BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Perendaman Basis Gigitiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas Dalam Ekstrak Kayu Manis Terhadap Jumlah Candida albicans

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Kehilangan gigi terjadi akibat beberapa faktor misalnya trauma, karies, penyakit periodontal, iatrogenik, bertambahnya usia seseorang dan lain-lain. Berdasarkan WHO 2012 untuk kasus kehilangan gigi yang disebabkan oleh penyakit periodontal yang parah ditemukan sebanyak 15-20% pada usia 35-44 tahun dan pada

  1 orang yang berusia 65-74 tahun tidak mempunyai gigi asli ditemukan sebanyak 30%.

  Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 provinsi Sulawesi Selatan, pada kelompok umur 25-34 tahun ditemukan 0,2% telah kehilangan seluruh gigi asli, dan pada kelompok umur 65 tahun ke atas ditemukan kehilangan seluruh gigi mencapai 32,8%. Pasien yang menerima perawatan gigi tidak menunjukkan pola yang jelas menurut umur. Ada kecenderungan, semakin meningkat umur, semakin besar persentase yang melakukan pemasangan gigitiruan. Prevalensi pemasangan gigitiruan lepasan atau gigitiruan cekat relatif kecil, masing-masing 4,8% di Sulawesi

2 Selatan dan 4,6% di Indonesia. Kehilangan gigi dapat berdampak pada kehilangan

  fungsi mastikasi, perubahan vertikal dimensi, berkurangnya estetika wajah, serta berkurangnya fungsi fonetik. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan perawatan

  3 dengan pembuatan gigitiruan.

  Ada beberapa bahan basis gigitiruan seperti nilon termoplastik, logam dan resin akrilik polimerisasi panas. Bahan yang paling umum digunakan adalah resin akrilik polimerisasi panas. Resin akrilik polimerisasi panas memiliki harga yang relatif murah, dapat memenuhi kebutuhan estetis karena sifatnya translusen dan stabilitas warna cukup baik, tidak toksik, menyerap air relatif sedikit, monomer yang

  4 dilepaskan tidak larut dalam rongga mulut dan mudah direparasi.

  Setelah pembuatan gigitiruan dengan basis resin akrilik polimerisasi panas selanjutnya dilakukan pemasangan gigitiruan kepada pasien. Dokter gigi mempunyai tanggung jawab menginstruksikan agar pasien menjaga kebersihan gigitiruan serta rongga mulut setelah pemasangan gigitiruan. Dalam menjaga kebersihan gigitiruan, dokter gigi dapat menginstruksikan agar pasien mencuci dan menyikat gigitiruan dari sisa makanan, merendam gigitiruan pada wadah yang berisi larutan pembersih untuk proses desinfeksi dan melepaskan gigitiruan pada malam hari agar gingiva dan jaringan rongga mulut yang lain dapat bebas dari tekanan gigitiruan, serta untuk

  5

  menjaga kebersihan rongga mulut pasien. Hsin (2000) melakukan survei kepada 253 dokter gigi, dan hasilnya 67,1% dokter gigi di Kaoshiung Dental Association memberikan instruksi setelah pemasangan gigitiruan. 60,1% dokter gigi memberikan

  6

  instruksi dengan verbal dan 37,8% dokter gigi dengan demonstrasi. Idil, dkk (2006) melaporkan bahwa 305 dari 325 dokter gigi di tiga kota besar di Turki menginformasikan dan menginstruksikan pasien mereka bagaimana metode pembersihan gigitiruan setelah dilakukan pemasangan, sebanyak 89,2% dokter gigi

  7 menginstruksikan secara verbal, 3,9% dengan menulis dan 6,9% secara audiovisual.

