BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tekanan Panas 2.1.1 Defenisi Tekanan Panas - Hubungan Tekanan Panas dengan Denyut Nadi pada Pekerja di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong Tahun 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tekanan Panas

2.1.1 Defenisi Tekanan Panas

  Menurut Suma’mur (2009) cuaca kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan dan suhu radiasi. Kombinasi keempat faktor itu dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh disebut tekanan panas.

  Tekanan panas (Heat Stress) adalah batasan kemampuan penerimaan panas yang diterima pekerja dari kontribusi kombinasi metabolisme tubuh akibat melakukan pekerjaan dan faktor lingkungan (temperatur udara, kelembaban, pergerakan udara, dan radiasi perpindahan panas) dan pakaian yang digunakan. Pada saat heat stress mendekati batas toleransi tubuh, risiko terjadinya kelainan kesehatan menyangkut panas akan meningkat (ACGIH, 2005).

  Menurut Santoso (2005), tekanan panas (heat stress) adalah beban iklim kerja yang diterima oleh tubuh manusia. Menurut Suma’mur (2009) suhu udara dapat diukur dengan termometer biasa (termometer suhu kering). Kelembaban udara diukur dengan menggunakan hygrometer. Adapun suhu dan kelembaban dapat diukur bersama-sama dengan misalnya menggunakan alat pengukur sling psychrometer atau

  

arsman psychrometer yang juga menunjukkan suhu basah sekaligus. Suhu basah

  adalah suhu yang ditunjukkan suatu termometer yang dibasahi dan ditiupkan udara kepadanya, dengan demikian suhu tersebut menunjukkan kelembaban relatif udara. Kecepatan aliran udara yang besar dapat diukur dengan anemometer, sedangkan kecepatan udara yang kecil dengan suatu kata termometer. Suhu radiasi diukur dengan suatu termometer bola (globe thermometer). Panas radiasi adalah energi atau gelombang elektromagnetis yang panjang gelombangnya lebih dari sinar matahari dan mata tidak peka terhadapnya atau mata tidak dapat melihatnya.

2.1.2 Lingkungan Kerja Panas

  Pekerja di dalam lingkungan panas, seperti di sekitar furnaces, peleburan, boiler, oven, tungku, pemanas atau bekerja di luar ruangan di bawah terik matahari dapat mengalami gangguan kesehatan. Selama aktivitas pada lingkungan panas tersebut, tubuh secara otomatis akan memberikan reaksi untuk memelihara suatu kisaran panas lingkungan yang konstan dengan menyeimbangkan antara panas yang diterima dari luar tubuh dengan kehilangan panas dari dalam tubuh. Menurut Tarwaka dkk (2004) bahwa suhu tubuh manusia dipertahankan hampir menetap oleh suatu pengaturan suhu. Suhu menetap ini dapat dipertahankan akibat keseimbangan di antara panas yang dihasilkan dari metabolism tubuh dan pertukaran panas di antara tubuh dan lingkungan sekitarnya.

  Produksi panas didalam tubuh tergantung dari kegiatan fisik tubuh, makanan, gangguan sistem pengaturan panas seperti dalam kondisi demam dan lain-lain.

  Selanjutnya faktor-faktor yang menyebabkan pertukaran panas di antara tubuh dengan lingkungan sekitarnya adalah panas konduksi, panas konveksi, panas radiasi, dan panas penguapan (Tarwaka dkk, 2004).

  Suhu nikmat kerja adalah suhu yang diperlukan seseorang agar dapat bekerja secara nyaman. Suhu nikmat kerja berkisar antara 24-26 °C bagi orang Indonesia.

  Orang Indonesia pada umumnya beraklimatisasi dengan iklim tropis yang suhunya sekitar 29-30 °C dengan kelembaban 85%-95%. Aklimatisasi terhadap panas berarti suatu proses penyesuaian yang terjadi pada seseorang selama satu minggu pertama berada di tempat kerja. Setelah satu minggu pertama berada di tempat panas, tenaga kerja mampu bekerja tanpa pengaruh tekanan panas, hal ini tergantung dari aklimatisasi setiap individu yang dilihat dari beban kerja sehingga diperlukan variasi kerja (Suma’mur, 2009).

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Panas 1.

