Perubahan Peraturan Perundang Undangan Y

Perubahan Peraturan Perundang – Undangan Yang Bersifat
Monopoli Menjadi Non – Monopoli Dalam Pembangunan
Infrastruktur Indonesia :
Sektor Jalan
1. Pendahuluan
Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 – 1998 menyebabkan terhentinya berbagai kegiatan
ekonomi dan pembangunan di Indonesia. Salah satu sektor yang terpengaruh oleh krisis tersebut
adalah infrastruktur. Hampir seluruh kegiatan pembangunan infrastruktur mengalami
penghentian, penundaan, dan/atau peninjauan ulang kembali mengenai prioritas kegiatan tersebut
dan pendanaannya.
Hancurnya sistem perekonomian yang dibangun oleh Pemerintahan Orde Baru ditandai dengan
anjloknya nilai tukar rupiah, meningkatnya inflasi secara luar biasa, tingginya tingkat
pengangguran, dan meningkat jumlah penduduk yang miskin di Indonesia pada periode 1998 –
2000. Semua dapat dilihat dari tabel dan gambar di bawah ini.

8,000.00
Rp2,773.03

Rp2,347.73

Rp2,248.66


Rp2,160.43

Rp2,087.00

Rp2,029.77

4,000.00

Rp1,949.95

6,000.00

Rp1,844.45

Nilai Rupiah per US$ 1 (Rp.)

10,000.00

Rp8,356.52


12,000.00

Rp7,787.13

Rp9,623.06

Grafik 1.
Grafik Nilai Rupiah Per US$ 1 Tahun 1990 2000

2,000.00
-

9.35

2.01

11.05

6.47


8.64

9.24

9.77

4.94

9.52

100
80
60
40
20
0

77.63


Grafik 2.
Laju Inflasi di Indonesia
Tahun 1990 - 2000

0.76

Inflasi Menurut Kelompok
Pengeluaran (%)

Sumber : IMF, World Bank, dan OECD, 2010.

Tahun

Sumber : Kementerian Perdagangan Indonesia, 2010.

Grafik 3. Pertumbuhan Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia

Sumber : BPS, 2010.
Grafik 4. Pertumbuhan Jumlah Pengangguran di Indonesia


Sumber : BPS, Bappenas.
Setelah masa pemulihan ekonomi dan stabilitas politik berjalan ditandai dengan Pemilu secara
langsung oleh masyarakat Indonesia pada tahun 2004. Infrastruktur kembali menjadi salah satu
bahan pertimbangan Pemerintah Indonesia dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi
yang tinggi dan stabil.
Sayangnya, keterbatasan dana menjadi kendala bagi pemerintah menjadikan kembali tingkat
pembangunan infrastruktur sekitar 6% dari PDB seperti masa Pemerintah Orde Baru sebelum
krisis terjadi. Besarnya persentase tersebut dapat dilihat Grafik 5. berikut ini.

Grafik 5. Grafik Persentase Dana Pemerintah Pusat untuk Pembangunan
Infrastruktur dari Tahun 1994 – 2001.

Persentase Terhadap PDB (%)

Persentase Pembangunan Infrastruktur
Terhadap PDB

10.00
5.34
5.00


4.39 4.10

3.63

3.13 3.12

2.78

2.33

0.00

1994 1995

1996 1997
1998 1999
2000 2001
Tahun


Sumber : World Bank, 2004.
Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk mendorong pembangunan infrastruktur di Indonesia
tetapi belum berhasil sepenuhnya karena ada beberapa hambatan di dalam menarik investasi di
bidang ini. Hambatan-hambatan tersebut dapat dilihat dalam Tabel 1. berikut ini.
Tabel 1. Prroblem Utama dalam Investasi (%)
Problem

Th

M

S

ID

F

V

In


Kondisi Infrastruktur yang Buruk
Kebijakan tidak jelas dan tidak pasti
Perpajakan sulit dan rumit
Prosedur Perdagangan rumit dan lama
Upah makin mahal
Isu tenaga kerja/buruh (seperti demonstrasi, dll)

