PENGUKURAN DAYA PEMBEDA TARAF KESUKARAN

 Jurnal At-Tajdid 

PENGUKURAN DAYA PEMBEDA,
TARAF KESUKARAN, DAN POLA JAWABAN TES
(Analisis Butir Soal)
Syamsudin*
Abstract : Test is important property in doing teaching and learning
activity. Good result test come from the good tools of test mechanism or technique. he good test technique derived from the item
tests which have signiicant discrimination power. When held a good
examination, mean a test which has discrimination power to diferentiate smart testee and shallow testee thus one of the important duty
of test technique will be accomplished. his paper describes how to
evaluate item test in order to make a good discrimination power of the
item test. he more detail the test to describe diferent ability of the
testee the test quality become better
Keywords: test power diferentiator, test diiculty level, patterns answers of test

*

Dosen STIT Muhammadiyah Pacitan

187


Pengukuran Daya Pembeda, Taraf Kesukaran, dan Pola Jawaban Tes

PENDAHULUAN
Evaluasi yang dideiniisikan oleh Nana Sudjana sebagai “... To give
value something with the criterion”1 dan sebagai “... usaha menetapkan
nilai, yang terdapat dalam proses belajar mengajar yang terlihat pada hasil belajar yang dicapai seorang pelajar2 oleh Yahya Qohar mempunyai
beberapa syarat antara lain:
1. Harus reliabel
2. Harus valid
3. Harus objectif
4. Harus diskriminatif
5. Harus imprehensif
6. Harus mudah digunakan3
Melihat fungsi peran evaluasi, maka perlu diperlihatkan tes sebagai salah satu alatnya. Sebagaimana diketahui bahwa tes bisa berbentuk
tertulis, lesan atau perbuatan.4 Maka tes harus memenuhi persyaratanpersyaratan tersebut. Tulisan ini menggunakan test dilihat dari segi bahwa tes harus didiskriminatif. Jadi uraian berikut termasuk serial analisis
hasil test. Ada 4 cara menilai tes yaitu pertama meneliti secara jujur soalsoal yang sudah disusun, kedua mengadakan analisis soal (item analysis),
ketiga checking validitas dan keempat checking reliabilitas.
Dari keempat cara tersebut di atas, tulisan ini menguraikan cara
kedua yaitu item analisis soal yang terdiri dari tiga hal yaitu taraf kesukaran, daya pembaca dan pola jawaban soal. Tulisan ini secara berurutan

membahas ketiga hal tersebut.

PENgERTIAN DAYA PEMBEDA
Daya pembeda adalah kemampuan atau item tes membedakan
siswa yang pandai dari anak yang tidak pandai. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi, disingkat D.
Indeks deskriminasi berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Pada indeks ini
terdapat kemungkinan adanya tanda negatif manakala suatu tes terbalik menunjukkan kualitas tes yaitu anak pandai disebut bodoh dan anak
bodoh disebut pandai.
188

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 1, No. 2, Juli 2012

Syamsudin

Dengan demikian ada tiga titik daya pembeda yaitu:
-1,00

0,00

1,00


Daya pembeda negatif

Daya pembeda rendah

Daya pembeda tinggi (positif)

Bagi suatu soal yang dapat dijawab benar oleh siswa pandai maupun siswa bodoh, maka soal itu tidak baik karena tidak mempunyai daya
pembeda. Demikian juga jika semua siswa baik pandai maupun bodoh
tidak bisa menjawab benar, soal tersebut juga tidak baik karena tidak
mempunyai daya pembeda. Tes yang baik adalah tes yang dapat dijawab
dengan benar oleh siswa-siswa yang pandai saja.
Suatu misal, kelompok anak yang pandai dapat menjawab dengan
benar suatu tes dan seluruh atau hampir semua siswa yang tergolong bodoh menjawab dengan salah, dikatakan bahwa soal itu memiliki D terbesar. Sebaliknya kalau justru lower group seluruhnya benar menjawab soal
sedang upper group-nya yang menjawab dengan salah, maka D soal itu
–1,00. Sedangkan kalau antara group keduanya sama yang menjawab dengan benar berarti D soal itu 0,00 atau tidak memiliki daya pembeda.

