini pengolahan hasil laut di Kecamatan Gunungsitoli Idanoi belum ada. Faktor penyebab utamanya adalah kurangnya pengetahuan, informasi, dan modal usaha dalam mengolah hasil tangkapan tersebut. Begitu juga halnya dengan pemasaran hasil tangkapan para nelayan masih belum memiliki akses yang luas sehingga ketergantungan nelayan kepada para tengkulak/penggalas ikan masih sangat tinggi. Kelompok nelayan yang telah dibentuk juga
terbukti tidak mampu memberi perubahan, malahan kelompok nelayan yang ada hanya muncul ketika bantuan dari pemerintah akan dikucurkan.
Ketiga, pendampingan kelompok nelayan di Kecamatan Gunungsitoli Idanoi tidak dipersiapkan dengan baik oleh pemerintah. Dari 11 (sebelas) kelompok nelayan yang ada, Pemerintah Kota Gunungsitoli hanya memfasilitasi satu orang tenaga pendamping perikanan. Tenaga pendamping perikanan yang hanya satu orang tentu tidaklah cukup untuk menjangkau semua kelompok nelayan yang ada di Kecamatan Gunungsitoli Idanoi. Dalam kondisi seperti ini, maka tidak mengherankan setiap program Pemerintah Kota Gunungsitoli termasuk pemberian bantuan alat tangkap ikan tidak mampu dimaksimalkan penggunaannya oleh para nelayan.
Dari fenomena-fenomena yang di- kemukakan di atas, maka pelaksanaan pem- berdayaan masyarakat nelayan di Kecamatan Gunungsitoli Idanoi ini sangat menarik untuk diteliti. Dengan demikian, penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis proses pemberdayaan masyarakat nelayan di Kecamatan Gunungsitoli Idanoi, termasuk hambatan-hambatan yang dihadapi. Dari hasil analisis ini diharapkan mampu menghasilkan rekomendasi perbaikan atas permasalahan tersebut sehingga penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi Pemerintah Kota Gunungsitoli, khususnya masyarakat nelayan di Kecamatan Gunungsitoli Idanoi.
B. LANDASAN TEORETIS
Dalam penelitian ini disampaikan beberapa kerangka teori/konsep yang berkaitan dengan topik kajian. Adapun beberapa hal tersebut adalah konsep participatory governance, konsep pembangunan desa, dan konsep pemberdayaan masyarakat nelayan.
1. Konsep Participatory Governance
Dalam perkembangan paradigma administrasi publik, konsep participatory governance muncul sebagai dorongan untuk melakukan perubahan besar dalam menjawab tantangan globalisasi yang berkembang sangat pesat. Selain itu, tuntutan yang kuat terhadap penyelenggaran negara untuk lebih demokratis juga mendorong munculnya konsep participatory governance ini. (Sumarto, 2009 dan Sukardi, 2009)
Pendapat di atas sejalan dengan pendapat keterlibatan secara emosional, dan memperoleh Osmani (2008: 10), yang mengemukakan
manfaat secara langsung maupun tidak bahwa: “The idea of participatory governance has
langsung dari keterlibatannya. gained enormous popularity in recent times, both in academic discourse and actual practice. Analysts
2. Konsep Pembangunan Desa
have used theoretical constructs such as ‘deliberative Menurut Yulianti dan Poernomo (2003: democracy’
23) desa adalah, “Suatu kesatuan hukum, di governance’ to scrutinise the scope and limitations of
and ‘empowered
participatory
mana bertempat tinggal suatu masyarakat people’s participation in the process of governance”.
yang berkuasa dan mengadakan pemerintahan Dengan kata lain, konsep participatory governance
sendiri”. Dalam pengertian tersebut terkandung ini muncul untuk mengkiritisi pengelolaan
makna bahwa desa memiliki apa yang disebut
pemerintahan yang mengesampingkan sebagai “hak otonomi”, yaitu hak untuk partisipasi masyarakat dalam pembuatan
mengatur dan mengurus rumah tangganya keputusan publik.
sendiri berdasarkan asal usul dan adat istiadat Berdasarkan pendapat di atas, maka
setempat.
pengertian governance menurut Sumarto tidak Selain memiliki “hak otonomi”, desa juga terbatas pada peran pemerintah semata, akan
menjadi tolok ukur keberhasilan pembangunan tetapi memiliki pengertian yang lebih luas
di suatu daerah. Hal ini disebabkan karena sebagaimana dikemukakan berikut: “Governance
pembangunan di era otonomi daerah saat adalah mekanisme, praktik dan tata cara
ini sebenarnya berada di desa karena desa pemerintah dan warga mengatur sumberdaya
merupakan ujung tombak dari pelaksanaan dan memecahkan masalah-masalah publik.
kehidupan yang demokratis di daerah. Oleh Kualitas governance dinilai dari kualitas interaksi
karena itu, pembangunan desa harus senantiasa yang terjadi antara komponen governance, yaitu:
menjadi perhatian utama pemerintah dengan pemerintah, civil society, dan sektor swasta”.
