Implementasi Program Penanggulangan Kemi. pdf

IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN (P2KP) (Studi pada Kelurahan Sei Sikambing B, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan, Sumatera Utara)

SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Disusun Oleh: Andika Putra DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji hanya bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Allah Yang Maha Berkehendak dan Maha Perkasa. Allah Yang Maha Pencipta. Allah lah yang telah memberikan nikmat islam dan sunnah. Allah satu-satunya yang wajib diibadahi dengan sesuai sunnah Rasulullah. Kemerdekaan hakiki adalah dengan penghambaan kepada Allah saja. Kehinaan adalah pengikutan kepada hawa nafsu dan bisikan setan. Dia menciptakan kita untuk beribadah hanya kepada-Nya dan mengkufuri thogut. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad ibnu Abdillah Shalallahu ‘alihi Wa Salam, ahli bait, sahabat beliau, dan orang-orang yang mengikuti beliau dengan baik dan benar sampai hari kiamat.

Penyelesaian skripsi ini telah melibatkan banyak pihak yang sangat membantu dan berperan penting karena keterbatasan yang dimiliki oleh penulis. Sehingga dalam kesempatan ini, penulis ingin berterima kasih kepada banyak pihak yang telah membantu dan membimbing dalam penyelesaian skripsi ini. Tanpa pihak-pihak tersebut mungkin penulis tidak dapat dengan lancar dan baik menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua ku Bapak Iskandar Yacoub dan Ibu Suhartini yang telah sangat bersabar membesarkan seorang anak yang belum membuktikan kegunaannya dan cuma bisa merepotkan. Terima kasih sangat kepada keduanya atas segala kasih sayang, perhatian, dan kesabarannya.

2. Terima kasih kepada adik-adikku (Jaka dan Tika), kakakku (Ayu Chandra), buklek Suratmi, dan pak Yunan atas perhatiannya dan persaudaraannya.

3. Bapak Prof. Dr. Arif Nasution, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Humaizi, MA., selaku Pembantu Dekan I (PD I) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Prof. DR. Marlon Sihombing, MA., selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Dra. Beti Nasution MSI., selaku sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

7. Bapak Drs. Kariono, MSI., selaku dosen pembimbing.

8. Seluruh staf pengajar dan dosen Departemen Ilmu Administrasi Negara Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pengetahuan dan pembelajaran kepada penulis selama kuliah.

9. Seluruh staf pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah membantu segala urusan administrasi penulis selama kuliah sampai selesai, khususnya kepada staf Departemen Ilmu Administrasi Negara Kak Mega, yang telah membantu penulis untuk urusan administrasi di kantor departemen dari mulai masuk sampai selesai selama penulis kuliah. Kak Emi Triani, yang telah membantu administrasi di Bagian Pendidikan.

10. Lurah Sei Sikambing B Bapak Rudy Asriandy. S. STP yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di Kelurahan Sei Sikambing B.

11. Fasilitator Kelurahan Bang Abdul Husen yang telah membantu penulis mendapatkan data-data penelitian.

12. Koordinator Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Ikhlas Persatuan Ibu Zaharawati yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam mendapatkan data-data penelitian.

13. Seluruh Ulama Ahli Sunnah wal Jama’ah di seluruh dunia yang sudah wafat maupun yang masih hidup; Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I, Imam Ahmad bin Hambal, Ibnu Hazm, Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim, Muhammad bin Abdul Wahhab, Ibnu Baaz, Al-Albani, Ibnu Utsaimin, Syaikh Muqbil, Syaikh Rabi’. Terima kasih juga kepada seluruh ustadz salafi di Indonesia khususnya di Kota Medan; Ustadz Ali Nur, Ustadz Abu Ihsan, Ustadz Abdul Fattah, Ustadz Faisal, Ustadz Yunus, Ustadz Yulnaidi, Ustadz Bukhori, dan lainnya.

14. Kawan-kawan seperjuangan, salafiyun di USU terkhusus di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU; Iqbal As-Salafy, Buyamin, Mirza Al-Muwahhid, Jaka Al-Langkaty (Ibnu Sunny), Tyas As-Salafy, Rizky As-Salafy, Dedek As-Salafy, Jairun As-Salafy, Irwanto, dan Ibnu Tawakkal. Salafiyun di Fakultas Ekonomi USU; Rahmadi, Novri, Suheri, Septian, Halim, dan Bang Habibi. Kawan-kawan salafiyun di USU; Bang Rusdi, Rozy, Roby, Revin, Saiful, dan lainnya dari para aktivis dakwah tauhid dan sunnah di USU. Teruskan harokah kita di manapun kita ada dan semampu kita. Tegakkan Tauhid dan Sunnah, Hancurkan Syirik dan Bid’ah.

15. Kawan-kawan anak musholla As-Siyasah FISIP USU; Rais Asy-Syafi’i, Anas, Bang Jul Bancin, Ismuhar, Haikal, Afwan, Koto, Syahrifin, dan lainnya.

16. Kawan-kawan KAMMI dan PKS yang ada di FISIP USU; Bang Rajab, Bang Arif, Bang Cipta Tarwono, Suyadi, Irawan, Saiful, dan lainnya. Agama adalah nasihat dan persatuan adalah di atas Al-Qur’an dan As-Sunnah ‘ala fahmi salaf.

17. Kawan-kawan Administrasi Negara; Mahfudz, Bukhari Akbar, Chandra, Mandar, Royan, Arief, Asfar, Rajab, Alex, Stevan, Yusuf, Roni, Frans, dan lainnya.

Untuk semua pihak yang telah terlibat dan membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih saya sampaikan. Kiranya di lain waktu dan kesempatan, penulis dapat membantu dan memberikan partisipasi.

Semoga skripsi ini dapat berguna dan memberikan hasil yang memuaskan kepada semua pihak yang membutuhkan. Segala kekurangan dan kesalahan pada skripsi ini, saya mohon maaf dan maklum. Kiranya dapat menjadi pembelajaran di lain kesempatan. Terima kasih.

Medan, 10 Februari 2009 Penulis

(Andika Putra)

ABSTRAKSI

Implementasi Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) (Studi pada Kelurahan Sei Sikambing B, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan)

Skripsi ini disusun oleh: Nama

: Andika Putra

: Ilmu Administrasi Negara

Fakultas

: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Dosen Pembimbing : Drs. Kariono, MSI.