  Aklimatisasi Aklimatisasi adalah suatu proses adaptasi fisiologis yang ditandai oleh pengeluaran keringat yang meningkat, denyut nadi menurun dan suhu tubuh menurun. Proses adaptasi ini biasanya memerlukan waktu 7-10 hari. Aklimatisasi dapat pula menghilang ketika orang yang bersangkutan tidak masuk kerja selama seminggu berturut-turut (Santoso, 2005).

  Aklimatisasi terhadap suhu tinggi merupakan hasil penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya. Untuk aklimatisasi terhadap panas ditandai dengan penurunann frekuensi denyut nadi dan suhu tubuh sebagai akibat pembentukkan keringat. Aklimatisasi ini ditujukan kepada suatu pekerjaan dan suhu tinggi untuk beberapa waktu misalnya 2 jam. Mengingat pembentukan keringat tergantung pada kenaikan suhu dalam tubuh. Aklimatisasi panas biasanya tercapai sesudah 2 minggu (WHO, 1969).

  2. Umur Daya tahan seseorang terhadap panas akan menurun pada umur yang lebih tua. Orang yang lebih tua akan lebih lambat keluar keringatnya dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Orang yang lebih tua memerlukan waktu yang lama untuk mengembalikan suhu tubuh menjadi normal setelah terpapar panas. Studi menemukan bahwa 70% dari seluruh penderita tusukan panas (heat stroke), mereka yang berusia lebih dari 60 tahun. Denyut nadi maksimal dari kapasitas kerja yang maksimal berangsur-angsur menurun sesuai dengan bertambahnya umur (WHO, 1969).

  3. Jenis Kelamin Adanya perbedaan kecil aklimatisasi antara laki-laki dan wanita. Wanita tidak dapat beraklimatisasi dengan baik seperti laki-laki. Hal ini dikarenakan mereka mempunyai kapasitas kardiovaskuler yang lebih kecil (WHO, 1969).

  4. Ukuran Tubuh Adanya perbedaan ukuran tubuh akan mempengaruhi reaksi fisiologis tubuh terhadap panas. Laki-laki dengan ukuran tubuh yang lebih kecil dapat mengalami tingkatan tekanan panas yang relatif lebih besar, hal ini dikarenakan mereka mempunyai kapasitas kerja maksimal yang lebih kecil (Siswanto, 2005).

2.1.4 Indikator Tekanan Panas

  Indikator tekanan panas menurut Suma’mur (2009) terdiri dari : 1. Suhu Efektif

  Suhu efektif yaitu indeks sensoris tingkat panas (rasa panas) yang dialami oleh seseorang tanpa baju dan bekerja enteng dalam berbagai kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara. Kelemahan penggunaan suhu efektif ialah tidak memperhitungkan panas radiasi dan panas metabolism tubuh. Untuk penyempurnaan pemakaian suhu efektif dengan memperhatikan panas radiasi, dibuat Skala Suhu Efektif Dikoreksi (Corected Effective Themperature Scale), namun tetap saja ada kelemahan pada suhu efektif yaitu tidak diperhitungkannya panas hasil metabolism tubuh.

  2. Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) Indeks Suhu Basah dan Bola (Wet Bulb-Globe Temperature Index), yaitu rumus-rumus sebagai berikut :

  ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,2 x suhu radiasi + 0,1 x suhu kering (untuk bekerja dengan sinar matahari)

  ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,3 x suhu radiasi (untuk pekerjaan tanpa sinar matahari)

  3. Prediksi Kecepatan Keluarnya Keringat Selama 4 Jam Prediksi kecepatan keluarnya keringat selama 4 jam (Predicted 4 Hour

  

Sweetrate disingkat P4SR), yaitu banyaknya prediksi keringat keluar selama 4 jam

  sebagai akibat kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara serta panas radiasi. Nilai prediksi ini dapat pula dikoreksi untuk bekerja dengan berpakaian dan juga menurur tingkat kegiatan dalam melakukan pekerjaan.

  4. Indeks Belding-Hacth

  Indeks Belding-Hacth yaitu kemampuan berkeringat dari orang standar yaitu

  orang muda dengan tinggi 170 cm dan berat 154 pond, dalam keadaan sehat dan memiliki kesegaran jasmani, serta beraklimatisasi terhadap panas.

2.1.5 Pengaruh Fisiologis Akibat Tekanan Panas

  Tekanan panas memerlukan upaya tambahan pada anggota tubuh untuk memelihara keseimbangan panas. Menurut Tarwaka dkk (2004) bahwa reaksi fisiologis tubuh (heat strain) oleh karena peningkatan temperature udara diluar

  comfort zone adalah sebagai berikut : a.

