BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Toksik Pada Produk Konsumen - Analisa Kandungan Fluorida (F), Tingkat Pengetahuan dan Tindakan Orang Tua Anak Usia 4-6 Tahun Tentang Pasta Gigi yang Dipakai di Taman Kanak-Kanak Kecamatan Medan Area Tahun 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Toksik Pada Produk Konsumen

  Pengertian produk tidak dapat dihilangkan dengan kebutuhan, dikarenakan produk merupakan sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan manusia sehari-hari.

  Produk konsumen adalah semua hal meliputi barang atau jasa yang ditawarkan kepada setiap orang untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga dan atau rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali (Nasution A, 2001). Akhir-akhir ini banyak ditemukan produk-produk yang beredar dipasaran mengandung bahan yang berbahaya bagi kesehatan konsumen.

  Produk-produk yang mengandung bahan toksik dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui pernafasan, pencernaan atau masuk melalui pori-pori kulit lalu beredar keseluruh tubuh sesuai dengan dosis dan lama pajanan seseorang. Hati, paru-paru dan organ tubuh dalam lainnya merupakan organ yang menjadi tempat zat-zat yang bersifat toksik terakumulasi didalam tubuh.

  Kosmetika termasuk dalam produk yang digunakan konsumen dalam kebutuhan sehari-hari. Menurut Wall dan Jellinek yang dikutip oleh Tranggono (2007), kosmetik dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu. Di Mesir, 3500 tahun Sebelum Masehi telah digunakan berbagai bahan alami baik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan maupun bahan alam lain misalnya tanah liat, lumpur, arang, batubara bahkan api, air, embun, pasir atau sinar matahari. Pada abad ke-19, pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu selain untuk kecantikan juga untuk kesehatan. Perkembangan ilmu kosmetik serta industrinya baru dimulai secara besar-besaran pada abad ke-20.

  Sejak semula kosmetika merupakan salah satu segi ilmu pengobatan atau ilmu kesehatan, sehingga para pakar kosmetik dahulu adalah juga pakar kesehatan; seperti para tabib, dukun, bahkan penasehat keluarga istana. Dalam perkembangannya kemudian, terjadi pemisahan antara kosmetik dan obat, baik dalam hal jenis, efek, efek samping, dan lainnya (Wasitaatmadja, 1997).

  Kosmetika merupakan sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan seperti epidermis, rambut, kuku, bibir, gigi, dan rongga mulut antara lain untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit (Tranggono, 2007). Sama halnya yang disebutkan oleh Wasitaatmadja (1997) bahwa kosmetik bukan satu obat yang dipakai untuk diagnosis, pengobatan maupun pencegahan penyakit. Obat bekerja lebih kuat dan dalam sehingga dapat mempengaruhi struktur dan faal tubuh.

  Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI dalam Tranggono (2007), kosmetika dibagi ke dalam 13 preparat yaitu :

  1. Preparat untuk bayi, misalnya minyak bayi, bedak bayi, dan lain-lain.

  2. Preparat untuk mandi, misalnya sabun mandi, bath capsule, dan lain- lain.

  3. Preparat untuk mata, misalnya maskara, eye-shadow, dan lain-lain.

  4. Preparat wangi-wangian, misalnya parfum, toilet water, dan lain-lain.

  5. Preparat untuk rambut, misalnya cat rambut, hair spray, dan lain-lain.

  6. Preparat pewarna rambut, misalnya cat rambut, dan lain-lain.

  7. Preparat make-up (kecuali mata), misalnya bedak, lipstik, dan lain-lain.

  8. Preparat untuk kebersihan mulut, misalnya pasta gigi, mouth washes, dan lain-lain.

  9. Preparat untuk kebersihan badan, misalnya deodorant, dan lain-lain.

  10. Preparat kuku, misalnya cat kuku, losion kuku, dan lain-lain.

  11. Preparat perawatan kulit, misalnya pembersih, pelembab, pelindung, dan lain-lain.

  12. Preperat cukur, misalnya sabun cukur, dan lain-lain.

  13. Preparat untuk suntan dan sunscreen, misalnya sunscreen foundation, dan lain-lain.

  Sesuai dengan pasal 47 Undang-undang Nomor 36 tahun 2009, pemerintah telah melakukan berbagai upaya kesehatan yang bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, dengan salah satu upaya kesehatan bagi masyarakat yaitu peningkatan kesehatan gigi dan mulut.

  Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral kesehatan secara keseluruhan dan perihal hidup sehingga perlu dibudidayakan diseluruh masyarakat. Gigi yang sehat adalah gigi yang rapi, bersih, bercahaya dan didukung oleh gusi yang kencang dan berwarna merah muda. Dalam kondisi normal, dari gigi dan mulut yang sehat tidak tercium bau yang tidak sedap. Kondisi ini dapat tercapai dengan perawatan gigi yang tepat. Keadaan oral hygine yang buruk seperti adanya kalkulus dan stain, banyak karies gigi, keadaan tidak bergigi atau ompong dapat menimbulkan masalah dalam kehidupan sehari-hari (Prayitno, 2008).

  Praktek kebersihan mulut oleh individu merupakan tindakan pencegahan yang paling utama dianjurkan yang berarti individu tadi telah melakukan tindakan pencegahan yang sesungguhnya, praktek kebersihan mulut ini dapat dilakukan individu dengan cara menggosok gigi (Sriyono, 2005). Tujuan menyikat gigi adalah untuk menghilangkan dan mengganggu pembentukan plak, membersihkan gigi dari makanan, debris dan pewarnaan, menstimulasi jaringan gigiva, mengaplikasikan pasta gigi yang berisi suatu bahan khusus yang ditujukan terhadap karies, penyakit periodontal, atau sensitivitas (Sriyono, 2005).

  Tindakan pencegahan terhadap penyakit gigi dan mulut perlu dilakukan agar tidak terjadi gangguan fungsi, aktivitas (belajar dan bekerja) dan penurunan produktivitas kerja yang tentunya akan mempengaruhi kualitas hidup (Depkes RI, 1996).

  Upaya pemeliharaan gigi dan mulut sebaiknya dilakukan sejak usia dini. Usia sekolah dasar merupakan saat yang ideal untuk melatih kemampuan motorik seorang anak, termasuk dintaranya menyikat gigi. Kemampuan menyikat gigi secara baik dan benar merupakan faktor yang cukup penting untuk pemeliharaan kesehatan dan kebersihan gigi dan mulut. Keberhasilan pemeliharaan kesehatan dan kebersihan gigi dan mulut juga dipengaruhi oleh faktor penggunaan alat, metode penyikatan gigi, serta frekuensi dan waktu penyikatan yang tepat (Riyanti, 2005).