CARA MENENTUKAN DAYA PEMBEDA
Langkah pertama adalah membedakan menjadi kelompok kecil
(kurang dari 100) dan kelompok besar (100 ke atas).

1.

Kelompok kecil (kurang 100)

Seluruh kelompok tes terbagi dua sama besar, separuh kelompok
atas (upper group) dan separuh kelompok bawah (lower group) sebagai
berikut:
Siswa
A
B
C
D
E

Skor
0
8
Kelompok atas
8
(JA)

7
6

Siswa
F
G
H
I
J

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 1, No. 2, Juli 2012

Skor
5
5
Kelompok bawah
4
(JB)
4
3


189

Pengukuran Daya Pembeda, Taraf Kesukaran, dan Pola Jawaban Tes

2.

Kelompok besar (100 ke atas)

Untuk memudahkan analisis cukup diambil kedua kutub atas dan
bawahnya saja, masing-masing 27% sebagai JA dan JB nya. Contohnya
sebagai berikut:
9
9
8
8
8

27% sebagai JA


2
1
1
1
0

27% sebagai JB

Dari tabel kelompok atas dan kelompok bawah itu dicari menggunakan rumus:
D=(Ba/Ja)-(Bb/Jb)=Pa-Pb
D
J
Ja
Jb
Bb
Ba

= Daya Pembeda
= Jumlah Peserta
= Jumlah Peserta Atas

= Jumlah Peserta Bawah
= Jumlah Peserta Kelompok bawah menjawab benar
= Jumlah peserta kelompok atas menjawab benar
PB - BB/JB = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
PA - BA/JA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

Contoh perhitungan sebagai berikut:
Tabel Analisa 10 butir soal, 20 siswa
Siswa

Kelompok

1

2

3

4


5

6

7

8

9

10

Skor

A

B

1


0

1

0

0

0

0

1

1

0

4


B

A

0

1

1

1

1

1

0

0

1

1

7

C

A

1

0

1

0

1

1

1

1

1

1

8

D

B

0

0

1

0

1

1

1

1

1

0

6

E

A

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

10

F

B

1

1

0

0

0

1

1

1

1

0

6

G

B

0

1

0

0

0

1

1

1

1

1

6

190

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 1, No. 2, Juli 2012

Syamsudin
Siswa

Kelompok

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Skor

H

B

0

1

1

0

0

1

0

1

1

1

6

I

A

1

1

1

0

0

1

1

1

1

1

8

J

A

1

1

1

1

0

0

1

0

1

1

7

K

A

1

1

1

0

0

1

1

1

1

0

7

L

B

0

1

0

1

1

0

0

1

1

0

5

M

B

0

1

0

0

0

0

0

1

1

0

3

N

A

0

0

1

0

1

1

1

1

1

1

7

O

A

1

1

0

1

1

1

1

0

1

1

8

P

B

1

0

0

0

0

1

0

1

1

0

4

Q

A

1

1

0

1

0

1

1

1

1

1

8

R

A

1

1

1

1

0

1

1

1

1

0

8

S

B

1

0

1

0

0

1

1

1

1

0

6

T

B

0

1

0

1

0

1

1

1

1

0

6

12

14

12

8

7

16

14

17

20

10

Jumlah

Berdasarkan nama-nama siswa dapat diperoleh skor-skor sebagai
berikut:
A = 4, B = 7, C = 8, D = 6, E = 10, F = 6, G = 6, H = 6, I = 8, J = 7, K = 7,
L = 5, M = 3, N =7, O = 8, P = 4, Q = 8, R = 8, S = 6, T = 6