Kemiskinan adalah sebuah masalah kompleks yang sudah sangat lama ada dalam kehidupan manusia. Berbagai teori telah dikemukakan untuk mengatasi masalah kemiskinan, namun hampir semua teori tersebut kurang menyentuh akar permasalahan, yaitu pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu P2KP hadir untuk mengentaskan kemiskinan melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat. Ada dua alasan mengapa penulis tertarik meneliti tentang P2KP yaitu; kemiskinan adalah masalah yang selalu menarik dibahas untuk menemukan solusi pemecahannya dan karena P2KP menawarkan pendekatan baru dalam mengentaskan kemiskinan. Lokasi penelitian ini penulis pilih di Kelurahan Sei Sikambing B. Dana P2KP yang sudah dialokasikan di kelurahan ini adalah Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) tahap I.

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana proses pengimplementasian P2KP di lapangan dan apa-apa saja permasalahan-permasalahan yang terjadi di lapangan. Metodologi penelitian yang penulis gunakan adalah metode penelitian deskriptif yang menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian tentu sangat memerlukan informan, oleh karena itu penulis memilih Koordinator Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), Fasilitator Kelurahan, dan Lurah sebagai informan kunci, dan Ketua Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) sebagai informan biasa.

Setelah melakukan penelitian di lapangan maka penulis berkesimpulan bahwa pelaksanaan P2KP di Kelurahan Sei Sikambing B berjalan baik dan dapat dikatakan membawa perubahan yang cukup positif, baik dalam masalah lingkungan dan perihal keberdayaan masyarakat. Namun meskipun begitu masalah-masalah dan hambatan selalu akan ada dalam setiap pelaksanaan setiap program. Dalam penelitian ini penulis menemukan masalah yang cukup menarik perhatian, yaitu adanya lingkungan-lingkungan yang tidak ikut berperan serta secara aktif dalam memanfaatkan P2KP. Masalah ini lebih diakibatkan paradigma berpikir masyarakat yang cenderung apatis dan pragmatis dalam menilai program dari pemerintah. Dan satu-satunya cara mengatasi masalah ini adalah membuktikan ke masyarakat bahwa P2KP di kelurahan ini dapat dilaksanakan secara baik dan membawa perubahan positif. Saran penulis dalam pelaksanaan P2KP adalah agar pihak BKM lebih aktif dan tetap semangat dalam bekerja sehingga mampu membawa masyarakat ikut berperan aktif dalam usaha mengatasi kemiskinan di masyarakat kelurahan mereka sendiri.

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Profil Kependudukan Kelurahan Sei Sikambing B

2. Kualifikasi Penduduk Berdasarkan Pendidikan

3. Kualifikasi Penduduk Berdasarkan Umur

4. Kualifikasi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

5. Kualifikasi Penduduk Berdasarkan Agama

6. Profil Keanggotaan BKM Ikhlas Persatuan

7. Profil Keanggotaan BKM Ikhlas Persatuan

8. Alokasi Kegiatan Sosial

9. Alokasi Kegiatan Ekonomi

10. Alokasi Kegiatan Lingkungan 59

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Permohonan Persetujuan Judul Skripsi Lampiran 2 Surat Penunjukan Dosen Pembimbing Lampiran 3 Jadwal Seminar Proposal Usulan Penelitian Skripsi Lampiran 4 Daftar Hadir Peserta Seminar Proposal Lampiran 5 Berita Acara Seminar Lampiran 6 Surat Izin Balitbang Lampiran 7 Surat Izin Kecamatan Lampiran 8 Hasil wawancara dengan informan kunci Lampiran 9 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2005 tentang Tim

Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Lampiran 10 Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Selaku Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Nomor: 23/KEP/MENKO/KESRA/VII/2007 tentang Tim Pengendali Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat

Lampiran 11 Realisasi Kegiatan Pemanfaatan Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) tahap I

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Papan Informasi Proyek Betonisasi Jalan di Jl. Tempua Gambar 2.

Papan Proyek Betonisasi Jalan di Jl. Gelatik Gambar 3.

Jalan yang telah diaspal di Jl. Tempua Gambar 4.

Jalan yang telah diaspal di Jl. Gelatik Gambar 5.

Jalan yang telah diaspal di Jl. Balam Gambar 6.

Jalan yang telah diaspal di Jl. Belibis Gambar 7.

Jalan yang telah diaspal di Jl. Merak Gambar 8.

Jalan yang telah diaspal di Jl. Kiwi Gambar 9.

Jalan yang telah diaspal di Jl. Kadar Gambar 10. Jalan yang telah diaspal di Jl. Merpati Gambar 11. Kantor Kelurahan Sei Sikambing B Gambar 12. Kantor Sekretariat BKM Ikhlas Persatuan

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Masalah kemiskinan adalah salah satu masalah yang telah lama ada. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kemudahan- kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern.

Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yakni kemiskinan alamiah dan karena buatan. Kemiskinan alamiah terjadi antara lain akibat sumber daya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan "buatan" terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia, hingga mereka tetap miskin. Maka itulah sebabnya para pakar ekonomi sering mengkritik kebijakan pembangunan yang sering terfokus pada pertumbuhan ketimbang pemerataan.

Program-program pengentasan kemiskinan sudah banyak dilaksanakan di berbagai negara. Di Indonesia program-program penanggulangan kemiskinan sudah banyak pula dilaksanakan, seperti : pengembangan desa tertinggal, perbaikan kampung, gerakan terpadu pengentasan kemiskinan. Berbagai program kemiskinan terdahulu dalam kenyataannya sering menghadapi kondisi yang kurang menguntungkan, misalnya salah sasaran, Program-program pengentasan kemiskinan sudah banyak dilaksanakan di berbagai negara. Di Indonesia program-program penanggulangan kemiskinan sudah banyak pula dilaksanakan, seperti : pengembangan desa tertinggal, perbaikan kampung, gerakan terpadu pengentasan kemiskinan. Berbagai program kemiskinan terdahulu dalam kenyataannya sering menghadapi kondisi yang kurang menguntungkan, misalnya salah sasaran,

Hingga saat ini Bangsa Indonesia belum benar-benar terlepas dari persoalan kemiskinan sejak krisis berkepanjangan. Oleh karena itu program P2KP hadir untuk melaksanakan amanah Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) yang menempatkan penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas mendesak untuk segera ditangani. Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) merupakan program pemerintah yang berupaya menanggulangi kemiskinan melalui konsep pemberdayaan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat, sehingga dapat terbangun sebuah gerakan kemandirian penanggulangan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan yang bertumpu pada nilai-nilai luhur dan prinsip-prinsip universal.

