HUKUM PERNIKAHAN VIA GADGET docx
HUKUM PERNIKAHAN VIA GADGET
MakalahinidibuatuntukmemenuhitugasmatakuliahFiqhKontemporer
DosenPengampu :Imam Mustofa, M.S.I.
Oleh:
MUDRIKAH RAHIM
NPM. 1502030072
Program Studi: Ahwalu Sakhsiyyah (AS)
Jurusan: Syari’ah dan Ekonomi Islam
SEKOLAH TINGGIAGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JURAI SIWO METRO
1438H/2016
HUKUM NIKAH VIA GADGET
A. PENDAHULUAN
Pernikahan adalah sebuah akad peradaban yang di
dalamnya tidak ada formalisasi. Sedang akad sendiri merupakan
pengikat sub-sub perilaku, yaitu ijab dan qabul secara syar'i.
yang dimaksud akad disini ialah makna maşhdarnya, yaitu alirtibāth (keterikatan). Berdasarkan konsepsi perkawinan menurut
pasal 1 ayat (1) undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan (UUP), bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri
dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal
ini dapat terlihat dari Al-Qur’an, Al-Hadits dan ijtihad para ulama.
1
Melihat permasalahan yang agak berat untuk dapat
melangsungkan perkawinan bagi seorang didalam surat An-Nur
ayat (32) di jelaskan Dasar (dalil) yang tegas untuk pelaksanaan
perkawinan, surat An-Nur ayat 32 tersebut berbunyi:
Artinya: “Dan kawinlah orang-orang yang sendirian diantara
kamu dan orang-orang sholeh diantara hamba-hambamu
yang laki-laki dan hamba- hambamu yang perempuan,
jika mereka miskin Allah akan memberikan kemampuan
kepada mereka dengan kerunianya.” (QS. An-Nur: 32).
Oleh sebab itu saya akan membahas masalah hukum
pernikahan melalui via gadget, media baru tersebut tumbuh
semakin
cepat
mematahkan
paradigma
lama
dan
telah
memutus sekat-sekat idieologis dan social-kultural. Namun
dalam konteks sekarang terkait dengan adanya nikah online
yang
tak
pernah
terjadi
sebelumnya
dan
tidak
pernah
disinggung dan dijelaskan secara rinci dalam kitab-kitab fiqih
1Muhammad Sodiq, “Dualisme Hukum di Indonesia: Kajian Tentang
Peraturan Pencatatan Nikah dalam Perundang-Undangan”, dalam Jurnal AlAhwal, Volume. 7, No. 2, Tahun 2014 (109-120) h. 110
klasik atau bahkan di dalam Alquran, karena yang pernah saya
tahu tentang permasalahan ini ada yang membolehkan nikah via
gadget ini boleh apabila memenuhi syarat dan ketentuan
sebagaimana mestinya. Karena selama ini tidak ada hukum yang
mengatur dan mengatakan bahwa nikah online itu haram, maka
selamanya nikah online itu dianggap sah, sampai ada dalil yang
mengharamkannya.
Tetapi sebagaimana dikutip dalam buku karangan
Chaeruddin,
mengenai
para
ijab
fuqaha
dan
berpendapat
qabul.pertama
ijab
ada
empat
dan
qabul
MA.
syarat
harus
diucapakan suatu majlis, kedua, adanya keselarasan antara ijab
dan qabul, ketiga wali tetap dengan ucapan ijabnya, keempat
ijab dan qabul selesai pada saat itu juga. 2
Didalam salah satu karyanya, Kh. M.A. sahal Mahfudh
mengatakan
tentang
permasalahan
yang
menjadi
obyek
penelitian penyusun tentang akad nikah via neet meeting
teleconference ini,beliau menggaris bawahi tentang sah atau
tidaknya neet meeting teleconference sarana ini bisa menjadi
factor yang memudahkan para pihak yang terkait untuk
melakukan prosesi akad nikah. Dan tanggapan beliau adalah
bahwa nikah melalui social media tidaklah sah karena tidak satu
majelis dan sulit untuk di buktikan.3
B. KONSEP DASAR PERNIKAHAN
1. Definisi Pernikahan
Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan
berlaku pada semua makhluk-Nya, baik pada manusia,
hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara
yang dipilih oleh Allah Swt., sebagai jalan bagi makhluk-Nya
untuk
berkembang
biak,
dan
melestarikan
hidupnya.
2 Chaeruddin sebagaimana dikutip Fatah Zukhrufi, “Tinjauan Hukum
Islam Terhadap Akad Nikah Via Net Meeting Teleconference: “studi atas
pemikiran hukum islam K.H. M.A.Sahal Mahfudh”, Skripsi pada Program Studi
Al-Ahwal Asy-Syakhiyyah, Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga,
Yogyakarta, 2012, h. 5.
3 Ibid., h. 8
Masalah perkawinan adalah merupakan salah satu jalan
untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan seharihari yang berasifat darurat, sepeti halnya apabila seseorang
yang takut terjerumus ke dalam pelanggaran, jika ia tidak
menikah. Menurut para fuqaha secara keseluruhan, keadaan
seperti itu menjadikan seorang tersebut wajib menikah, demi
menjaga kesucian dirinya yang jalannya adalah dengan cara
menikah.
Nikah menurut bahasa: al-jam’u dan al-dhamu yang
artinya kumpul. Makna nikah (zawaj) bisa diartikan dengan
aqdu al-tazwij yang artinya akad nikah. Juga bisa diartikan
(wath’u al-zaujah) bermakna menyetubuhi istri. Definisi yang
hamper sama dengan diatas juga dikemukakan oleh Rahmat
Hakim,
bahwa
fakta
nikah
berasal
dari
bahasa
arab
“nikahun” yang merupakan masdar atau asal kata dari kata
kerja
(fi’il
madhi)
“nakaha”,
kemudian diterjemahkan
perkawinan.
sinonimnya
“tazawwaja”
dalam bahasa Indonesia sebagai
4
Suatu akad pernikahan apabila telah memenuhi
segala rukun dan syaratnya secara lengkap menurut yang
telah ditentukan seperti menurut hukum Islam ataupun
perundang-undangan, maka akad pernikahan yang demikian
itu disebut akad pernikahan yang sah dan mempunyai
implikasi hukum.
Selain
pernikahan
itu
itu
ada
dipandang
sebuah
sebagai
kesepakatan
sebuah
bahwa
akad.Akad
(kontrak) yang terkandung dalam isi UU No 1/1974 dan KHI
sebenarnya merupakan pengertian yang dikehendaki oleh
undang-undang. Sebuah pernikahan adalah sebuah akad
atau perjanjia, sebagaimana dalam hadits sahih, yaitu;
4 Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, (Jakarta: Rajawali Pers,
2013), h. 6.
ا ل
سييوُ ل
سلعوُدد رضي الله عنه اقاَ ا
ه صييلى اللييه عليييه
ل االل ليي ه
ل ل ااناَ ار ل
م س
ن ا
عا س
ن ع اب سد ه اللهه ب س ه
ست ا ا
شار اال ل
معس ا
ه
طاَع ا ه
م ا ال سب ايياَاءة ا فال سي ات اييازول س
نا س
فاييإ هن ل ل, ج
من سك ل ل
ب! ا
وسلم اياَ ا
شاباَ ه
م ه
ا
ا
ه
ن ل هل س ا
واأ س, صره
م يا س
صوُسم ه ; فاييإ هن ل ل
ن لا س
وا ا, فسرهج
ست اط هعس فاعال اي سهه هباَل ل
ح ا
ض ل هل سب ا ا
أغ ا ض
م س
ص ل
جاَءء
ه وه ا
لا ل
Artinya: “Abdullah Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu berkata:
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda
pada kami: "Wahai generasi muda, barang siapa di
antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia
kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan
dan
memelihara
mampu
kemaluan.
hendaknya
Barangsiapa
berpuasa,
sebab
ia
belum
dapat
mengendalikanmu." Muttafaq Alaihi.
Tetapi
pada
zaman
sekarang
seiring
dengan
berkembangnya zaman dan teknologi, banyak pula yang
menggunakan perkembangan teknologi ini untuk melakukan
akad pernikahan. Seperti melalui media telepon maupun
internet. Pernikahan melalui internet telah dilakukan oleh
segelintir orang yang kebanyakan dari mereka antara calon
suami istri berkedudukan dalam jarak yang sangat jauh dan
tidak
memungkinkan
untuk
keduanya
bertemu
secara
langsung.