  Sebagai salah satu preparat dalam kebersihan mulut, pasta gigi yang digunakan bersama dengan sikat gigi lebih menekankan dari segi fungsi kosmetika yaitu meliputi pengangkatan materi alba, sisa-sisa makanan dan stain dari permukaan gigi. Sehingga diperoleh kesan gigi yang bersih dan nafas yang segar.

2.2 Fluor

  Fluor adalah mineral alamiah yang terdapat di semua sumber air termasuk laut. Fluor tidak pernah ditemukan dalam bentuk bebas dialam. Fluor bergabung dengan unsur lain membentuk senyawa fluorida. (Yanti, 2005).

  Fluor merupakan salah satu unsur yang melimpah pada kerak bumi. Unsur ini ditemukan dalam bentuk ion Fluorida (F). Dimana fluorida bersifat organik dan anorganik yang mengandung elemen fluor. Seperti halnya halogen, fluor adalah ion monovalen (-1 charge). Zat fluor dapat bersenyawa dengan elemen atau radikal lainnya seperti hydrofluoric acid (HF), sodium fluorie (NaF), calcium fluoride (CaF2) dan uranium hexafluoride (UF6) (Achmad, 2004).

  Fluor telah digunakan secara luas untuk mencegah karies. Penggunaan fluor dapat dilakukan dengan fluoridasi air minum, pasta gigi dan obat kumur yang mengandung fluor, pemberian tablet fluor dan topikal varnish. Tujuan penggunaan fluor dalam bidang kedokteran gigi adalah untuk melindungi gigi dari karies (Angela, 2005).

  Sejak dulu senyawa fluor yang biasa digunakan adalah sodium fluoride dan sodium monofluorofosfat. Fluor yang ditambahkan pada pasta gigi rata-rata mempunyai konsentrasi yang sama yaitu 0,1% atau 1 mg/l, walaupun ada juga pasta gigi yang konsentrasi fluornya 0,15%. Berarti jumlah ini adalah kira-kira sama dengan 1 mg fluor dalam 1 gr pasta gigi. Jika mengosok gigi dengan 1 gr pasta gigi berfluor lalu dilarutkan dalam 10 ml saliva (cairan mulut), maka di dalam mulut diperoleh konsentrasi fluor sebesar 100 ppm (Yoga, 1994).

2.2.1 Sifat-sifat fluor

  Ion fluor dalam penggolongan secara kimiawi termasuk dalam golongan halogen (Golongan 2A). Persenyawaan kimia dalam bentuk fluor paling banyak terdapat sebagai fluorspar (CaF2), fluorapatit (Ca F (PO ) F ), atau cryolite.

  10

  2

  4

  6

  2 Fluor merupakan unsur yang menunjukkan semua bentuk elemen (ionized,

  ionizable, atau nonionizable) yang artinya adalah suatu unsur kimia yang sangat elektronegatif dibandingkan unsur kimia yang lain. Dengan unsur yang kecil, afinitas elektron yang tinggi dan ikatan dengan unsur lainnya yang lemah menyebabkan fluor mempunyai reaktifitas yang kuat dengan elemen jenis lain (Fejerskov dkk, 1996).

  Beberapa ion fluor larut dalam air, akan tetapi fluor yang berikatan dengan lithium,, alumunium, stronikum, barium, magnesium, kalsium, dan manganese hanya sedikit yang larut. Campuran kovalen biasanya ditemukan dalam bentuk non-metal, seperti silicone tetra fluoride dan sulfur heksa fluoride (Fejerskov dkk,1996).

  Fluor merupakan suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang F dan nomor atom 19. Namanya berasal dari bahasa Latin fluere, berarti „mengalir‟. Fluor (F) adalah gas halogen beracun univalen berwarna kuning-hijau pucat, memiliki titik lebur rendah, mudah dibentuk dengan senyawa lain bahkan dengan gas mulia, memiliki sifat kimia yang paling reaktif dan elektronegatif dari unsur lain yang menyebabkan kaca, logam bahkan air serta zat lain akan terbakar dan menyala terang saat direaksikan, memiliki titik lebur pada suhu -219,6

  C, dan titik didih -188 C. Dalam bentuk murninya, fluor sangat berbahaya yang dapat menyebabkan pembakaran kimia parah begitu berhubungan dengan kulit (Halogen Group, 2009).

2.2.2 Sumber Pencemaran Fluor

  Fluor di alam dapat ditemukan di tanah, di air maupun di udara, selain juga ditemukan pada tanaman. Fluor merupakan elemen yang paling elektronegatif dan semua elemen kimia, maka secara alamiah tidak pernah dijumpai dalam bentuk elemen tersendri. Kombinasi secara kimiawi dalam bentuk fluorida, fluor adalah urutan ke 17 dari susunan elemen, dan keberadaannya merupakan 0.06-0.09% dari permukaannya tanah. Di daerah pegunungan, kandungan fluor dalam tanah relatif rendah.

  Fluor sebagai unsur kimia halogen dalam tabel periodik yang paling reaktif sehingga jarang ditemukan dalam keadaan bebas. Fluor sama seperti unsur halogen lainnya yaitu klor, yodium dan brom didapat dalam bentuk “Binary Compound” yang disebut fluorida. Sumber utama dari fluorida adalah air, terutama air dari sumur-sumur yang dalam. Fluor ditemukan berikatan dengan senyawa lain didalam tanah sebagai fluorspar (calcium, fluoride), cryolite (sodium aluminium fluoride), dan lain-lain mineral seperti fluorapatite, fluorphospat dan fluorsilikat (Panjaitan, 1995).

  Semua air mengandung fluor dalam konsentrasi yang berbeda-beda. Air laut mempunyai kandungan fluor dengan konsentrasi 0,814 mg/liter. Kadar fluor dalam air yang berasal dari danau, sungai atau sumur buatan adalah dibawah 0,5 mg/liter. Adanya perbedaan kadar fluor yang bervariasi tersebut, kelihatannya sebagai akibat perbedaan keadaan hidrogeologis setempat (WHO, 1994).

  Fluorida ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan dan jaringan tubuh. Pada tahun 1802 telah ditemukan pertama kali tentang adanya fluorida dalam jaringan tubuh binatang, dimana menunjukkan adanya fluorida dalam fosil gigi gajah. Selain terdapat dalam gigi, fluorida juga dijumpai dalam tulang. Oleh karena unsur halogen mempunyai afinitas yang tinggi terhadap kalsium fluorida dalam makanan biasanya diukur dalam mgr dan ukuran ini hampir sama dengan ukuran fluorida dalam air yaitu ppm (1 mg fluoride dalam 1 liter air). Kebutuhan fluorida per hari yang berasal dari makanan adalah sebesar 0,2–0,6 mgr (Panjaitan, 1995).