15,6
9,5
46,3
62,8
41,6
7,1

23,6
16,5
11,0
33,9
52,1

6,6

3,1
6,3
12,5
21,4
54,0
1,1

54,7
67,7
72,0
67,6
86,4
37,0

75,5
47,9
20,9
37,1

36,5
25,7

63,8
61,3
40,0
56,8
29,5
11,5

72,2
14,8
55,6
58,5
55,7
26,6

Sumber : Jetro (dikutip dari Kompas, 2006)
Karena itulah, Pemerintah Indonsia sejak tahun 2001 melakukan pembaharuan dengan
melakukan deregulasi dan kebijakan-kebijakan yang mendorong pembangunan infrastruktur

dilakukan oleh banyak perusahaan (oligopoli) dari satu perusahaan (monopoli) dan lebih
desentralisasi daripada sentralisasi (terpusat).
Pada kesempatan kali ini, penulis mengambil contoh di sektor pembangunan infrastruktur jalan
dan perhubungan darat.
2. Perubahan Peraturan Perundang – Undangan Pembangunan Infrastruktur Indonesia
Menjadi Lebih Adaptif dan Terbuka
Infrastruktur jalan dan perhubungan darat sejak zaman Pemerintahan Orde Baru merupakan
salah satu sektor infrastruktur “anak emas”. Artinya, sebagian besar pembanguna infrastruktur
transportasi diinvestasikan pada sektor ini dibandingkan sektor-sektor lain. Hal ini dapat dilihat
dari Tabel 2. berikut ini.

Tabel 2. Grafik Investasi Pada Sektor-Sektor Infrastruktur di Indonesia selama kurun waktu 2001
- 2004

Nilai Konstruksi dalam Triliun Rupiah

Nilai Pembangunan Sektor-Sektor Infrastruktur di Indonesia
selama Tahun 2001 - 2004
16.00
12.00
8.00

4.00

Tahun 2001

0.00

Tahun 2002
Tahun 2003

Tahun 2004

Sektor-Sektor Infrastruktur di Indonesia

Sector of Infrastructure
Airport, Harbor, Bus Station
Electric Power Supply
Irrigation/Drainage
Road and Bridge Works
Electricity Network
Gas Pipe Installation
Water Supply Network
Sanitary Installation
Water Supply Installation
Electrical Installation
Sumber : BPS, 2005.

2001

2002

2003

2004

0,27
0,11
2,15
8,61
0,56
0,08
0,26
0,07
0,17
1,21

0,73
0,13
2,41
9,70
0,67
0,15
0,32
0,09
0,19
1,39

0,64
0,11
2,11
10,46
1,68
0,31
0,27
0,19
0,10
1,10

1,44
0,02
4,98
15,08
1,56
0,76
0,45
0,07
0,11
3,83

Tampak terlihat pada tabel di atas bahwa investasi pemerintah di sektor jalan lebih besar
daripada investasi di sektor transportasi lainnya bahkan investasi sektor-sektor infrastruktur
lainnya.
Kesulitan Pemerintah Indonesia dalam mengundang investasi di bidang infrastruktur, salah
satunya disebabkan oleh belum adanya kepastian hukum dan kebijakan pemerintah yang
mendukung kepentingan para investor. Karena itu, sejak tahun 2001 Pemerintah Indonesia pada
masa reformasi ini mulai melakukan sejumlah perubahan terhadap peraturan perundangundangan yang ada antara lain melalui sektor energi yaitu dengan dikeluarkannya UU No. 22
Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang mengatur tentang pembentukan badan pengatur
pengelolaan minyak dan gas bumi (BP Migas).
Sejak itu perubahan-perubahan pada peraturan perundang-undangan terjadi pada sektor-sektor
infrastruktur. Setelah sektor energi khususnya minyak dan gas bumi, perubahan juga berlanjut
pada sektor kelistrikan melalui UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan, sektor energi
melalui UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi, dan sektor jalan melalui UU No. 38 Tahun