  Vasodilatasi b. Denyut jantung meningkat c. Temperature kulit meningkat d. Suhu inti tubuh pada awalnya turun kemudina meningkat dan lain-lain Paparan panas yang terus berlanjut, mengakibatkan gangguan kesehatan.

  Menurut Graham (1992) dan Bernard (1996) dalam Tarwaka dkk (2004) mengatakan reaksi fisiologis akibat pemaparan panas yang berlebihan dapat dimulai dari gangguan fisiologis yang sangat sederhana sampai dengan terjadinya penyakit yang sangat serius. Pemaparan terhadap tekanan panas juga menyebabkan penurunan berat badan.

  Secara lebih rinci gangguan kesehatan akibat pemaparan suhu lingkungan panas yang berlebihan dapat dijelaskan sebagai berikut : a.

  Gangguan kesehatan dan performansi kerja, seperti terjadinya kelelahan, sering melakukan istirahat curian, dan lain-lain. b.

  Dehidrasi, yaitu kehilangan cairan tubuh yang berlebihan yang disebabkan baik oleh pergantian cairan yang tidak cukup maupun karena gangguan kesehatan.

  Kehilangan cairan tubuh < 1,5% gejalanya tidak akan tampak, kelelahan muncul lebih awal dan mulut mulai kering.

  c.

  Heat Rash, yaitu keadaan seperti biang keringat atau keringat buntat, gatal kulit akibat kondisi kulit terus basah. Kondisi ini mengaharuskan pekerja perlu beristirahat pada tempat yang lebih sejuk dan menggunakan bedak penghilang keringat.

  d.

  Heat Cramps, merupakan kejang-kejang otot tubuh (tangan dan kaki) akibat keluarnya keringat yang menyebabkan hilangnya garam natrium dari tubuh yang kemungkinan besar disebabkan karena minum terlalu banyak dengan sedikit garam natrium.

  e.

  Heat Syncope atau Fainting, yaitu keadaan yang disebabkan karena aliran darah ke otak tidak cukup karena sebagian besar aliran darah dibawa ke permukaan kulit atau perifer yang disebabkan karena pemaparan suhu tinggi.

  f.

  Heat Exhaustion, yaitu keadaan dimana tubuh kehilangan terlalu banyak cairan dan atau kehilangan garam. Gejalanya mulut kering, sangat haus, lemah, dan sangat lelah. Gangguan ini biasanya banyak dialami pekerja yang belum beraklimatisasi terhadap suhu udara panas.

  g.

  Heat Stroke, terjadi bila sistem pengaturan tubuh gagal dan temperatur tubuh meningkat sampai tingkat kritis. Kondisi ini disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor, dan keterjadiannya sulit diprediksi. Heat Stroke adalah keadaan darurat medis. Tanda dan gejalanya utama dari gangguan kesehatan ini adalah bingung, perilaku irrasional, hilang kesadaran, sawan, kurang berkeringat, kulit panas dan temperatur tubuh sangat tinggi. Meningkatnya temperatur metabolik akibat kombinasi beban kerja dan beban panas lingkungan, yang keduanya turut memberi pengaruh terhadap heat stroke, juga sangat bervariasi dan sulit memprediksinya.

2.1.6 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Pertukaran Panas

  Faktor- faktor yang menyebabkan pertukaran panas menurut Suma’mur (2009) sebagai berikut : 1.

  Konduksi Konduksi adalah pertukaran panas antar tubuh dengan benda-benda sekitar melalui mekanisme sentuhan atau kontak langsung. Konduksi dapat menghilangkan panas dari tubuh, apabila benda-benda sekitar lebih rendah suhunya, dan dapat menambah panas kepada badan apabila suhunya lebih tinggi dari tubuh.

2. Konveksi

  Konveksi adalah pertukaran panas dari tubuh dan lingkungan melalui kontak udara dengan tubuh. Udara adalah penghantar panas yang kurang begitu baik, tetapi melalui kontak dengan tubuh dapat terjadi pertukaran panas antara udara dengan tubuh. Tergantung dari suhu udara dan kecepatan angin, konveksi memainkan besarnya peran dalm pertukaran panas antar tubuh dengan lingkungan. Konveksi dapat mengurangi atau menambah panas kepada tubuh.