P2KP memahami bahwa akar penyebab dari persoalan kemiskinan yang sebenarnya adalah karena kondisi masyarakat yang belum berdaya dengan indikasi kuat yang dicerminkan oleh perilaku/sikap/cara pandang masyarakat yang tidak dilandasi pada nilai- nilai universal kemanusiaan (jujur, dapat dipercaya, ikhlas, dll) dan tidak bertumpu pada prinsip-prinsip universal kemasyarakatan (transparansi, akuntabilitas, partisipasi, demokrasi, dll).

P2KP sebagai program penanggulangan kemiskinan di perkotaan lebih mengutamakan pada peningkatan pendapatan masyarakat dengan mendudukan masyarakat sebagai pelaku utamanya melalui partisipasi aktif. Melalui partisipasi aktif ini dari masyarakat miskin sebagai kelompok sasaran tidak hanya berkedudukan menjadi obyek program, tetapi ikut serta menentukan program yang paling cocok bagi mereka. Mereka memutuskan, menjalankan, dan mengevaluasi hasil dari pelaksanaan program. Nasib dari program, apakah akan terus berlanjut atau berhenti, akan tergantung pada tekad dan komitmen masyarakat sendiri.

Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) yang dimulai pada tahun 1999, pada awalnya dilaksanakan dalam rangka menanggulangi kemiskinan sebagai akibat dari krisis ekonomi tahun 1997-1998 dan kemudian berkembang menjadi krisis multidimensi.

Pada intinya dalam perspektif P2KP, penyebab tingkat pertama terjadinya kemiskinan adalah individu yang tidak baik dan murni. Apabila orang-orang yang tidak baik ini mendominasi institusi pengambil keputusan maka institusi itu akan menjadi institusi yang tidak mampu menerapkan nilai-nilai universal kemanusiaan. Apabila sudah seperti ini maka kebijakan yang dihasilkan adalah kebijakan yang tidak berpihak atau adil kepada masyarakat. Kebijakan yang seperti ini mengakibatkan kerusakan pada aspek sosial, politik, ekonomi, dan lingkungan. Dan hasil dari kerusakan pada keempat aspek ini adalah kemiskinan.

Dalam pelaksanaan P2KP ada dua tujuan yang hendak dicapai. Tujuan pertama ialah meningkatkan kesejahteraan masyarakat agar mampu secara mandiri untuk Dalam pelaksanaan P2KP ada dua tujuan yang hendak dicapai. Tujuan pertama ialah meningkatkan kesejahteraan masyarakat agar mampu secara mandiri untuk

Ada beberapa alasan mengapa Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) menarik untuk dibahas. Pertama, masalah kemiskinan adalah permasalahan global yang hampir dialami oleh semua Negara di dunia, termasuk di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Oleh karena itu, permasalahan kemiskinan adalah permasalahan yang selalu menarik untuk dikaji guna menemukan solusi penanggulangannya. Alasan kedua mengapa Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan ini menarik untuk dibahas adalah Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dianggap sebagai solusi terbaru dalam mengentaskan permasalahan kemiskinan setelah program-program pemerintah yang sebelumnya dianggap kurang atau tidak mampu menekan dengan maksimal angka kemiskinan di Indonesia.

Penelitian ini akan dilakukan di Kelurahan Sei Sikambing B Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan Propinsi Sumatera Utara. Kelurahan ini dipilih sebagai lokasi penelitian adalah karena daerah ini adalah salah satu dari kelurahan yang menerima dana P2KP di Kota Medan. Dana P2KP yang sudah diberikan kepada kelurahan ini adalah Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) tahap I. Dana BLM I ini dialokasikan untuk kegiatan tridaya yang mencakup kegiatan sosial, kegiatan ekonomi, dan kegiatan sosial.

1.2.Perumusan Masalah

Untuk mengarahkan penelitian dan memperlancar data dan fakta ke dalam bentuk penulisan ilmiah, maka perlu perumusan masalah dengan jelas, sehingga dapat dipergunakan sebagai bahan kajian dan pedoman arah penelitian. Setiap penelitian dimulai dengan perumusan masalah, yaitu yang memberikan gambaran ada sesuatu yang perlu di selesaikan atau dipecahkan dalam arti dicari jawabannya. (Nawawi 1990:42). Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka permasalahan yang menjadi perhatian penulis dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana implementasi P2KP dalam pemberdayaan masyarakat di Kelurahan Sei Sikambing B, kecamatan Medan Sunggal”?

1.3. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah tentu mempunyai tujuan tertentu. Adapun tujuan penulis dalam melakukan penelitian ini adalah

a. Untuk menganalisis bagaimana proses implementasi P2KP di kelurahan Sei Sikambing B.

b. Untuk mengetahui masalah-masalah yang timbul dalam implementasi P2KP di kelurahan Sei Sikambing B.

1.4.Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan agar dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Sebagai kontribusi bagi dunia pendidikan, khususnya dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan.

b. Sebagai bahan masukan bagi pelengkap referensi maupun bahan pembanding bagi mahasiswa yang ingin mengadakan penelitian di bidang yang sama.

1.5. Kerangka Teori

Sebagai kerangka teori untuk dapat menjelaskan mengenai pengimplementasian P2KP dalam memberdayakan masyarakat di Kelurahan Sei Sikambing B Kecamatan Medan Sunggal maka penulis mengutip beberapa teori para ahli.

Menurut Sugiono (2005:55), kerangka teori merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah didefinisikan sebagai masalah yang penting. Teori adalah konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk pelaksanaan penelitian.

1.5.1. Kebijakan Publik.

Kebijakan (policy) hendaknya dibedakan dengan kebijaksanaan, karena kebijaksanaan merupakan pengejawantahan aturan yang sudah ditetapkan sesuai situasi dan kondisi setempat oleh pejabat yang berwenang. Sedangkan publik adalah masyarakat umum itu sendiri, yang selayaknya diurus, diatur, dan dilayani oleh pemerintah sebagai administrator, tetapi juga sekaligus kadang-kadang bertindak sebagai penguasa dalam pengaturan hukum tata negaranya.

Kebijakan publik membahas mengenai soal bagaimana isu-isu dan persoalan- persoalan publik itu disusun (constructed) dan didefinisikan, dan bagaimana kesemuanya itu diletakkan dalam agenda kebijakan dan agenda politik.