2. Syarat dan Rukun Nikah
Keharusan adanya seorang wali dan saksi dalam
pernikahan menjadi syarat dan rukun. Kedudukan wali dalam
perkawinan sebagian ulama menyebutkannya sebagai rukun
dan sebagian lagi menyebutkannya sebagai syarat. 5 Wali dan
saksi bertanggung jawab atas sahnya akad perkawinan,
maka oleh karenanya tidak semua orang dapat diterima
menjadi wali atau saksi, tetapi hendaklah orang-orang yang
memiliki
beberapa
sifat
yakni,
islam,
baligh,
berakal,
5 Akhmad Shodikin, “Penyelesaian Wali Adhal dalam Pernikahan
Menurut Hukum Islam dan Perundang-Undangan di Indonesia”, dalam Jurnal
Kajian Hukum Islam Volume 1, No. 1, Tahun 2016, (2502-6593), h. 62.
merdeka, laki-laki, adil.6 Mengenai wali nikah, ia merupakan
unsur yang penting bagi mempelai wanita yang akan
bertindak untuk menikahkannya.
a. Syarat –syarat pernikahan:7
Syarat-syarat suami
1) Islam
2) Bukan mahram dari calon istri
3) Tidak terpaksa atas kemauan sendiri
4) Orangnya tertentu, jelas orangnya
5) Tidak sedang ihram.
Syarat-syarat istri
1) Islam
2) Tidak ada halangan syarak, yaitu tidak bersuami,
bukan mahram, tidak sedang iddah
3) Merdeka, atas kemauan sendiri
4) Jelas orangnya dan
5) Tidak sedang berihram.
Syarat-syarat wali
1) Islam
2) Laki-laki
3) Baligh
4) Waras akalnya
5) Tidak di paksa
6) Adil dan
7) Merdeka dan Tidak sedang ihram.
Syarat-syarat saksi
1) Islam
2) Baligh
3) Waras akalnya
6 H. Suliman Rasjid, Fiqh Islam,(Jakarta: C.V Sinar Baru Bandung,
1987), h.357
7 http://www .asmaul-husna.com/2015/09/rukun-nikah-dan syaratnikah-pernikahan. Html, download (Jumat, 20 november 2016, pukul 16.15 wib)
4) Tidak di paksa
5) Adil
6) Dapat mendengar dan melihat
7) Bebas, tidak di paksa
8) Memahami bahasa yang di pergunakan untuk ijab
qabul.
9) Merdeka dan Tidak sedang ihram.
b. Rukun Pernikahan
rukun
yaitu,
sesuatu
yang
mesti
ada
yang
menentukan sah atau tidaknya suatu pekerjaan (ibadah).
Adapun rukun nikah adalah:
8
1) Mempelai laki-laki;
2) Mempelai perempuan;
3) Wali
4) Dua orang saksi;
5) Shigat ijab qabul.
C. DASAR HUKUM PERNIKAHAN
1) Hukum Pernikahan dalam Islam.
Di dalam Fiqh para ulama menjelaskan bahwa
menikah mempunyai hukum sesuai dengan kondisi dan
faktor pelakunya. Hukum tersebut adalah:
a. Jaiz (diperbolehkan), dikhawatirkan akan tergelincir pada
perbuatan zina seandainya tidak menikah maka hukum
melakukan pernikahan
bagi orang tersebut adalah wajib.
b. Sunat bagi orang yang nafsunya telah mendesak dan
mampu menikah, tetapi masih dapat menahan dirinya dari
perbuatan zina, maka sunnah baginya menikah. Nikah
baginya lebih utama daripada bertekun diri beribadah.
c. Wajib bagi orang yang sudah mampu menikah, nafsunya
telah mendesak dan takut terjerumus dalam perzinaan,
maka ia wajib menikah. Karena menjauhkan diri dari
8 Ibid;, h. 355-356
perbuatan haram adalah wajib Allah berfirman dalam QS
An-Nur 33.
d. Makruh menikah bagi seseorang yang lemah syahwat dan
tidak mampu memberi belanja kepada istrinya. Walaupun
tidak merugikan istri, karena ia kaya dan tidak mempunyai
keinginan syahwat yang kuat.
e. Haram bagi seseorang yang tidak mampu memenuhi
nafkah batin dan lahirnya kepada istri serta nafsunyapun
tidak mendesak, maka ia haram menikah. 9 Dalam Alqur’an dinyatakan bahwa hidup berpasang-pasangan,
hidup berjodoh-jodoh adalah naluri segala makhluk Allah,
termasuk manusia, sebagaimana firman-Nya dalam surat
az-zariyat ayat 49:
Artinya: “dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasangpasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.”
(QS. Az-Zariyat:49)
2) Hukum Pernikahan Menurut Undang-Undang Perkawinan
Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 dikatakan bahwa
“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan
tujuan
membentuk
keluarga
(rumah
tangga)
yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.” Prinsip Perkawinan Menurut UU No. 1 Tahun 1974
tentang
Pokok
Perkawinan
Suatu
perkawinan
atau
pernikahan dapat dikatakan “sah” apabila dilaksanakan
menurut berbagai cara misalnya menurut hukum adat,
menurut
hukum
agama,
dan
menurut
peraturan
9 Ahmad Atabik dan Khoridatul Mudhiiah, “Pernikahan Dan Hikmahnya
Perspektif Hukum Islam”, dalam Jurnal Yudisia, Volume 5, No. 2, Tahun 2014,
(287-316) h. 293-294.
perundang-undangan
yang
berlaku,
sehingga
suatu
perkawinan atau pernikahan tersebut diakui dan “sah”.
10
Asas-asas perkawinan dituangkan melalui undangundang
nomor
1
tahun
1974
tentang
perkawinan
(selanjutnya disebut UUP) dan kompelasi hukum islam
tahun
1991
(selanjutnya
disebut
KHI),
selain
itu,
keabsahan perkawinan diatur dalam pasal 2 ayat 1 UUP.
Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu , ayat
2 mengungkapkan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku’’, dalam
garis hukum kompelasi hukum isalm diungkapkan bahwa
pencatatan perkawinan diatur dalam pasal 5 dan 6. 11
D. TUJUAN DAN HIKMAH PERNIKAHAN
1) Tujuan Pernikahan.
Tujuan Pernikahan Salah satu ayat yang biasanya dikutip dan
dijadikan sebagai dasar untuk menjelaskan tujuan pernikahan
dalam Al-Quran adalah:
Artinya: “dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan
sendiri,
untukmu
supaya
kamu
isteri-isteri
dari
jenismu
cenderung
dan
merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
10 Mohammad R. Hasan, “Kajian Prinsip Perkawinan Menurut UU No 1
Tahun 1974 dalam Perspektif Hukum Islam’’, dalam Jurnal Lex Administratum
Volume 15, No.3, Tahun 2016, (120-235) h. 164.
11 Asbar Tantu, “ Arti Pentingnya Pernikahan” dalam Jurnal Al-Hikmah
Volume XIV, No. 2, Tahun 2013, (257-265) h. 258
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Ruum: 21).12
Berdasarkan
ayat
di
atas
jelas
bahwa
Islam
menginginkan pasangan suami istri yang telah membina
suatu rumah tangga melalui akad nikah tersebut bersifat
langgeng. Terjalin keharmonisan di antara suami istri yang
saling mengasihi
dan menyayangi itu sehingga
masing pihak merasa damai
masing-
dalam rumah tangganya.
Rumah tangga seperti inilah yang diinginkan Islam, yakni
rumah tangga sakinah.dan UU juga menganut prinsip untuk
mempersulit perceraian. Untuk memungkinkan perceraian,
harus ada alasan-alasan tertentu serta harus dilakukan
didepan sidang pengadilan. 13
2) Hikmah Pernikahan
Hikmah nikah Ulama fiqh mengemukakan beberapa
hikmah perkawinan,
yang terpenting di antaranya adalah
sebagai berikut.
a. Menyalurkan naluri seksual secara sah dan benar. Islam
ingin menunjukkan bahwa
yang membedakan manusia
dengan hewan dalam menyalurkan naluri seksual adalah
melalui perkawinan, sehingga segala akibat negatif yang
ditimbulkan oleh penyaluran seksual secara tidak benar
dapat dihindari sedini mungkin.
b. Cara paling baik untuk mendapatkan
anak
dan
mengembangkan keturunan secara sah. Dalam kaitan ini,
Rasulullah SAW bersabda: “Nikahilah wanita yang bisa
memberikan keturunan yang banyak, karena saya akan
bangga sebagai nabi
yang memiliki umat yang banyak
dibanding nabi-nabi lain di akhirat kelak” (HR. Ahmad bin
Hanbal).
c. Menyalurkan naluri kebapakan atau keibuan. Seorang
manusia
tidak
akan
merasa
sempurna
bila
tidak
menyalurkan naluri tersebut.
