BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Implementasi Kebijakan 2.1.1. Definisi Implementasi Kebijakan - Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (Jkn) Di Puskesmas Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Tahun 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Implementasi Kebijakan

2.1.1. Definisi Implementasi Kebijakan

  Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas,merupakan alat administrasi hukum di mana berbagai aktor, organisasi, prosedur,dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraihdampak atau tujuan yang diinginkan. Van Meter dan Van Horn membatasiimplementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu (kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan untukmencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusankebijakan sebelumnya (Winarno, 2012).

  Implementasi kebijakan adalah bagian dari rangkaian proses kebijakanpublik. Proses kebijakan adalah suatu rangkaian tahap yang saling bergantungyang diatur menurut urutan waktu: penyusunan agenda, formulasi kebijakan,adopsi kebijakan, dan penilaian kebijakan (Winarno, 2012).

  Implementasi atau pelaksanaan merupakan kegiatan yang penting darikeseluruhan proses perencanaan program/kebijakan. Kebijakan yang telahdirekomendasikan untuk dipilih oleh policy makers bukanlah jaminan bahwakebijakan tersebut pasti berhasil dalam implementasinya. Ada banyak variabel yang memengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan baik bersifat individualmaupun kelompok atau institusi. Implementasi dari suatu program melibatkanupaya-upaya policy makers untuk mempengaruhi perilaku birokrat pelaksana agarbersedia memberikan pelayanan dan mengatur perilaku kelompok sasaran. (Subarsono, 2005) Patton dan Sawicki dalam Tangkilisan (2003) meyatakan bahwaimplementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untukmerealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untukmengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telahdiseleksi. Sehingga dengan mengorganisir, seorang eksekutif mampu mengatursecara efektif dan efisien sumber daya, unit-unit dan teknik yang dapat mendukungpelaksanaan program, serta melakukan interpretasi terhadap perencanaan yangtelah dibuat, dan petunjuk yang dapat diikuti dengan mudah bagi realisasiprogram yang dilaksanakan.

  Pressman dan Wildavsky (Solichin, 1997) menyatakan bahwa sebuahkata kerja mengimplementasikan itu sudah sepantasnya terkait langsung dengankata benda kebijaksanaan. Senada dengan ini, Van Meter dan Van Hornmemberikan batasan terhadap konsep implementasi dengan menyatakan bahwaimplementasi kebijakan adalah: tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu (atau kelompok-kelompok), pemerintah, atau swasta yang diarahkanuntuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusankebijakan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untukmencapai perubahan- perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan.

  Lineberry dalam Putra (2003) menyatakan implementasi adalahtindakan- tindakan yang dilaksanakan oleh pemerintah dan swasta yang diarahkanpada Sedangkan menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabartier dalam Wahab (2005) implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijaksanaandasar, biasanya dalam bentuk Undang-Undang namun dapat pula berbentukperintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusanbadan peradilan. Proses ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu,biasanya diawali dengan tahapan pengesahan Undang-Undang kemudian outputkebijakan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan (instansi) pelaksana,dan akhirnya perbaikan-perbaikan penting terhadap Undang-Undang atauperaturan yang bersangkutan. Tujuannya ialah untuk mengidentifikasi masalahyang terjadi sehingga tercipta rangkaian yang terstruktur dalam upayapenyelesaian masalah tersebut.

  Sebelum dilakukan pelayanan publik, tentunya akan dirumuskankebijakanuntuk mengatur teknis pelayanan tersebut kepada masyarakat pengguna. Bagaimana agar kebijakan publik yang dirumuskan sesuai dengan yang diinginkanoleh masyarakat, adalah merupakan titik pangkal dari keberhasilan PemerintahDaerah dalam menerima dan mengimplementasikannya.

  Tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi keputusanadalah:

  1. Penafsiran yaitu merupakan kegiatan yang menterjemahkan makna program kedalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan.