mengoptimalkan potensi sumber daya yang (Sumarto, 2009:15)
ada di desa. Hal ini sejalan dengan pendapat Dari beberapa teori tersebut, dapat
yang dikemukakan oleh Mutawali, et al. (1995: disimpulkan bahwa pemerintah dalam konsep
9) bahwasannya pembangunan desa adalah: participatory governance hanya ditempatkan
“Kegiatan pembangunan yang ber- sebagai salah satu aktor dan tidak selalu menjadi
langsung di pedesaan dan meliputi seluruh aktor paling menentukan. Implikasinya, peran
aspek kehidupan masyarakat, dilaksanakan pemerintah sebagai pembangun maupun
secara terpadu dengan mengembangkan penyedia jasa pelayanan dan infrastruktur
swadaya gotong-royong. Pembangunan akan bergeser menjadi pendorong terciptanya
desa diarahkan untuk memanfaatkan secara lingkungan yang mampu memfasilitasi pihak
optimal potensi sumber daya alam, dan lain. Singkatnya, participatory governance dapat
mengembangkan sumber daya manusianya tercipta apabila dua kekuatan saling mendukung:
dengan meningkatkan kualitas hidup, warga yang bertanggung jawab, aktif, dan
meningkatkan keterampilan, meningkatkan memiliki kesadaran, bersama pemerintah yang
prakarsa, dengan mendapatkan bimbingan dan terbuka, tanggap, mau mendengar, dan mau
bantuan dari aparatur pemerintahan, sesuai melibatkan (inklusif). (Sumarto, 2009:3)
dengan bidang tugasnya masing-masing”. Dalam kegiatan pembangunan, partisipasi
Merujuk pada pendapat di atas, maka masyarakat merupakan perwujudan dari
melaksanakan pembangunan pedesaan harus konsep participatory governance. Partisipasi
dilakukan dengan pendekatan secara multisektoral yang dimaksud dalam hal ini adalah partisipasi
(holistik) dengan memanfatkan sumber daya masyarakat dalam keseluruhan proses
alam dan sumber daya manusia secara optimal. pem bangunan, mulai dari perencanaan,
Selanjutnya menurut Adisasmita (2006: 21), pelaksanaan, evaluasi, hingga pemanfaatan
“Pembangunan masyarakat pedesaan merupakan hasil pembangunan (Mardikanto dan Soebiato,
bagian dari pembangunan masyarakat yang 2013: 82-84). Bahkan Wasistiono (1998)
diarakan kepada pembangunan kelembagaan dan menegaskan bahwa partisipasi masyarakat
partisipasi serta pemberdayaan masyarakat dalam tidak cukup dengan keterlibatannya dalam
meningkatkan kesejahteraan pada satuan wilayah keseluruhan proses pembangunan. Akan tetapi,
pedesaan”.
partisipasi masyarakat tersebut harus dilandasi Dari pengertian tersebut mengandung dengan rasa sukarela (tanpa paksaan), adanya
makna, bahwa pembangunan desa tidak hanya
Jurnal
Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Volume XIII | Nomor 1 | April 2016 Volume XIII | Nomor 1 | April 2016
2. Keterbatasan akses modal, teknologi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
pasar, sehingga mempengaruhi dinamika akan tetapi sejauhmana masyarakat tersebut
usaha.
diberdayakan dan secara mandiri berpartisipasi
3. Kelemahan fungsi kelembagaan sosial mengembangkan dan melestarikan hasil
ekonomi yang ada.
pembangunan.
4. Kualitas SDM yang rendah sebagai
3. Konsep Pemberdayaan Masyarakat
akibat keterbatasan akses pendidikan,
Nelayan
kesehatan,dan pelayanan publik.
5. Degradasi sumberdaya lingkungan, baik Konsepsi pemberdayaan berkaitan erat
di kawasan pesisir, laut maupun pulau- dengan daya dan keberdayaan. Setiap manusia
pulau kecil.
memiliki potensi yang dapat berkembang.
6. Belum kuatnya kebijakan yang berorientasi Artinya bahwa tidak ada seorang individu
pada kemaritiman sebagai pilar utama pun yang tidak mempunyai daya sama sekali.
pembangunan nasional. Manusia selemah apapun dirinya, masih
mempunyai daya dan kekuatan yang sewaktu- Atas dasar uraian di atas, pemberdayaan waktu dapat semakin hilang atau semakin
masyarakat nelayan menurut Kusnadi (2009: 30) berkembang, tergantung pada situasi dan kondisi
dilakukan secara sadar, terencana, sistematik, yang mengarahkannya. Agar daya itu tidak
dan berkesinambungan untuk membangun semakin menghilang, diperlukan adanya upaya
kemandirian sosial, ekonomi, dan politik untuk membangun daya itu, sehingga daya
masyarakat nelayan dengan mengelola potensi itu semakin berkembang. Hal ini sebagaimana
sumber daya yang mereka miliki untuk mencapai dikatakan oleh Kartasasmita (1996: 145) yang
kesejahteraan sosial yang bersifat berkelanjutan. mendefinisikan
Hal ini perlu dilakukan untuk meningkatkan “Upaya untuk membangun daya itu, dengan
pemberdayaan
sebagai,
posisi tawar (bargaining position) masyarakat mendorong, memotivasi, dan membangkitkan
nelayan dalam pembangunan kawasan dan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta
pemanfaatan sumberdaya lingkungan. Dengan berupaya untuk mengembangkannya”.
demikian, tujuan mendasar pemberdayaan Selanjutnya, Carlzon (Cook & Macaulai,
masyarakat nelayan menurut Kusnadi (2009: 1996: 2) mengemukakan bahwa untuk
32-33) adalah, “Menjadikan masyarakat nelayan mengembangkan potensi yang dimiliki
memiliki keberdayaan di berbagai bidang seseorang perlu dilakukan upaya-upaya untuk
kehidupan, sehingga dengan keberdayaan ‘...membebaskan seseorang dari kendali yang
tersebut mereka akan lebih mudah meraih kaku dan memberi orang tersebut kebebasan
kesejahteraan sosial secara berkelanjutan”. untuk bertanggung jawab terhadap ide-
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan idenya’. Hal ini sejalan dengan pendapat Carver
bahwa pemberdayaan mengacu pada (Clutterbuck, 1995: 12) yang menyatakan bahwa,
peningkatan sumber daya dan kemampuan “Empowerment in terms of encouraging and allowing
masyarakat miskin untuk berpartisipasi, individuals, to take personal responsibility for
memutuskan, mengontrol, dan terlibat improving the way they do their jobs and contribute
dalam setiap proses yang mempengaruhi to the organization goals”.
