VALUASI EKONOMI JASA LINGKUNGAN OBYEK WISATA ALAM TRACKING MANGROVE BUNGKUTOKO KOTA KENDARI

Ecogreen Vol. 3 No. 1, April 2017
Halaman 41 – 47
ISSN 2407 - 9049

VALUASI EKONOMI JASA LINGKUNGAN OBYEK WISATA ALAM
TRACKING MANGROVE BUNGKUTOKO KOTA KENDARI
Economic Valuation for Environmental Services of Tracking Mangrove Bungkutoko Kendari City

La Baco S.
Jurusan Ilmu lingkungan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan UHO
Email : bacosudia@yahoo.com

ABSTRACT
Nature Tourism Area Tracking Mangrove Bungkutoko is one of nature tourism area that much favored by society
of Kendari City. This is because this area has a fairly good mangrove ecosystem, located not far from downtown
Kendari and easily accessible. The purpose of this study is to analyze the economic value of tourist areas
Tracking Mangrove Bungkutoko. This research is a survey research conducted using the method of travel cost
(travel cost method). The application of this method is done through interviews of selected respondents.
Interviews of respondents were conducted using a pre-arranged questioner. The research variables include all
components of travel expenses including transportation costs, accommodation, consumption, rent, entrance fee,
parking and documentation. Travel expenses are the accumulation of these costs. The results showed that the

average travel cost of respondents from Mandonga, West Kendari, Poasia, Baruga, Wua-wua, Kambu and Kadia
sub districts amounted to 127.000 rupiah/person, 144.000 rupiah/person, 95.000 rupiah/person, 104.000
rupiah/person, 111.000 rupiah/person,105.000 rupiah/person and 95.000 rupiah/orang. The average value of
travel costs of visitors attractions Tracking Mangrove Bungkutoko is 107.845 rupiah/person.
Key Words: Economic Valuation, Tracking Mangrove, Travel Cost

PENDAHULUAN
Salah satu sumberdaya alam yang
memegang
peranan
penting
terhadap
kehidupan manusia adalah hutan. Hutan yang
dipandang sebagai suatu ekosisten memberikan
manfaat ekonomi baik secara langsung (direct)
maupun tidak langsung (indirect). Manfaat
langsung yang dapat diperoleh dari hutan
antara lain kayu, rotan, bambu, sayur-sayuran
dan berbagai tanaman obat serta tanaman hias.
Manfaat tidak langsung yang diperoleh dari

hutan adalah mengatur tata air, mengurangi
resiko banjir, longsor, erosi dan pengatur iklim
mikro.
Hutan mangrove merupakan salah satu
jenis hutan alam yang sangat penting
keberadaannya baik ditinjau dari aspek ekologi,
ekonomi maupun sosial budaya. Secara ekologi
hutan mangrove memegang peranan penting
sebagai penyerap karbon, habitat biota air yang
bernilai ekonomi tinggi (ikan, kepiting dan
udang) serta ekosistem pelindung pantai dari
abrasi dan intrusi air laut dan secara alami juga
berperanan sebagai penangkap sedimen
(sediment trap).
Hutan mangrove berperanan sangat
penting untuk menhasilkan keindahan dan
kenyamanan bagi masyarakat yang tinggal di

sekitarnya. Oleh karena itu maka kawasan ini
sering dijadikan sebagai kawasan wisata alam

yang banyak digemari orang.
Kawasan
mangrove pada umumnya dijadikan sebagai
tracking mangrove.
Kawasan
Wisata
Alam
Tracking
Mangrove Bungkutoko merupakan salah satu
kawasan wisata alam yang banyak digemari
oleh masyarakat Kota Kendari.
Hal ini
disebabkan karena kawasan ini memiliki
ekosistem mangrove yang cukup baik, letaknya
tidak jauh dari pusat Kota Kendari dan mudah
diakses.
Faktor lain yang mempengaruhi
jumlah peminat kawasan tersebut adalah
penataan fasilitas yang baik di dalamnya,
tempat parkir yang luas dan nyaman serta

prasarana dan sarana utilitas yang memadai.
Valuasi ekonomi dapat didefinisikan
sebagai upaya untuk memberikan nilai
kuantitatif terhadap barang dan jasa yang
dihasilkan oleh sumberdaya alam (SDA) dan
lingkungan baik atas nilai pasar (market value)
maupun nilai non pasar (non market value).
Valuasi Ekonomi bertujuan untuk memajukan
keterkaitan antara konservasi sumberdaya
alam dan pembangunan ekonomi. Valuasi
ekonomi dapat digunakan sebagai alat

Valuasi Ekonomi Jasa Lingkungan Obyek wisata Mangrove – La Baco S.

meningkatan
apresiasi
dan
kesadaran
masyarakat terhadap lingkungan.
Komponen barang dan jasa meliputi: 1).