Dari angka-angka yang belum teratur lalu disusun menjadi array
(urutan penyebaran), dari skor yang paling tinggi ke skor yang paling
rendah.
Kelompok atas

Kelompok bawah

10
8
8
8
8
8
7
7
7
7

6
6
6
6
6
6
5
4
4
3

10 orang

10 orang

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 1, No. 2, Juli 2012

191

Pengukuran Daya Pembeda, Taraf Kesukaran, dan Pola Jawaban Tes

Array ini sekaligus menunjukkan adanya kelompok atas (JA) dan
kelompok bawah (JB) dengan pemiliknya sebagai berikut:
Kelompok atas
JA

1.
2.

Kelompok bawah
JB

B=7
C=8
E=10
I=8
J=7
K=7
N=7
O=8
Q=8
R=8

A=4
D=6
F=6
G=6
H=6
L=5
M=3
P=4
S=6
T=6

10 orang

10 orang

Selanjutnya dilihat tabel analisa lagi khusus soal nomor satu.
Dari kelompok atas yang menjawab benar 8 murid
Dari kelompok bawah yang menjawab benar 4 orang
Ditetapkan dalam rumus indeks diskriminasi sebagai berikut:
• JA = 10
• BA = 8
• PA = 0.8
• JB
= 10
• BB = 4
• PB = 0,4
Maka D soal nomor 1 = PA –PB = 0,8 -0,4 = 0,4

KLASIFIKASI DAYA PEMBEDA DAN HUBUNgANNYA DENgAN TARAF
KESULITAN
D
D
D
D
D

192

= 0,00 -0,20 jelek (poor)
= 0,20-0,40 cukup (satisfactory)
= 0,4-0,70 baik (good)
= 0,70-1,00 Baik sekali (Excellent)
= Negatif, semuanya tidak baik, “semua soal yang mempunyai
nilai D negatif dibuang saja

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 1, No. 2, Juli 2012

Syamsudin

Untuk melihat hubungan antara taraf kesulitan dan taraf daya pembeda antara P dan D perlu senantiasa diingat rumus mencari P dan juga
D. Dari indeks kesukaran (P) dan indeks di diskriminasi atau daya pembeda (D) diperoleh hubungan sebagai berikut:
Sebagai contoh
Soal dengan P = 0,20
Akan memberikan D max – 0,10
Soal dengan P = 0,80
Akan memberikan D =
Max = yang sama

Dari graik terlihat bahwa soal-soal dengan nilai P = 0,50 memungkinkan untuk mendapat daya pembeda yang paling tinggi.

TARAF KESUKARAN
Item soal sebaiknya tidak terlalu mudah juga tidak terlalu sukar.
Dalam hal soal terlalu mudah dan atau terlalu sukar kurang memiliki
fungsi akademik yang layak. Sebab manakala soal terlalu mudah kurang
merangsang dan menarik minat belajar, sebaliknya kalau terlalu sukar
pun sangat memungkinkan murid tidak selera untuk belajar bahkan
menjadi putus asa.
Angka sebagai ukuran tingkat kesukaran item soal disebut indeks
kesukaran atau diiculty index, yang berada pada angka 0,00 s/d 1,00.
Indeks kesukaran yang populer disebut P (proporsi) 0,00 menunjukkan
soal itu terlalu sukar ,sedangkan 1,0 menunjukkan soal terlalu mudah.
Dengan demikian soal dengan P 0,50 lebih mudah dari soal dengan P
0,25 ,begitu pula sebaliknya soal dengan P 0,10 lebih sukar daripada soal
dengan P 0,30.
Rumus mencari P adalah B : JS. P = indeks kesukaran, B = banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar, JS = Jumlah seluruh
siswa peserta tes. Adapun contoh penerapannya sebagai berikut: Misal
ada sejumlah 40 orang siswa sebuah kelas. Dari mereka terdapat 12 orang