kehidupan mereka. Untuk mewujudkan Dari pendapat di atas, pemberdayaan
pemberdayaan dimaksud perlu memahami berarti memberi kekuatan kepada individu
proses pemberdayaan masyarakat yang tepat untuk bertanggung jawab atas kegiatan yang
sehingga setiap program pemberdayaan mereka kerjakan dalam upaya mencapai tujuan
yang dicanangkan akan senantiasa ber- yang diharapkan. Dalam konteks masyarakat
kesinambungan.
nelayan, pemberdayaan sangat diperlukan
4. Proses Pemberdayaan Masyarakat
karena masyarakat nelayan selama ini menghadapi sejumlah masalah politik, sosial,
Sebagai suatu proses, pemberdayaan dan ekonomi yang kompleks. Masalah-masalah
merupakan proses yang berkesinambungan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut
(on going process) sepanjang hidup seseorang/ (Kusnadi, 2009: 28):
masyarakat (Adi, 2008: 84). Dengan kata
1. Kemiskinan, kesenjangan sosial, dan lain, pemberdayaan merupakan serangkaian tekanan-tekanan ekonomi yang datang
kegiatan untuk memperkuat dan atau setiap saat.
mengoptimalkan keberdayaan kelompok
Jurnal
Volume XIII | Nomor 1 | April 2016
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi
b) Empowering
individu yang mengalami masalah kemiskinan Proses empowering ini dimaksudkan untuk dan keterbelakangan (Mardikanto dan Soebiato,
memperkuat potensi atau daya yang dimiliki 2013).
oleh masyarakat (Kartasasmita, 1996: 159-160). Secara umum, Lippit (Mardikanto dan
Dalam proses ini diperlukan langkah-langkah Soebiato, 2013: 123-125) mengemukakan
positif yang tidak hanya sebatas penciptaan tujuh tahapan kegiatan pemberdayaan, yaitu:
iklim dan suasana. Langkah-langkah tersebut penyadaran; menunjukkan adanya masalah;
menyangkut penyediaan berbagai masukan membantu pemecahan masalah; menunjukkan
(input) dan pembukaan akses ke dalam pentingnya perubahan; melakukan pengujian
berbagai peluang (opportunities) yang akan dan demonstrasi; memproduksi dan publikasi
membuat masyarakat menjadi makin berdaya informasi; serta melaksanakan pemberdayaan/
(Mardikanto dan Soebiato, 2013: 43). penguatan kapasitas. Keseluruhan tahapan
Dalam empowering, upaya yang sangat pemberdayaan ini akan terlihat jelas
pokok dilakukan menurut Mardikanto dan pelaksanaan nya dalam proses pemberdayaan
Soebiato (2013: 43) adalah, “Peningkatan taraf masyarakat yang dicanangkan. Adapun proses
pemberdayaan masyarakat secara spesifik dapat pendidikan dan derajat kesehatan serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan ekonomi
dilihat dari tiga sisi sebagaimana dikemukaan seperti modal, teknologi, informasi, lapangan oleh Kartasasmita (1996), sebagai berikut:
kerja, dan pasar”.
a) Enabling
Berdasarkan pendapat di atas, pelaksanaan empowering kepada masyarakat nelayan
Enabling merupakan proses pertama dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan dalam pemberdayaan masyarakat yang di-
serta akses yang seluas-luasnya terhadap maksudkan untuk menciptakan suasana atau
berbagai sumber daya. Akses yang dimaksud iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
dapat berupa akses terhadap modal usaha, berkembang (Kartasasmita, 1996: 159-160).
akses terhadap pasar, akses terhadap informasi Lebih lanjut Mardikanto dan Soebiato (2013:
dan teknologi, maupun akses terhadap sarana
43) menyebutkan bahwa titik tolak dari proses dan prasarana. Dengan demikian, empowering ini adalah, “Pengenalan bahwa setiap manusia,
tidak hanya menekankan penguatan individu setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat
sebagai anggota masyarakat, akan tetapi juga dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat
menekankan penguatan terhadap pranata- yang sama sekali tanpa daya karena kalau
pranata yang ada dalam kehidupan masyarakat demikian akan sudah punah”.