  Daging, buah-buahan, sayur-sayuran dan biji-bijian mengandung sedikit sekali fluorida. Makanan laut seperti ikan banyak mengandung fluorida, terutama ikan bertulang halus seperti sardencis, ikan salem dan lain-lain.

  Teh dan ikan adalah sumber lain yang mengandung fluor dalam jumlah yang bermakna. Daun teh yang kering mengandung 75–100 ppm. Daging ikan mengandung fluor sekitar 1 ppm, sedangkan kulit dan tulang ikan mengandung lebih dari itu. Jumlah fluorida dalam ikan segar adalah sebesar 7–12 ppm, jika kandungan fluor dalam air rendah, anda dapat menambah fluor melalui makanan (Besford J, 1996).

  Polusi fluor pada lingkungan dapat terjadi akibat fluor yang berasal dari pertambangan, pembuangan industri, pembakaran batu bara, pupuk dan pestisida yang tidak disertai perlindunan. Sumber utama polusi adalah industri dan pertambangan. Sebagai contoh, sembilan puluh persen sampel udara yang diambil dari sebuat kota di Republik Federasi Jerman pada tahun 1965, mengandung fluor

  3

  0,5 – 3,8 mg/m . Banyak masalah yang muncul pada daerah pertambangan phosphate dan fluorospar, bilamana debu yang kaya akan fluor tertiup angin akan menempel pada tanaman, dan selanjutnya dapat memasuki rantai makanan (WHO, 1994).

2.2.3 Kegunaan Fluor

  Pada tahun 1886 ahli kimia Perancis Henri Miossan berhasil mengisolasi fluor dari senyawanya dengan cara mengelektrolisis lelehan fluorida. Berdasarkan kerjanya dalam mengisolasi fluor tersebut, Miossan memenangkan penghargaan Nobel 1906 dalam bidang kimia.

  Gas fluor sangat beracun, sehingga dalam keadaan murni gas ini jarang digunakan, tetapi dalam bentuk senyawa fluor banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya adalah sebagai berikut : 1.

  Dalam bentuk klorofluorokarbon, yaitu cairan atau gas yan tidak berwarna dan tidak beracun seperti freon (CCI

  2 F 2 , CCIF 3 ) digunakan

  sebagai zat pendispersi dalam semprotan aerosol dan sebagai zat pendingin (refrigenerant).

  2. Politetrafluoroetilena (teflon), yaitu sejenis plastik yang sangat tahan terhadap sebagian besar reaksi kimia, banyak digunakan dalam industri automobile, sebagai contoh untuk membuat produk-produk yang digunakan sebagai paking motor (motor gasket) dan aksesoris

  dashboard , serta teflon juga digunakan sebagai pelapis pada bagian dalam permukaan panic atau peralatan dapur lainnya.

3. Cairan hidrokarbon yang terfluorinasi yang diperoleh dari minyak bumi digunakan sebagai minyak pelumas sangat stabil.

  4. Uranium heksafluorida digunakan dalam proses difusi gas untuk menyediakan bahan bakar bagi pembangkit listrik tenaga atom (Krisbiyantoro, 2008).

  5. Pembuatan aluminium dengan menggunakan kalium fluorida selama elektrolisis.

  6. Pembuatan baja, pupuk asam fosfat, batu bata, ubin, barang-barang dari tanah liat, semen, kaca dan enamel (Connell & Miller, 2006).

2.2.4 Pengendalian Fluor

  Fluoridasi termasuk pasta gigi yang mengandung fluor memang salah satu cara efektif mengontrol kerusakan gigi seperti karies, namun penggunaannya harus tepat dosis dan tidak berlebihan dalam pemakaiannya.

  Menurut Standar Nasional kadar fluor pada pasta gigi yang baik untuk anak adalah 500-1000 mg/L (SNI 16-4767-1998). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.445/Menkes/Per/V/1998 Lampiran 1#34 disebutkan bahwa batas maksimum garam fluorida dan turunannya dalam sediaan hygiene mulut adalah 0,15% (setara dengan 1500 ppm), jumlah ini sesuai dengan aturan Asean Cosmetic Directive 76/768/EEC Annex III Bagian 1, aturan FDA Amerika Serikat, serta ISO 11609 (BPOM, 2009).

  Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No. HK.00.05.42.1018 tahun 2008 tentang Bahan Kosmetik telah menetapkan bahwa jumlah senyawa fluorida yang boleh terkandung dalam pasta gigi tidak boleh dari 0,15% atau 1500 ppm. Hal ini sejalan dengan yang telah ditetapkan oleh negara- negara di ASEAN kecuali Thailand. Thailand menetapkan kadar fluorida dalam pasta gigi tidak boleh lebih dari 0,11% atau 1100 ppm, disebabkan karena kandungan fluorida pada air minum Thailand sudah cukup tinggi. Sedangkan untuk pasta gigi anak-anak kandungan fluoridanya harus kurang dari 0,1% atau 1000 ppm (BPOM, 2009).

  Selain kadar yang dibatasi ada, penandaan-penandaan yang harus dicantumkan pada kemasan pasta gigi yang berfluorida yaitu tertera mengandung senyawa fluorida, misalnya sodium fluoride dan untuk pasta gigi yang mengandung 0,1-0,15% fluoride, kecuali sudah ada penandaan kontra indikasi untuk anak-anak, misalnya hanya digunakan untuk dewasa maka wajib mencantumkan “Anak-anak usia 6 tahun dan dibawahnya gunakan seukuran biji kacang polong (diameter 6 mm) untuk penyikatan gigi yang diawasi untuk memperkecil kemungkinan tertelan. Dalam hal asupan fluorida dari sumber lainnya konsultasikan dengan dokter gigi atau dokter”.

  Pemakaian pasta gigi sudah dapat dimulai pada usia dua tahun. Pada anak terutama usia dibawah 2 tahun refleks menelan tinggi sehingga sering menelan pasta gigi juga karna pasta gigi anak memiliki rasa. Untuk menghindari fluorosis, banyaknya pasta gigi yang diberikan pada anak-anak dianjurkan sebesar biji kacang polong (American Dental Association, 2014).

  Sesuai dengan rekomendasi American Dental Association menyebutkan bahwa orang tua disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter gigi sebelum menggunakan pasta gigi berfluoride kepada anak-anak usia 2 tahun. Untuk anak- anak usia 2 sampai 6 tahun dianjurkan menggunakan pasta gigi berfluorida sejumlah ukuran kacang polong pada setiap menyikat gigi.