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 1, No. 2, Juli 2012

193

Pengukuran Daya Pembeda, Taraf Kesukaran, dan Pola Jawaban Tes

murid yang dapat mengerjakan dengan benar item soal nomor 1. Maka
indeks kesukaran soal nomor itu adalah:
P
= B:JS
= 12 : 40
= 0,30
Lebih lanjut untuk memudahkan penggambarannya di bawah ini
ada tabel dari 20 siswa A s/d T mengerjakan 20 item test sebagai berikut:

194

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 1, No. 2, Juli 2012

1.
2.
Dari tabel yang disajikan di atas, dapat ditafsirkan bahwa:

NOMOR SOAL

Skor siswa

1

2

3

4

5

6

7

8

9

A

1

1

0

0

1

0

1

1

0

10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1

1

0

1

0

1

1

1

1

0

1

13

B

0

1

0

0

1

0

1

1

0

0

1

1

1

1

0

0

0

1

1

1

11

C

1

1

0

0

1

1

1

1

0

1

0

1

1

0

1

1

0

1

1

1

14

D

0

1

0

0

1

1

0

1

0

0

0

1

1

1

0

0

0

1

1

0

9

E

1

1

0

0

1

0

1

1

0

1

1

1

1

1

0

1

1

1

1

0

14

F

0

0

0

1

1

1

0

1

0

0

1

1

1

0

0

0

1

0

0

0

8

G

1

0

0

1

0

0

1

1

0

1

0

1

1

1

1

1

1

0

1

1

13

H

0

0

0

1

1

1

0

1

0

0

1

1

1

0

0

0

1

0

0

0

8

I

1

1

1

1

1

0

1

1

0

1

1

1

1

1

1

1

0

1

1

1

17

J

0

1

1

1

1

0

1

1

0

0

1

1

1

1

0

1

0

1

1

0

13

K

0

0

0

1

1

1

0

1

0

0

1

1

1

0

0

0

1

0

0

0

8

L

1

1

1

1

1

0

1

1

0

1

1

1

1

1

1

1

0

1

1

1

17

M

1

0

0

0

1

0

1

1

1

1

1

1

1

0

1

0

1

1

0

1

13

N

0

1

1

0

1

1

1

1

0

1

1

1

1

1

1

0

1

1

1

1

16

O

1

1

0

0

1

0

1

0

1

1

0

1

1

0

1

0

1

1

1

0

12

P

0

1

0

1

1

1

1

0

0

0

0

1

1

1

0

0

0

0

1

1

10

Q

1

0

0

0

0

0

0

1

0

1

1

1

1

0

0

0

0

1

1

1

9

R

0

1

0

1

1

0

1

1

0

1

1

1

1

0

0

0

0

1

0

1

11

S

1

1

0

1

1

0

1

1

1

0

0

1

1

1

1

0

1

1

0

1

14

0

1

0

1

1

0

1

1

0

0

0

1

1

1

0

0

0

1

0

1

10

3 11 13 19 20 11

9

7 10 15 12 13

T
Jumlah

10 14

4 11 18

7 15 18

Syamsudin

195

Soal nomor 1 memiliki terap kesukaran 10 : 20 = 0,50
Soal nomor 9 yang tersukar karena hanya dapat dijawab dengan betul oleh 3 orang saja, jadi 3 : 20 = 0,15

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 1, No. 2, Juli 2012

siswa

Pengukuran Daya Pembeda, Taraf Kesukaran, dan Pola Jawaban Tes

3.