  Pemakaian gigitiruan dapat menimbulkan beberapa reaksi terhadap jaringan yaitu stomatitis hiperplastik, stomatitis angularis, hiperplasia mukosa mulut dan

8 Salah satu reaksi yang terjadi pada jaringan karena disebabkan denture stomatitis .

  tidak mengikuti instruksi yaitu tidak menjaga kebersihan gigitiriuan adalah denture

  

stomatitis . Amit (2011) melaporkan denture stomatitis dapat terjadi dari beberapa

  faktor yaitu saliva yang tidak terstimulasi, kebersihan gigitiruan yang tidak dijaga, usia dari pemakaian gigitiruan dan kontaminasi terhadap gigitiruan. Sebanyak 76% memiliki kebersihan gigitiruan yang buruk dan sebanyak 54% terdapat kontaminasi

9 Candida albicans pada gigitiruan.

  Ada banyak cara membersihkan gigitiruan, Idil, dkk (2006) melakukan survei dari beberapa metode membersihkan gigitiruan seperti menyikat gigitiruan (metode mekanis), merendam gigitiruan dalam bahan pembersih gigitiruan yaitu larutan hipoklorit, tablet pembersih, atau obat kumur (metode kemis), dan kombinasi dari

  7

  kedua metode tersebut (metode mekanis-kemis). Bahan pembersih gigitiruan yang umum digunakan adalah effervesen peroksida, hipoklorit, asam, enzim, dan desinfektan. Penggunaan bahan desinfektan yang dianjurkan sebagai perawatan

  10

  tambahan denture stomatitis adalah klorheksidin. Penggunaan klorheksidin mempunyai keuntungan yaitu dapat digunakan sebagai bahan pembersih gigitiruan untuk mengurangi plak gigitiruan, obat kumur dan mudah didapatkan sebagai bahan pembersih gigitiruan, namun pemakaian klorheksidin dapat menimbulkan rasa tidak nyaman pada pemakainya. Rasa tidak nyaman tersebut diakibatkan karena iritasi

  11 mukosa, ulserasi, perubahan indera perasa, dan perubahan warna gigitiruan.

  Namira (2013) melakukan penelitian tentang pengaruh bahan pembersih klorheksidin 0,2% dan ekstrak buah lerak terhadap pertumbuhan Candida albicans pada basis gigitiruan akrilik polimerisasi panas, disimpulkan bahwa klorheksidin 0,2% tiga kali lebih efektif terhadap jumlah Candida albicans pada perendaman resin akrilik polimerisasi panas, sedangkan ekstrak buah lerak tujuh kali lebih efektif terhadap jumlah Candida albicans pada perendaman resin akrilik polimerisasi

  12

  panas. Fandani (2013) melakukan penelitian pengaruh perendaman rebusan daun sirih dan ekstrak lidah buaya pada basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas terhadap jumlah koloni Candida albicans. Hasil yang didapatkan adalah kedua bahan

  13 herbal tersebut berpengaruh dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans.

  Haluanry (2013) melakukan penelitian tentang perbandingan aktifitas antijamur ekstrak etanol jahe putih kecil (Zingiber officinale Var. amarum) 30% dengan klorheksidin glukonat 0,2% terhadap Candida albicans secara in vitro, disimpulkan bahwa aktifitas antijamur klorheksidin glukonat 0,2% lebih besar daripada aktifitas antijamur ekstrak etanol jahe putih kecil 30%, namun aktifitas antijamur ektrak jahe

  11 kecil cukup tinggi menghambat pertumbuhan Candida albicans.

  Dari penelitian yang telah dilakukan diatas, perlu dilakukan penelitian pada bahan herbal lain yang dapat dijadikan sebagai bahan alternatif pembersih gigitiruan yang mampu menghambat pertumbuhan Candida albicans. Salah satu bahan herbal yang telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia adalah kayu manis. Kandungan kimia yang terdapat dalam kayu manis memiliki persentase yang berbeda, meskipun kayu manis diekstrak dari jenis yang sama. Faktor yang menyebabkan perbedaan tersebut adalah bagian kayu manis yang diekstrak, lokasi kayu manis tersebut tumbuh, lokasi dan perbedaan waktu panen, perbedaan iklim dan lingkungan