(Mardikanto dan Soebiato, 2013: 43-44). Dengan demikian, memberdayakan
masyarakat sama halnya dengan membangun
c)
Protecting
daya itu dengan mendorong, memotivasi, Dalam proses yang ketiga ini menegaskan dan membangkitkan kesadaran akan potensi bahwa memberdayakan mengandung pula yang dimilikinya serta berupaya untuk arti melindungi (Kartasasmita, 1996: 159-160). mengembangkannya. (Mardikanto dan Dalam konsep pemberdayaan masyarakat, Soebiato, 2013: 43). Pemikiran ini sejalan dengan perlindungan dan pemihakan kepada yang pandangan Williams (1998: 7) yang mengatakan lemah merupakan perihal yang sangat bahwa, “’enabling’ consists of a series of related managerial processes which, when used effectively mendasar sifatnya (Mardikanto dan Soebiato,
and in concert, help others to do what they need to do”. Lebih lanjut Mardikanto dan Soebiato
(2013: 44) menjelaskan bahwa, “Pemberdayaan Berdasarkan pengertian di atas, peneliti masyarakat bukan membuat masyarakat mencermati bahwa wujud nyata dari enabling menjadi makin tergantung pada berbagai ini dapat dilakukan melalui pencanangan program pemberian (charity). Karena pada program-program pemberdayaan dengan dasarnya setiap apa yang dinikmati, harus melibatkan masyarakat dalam setiap program dihasilkan atas usaha sendiri (yang hasilnya pemberdayaan tersebut. Keterlibatan dapat dipertukarkan dengan pihak lain)”. masyarakat nelayan ini merupakan langkah Berdasarkan uraian di atas, peneliti men- awal untuk membangkitkan kemandirian cermati bahwa protecting pada dasarnya tidak masyarakat dengan mengikutsertakan mereka hanya sebatas melindungi yang lemah, akan memahami kebutuhannya secara langsung. tetapi protecting juga berfungsi untuk menjaga
Jurnal
Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Volume XIII | Nomor 1 | April 2016 Volume XIII | Nomor 1 | April 2016
1. Kepala Dinas Pertanian, Peternakan, Oleh karena itu, wujud nyata dari proses
Kelautan, dan Perikanan Kota Gunungsitoli; protecting ini dilakukan dengan memberikan
2. Kepala Bidang KelautanDinas Pertanian, pendampingan terhadap masyarakat yang
Peternakan, Kelautan, dan Perikanan Kota menjadi sasaran pemberdayaan.
Gunungsitoli;
3. Camat Gunungsitoli Idanoi; dasarnya hanya dibatasi pada penyampaian
Peran utama pendamping/penyuluh pada
4. Tenaga Pendamping Perikanan Kecamatan inovasi dan atau mempengaruhi proses
Gunungsitoli Idanoi;
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh
5. Eks. Tenaga Pendamping Perikanan penerima manfaatnya. Akan tetapi dalam
Kecamatan Gunungsitoli Idanoi; perkembangannya, pendamping/penyuluh
6. Kepala Desa Tetehosi I; dituntut harus mampu menjadi jembatan
penghubung antara pemerintah atau lembaga
7. Pengurus Kelompok Nelayan di pemberdayaan masyarakat (Mardikanto dan
Kecamatan Gunungsitoli Idanoi; dan Soebiato, 2013: 140).
8. Masyarakat Nelayan di Kecamatan Mencermati kedudukan masyarakat
Gunungsitoli Idanoi.
nelayan yang sering disebut kelompok miskin di Teknik pengumpulan data yang diguna kan antara yang miskin (the poorest of the poor), maka
dalam penelitian ini adalah pengamatan terlibat, keberadaan pendamping/penyuluh ini wajib
wawancara mendalam, dan studi dokumentasi. menjadi prasyarat utama yang harus diakomodir
Pengamatan terlibat yang dilakukan penulis dalam setiap program pemberdayaan yang
selama penelitian dilakukan dengan cara disarankan kepada mereka. Oleh karena itu,
ikut serta dalam rapat-rapat yang diadakan seorang pendamping/penyuluh haruslah di lokasi penelitian. Pelaksanaan wawancara profesional, dalam arti memiliki kualifikasi
pada umumnya dilakukan secara formal tertentu baik yang menyangkut kepribadian,
dengan menggunakan pedoman wawancara pengetahuan, sikap, dan ketrampilan mem-
dan alat perekam. Namun ada sebagian fasilitasi pemberdayaan masyarakat.
informan (masyarakat) yang tidak mau hasil wawancaranya direkam sehingga menuntut
penulis untuk mengingat serta mencatat point- Penulis mencermati bahwa fenomena
C. METODE PENELITIAN
point penting yang disampaikan oleh informan. pemberdayaan masyarakat nelayan ini merupakan
Sedangkan studi dokumentasi dilakukan untuk suatu proses untuk mengungkapkan permasalahan
memperoleh informasi-informasi yang relevan sosial. Sesuai karakternya, permasalahan sosial
melalui dokumen-dokumen terkait dengan hanya akan dapat dipecahkan secara lebih
penelitian.
mendalam melalui pendekatan kualitatif dengan Setelah dilakukan pengumpulan data, membangun interaksi komunikasi dengan
langkah selanjutnya yang dilakukan oleh masyarakat setempat (Herdiansyah, 2010: 10).
penulis adalah merangkum data/informasi Berdasarkan hal tersebut, pendekatan penelitian
yang diperoleh melalui observasi, wawancara, yang digunakan penulis dalam penelitian ini
dan kajian dokumentasi ke dalam bentuk tulisan. adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi
Setelah data diformat berdasarkan instrumen kasus. Penggunaan metode studi kasus dalam
pengumpul data dan telah berbentuk tulisan penelitian ini sangat tepat mengingat objek dalam
(script), langkah selanjutnya adalah melakukan penelitian ini dibatasi pada masyarakat nelayan
penyajian data (data display). Penyajian data yang tergabung dalam kelompok nelayan yang
dalam penelitian ini dilakukan dalam berbagai ada di Kecamatan Gunungsitoli Idanoi.
bentuk, seperti uraian singkat, bagan, tabel, dan Dalam penelitian ini, informan yang
gambar dengan tujuan untuk mempermudah digunakan adalah purposive
proses analisis data yang selanjutnya akan (pengambilan sampel berdasarkan tujuan).
sampling
berpengaruh terhadap perumusan kesimpulan Berkaitan dengan teknik penentuan sampel
serta saran/rekomendasi.
ini, maka informan kunci dalam penelitian ini Teknik verifikasi data yang digunakan
merupakan orang-orang tertentu yang dianggap dalam penelitian ini adalah triangulasi (data mengetahui dan memahami bagaimana
dan metodologi), member check, klarifikasi bias, pelaksanaan pemberdayaan masyarakat nelayan
dan external auditor. Penggunaan keempat di Kecamatan Gunungsitoli Idanoi.