  2. Organisasi yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan

  3. Penerapan yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah dan lain-lain (Tangkilisan, 2003).

  Perlu ditekankan bahwa tahap implementasi kebijakantidak akan dimulai sebelum tujuan dan saran-saran ditetapkan atau diidentifikasioleh keputusan- keputusan kebijakan. Dengan demikian, tahap implementasiterjadi hanya setelah undang-undang ditetapkan dan dana disediakan untukmembiayai implementasi kebijakan tersebut (Winarno, 2012).

  Dengan demikian kebijakan publik merupakan sebuah awal dan belumdapat dijadikan indikator dari keberhasilan pencapaian maksud dan tujuan.

  Prosesyang jauh lebih esensial adalah pada tahapan implementasi kebijakan yangditetapkan. Karena kebijakan adalah suatu perkiraan akan masa depan yang lebihbersifat semu, abstrak dan konseptual. Namun ketika telah masuk di dalamtahapan implementasi dan terjadi interaksi antara berbagai faktor yangmempengaruhi kebijakan, barulah keberhasilan maupun ketidakberhasilan akandiketahui.

  Suatu kebijakan (publik) dikatakan berhasil bila dalam implementasinyamampu menyentuh kebutuhan kepentingan publik.

  Pertanyaannya adalah ketikasuatu kebijakan tidak lagi memenuhi kepentingan publik, bagaimana bisa disebutsebagai kebijakan yang berhasil? Peters (Tangkilisan, 2003) mengatakanbahwa:“Implementasi kebijakan yang gagal disebabkan beberapa faktor,yaitu informasi, di mana kekurangan informasi dengan mudahmengakibatkan adanya gambaran yang kurang tepat baik kepada dimana implementasi kebijakan dapat gagal karena masihsamarnya isi atau tujuan kebijakan atau ketidaktepatan atau ketidaktegasanintern ataupun ekstern kebijakan itu sendiri; dukungan, dimanaimplementasi kebijakan publik akan sangat sulit bila pada pelaksanaannyatidak cukup dukungan untuk kebijakan tersebut; pembagian potensi,dimana hal ini terkait dengan pembagian potensi di antaranya para aktorimplementasi dan juga mengenai organisasi pelaksana dalam kaitannyadengan diferensiasi tugas dan wewenang”.

2.1.2 Model-model Implementasi Kebijakan

  Untuk melaksanakan kegiatan dalam tahap implementasi maka dapatdilihat dari berbagai model implementasi kebijakan. Berikut ini model- modelimplementasi kebijakan: 1.

  Model Donald S. van Meter dan Carl E. van Horn Model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secaralinier dari kebijakan publik, implementor, dan kinerja kebijakan publik.

  Donal SVan Meter dan Carl E Van Horn menerapkan model implementasi dengan lebihmemfokuskan ke sisi teknisnya. Menurut Meter dan Horn (Indiahono, 2009),ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yaitu: a.

  Standar dan sasaran kebijakan. Standar dan sasaran kebijakan pada dsarnya adalah apa yang hendak dicapai oleh program atau kebijakan.

  b.

  Sumber daya. Sumber daya menunjuk kepada seberapa besar dukungan financial dan sumber daya manusia untuk melaksanakan program atau kebijakan. c.

  Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas. Hal ini menunjukan kepada mekanisme prosedur yang dicanangkan untuk mencapai sasaran dan tujuan program.

  d.

  Karakterisktik agen pelaksana. Hal ini menunjuk seberapa besar daya dukung struktur organisasi, nilai-nilai yang berkembang, hubungan dan komunikasi yang terjadi di internal birokrasi.

  e.

  Kondisi sosial, ekonomi, dan politik. Menunjuk bahwa kondisi dalam ranah implementasi dapat mempengaruhi kesuksesan implementasi itu sendiri.

  f.

  Disposisi implementor. Hal ini menunjukkan bahwa sikap pelaksana menjadi variabel penting dalam implementasi kebijakan. Seberapa demokratis, antusias, dan responsif terhadap kelompok sasaran dan lingkungan beberapa yang dapat ditunjuk sebagai bagian dari sikap pelaksana ini.