  Selain itu rekomendasi lain mengusulkan untuk anak usia mulai dari 3 tahun, orangtua harus mulai menyikat gigi anak secara menyeluruh dua kali sehari dengan menggunakan pasta gigi berfluorida dalam jumlah tidak lebih dari ukuran sebutir beras (sekitar 0,1 gram pasta gigi atau 0,1 miligram fluorida) dan mengawasinya untuk memastikan menggunakan jumlah pasta gigi yang tepat. Untuk anak-anak 3 sampai 6 tahun, orang tua harus memastikan penggunaan pasta gigi berfluorida tidak lebih dari sebesar ukuran kacang polong (sekitar 0,25 gram pasta gigi atau 0,25 mg fluorida) dan mengawasi anak dalam menyikat gigi untuk meminimalkan terjadinya pasta gigi yang tertelan (American Dental Association, 2014).

2.2.5 Dampak Penggunaan Fluor Terhadap Lingkungan dan Manusia

  Zat atau senyawa hasil kegiatan manusia ataupun industri (limbah) biasanya berbahaya dan mempunyai sifat beracun. Keberadaan zat atau senyawa tersebut di lingkungan akan sangat membahayakan dan menurunkan kualitas lingkungan (Darmono, 1995).

  Hampir semua sumber atau persediaan air dalam tanah mengandung ion fluor, meskipun dengan kadar yang berbeda-beda. Ion fluor merupakan elemen yang sangat elektronegatif dan aktif sehingga terdistribusi di alam secara meluas dan ditemukan dalam mineral-mineral di tanah, udara, air,tumbuhan, dan juga binatang.

  Fluorida dilepaskan sebagai limbah dari berbagai proses industri seperti pabrik yang memproduksi baja, aluminium, tembaga, dan nikel serta pabrik lainnya seperti pengolahan fosfat, pupuk, gelas/kaca, pembuatan keramik dan bata, serta produksi lem. Penggunaan pestisida yang mengandung fluorida juga mempengaruhi fluorida pada sumber tanah. Produksi fosfat dan pabrik aluminium merupakan industri yang utama dalam pelepasan fluorida ke lingkungan (WHO, 2004).

  Dengan pupuk dan pabrik pembuatan asam fosfat, batuan fosfat yang mengandung fluor yang digunakan dalam proses tersebut, melakukan sejumlah reaksi untuk membentuk asam hidroflorat (HF) dan silikon tetrafluorida (SiF

  4 )

  yang berbentuk gas dan dibuang ke atmosfer. Pada pembuatan aluminium proses tersebut melibatkan penggunaan kalsium fluorida selama elektrolisis dan gas yang sama (HF dan SiF

  4 ) yang dilepaskan. Mineral yang mengandung fluorida sering

  digunakan dalam pembuatan baja, batu bata, ubin, barang-barang dari tanah liat, semen, kaca, enamel. Batu bara mengandung fluorida 0,001-0,048% yang menyebabkan pembentukan asam hidroflorat dan silikon tetrafluorida di dalam proses pembakarannya (Connell dan Miller, 2006).

  Dalam lingkungan, silikon tetrafluorida bereaksi dengan air menghasilkan asam fluorosilat (H

  2 SiF 4 ). Keduanya, asam fluorosilat dan asam hidroflorat yang

  merupakan bentuk gas utama dari fluor, yang siap diserap oleh hewan dan tanaman (Smith dan Hodge, 1979). Partikulat pada umumnya antara lain kriolit, natrium fluorosilikat, aluminium fluorida, natrium fluorida dipancarkan ke dalam atmosfer dan mempunyai kelarutan air tanah dari 0,04-4,0 g per 100 mL pada 100

  C. Dengan zat-zat ini, hujan dan keadaan iklim lainnya mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perluasan pengaruh toksik (Connell dan Miller, 2006).

  Secara optimal intake fluorida ditentukan antara 0,05 sampai 0,07 mg/kg berat badan per hari. Menurut Mc Clure, untuk anak-anak usia 1-12 tahun, intake yang paling optimal adalah 0,05 mg/kg berat badan, sementara menurut Farkas, intake yang paling optimal untuk pencegahan karies tanpa menimbulkan fluorosis adalah 0,06 mg/kg berat badan untuk anak usia 1-12 tahun (Buzalaf, 2011).

  Kira-kira 75-90% dari fluor yang dikonsumsi diserap didalam lambung yang bersifat asam, fluor dikonversikan menjadi hydrogen fluoride (HF) dan hampir 40% dari fluor yang dikonsumsi diserap oleh lambung dalam bentuk HF. pH asam lambung yang tinggi akan mengurangkan absropsi dengan mengurangkan konsentrasi HF. Fluor yang tidak diabropsi dilambung akan diserap oleh usus dan pH tidak mempengaruhi absorpsinya berbanding di lambung (Whitford, 1997;IPCS, 2002).

  Setelah diabsorpsi di dalam darah, fluor didistribusikan keseluruh tubuh dengan kira-kira hampir 99% fluor berada di daerah yang tinggi kandungan kalsium seperti tulang dan gigi (dentin dan enamel) dimana ia tersusun seperti

  crystal lattice. Fluor bisa melewati plasenta dan dijumpai didalam air susu ibu

  pada kadar yang rendah yaitu sama seperti di dalam darah (WHO, 1996;IPCS, 2002).

  Fluor diekskresikan secara primer oleh urin (IPCS, 2002). Urinary fluor clearance meningkat dengan pH urin disebabkan oleh penurunan konsentrasi HF.

  Berbagai faktor seperti diet dan obat-obatan yang bisa memberi efek kepada pH urin dan ini seterusnya akan memberi efek terhadap fluoride clearance dan

  retention (USNRC, 1993).

  Menurut salah satu penelitian, diperkirakan 25-38% anak menelan pasta gigi sewaktu menyikat gigi. Hal ini disebabkan oleh produsen pasta gigi yang sering menambahkan rasa yang disukai anak-anak ke dalam pasta gigi yang bertujuan untuk menarik perhatian anak, sehingga anak-anak cenderung untuk memakan pasta gigi yang dioleskan di atas sikat giginya atau menelan pasta gigi tersebut sewaktu menyikat gigi karena anak dibawah umur 5 tahun belum begitu pandai membuang atau meludahkan cairan yang ada didalam mulutnya (Shulman, 1997).

  Gejala awal keracunan fluorida termasuk gangguan pencernaan, mual, muntah, dan sakit kepala. Dosis minimal yang yang dapat menghasilkan gejala ini diperkirakan 0,1 sampai 0,3 mg/kg fluorida (yaitu 0,1-0,3 miligram fluorida untuk setiap kilogram berat badan).