12 QS. Ar-Rum: 21
13 Dedi Supriyadi, Fiqh Munakahat Perbandingan, (Bandung: Pustaka
Setia, 2011) h. 100
d. Memupuk rasa tanggung jawab dalam rangka memelihara
dan mendidik anak, sehingga memberikan motivasi yang
kuat bagi seseorang untuk membahagiakan orang-orang
yang menjadi tanggung jawab.
e. Membagi rasa tanggung jawab antara suami dan istri yang
selama ini dipikul masing-masing pihak.
f. Menyatukan keluarga masing-masing pihak, sehingga
hubungan silaturrahmi
semakin kuat
dan terbentuk
keluarga baru yang lebih banyak.
g. Memperpanjang usia. Hasil penelitian masalah-masalah
kependudukan
yang dilakukan Perserikatan Bangsa-
Bangsa pada tahun 1958 menunjukkan bahwa pasangan
suami
istri
umurnya
mempunyai
kemungkinan
lebih
panjang
dari pada orang-orang yang tidak menikah
selama hidupnya. Oleh karena itu, ulama fiqh
sepakat
menyatakan bahwa untuk memulai suatu perkawinan ada
beberapa
langkah
yang
perlu
dilalui
dalam
upaya
mencapai cita-cita rumah tangga sakinah.14
E. HUKUM PERNIKAHAN VIA GADGET
a. Akad Nikah Via Gadget dalam Pandangan Islam
Nikah Via Gadget adalah suatu bentuk pernikahan
yang transaksi ijab kabulnya dilakukan melalui keadaan
konektivitas atau kegiatan yang terhubung dengan suatu
jaringan atau sistem internet (via online),jadi antara mempelai
lelaki dengan mempelai perempuan, wali dan saksi itu tidak
saling bertemu dan berkumpul dalam satu tempat. Yang ada
dan ditampilkan hanyalah bentuk visualisasi dari kedua belah
pihak melalui bantuan alat elektronik seperti telekonference,
webcame atau yang lainnya yang masih berkaitan dengan
enternet.
Seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa syarat
dilakukannya pernikahan menurut agama Islam, Apabila
syarat
dan
rukun
nikah
diatas
telah
terpenuhi
maka
14 Agustina Nurhayati, ” Pernikahan dalam Perspektif Alquran”,
dalam Jurnal Asas, Volume 3, No. 1, Tahun 2011, (99-111) h. 101
pernikahan yang dilakukan tersebut dapat dinyatakan sah
menurut agama Islam. Disinilah yang menjadi permasalahan
dalam
pernikahan
yang
dilakukan
via
gadget.
Pada
penggunaan fasilitas gadget, kita dapat melihat lawan bicara
kita sama persis dengan aslinya serta perkataan yang
diucapkan sama dengan apa yang diucaapkannya
sesuai
dengan waktu ketika ia berbicara. Hal ini tentu tidak akan
mengurangi syarat sahnya suatu akad nikah seperti yang
dijelaskan diatas, karena ijab dan kabul dapat dilakukan
dengan jelas serta dilakukan pada satu waktu serta calon istri,
wali dan para saksi bisa melihat kehadiran calon suami lewat
internet.15 Seperti hadits yang bersumber dari:
Dari Aisyah, Rosulallah bersabda:
ل نكاَ ح ا ل بوُ لى و شاَ هد ى عد ل
Artinya: Tidak sah perkawinan keculi dengan wali dan dua
saksi yang adil. (H.R. Daruquthni).
ا
شت اار ل
قد ه الن ن ا
ى واازوسدج وا ا
)فرع( ي ل س
.ل
حة ه ع ا س
ضوُلر أسرب اعا د
ط هفى ه
ح ل
كاَهح ل
ص ل
شاَه هد ايس ع اد س د
وال ه ى:ة
Artinya: (Cabang) dan disyaratkan dalam keabsahan akad
nikah hadirnya empat orang ; wali,calon pengantin
dan dua orang saksi yang adil.
Jadi bisa di simpulkan, bahwa suatu pernikahan yang
tidak di dasarkan pada ketentuan-ketentuan yang telah di
syariatkan oleh agama, yakni harus memenuhi syarat-syarat
perkawinan
yang
merupakan
dasar
bagi
sahnya
suatu
perkawinan. Maka tidak sah, dan jika syarat sahnya terpenuhi,
maka menjadikan perkawinan itu sah dan perkawinan itu
dapat di katakana berlaku sesuai dengan aturan yang ada.
Terjadi perbedaan pendapat dalam penggunaan kata
majelis pada syarat sahnnya suatu akad. Jumhurul ulama
mengartikan kata "majelis" tersebut dengan "waktu dan
keadaan atau “bersambung". Sementara sebagian ulama
berpendapat bahwa kata "majelis" tersebut berarti "tempat",
15 Ashar, “ Akad Nikah Via Internet”, dalam Jurnal Mazahib Volume
11, No 1, Tahun 2013 (22-30) h. 25
Bagi sebagian ulama ini, akad yang boleh dilakukan pada
tempat dan waktu berlainan hanya pada masalah wasiat, hak
asuh anak setelah yang bersangkutan meninggal dunia, dan
apabila pada akad tersebut diwakilkan kepada wakilnya.
Sehingga apabila kita mengikuti pendapat sebagian ulama ini,
maka pernikahan melalui internet adalah tidak sah karena
tidak dilakukan pada satu tempat dan kedua belah pihak tidak
bertemu secara langsung. Pendapat sebagian ulama yang
mengatakan bahwa pernikahan seperti ini tidak sah, karena
pada zaman Rasulllah tidak pernah ada dan tidak ada
pendapat
dari
para
sahabat
serta
para
ulama
yang
membolehkan pernikahan semacam itu.16 Seperti hadist nabi
SAW:
“tinggalkan
sesuatu
yang
merugikan
engkau,
berpeganglah dengan sesuatu yang tidak merugikan engkau”.
Menurut ulama mazhab Syafi'iyah, salah satu syarat
penting
dalam
suatu
akad
pernikahan
adalah
adanya
kesinambungan (Muttaşhil) antara ijab dan qabul.Oleh karena
itu, bahwa akad harus dilakukan dalam satu tempat di mana
kedua belah pihak dapat bertemu secara langsung. Maka
ulama yang berpendapat seperti ini mengatakan bahwa
pernikahan yang dilakukan melalui internet adalah tidak sah.
Jadi dalam masalah ini, para ulama terbagi menjadi dua
pendapat, pendapat pertama mengatakan pernikahan seperti
ini tidak sah dengan alasan pemakaian kata “majelis” diatas
yang berarti “satu waktu atau bersambung”.
b. Akad Nikah Via Gadget dalam Pandangan UU No. 1 Tahun
1974
Dalam kompilasi Hukum Islam, pengertian perkawinan
dan tujuannya dinyatakan dalam pasal 2 dan 3 sebagai
berikut:
a) Pasal
2
perkawinan
menurut
hukum
islam
adalah
pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mutsaqan
16 Ibid., h 27
ghalizan
untuk
mentaati
perintah
Allah
melaksanakannya merupakan ibadah
b) Pasal 3 perkawinan bertujuan untuk
dan
mewujudkan
kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan
rahmah.17
Dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 1
tahun 1974 tentang perkawinan, pada pasal 2 disebutkan
bahwa tiap-tiap perkawinan yang dilangsungkan maka dicatat
sesuai
dengan
perundangan-undangan
yang
berlaku.
Peraturan yang lain yang mengatur tentang perkawinan di
Indonesia
menetapkan
bahwa
pelaksanaan
pencatatan
dilakukan melalui pegawai pencatat nikah, oleh karena itu
menurut hemat penulis bahwa selaku warga negara indonesia
yang baik haruslah mengikuti atau menaati aturan–aturan
yang berlaku.18.