Menurut Sofyan Effendi (Syafiie, 1999:107) pengetahuan tentang kebijakan publik adalah pengetahuan tentang sebab-sebab, konsekuensi dan kinerja kebijakan dan program publik, sedangkan pengetahuan dalam kebijaksanaan publik adalah proses menyediakan informasi dan pengetahuan untuk para eksekutif, anggota legislatif, lembaga peradilan dan masyarakat umum yang berguna dalam proses perumusan kebijakan serta yang dapat meningkatkan kinerja kebijaksanaan.

Proses kebijakan publik merupakan serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis tersebut nampak dalam serangkaian kegiatan yang mencakup penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan.

Menurut Holwet dan M. Ramesh (Subarsono, 2005: 13) berpendapat bahwa proses kebijakan publik terdiri atas lima tahapan yang adalah sebagai berikut:

1. Penyusunan agenda, yakni suatu proses agar suatu masalah bisa mendapat perhatian dari pemerintah.

2. Formulasi kebijakan, yakni proses perumusan pilihan-pilihan kebijakan oleh pemerintah.

3. Pembuatan kebijakan, yakni proses ketika pemerintah memilih untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan.

4. Implementasi kebijakan, yakni proses untuk melaksanakan kebijakan agar mencapai hasil.

5. Evaluasi kebijakan, yakni proses untuk memonitor dan menilai kinerja atau hasil kebijakan.

1.5.2. Implementasi Program.

Dalam setiap perumusan suatu kebijakan (program) selalu diiringi dengan suatu implementasi. Betapapun baiknya suatu program tanpa implementasi yang benar dan baik maka tidak akan banyak berarti. Suatu program hanyalah rencana bagus di atas kertas kalau tidak dapat diimplementasikan dengan baik dan benar. Implementasi bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur rutin melalui saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu implementasi menyangkut masalah konflik, keputusan, dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan. Oleh karena itu tidaklah terlalu salah jika dikatakan bahwa implementasi kebijakan merupakan aspek yang sangat penting dalam seluruh proses kebijakan. Udoji (Wahab, 1991:45) menyatakan bahwa pelaksanaan (implementasi) kebijakan adalah sesuatu yang lebih penting dari pada pembuatan kebijaksanaan.

Pressman dan Wildavsky (Hessel Nogi, 2003:17) mengartikan implementasi sebagai interaksi antara penyusunan tujuan dengan sasaran-sasaran tindakan dalam mencapai tujuan tersebut atau kemampuan untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang diinginkan dengan cara untuk mencapainya.

Definisi lain tentang implementasi diberikan oleh Lineberry. Menurut Lineberry (Putra, 2003:81) implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh pemerintah dan swasta baik secara individu dan kelompok yang diarahkan pada pencapaian tujuan dan sasaran yang menjadi prioritas dalam keputusan kebijakan.

Mazmanian dan Sabatier (Putra, 2003:84) mengatakan bahwa mengkaji masalah implementasi kebijakan berarti berusaha memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah program dinyatakan diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan- kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan, baik yang menyangkut usaha- usaha mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan dampak nyata pada masyarakat atau pada kejadian-kejadian tertentu.

Dari beberapa pemahaman yang dikemukakan di atas terlihat dengan jelas bahwa implementasi merupakan suatu rangkaian aktifitas dalam rangka menghantarkan kebijakan kepada masyarakat sehingga kebijakan tersebut membawa hasil sebagaimana diharapkan. Rangkaian kebijakan tersebut mencakup, pertama, persiapan seperangkat peraturan yang merupakan interpretasi dari kebijakan tersebut. Dari sebuah Undang-Undang muncul sebuah peraturan pemerintah, maupun peraturan daerah. Kedua, menyiapkan sumber daya guna menggerakkan kegiatan implementasi termasuk di dalamnya sarana dan prasarana, sumber daya keuangan, dan tentu saja penetapan siapa yang bertanggungjawab melaksanakan kebijakan tersebut. Ketiga, adalah bagaimana mengantarkan kebijakan secara konkrit ke masyarakat. Kelihatannya implementasi merupakan hal yang mudah, namun kenyataannya sangatlah kompleks.

Untuk mengefektifkan kebijakan yang ditetapkan, maka diperlukan adanya tahap- tahap implementasi kebijakan. Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn (Wahab,1991:36) mengemukakan sejumlah tahap implementasi sebagai berikut: Tahap I: Terdiri atas kegiatan-kegiatan:

1. Menggambarkan rencana suatu program dengan penetapan tujuan secara jelas.

2. Menentukan standar pelaksanaan.

3. Menentukan biaya yang akan digunakan beserta waktu pelaksanaan. Tahap II: Merupakan pelaksanaan program dengan mendayagunakan struktur staff, sumber daya, prosedur, biaya, serta metode. Tahap III: Merupakan Kegiatan-kegiatan:

1. Menentukan jadwal.

2. Melakukan pemantauan.

3. Mengadakan pengawasan untuk menjamin kelancaran pelaksanaan program. Dengan demikian jika terdapat penyimpangan atau pelanggaran dapat diambil tindakan yang sesuai dengan segera.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa program merupakan unsur pertama yang harus ada dalam tercapainya kegiatan implementasi. Program akan menunjang implementasi karena dalam program tersebut telah dimuat berbagai aspek antara lain:

1. Adanya tujuan yang ingin dicapai.

2. Adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan yang harus diambil dalam mencapai tujuan tersebut.

3. Adanya peraturan-peraturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui.

4. Adanya perkiraan anggaran yang dibutuhkan.

5. Adanya strategi anggaran yang dibutuhkan.

Dengan adanya program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk dioperasionalkan. Lebih lanjut Jones (1991:296), memberikan pengertian program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan. Unsur kedua yang harus dipenuhi dalam proses implementasi program yaitu adanya kelompok masyarakat yang menjadi sasaran program sehingga masyarakat tersebut merasa ikut dilibatkan dan membaawa hasil dari program yang dijalankan dan adanya perubahan dan peningkatan dalam kehidupannya. Tanpa memberikan manfaat kepada masyarakat maka boleh dikatakan program itu talah gagal dilaksanakan. Berhasil tidaknya suatu program diimplementasikan tergantung dari unsur pelaksanaannya. Maka unsur pelaksana ini merupakan unsur ketiga.