  14

  alam. Kayu manis memiliki kandungan kimia yang terdiri dari minyak atsiri, safrole, sinamaldehid, eugenol, tanin, damar, kalsium oksalat, dan zat penyamak yang dapat menghambat aktifitas dan pertumbuhan jamur seperti Candida albicans. Umumnya kayu manis diolah dengan cara destilasi untuk mengambil minyak atsirinya. Akhir-akhir ini minyak atsiri menarik perhatian dunia, karena ternyata minyak atsiri dari beberapa tumbuhan merupakan zat biologis aktif yang berperan sebagai bahan antibakteri dan antijamur. Minyak atsiri kayu manis terbukti memiliki kandungan nutrisi yang mempunyai efek farmakologi yaitu sebagai analgesik,

  14,15

  antibakteri dan antijamur. Minyak atsiri kayu manis mengandung senyawa utama

  16

  yaitu trans-cinnamaldehyde (60-75%). Senyawa ini dapat menginhibisi dinding sel

  16,17 jamur yang mengakibatkan kerusakan dinding sel dan kematian sel jamur.

  Anupama, dkk (2005) menyimpulkan bahwa, minyak atsiri kayu manis sebagai minyak yang berasal dari tanaman yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans. Konsentrasi 0,01-0,15% minyak atsiri kayu manis memiliki Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) sebesar 0,01%, Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) terhadap jamur sebesar 0,03% dan Zona Inhibisi (ZOI) sebesar 24,0(±3,60) mm, konsentrasi minyak atsiri kayu manis 0,01% sudah dapat

  18

  menghambat pertumbuhan Candida albicans. Fakhriyana E (2010) menyatakan konsentrasi 0,03% minyak kayu manis dapat digunakan sebagai bahan perendaman gigitiruan lepasan akrilik alternatif yang efektif karena dapat menghambat koloni

19 Candida albicans secara signifikan.

  Sukandar EY (2000) penelitiannya pada 14 spesies bakteri dan 18 spesies jamur, menunjukkan hasil bahwa minyak atsiri kayu manis mempunyai aktifitas yang kuat terhadap hampir seluruh bakteri dan jamur yang diteliti. Aktifitas antibakteri minyak atsiri kayu manis paling kuat terhadap Bacillus subtilis dengan KHM 0,62% sedangkan aktifitas antijamur terkuat terhadap Candida albicans dengan KHM 1%. Aktifitas antibakteri minyak atsiri kayu manis paling kuat terhadap Salmonella

  typhimurium dan aktifitas antijamur terkuat terhadap Candida albicans masing-

  20 masing KHM 2%.

  Ekstrak kayu manis juga mempengaruhi pertumbuhan jumlah Candida

  

albicans pada basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas. Afandi (2012) melakukan penelitian tentang potensi antijamur ekstrak kayu manis terhadap Candida

  

albicans secara in vitro. Peneliti membandingkan keefektifitasan konsentrasi ekstrak

  kayu manis dari 10-100% dengan fulcunazole sebagai kontrol positif dalam mempengaruhi pertumbuhan Candida albicans. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa dengan konsentrasi ekstrak kayu manis 10% sudah dapat membentuk zona hambat sebesar 7,17mm dan zona hambat terus meningkat sampai percobaan pada konsentrasi ekstrak kayu manis 100% yaitu sebesar 21,5mm. Meskipun konsentrasi ekstrak kayu manis 10-100% efektif dalam menghambat Candida albicans, namun keefektifitasannya masih dibawah bila dibandingkan dengan fulcunazole yang

  21

  membentuk zona hambat sebesar 27,67mm. Christian, dkk (2013) melakukan perendaman basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas dalam ekstrak kayu manis 20%, 30%, 40%, dan 50% selama 8 jam. Hasilnya rerata jumlah blastopora

  2 Candida albicans pada konsentrasi 20% yaitu 385,76x10 CFU/ml, pada konsentrasi

  2

  2

  30% yaitu 259,73x10 CFU/ml, pada konsentrasi 40% yaitu 77,4x10 CFU/ml, dan

  2

  pada konsentrasi 50% yaitu 13,5x10 CFU/ml. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa konsentrasi ekstrak kayu manis 50% dapat digunakan sebagai bahan alternatif

  14 pembersih gigitiruan.