Barang dan jasa yang diperdagangkan (traded
goods) dan tidak diperdagangkan (non traded);
2). Barang dan jasa yang diperdagangkan,
teknik
pengukuran
ekonominya
dapat
dilakukan dengan lebih terukur karena bentuk
fisiknya jelas dan memiliki nilai pasar (market
value); dan 3).Barang dan jasa yang dihasilkan
dari sumberdaya alam dan lingkungan seperti
nilai rekreasi, nilai keindahan yang tidak
diperdagangkan dan sulit mendapatkan data
mengenai harga dan kuantitas dari barang dan
jasa tersebut.
Salah satu metode evaluasi wisata alam
yang paling umum digunakan adalah dengan
Travel Cost Method (TCM) atau Metode Biaya
Perjalanan. TCM merupakan metode yang
tertua untuk pengukuran nilai ekonomi tidak

langsung. Metode ini digunakan untuk
menganalisis permintaan terhadap rekreasi di
alam terbuka (outdoor recreation). Tujuan dari
metode ini adalah ingin mengetahui nilai
kegunaan (use value) dari sumberdaya alam
dan lingkungan melalui pendekatan biaya
perjalanan pengunjung ke suatu tujuan wisata
alam. Biaya yang dikeluarkan individu untuk
mengkonsumsi jasa dari sumberdaya alam
diasumsikan sebagai harga dari sumberdaya
alam tersebut.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan
Tracking Mangrove Bungkutoko Kelurahan
Bungkutoko Kecamatan Poasia Kota Kendari.
Penelitian dilaksanakan selama 4 (empat)
minggu mulai Minggu Kedua Bulan Juni sampai
Minggu Kedua Bulan Juli 2017.
Metode penelitian yang digunakan
adalah metode survei atau observasi lapangan

dengan target populasi adalah masyarakat
pengunjung yang sedang berkunjung di
kawasan Tracking Mangrove Bungkutoko yang
berasal dari Kota Kendari. Asal pengunjung
dirinci menurut kecamatan yakni Kecamatan
Mandonga, Kendari Barat, Poasia, Baruga, Wuawua, Kambu dan Kecamatan Kadia. Penarikan
sampel dilakukan secara purposive atau
disengaja berdasarkan daerah asal pengunjung.

42

Penelitian ini merupakan penelitian
survei yang dilakukan menggunakan metode
biaya perjalanan (travel cost method).
Penerapan metode ini dilakukan melalui
wawancara responden terpilih. Wawancara
responden dilakukan menggunakan instrumen
quesioner yang disusun sebelumnya.
Variabel penelitian meliputi seluruh
komponen biaya perjalanan meliputi biaya

transportasi, akomodasi, konsumsi, sewa, tiket
masuk, parkir dan dokumentasi.
Biaya
perjalanan merupakan akumulasi dari biayabiaya tersebut.
Biaya
transportasi
adalah
biaya
transportasi pulang pergi ke kawasan wisata
alam dalam satuan rupiah, sedangkan biaya
akomodasi adalah biaya penginapan selama
pulang pergi ke kawasan wisata alam dalam
satuan rupiah. Selanjutnya biaya konsumsi
adalah biaya konsumsi yang di habiskan selama
ke kawasan wisata alam dalam satuan rupiah,
sedangkan biaya sewa adalah biaya yang
dikeluarkan untuk mendapatkan jasa di
kawasan wisata alam dalam satuan rupiah.
Biaya tiket masuk adalah biaya tiket masuk
yang dibayar waktu masuk di kawasan wisata

alam dalam satuan rupiah, serta biaya
dokumentasi adalah biaya dokumentasi selama
ke kawasan wisata alam dalam satuan rupiah.
Total biaya perjalanan yang digunakan
untuk mengunjugi kawasan wisata Tracking
Mangrove Bungkutoko dihitung menggunakan
persamaan (La Baco, 2015) :
BP = BTr + (BKr-BKh) + BDk + BTm + BPa + BPr

(1)

Dimana:
BP adalah biaya perjalanan (Rp),
BTr adalah biaya transportasi (Rp),
BKr adalah biaya konsumsi rekreasi (Rp),
BKh adalah biaya konsumsi harian (Rp),
BDk adalah biaya dokumentasi (Rp),
BTm adalah biaya tiket masuk (Rp),
Bpa adalah biaya parkir (Rp) dan
BPr adalah biaya perlengkapan rekreasi (Rp).