  3. Radiasi Setiap benda termasuk tubuh manusia selalu memncarkan gelobang panas.

  Tergantung dari suhu benda-benda sekitar, tubuh menerima atau kehilangan panas lewat mekanisme radiasi.

  4. Penguapan Manusia dapat berkeringat dengan penguapan dipermukaan kulit atau melalui paru-paru tubuh kehilangan panas untuk penguapan. Untuk mempertahankan suhu tubuh maka :

  M ± Kond ± Konv ± R-E = 0 M = Panas dari metabolism E = Panas oleh evaporasi Kond = Pertukaran panas secara konduksi Konv = Pertukaran panas secara konveksi R = Panas radiasi

2.1.7 Pengendalian Lingkungan Kerja Panas

  Untuk mengendalikan pengaruh pemaparan tekanan panas terhadap tenaga kerja perlu dilakukan koreksi tempat kerja, sumber-sumber panas lingkungan dan aktivitas kerja yang dilakukan. Koreksi tersebut dimaksudkan untuk menilai secara cermat faktor-faktor tekanan panas dan mengukur Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) pada masing-masing pekerjaan sehingga dapat dilakukan langkah pengendalian secara benar. Koreksi tersebut juga dimaksudkan untuk menilai efektifitas dari sistem pengendalian terhadap pemaparan tekanan panas di perusahaan dapat dijelaskan sebagai berikut (Tarwaka dkk, 2004) : a.

  Mengurangi faktor beban kerja dengan mekanisasi b. Mengurangi beban panas radian dengan cara : 1.

  Menurunkan temperatur udara dari proses kerja yang menghasilkan panas 2. Relokasi proses kerja yang menghasilkan panas 3. Penggunaan tameng panas dan alat pelindung diri yang dapat memantulkan panas c.

  Mengurangi temperatur dan kelembaban. Cara ini dapat dilakukan melalui ventilasi pengenceran atau pendinginan secara mekanis. Cara ini telah terbukti secara drastis dapat menghemat biaya dan meningkatkan kenyamanan.

  d.

  Meningkatkan pergerakan udara. Peningkatan pergerakan udara melalui ventilasi buatan dimaksudkan untuk memperluas pendinginan evaporasi, tetapi tidak boleh 0,2 m/det, sehingga perlu dipertimbangkan bahwa menambah pergerakan udara pada temperatur yang tinggi (> 40°C) dapat berakibat kepada peningkatan tekanan panas.

  e.

  Pembatasan terhadap waktu pemaparan panas dengan cara : 1.

  Melakukan pekerjaan pada tempat panas pada pagi dan sore hari 2. Penyediaan tempat sejuk yang terpisah dengan proses kerja untuk pemulihan 3. Mengatur waktu kerja-istirahat secara tepat berdasarkan beban kerja dan nilai ISBB.

  Pengendalian diatas ditegaskan kondisi yang harus dipertimbangkan dalam setiap desain atau redesain sistem ventilasi adalah adanya sirkulasi udara pada tempat kerja yang baik, sehingga terjadi pergantian udara dalam ruangan dengan udara segar dari luar secara terus-menerus. Faktor pakaian dan pemberian minum harus juga dipertimbangkan dalam mengatasi masalah panas lingkungan.

  Menurut Harrianto (2009) pengendalian paparan lingkungan panas sebagai berikut :

  1. Pengendalian Administratif a.

  Periode aklimatisasi yang cukup sebelum melaksanakan beban kerja yang penuh.

  b.

  Untuk mempersingkat pajanan dibutuhkan jadwal istirahat yang pendek tetapi sering dan rotasi pekerja yang memadai.

  c.

  Ruangan dengan penyejuk rasa (AC) perlu disediakan untuk memberikan efek pendingin pada pekerja waktu istirahat.

  d.

  Penyediaan air minum yang cukup.

  2. Pengendalian Teknik a.

  Mengurangi produksi panas metabolik tubuh.

  b.

  Automatisasi dan mekanisasi beban tugas akan meminimalisasi kebutuhan kerja fisik pekerja.

  c.

  Mengurangi penyebaran panas radiasi dari permukaan-permukaan benda yang panas, dengan cara isolasi/penyekat (melapisi permukaan benda-benda yang panas dengan bahan yang memiliki emisi yang rendah seperti aluminium atau cat), perisai (bahan yang dapat memantulkan panas) dan remote control. d.

  Mengurangi bertambahnya panas konveksi, seperti penggunaan kipas angin untuk meningkatkan kecepatan gerak udara di ruang kerja panas.

  e.