  Gejala keracunan fluorida akut hampir sama dengan penyakit umum lainnya, 80% insiden keracuanan fluorida terjadi pada anak usia 6 tahun dengan kadar florida 5 mg/kg BB. Sebagaimana dicatat dalam Journal of Public Health

  Dentisty : “Memperkirakan kejadian eksposur fluorida beracun nasional juga

  diperumit oleh adanya bias. Orang tua atau pengasuh mungkin tidak menyadari gejala yang terkait dengan toksisitas fluorida ringan seperti kolik atau gastroenteritis, terutama jika mereka tidak melihat anak menelan fluorida. Demikian pula, karena sifat spesifik dari gejala ringan sampai sedang, dokter tidak meungkin memasukkan toksisitas fluorida tanpa riwayat konsumsi fluorida”.

  Meskipun insiden kejadian tertelannya pasta gigi pada anak banyak yang tidak terdiagnosis, jumlah laporan ke Poison Control Center di AS mengalami peningkatan sejak Food and Drugs Administration (FDA) mengeluarkan peringatan bahaya racun fluorida. Memang di awal 1990-an (sebelum peringatan

  FDA ), ada sekitar 1.000 laporan keracuan setiap tahun dari pasta gigi fluorida.

  Saat ini, terdapat peningkatan 20 kali lipat sejak FDA menambahkan peringatan (Shulman, 1997).

  Intake fluorida yang berlebihan dapat menimbulkan masalah-masalah kesehatan bagi manusia sebagai berikut antara lain :

1. Efek terhadap gigi dan tulang Efek fluor yang berlebihan pada gigi disebut fluorosis gigi.

  Fluorosis gigi merujuk kepada perubahan tampilan enamel gigi yang disebabkan oleh pengambilan fluor dalam jangka masa panjang ketika gigi sedang berkembang (Aoba T, Fejerskov O, 2002). Perubahan tampilan enamel gigi adalah warna gigi menjadi tidak putih, pucat, dan buram. Ini bisa berupa tumpukan putih yaitu masih pada tahap ringan sehingga kepada tompokan gelap atau hitam. Warna gigi yang gelap atau hitam ini terlihat pada fluorosis yang lebih berat dan enamelnya juga menjadi lunak dan rapuh. Tanda pertamanya berupa erupsi gigi dengan enamel yang berbintik-bintik (mottled enamel).

  Fluorosis gigi merupakan suatu fenomena yang terjadi pada masa pembentukan gigi, maka hanya anak berusia 8 tahun ke bawah yang memiliki risiko tinggi terkena fluorosis. Sedangkan anak berusia di atas 8 tahun tidak berisiko terkena fluorosis. Pada masa ini apabila seseorang terpapar fluorida lebih dari 1 ppm setiap harinya minimal 2 tahun, maka dapat menimbulkan noda cokelat kehitaman pada permukaan gigi. Namun, proses ini akan berhenti saat anak berusia 13 tahun karena proses pembentukan enamel telah sempurna (Centers for

  Disease Control and Prevention , 2001).

  Keparahan kondisi ini tergantung kepada dosis, durasi dan masa pengambilan fluor. Kadar fluorida dalam air yang dapat menyebabkan terjadinya fluorosis pada tulang adalah antara 8-10 ppm. Fluorosis pada tulang ini ditunjukkan oleh adanya pertambahan ketebalan tulang- tulang kortikal panjang pada endosteal dan periosteal.

  2. Kanker Banyak penelitian dilakukan terhadap pekerja terutamnya dalam bidang peleburan aluminium dilaporkan terdapat peningkatan insiden dan mortalitas akibat kanker paru, kanker kandung kemih dan juga kanker-kanker lain. Hasil penelitian Grandjean, Olsen (2004) di Denmark terhadap pekerja pabrik cryolite yang berbentuk cohort selama 12 tahun telah menunjukkan hasil yaitu mortalitas total lebih dari 90%. Kematian pekerja-pekerja ini kebanyakannya adalah akibat kanker dengan insiden yang paling tinggi adalah kanker paru primer dan kanker kandung kemih. Grandjean dan Olsen membuat kesimpulan bahwa fluor perlu dipertimbangkan sebagai antara faktor yang menyebabkan kanker kandung kemih dan kanker paru primer.

  3. Penurunan IQ Berdasarkan kepada penemuan reset yang terkini, didapati bahwa fluor (F) menyebabkan disfungsi neuronal dan cedera pada sinap dengan mekanisme yang melibatkan produksi radikal bebas dan peroksidasi lipid (Shivarajashankara et al., 2001). Penelitian oleh Lu et al (2000) di China yang mengkaji mengenai efek kadar fluor yang tinggi didalam air minum terhadap IQ anak-anak telah menunjukkan hasil yang signifikan yaitu anak-anak yang minum air yang kadar fluornya tinggi mempunyai IQ yang lebih rendah berbanding anak-anak yang minum air dengan kandungan fluor yang rendah.

  Biomekanisme cara kerja dari fluor yang bisa menurunkan IQ masih tidak jelas namun terdapat bukti yang menyatakan bahwa ini mungkin melibatkan alterasi lipid membran dan menurunnya aktivitas kholinesterase di otak. Fluor juga diketahui mempunyai adverse effect terhadap aktivitas kholinesterase yang terlibat dalam hidrolisis ester choline. Efek toksik ini bisa menyebabkan perubahan utilisasi acethycholine, seterusnya memberi efek terhadap transmisi impuls saraf pada jaringan otak (Vani, Reddy, 2000).

2.3 Pasta Gigi

  Dalam catatan sejarah, pertama kali pasta gigi pada peradaban manusia ditemukan pada 1550 SM di Mesir Kuno, dimana bahan-bahan pembuatnya terdiri dari campuran serbuk batu api, tanah liat, kemenyan dan madu.sedangkan pada masa Romawi dan Yunani Kuno, pasta gigi terbuat dari serbuk tanduk rusa, serbuk tulang hewan, serbuk batu apung dan marmer, madu dan berbagai macam tumbuhan obat yang digunakan hingga ke zaman pertengahan. Sedangkan produk pasta gigi komersial yang sudah diproduksi di pasaran dimulai di Amerika Serikat pada tahun 1850 dengan nama Sheffield Toothpaste (Mitsui, 1997).