Dengan melihat apa yang tampak dari permasalah
tersebut,
dapatlah
kita
bandingkan
kepada
Putusan
Pengadilan Agama Jakarta Selatan No. 1751/P/1989 tentang
Pengesahan Praktik akad melaui media telepon. Jika majelis
hakim sudah menetapkan nikah melalui media telepon saja di
anggap sah, maka ketetapan itulah yang harusnya kita
pegangi terkait nikah online. Karena hal ini sesuai dengan
kaidah. Dalam perundang-undangan atau hukum positif yang
ada di Indonesia, nikah online ini juga tak pernah disinggung
sebelumnya,
dan
bahkan
tidak
ada
peraturan
yang
mengaturnya, sehingga di Indonesia terkait hukum nikah
online ini masih mengalami keabsoutan atau kekosongan
hukum. khususnya bagi mereka yang terpisahkan jarak, yang
kemudian melangsungkan akad nikah melaui online, dapat
17 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003),
h. 10
18 Ahmad Izzuddin, “Problematika Implementasi Hukum Islam Di
Indonesia” Dalam Jurnal Syari’ah dan Hukum, Volume 1, No. 2, Tahun 2009 (216) h. 4
merujuk UU No. 1/1974 Pasal 17 dan 56 tentang perkawinan
diluar Indonesia.19
Untuk
menentukan
apakah
seseorang
itu
dapat
melaksanakan akad pernikahan melalui online, ditetapkan
kriteria sebagai berikut:
1) Antara pria dan wanita yang ingin melangsungkan akad
pernikahan haruslah terpisahkan jarak yang sangat jauh.
2) Tidak bisa berhadir karena alasan jarak dan memang
dalam keadaan yang tidak memungkinkan bagi kedua
belah
pihak
untuk
bersatu
dan
berkumpul
untuk
melaksanankan akad sebagaimana mestinya.
Hubungannya kasus tersebut dengan kasus nikah via
gadget
ialah
melangsungkan
dapat
nikah
menjadi
via
prasyarat
gadget.
Dan
hal
bolehnya
ini
dapat
disimpulkan bahwa nikah via gadget boleh dan dapat
dilangsungkan
terhadap
mereka-mereka
yang
memang
terkendala jarak dan waktu dalam hal akad pernikahan. Dan
tentunya
hal
ini
hanya
dapat
dilaksanakan
apabila
dikarenakan jarak yang jauh yang memang tak dapat
dijangkau dengan suatu perjalanan. Dan jarak perjalanan
yang tak dapat dijangkau tersebut ialah jarak yang jauhnya
setahun perjalanan unta.20
Agar
menetapkan
permasalahan
dapatlah
hukum
ini
kita
yang
terhindar
jauh
sangatlah
dari
dari
kemungkinan
kebenaran.
kompleks
sesuai
Karena
dengan
perkataan Sayyidina Umar ra: “Pahamilah baik-baik persoalan
yang menyita perhatianmu soal yang tidak aada dalam
Alqurān dan sunnāh. Kenalilah contoh-contoh dan kemiripankemiripan kemudian Qiyaskanlah persoalan-persoalan itu.
Usahakanlah
sungguh-sungguh
untuk
mendapatkan
keputusan yang menurutmu paling disukai Allah dan yang
paling dekat kepada kebenaran."
19 Ibid., h. 10
20 Ibid., h 29
Akad nikah via internet dilaksanakan karena khawatir
akan
jatuh
kepada
kemaksiatan,
walaupun
nikah
itu
dilaksanakan dengan via internet asalkan sesuai dengan
syarat yang ditentukan oleh peraturan yang berlaku. jadi
dapat disimpulkan bahwasanya pernikahan melalui via gadget
itu
boleh
dilakukan
apabila
memenuhi
syarat-syarat
sebagaimana yang telah di jelaskan di atas dan lebih baiknya
kita harus mencegah adanya suatu kemudharatan bagi kita,
memang secara konteks agama islam itu mudah tetapi jangan
di anggap mudah lalu kita menganggap semua hukumnya
remeh dan pada dasarnya setiap kesulitan itu menimbulkan
kemudahan, kita juga masih berpegang kepada Alquran dan
As-Sunnah
kita
yakini,
sebagai
sebuah
produk
yang
mengayomi dan menjamin adanya rasa aman dan percaya
bagi hambanya.
F. PENUTUP
Bertolak dari pembahasan tersebut, maka penulis
memberikan kesimpulan sebagai berikut:
1. Menurut pandangan Islam, Pernikahan dikatakan sah
apabila kedua calon pengantin adalah orang yang bukan
haram dinikahi dan ketika akad nikah dihadiri sekurangkurangnya dua orang saksi.
2. Ulama berbeda pendapat mengenai pernikahan melalui
internet, pendapat pertama mengatakan sah dilakukan
apabila syarat nikah dan rukunnya telah terpenuhi.
Sementara pendapat yang kedua mengatakan bahwa
pernikahan seperti ini tidak sah, karena akad harus
dilakukan dalam satu tempat di mana kedua belah pihak
dapat bertemu secara langsung.
3. Untuk masyarakat muslim pernikahan via Internet seperti
ini
sebaiknya
tidak
pernikahan
seperti
perbedaan
pendapat
dilakukan,
ini
sebab
menimbulkan
diantara
para
sah-tidaknya
keraguan
ulama
dan
fiqhiyah.
Pernikahan ini juga akan menimbulkan keraguan apakah
kedua calon suami-istri itu adalah benar-benar calon
mempelai
yang
sesungguhnya
atau
hanya
sebuah
rekayasa tekhnologi.
4. Untuk para imam dan hakim serta pemerintah yang
berwenang, sebaiknya tidak melakukan akad nikah yang
dilakukan dengan cara ini. Alangkah lebih baiknya apabila
pernikahan
tersebut
dilakukan
hingga
kedua
calon
pengantin tersebut benar-benar siap dan dapat disatukan
sehingga
pernikahan
dapat
dilakukan
secara
lazim
menurut yang disunnahkan oleh nabi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, Jakarta: Kencana, 2003.
Agustina Nurhayati, ” Pernikahan dalam Perspektif Alquran”, dalam
Jurnal Asas, Volume 3, No. 1, Tahun 2011.
Ahmad
Izzuddin, “Problematika Implementasi Hukum Islam Di
Indonesia” dalam Jurnal Syari’ah dan Hukum, Volume 1, No. 2,
Tahun 2009.
Ahmad Atabik dan Khoridatul Mudhiiah, “Pernikahan Dan Hikmahnya
Perspektif Hukum Islam”, dalam Jurnal Yudisia, Volume 5, No. 2,
Tahun 2014,.
Akhmad Shodikin, “Penyelesaian Wali Adhal dalam Pernikahan Menurut
Hukum Islam dan Perundang-Undangan di Indonesia”, dalam
Jurnal Kajian Hukum Islam Volume 1, No. 1, Tahun 2016.
Asbar Tantu, “ Arti Pentingnya Pernikahan” dalam Jurnal Al-Hikmah
Volume XIV, No. 2, Tahun 2013.
Ashar, “ Akad Nikah Via Internet”, dalam Jurnal Mazahib Volume 11, No
1, Tahun 2013.
Chaeruddin sebagaimana dikutip Fatah Zukhrufi, “Tinjauan Hukum
Islam Terhadap Akad Nikah Via Net Meeting Teleconference:
“studi atas pemikiran hukum islam K.H. M.A.Sahal Mahfudh”,
Skripsi pada Program Studi Al-Ahwal Asy-Syakhiyyah, Fakultas
Syari’ah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2012.
Dedi Supriyadi, Fiqh Munakahat Perbandingan, Bandung: Pustaka
Setia, 2011.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Semarang Toha
Putra,1989.
H. Suliman Rasjid, Fiqh Islam,(Jakarta: C.V Sinar Baru Bandung, 1987.
http://www .asmaul-husna.com/2015/09/rukun-nikah-dansyarat-nikahpernikahan. Html, download (Jumat, 20 november 2016, pukul
16.15 wib)
Mohammad R. Hasan, “Kajian Prinsip Perkawinan Menurut UU No 1
Tahun 1974 dalam Perspektif Hukum Islam’’, dalam Jurnal Lex
Administratum Volume 15, No.3, Tahun 2016.
Muhammad Sodiq, “dualisme hukum di indonesia: Kajian Tentang
Peraturan Pencatatan Nikah dalam Perundang-Undangan”,
dalam Jurnal Al-Ahwal, Volume. 7, No. 2, Tahun 2014.