  Mengurangi kelembaban. AC, peralatan penarik kelembaban dan upaya lain untuk mengeleminasi uap panas sehingga dapat mengurangi kelembaban di lingkungan tempat kerja.

3. Alat Pelindung Diri a.

  Untuk bekerja di tempat kerja yang panas dan lembab, perlu disediakan baju yang tipis dan berwarna terang hingga pengeluaran panas tubuh dengan proses evaporasi keringat menjadi lebih efisien.

  b.

  Kaca mata yang dapat menyerap panas radiasi bila bekerja dekat dengan benda-benda yang sangat panas, misalnya cairan logam atau oven yang panas.

2.1.8 Standar Iklim Kerja Panas

  Standar iklim kerja panas di Indonesia ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. PER. 13/MEN/X/2011 tentang nilai ambang batas faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja.

Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia Di Tempat Kerja

  ISBB (°C) Pengaturan Waktu Kerja Beban Kerja Setiap Jam Ringan Sedang Berat

  • 75-100% 31,0 28,0 50-75% 31,0 29,0 27,5 25-50% 32,0 30,0 29,0

  0-25% 32,0 31,1 30,5 Sumber : Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. PER.

  13/MEN/X/2011 Catatan : 1.

  Beban kerja ringan membutuhkan kalori sampai dengan 200 kilo kalori/jam.

  2. Beban kerja sedang membutuhkan kalori lebih dari 200 sampai dengan kurang dari 350 kilo kalori/jam.

  3. Beban kerja berat membutuhkan kalori lebih dari 350 sampai dengan kurang dari 500 kilo kalori/jam.

2.1.9 Pengukuran Tekanan Panas

  Pengukuran ISBB dilakukan dengan menggunakan Area Heat Stress Monitor, dimana alat ini dioperasikan secara digital yang meliputi parameter suhu basah, suhu kering, dan suhu radiasi (Tarwaka dkk, 2004). Cara Kerja : 1.

  Tombol power ditekan 2. Tombol °C atau °F ditekan untuk menentukan suhu yang digunakan 3. Tombol globe ditekan untuk menentukan suhu bola 4. Tombol wet bulb ditekan untuk mendapatkan suhu basah 5. Hasil akan keluar kemudian dicatat 6. Tombol power ditekan kembali untuk mematikan

2.2 Denyut Nadi

2.2.1 Defenisi Denyut Nadi

  Denyut nadi adalah frekuensi irama denyut/detak jantung yang dapat dipalpasi (diraba) dipermukaan kulit pada tempat-tempat tertentu. Denyut nadi adalah getaran didalam pembuluh darah arteri akibat kontraksi ventrikel kiri jantung. Denyut nadi yang optimal untuk setiap orang berbeda-beda, tergantung pada saat kapan mengukur denyut nadi (Brahmapurkar, 2012).

  Menurut Moeljosoedarma (2008) denyut nadi optimal tenaga kerja tergantung saat kapan mengukur denyut nadi. Jika pengukuran dilakukan setelah bekerja, maka nadi normal pekerja tersebut adalah 90 denyut/menit. Jika denyut nadi melebihi 90 denyut/menit setelah 5 menit melakukan pekerjaannya, maka dapat disimpulkan bahwa tekanan panas di lingkungan kerja mungkin telah berlebihan dan oleh karenanya perlu dilakukan evaluasi terhadap lingkungan tempat kerja.

2.2.2 Jenis Denyut Nadi 1.

  Nadi Istirahat, yaitu denyut nadi sebelum bekerja.

  2. Nadi sedang bekerja, yaitu denyut nadi selama bekerja.

  3. Nadi kerja, yaitu selisih denyut nadi selama kerja dengan denyut nadi sebelum bekerja.

  4. Nadi pemulihan, yaitu total angka denyutan dari akhir kerja sampai masa pulih tercapai (Brahmapurkar, 2012).

2.2.3 Nadi Kerja Menurut Tingkat Beban Kerja

  Menurut Tarwaka dkk (2004) kategori beban kerja berdasarkan denyut nadi kerja dibagi atas beban kerja sangat ringan, ringan, sedang, berat, sangat berat dan sangat berat sekali.