2. Model Merilee S. Grindle

  Keberhasilan implementasi menurut Grindle dipengaruhi oleh dua variabelbesar, yaitu isi kebijakan dan konteks implementasinya. Isi kebijakan mencakuptentang kepentingan yang terpengaruh oleh kebijakan, jenis manfaat yang akan dihasilkan, derajat perubahan yang diinginkan, kedudukan pembuat kebijakan,siapa pelaksana program, dan sumber daya yang dikerahkan. Sementara itu,konteks implementasinya lebih mencakup ke arah politis seperti kekuasaan,kepentingan dan strategi aktor yang terlibat; karakteristik lembaga dan

3. Model Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier

  Mazmanian dan Sabatier (Dwidjowijoto, 2006) mengklasifikasikanproses implementasi kebijakan ke dalam tiga variabel. Pertama, variabelindependen, yaitu mudah tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan denganindikator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman obyek, dan perubahanseperti apa yang dikehendaki.Kedua, variabel intervening, yaitu variabel kemampuan kebijakan untukmenstrukturkan proses implementasi dengan indikator kejelasan dan konsistensitujuan, dipergunakannya teori kausal, ketepatan alokasi sumber dana, keterpaduan di antara lembaga pelaksana, aturan pelaksana dari lembaga pelaksana,dukungan publik, dukungan pejabat yang lebih tinggi, dan komitmen sertakualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana.Ketiga, variabel dependen, yaitu tahapan dalam proses implementasidengan lima tahapan. Yaitu, pemahaman dari lembaga/badan pelaksana dalambentuk disusunnya kebijakan pelaksana, kepatuhan obyek, hasil nyata, penerimaanatas hasil nyata tersebut, dan akhirnya mengarah kepada revisi atas kebijakanyang dibuat dan dilaksanakan tersebut ataupun keseluruhan kebijakan yangbersifat mendasar.

4. Model George C. Edwards III

  Model implemetasi dalam pandangan George C.Edwards ini lebih melihatdari sisi administrasinya .Dalam pandangan Edwards III, implementasi kebijakandipengaruhi oleh empat variabel, yaitu: a.

  Komunikasi.

  Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran.

  b.

  Sumberdaya.

  Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi bila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan dengan efektif. Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya tinggal diatas kertas dan menjadi dokumen saja. Sumberdaya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor, dan sumberdaya finansial serta fasilitas-fasilitas.

  c.

  Disposisi.

  Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti kejujuran, komitmen, dan sifat demokratis. Apabila implementator memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.

  d.

  Struktur Birokrasi.

  Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang paling penting dari setiap organisasi adalah adanya menggunakan SOP, para pelaksana dapat memanfaatkan waktu yang tersedia. SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. (Subarsono, 2005).

2.2. Sistem Jaminan Sosial Nasional

  Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Dijelaskan Bahwa :

2.2.1. Pengertian Sistem Jaminan Sosial Nasional

  Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial.

  Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

  Jenis program Jaminan Sosial meliputi : 1. Jaminan Kesehatan 2. Jaminan Kecelakaan Kerja 3.

  Jaminan Hari Tua 4. Jaminan Pensiun; dan 5. Jaminan Kematian

2.3. Jaminan Kesehatan Nasional

2.3.1. Asuransi Kesehatan

  Beberapa pengertian yang perlu diketahui terkait asuransi tersebut adalah :

  1. Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang bersifat wajib dari peserta, guna memberikan perlindungan kepada peserta atas resiko sosial ekonomi yang menimpa mereka ataupun keluarganya.

2. Jaminan sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

  Kebutuhan dasar hidup yang layak dimaksudkan oleh UU SJSN adalah kebutuhan esensial setiap orang agar dapat hidup layak demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

  3. Jaminan kesehatan adalah sebuah sistem yang memungkinkan seseorang terbebas dari beban biaya berobat yang relatif mahal yang menyebabkan gangguan pemenuhan kebutuhan dasar hidup lain.

  4. BPJS adalah badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS terdiri dari BPJS kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan.