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, Jakarta: Rajawali Pers,
2013.
MakalahinidibuatuntukmemenuhitugasmatakuliahFiqhKontemporer
DosenPengampu :Imam Mustofa, M.S.I.
Oleh:
MUDRIKAH RAHIM
NPM. 1502030072
Program Studi: Ahwalu Sakhsiyyah (AS)
Jurusan: Syari’ah dan Ekonomi Islam
SEKOLAH TINGGIAGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JURAI SIWO METRO
1438H/2016
HUKUM NIKAH VIA GADGET
A. PENDAHULUAN
Pernikahan adalah sebuah akad peradaban yang di
dalamnya tidak ada formalisasi. Sedang akad sendiri merupakan
pengikat sub-sub perilaku, yaitu ijab dan qabul secara syar'i.
yang dimaksud akad disini ialah makna maşhdarnya, yaitu alirtibāth (keterikatan). Berdasarkan konsepsi perkawinan menurut
pasal 1 ayat (1) undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan (UUP), bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri
dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal
ini dapat terlihat dari Al-Qur’an, Al-Hadits dan ijtihad para ulama.
1
Melihat permasalahan yang agak berat untuk dapat
melangsungkan perkawinan bagi seorang didalam surat An-Nur
ayat (32) di jelaskan Dasar (dalil) yang tegas untuk pelaksanaan
perkawinan, surat An-Nur ayat 32 tersebut berbunyi:
Artinya: “Dan kawinlah orang-orang yang sendirian diantara
kamu dan orang-orang sholeh diantara hamba-hambamu
yang laki-laki dan hamba- hambamu yang perempuan,
jika mereka miskin Allah akan memberikan kemampuan
kepada mereka dengan kerunianya.” (QS. An-Nur: 32).
Oleh sebab itu saya akan membahas masalah hukum
pernikahan melalui via gadget, media baru tersebut tumbuh
semakin
cepat
mematahkan
paradigma
lama
dan
telah
memutus sekat-sekat idieologis dan social-kultural. Namun
dalam konteks sekarang terkait dengan adanya nikah online
yang
tak
pernah
terjadi
sebelumnya
dan
tidak
pernah
disinggung dan dijelaskan secara rinci dalam kitab-kitab fiqih
1Muhammad Sodiq, “Dualisme Hukum di Indonesia: Kajian Tentang
Peraturan Pencatatan Nikah dalam Perundang-Undangan”, dalam Jurnal AlAhwal, Volume. 7, No. 2, Tahun 2014 (109-120) h. 110
klasik atau bahkan di dalam Alquran, karena yang pernah saya
tahu tentang permasalahan ini ada yang membolehkan nikah via
gadget ini boleh apabila memenuhi syarat dan ketentuan
sebagaimana mestinya. Karena selama ini tidak ada hukum yang
mengatur dan mengatakan bahwa nikah online itu haram, maka
selamanya nikah online itu dianggap sah, sampai ada dalil yang
mengharamkannya.
Tetapi sebagaimana dikutip dalam buku karangan
Chaeruddin,
mengenai
para
ijab
fuqaha
dan
berpendapat
qabul.pertama
ijab
ada
empat
dan
qabul
MA.
syarat
harus
diucapakan suatu majlis, kedua, adanya keselarasan antara ijab
dan qabul, ketiga wali tetap dengan ucapan ijabnya, keempat
ijab dan qabul selesai pada saat itu juga. 2
Didalam salah satu karyanya, Kh. M.A. sahal Mahfudh
mengatakan
tentang
permasalahan
yang
menjadi
obyek
penelitian penyusun tentang akad nikah via neet meeting
teleconference ini,beliau menggaris bawahi tentang sah atau
tidaknya neet meeting teleconference sarana ini bisa menjadi
factor yang memudahkan para pihak yang terkait untuk
melakukan prosesi akad nikah. Dan tanggapan beliau adalah
bahwa nikah melalui social media tidaklah sah karena tidak satu
majelis dan sulit untuk di buktikan.3
B. KONSEP DASAR PERNIKAHAN
1. Definisi Pernikahan
Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan
berlaku pada semua makhluk-Nya, baik pada manusia,
hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara
yang dipilih oleh Allah Swt., sebagai jalan bagi makhluk-Nya
untuk
berkembang
biak,
dan
melestarikan
hidupnya.
2 Chaeruddin sebagaimana dikutip Fatah Zukhrufi, “Tinjauan Hukum
Islam Terhadap Akad Nikah Via Net Meeting Teleconference: “studi atas
pemikiran hukum islam K.H. M.A.Sahal Mahfudh”, Skripsi pada Program Studi
Al-Ahwal Asy-Syakhiyyah, Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga,
Yogyakarta, 2012, h. 5.
3 Ibid., h. 8
Masalah perkawinan adalah merupakan salah satu jalan
untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan seharihari yang berasifat darurat, sepeti halnya apabila seseorang
yang takut terjerumus ke dalam pelanggaran, jika ia tidak
menikah. Menurut para fuqaha secara keseluruhan, keadaan
seperti itu menjadikan seorang tersebut wajib menikah, demi
menjaga kesucian dirinya yang jalannya adalah dengan cara
menikah.
Nikah menurut bahasa: al-jam’u dan al-dhamu yang
artinya kumpul. Makna nikah (zawaj) bisa diartikan dengan
aqdu al-tazwij yang artinya akad nikah. Juga bisa diartikan
(wath’u al-zaujah) bermakna menyetubuhi istri. Definisi yang
hamper sama dengan diatas juga dikemukakan oleh Rahmat
Hakim,
bahwa
fakta
nikah
berasal
dari
bahasa
arab
“nikahun” yang merupakan masdar atau asal kata dari kata
kerja
(fi’il
madhi)
“nakaha”,
kemudian diterjemahkan
perkawinan.
sinonimnya
“tazawwaja”
dalam bahasa Indonesia sebagai
4
Suatu akad pernikahan apabila telah memenuhi
segala rukun dan syaratnya secara lengkap menurut yang
telah ditentukan seperti menurut hukum Islam ataupun
perundang-undangan, maka akad pernikahan yang demikian
itu disebut akad pernikahan yang sah dan mempunyai
implikasi hukum.
Selain
pernikahan
itu
itu
ada
dipandang
sebuah
sebagai
kesepakatan
sebuah
bahwa
akad.Akad
(kontrak) yang terkandung dalam isi UU No 1/1974 dan KHI
sebenarnya merupakan pengertian yang dikehendaki oleh
undang-undang. Sebuah pernikahan adalah sebuah akad
atau perjanjia, sebagaimana dalam hadits sahih, yaitu;
4 Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, (Jakarta: Rajawali Pers,
2013), h. 6.
ا ل
سييوُ ل
سلعوُدد رضي الله عنه اقاَ ا
ه صييلى اللييه عليييه
ل االل ليي ه
ل ل ااناَ ار ل
م س
ن ا
عا س
ن ع اب سد ه اللهه ب س ه
ست ا ا
شار اال ل
معس ا
ه
طاَع ا ه
م ا ال سب ايياَاءة ا فال سي ات اييازول س
نا س
فاييإ هن ل ل, ج
من سك ل ل
ب! ا
وسلم اياَ ا
شاباَ ه
م ه
ا
ا
ه
ن ل هل س ا
واأ س, صره
م يا س
صوُسم ه ; فاييإ هن ل ل
ن لا س
وا ا, فسرهج
ست اط هعس فاعال اي سهه هباَل ل
ح ا
ض ل هل سب ا ا
أغ ا ض
م س
ص ل
جاَءء
ه وه ا
لا ل
Artinya: “Abdullah Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu berkata:
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda
pada kami: "Wahai generasi muda, barang siapa di
antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia
kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan
dan
memelihara
mampu
kemaluan.
hendaknya
Barangsiapa
berpuasa,
sebab
ia
belum
dapat
mengendalikanmu." Muttafaq Alaihi.
Tetapi
pada
zaman
sekarang
seiring
dengan
berkembangnya zaman dan teknologi, banyak pula yang
menggunakan perkembangan teknologi ini untuk melakukan
akad pernikahan. Seperti melalui media telepon maupun
internet. Pernikahan melalui internet telah dilakukan oleh
segelintir orang yang kebanyakan dari mereka antara calon
suami istri berkedudukan dalam jarak yang sangat jauh dan
tidak
memungkinkan
untuk
keduanya
bertemu
secara
langsung.