Lebih lanjut dijelaskan bahwa nilai ratarata biaya perjalanan setiap pengunjung
dihitung dari nilai total biaya perjalanan
sebagaimana diuraikan pada persamaan (1) di
atas. Perhitungan rata-rata biaya perjalanan

Ecogreen Vol. 3(1) April 2017, Hal 41 - 47

dihitung menggunakan persamaan (Sanim,
2005):
BPR =

Ʃ

(2)

dimana :
BPR adalah biaya perjalanan rata-rata
responden setiap kunjungan,
ΣBP adalah jumlah biaya perjalanan responden
dan n adalah jumlah responden.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Singkat
Kawasan Wisata Tracking Mangrove
Bungkutoko terletak di Kelurahan Bungkutoko
Kecamatan Abeli Kota Kendari Provinsi
Sulawesi Tenggara. Kelurahan Bungkutoko
merupakan pulau yang terpisah dari daratan
utama Kota Kendari dan berada di depan Teluk
Kendari.
Akses untuk mencapai Kawasan Wisata
Tracking
Mangrove
Bungkutoko
dapat
dilakukan melalui jalur darat karena telah
dihubungkan dengan jembatan yang terletak di
keluruhan lapulu dan kelurahan Bungkutoko.
Kawasan ini juga dapat diakses menggunakan
moda transportasi laut dari Kota Lama ke
Kelurahan Bungkutoko.
Pencapaian lokasi Tracking Mangrove
Bungkutoko dapat dilakukan dengan kendaraan
pribadi baik roda empat maupun roda dua
melalui jalur darat. Waktu tempuh rata rata
berkisar 20 menit dari wilayah pusat Kota
Kendari dan 40 sampai 60 menit untuk wilayah
terjauh di Kota Kendari.
Wisata Tracking Mangrove Bungkutoko
dibangun oleh pemerintah Kota Kendari mulai
tahun 2014 dan mulai beroperasi pada awal
tahun 2015. Pengelolaan Kawasan Wisata
Tracking Mangrove Bungkutoko dilakukan
melalui kerjasama antara Pemerintah Kota
Kendari dengan warga sekitar yang memiliki
lahan di dalam maupun di sekitar kawasan
tersebut.
Biaya Perjalanan (Travel Cost)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
selama kurun waktu 4 (empat) minggu, maka
pengunjung
Kawasan
Wisata
Tracking
Mangrove yang menjadi responden berasal dari
Kecamatan Mandonga, Kendari Barat, Poasia,

Baruga, Wua-wua, Kambu, dan Kecamatan
Kadia. Daerah asal dan jumlah responden
pengunjung Tracking Mangrove Bungkutoko
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Daerah Asal dan Jumlah Responden
Pengunjung Tracking Mangrove Bungkutoko
No.
Asal
Jumlah
Proporsi
Pengunjung Responden
Terhadap
(orang)
Total (%)
1. Mandonga
8
13,8
2. Kendari
3
5,2
3. Barat
9
15,5
4. Poasia
4
6,9
5. Baruga
6
10,3
21
6. Wua-wua
36,2
7
7. Kambu
12,1
Kadia
Total
58
100,0
Tabel 1 menunjukkan bahwa selama
periode penelitian terdapat 58 orang
responden yang berasal dari 7 wilayah
kecamatan di Kota Kendari. Jumlah responden
pengunjung Tracking Mangrove Bungkotoko
terbanyak adalah dari Kecamatan Kambu yakni
21 orang atau sekitar 32,6 % dari total
responden, sementara itu pengunjung yang
berasal dari Kecamatan Kendari Barat
mencapai jumlah terendah yakni hanya 3 orang.
Fenomena ini disebabkan oleh jarak dan
aksesibilitas wilayah dimana Kecamatan Kambu
mempunyai jarak yang relatif dekat terhadap
obyek wisata tersebut. Kenyataan ini sejalan
dengan pendapat
La Baco (2015), Freeman
(1993) dan Champ (1997) bahwa minat
seseorang untuk mengunjungi obyek wisata
alam ditentukan oleh tingkat pemahaman
terhadap jasa lingkungan yang disediakan oleh
obyek wisata tertentu, jarak dan ketersediaan
moda transportasi dan faktor-faktor sosial
ekonomi lainnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
rata-rata
biaya transportasi responden
bervariasi masing-masing asal responden.
Total biaya transportasi pengunjung dari
Kecamatan Kambu mencapai angka tertinggi
yakni Rp. 525,000 untuk 21 orang responden.
Biaya transportasi rata-rata pengunjung
Tracking Mangrove Bungkutoko disajikan pada
Tabel 2.