2.3.2 Pengertian Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

  JKN yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari SJSN.SJSN ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak (Kemenkes RI,2012).

  Menurut buku pegangan sosialisasi JKN mengacu pada prinsip-prinsip

  1. Prinsip kegotongroyongan.

  Gotongroyong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita. Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang beresiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu.

  Dengan demikian, melalui prinsip gotong royong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

  2. Prinsip nirlaba.

  Pengelolaan dana amanat oleh BPJS adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for

profit oriented ). Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya

kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat,

sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan sebesar-besarnya untuk

kepentingan peserta.

  3.Prinsip portabilitas Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang

berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal

dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  4. Prinsip kepesertaan bersifat wajib Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga

dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifatwajib bagi seluruh rakyat, penerapannya

tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan

penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal,

  

bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga

pada akhirnya SJSN dapat mencakup seluruh rakyat.

  5. Prinsip dana amanat Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan-

badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana

tersebut untuk kesejahteraan peserta.

  6. Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial

  Dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.

2.3.3. Kepesertaan 1. Jenis-jenis peserta a.

  Peserta Penerima Bantuan Iuran jaminan kesehatan (PBI) meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu.

  b.

  Peserta bukan PBI adalah peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas : 1)

  Pekerja Penerima Upah dan keluarganya, yaitu Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat Negara, pegawai pemerintah non pegawai negeri, pegawai swasta dan pekerja lain.

  2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu pekerja diluar hubungan kerja/pekerja mandiri dan pekerja yang penerima upah.

  3) Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas : investor, pemberi kerja, penerima pensiun, veteran, perintis kemerdekaan dan orang yang mampu membayar Iuran.

  4) Penerima pensiun terdiri atas : PNS yang berhenti dengan hak pensiun, anggota TNI dan anggota POLRI yang berhenti dengan hak pensiun serta pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun.

  Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi : a) Istri/suami yang sah dari peserta; dan b) Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari peserta, dengan kriteria : tidak atau belum pernah menikan atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; dan belum berusia 21 tahun atau belum berusia 25 tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal. Sedangkan peserta non PBI dapat juga mengikutsertakan anggota keluarga yang lain.

  2. Lokasi pendaftaran peserta Pendaftaran peserta dilakukan di kantor BPJS terdekat/setempat.

  3. Prosedur pendaftaran peserta a.

  Pemerintah mendaftarkan PBI JKN sebagai peserta kepada BPJS Kesehatan.

  b.

  Pemberi Kerja mendaftarkan pekerjanya atau pekerja dapat mendaftarkan diri sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan.

  c.

  Bukan pekerja dan peserta lainnya wajib mendaftarkan diri dan keluarganya sebagai peserta kepada BPJS Kesehatan.

  4. Hak dan kewajiban peserta

  Hak Peserta a.

  Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh pelayanan b.

  Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta prosedur pelayanan kesehatan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

  c.

  Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan d.

  Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan maupun tertulis kekantor BPJS Kesehatan.

  Kewajiban peserta a.

  Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku b.

  Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan, perceraian, kelahiran, pindah alamat atau pidah fasilitas kesehatan tingkat I c.

  Menjaga kartu peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh orang yang tidak berhak d.

  Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan.

  5. Masa berlaku kepesertaan a.

  Kepesertaan JKN berlaku selama yang bersangkutan membayar iuran sesuai dengan kelompok peserta.

  b.

  Status kepesertaan akan hilang bila peserta tidak membayar iuran sesuai dengan kelompok peserta.

  6. Penetapan kepesertaan

  Kepesertaan JKN dilakukan secara bertahap, yaitu tahap pertama mulai 1 Januari 2014, kepesertaannya paling sedikit meliputi : PBI Jaminan Kesehatan; keluarganya; anggota Polri/PNS di lingkungan Polri dan anggota keluarganya; peserta asuransi kesehatan PT. Askes (Persero) beserta keluarganya, serta peserta jaminan pemeliharaan kesehatan Jamsostek dan anggota keluarganya. Selanjutnya tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai Peserta BPJS Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019.