Jones (Hessel Nogi, 2003:32) menyebutkan apakah suatu program terimplementasi dengan efektif atau tidak dapat diukur dengan standar penilaian yaitu organisasi, interpretasi, dan penerapan.

a. Interpretasi. Interpretasi dimaksudkan sebagai usaha untuk mengerti apa yang dimaksudkan oleh pembentuk kebijaksanaan dan mengetahui betul apa dan bagaimana tujuan akhir itu harus diwujudkan. Tahap ini yaitu bagaimana menafsirkan agar program dapat menjadi rencana dan pengarahan yang tepat dan dapat diterima sehingga dapat dilaksanakan dengan baik.

b. Organisasi.

Pelaksanaan dilakukan dengan pembentukan badan-badan atau unit-unit untuk menyelenggarakan kegiatan untuk pencapaian tujuan. Hal ini dapat dilihat melalui:

1. Struktur organisasi, yang berkaitan dengan interaksi, hirarki, tujuan, dan sifat-sifat.

2. Sumber daya manusia, yaitu berkaitan dengan kemampuan aparatur dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

3. Sumber dan prasarana, berkaitan dengan fasilitas yang mendukung agar pekerjaan yang dihasilkan berkualitas dan bermanfaat secara efisien dan efektif.

4. Metode kerja/prosedur kerja, yaitu berhubungan dengan sistem dan prosedur kerja yang sudah baku sehingga dapat bekerja secara terpadu dan tidak tumpang tindih serta sudah memahami tugas dan tanggung jawab masing-masing, sehingga memudahkan untuk melaksanakan tugas masing-masing dengan efektif.

5. Perangkat hukum, yaitu berkaitan dengan suatu undang-undang, peraturan- peraturan yang mendukung suatu organisasi menjalankan aktivitasnya secara formal. Dalam hal ini organisasi harus memiliki kekuatan hukum.

6. Anggaran dana.

c. Penerapan. Penerapan segala keputusan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk terealisasinya tujuan dari program.

1.5.3. Kemiskinan

Berbicara persoalan kemiskinan merupakan fenomena yang bersifat multidimensional. Pada prinsipnya kemiskinan bukan sekedar fenomena, tetapi merupakan proses yang tereduksi dari berbagai faktor (Sulistiyani:2004). Kemiskinan menjadi isu yang sangat sentral dan menjadi fenomena dimana-mana. Selama ini kemiskinan diasumsikan bahwa orang miskin tidak mampu menolong dirinya sendiri. Kemiskinan dipandang sebagai gejala rendahnya kesejahteraan.

Kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi: (a) modal produktif atau asset (tanah, perumahan, alat produksi, kesehatan), (b) sumber keuangan (pekerjaan, kredit), (c) organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (koperasi, partai politik, organisasi sosial), (d) jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan jasa, (e) pengetahuan dan keterampilan, dan (f) informasi yang berguna untuk kemajuan hidup (Friedman dalam Suharto, dkk.,2004:6).

Menurut Tjokrowinoto dalam Sulistiyani (2004) kemiskinan tidak hanya menyangkut persoalan kesejahteraan semata tetapi kemiskinan menyangkut persoalan kerentanan, ketidakberdayaan, tertutupnya akses peluang kerja, ketergantungan tinggi, dan rendahnya akses pasar.

Sebab-sebab kemiskinan di antaranya dapat diuraikan sebagai berikut : - Perbedaan pemilikan kekayaan. Sebagian orang memperoleh kekayaan dari hak warisan dengan bentuk piramid kekayaan dan kekuasaan. Piramid kekayaan dan kekuasaan akan menjadi hak warisan kepada anak keturunannya. Kelompok orang-orang yang hidup melimpah ruah harta Sebab-sebab kemiskinan di antaranya dapat diuraikan sebagai berikut : - Perbedaan pemilikan kekayaan. Sebagian orang memperoleh kekayaan dari hak warisan dengan bentuk piramid kekayaan dan kekuasaan. Piramid kekayaan dan kekuasaan akan menjadi hak warisan kepada anak keturunannya. Kelompok orang-orang yang hidup melimpah ruah harta

- Perbedaan dalam kemampuan pribadi. Perbedaan mental (kemampuan mental dan fisik) yang dimiliki masyarakat. Perbedaan dalam kemampuan ini disebabkan oleh faktor keturunan yang diwariskan dan dari lingkungan yang dimiliki oleh seseorang. Bakat selain dipengaruhi gen (bibit) orang tua, juga dari faktor lingkungan. Dalam hal mencari uang/kekayaan yang terpenting adalah punya gaya dan modal, ini semua tidak dimiliki oeh setiap orang.

- Perbedaan dalam bidang dan pengalaman. Faktor kurangnya pendidikan merupakan salah satu rintangan terbesar sepanjang sejarah, usaha mencapai pemerataan/keseimbangan perbedaan tingkat pendidikan juga dipengaruhi oleh kepemilikan ekonomi mereka. Bagi orang-orang yang memiliki ekonomi tidak memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pendidikanya pada pernguruan tinggi.

Kemiskinan menjadi suatu lingkaran setan dari kurangnya pendidikan, tingginya pengangguran, rendahnya pendapatan, tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup, menjadi sumber daya yang tidak produktif. Ini diperlukan satu program yang dapat memecahkan Kemiskinan menjadi suatu lingkaran setan dari kurangnya pendidikan, tingginya pengangguran, rendahnya pendapatan, tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup, menjadi sumber daya yang tidak produktif. Ini diperlukan satu program yang dapat memecahkan

1.5.4. Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)

Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) merupakan program pemerintah yang secara substansi berupaya dalam penanggulangan kemiskinan melalui konsep memberdayakan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat, sehingga dapat terbangun "gerakan kemandirian penanggulangan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan", yang bertumpu pada nilai-nilai luhur dan prinsip-prinsip

universal. Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat miskin adalah tidak memiliki akses ke prasarana dan sarana dasar lingkungan yang memadai, dengan kualitas perumahan dan permukiman yang jauh dibawah standar kelayakan. Disadari bahwa selama ini banyak pihak lebih melihat persoalan kemiskinan hanya pada tataran gejala-gejala yang tampak terlihat dari luar atau di tataran permukaan saja, yang mencakup multidimensi, baik dimensi politik, sosial, ekonomi, aset dan lain-lain. Dalam kehidupan sehari-hari dimensi-dimensi dari gejala-gejala kemiskinan tersebut muncul dalam berbagai bentuk, seperti antara lain :

• Dimensi Politik , sering muncul dalam bentuk tidak dimilikinya wadah organisasi yang mampu memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat miskin, sehingga • Dimensi Politik , sering muncul dalam bentuk tidak dimilikinya wadah organisasi yang mampu memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat miskin, sehingga

• Dimensi Lingkungan sering muncul dalam bentuk sikap, perilaku, dan cara pandang yang tidak berorientasi pada pembangunan berkelanjutan sehingga

cenderung memutuskan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang kurang menjaga kelestarian dan perlindungan lingkungan serta permukiman;

• Dimensi Ekonomi muncul dalam bentuk rendahnya penghasilan sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sampai batas yang layak; dan • Dimensi Aset, ditandai dengan rendahnya kepemilikan masyarakat miskin ke berbagai hal yang mampu menjadi modal hidup mereka, termasuk aset kualitas sumberdaya manusia (human capital), peralatan kerja, modal dana, hunian atau

perumahan, dan sebagainya.