Tabel 2.2 Nadi Kerja Menurut Beban Kerja No Beban Kerja Nadi Kerja (per menit)

  1 Sangat ringan Kurang dari 75

  2 Ringan 75-100

  3 Sedang 100-125

  4 Berat 125-150

  5 Sangat berat 150-175

  6 Sangat berat sekali Lebih dari 175 Sumber : Tarwaka dkk (2004)

2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Denyut Nadi 1.

  Usia Frekuensi nadi secara bertahap akan menetap memenuhi kebutuhan oksigen selama pertumbuhan. Pada masa remaja, denyut nadi menetap dan iramanya teratur.

  Pada orang dewasa efek fisiologis usia dapat berpengaruh pada sistem kardiovaskuler. Denyut nadi paling cepat ada pada bayi kemudia frekuensi denyut nadi menurun seiring dengan pertambahan usia (Pearce, 1999).

Tabel 2.3 Frekuensi Nadi Menurut Berbagai Usia No Usia Frekuensi Nadi (per menit)

  1 < 1 bulan 90-170 2 < 1 tahun 80-160 3 2 tahun 80-120 4 6 tahun 75-115 5 10 tahun 70-110

  6

  14 65-100

  Tahun 7 >14 tahun 60-100

  Sumber : Pearce (1999) Frekuensi nadi secara bertahap akan menetap memenuhi kebutuhan oksigen selama pertumbuhan. Pada masa remaja, denyut nadi menetap dan iramanya teratur.

  Pada orang dewasa efek fisiologis usia dapat berpengaruh pada sistem kardiovaskuler. Pada usia yang lebih tua penentuan denyut nadi kurang dapat dipercaya (Pearce, 1999).

  2. Jenis Kelamin Denyut nadi yang tepat dicapai pada kerja maksimum wanita lebih tinggi dari pada laki-laki. Pada laki-laki muda dengan kerja 50% maksimal rata-rata nadi kerja mencapai 128 denyut per menit, sedangkan pada wanita 138 denyut per menit. Pada kerja maksimal pria rata-rata nadi kerja mencapai 154 denyut per menit dan pada wanita 164 denyut per menit (Santoso, 2004).

  3. Keadaan Kesehatan Pada orang yang tidak sehat dapat terjadi perubahan irama atau frekuensi denyut nadi secara tidak teratur. Kondisi seseorang yang baru sembuh dari sakit maka frekuensi nadinya cenderung meningkat (Pearce, 1999).

  4. Riwayat Kesehatan Riwayat seseorang berpenyakit jantung, hipertensi atau hipotensi akan mempengaruhi kerja jantung. Penderita anemia (kurang darah) akan mengalami peningkatan kebutuhan oksigen sehingga Cardiac output meningkat yang mengakibatkan peningkatan denyut nadi (Pearce, 1999).

  5. Rokok dan Kafein Rokok dan kafein juga dapat meningkatkan denyut nadi. Pada suatu studi mengatakan merokok sebelum bekerja menyebabkan denyut nadi meningkat 10 sampai 20 denyut per menit dibandingkan orang yang bekerja tidak didahului dengan merokok. Pada kafein secara statistik tidak ada perubahan yang signifikan pada variabel metabolik kardiovaskuler kerja maksimal dan sub maksimal (Santoso, 2005).

  6. Intensitas dan Lama Kerja Berat atau ringannya intensitas kerja berpengaruh terhadap denyut nadi. Lama kerja, waktu istirahat, dan irama kerja yang sesuai dengan kapasitas optimal manusia akan ikut mempengaruhi frekuensi nadi sehingga tidak melampaui batas maksimal. Batas kesanggupan kerja sudah tercapai bila bilangan nadi kerja (rata-rata nadi selama kerja) mencapai angka 30 denyut per menit dan diatas bilangan nadi istirahat.

  Sedang nadi kerja tersebut tidak terus menerus menanjak dan sehabis kerja pulih kembali pada nadi istirahat sesudah ± 15 menit (Santoso, 2005).

  7. Cuaca Kerja Cuaca kerja baik cuaca kerja panas atau dingin juga akan mempengaruhi sistem sirkulasi dan denyut nadi. Cuaca kerja panas dapat menyebabkan bahan tambahan pada jantung dan sirkulasi darah. Pada waktu melakukan pekerjaan fisik yang berat di lingkungan panas, maka darah akan mendapat beban tambahan karena harus membawa oksigen kebagian otot yang sedang bekerja dan membawa panas dari dalam tubuh ke permukaan kulit sehingga menjadi beban tambahan bagi jantung yang harus memompa darah lebih banyak lagi yang mengakibatkan frekuensi denyut nadipun lebih cepat (Santoso, 2005).