2.3.4. Pembiayaan

  2.3.4.1. Iuran

  Iuran jaminan kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan (pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan).

  2.3.4.2. Pembayar Iuran a.

  Bagi PBI Jaminan Kesehatan iuran dibayar oleh pemerintah b. Bagi peserta pekerja penerima upah, iurannya dibayar oleh pemberi kerja dan pekerja.

  c.

  Bagi peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja iuran dibayar oleh peserta yang bersangkutan.

  d.

  Besarnya iuran JKN ditetapkan melalui Perpres dan ditinjau ulang secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup layak.

  2.3.4.3. Pembayaran Iuran

  Setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu

  Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan membayarkan iuran tersebut setiap bulan kepada BPJS Kesehatan secara berkala (paling lambat tanggal 10 setiap bulan). Keterlambatan pembayaran iuran JKN akan dikenakan denda administratif sebesar 2% perbulan dari total iuran yang tertunggak dan dibayar oleh Pemberi Kerja.

  Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja wajib membayar iuran JKN pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat tanggal 10 setiap bulan kepada BPJS Kesehatan.

2.3.5. Pelayanan

2.3.5.1. Jenis Pelayanan

  Ada 2 jenis pelayanan yang akan diperoleh oleh Peserta JKN, yaitu berupa pelayanan kesehatan (manfaat medis) serta akomodasi dan ambulans (manfaat non medis). Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari fasilitas kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.

  Pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi pelayanan kesehatan non spesialistik yang mencakup : a.

  Administrasi pelayanan b. Pelayanan promotif dan preventif c. Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis d. Tindakan medis spesialistik, baik operatif maupun non operatif e. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai g.

  Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama h. Rawat inap tingkat pertama dengan indikasi medis

  2.3.5.2. Prosedur Pelayanan

  Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan pertama-tama harus memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama tempat peserta terdaftar, kecuali berada diluar wilayah fasilitas kesehatan tingkat pertama tempat peserta terdaftar atau dalam keadaan kegawatdaruratan medis.

  2.2.5.3. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan

  Pelayanan kesehatan tingkat pertama (Gatekeeper) : A.

  Fasilitas Kesehatan Fasilitas kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah :

1. Rawat Jalan Tingkat pertama a.

  Puskesmas atau yang setara b. Praktik dokter c. Praktik dokter gigi d. Klinik pratama atau yang setara e. Rumah sakit kelas D Pratama atau yang setara B. Empat fungsi pokok fasilitas kesehatan tingkat pertama sebagai

  Gatekeeper 1.

  Kontak pertama pelayanan, fasilitas kesehatan tingkat pertama merupakan tempat pertama yang dikunjungi peserta setiap kali

  2. Pelayanan berkelanjutan, hubungan fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan peserta dapat berlangsung secara berkelanjutan sehingga penanganan penyakit dapat berjalan optimal.

  3. Pelayanan paripurna, fasilitas kesehatan tingkat pertama memberikan pelayanan yang komprehensif terutama untuk pelayanan promotif dan preventif 4. Koordinasi pelayanan, fasilitas kesehatan tingkat pertama melakukan koordinasi pelayanan dengan penyelengara kesehatan lainnya dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta sesuai dengan kebutuhannya.

  C.

  Kompetensi fasilitas kesehatan sebagai Gatekeeper 1.

  Kompetensi yang harus dimiliki oleh semua gatekeeper adalah standar kompetensi umum sesuai dengan peraturan konsil kedokteran Indonesia nomor 11 tahun 2012 tentang standar kompetensi dokter Indonesia yaitu kompetensi level 4a dimana pada level tersebut dokter mampu mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan secara mandiri.

2. Kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh gatekeeper adalah : a.

  Standar kompetensi dokter keluarga b.

  Advance Trauma Life Support (ATLS) c. Advance Cardiac Life Support (ACLS) d.

  Sertifikat keahlian medis Endokrin e. Pelatihan kesehatan kerja f. Sertifikat pelatihan kesehatan lainnya.