teknik ini dimaksudkan agar data/informasi
Jurnal
Volume XIII | Nomor 1 | April 2016
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi
inisiatif dan kemampuan masyarakat tidak akan berkembang. Akibatnya, program
D. HASIL PENELITIAN DAN
pembangunan masyarakat di wilayah tersebut
PEMBAHASAN
akan terhenti dengan sendirinya tanpa memberi Keberhasilan pemberdayaan masyarakat
manfaat yang berarti bagi masyarakat. nelayan dalam konteks pembangunan dapat
Berdasarkan penjelasan di atas, upaya pem- terwujud apabila masyarakat nelayan tersebut
berdayaan masyarakat nelayan juga dituntut menjadi bagian dari pelaku pembangunan
untuk mampu menggali, mengembangkan, itu sendiri. Dengan kata lain, pemberdayaan
dan memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh yang berhasil adalah pemberdayaan yang
masyarakat nelayan. Untuk mewujudkan hal mengedepankan
ini, keterlibatan masyarakat nelayan sangat dalam setiap tahapannya. Artinya, pemerintah
participatory
governance
dibutuhkan bahkan sebelum dilakukanya dalam mencanangkan berbagai program
perumusan program pemberdayaan tersebut. pemberdayaan yang ditujukan untuk
Berdasarkan informasi yang diperoleh masyarakat nelayan bukan merupakan aktor
dari lokasi penelitian, perumusan program utama, akan tetapi senantiasa bersinergi dengan
pemberdayaan masyarakat nelayan di- masyarakat nelayan maupun dengan pihak lain
laksanakan dengan terlebih dahulu melakukan dalam keseluruhan prosesnya.
survey kepada masyarakat nelayan yang Untuk mengetahui sejauhmana pem-
menjadi sasaran. Hal ini sesuai dengan berdayaan masyarakat nelayan di Kecamatan
pernyataan dikemukakan oleh Kabid Kelautan Gunungsitoli Idanoi dalam konteks participatory
Dinas Pertanian, Peternakan, Kelautan, dan governance, di bawah ini akan dijelaskan
Perikanan Kota Gunungsitoli kepada penulis, proses pemberdayaan masyarakat nelayan di
yang mengungkapkan bahwa sebelum di- Kecamatan Gunungsitoli Idanoi, yang terdiri
tentukan bantuan apa yang akan diberikan, dari pengembangan potensi masyarakat
pemerintah terlebih dahulu melakukan survey nelayan, penguatan potensi masyarakat nelayan,
ke lapangan mengenai kebutuhan masyarakat dan perlindungan masyarakat nelayan.
nelayan. Survey ini dilakukan secara langsung oleh tenaga pendamping perikanan yang ada di
1. Pengembangan Potensi Masyarakat
lapangan.
Nelayan
Pelaksanaan survey sebagaimana di- kemukakan oleh Kabid Kelautan di atas
Dalam konteks pemberdayaan masyarakat juga dibenarkan oleh masyarakat nelayan di nelayan, proses ini diwujudkan melalui pelibatan Kecamatan Gunungsitoli Idanoi. Akan tetapi mereka secara langsung dalam setiap tahapan keterlibatan masyarakat nelayan dalam survey program pemberdayaan yang dicanangkan. tersebut dinilai hanya sebatas formalitas. Hal Keterlibatan masyarakat nelayan ini dimulai ini sesuai dengan informasi yang dikemukakan sejak perumusan, pelaksanaan, hingga evaluasi oleh salah seorang Nelayan Desa Tetehosi I (R. terhadap program pemberdayaan tersebut. Zamasi) dan Ketua Kelompok Nelayan Desa Untuk lebih terarah, penjelasan mengenai ketiga Humene (I. Gea), yang mengungkapkan bahwa proses pemberdayaan ini dititikberatkan pada tenaga pendamping perikanan yang ditugaskan keterlibatan masyarakat nelayan pada setiap melakukan survey ke lapangan hanya sekedar tahapannya. menandatangani laporan sehingga survey yang
a. Perumusan Program Pemberdayaan
dilakukan terkesan hanya sebatas formalitas. Bahkan, Camat Gunungsitoli Idanoi dan
Setiap upaya pembangunan harus meng- pemerintah desa setempat (Kepala Desa Tetehosi gali, mengembangkan, dan memanfaatkan
I) juga mengakui bahwa dalam pelaksanaan potensi sumberdaya yang tersedia di
survey tersebut, pemerintah kecamatan dan masyarakat. Dengan tergarapnya sumberdaya
pemerintah desa tidak dilibatkan sama sekali. alam, manusia, dan kelembagaan yang ada,
Tidak terlibatnya masyarakat dalam akan meningkatkan pengetahuan, keterampilan,
perumusan program pemberdayaan tersebut dan kemampuan masyarakat untuk ber-
pada akhirnya menghasilkan program pem- swakarsa dan berswadaya melaksanakan
berdayaan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pembangunan di masa mendatang. Sebaliknya,
masyarakat nelayan. Bahkan, dari tiga jenis jika potensi sumberdaya lokal tidak tergarap
bantuan yang diberikan oleh Pemerintah Kota
Jurnal
Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Volume XIII | Nomor 1 | April 2016
Gunungsitoli kepada masyarakat nelayan di mengalami perubahan melalui Peraturan Kecamatan Gunungsitoli Idanoi ternyata hanya
Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012. dua yang bisa digunakan, yaitu perahu motor
Dalam Pasal 27 Peraturan ini disebutkan bahwa, dan cool box. Sementara bantuan jaring ikan (gill
anggota/kelompok masyarakat yang ingin net permukaan) sama sekali tidak bisa digunakan.