43

Valuasi Ekonomi Jasa Lingkungan Obyek wisata Mangrove – La Baco S.

Tabel

2.

Biaya Transportasi Rata-rata
Responden Pengunjung Tracking
Mangrove Bungkutoko

No.

Asal
Pengunjung

Jumlah
Responden
(orang)

Total Biaya
Transportasi
(Rp)

Rata-rata Biaya
Transportasi
(Rp/orang)

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Mandonga
Kendari
Barat
Poasia
Baruga
Wua-wua
Kambu
Kadia

8
3
9
4
6
21
7

280.000
165.000
225.000
140.000
180.000
525.000
245.000

35.000
55.000
25.000
35.000
30.000
25.000
35.000

Rata-rata

30.345

Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata
biaya transportasi responden dari Kecamatan
Kendari Barat mencapai angka tertinggi yakni
Rp.55.000/orang pengunjung, sedangkan angka
terendah adalah pengunjung dari Kecamatan
Poasia dan Kecamatan Kambu dengan nilai
rata-rata sebesar Rp.25.000/orang. Angkaangka tersebut memperlihatkan perbedaan
yang cukup besar.
Perbedaan tersebut
disebabkan oleh jarak dan moda transportasi
yang digunakan untuk mencapai obyek wisata
Tracking Mangrove Bungkutoko (Soeparmoko,
1997 dan Soeparmoko, 2006). Jarak tempuh
kawasan wisata terjauh berturut-turut adalah
Kecamatan
Kendari
Barat,
Kecamatan
Mandonga dan Kecamatan Kadia.
Variabel lain yang dihitung adalah ratarata biaya konsumsi pengunjung dari berbagai
wilayah di Kota Kendari. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa biaya konsumsi yang
dikeluarkan
oleh
pengunjung
selama
mengunjungi obyek wisata Tracking Mangrove
Bungkutoko juga berbeda-beda.
Biaya
konsumsi rata-rata pengunjung Tracking
Mangrove Bungkutoko disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Biaya Konsumsi Rata-rata Responden
Pengunjung
Tracking
Mangrove
Bungkutoko
No.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Asal
Pengunjung

Mandonga
Kendari
Barat
Poasia
Baruga
Wua-wua
Kambu
Kadia

Jumlah
Responden
(orang)
8
3
9
4
6
21
7
Rata-rata

44

Total
Biaya
Konsumsi
(Rp)
192.000
48.000
198.000
64.000
108.000
252.000
154.000

Rata-rata
Biaya
Konsumsi
(Rp/orang)
24.000
16.000
22.000
16.000
18.000
12.000
22.000
17.517

Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata
biaya konsumsi yang dikeluarkan oleh
responden pengunjung obyek wisata Tracking
Mangrove
Bungkutoko
adalah
Rp.
17.517/orang. Nilai tersebut berasal dari nilai
konsumsi rata-rata masing-masing pengunjung.
Nilai biaya konsumsi rata-rata tertinggi adalah
pengunjung dari Kecamatan Mandonga yakni
sebesar Rp.24.000/orang sedangkan biaya
konsumsi
rata-rata
terendah
adalah
pengunjung dari Kecamatan Kambu dengan
nilai rata-rata sebesar Rp. 12.000/orang.
Lebih lanjut Tabel 3 juga menunjukkan
bahwa biaya konsumsi pengunjung dari
kecamatan lainnya juga berbeda dengan angkaangka yang disebutkan sebelumnya. Nilai biaya
konsumsi pengunjung dari Kecamatan Kendari
Barat, Poasia, Baruga, Wua-wua dan Kecamatan
Kadia masing-masing berturut-turut sebesar
Rp. 16.000/orang, Rp. 22.000/orang, Rp.
16.000/orang, Rp. 18.000/orang dan Rp.
22.000/orang.
Besarnya
biaya
rata-rata
yang
dikeluarkan oleh seseorang (individu atau
kelompok)
terhadap
sumberdaya
alam
ditentukan oleh faktor-faktor sosial ekonomi
dan pemahaman individu terhadap sumberdaya
alam (Loomis, et al., 1993; Ramdan, Yusran dan
Darusman, 2003). Berdasarkan hal ini maka
perbedaan nilai biaya konsumsi yang
dikeluarkan oleh pengunjung juga ditentukan
oleh faktor-faktor yang sudah disebutkan
sebelumnya, sehingga biaya yang dikeluarkan
juga berbrda-beda.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa komponen
biaya perjalanan yang dianalisis adalah biaya
dokumentasi yakni biaya yang diperlukan
untuk dokumentasi selama ke kawasan wisata
alam dalam satuan rupiah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa biaya dokumentasi yang
digunakan masing-masing responden cukup
bervariasi.
Rata-rata biaya dokumentasi
responden pengunjung obyek wisata Tracking
Mangrove Bungkutoko disajikan pada Tabel 4.

Ecogreen Vol. 3(1) April 2017, Hal 41 - 47

Tabel

4.

Biaya Dokumentasi Rata-rata
Responden Pengunjung Tracking
Mangrove Bungkutoko

Tabel

5.

Biaya Perlengkapan Rata-rata
Responden Pengunjung Tracking
Mangrove Bungkutoko

No.

Asal
Pengunjung

Jumlah
Responden
(orang)

Total Biaya
Dokumentasi
(Rp)

Rata-rata Biaya
Dokumentasi
(Rp/orang)

No.

Asal
Pengunjung

Jumlah
Responden
(orang)

Total Biaya
Perlengkapan
(Rp)

Rata-rata Biaya
Perlengkapan
(Rp/orang)

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Mandonga
Kendari
Barat
Poasia
Baruga
Wua-wua
Kambu
Kadia

8
3
9
4
6
21
7

120.000
30.000
45.000
20.000
30.000
105.000
35.000

15.000
10.000
5.000
5.000
5.000
5.000
5.000

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Mandonga
Kendari
Barat
Poasia
Baruga
Wua-wua
Kambu
Kadia

8
3
9
4
6
21
7

360.000
165.000
315.000
160.000
300.000
1.155.000
175.000

45.000
55.000
35.000
40.000
50.000
55.000
25.000

Rata-rata

6.638

Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah
biaya yang dikeluarkan oleh responden
pengunjung obyek wisata Tracking Mangrove
Bungkutoko
untuk
dokumentasi
cukup
bervariasi
yakni
berkisar
antara
Rp.
5.000/orang sampai Rp. 15.000/orang. Nilai
rata-rata biaya dokumentasi pengunjung adalah
Rp. 6.638/orang. Nilai biaya dokumentasi ratarata tertinggi adalah pengunjung dari
Kecamatan
Mandonga
dengan
biaya
dokumentasi
rata-rata
sebesar
Rp.
15.000/orang,
sementara
itu
biaya
dokumentasi pengunjung asal Kendari Barat
adalah sebesar Rp. 10.000/orang, sedangkan
pengunjung dari wilayah lainnya mempunyai
biaya perjalanan rata-rata sebesar Rp.
5.000/orang. Nilai biaya yang dikeluarkan oleh
responden mencerminkan nilai kesediaan
membayar responden terhadap kegiatan
dokumentasi yang dipengaruhi oleh kondisi
responden dan nilai jasa yang diberikan oleh
tracking mangrove kepada pengunjung (Duer,
1960 dalam La Baco, 2012; Pearce and Moran,
1994).
Hasil penelitian terhadap variabel biaya
perlengkapan menunjukkan bahwa besaran
biaya perlengkapan rata-rata responden
pengunjung obyek wisata Tracking Mangrove
Bungkutoko memperlihatkan angka yang cukup
bervariasi. Perbedaan angka-angka tersebut
mungkin
disebabkan
oleh
perbedaan
karakteristik responden. Hasil perhitungan
rata-rata biaya perlengkapan responden
pengunjung Tracking Mangrove Bungkutoko
disajikan pada Tabel 5.