2.4. Konsep Puskesmas 2.4.1. Pengertian Puskesmas

  Puskesmas adalah unit fungsional pelayanan kesehatan kota atau kabupaten yang melaksanakan upaya penyuluhan, pencegahan, dan penanganan kasus-kasus penyakit di wilayah kerjanya secara terpadu dan terkoordinasi.

  a. Unit Pelaksana Teknis

  Sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota (UPTD), Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional dinas kesehatan kabupaten/kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan Indonesia.

  b. Pembangunan Kesehatan

  Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh Bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

  c. Pertanggungjawaban Penyelenggaraan

  Penanggung jawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan di wilayah kabupaten/kota adalah dinas kesehatan kabupaten/kota, sedangkan puskesmas bertanggung jawab hanya untuk sebagian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya.

  d. Wilayah Kerja

  Secara nasional standar wilayah kerja puskesmas adalah suatu kecamatan, tetapi apabila suatu kecamatan terdapat lebih dari satu puskesmas, maka keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW).Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggungjawab langsung kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

2.4.2. Visi dan Misi Puskesmas

  Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan puskesmas adalah tercapainya Kecamatan Sehat. Kecamatan Sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Indicator Kecamatan Sehat yang ingin dicapai mencakup 4 indikator utama, yaitu : 1) Lingkungan sehat; 2) Perilaku sehat; 3) Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu; 4) Derajat kesehatan penduduk kecamatan

  Misi puskesmas adalah

a) Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya.

  b) Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya c)

  Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan, dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan puskesmas d)

  Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya.

  2.4.3. Tujuan Puskesmas

  Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

  2.4.4. Fungsi Puskesmas 2.4.4.1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan

  Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan.Di samping itu aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap pembangunan di wilayah kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.

2.4.4.2. Pusat pemberdayaan masyarakat

  Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk sumber pelaksanaan program kesehatan. Perbedaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat.

2.4.4.3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama

  Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab puskesmas meliputi :

  1. Pelayanan kesehatan perorangan Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi dengan tujuan menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit.Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambahkan dengan rawat inap.

  2. Pelayanan kesehatan masyarakat Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat, serta

2.4.5. Struktur Organisasi Puskesmas

  Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128 Tahun 2004, struktur organisasi puskesmas tergantung dari kegiatan dan beban tugas masing- masing puskesmas. Penyusunan struktur organisasi puskesmas di satu kabupaten/kota dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, sedangkan penetapannya dilakukan dengan peraturan daerah. Sebagai acuan dapat dipergunakan pola struktur organisasi puskesmas sebagai berikut :

  1. Kepala puskesmas 2.

  Unit tata usaha yang bertanggungjawab membantu kepala puskesmas dalam pengelolaan: data dan informasi, perencanaan dan penilaian, keuangan serta umum dan kepegawaian.

  3. Unit pelaksana teknis fungsional puskesmas : a.

  Upaya kesehatan masyarakat, termasuk pembinaan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) b. Upaya kesehatan perorangan.

  4. Jaringan pelayanan puskesmas yaitu : puskesmas pembantu, pos kesehatan desa, puskesmas keliling dan bidan di desa/komunitas.

2.6. Kerangka Pikir

  

Input Proses Output Outcome

Pelayanan SDM Akses

  Universal

  kesehatan Utilisasi Coverage prasarana Sosialisasi

  • Sarana dan
  • Logistik Pelatihan -
  • Sumber biaya Pelayanan -
  • SOP
  • medis

  Berdasarkan gambar diatas, dapat dirumuskan definisi fokus penelitian sebagai berikut:

  1. Masukan (input) adalah semua yang dibutuhkan agar terlaksananya program JKN di Puskesmas Tanjung Tiram, yang terdiri dari: sumber daya manusia, sarana dan prasarana, logistik, sumber biaya, SOP, dengan penjelasan sebagai berikut: a.