2. Syarat dan Rukun Nikah
Keharusan adanya seorang wali dan saksi dalam
pernikahan menjadi syarat dan rukun. Kedudukan wali dalam
perkawinan sebagian ulama menyebutkannya sebagai rukun
dan sebagian lagi menyebutkannya sebagai syarat. 5 Wali dan
saksi bertanggung jawab atas sahnya akad perkawinan,
maka oleh karenanya tidak semua orang dapat diterima
menjadi wali atau saksi, tetapi hendaklah orang-orang yang
memiliki
beberapa
sifat
yakni,
islam,
baligh,
berakal,
5 Akhmad Shodikin, “Penyelesaian Wali Adhal dalam Pernikahan
Menurut Hukum Islam dan Perundang-Undangan di Indonesia”, dalam Jurnal
Kajian Hukum Islam Volume 1, No. 1, Tahun 2016, (2502-6593), h. 62.
merdeka, laki-laki, adil.6 Mengenai wali nikah, ia merupakan
unsur yang penting bagi mempelai wanita yang akan
bertindak untuk menikahkannya.
a. Syarat –syarat pernikahan:7
Syarat-syarat suami
1) Islam
2) Bukan mahram dari calon istri
3) Tidak terpaksa atas kemauan sendiri
4) Orangnya tertentu, jelas orangnya
5) Tidak sedang ihram.
Syarat-syarat istri
1) Islam
2) Tidak ada halangan syarak, yaitu tidak bersuami,
bukan mahram, tidak sedang iddah
3) Merdeka, atas kemauan sendiri
4) Jelas orangnya dan
5) Tidak sedang berihram.
Syarat-syarat wali
1) Islam
2) Laki-laki
3) Baligh
4) Waras akalnya
5) Tidak di paksa
6) Adil dan
7) Merdeka dan Tidak sedang ihram.
Syarat-syarat saksi
1) Islam
2) Baligh
3) Waras akalnya
6 H. Suliman Rasjid, Fiqh Islam,(Jakarta: C.V Sinar Baru Bandung,
1987), h.357
7 http://www .asmaul-husna.com/2015/09/rukun-nikah-dan syaratnikah-pernikahan. Html, download (Jumat, 20 november 2016, pukul 16.15 wib)
4) Tidak di paksa
5) Adil
6) Dapat mendengar dan melihat
7) Bebas, tidak di paksa
8) Memahami bahasa yang di pergunakan untuk ijab
qabul.
9) Merdeka dan Tidak sedang ihram.
b. Rukun Pernikahan
rukun
yaitu,
sesuatu
yang
mesti
ada
yang
menentukan sah atau tidaknya suatu pekerjaan (ibadah).
Adapun rukun nikah adalah:
8
1) Mempelai laki-laki;
2) Mempelai perempuan;
3) Wali
4) Dua orang saksi;
5) Shigat ijab qabul.
C. DASAR HUKUM PERNIKAHAN
1) Hukum Pernikahan dalam Islam.
Di dalam Fiqh para ulama menjelaskan bahwa
menikah mempunyai hukum sesuai dengan kondisi dan
faktor pelakunya. Hukum tersebut adalah:
a. Jaiz (diperbolehkan), dikhawatirkan akan tergelincir pada
perbuatan zina seandainya tidak menikah maka hukum
melakukan pernikahan
bagi orang tersebut adalah wajib.
b. Sunat bagi orang yang nafsunya telah mendesak dan
mampu menikah, tetapi masih dapat menahan dirinya dari
perbuatan zina, maka sunnah baginya menikah. Nikah
baginya lebih utama daripada bertekun diri beribadah.
c. Wajib bagi orang yang sudah mampu menikah, nafsunya
telah mendesak dan takut terjerumus dalam perzinaan,
maka ia wajib menikah. Karena menjauhkan diri dari
8 Ibid;, h. 355-356
perbuatan haram adalah wajib Allah berfirman dalam QS
An-Nur 33.
d. Makruh menikah bagi seseorang yang lemah syahwat dan
tidak mampu memberi belanja kepada istrinya. Walaupun
tidak merugikan istri, karena ia kaya dan tidak mempunyai
keinginan syahwat yang kuat.
e. Haram bagi seseorang yang tidak mampu memenuhi
nafkah batin dan lahirnya kepada istri serta nafsunyapun
tidak mendesak, maka ia haram menikah. 9 Dalam Alqur’an dinyatakan bahwa hidup berpasang-pasangan,
hidup berjodoh-jodoh adalah naluri segala makhluk Allah,
termasuk manusia, sebagaimana firman-Nya dalam surat
az-zariyat ayat 49:
Artinya: “dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasangpasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.”
(QS. Az-Zariyat:49)
2) Hukum Pernikahan Menurut Undang-Undang Perkawinan
Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 dikatakan bahwa
“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan
tujuan
membentuk
keluarga
(rumah
tangga)
yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.” Prinsip Perkawinan Menurut UU No. 1 Tahun 1974
tentang
Pokok
Perkawinan
Suatu
perkawinan
atau
pernikahan dapat dikatakan “sah” apabila dilaksanakan
menurut berbagai cara misalnya menurut hukum adat,
menurut
hukum
agama,
dan
menurut
peraturan
9 Ahmad Atabik dan Khoridatul Mudhiiah, “Pernikahan Dan Hikmahnya
Perspektif Hukum Islam”, dalam Jurnal Yudisia, Volume 5, No. 2, Tahun 2014,
(287-316) h. 293-294.
perundang-undangan
yang
berlaku,
sehingga
suatu
perkawinan atau pernikahan tersebut diakui dan “sah”.
10
Asas-asas perkawinan dituangkan melalui undangundang
nomor
1
tahun
1974
tentang
perkawinan
(selanjutnya disebut UUP) dan kompelasi hukum islam
tahun
1991
(selanjutnya
disebut
KHI),
selain
itu,
keabsahan perkawinan diatur dalam pasal 2 ayat 1 UUP.
Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu , ayat
2 mengungkapkan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku’’, dalam
garis hukum kompelasi hukum isalm diungkapkan bahwa
pencatatan perkawinan diatur dalam pasal 5 dan 6. 11
D. TUJUAN DAN HIKMAH PERNIKAHAN
1) Tujuan Pernikahan.
Tujuan Pernikahan Salah satu ayat yang biasanya dikutip dan
dijadikan sebagai dasar untuk menjelaskan tujuan pernikahan
dalam Al-Quran adalah:
Artinya: “dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan
sendiri,
untukmu
supaya
kamu
isteri-isteri
dari
jenismu
cenderung
dan
merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
10 Mohammad R. Hasan, “Kajian Prinsip Perkawinan Menurut UU No 1
Tahun 1974 dalam Perspektif Hukum Islam’’, dalam Jurnal Lex Administratum
Volume 15, No.3, Tahun 2016, (120-235) h. 164.
11 Asbar Tantu, “ Arti Pentingnya Pernikahan” dalam Jurnal Al-Hikmah
Volume XIV, No. 2, Tahun 2013, (257-265) h. 258
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Ruum: 21).12
Berdasarkan
ayat
di
atas
jelas
bahwa
Islam
menginginkan pasangan suami istri yang telah membina
suatu rumah tangga melalui akad nikah tersebut bersifat
langgeng. Terjalin keharmonisan di antara suami istri yang
saling mengasihi
dan menyayangi itu sehingga
masing pihak merasa damai
masing-
dalam rumah tangganya.
Rumah tangga seperti inilah yang diinginkan Islam, yakni
rumah tangga sakinah.dan UU juga menganut prinsip untuk
mempersulit perceraian. Untuk memungkinkan perceraian,
harus ada alasan-alasan tertentu serta harus dilakukan
didepan sidang pengadilan. 13
2) Hikmah Pernikahan
Hikmah nikah Ulama fiqh mengemukakan beberapa
hikmah perkawinan,
yang terpenting di antaranya adalah
sebagai berikut.
a. Menyalurkan naluri seksual secara sah dan benar. Islam
ingin menunjukkan bahwa
yang membedakan manusia
dengan hewan dalam menyalurkan naluri seksual adalah
melalui perkawinan, sehingga segala akibat negatif yang
ditimbulkan oleh penyaluran seksual secara tidak benar
dapat dihindari sedini mungkin.
b. Cara paling baik untuk mendapatkan
anak
dan
mengembangkan keturunan secara sah. Dalam kaitan ini,
Rasulullah SAW bersabda: “Nikahilah wanita yang bisa
memberikan keturunan yang banyak, karena saya akan
bangga sebagai nabi
yang memiliki umat yang banyak
dibanding nabi-nabi lain di akhirat kelak” (HR. Ahmad bin
Hanbal).
c. Menyalurkan naluri kebapakan atau keibuan. Seorang
manusia
tidak
akan
merasa
sempurna
bila
tidak
menyalurkan naluri tersebut.