  Sedian pembersih gigi adalah sediaan semi padat yang efektif sebagai medium perawatan yang terdiri dari campuran bahan penggosok, bahan pembersih, dan bahan tambahan agar zat aktif dapat berkerja pada permukaan gigi dengan efek utamanya yaitu membuat permukaan gigi lebih resisten terhadap kerusakan oleh bakteri atau jamur di mulut tanpa merusak gigi maupun membran mukosa mulut (SNI 12-3524-1995). Sediaan pembersih gigi dapat berupa pasta, gel, pasta dengan lapisan berwarna, serbuk atau cairan. Sediaan dalam bentuk gel umumnya disukai karena mempuyai penampilan yang lebih baik. Namun sediaan dalam bentuk pasta maupun gel, masyarakat menyebutnya sebagai pasta gigi (J.

  B.Wilkinson dan Moore, 2000).

  Pasta gigi merupakan salah satu media dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut yang dipakai bersamaan sikat gigi untuk membersihkan permukaan gigi dari sisa makanan yaitu materi alba, film, food debris dan stain yang dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan gigi. Menurut American Council on Dental

  Therapeutics (1970), pasta gigi adalah suatu bahan yang digunakan dengan sikat

  gigi untuk membersihkan tempat-tempat yang dapat dicapai. Saat ini seluruh pasta gigi yang beredar di masyarakat, baik untuk orang dewasa maupun anak-anak, sebagian besar mengandung flour.

  Pasta gigi didefinisikan suatu bahan semi-aqueous yang digunakan bersama- sama sikat gigi untuk membersihkan deposit dan memoles seluruh permukaan gigi. Pasta gigi biasa digunakan pada saat menyikat gigi dengan menggunakan sikat gigi. Penggunaan pasta gigi bersamaan sikat gigi melalui penyikatan gigi adalah salah satu cara yang paling banyak digunakan masyarakat saat ini dengan tujuan untuk meningkatkan kebersihan rongga mulut.

2.3.1 Fungsi Pasta Gigi

  Fungsi pasta gigi adalah untuk membersihkan gigi yang dianggap sebagai bahan kosmetik. Pasta gigi yang digunakan pada saat menyikat gigi memiliki fungsi utama yaitu membersihkan gigi dari sisa-sisa makanan atau minuman, menjaga gigi dan gusi, menghilangkan bau yang tidak sedap dalam pernafasan, dapat mencegah kerusakan gigi yang disebabkan oleh aktifitas bakteri dalam mulut, mencegah terjadinya karang gigi dan radang gusi (Depkes RI, 1996).

  Menyikat gigi dengan pasta gigi adalah penting. Pasta gigi digunakan di dalam menyikat gigi dengan berbagai alasan :

  1. Pasta gigi dan teknik penyikatan gigi yang benar dapat bekerja untuk menghilangkan plak dan menghambat pertumbuhan bakteri merugikan yang melekat pada gigi dimana dapat menyebabkan karies, penyakit gingiva.

  2. Pasta gigi yang mengandung fluorida, dapat membuat seluruh permukaan gigi lebih resisten untuk berlubang dan fluorida dapat meningkatkan remineralisasi secara dini sehingga mencegah perusakan gigi yang lebih lanjut.

  3. Komposisi tertentu pada pasta gigi dapat membantu membersihkan dan mengkilatkan gigi dan menyingkirkan stain.

  4. Pasta gigi membantu menyegarkan nafas dan membuat mulut terasa lebih bersih.

  5. Pemakaian pasta gigi dapat menyenangkan penyikatan dengan adanya bahan pemberi rasa yang dikandungnya.

  6. Pasta gigi dapat digunkan sebagai vehikel (bahan untuk memasukkan obat) yang cocok untuk memasukkan obat-obatan ke dalam mulut (Oral Health Care Product, 1994).

2.3.2 Komposisi Pasta Gigi

  Hampir semua pasta gigi mengandung lebih dari satu bahan aktif dan hampir semua dipromosikan dengan beberapa keuntungan bagi pengguna. Umumnya pasta gigi yang beredar di pasaran saat ini adalah kombinasi dari bahan abrasif, deterjen dan satu atau lebih bahan terapeutik. Komposisi pasta gigi beserta fungsi bahan-bahan yang terkandung akan dijelaskan sebagai berikut : 1.

  Bahan abrasif (20-50%) Bahan abrasif yang terdapat pada pasta gigi umumnya berbentuk bubuk pembersih yang dapat memoles dan menghilangkan stain dan plak. Bentuk dan jumlah bahan abrasif dalam pasta gigi membantu untuk menambah kekentalan pasta gigi. Contoh bahan abrasif antara lain silica atau hydrated silica, sodiaum bikarbonat, aluminium oxide, dikalsium fosfat dan kalsium karbonat.

  2. Air (20-40%) Air dalam pasta gigi berfungsi sebagai pelarut.

  3. Humectant atau pelembab (20-35%) Humectant adalah bahan penyerap air dari udara dan menjaga

  kelembaban. Digunakan untuk menjaga pasta gigi tetap lembab.

  4. Bahan perekat (1-2%) Bahan perekat ini dapat mengontrol kekentalan dan memberikan bentuk krim dengan cara mencegah terjadinya pemisahan dalam solid dan liquid pada suau pasta igi. Contohnya glycerol, sorbitol dan polyethylene glycol (PEG) dan cellulose gum.

  5. Surfectan atau Deterjen (1-3%) Bahan deterjen yang banyak terdapat dalam pasta gigi di pasaran adalah Sodium Lauryl Sulphate (SLS) yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan, mengemulsikan (melarutkan lemak) dan memberikan busa sehingga pembuangan plak, debris, material alba dan sisa makanan menjadi lebih mudah. Sodium Lauryl Sulphate ini juga memiliki efek antti bakteri.

  6. Bahan penambah rasa (0-2%) Biasanya pasta gigi mengunakan pemanis buatan untuk memberikan cita rasa yang beraneka ragam. Misalnya rasa mint, stroberi, kayu manis bahkan rasa permen karet untuk pasta gigi anak. Tambahan rasa pada pasta gigi akan membuat menyikat gigi menjadi menyenangkan.

  7. Bahan terapeutik (0-2%) Bahan terapeutik yang biasa ditambahkan dalam pasta gigi adalah flour, bahan desensitisasi, bahan anti-tartar, bahan antimikroba, bahan pemutih, bahan pengawet. Manfaat masing-masing bahan terapeutik adalah : a.Fluoride Penambahan fluoride pada pasta gigi dapat memperkuat enamel dengan cara membuatnya resisten terhadap asam dan menghambat bakteri untuk memproduksi asam. Jenis fluoride yang terdapat dalam pasta gigi adalah Stannous fluoride, Sodium fluoride dan Sodium

  

monofluorofosfat . Stannous, Stannous fluoride atau Tin fluor

  merupakan fluor yang pertama ditambahkan dalam pasta gigi yang digunakan secara bersamaan dengan bahan abrasif (kalium fosfat).