Karakteristik kemiskinan seperti tersebut di atas dan krisis ekonomi yang terjadi telah menyadarkan semua pihak bahwa pendekatan dan cara yang dipilih dalam penanggulangan kemiskinan selama ini perlu diperbaiki, yaitu ke arah pengokohan kelembagaan masyarakat. Keberdayaan kelembagaan masyarakat ini dibutuhkan dalam

rangka membangun organisasi masyarakat warga yang benar-benar mampu menjadi wadah perjuangan kaum miskin, yang mandiri dan berkelanjutan dalam menyuarakan aspirasi serta kebutuhan mereka dan mampu mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan publik di tingkat lokal, baik aspek sosial, ekonomi maupun lingkungan, termasuk perumahan dan permukiman. Penguatan kelembagaan masyarakat yang dimaksud terutama juga dititikberatkan pada upaya penguatan perannya sebagai motor penggerak dalam ‘melembagakan' dan ‘membudayakan' kembali nilai-nilai kemanusiaan serta kemasyarakatan (nilai-nilai dan prinsip-prinsip di P2KP), sebagai nilai-nilai utama yang melandasi aktivitas penanggulangan kemiskinan oleh masyarakat setempat. Melalui kelembagaan masyarakat tersebut diharapkan tidak ada lagi kelompok masyarakat yang masih terjebak pada lingkaran kemiskinan, yang pada gilirannya antara lain diharapkan juga dapat tercipta lingkungan kota dengan perumahan yang lebih layak huni di dalam permukiman yang lebih responsif, dan dengan sistem sosial masyarakat yang lebih mandiri melaksanakan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Kepada kelembagaan masyarakat tersebut yang dibangun oleh dan untuk masyarakat, selanjutnya dipercaya mengelola dana abadi P2KP secara partisipatif, transparan, dan akuntabel. Dana tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat untuk membiayai kegiatan-kegiatan penanggulangan kemiskinan, yang diputuskan oleh masyarakat sendiri melalui rembug warga, baik dalam bentuk pinjaman bergulir maupun dana waqaf bagi stimulan atas keswadayaan masyarakat untuk kegiatan yang bermanfaat langsung bagi masyarakat, misalnya perbaikan prasarana serta sarana dasar perumahan dan permukiman.

Model tersebut diharapkan mampu memberikan kontribusi untuk penyelesaian persoalan kemiskinan yang bersifat multi dimensional dan struktural, khususnya yang terkait dengan dimensi-dimensi politik, sosial, dan ekonomi, serta dalam jangka panjang mampu menyediakan aset yang lebih baik bagi masyarakat miskin dalam meningkatkan pendapatannya, meningkatkan kualitas perumahan dan permukiman meraka maupun menyuarakan aspirasinya dalam proses pengambilan keputusan. Untuk mewujudkan hal-hal tersebut, maka dilakukan proses pemberdayaan masyarakat, yakni dengan kegiatan pendampingan intensif di tiap kelurahan sasaran. Melalui pendekatan kelembagaan masyarakat dan penyediaan dana bantuan langsung ke masyarakat kelurahan sasaran, P2KP cukup mampu mendorong dan memperkuat partisipasi serta kepedulian masyarakat setempat secara terorganisasi dalam penanggulangan kemiskinan. Artinya, Program penanggulangan kemiskinan berpotensial sebagai “gerakan masyarakat”, yakni; dari, oleh dan untuk masyarakat. Oleh karena P2KP ini adalah gerakan kemasyarakatan maka bentuk sederhana pelaksanaan P2KP dilapangan oleh masyarakat adalah:

1. Masyarakat menentukan menolak atau menerima P2KP.

2. Masyarakat menentukan siapa kelompok sasaran.

3. Masyarakat menentukan rencana bagaimana cara menanggulangi kemiskinan yang disandang oleh kelompok sasaran.

4. Masyarakat mendapatkan sumber daya untuk berlatih mengimplementasikan rencana mereka dalam menanggulangi kemiskinan.

5. Masyarakat menentukan siapa dan bagaimana mengelola sumber daya yang diperolehnya.

Bentuk yang lebih kongkrit adalah siklus P2KP yaitu langkah-langkah pelaksanaan program kemiskinan yang dijabarkan di bawah ini:

1. Sosialisasi substansi P2KP dilakukan secara personal maupun melalui forum- forum pertemuan warga di tingkat RT, RW, dusun. Sosialisasi juga dilakukan melalui media komunikasi elektronik, melalui poster, brosur, atau spanduk. Strategi sosialisasi dilaksanakan mengacu pada hasil pemetaan sosial tim fasilitator.

2. RKM (Rembug Kesiapan Masyarakat) untuk mengkonfirmasikan kembali apakah masyarakat desa/kelurahan siap menerima atau menolak melaksanakan P2KP dengan segala konsekuensi partisipasi dan kontribusinya.

3. FGD (Focus Group Discussion) Refleksi Kemiskinan memiliki tujuan utama mengidentifikasi kriteria, karakteristik, faktor-faktor penyebab kemiskinan dan menggalang kepedulian untuk warga miskin. Refleksi Kemiskinan merupakan langkah awal membangun kesadaran kritis masyarakat terhadap kemiskinan.