  Sumber daya manusia adalah seluruh staf Puskesmas Tanjung Tiram baik pegawai negeri sipil, bidan desa dan pegawai tidak tetap yang terdaftar sebagai staf Puskesmas Tanjung Tiram.

  b.

  Sarana dan prasarana adalah seluruh bahan, peralatan, serta fasilitas yang digunakan dalam program JKN di Puskesmas Tanjung Tiram.

  c.

  Logistik adalah ketersediaan obat-obatan di Puskesmas Tanjung Tiram.

  d.

  Sumber biaya adalah sumber dana yang digunakan dalam pelaksanaan program JKN di Puskesmas Tanjung Tiram.

  e.

  SOP (Standart Operating Prosedure) adalah serangkaian instruksi kerja tertulis yang didokumentasikan mengenai proses penyelenggaraan program JKN.

  2. Proses (Process) adalah langkah-langkah yang harus dilakukan pada saat pelaksanaan Program JKN, meliputi: Pelayanan Kesehatan a.

  Sosialisasi adalah proses pemberitahuan tentang materi yang medis seperti apa yang akan mereka dapatkan di puskesmas, penyakit- penyakit seperti apa sajaa yang boleh dirujuk, dll.

  b.

  Pelatihan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk melatih para petugas puskesmas dalam pelaksanaan program JKN di Puskesmas.

  c.

  Pelayanan medis adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memberikan pelayanan medis berupa pengobatan kepada pasien.

  3. Keluaran (Output) adalah hasil dari suatu program dengan adanya pelayanan kesehatan, baik kesehatan masyarakat maupun perorangan, meliputi akses dan utilisasi a.

  Akses terhadap pelayanan kesehatan terkait kendala biaya kesehatan dan geografis.

  b.

  Utilisasi adalah interaksi antara consumen dan provider

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tingkat Pendidikan 2.1.1 Pengertian Tingkat Pendidikan - Pengaruh Tingkat Pendidikan Dan Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada Pdam Tirtanadi Cabang Sei Agul Medan

0 1 17

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Tingkat Pendidikan Dan Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada Pdam Tirtanadi Cabang Sei Agul Medan

0 0 12

Analisis Faktor Pengaruh Strategi Marketing Mix Dalam Keputusan Nasabah Menggunakan Jasa Asuransi Di Pt. Asuransi Ekspor Indonesia (Persero)

0 0 24

Analisis Faktor Pengaruh Strategi Marketing Mix Dalam Keputusan Nasabah Menggunakan Jasa Asuransi Di Pt. Asuransi Ekspor Indonesia (Persero)

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Persepsi - Persepsi Ayah dan Ibu Tentang Pendidikan Seks Bagi Remaja Putra Dan Putri Di Kelurahan Sitataring Kecamatan Batang Ayumi Julu Kota Padangsidimpuan Tahun 2015

0 0 27

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Persepsi Ayah dan Ibu Tentang Pendidikan Seks Bagi Remaja Putra Dan Putri Di Kelurahan Sitataring Kecamatan Batang Ayumi Julu Kota Padangsidimpuan Tahun 2015

0 0 10

Hubungan Sanitasi Lingkungan Dan Higiene Perorangan Dengan Kejadian penyakit Cacing Pita (Taenia Solium) Pada Siswa SD Negeri 173545 di Desa Tambunan Kecamatan Balige Tahun 2014

0 0 48

Hubungan Sanitasi Lingkungan Dan Higiene Perorangan Dengan Kejadian penyakit Cacing Pita (Taenia Solium) Pada Siswa SD Negeri 173545 di Desa Tambunan Kecamatan Balige Tahun 2014

0 1 35

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DAN HIGIENE PERORANGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT CACING PITA (Taenia Solium) PADA SISWA SD NEGERI 173547 DI DESA TAMBUNAN KECAMATAN BALIGE KABUPATEN TOBA SAMOSIR TAHUN 2014

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Terhadap Tindakan Ibu Hamil Tentang Deteksi Dini Tanda-Tanda Bahaya Kehamilan Di Puskesmas Medan Deli Tahun 2015

0 1 25