mendapatkan bantuan sosial harus terlebih Hal ini disebabkan oleh jaring ikan yang diterima
dahulu menyampaikan usulan tertulis kepada masyarakat nelayan tidak sesuai dengan kondisi
kepala daerah.Tahapan ini secara keseluruhan laut di sekitar Kecamatan Gunungsitoli Idanoi
telah dilakukan oleh kelompok nelayan di yang membutuhkan jaring ikan yang lebih besar
Kecamatan Gunungsitoli Idanoi dengan lagi.
mengajukan proposal permohonan bantuan Usulan mengenai kebutuhan masyarakat
kepada Walikota Gunungsitoli. nelayan ini sebenarnya telah disampaikan
Setelah tahapan di atas, bantuan tersebut beberapa kali oleh masyarakat nelayan di
kemudian disalurkan secara langsung kepada Kecamatan Gunungsitoli Idanoi kepada
kelompok nelayan penerima bantuan. Pada Pemerintah Kota Gunungsitoli. Usulan ini
tahapan ini, penyaluran bantuan biasanya disampaikan melalui musyawarah perencanaan
berjalan lancar meskipun tidak melibatkan pembangunan (musrenbang) desa/kecamatan,
pemerintah kecamatan maupun pemerintah rapat-rapat di kecamatan, maupun melalui
desa. Permasalahan sebenarnya terjadi pada unit kegiatan reses DPRD Kota Gunungsitoli. Bahkan
bantuan yang diterima oleh nelayan. Berdasarkan pada saat penulis mengikuti kegiatan reses
hasil wawancara kepada masyarakat nelayan, DPRD Kota Gunungsitoli yang dipusatkan di
bantuan yang diterima spesifikasinya tidak Desa Fowa, terlihat perwakilan dari masyarakat
sesuai dengan yang tertera pada dokumen serah nelayan menyampaikan beberapa usulan
terima bantuan tersebut. Hal ini sesuai dengan program pemberdayaan yang dibutuhkan oleh
informasi yang dikemukakan oleh salah seorang masyarakat nelayan di Kecamatan Gunungsitoli
Ketua Kelompok Nelayan Desa Humene (S. Idanoi. Namun sangat disayangkan setelah
Telaumbanua) berikut, “Kami melihat bantuan penulis menelusuri lebih lanjut, ternyata usulan-
yang diberikan spesifikasinya tidak sesuai usulan yang disampaikan oleh masyarakat
dengan yang tertera pada dokumen penyerahan. nelayan ini tidak ada tindak lanjutnya.
Mesin yang kami terima seharusnya buatan Dari uraian di atas, program pemberdayaan
Jepang, namun yang diterima buatan China. yang diperuntukkan bagi masyarakat nelayan di
Memang dari segi spesifikasi hampir sama, tapi Kecamatan Gunungsitoli Idanoi selama ini masih
tetap aja tidak sama. Meskipun demikian, kami belum memperhatikan keterlibatan masyarakat
terima saja daripada nggak dapat sama sekali”. nelayan dalam perumusannya. Oleh karena
Meskipun masyarakat nelayan mengetahui itu, program pemberdayaan yang diterima
adanya ketidaksesuaian bantuan yang diterima oleh masyarakat nelayan pada akhirnya tidak
dengan spesifikasi yang sebenarnya, tetapi sesuai dengan kebutuhan masyarakat nelayan
mereka tidak berani untuk melakukan protes di Kecamatan Gunungsitoli Idanoi.
karena adanya kekhawatiran tidak diberikan bantuan lagi pada kesempatan yang lain. Padahal
b. Pelaksanaan Program Pemberdayaan
ketidakberanian masyarakat ini pada akhir- Setelah program pemberdayaan berhasil
nya merugikan masyarakat nelayan sendiri. dirumuskan, tahapan selanjutnya adalah
Bahkan, pada saat peneliti mempertanyakan hal pelaksanaan program tersebut. Tahapan ini
ini kepada Kabid Kelautan, tidak adanya protes merupakan tahapan yang sama pentingnya
dari masyarakat menjadi pembenaran bahwa dengan tahapan perumusan program. Segala
bantuan yang diberikan sudah sesuai dengan program yang masih dalam bentuk konsep
spesifikasi yang sebenarnya. akan diimplementasikan secara langsung
Terlepas dari hal di atas, permasalahan pada tahapan ini. Bahkan, keberhasilan suatu
yang sebenarnya justru terjadi setelah bantuan program yang telah dirumuskan dapat dilihat
tersebut telah diterima oleh masyarakat pada tahapan ini.
nelayan. Permasalahan ini dipicu karena jumlah Penyaluran dan penerimaan bantuan
bantuan yang diterima oleh kelompok nelayan sosial diatur dalam Peraturan Menteri Dalam
tidak sesuai dengan jumlah anggota kelompok Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman
nelayan. Bahkan, permasalahan ini pada Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang
akhirnya menimbulkan konflik internal antara Bersumber dari APBD, yang kemudian
anggota dengan pengurus kelompok nelayan.