Rata-rata

45.345

Tabel 5 menunjukkan bahwa biaya
perlengkapan rata-rata responden pengunjung
obyek wisata Tracking Mangrove Bungkutoko
adalah Rp. 45.345/orang.
Nilai tersebut
merupakan nilai rata-rata biaya perlengkapan
responden dari masing-masing wilayah.
Selanjutnya
dijelaskan
bahwa
biaya
perlengkapan rata-rata responden tertinggi
adalah pengunjung dari Kecamatan Kendari
Barat dan Kecamatan Kendari Barat dan
Kecamatan Kambu dengan nilai rata-rata
sebesar Rp. 55.000/orang, sedangkan nilai
terendah adalah pengunjung dari Kecamatan
Kadia yakni Rp. 25.000/orang. Sementara itu
nilai biaya perlengkapan yang dileuarkan oleh
pengunjung dari Kecamatan Wua-wua dan
Kecamatan Baruga masing-masing sebesar Rp.
50.000/orang
dan
Rp.
40.000/orang.
Perbedaan nilai tersebut disebabkan oleh
perbedaan kondisi sosial ekonomi pengunjung
dan perbedaan preferensi responden terhadap
jasa lingkungan yang tersedia di kawasan
wisata Tracking Mangrove Bungkutoko (Field,
1994; Gregory, 1972 dalam La Baco, 2012).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa hasil
perhitungan
seluruh
komponen
biaya
perjalanan menunjukkan bahwa rata-rata biaya
perjalanan responden masing-masing wilayah
cenderung bervariasi.
Rata-rata biaya
perjalanan responden pengunjung obyek wisata
Tracking Mangrove Bungkutoko disajikan pada
Tabel 6.

45

Valuasi Ekonomi Jasa Lingkungan Obyek wisata Mangrove – La Baco S.

Tabel 6. Biaya Perjalanan Rata-rata Responden
Pengunjung Tracking Mangrove
Bungkutoko
No.
Asal
Jumlah
Biaya
Responden Responden
Perjalanan
(orang)
(Rp/orang)
1. Mandonga
8
127.000
2. Kendari
3
144.000
3. Barat
9
95.000
4. Poasia
4
104.000
5. Baruga
6
111.000
6. Wua-wua
105.000
21
7. Kambu
95.000
7
Kadia
Rata-rata
58
107.845
Tabel 6 merupakan hasil perhitungan
nilai biaya perjalanan rata-rata responden yang
berasal dari masing-masing wilayah yakni
Kecamatan Mandonga, Kendari Barat, Poasia,
Baruga, Wua-wua, Kambu dan Kecamatan
Kadia. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa
nilai biaya perjalanan rata-rata responden dari
Kecamatan
Mandonga
adalah
Rp.
127.000/orang, sedangkan biaya perjalanan
rata-rata responden dari Kecamatan Kendari
Barat adalah Rp. 144.000/orang.
Lebih lanjut Tabel 6 juga menjelaskan
bahwa biaya perjalanan rata-rata responden
yang berasal dari Kecamatan Poasia, Baruga
dan Kecamatan Wua-wua masing-masing
berturut-turut sebesar Rp.95.000/orang, Rp.
104.000/orang dan Rp. 111.000/orang. Ratarata biaya perjalanan responden yang berasal
dari Kecamatan Kambu dan Kecamatan Kadia
masing-masing berturut-turur sebesar Rp.
105.000/orang dan Rp.95.000/orang.
Hasil
perhitungan
menggunakan
persamaan (2) menunjukkan bahwa biaya
perjalanan rata-rata pengunjung di obyek
wisata Tracking Mangrove Bungkutoko adalah
Rp.
107.845/orang.
Nilai
tersebut
mencerminkan nilai kesediaan membayar ratarata pengunjung pada obyek wisata Tracking
Mangrove Bungkutoko. Besar atau kecilnya
nilai tersebut akan mempengaruhi nilai
ekonomi total obyek wisata Tracking Mangrove
Bungkutoko. Total nilai ekonomi obyek wisata
tersebut tergantung dari jumlah pengunjung,
ketersediaan sarana dan prasarama dan kondisi
sosial
ekonomi
masyarakat
khususnya
masyarakat Kota Kendari.