2004 tentang Jalan. Sampai sekarang masih terus berlanjut dengan sektor air bersih, sektor
pelabuhan dan transportasi laut, dan sektor bandara udara dan transportasi udara.
Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan mengganti Undang-Undang No. 26 Tahun
1980 tentang Jalan. Adapun perbedaan yang terjadi antara kedua undang-undang tersebut
sebagai berikut :
No UU No. 13 Tahun 1980
1
Bersifat Sentralisasi (terpusat)
Pasal 13
Pemilikan dan penyelenggaraan Jalan Tol
ada pada pemerintah.
Pasal 14
Atas usul Menteri, Presiden menetapkan
suatu ruas jalan sebagai jalan tol.
Selain itu pembinaan jalan lebih banyak
dilakukan oleh Pemerintah Pusat atau
Pejabat/Instansi Pemerintah Pusat di
Daerah.
2
Bersifat Monopolistik
Pasal 17
(1) Berdasarkan hak penyelenggaraan Jalan
Tol sebagaimana dimaksud Pasal 13,
pemerintah menyerahkan wewenang
penyelenggaraan Jalan Tol kepada
Badan Hukum Usaha Negara Jalan Tol.
(2) Badan Hukum Usaha Negara Jalan Tol
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
didirikan
berdasarkan
peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku.(terwujud 10 tahun kemudian
dengan
dikeluarkannya
Peraturan
Pemerintah (PP) No. 8 Tahun 1990
tentang Jalan Tol)
Pelaksanaannya : PT. Jasa Marga (Persero)
berlaku sebagai operator sekaligus regulator
pengadaan dan penyelenggaran jalan tol.
3
Sedikitnya akses bagi pihak swasta untuk
masuk sebagai operator jalan tol
Hal ini terjadi karena adanya Pasal 17 UU
No. 13 Tahun 1980 dan PP No. 8 Tahun
1990. Seandainya ada akses, pihak swasta
tersebut harus bekerja sama dengan PT. Jasa
Marga (Persero) selaku regulator dan
operator tunggal, contohnya pembangunan
dan pengoperasian Jalan Tol Cawang –
Tanjung Priok dengan sistem bagi hasil
yang dilakukan oleh PT. Citra Marga
Nusaphala Persada (CMNP) dan PT. Jasa
Marga (Persero)
4
Adanya tumpang tindih antara regulator dan
operator seperti yang terjadi pada PT. Jasa

UU No. 38 Tahun 2004
Bersifat Desentralisasi (tidak terpusat)
Pada penyelenggaraan jalan umum telah
dilakukan pembagian wewenang secara
jelas yaitu :
- Penyelenggaraan Jalan Nasional oleh
Pemerintah Pusat (Pasal 14)
- Penyelenggaraan Jalan Provinsi oleh
Pemerintah Provinsi (Pasal 15)
- Penyelenggaraan Jalan Kota/Kabupaten
oleh Pemerintah Kota/Kabupaten (Pasal
16)
Bersifat Multi-Operator artinya untuk jalan
tol dapat dioperasikan oleh banyak
perusahaan baik pemerintah maupun pihak
swasta.
Pasal 2
(3) Pengusahaan jalan tol dilakukan oleh
Pemerintah dan/atau badan usaha yang
memenuhi persyaratan.

Membuka akses seluas-luasnya bagi pihak
swasta untuk terlibat dalam pembangunan
dan pengoperasian jalan tol.
Pasal 50
(4) Pengusahaan jalan tol dilakukan oleh
badan usaha milik negara dan/atau
badan usaha milik daerah dan/atau
badan usaha milik swasta.

Ada pembagian yang jelas antara pengatur
(regulator) dan penyelenggara (operator).