Jurnal
Volume XIII | Nomor 1 | April 2016
Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi
Ketidakharmonisan anggota kelompok
c. Evaluasi Program Pemberdayaan
ini berlanjut pada pemanfaatan bantuan yang Evaluasi terhadap program pemberdayaan telah diterima. Bantuan yang tadinya bisa masyarakat nelayan dalam penelitian ini dimanfaatkan secara bersama-sama pada dilakukan untuk mengetahui sejauhmana akhirnya menjadi penyebab perpecahan di antara program pemberian bantuan alat tangkap anggota kelompok. Cool box yang dibagikan ikan dimanfaatkan oleh masyarakat nelayan kepada anggota kelompok menjadi tidak jelas di Kecamatan Gunungsitoli Idanoi. Dalam kepemilikannya. Anggota kelompok nelayan melakukan evaluasi dimaksud, dibutuhkan yang tidak mendapatkan bantuan bersikeras keterlibatan dari semua pihak, tidak hanya dari agar cool box yang dibagikan ditempatkan pada pemerintah semata, akan tetapi masyarakat lokasi yang bisa digunakan oleh semua anggota nelayan juga turut melakukan evaluasi. Dengan kelompok. Akhirnya, cool box yang dibagikan demikian, semua pihak mengetahui sejauhmana kepada kelompok nelayan di tempatkan di program tersebut telah berjalan. Selain itu, berbagai beberapa lokasi, salah satunya di TPI yang kelemahan yang ditemukan dapat diatasi secara berada di Desa Fowa. Dalam kondisi seperti ini, cool box yang seharusnya bisa digunakan dalam bersama-sama sehingga program pemberdayaan
masyarakat nelayan dapat berkesinambungan waktu lama menjadi tidak terawat sehingga pada tahun-tahun selanjutnya. rata-rata penggunaanya hanya sekitar 2 bulan Berdasarkan hasil wawancara dengan setelah dibagikan. Kabid Kelautan Dinas Pertanian, Peternakan, Pemanfaatan perahu motor yang dibagikan Kelautan, dan Perikanan Kota Gunungsitoli, kepada masyarakat nelayan juga kondisinya tidak pelaksanaan evaluasi program pemberdayaan jauh berbeda. Maksimal penggunaan perahu masyarakat nelayan pada dasarnya dilakukan motor yang dibagikan kepada masyarakat nelayan pada saat program sedang berjalan. Tenaga rata-rata sekitar tiga bulan, bahkan beberapa di pendamping perikanan mengunjungi kelompok- antaranya hanya mampu beroperasi satu bulan kelompok nelayan yang mendapatkan bantuan. setelah dibagikan. Mesin perahu yang cepat rusak Pada kunjungan tersebut dihimpun berbagai ini sebenarnya disebabkan oleh oli mesin yang informasi terkait pelaksanaan program pem- tidak pernah diganti sejak dibagikan. berdayaan yang sedang berjalan. Di samping Ketidakmampuan masyarakat nelayan itu, berbagai masukan ataupun permasalahan di Kecamatan Gunungsitoli Idanoi dalam yang timbul dalam kelompok nelayan akan memanfaatkan bantuan yang diberikan oleh disampaikan pada saat kunjungan tersebut. pemerintah sebenarnya disebabkan oleh Laporan dari lapangan ini kemudian di- beberapa faktor. Adapun faktor tersebut sampaikan kepada pemerintah melalui Dinas se bagaimana dikemukakan oleh Kabid Pertanian, Peternakan, Kelautan dan Perikanan Kelautan kepada peneliti sebagai berikut, sebagai bahan evaluasi selanjutnya. “Hambatannya sebenarnya terletak pada Laporan tenaga pendamping perikanan kurangnya pengetahuan nelayan dalam terkait dengan pelaksanaan program pem- menggunakan bantuan tersebut. Perahu berdayaan masyarakat nelayan di Kecamatan motor yang telah dibagikan misalnya usia Gunungsitoli Idanoi disampaikan setiap bulan pemakaiannya tidak lama karena nelayan tidak kepada pemerintah. Namun setelah dilakukan memiliki pengetahuan yang benar mengenai wawancara lebih lanjut, informasi yang pemeliharaannya. Jadi letak permasalahannya disampaikan oleh tenaga pendamping tersebut pada teknis penggunaan dari bantuan tersebut”. tidak sepenuhnya benar. Bahkan pada saat Dari pernyataan di atas, jelaslah bahwa wawancara, tenaga pendamping mengungkapkan pemerintah sebenarnya telah memahami letak bahwa kunjungan ke setiap kelompok nelayan permasalahan dalam pemanfataan bantuan tidak memiliki jadwal tetap. Pernyataan ini yang dibagikan kepada masyarakat nelayan di mengindikasikan bahwa kunjungan yang Kecamatan Gunungsitoli Idanoi. Namun sangat dilakukan tenaga pendamping kepada setiap disayangkan, solusi atas permasalahan ini kelompok nelayan belum tentu dilakukan setiap sepertinya belum terpikirkan oleh pemerintah. bulan. Dalam kondisi seperti ini, tentunya evaluasi Akibatnya, masyarakat nelayan di Kecamatan terhadap pelaksanaan program pemberdayaan Gunungsitoli Idanoi hingga saat ini masih tidaklah efektif. Bahkan masyarakat nelayan di belum memiliki pengetahuan yang memadai Kecamatan Gunungsitoli Idanoi mengungkapkan dalam memanfatkan teknologi perikanan yang bahwa sejak bantuan diterima belum pernah semakin berkembang. dilakukan evaluasi oleh pemerintah. Sebagaimana
164
Jurnal
Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
Volume XIII | Nomor 1 | April 2016
Volume XIII | Nomor 1 | April 2016
Jurnal 165
Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi
dikemukakan Ketua Kelompok Nelayan Desa Fowa (K. Zendrato) berikut, “Setelah bantuan dibagikan dan dokumen serah terima telah ditanda-tangani, pemerintah tidak pernah sekalipun melakukan evaluasi. Memang setelah bantuan dibagikan tenaga pendamping mengunjungi kami tapi itu bukan untuk melakukan evaluasi, hanya sebatas menandatangani laporannya”.