46

Kenyataan di atas sejalan dengan
pendapat Soeparmoko (1997) dan Soeparmoko
(2006) bahwa nilai biaya perjalanan
menggambarkan preferensi seseorang terhadap
jasa lingkungan dari sumberdaya alam. Nilai
preferensi terhadap lingkungan tersebut
merupakan gambaran kesediaan membayar
(willingness to pay) dari individu atau
kelompok. Walaupun nilai preferensi tersebut
masih sangat umum, namun dapat dijadikan
dasar untuk menentukan penilaian terhadap
jasa lingkungan tertentu.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Biaya perjalanan rata-rata responden
dari Kecamatan Mandonga, Kendari Barat,
Poasia, Baruga, Wua-wua, Kambu dan
Kecamatan Kadia Kota Kendari masing-masing
sebesar Rp. 127.000/orang, Rp. 144.000/orang,
Rp.95.000/orang, Rp. 104.000/orang, Rp.
111.000/orang,
Rp. 105.000/orang dan
Rp.95.000/orang.
Biaya perjalanan rata-rata pengunjung
dari Kecamatan Kendari Barat mencapai angka
tertinggi yakni Rp. 144.000/orang. Nilai ratarata biaya perjalanan pengunjung obyek wisata
Tracking Mangrove Bungkutoko adalah Rp.
107.845/orang.
Saran
Nilai ekonomi obyek wisata Tracking
Mangrove Bungkutoko dapat dikaji lebih detail
agar diperoleh gambaran tentang nilai ekonomi
jasa lingkungan obyek wisata tersebut yang
sesungguhnya. Oleh karena itu diperlukan
penelitian mendalam dengan menggunakan
berbagai metode valuasi.
DAFTAR PUSTAKA
Champ, P.A. 1997. Using Donation Mechanisms
to Value Nonuse Benefit from Public
Goods.
Journal of Environmental
Economics and Management 33: 155162.
Duerr, A.W. 1960. Fundamental of Forestry
Economics.
McGraw-Hill, Book
Company. New York, Toronto, London.
Freeman, A.M. 1993. The Measurement of
Environmental and Resource Value,
Theory and Methods. Washington, D.C.

Ecogreen Vol. 3(1) April 2017, Hal 41 - 47

La Baco. 2012. Analisis Alternatif Penggunaan
Lahan untuk Menjamin Ketersediaan
Sumberdaya Air di Daerah Aliran
Sungai Konaweha Provinsi Sulawesi
Tenggara. Disertasi Doktor, Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
La Baco. 2015. Handout Mata Kuliah: Ekonomi
Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
Jurusan Ilmu Lingkungan Fakultas
Kehutanan dan Ilmu Lingkungan
(FHIL), Universitas Haluoleo (Tidak
Diterbitkan).
Loomis, J., T. Brown, B. Lucero, and G.
Peterson. 1996. Improving Validity
Experiments of Contingent Valuation
Methods: Results of Efforts to Reduce
the Disparity of Hypothetical and
Actual Willingness to Pay. Journal of
Land Economics 72(4):450-461.
Pearce, D., and D. Moran. 1994. The Economic
Value of Biodiversity. IUCN Earthscan
Publications Ltd. London.
Ramdan, H., Yusran, dan D. Darusman. 2003.
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan

Otonomi Daerah : Perspektif Kebijakan
dan Valuasi Ekonomi.
Cetakan
Pertama.
Penerbit
Alqaprint
Jatinangor, Bandung.
Randal, A. 1987. Resource Economic. John
Wiley
& Sons, Inc. New York,
Chichester,
Brisbane,
Singapore,
Toronto.
Sanim, B. 2005. Handout Mata Kuliah :
Ekonomi Lingkungan dan Analisis
Kebijakan.
Fakultas
Ekonomi
Manajemen (FEM), Institut Pertanian
Bogor.
Soeparmoko, M. 1997. Ekonomi Sumberdaya
Alam
dan
Lingkungan
(Suatu
Pendekatan Teoritis). Edisi Ketiga.
Penerbit: BPFE Yogyakarta. Anggota
IKAPI No. 008.
Soeparmoko, M. 2006. Panduan dan Analisis
Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam
dan Lingkungan (Konsep, Metode
Penghitungan dan Aplikasi).
Edisi
Pertama. Penerbit: BPFE Yogyakarta.
Anggota IKAPI No. 008.

47

Valuasi Ekonomi Jasa Lingkungan Obyek wisata Mangrove – La Baco S.

48