12 QS. Ar-Rum: 21
13 Dedi Supriyadi, Fiqh Munakahat Perbandingan, (Bandung: Pustaka
Setia, 2011) h. 100
d. Memupuk rasa tanggung jawab dalam rangka memelihara
dan mendidik anak, sehingga memberikan motivasi yang
kuat bagi seseorang untuk membahagiakan orang-orang
yang menjadi tanggung jawab.
e. Membagi rasa tanggung jawab antara suami dan istri yang
selama ini dipikul masing-masing pihak.
f. Menyatukan keluarga masing-masing pihak, sehingga
hubungan silaturrahmi
semakin kuat
dan terbentuk
keluarga baru yang lebih banyak.
g. Memperpanjang usia. Hasil penelitian masalah-masalah
kependudukan
yang dilakukan Perserikatan Bangsa-
Bangsa pada tahun 1958 menunjukkan bahwa pasangan
suami
istri
umurnya
mempunyai
kemungkinan
lebih
panjang
dari pada orang-orang yang tidak menikah
selama hidupnya. Oleh karena itu, ulama fiqh
sepakat
menyatakan bahwa untuk memulai suatu perkawinan ada
beberapa
langkah
yang
perlu
dilalui
dalam
upaya
mencapai cita-cita rumah tangga sakinah.14
E. HUKUM PERNIKAHAN VIA GADGET
a. Akad Nikah Via Gadget dalam Pandangan Islam
Nikah Via Gadget adalah suatu bentuk pernikahan
yang transaksi ijab kabulnya dilakukan melalui keadaan
konektivitas atau kegiatan yang terhubung dengan suatu
jaringan atau sistem internet (via online),jadi antara mempelai
lelaki dengan mempelai perempuan, wali dan saksi itu tidak
saling bertemu dan berkumpul dalam satu tempat. Yang ada
dan ditampilkan hanyalah bentuk visualisasi dari kedua belah
pihak melalui bantuan alat elektronik seperti telekonference,
webcame atau yang lainnya yang masih berkaitan dengan
enternet.
Seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa syarat
dilakukannya pernikahan menurut agama Islam, Apabila
syarat
dan
rukun
nikah
diatas
telah
terpenuhi
maka
14 Agustina Nurhayati, ” Pernikahan dalam Perspektif Alquran”,
dalam Jurnal Asas, Volume 3, No. 1, Tahun 2011, (99-111) h. 101
pernikahan yang dilakukan tersebut dapat dinyatakan sah
menurut agama Islam. Disinilah yang menjadi permasalahan
dalam
pernikahan
yang
dilakukan
via
gadget.
Pada
penggunaan fasilitas gadget, kita dapat melihat lawan bicara
kita sama persis dengan aslinya serta perkataan yang
diucapkan sama dengan apa yang diucaapkannya
sesuai
dengan waktu ketika ia berbicara. Hal ini tentu tidak akan
mengurangi syarat sahnya suatu akad nikah seperti yang
dijelaskan diatas, karena ijab dan kabul dapat dilakukan
dengan jelas serta dilakukan pada satu waktu serta calon istri,
wali dan para saksi bisa melihat kehadiran calon suami lewat
internet.15 Seperti hadits yang bersumber dari:
Dari Aisyah, Rosulallah bersabda:
ل نكاَ ح ا ل بوُ لى و شاَ هد ى عد ل
Artinya: Tidak sah perkawinan keculi dengan wali dan dua
saksi yang adil. (H.R. Daruquthni).
ا
شت اار ل
قد ه الن ن ا
ى واازوسدج وا ا
)فرع( ي ل س
.ل
حة ه ع ا س
ضوُلر أسرب اعا د
ط هفى ه
ح ل
كاَهح ل
ص ل
شاَه هد ايس ع اد س د
وال ه ى:ة
Artinya: (Cabang) dan disyaratkan dalam keabsahan akad
nikah hadirnya empat orang ; wali,calon pengantin
dan dua orang saksi yang adil.
Jadi bisa di simpulkan, bahwa suatu pernikahan yang
tidak di dasarkan pada ketentuan-ketentuan yang telah di
syariatkan oleh agama, yakni harus memenuhi syarat-syarat
perkawinan
yang
merupakan
dasar
bagi
sahnya
suatu
perkawinan. Maka tidak sah, dan jika syarat sahnya terpenuhi,
maka menjadikan perkawinan itu sah dan perkawinan itu
dapat di katakana berlaku sesuai dengan aturan yang ada.
Terjadi perbedaan pendapat dalam penggunaan kata
majelis pada syarat sahnnya suatu akad. Jumhurul ulama
mengartikan kata "majelis" tersebut dengan "waktu dan
keadaan atau “bersambung". Sementara sebagian ulama
berpendapat bahwa kata "majelis" tersebut berarti "tempat",
15 Ashar, “ Akad Nikah Via Internet”, dalam Jurnal Mazahib Volume
11, No 1, Tahun 2013 (22-30) h. 25
Bagi sebagian ulama ini, akad yang boleh dilakukan pada
tempat dan waktu berlainan hanya pada masalah wasiat, hak
asuh anak setelah yang bersangkutan meninggal dunia, dan
apabila pada akad tersebut diwakilkan kepada wakilnya.
Sehingga apabila kita mengikuti pendapat sebagian ulama ini,
maka pernikahan melalui internet adalah tidak sah karena
tidak dilakukan pada satu tempat dan kedua belah pihak tidak
bertemu secara langsung. Pendapat sebagian ulama yang
mengatakan bahwa pernikahan seperti ini tidak sah, karena
pada zaman Rasulllah tidak pernah ada dan tidak ada
pendapat
dari
para
sahabat
serta
para
ulama
yang
membolehkan pernikahan semacam itu.16 Seperti hadist nabi
SAW:
“tinggalkan
sesuatu
yang
merugikan
engkau,
berpeganglah dengan sesuatu yang tidak merugikan engkau”.
Menurut ulama mazhab Syafi'iyah, salah satu syarat
penting
dalam
suatu
akad
pernikahan
adalah
adanya
kesinambungan (Muttaşhil) antara ijab dan qabul.Oleh karena
itu, bahwa akad harus dilakukan dalam satu tempat di mana
kedua belah pihak dapat bertemu secara langsung. Maka
ulama yang berpendapat seperti ini mengatakan bahwa
pernikahan yang dilakukan melalui internet adalah tidak sah.
Jadi dalam masalah ini, para ulama terbagi menjadi dua
pendapat, pendapat pertama mengatakan pernikahan seperti
ini tidak sah dengan alasan pemakaian kata “majelis” diatas
yang berarti “satu waktu atau bersambung”.
b. Akad Nikah Via Gadget dalam Pandangan UU No. 1 Tahun
1974
Dalam kompilasi Hukum Islam, pengertian perkawinan
dan tujuannya dinyatakan dalam pasal 2 dan 3 sebagai
berikut:
a) Pasal
2
perkawinan
menurut
hukum
islam
adalah
pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mutsaqan
16 Ibid., h 27
ghalizan
untuk
mentaati
perintah
Allah
melaksanakannya merupakan ibadah
b) Pasal 3 perkawinan bertujuan untuk
dan
mewujudkan
kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan
rahmah.17
Dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 1
tahun 1974 tentang perkawinan, pada pasal 2 disebutkan
bahwa tiap-tiap perkawinan yang dilangsungkan maka dicatat
sesuai
dengan
perundangan-undangan
yang
berlaku.
Peraturan yang lain yang mengatur tentang perkawinan di
Indonesia
menetapkan
bahwa
pelaksanaan
pencatatan
dilakukan melalui pegawai pencatat nikah, oleh karena itu
menurut hemat penulis bahwa selaku warga negara indonesia
yang baik haruslah mengikuti atau menaati aturan–aturan
yang berlaku.18.