  Fluor ini bersifat antibakterial namun kelemahannya dapat membuat stain abu-abu pada gigi. Sodium fluoride atau NaF merupakan fluor yang paling sering ditambahkan dalam pasta gigi, tapi tidak dapat digunakan bersamaan dengan bahan abrasif. b.Bahan desensitisasi Jenis bahan desensitisasi adalah bahan yang digunakan untuk perawatan hipersensitivitas denti/hipersensi. Bahan sensitivitas yang sering digunakan dalam pasta gigi adalah Potassium citrate yang dapat memblok transmisi nyeri di antara sel-sel syaraf dan Stronsium

  chloride yang dapat memblok tubulus dentin.

  c.Bahan anti-tartar Bahan ini digunakan untuk mengurangi kalsium dan magnesium dalam saliva sehingga keduanya tidak dapat berdeposit pada permukaan gigi, misalnya Tetrasodium pyrophosphate. d.Bahan antimikroba Bahan ini digunakan untuk membunuh dan menghambat pertumbuhan bakteri, misalnya Trikolsan (bakterisidal), Zinc citrate atau Zinc

  

phosphate (bakteriostatik). Selain itu, ada beberapa herbal yang

  ditambahkan sebagai anti mikroba dalam pasta gigi misalnya daun sirih dan siwak.

8. Bahan pemutih (0,05-0,5%)

  Bahan pemutih yang biasa digunakan antara lain Sodium carbonat,

  Hidrogen peroksida, citroxane, dan sodium hexametaphospate 9.

  Bahan pengawet (0,05-0,5%) Bahan pengawet ini berfungsi untuk menceah pertumbuhan mikroorganisme dalam pasta gigi. Bahan pengawet yang sering ditambahkan dalam pasta gigi adalah Sodium benzoate, Methylparaben, dan Etihylparaben (Storehagen, 2003).

2.3.3 Jenis-jenis Pasta Gigi

  Pada masa lampau, pasta gigi yang digunakan bersamaan dengan sikat gigi hanya bersifat sebagai alat kosmetik. Sesuai dengan perkembangan zaman banyak pasta gigi mempunyai efek untuk merawat penyakit mulut dan mencegah karies gigi, sehingga sukar dibedakan dengan jelas antara pasta gigi yang berefek kosmetik dan yang berefek terapi.

  Ada bebarapa jenis pasta gigi yaitu pasta gigi anti karies, pasta gigi anti plak, pasta gigi pemutih dan pasta gigi herbal :

  1. Pasta gigi anti karies Pasta gigi yang beredar dipasaran umumnya mengandung fluor dalam bentuk Natrium fluoride (NaF), Stanium Fluoride (SnF) dan Sodium

  monofluorofosfat (NaMNF) . Pasta gigi fluoride efektif dalam mencegah

  dan mengendalikan karies gigi. Fluor dapat menghambat demineralisasi enamel dan meningkatkan remineralisasi. Fluor sangat berperan penting terhadap peningkatan kesehatan gigi. Contoh pasta gigi anti karies adalah Colgate, Pepsodent dan Fluordine.

  2. Pasta gigi anti plak Selama dua dekade terakhir, banyak pasta gigi telah diformulasikan mengandung senyawa antimikroba untuk mencegah atau mengurangi plak, kalkulus dan karies gigi. Salah satu senyawa tersebut adalah triklosan. Triklosan (2,4 trikloro-2’-hidroksi difenil eter) adalah suatu antimikroba dengan spectrum luas (dengan minimal inhibitory concentration atau konsentrasi penghambat minimal terhadap banyak bakteri oral kurang dari 10 µg/g) terhadap kebanyakan bakteri yang membentuk plak. Anti mikroba ini terabsorbsi ke permukaan oral tetapi tidak menimbulkan stein. Contoh merek dagangnya adalah Antiplague,

  AP-24 3.

  Pasta gigi pemutih Pasta gigi untuk pemutih meliputi enzim, peroksida, surfaktan, sitrat, pirofosfat dan hexametaphosphate. Contoh merek dagangnya adalah

  Diamond, dan Opale .

  4. Pasta gigi anti hipersensitivitas Hipersensitivitas dentin merupakan suatu kondisi dari gigi yang sakit, berupa rasa sakit yang singkat dan tajam, diakibatkan dentin yang tersingkap dalam menerima stimulus yang berasal dari luar. Jenis bahan desensitisasi yang digunakan dalam pasta gigi adalah Potassium citrate dan Stronsium chloride. Contoh merek daangnya adalah Colgate Sensitive, Sensodyne dan Sensodyne-F .

  5. Pasta gigi herbal Pasta gigi herbal merupakan pasta gigi yang mengandung bahan-bahan alami pilihan. Penelitian klinis tentang pasta gigi yang mengandung herbal telah banyak dilakukan oleh para ahli (Panjaitan, 1997). Menurut kegunaannya, pasta gigi dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu: 1.

  Fungsi kosmetik. Pasta gigi kosmetik ini tidak mengandung bahan obat- obatan. Efek penggunaan pasta gigi yang bersifat kosmetik ini adalah untuk membersihkan dan mengkilatkan gigi dengan menyingkirkan materi alba, plak, sisa-sisa makanan dan memberikan kesegaran pada nafas.

  2. Fungsi kosmetik terapeutik. Penggunaan pasta gigi ini adalah untuk memelihara secara cermat dan menghilangkan plak gigi secara fisis- mekanis. Efek dari pasta gigi ini adalah sebagai bahan terapi untuk mencegah karies, kalkulus dan menghambat penyakit gingiva.

  3. Fungsi terapeutik. Pasta gigi ini mengandung obat-obatan. Fungsi pasta gigi ini adalah membawa oabat-obatan ke permukaan gigi atau ke sekitar pasta gigi, misalnya: plak, saliva, dan jaringan mukosa. Efek pasta gigi secara klinis dapat mengurangi plak, kalkulus, karies, dan penyakit gingival, akan tetapi pasta gigi akan berfungsi atau dapat memberikan efek jika obat-obatan tersebut bereaksi secara kimiawi atau secara farmakologi dengan hidroxil apatit. Efek pasta gigi juga tergantung pada ketepatan prosedur atau cara menyikat gigi. Pasta gigi terapeutik ini dibagi lagi dalam dua kelompok, yaitu pasta gigi terapeutik yang tidak mengandung fluor dan pasta gigi terapeutik yang mengandung fluor (Houwink, 1993). Pasta gigi terapeutik ini dibagi dalam dua kelompok yaitu : 1.

  Pasta gigi terapeutik yang tidak mengandung fluor Ada beberapa macam pasta gigi yang termasuk ke dalam pasta gigi terapeutik yang tidak mengandung fluor, yaitu : a.