1.2 Permasalahan

  Gigitiruan merupakan perawatan yang digunakan untuk menggantikan gigi geligi yang hilang. Selain untuk menggantikan gigi geligi yang hilang, gigitiruan memiliki manfaat lain yaitu untuk membantu mastikasi, membantu pasien dalam berbicara, menjaga estetis pasien, menjaga kesehatan jaringan rongga mulut, dan mencegah kerusakan lebih lanjut dalam rongga mulut. Kerjasama dokter gigi dan pasien sangat penting dalam keberhasilan pemakaian gigitiruan. Dokter gigi mempunyai tanggung jawab dalam memberikan instruksi dan nasehat pada pasien tentang bagaimana cara menjaga kebersihan gigitiruan dan menjaga kebersihan rongga mulut setelah pemasangan gigitiruan. Dengan menjaga kedua hal tersebut, maka pembentukan plak pada permukaan basis gigitiruan dapat dicegah. Mikroorganisme yang sering ditemukan pada plak gigitiruan adalah Candida

  

albicans . Candida albicans dapat melakukan penetrasi pada resin akrilik dan tumbuh

  pada permukaan gigitiruan sehingga dapat menginfeksi jaringan lunak. Candida

  

albicans dapat melepaskan endoktoksin yang merusak mukosa mulut dan

menyebabkan terjadinya denture stomatitis.

  Menjaga kebersihan gigitiruan terdapat beberapa metode yang dapat dilakukan oleh pasien, yaitu menyikat gigitiruan (mekanis), merendam gigitiruan dalam bahan pembersih (kemis), ataupun menggabungkan kedua metode tersebut (mekanis-kemis). Bahan pembersih yang berasal dari golongan kemis yang biasa digunakan dalam perawatan tambahan pada kasus denture stomatitis adalah klorheksidin. Klorheksidin adalah antiseptik bisbiguanida yang aktif melawan bakteri dan jamur. Klorheksidin digunakan untuk meningkatkan kebersihan rongga mulut dan penyembuhan luka secara topikal dalam rongga mulut. Penggunaan klorheksidin dapat menimbulkan rasa tidak nyaman pada pemakainya. Rasa tidak nyaman tersebut diakibatkan karena iritasi mukosa, ulserasi, perubahan indera perasa, dan perubahan warna gigi dan lidah. Karena penggunaan klorheksidin menimbulkan rasa yang tidak nyaman pada pemakainya perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan bahan golongan herbal yang dapat dijadikan bahan pembersih gigitiruan alternatif. Salah satunya dengan memanfaatkan tanaman kayu manis. Ekstrak kayu manis dipercaya mempunyai khasiat dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans. Hal ini disebabkan karena kayu manis mempunyai kandungan kimia seperti minyak atsiri, sinamaldehid, dan eugenol yang terbukti mempunyai efek antijamur. Kandungan kimia yang terdapat dalam kayu manis memiliki presentasi yang berbeda, meskipun diekstrak dari jenis kayu manis yang sama. Faktor yang menyebabkan perbedaan tersebut adalah bagian kayu manis yang diekstrak, lokasi kayu manis tersebut tumbuh, perbedaan iklim dan lingkungan alam. Dari penelitian sebelumnya ekstrak kayu manis dengan konsentrasi 10% sudah dapat membentuk zona hambat terhadap

  

Candida albicans sebesar 7,17mm. Menurut Christian D (2013) konsentrasi ekstrak

  kayu manis 50% adalah konsentrasi yang paling efektif dalam menghambat

  2

  pertumbuhan Candida albicans yaitu 13,5x10 CFU/ml dibandingkan dengan

  2

  2

  konsentrasi 20% yaitu 385,76x10 CFU/ml, konsentrasi 30% yaitu 259,73x10

  2 CFU/ml, dan konsentrasi 40% yaitu 77,4x10 CFU/ml. Berdasarkan uraian diatas,

  maka timbul permasalahan mengenai pengaruh perendaman basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas dalam ekstrak kayu manis (Cinnamomum burmanii) dengan konsentrasi 10%, 30% dan 50% terhadap jumlah Candida albicans.