Soal nomor 13 yang paling mudah karena dijawab dengan benar
oleh seluruh murid .Indeks kesukarannya = 20 : 20 = 1,0

Menurut ketentuan yang berlaku indeks kesukaran diklasiikasi sebagai berikut:
1. Soal dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar
2. Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang
3. Soal dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah

POLA JAWABAN
Pola jawaban adalah distribusi testee dalam hal menentukan pilihan
ganda. Pola jawaban soal diperoleh dengan menghitung banyaknya testee yang memilih jawaban a,b,c atau d atau yang tidak memilih jawaban
manapun yang disebut omit disingkat o. Dari pola jawaban soal dapat
ditentukan apakah pengecohnya (distraktor) berfungsi dengan baik atau
tidak. Pengecoh yang tidak dipilih sama sekali oleh testee berarti pengecoh itu jelek, terlalu mencolok menyesatkan. Sebaliknya sebuah distraktor dapat dikatakan berfungsi dengan baik apabila distraktor tersebut mempunyai daya tarik yang besar bagi pengikut pengikut tes yang
kurang memahami konsep atau kurang menguasai bahan.
Terhadap distraktor dapat 3 perlakuan, diterima kalau baik, ditolak
karena tidak baik, dan ditulis kembali kalau kurang baik. Kekurangannya
mungkin terletak pada rumusan kalimatnya sehingga hanya perlu ditulis
kembali, dengan perubahan seperlunya. Menulis soal kalau memang ada
yang harus diperbaiki harus diperbaiki sebelum di gunakan untuk tes.
Distraktor berfungsi baik minimal dipilih 5% pengikut tes.
Contoh penghitungan, dari analisis sebuah item, polanya diketahui:
Pola jawaban
!a!b!c*!d!0!
jumlah *kunci jawaban
Kelompok atas
! 5 ! 7 ! 15 ! 3 ! 0 !
30
Kelompok bawah
!8!8!6!3!0!
30
Jumlah
!13!15! 21 ! 9 ! 3 !
60

196

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 1, No. 2, Juli 2012

Syamsudin

1.
2.
3.

Dari pola jawaban soal ini dapat dicari
P = 21 : 60 = 0,35
D = PA – PB = 15/30 – 6/30 = 9/30 = 0,30
Distraktor, semua berfungsi dengan baik dipilih lebih dari 5% pengikut tes.

PENUTUP
Dari uraian terdahulu maka kiranya dapat kita ambil pengertian
penting bahwa penyusunan soal perlu adanya hal-hal yang harus diperhatikan agar sasaran penyelenggaraan evaluasi dapat tercapai. Hal itu
antara lain adanya daya pembeda atau krimination power di samping kriteria-kriteria lainnya.
Semakin terpenuhi kriteria-kriteria soal yang baik, semakin tinggi
kualitas soal untuk sebuah evaluasi. Begitu juga semakin jauh dari kriteria-kriteria itu semakin rendah pula kualitas soal tersebut.
Demikian tulisan ringkasan sederhana ini berusaha menghadirkan uraian tentang cara mengukur daya pembeda soal dalam upaya
memperoleh item-item soal yang valid dan realibel dan memiliki kebermaknaan yang maksimal dalam sebuah program evaluasi pendidikan
pengajaran. [ ]

ENDNOTES
1

2
3
4

Nana Sudjana, Dasar-Dasar Peralatan Ilmu Belajar, ( Jakarta: Serajaya, 1984),
hlm. 8.
Yahya Qohar, Evaluasi Pendidikan Agama, (Bogor: Jawi Jaya, 1981), hlm. 12.
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, ( Jakarta: Rajawali, 1984), hlm. 331.
Hendayat Sutopo, Pembinaan Pengembangan Kurikulum,(Malang: IKIP Negeri, 1982), hlm. 134.

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 1, No. 2, Juli 2012

197

Pengukuran Daya Pembeda, Taraf Kesukaran, dan Pola Jawaban Tes

DAFTAR PUSTAKA
Qohar, Yahya. Evaluasi Pendidikan Agama, Bogor : Ciawi Jaya, 1981
Arikunto, Suharsimi. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Serajaya
1984
Sudjana, Nana. Dasar-Dasar Penilaian Hasil Belajar, Jakarta: Serajaya.
1984
Suryabrata, Sumadi. Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rajawali. 1984
Sutopo, Hendyat. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum, Malang:
IKIP Negara Malang. 1982

198

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 1, No. 2, Juli 2012