  Pasta gigi yang mengandung ammonium, b. Pasta gigi yang mengandung klorofil, c. Pasta gigi yang mengandung antibiotika, d.

  Pasta gigi yang mengandung antienzim, e. Pasta gigi yang mengandung oksidator, f. Pasta gigi yang mengandun enzim proteolitik.

  Pada pasta gigi yang diatas digunakan untuk perawatan penyakit periodontal.

2. Pasta gigi terapeutik yang mengandung fluor

  Menyikat gigi dengan pasta gigi yang mengandung fluor merupakan salah satu cara penggunaan fluor secara topikal untuk gigi yang sudah erupsi. Penggunaan fluor sebagai bahan topikal telah dilakukan sejak lama dan telah terbukti menghambat pembentukan asam dan pertumbuhan mikroorganisme sehingga menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam mempertahankan permukaan gigi dari proses karies.

  Konsentrasi fluor dalam pasta gigi adalah 1000 ppm/1 miligram fluor dalam 1 gram pasta gigi yang mengandung fluor. Dengan pasta gigi yang mengandung fluor dapat diharapkan menghambat karies sebesar 15-30%.

  a.

  Pasta gigi yang mengandung sodium fluoride, merupakan campuran pertama fluorida yang digunakan dalam formulasi pasta gigi dipakai juga sebagai bahan topikasl aplikasi fluor. Melalui penelitian terhadap pasta gigi yang mengandung 0,22% sodim fluorida diketahui bahwa kandungan ini tidak efektif dalam menurunkan insiden karies karena bahan ini tidak dapat bercampur sempurna dalam formulasi pasta gigi denggan kalsium sebagai bahan abrasif karena dapat membentuk kalsium fluoride yang tidak dapat terlarut.

  b.

  Pasta gigi yang mengandung stannous fluoride, pasta gigi yang mengandung 0,4% stannous fluorida dan kalsium pirofosfat sebagai bahan pembersih dan pengkilat merupakan pasta gigi yang telah dikenal luas, di mana kalsium pirofosfat ini dipilih karena merupakan bahan abrasif yang cukup baik dan dapat dikombinasikan dengan stannous fluorida. Bahan ini efektif dalam menurunkan insiden permukaan karies baru pada anak- anak, digunakan pula dalam pasta gigi profilaksis, topikal aplikasi dan fluoridasi air minum. Sayangnya pemakaian yang lama dapat memberikan warna pada gigi.

  c.

  Pasta gigi yang mengandung sodium monofluorofosfat, dikenal dalam pasta gigi yang mengandung 0,76% sodium monofluorofosfat dan dikalsium fosfat sebagai bahan pembersih dan pengkilat. Bahan sodium monofluorofosfat ini sangat efektif pada pasta gigi sensitif, terutama pada orang dewasa yang telah lama menggosok gigi dengan cara salah, efektif untuk mengurangi rasa sensitif pada leher gigi yang terbuka, dan efektif pada gingival yang sensitif.

  d.

  Pasta gigi yang mengandung amino fluorida. Organik fluorida terutama amino fluorida mempunyai kemampuan mengurangi pembentukan karies gigi. Laporan secara in vitro telah menunjukkan bahwa absorbsi fluorida oleh enamel dan resisten enamel terhadap dekalsifikasi oleh asam yang terdapat dalam mulut lebih besar pada oranik fluorida. Amino fluorida mungkin mempunyai efek inhibisi langsung terhadap enzim-enzim yang dihasilkan oleh bakteri-bakteri pada plak, akibatnya terjadi penurunan inflamasi gingival. Konsentrasi amino fluorida yang rendah dapat mengurangi pembentukan ekstraseluler polisakarida dan pembentukan plak. Penelitian-penelitian ini menunjukkan bahwa amino fluorida berguna untuk memperbaiki kesehatan gingival, mengurangi pembentukan karies gigi serta dapat juga menghalangi metabolisme enzim bakteri dan efektif pada permukaan enamel (Panjaitan, 1997).

2.4 Peran Fluorida Pada Gigi

  Fluorida adalah suatu zat yang dapat memberikan kekerasan dan daya tahan pada enamel gigi dan mencegah terjadinya karies gigi. Hal ini mula-mula diketahui dengan penelitian Morichini pada tahun 1805, dimana ia menemukan fluoride pada gigi enamel manusia. Kemudian peneliti-peneliti lain juga menemukan fluoride tidak hanya pada enamel gigi saja, melainkan pada dentin dan tulang. Sejak tahun 1865, fluoride dianjurkan oleh dokter dan dokter gigi dalam usaha pencegahan terhadap karies gigi (Houtwink, 1993).

Dokumen yang terkait

1 PENGARUH MEDIA POSTER DAN MEDIA LEAFLET TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWATENTANG BAHAYA ROKOK DI SMANEGERI 2 RANTAU SELATAN KABUPATEN LABUHANBATU TAHUN 2015

0 1 14

BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Singkat Perusahaan - Analisis Alokasi Anggaran Biaya Operasional Pada PT TASPEN (Persero) KCU Medan

0 0 17

BAB II KERANGKA TEORI - Kata Jihad Dalam Terjemahan Al-Qur’an Departemen Agama Republik Indonesia: Analisis Strategi Penerjemahan

0 2 10

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG - Kata Jihad Dalam Terjemahan Al-Qur’an Departemen Agama Republik Indonesia: Analisis Strategi Penerjemahan

0 0 8

2.1.1 Pembagian Lotio berdasarkan fungsinya - Penetapan Kadar Oktil Metoksi Sinamat Dalam Lusio Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

0 1 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air - Analisis Alkalinitas Pada Air Reservoir Di Pdam Tirtanadi Medan

1 1 14

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian - Pengembangan dan Karakterisasi Sifat Listrik Film Kitosan Sebagai Sensor Aseton dengan Penambahan Carboxymethyl Cellulosa (CMC)

0 2 70

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitosan (Chitosan) - Pengembangan dan Karakterisasi Sifat Listrik Film Kitosan Sebagai Sensor Aseton dengan Penambahan Carboxymethyl Cellulosa (CMC)

0 5 25

Pengembangan dan Karakterisasi Sifat Listrik Film Kitosan Sebagai Sensor Aseton dengan Penambahan Carboxymethyl Cellulosa (CMC)

0 1 19

Analisa Kandungan Fluorida (F), Tingkat Pengetahuan dan Tindakan Orang Tua Anak Usia 4-6 Tahun Tentang Pasta Gigi yang Dipakai di Taman Kanak-Kanak Kecamatan Medan Area Tahun 2015

0 1 28