  1.3 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1.

  Berapa jumlah Candida albicans setelah dilakukan perendaman bahan basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas dalam ekstrak kayu manis 10%, 30%, dan 50% ? 2.

  Apakah ada pengaruh perendaman bahan basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas dalam ekstrak kayu manis 10%, 30% dan 50% terhadap jumlah

  Candida albicans ? 3.

  Apakah ada perbedaan pengaruh yang signifikan perendaman bahan basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas dalam ekstrak kayu manis 10%, 30%, dan 50% terhadap jumlah Candida albicans?

  1.4 Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah : 1.

  Untuk mengetahui jumlah Candida albicans setelah dilakukan perendaman bahan basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas dalam ekstrak kayu manis 10%, 30% dan 50%.

  2. Untuk mengetahui pengaruh perendaman bahan basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas dalam ekstrak kayu manis 10%, 30%, dan 50% terhadap jumlah pertumbuhan Candida albicans.

  3. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh yang signifikan jumlah Candida

  

albicans pada bahan basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas setelah

dilakukan perendaman dalam ekstrak kayu manis 10%, 30%, dan 50%.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis 1.

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan atau kontribusi untuk penelitian selanjutnya.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang Prostodonsia.

1.5.2 Manfaat Praktis 1.

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pasien pemakai gigitiruan mengenai efektifitas ekstrak kayu manis dalam menghambat jumlah Candida albicans dibandingkan dengan klorheksidin.

  2. Sebagai bahan masukan bagi industri yang memproduksi bahan pembersih gigitiruan agar dapat meningkatkan dan memanfaatkan bahan-bahan herbal seperti ekstrak kayu manis.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja 2.1.1 Pengertian Kinerja - Hubungan Karakteristik dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Bidan Desa dalam Pelayanan KB di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Mesjid Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten LabuhanBatu Utara Tahun 2015

0 1 24

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Karakteristik dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Bidan Desa dalam Pelayanan KB di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Mesjid Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten LabuhanBatu Utara Tahun 2015

0 2 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Diabetes Mellitus - Karakteristik Penderita Penyakit Diabetes Mellitus Dengan Kompliksi yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Martha Friska Tahun 2014

0 7 24

Analisis Kadar Residu Pestisida pada Sayuran Serta Tingkat Perilaku Konsumen Terhadap Sayuran yang Beredar di Pasar Tradisional Pringgan Kecamatan Medan Baru Tahun 2015

1 10 37

17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Kadar Residu Pestisida pada Sayuran Serta Tingkat Perilaku Konsumen Terhadap Sayuran yang Beredar di Pasar Tradisional Pringgan Kecamatan Medan Baru Tahun 2015

1 7 7

2.1.2 Penilaian Status Gizi - Hubungan Status Gizi dan Asupan Energi Dengan Kelelahan kerja pada Pekerja di PT. Perkebunan Nusantara I Pabrik Kelapa Sawit Pulau Tiga Tahun 2015

0 1 29

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Status Gizi dan Asupan Energi Dengan Kelelahan kerja pada Pekerja di PT. Perkebunan Nusantara I Pabrik Kelapa Sawit Pulau Tiga Tahun 2015

0 0 8

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Motivasi dan Kompetensi Bidan terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil pada Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Puskesmas di Kabupaten Aceh Barat

0 1 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Apendisitis - Perbandingan Keakuratan Antara C – Reaktif Protein Dan Hitung Leukosit Dalam Mendiagnosis Radang Apendiks Akut Pada Anak Di Rumah Sakit Pendidikan FK USU

1 4 13

BAB 2 TINJAUAN PUSATAKA 2.1 Resin Akrilik Polimerisasi Panas 2.1.1 Komposisi - Pengaruh Perendaman Basis Gigitiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas Dalam Ekstrak Kayu Manis Terhadap Jumlah Candida albicans

0 0 25