Berdasarkan pendapat di atas, maka sudah cukup menjelaskan bahwa evaluasi terhadap pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat nelayan di Kecamatan Gunungsitoli Idanoi belum pernah dilakukan. Memang Camat Gunungsitoli Idanoi mengungkapkan bahwa Pemerintah Kecamatan selama ini aktif melakukan monitoring terhadap pelaksanaan program/kegiatan yang berada di wilayah Pemerintahan Kecamatan Gunungsitoli Idanoi. Namun evaluasi khusus mengenai pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat nelayan ini diakui belum pernah dilakukan sama sekali.
Dari uraian di atas, proses pengembangan potensi masyarakat nelayan di Kecamatan Gunungsitoli Idanoi belum berjalan dengan baik. Apabila mencermati kembali konsep yang dikemukakan oleh Kartasasmita (1996), proses pengembangan potensi masyarakat yang dikenal dengan istilah enabling ini sebenarnya memiliki makna yang sangat luas. Sebelum melakukan pengembangan potensi yang dimiliki oleh masyarakat, maka terlebih dahulu masyarakat perlu didorong, dimotivasi, dan dibangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya. Untuk mewujudkan hal ini, maka satu-satunya cara yang dapat dilakukan adalah melalui pelibatan masyarakat dalam setiap tahapan program pemberdayaan yang dicanangkan.
Pelibatan masyarakat sebagaimana di- maksud dalam konsep ini sangat penting karena kebutuhan masyarakat hanya mampu dipahami oleh masyarakat itu sendiri. Dengan kata lain, masyarakat sebenarnya memahami kebutuhannya, akan tetapi diperlukan peran serta dari pihak-pihak luar sehingga kebutuhan masyarakat tersebut lebih terarah dalam upaya peningkatan taraf hidup masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, peran pemerintah dalam program pemberdayaan masyarakat nelayan ini sangat dibutuhkan untuk membantu masyarakat nelayan mengeksplor kebutuhannya.
Mencermati kenyataan yang terjadi, Pemerintah Kota Gunungsitoli sejauh ini masih belum mampu menghasilkan program pemberdayaan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat nelayan. Bahkan penelitian yang
dilakukan juga membuktikan bahwa program pemberdayaan yang disasarankan untuk masyarakat nelayan di Kecamatan Gunungsitoli Idanoi tidak lebih hanya sekadar melaksanakan program rutin tahunan pemerintah.
Tidak maksimalnya proses pengembangan potensi masyarakat nelayan di Kecamatan Gunungsitoli Idanoi disebabkan oleh beberapa faktor yang pada akhirnya menghambat proses pemberdayaan masyarakat nelayan di Kecamatan Gunungsitoli Idanoi secara keseluruhan. Adapun faktor-faktor penghambat dimaksud meliputi hal-hal sebagai berikut:
Pertama, program pemberdayaan masyarakat nelayan yang tidak tepat. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, program pemberdayaan masyarakat nelayan di Kecamatan Gunungsitoli Idanoi merupakan program dalam bentuk pemberian bantuan alat tangkap ikan. Program pemberdayaan dalam bentuk bantuan ini pada dasarnya hanya dapat memenuhi kebutuhan praktis sesaat. Selain itu, strategi pemberdayaan seperti ini sama sekali tidak mendorong masyarakat untuk hidup mandiri, bahkan cenderung menimbulkan kebergantungan masyarakat dari sasaran. Oleh karena itu, sebanyak apapun bantuan yang diberikan oleh pemerintah tanpa diintegrasikan dengan strategi yang tepat, maka sampai kapanpun tidak akan mampu memberi kontribusi berarti bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat penerima bantuan tersebut.
Kedua, kurangnya keterlibatan masyarakat
nelayan dalam setiap tahapan program pemberdayaan yang dicanangkan. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, sejak perumusan program, pelaksanaan program, hingga evaluasi program pemberdayaan, masyarakat nelayan di Kecamatan Gunungsitoli Idanoi masih belum dilibatkan sepenuhnya. Pentingya keterlibatan masyarakat dalam program pemberdayaan masyarakat telah beberapa kali dibahas dalam tulisan ini. Hal ini perlu mendapatkan penegasan bahwa tujuan pemberdayaaan masyarakat tidak akan pernah terwujud tanpa adanya keterlibatan masyarakat di dalamnya. Begitu juga halnya dengan program pemberdayaan masyarakat nelayan wajib melibatkan masyarakat nelayan dalam setiap tahapannya.
2. Penguatan Potensi Masyarakat Nelayan
Untuk melaksanakan proses penguatan potensi masyarakat ini diperlukan langkah- langkah yang tidak sebatas penciptaan iklim dan suasana. Langkah-langkah tersebut Untuk melaksanakan proses penguatan potensi masyarakat ini diperlukan langkah- langkah yang tidak sebatas penciptaan iklim dan suasana. Langkah-langkah tersebut
Hal ini pada akhirnya menyebabkan munculnya (opportunities) yang akan membuat masyarakat
konflik di antara kelompok nelayan di Kecamatan menjadi makin berdaya. Akses yang dimaksud
Gunungsitoli Idanoi.
dapat berupa akses terhadap modal usaha, akses Konflik yang terjadi di antara kelompok terhadap pasar, akses terhadap informasi dan
nelayan terkait dengan akses informasi yang teknologi, maupun akses terhadap sarana dan
tidak merata ini biasanya berkaitan dengan prasarana. Dengan demikian, penguatan potensi
perbedaan jumlah bantuan yang diterima oleh masyarakat nelayan ini tidak hanya menekankan
setiap kelompok. Bahkan kelompok nelayan yang penguatan individu sebagai anggota masyarakat,