Dengan melihat apa yang tampak dari permasalah
tersebut,
dapatlah
kita
bandingkan
kepada
Putusan
Pengadilan Agama Jakarta Selatan No. 1751/P/1989 tentang
Pengesahan Praktik akad melaui media telepon. Jika majelis
hakim sudah menetapkan nikah melalui media telepon saja di
anggap sah, maka ketetapan itulah yang harusnya kita
pegangi terkait nikah online. Karena hal ini sesuai dengan
kaidah. Dalam perundang-undangan atau hukum positif yang
ada di Indonesia, nikah online ini juga tak pernah disinggung
sebelumnya,
dan
bahkan
tidak
ada
peraturan
yang
mengaturnya, sehingga di Indonesia terkait hukum nikah
online ini masih mengalami keabsoutan atau kekosongan
hukum. khususnya bagi mereka yang terpisahkan jarak, yang
kemudian melangsungkan akad nikah melaui online, dapat
17 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003),
h. 10
18 Ahmad Izzuddin, “Problematika Implementasi Hukum Islam Di
Indonesia” Dalam Jurnal Syari’ah dan Hukum, Volume 1, No. 2, Tahun 2009 (216) h. 4
merujuk UU No. 1/1974 Pasal 17 dan 56 tentang perkawinan
diluar Indonesia.19
Untuk
menentukan
apakah
seseorang
itu
dapat
melaksanakan akad pernikahan melalui online, ditetapkan
kriteria sebagai berikut:
1) Antara pria dan wanita yang ingin melangsungkan akad
pernikahan haruslah terpisahkan jarak yang sangat jauh.
2) Tidak bisa berhadir karena alasan jarak dan memang
dalam keadaan yang tidak memungkinkan bagi kedua
belah
pihak
untuk
bersatu
dan
berkumpul
untuk
melaksanankan akad sebagaimana mestinya.
Hubungannya kasus tersebut dengan kasus nikah via
gadget
ialah
melangsungkan
dapat
nikah
menjadi
via
prasyarat
gadget.
Dan
hal
bolehnya
ini
dapat
disimpulkan bahwa nikah via gadget boleh dan dapat
dilangsungkan
terhadap
mereka-mereka
yang
memang
terkendala jarak dan waktu dalam hal akad pernikahan. Dan
tentunya
hal
ini
hanya
dapat
dilaksanakan
apabila
dikarenakan jarak yang jauh yang memang tak dapat
dijangkau dengan suatu perjalanan. Dan jarak perjalanan
yang tak dapat dijangkau tersebut ialah jarak yang jauhnya
setahun perjalanan unta.20
Agar
menetapkan
permasalahan
dapatlah
hukum
ini
kita
yang
terhindar
jauh
sangatlah
dari
dari
kemungkinan
kebenaran.
kompleks
sesuai
Karena
dengan
perkataan Sayyidina Umar ra: “Pahamilah baik-baik persoalan
yang menyita perhatianmu soal yang tidak aada dalam
Alqurān dan sunnāh. Kenalilah contoh-contoh dan kemiripankemiripan kemudian Qiyaskanlah persoalan-persoalan itu.
Usahakanlah
sungguh-sungguh
untuk
mendapatkan
keputusan yang menurutmu paling disukai Allah dan yang
paling dekat kepada kebenaran."
19 Ibid., h. 10
20 Ibid., h 29
Akad nikah via internet dilaksanakan karena khawatir
akan
jatuh
kepada
kemaksiatan,
walaupun
nikah
itu
dilaksanakan dengan via internet asalkan sesuai dengan
syarat yang ditentukan oleh peraturan yang berlaku. jadi
dapat disimpulkan bahwasanya pernikahan melalui via gadget
itu
boleh
dilakukan
apabila
memenuhi
syarat-syarat
sebagaimana yang telah di jelaskan di atas dan lebih baiknya
kita harus mencegah adanya suatu kemudharatan bagi kita,
memang secara konteks agama islam itu mudah tetapi jangan
di anggap mudah lalu kita menganggap semua hukumnya
remeh dan pada dasarnya setiap kesulitan itu menimbulkan
kemudahan, kita juga masih berpegang kepada Alquran dan
As-Sunnah
kita
yakini,
sebagai
sebuah
produk
yang
mengayomi dan menjamin adanya rasa aman dan percaya
bagi hambanya.
F. PENUTUP
Bertolak dari pembahasan tersebut, maka penulis
memberikan kesimpulan sebagai berikut:
1. Menurut pandangan Islam, Pernikahan dikatakan sah
apabila kedua calon pengantin adalah orang yang bukan
haram dinikahi dan ketika akad nikah dihadiri sekurangkurangnya dua orang saksi.
2. Ulama berbeda pendapat mengenai pernikahan melalui
internet, pendapat pertama mengatakan sah dilakukan
apabila syarat nikah dan rukunnya telah terpenuhi.
Sementara pendapat yang kedua mengatakan bahwa
pernikahan seperti ini tidak sah, karena akad harus
dilakukan dalam satu tempat di mana kedua belah pihak
dapat bertemu secara langsung.
3. Untuk masyarakat muslim pernikahan via Internet seperti
ini
sebaiknya
tidak
pernikahan
seperti
perbedaan
pendapat
dilakukan,
ini
sebab
menimbulkan
diantara
para
sah-tidaknya
keraguan
ulama
dan
fiqhiyah.
Pernikahan ini juga akan menimbulkan keraguan apakah
kedua calon suami-istri itu adalah benar-benar calon
mempelai
yang
sesungguhnya
atau
hanya
sebuah
rekayasa tekhnologi.
4. Untuk para imam dan hakim serta pemerintah yang
berwenang, sebaiknya tidak melakukan akad nikah yang
dilakukan dengan cara ini. Alangkah lebih baiknya apabila
pernikahan
tersebut
dilakukan
hingga
kedua
calon
pengantin tersebut benar-benar siap dan dapat disatukan
sehingga
pernikahan
dapat
dilakukan
secara
lazim
menurut yang disunnahkan oleh nabi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, Jakarta: Kencana, 2003.
Agustina Nurhayati, ” Pernikahan dalam Perspektif Alquran”, dalam
Jurnal Asas, Volume 3, No. 1, Tahun 2011.
Ahmad
Izzuddin, “Problematika Implementasi Hukum Islam Di
Indonesia” dalam Jurnal Syari’ah dan Hukum, Volume 1, No. 2,
Tahun 2009.
Ahmad Atabik dan Khoridatul Mudhiiah, “Pernikahan Dan Hikmahnya
Perspektif Hukum Islam”, dalam Jurnal Yudisia, Volume 5, No. 2,
Tahun 2014,.
Akhmad Shodikin, “Penyelesaian Wali Adhal dalam Pernikahan Menurut
Hukum Islam dan Perundang-Undangan di Indonesia”, dalam
Jurnal Kajian Hukum Islam Volume 1, No. 1, Tahun 2016.
Asbar Tantu, “ Arti Pentingnya Pernikahan” dalam Jurnal Al-Hikmah
Volume XIV, No. 2, Tahun 2013.
Ashar, “ Akad Nikah Via Internet”, dalam Jurnal Mazahib Volume 11, No
1, Tahun 2013.
Chaeruddin sebagaimana dikutip Fatah Zukhrufi, “Tinjauan Hukum
Islam Terhadap Akad Nikah Via Net Meeting Teleconference:
“studi atas pemikiran hukum islam K.H. M.A.Sahal Mahfudh”,
Skripsi pada Program Studi Al-Ahwal Asy-Syakhiyyah, Fakultas
Syari’ah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2012.
Dedi Supriyadi, Fiqh Munakahat Perbandingan, Bandung: Pustaka
Setia, 2011.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Semarang Toha
Putra,1989.
H. Suliman Rasjid, Fiqh Islam,(Jakarta: C.V Sinar Baru Bandung, 1987.
http://www .asmaul-husna.com/2015/09/rukun-nikah-dansyarat-nikahpernikahan. Html, download (Jumat, 20 november 2016, pukul
16.15 wib)
Mohammad R. Hasan, “Kajian Prinsip Perkawinan Menurut UU No 1
Tahun 1974 dalam Perspektif Hukum Islam’’, dalam Jurnal Lex
Administratum Volume 15, No.3, Tahun 2016.
Muhammad Sodiq, “dualisme hukum di indonesia: Kajian Tentang
Peraturan Pencatatan Nikah dalam Perundang-Undangan”,
dalam Jurnal Al-Ahwal, Volume. 7, No. 2, Tahun 2014.
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, Jakarta: Rajawali Pers,
2013.