Marga (Persero) dalam menyelenggarakan
dan mengoperasikan jalan tol.
Hal ini terjadi karena Pasal 17 ayat (1) dan
ayat (2) UU No. 13 Tahun 1980 dan PP No.
8 Tahun 1990 (Pasal 7, Pasal 10, Pasal 29).

5

Pendekatan
yang
digunakan
adalah
pendekatan penyediaan.
Hal ini terjadi karena Pasal 14 UU No. 13
Tahun 1980.

6

Akses pemerintah sangat kecil pada
pelaksanaan jalan tol kecuali hanya sebagai
pembina dan penetapan tarif tol.
Pasal 18
(2) Jenis kendaraan bermotor dan besarnya

Wewenang
penyelenggaraan/pengaturan
pengusahaan jalan tol dipegang oleh
pemerintah melalui Badan Pengatur Jalan
Tol (BPJT) yang berada di bawah Menteri
teknis (Menteri Pekerjaan Umum).
Pasal 45
(1) Wewenang penyelenggaraan jalan tol
berada pada Pemerintah.
(2) ...
(3) Sebagian wewenang Pemerintah berada
dalam penyelenggaraan jalan tol
sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat
(2) dilaksanakan oleh BPJT
(4) BPJT sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dibentuk oleh Menteri, berada di
bawah, dan bertanggung jawab kepada
Menteri.
Pasal 50
(3) Wewenang mengatur pengusahaan jalan
tol dilaksanakan oleh BPJT sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3).
Pendekatan
yang
digunakan
dalam
pengadaan jalan tol adalah aksesibilitas dan
kebutuhan pasar (permintaan pasar).
Hal ini dapat terlihat dari pasal-pasal berikut
ini :
Pasal 48
(1) Tarif
tol
dihitung
berdasarkan
kemampuan bayar pengguna jalan, besar
keuntungan biaya operasi kendaraan,
dan kelayakan investasi.
Pasal 50
(2) Pengusahaan jalan tol meliputi kegiatan
pendanaan,
perencanaan
teknis,
pelaksanaan konstruksi, pengoperasian,
dan/atau pemeliharaan.
(3) ...
(6) Konsesi pengusahaan jalan tol diberikan
dalam jangka waktu tertentu untuk
memenuhi pengembalian dana investasi
dan keuntungan yang wajar bagi usaha
jalan tol.
Selain itu juga didukung oleh Pasal 19, 20,
21, 24, dan 25 PP No. 15 Tahun 2005
tentang kelayakan secara finansial dan
ekonomi serta perlunya dilakukan studi
kelayakan secara keseluruhan.
Memberikan akses yang lebih besar bagi
pemerintah dalam pembangunan dan
penyelenggaraan jalan tol.
Pasal 45
(1) Wewenang penyelenggaraan jalan tol

tol sebagaimana dimaksud dalam ayat
berada pada Pemerintah.
(1) ditetapkan dengan Keputusan Pasal 47
Presiden.
(2) Pemerintah menetapkan rencana umum
Sedangkan
sebagai
Pembina
Jalan
jaringan jalan tol.
ditetapkan oleh PP No. 8 Tahun 1990.
Pasal 48
(4) Pemberlakuan tarif tol awal dan
penyesuaian tarif tol ditetapkan oleh
Menteri.
Pasal 50
(5) Dalam
keadaan
tertentu
yang
menyebabkan pengembangan jaringan
jalan tol tidak dapat diwujudkan oleh
badan usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), Pemerintah dapat
mengambil langkah sesuai dengan
kewenangannya.
(6) ...
(7) Dalam hal konsesi sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) berakhir,
Pemerintah menetapkan status jalan tol
yang
dimaksud
sesuai
dengan
kewenangannya.
(8) Dalam
keadaan
tertentu
yang
menyebabkan pengusahaan jalan tol
tidak dapat diselesaikan berdasarkan
ketentuan yang tercantum dalam
perjanjian pengusahaan jalan tol,
Pemerintah dapat melakukan langkah
penyelesaian untuk keberlangsungan
pengusahaan jalan tol.