4. Pemetaan Swadaya, sebagai proses pemetaan dan analisis potensi, masalah dan kebutuhan masyarakat (need assessment) diklasifikasikan dalam:

a. Prasarana lingkungan (fisik), berkaitan dengan kebutuhan pembangunan prasarana pemukiman.

b. Ekonomi produktif, berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan pengembangan usaha kecil ekonomi produktif sektor informal.

c. Pengembangan sosial dan peningkatan sumber daya manusia melalui pelatihan ketrampilan dan kelompok potensial, di samping pemenuhan c. Pengembangan sosial dan peningkatan sumber daya manusia melalui pelatihan ketrampilan dan kelompok potensial, di samping pemenuhan

5. Pembentukan BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat) sebagai proses pengorganisasian masyarakat dilaksanakan melalui rembug warga. BKM adalah lembaga pimpinan kolektif representatif masyarakat kelurahan/desa, wadah masyarakat untuk bersinergi dan menjadi lembaga kepercayaan milik masyarakat berdasarkan nilai-nilai universal. Setiap keputusan BKM dilakukan secara kolektif melalui mekanisme rapat anggota BKM dengan menjunjung tinggi musyawarah mufakat sebagai norma utama dalam proses pengambilan keputusan. BKM dibentuk dari, oleh, dan untuk masyarakat, selanjutnya dipercaya untuk memfasilitasi kebijakan penanggulangan kemiskinan secara demokratis, partisipatif, transparan dan akuntabel dalam proses penanggulangan kemiskinan partisipatif. BKM diperankan sebagai motor penggerak dalam melembagakan dan membudayakan kembali modal sosial berupa nilai-nilai sosial kejujuran, solidaritas sosial, tanggung jawab sosial, yang berpotensi menjalin jaringan sosial.

6. Perencanaan partispatif diwujudkan dalam proses untuk menyusun PJM Pronangkis (Perencanaan Jangka Menengah Program Penanggulangan

Kemiskinan). Penyusunan PJM Pronangkis adalah substansi utama dalam Perencanaan Pronangkis. PJM Pronangkis dirumuskan berdasarkan data-data tabulasi potensi dan masalah melalui kegiatan pemetaan swadaya (survey kampung Kemiskinan). Penyusunan PJM Pronangkis adalah substansi utama dalam Perencanaan Pronangkis. PJM Pronangkis dirumuskan berdasarkan data-data tabulasi potensi dan masalah melalui kegiatan pemetaan swadaya (survey kampung

7. Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) terbentuk dan tumbuh bersama

masyarakat. Pembentukannya didasarkan pada data-data kebutuhan masyarakat di dalam PJM Pronangkis dilengkapi dengan usulan-usulan (proposal) kegiatan yang diajukan kepada BKM. KSM mengakses dana BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) P2KP melalui kegiatan tridaya. Rencana kegiatan KSM disesuaikan dengan daftar kebutuhan yang telah tertuang dalam PJM Pronangkis, dan diseleksi berdasarkan skala prioritas. KSM dapat melaksanakan kegiatan sesuai dengan perencanaan apabila termasuk dalam kualifikasi dan prioritas yang disetujui melalui rapat BKM.

1.5.5. Pemberdayaan Masyarakat

Pendekatan pembangunan yang sedang popular pada saat ini adalah pendekatan pembangunan yang mengutamakan peningkatan keberdayaan manusia/masyarakat yang disebut pembangunan yang berpusat pada masyarakat (people centered development). Menurut Korten (2002:110) pembangunan adalah proses dimana anggota-anggota suatu masyarakat meningkatkan kapasitas perorangan dan institusional mereka untuk memobilisasi dan mengelola sumberdaya untuk menghasilkan perbaikan-perbaikan yang berkelanjutan dan merata dalam kualitas hidup sesuai dengan aspirasi mereka sendiri.

Definisi ini menekankan pada proses pembangunan dan fokus utamanya adalah pada peningkatan kapasitas perorangan dan institusional. Definisi ini mencakup asas keadilan, berkelanjutan, dan pemerataan. Diakui bahwa masyarakat sendiri yang bisa menentukan apa yang sebenarnya yang mereka anggap perbaikan dalam kualitas hidup mereka.

Pembangunan sosial merupakan sumber gagasan dari awal konsep pemberdayaan masyarakat, bermaksud membangun keberdayaan yaitu membangun kemampuan manusia dalam mengatasi permasalahan hidupnya. Dalam pembangunan sosial ditekankan pentingnya pemberdayaan masyarakat sebagai upaya mengentaskan kemiskinan. Menurut Hadiman dan Midgley (Suharto, 2005:5) model pembangunan sosial menekankan pentingnya pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan kelompok marjinal, yakni peningkatan taraf hidup masyarakat yang kurang memiliki kemampuan ekonomi secara berkelanjutan. Hal tersebut dapat dicapai melalui:

1. Menumbuhkembangkan potensi diri (produktivitas masyarakat) yang lemah secara ekonomi sebagai suatu asset tenaga kerja.

2. Menyediakan dan memberikan pelayanan sosial, khususnya pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelatihan, perumahan, serta pelayanan yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan produktivitas dan partisipasi sosial dalam kehidupan masyarakatnya.

Pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan dengan cara menumbuhkan potensi diri dari masyarakat yang lemah ekonomi sebagai suatu aset tenaga kerja, dalam setiap kegiatannya menggunakan tenaga kerja yang diambil dari masyarakat setempat.

Dasar dari proses pemberdayaan adalah pengalaman dan pengetahuan masyarakat tentang keberadaannya dan ini berguna untuk mendorong masyarakat agar menjadi lebih baik, masyarakat dapat meningkatkan taraf hidupnya atau bangkit dari keterpurukan dengan menggunakan dan mengakses sumber daya yang ada, baik sumber daya alam dan sumber daya manusianya. Seperti pendapat Hikmat (2001:100) yang menyatakan pemberdayaan masyarakat tidak hanya mengembangkan potensi ekonomi rakyat, tapi juga peningkatan harkat martabat, rasa percaya diri, dan harga dirinya, serta terpeliharanya budaya setempat.

Proses pemberdayaan masyarakat ini bertitik tolak untuk memandirikan masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, mengoptimalkan sumber daya setempat sebaik mungkin, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Lebih lanjut, harapan dari proses pemberdayaan ini adalah terwujudnya masyarakat yang bermartabat. Dalam proses pemberdayaan perlu juga ditingkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban masyarakat, dengan memegang teguh aturan-aturan mengenai apa yang menjadi hak dan mana yang bukan, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan, termasuk menumbuhkembangkan perilaku yang berbudaya.

Masyarakat sebagai individu tidak boleh pasrah pada keadaan yang dihadapi, atas dasar pandangan hidup bahwa segala sesuatu merupakan nasib buruk dirinya, karenanya masyarakat harus didorong untuk dapat bangkit kembali menata kehidupannya setelah mengalami saat-saat yang sulit dalam hidupnya.