2.2.5 Pengukuran Denyut Nadi

  Metode pengukuran denyut nadi menurut Nurmianto (2006) : 1. Metode Palpasi Metode ini dilakukan terhadap subyek dalam keadaan diam atau istirahat.

  Perabaan untuk menghitung denyut nadi dapat dilakukan dengan meletakkan ujung jari 3 jari (jari telunjuk, jari tengah dan jari manis) pada pergelangan tangan bagian luar arah ibu jari, atau juga didaerah leher kiri/kanan, dan dibawah sudut dagu. Arah ketiga jari membentuk garis lurus sesuai dengan panjang sumbu tubuh. Perhitungan menggunakan stopwatch.

  2. Metode Auskultasi Metode ini menggunakan stetoskop (alat dengar) untuk mendengarkan denyut jantung. Tinggal menghitung berapa denyut dalam waktu 5 detik, 10 detik, atau dalam 15 detik. Hasil dikalikan dengan 12, 6, dan 4 sesuai lama mendengarkan detikan tersebut. Metode ini baik digunakan bila subyek diam tak bergerak.

  3. Electrocardiografi (ECG)

  ECG merupakan alat rekam jantung sehingga grafik aktifitas listrik jantung dapat terekam. Dari gambar grafik tersebut dapat dihitung berapa denyut jantung per menit. Alat ini mahal dan tidak praktis dilapangan. ECG tidak bias dipakai untuk subyek yang bergerak dan biasanya dipakai di bangsal perawatan.

  4. ECG Nirkabel ECG nirkabel menggunakan alat sensor yang dipasang di dada, lalu secara telemetri rekaman dapat diterima penerima dan langsung digambar listrik jantungnya.

  Alat ini dapat digunakan pada subyek yang bergerak aktif tanpa mengganggu aktivitas yang dilakukan.

5. Sport Tester

  Merupakan alat rekam yang dipasang di dada yang kemudian merekam denyut jantung dan selanjutnya ditampilkan dalam monitor komputer.

  6. Pulsemeter Pulsemeter adalah alat untuk mengukur detak jantung. Pulsemeter akan

  langsung menunjukka pada satu angka.

2.3 Hubungan Tekanan Panas terhadap Denyut Nadi

  Tenaga kerja yang terpapar panas di lingkungan kerja akan mengalami heat

  

strain . Heat strain atau regangan panas merupakan efek yang diterima tubuh atas

  beban iklim kerja tersebut (Santoso, 2005). Indikator heat strain adalah peningkatan denyut nadi, tekanan darah, suhu tubuh, pengeluaran keringat dan penurunan berat bada (Wignjosoebroto, 2003).

  Denyut nadi seseorang akan terus meningkat bila suhu tubuh meningkat kecuali bila pekerja yang bersangkutan telah beraklimatisasi terhadap suhu udara yang tinggi. Denyut nadi maksimum untuk orang dewasa adalah 180-200 denyut per menit dan keadaan ini biasanya hanya dapat berlangsung dalam waktu beberapa menit saja (Santoso, 2005).

  Pemaparan panas dapat menyebabkan beban tambahan pada sirkulasi darah, maka darah akan mendapat beban tambahan, karena harus membawa oksigen ke bagian otot yang sedang bekerja. Pada waktu melakukan pekerjaan fisik yang berat di lingkungan panas, maka darah akan mendapat beban tambahan karena harus membawa oksigen kebagian otot yang sedang bekerja dan membawa panas dari dalam tubuh ke permukaan kulit sehingga menjadi beban tambahan bagi jantung yang harus memompa darah lebih banyak lagi yang mengakibatkan frekuensi denyut nadipun lebih cepat (Santoso, 2005).

  Menurut Tarwaka (2004) bahwa reaksi fisiologis tubuh (heat strain) oleh karena peningkatan temperatur udara diluar comfort zone adalah sebagai berikut : a.

  Vasodilatasi b. Denyut jantung meningkat c. Temperatur kulit meningkat d. Suhu inti tubuh pada awalnya turun kemudian meningkat dan lain-lain.

2.4 Kerangka Konsep

  Kerangka konsep pada penelitian ini sebagai berikut:

  Gambar. 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Variabel Dependen

  Denyut Nadi

  Variabel Independen

  Tekanan Panas