Pembaharuan kebijakan dan regulasi pada sektor-sektor infrastruktur diikuti juga dengan
keluarnya Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2010 tentang implementasi Public – Private
Partnership (PPP) atau Kerja sama Pemerintah dan Swasta (KPS). Dengan demikian para
pemodal di bidang infrastruktur semakin terlindungi kepentingannya dan tetap memperhatikan
kepentingan masyarakat luas.

3. Kesimpulan
Pada dasarnya Indonesia masih merupakan negara yang menarik bagi para pemodal atau
investor. Banyak negara dengan modal kuat tertarik untuk menanamkan modalnya di bidang
infrastruktur. Sayangnya kurang kepastian hukum dan kebijakan yang mendukung kepentingan
mereka menyebabkan kebanyakan investor lebih tertarik ke negara-negara dengan kepastian
hukum dan pemerintahannya kuat seperti Cina, India, Malaysia.
Peraturan-peraturan seperti peraturan yang mengatur waktu pembebasan lahan dan jaminan
keamanan investasi para investor sangatlah mendukung cepat dan banyaknya dana yang dapat
diperoleh pemerintah dalam investasi di bidang infrastruktur.

Dukungan dari pihak-pihak pemerintah daerah juga sangat diperlukan agar tidak terjadi saling
silang kepentingan atau kepentingan kelompok.

Daftar Pustaka
1. Public-Private Parnertship Book 2010 – 2014, Kementerian BAPPENAS, Jakarta, 2010.
2. Susantono, Bambang, PhD, Accelerating Infrastructure Development : Jakarta Case,
Presentasi Kementerian Perhubungan, Jakarta, 11 Januari 2011.

Dokumen yang terkait

Efektifitas Terapi Autogenic Training Terhadap Perubahan Kualitas Tidur Mahasiswa Penderita Insomnia (Studi Kasus Di Fakultas Teknik Dan Informatika Umm Angkatan 2011)

11 76 18

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KAWASAN TANPA ROKOK (Studi tentang Implementasi Peraturan Desa Nomor 01 tahun 2009 tentang Kawasan Bebas Asap Rokok di Desa Bone-bone, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan

5 137 39

Evaluasi Kebijakan Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Jember Nomor 6 Tahun 2008 Bab IV Dan Bab VI (Studi Kasus PKL Jl. Untung Suropati)

0 50 15

I M P L E M E N T A S I P R O G R A M P E N Y A L U R A N B E R A S U N T U K K E L U A R G A M I S K I N ( R A S K I N ) D A L A M U P A Y A M E N I N G K A T K A N K E S E J A H T E R A A N M A S Y A R A K A T M I S K I N ( S t u d i D e s k r i p t i f

0 15 18

Perbedaan Berpikir Kreatif Siswa yang Diajar dengan Model Pembelajaran PBL dan STM Pada Konsep Perubahan Lingkungan dan Daur Ulang Limbah

1 30 322

Uji Stabilitas Obat Spironolakton Terhadap Perubahan pH Dengan Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

4 46 61

Perubahan hubungan militer dengan umat Islam di Indonesia Periode 1990-1998

0 29 140

Syarat Hal Ihwal Kegentingan Yang Memaksa Dalam Pembuatan Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang-Undang (Studi Analisis Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota)

2 57 90

Pengaruh Perubahan Tarif Pajak Penghasilan Badan Sesuai UU NO. 36 Tahun 2008 dan Upaya Perencanaan Pajak Terhadap Praktik Manajemen Laba (Studi Kasus pada Perusahaan yang Terdaftar di Kanwil DJP Jabar I)

6 67 50

Pengaruh Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik yang Mempengaruhi Kualitas Laporan Keuangan UMKM dan Implikasinya Terhadap Penerapan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 (Survei pada UMKM di Kota Bandung)

2 39 60