Pemberdayaan adalah suatu proses yang berjalan terus menerus untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya. Adanya proses perubahan sosial dalam proses pemberdayaan, dari yang pasif Pemberdayaan adalah suatu proses yang berjalan terus menerus untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya. Adanya proses perubahan sosial dalam proses pemberdayaan, dari yang pasif

Dalam memberdayakan masyarakat ada serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk memberdayakan mereka, yang saat ini merupakan kelompok lemah. Proses pemberdayaan ini dilakukan untuk memberdayakan masyarakat agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga harapan kedepannya untuk mengembalikan kepercayaan diri masyarakat, mampu menyampaikan aspirasinya dan mempunyai mata pencaharian yang merupakan sumber penghasilan mereka, dapat berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan yang penting adalah masyarakat menjadi mandiri dalam kehidupannya sehari-harinya.

Membangun dan memberdayakan masyarakat melibatkan proses dan tindakan sosial dimana penduduk sebuah komunitas mengorganisasikan diri dalam membuat perencanaan dan tindakan kolektif untuk dapat memecahkan masalah sosial atau memenuhi kebutuhan sosial sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Menurut Sumodiningrat (1993:131) dalam Membangun dan memberdayakan masyarakat melibatkan proses dan tindakan sosial dimana penduduk sebuah komunitas mengorganisasikan diri dalam membuat perencanaan dan tindakan kolektif untuk dapat memecahkan masalah sosial atau memenuhi kebutuhan sosial sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Menurut Sumodiningrat (1993:131) dalam

Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya mempersiapkan masyarakat seiring dengan upaya memperkuat kelembagaaan masyarakat, agar mampu mewujudkan kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan. Menurut Hikmat (2001:3) konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja, dan keadilan. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang sekarang dalam kondisi tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan ketidakberdayaan.

1.5.6. Partisipasi Masyarakat

Partisipasi didefinisikan sebagai keterlibatan mental dan emosional individu dalam situasi kelompok yang mendorongnya memberikan sumbangan terhadap tujuan kelompok serta membagi tanggung jawab bersama mereka (Yusran 2006:11).

Definisi ini mengandung tiga gagasan penting. Pertama, partisipasi lebih merupakan keterlibatan mental maupun emosional ketimbang kegiatan otot semata-mata. Keterlibatan diri, dari pada sekedar keahlian, merupakan produk ingatan dan emosi. Masyarakat mengetahui bahwa pemimpin mereka merupakan seorang otorat yang tidak menginginkan gagasan mereka. Masyarakat tidak melibatkan diri pada jenis situasi seperti ini. Kedua, mendorong adanya dukungan. Individu diberi kesempatan untuk menciptakan prakarsa dan kreatifitas demi tujuan kelompok. Dengan cara ini, partisipasi berbeda dengan perizinan, yang hanya menggunakan kreatifitas dan gagasan pemimpin yang menyodorkan idenya kepada kelompok demi kebenaran. Partisipasi membutuhkan lebih dari sekedar kebenaran yang siap diputuskan. Ketiga, mendorong masyarakat untuk menerima tanggung jawab untuk suatu kegiatan. Karena mereka melibatkan diri dalam kelompok, mereka juga ingin melihat pekerjaannya berhasil. Partisipasi membantu mereka menjadi warga yang bertanggung jawab. Individu yang mulai menerima tanggung jawab untuk aktivitas kelompok, mereka menjadi berminat untuk bekerjasama, karena tahu inilah sarana untuk menyelesaikan kerja yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan membuat dirinya bertanggung jawab, ia akan memperoleh rasa kebebasan sebagai seorang individu yang membuat keputusan sendiri, meskipun dipengaruhi lingkungan kelompoknya.

Partisipasi masyarakat merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh perorangan maupun secara kelompok atau masyarakat. Untuk menyatukan kepentingan atau keterikatan mereka terhadap organisasi atau masyarakat yang bergabung dalam rangka pencapaian tujuan masyarakat tersebut.

Partisipasi masyarakat telah sekian lama diperbincangkan dan didengungkan dalam berbagai forum dan kesempatan. Intinya adalah agar masyarakat umum ikut serta dengan pemerintah memberikan bantuan guna meningkatkan, memperlancar, dan menjamin berhasilnya usaha pembangunan. Maka secara umum partisipasi dapat diartikan sebagai pengikutsertaan atau pengambilan bagian dalam kegiatan bersama. Seseorang dikatakan telah berpartisipasi apabila ia telah terlibat secara utuh dalam proses pelaksanaan pembangunan baik secara fisik maupun mental.

1.6. Definisi Konsep

Konsep merupakan istilah atau definisi yang dipergunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun:1995:37). Agar memperoleh pembatasan yang jelas dari setiap konsep yang diteliti, maka penulis mengemukakan definisi konsep sebagai berikut:

a. Implementasi adalah implementasi merupakan suatu rangkaian aktifitas dalam rangka menghantarkan kebijakan kepada masyarakat sehingga kebijakan tersebut membawa hasil sebagaimana diharapkan. Rangkaian kebijakan tersebut mencakup, pertama, persiapan seperangkat peraturan yang merupakan interpretasi dari kebijakan tersebut. Dari sebuah Undang-Undang muncul sebuah peraturan pemerintah, maupun peraturan daerah. Kedua, menyiapkan sumber daya guna menggerakkan kegiatan implementasi termasuk di dalamnya sarana dan prasarana, sumber daya keuangan, dan tentu saja penetapan siapa yang bertanggungjawab melaksanakan kebijakan tersebut. Ketiga, adalah bagaimana mengantarkan a. Implementasi adalah implementasi merupakan suatu rangkaian aktifitas dalam rangka menghantarkan kebijakan kepada masyarakat sehingga kebijakan tersebut membawa hasil sebagaimana diharapkan. Rangkaian kebijakan tersebut mencakup, pertama, persiapan seperangkat peraturan yang merupakan interpretasi dari kebijakan tersebut. Dari sebuah Undang-Undang muncul sebuah peraturan pemerintah, maupun peraturan daerah. Kedua, menyiapkan sumber daya guna menggerakkan kegiatan implementasi termasuk di dalamnya sarana dan prasarana, sumber daya keuangan, dan tentu saja penetapan siapa yang bertanggungjawab melaksanakan kebijakan tersebut. Ketiga, adalah bagaimana mengantarkan