BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Laporan Keuangan 2.1.1 Pengertian Analisis Laporan Keuangan - Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Dengan Refined Economic Value Added dan Financial Value Added Serta Pengaruhnya Terhadap Harga Saham Perusahaan Food An

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis Laporan Keuangan

  2.1.1 Pengertian Analisis Laporan Keuangan

  Kondisi keuangan perusahaan yang sesungguhnya sangat penting diketahui oleh pemilik dan manajemen. Kondisi keuangan yang dimaksud ialah mengetahui seberapa besar jumlah harta, kewajiban, serta modal. Kemudian juga mengetahui jumlah pendapatan yang diterima dan jumlah biaya yang dikeluarkan selama periode tertentu. Dengan demikian, dapat diketahui bagaimana kondisi keuangan perusahaan sehingga akan terlihat apakah perusahaan dapat mencapai target yang telah direncanakan sebelumnya atau tidak.

  Menurut Subramanyam dan Wild (2010:4), analisis laporan keuangan adalah aplikasi dari alat dan teknik analisis untuk laporan keuangan bertujuan umum dan data-data yang berkaitan untuk menghasilkan estimasi dan kesimpulan yang bermanfaat dalam analisis bisnis. Hasil dari analisis laporan keuangan juga akan memberikan informasi tentang kelemahan dan kekuatan yang dimiliki perusahaan. Dengan mengetahui kelemahan dan kekuatan yang dimiliki, maka manajemen dapat memperbaiki kelemahan tersebut dan meningkatkan kekuatannya untuk dijadikan modal selanjutnya.

  2.1.2 Tujuan dan Manfaat Analisis Laporan Keuangan

  Analisis keuangan perlu dilakukan secara terpadu dan komprehensif; biasanya meliputi kegiatan untuk mengkaji kinerja perusahaan beberapa tahun ke belakang (historical financial statements analysis), bila ada sedikitnya 5 tahun, dalam suatu tabel analisis komprehensif. Hal ini dilakukan agar lebih tepat dalam menilai kemajuan atau kinerja manajemen dari periode ke periode selanjutnya, khususnya tentang stabilitas, pertumbuhan dan potensinya dalam memberikan

  return kepada pemegang saham.

  Secara umum dikatakan bahwa tujuan dan manfaat analisis laporan keuangan adalah sebagai berikut (Kasmir, 2008:92):

  1. Untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan dalam satu periode tertentu, baik harta, kewajiban, modal, maupun hasil usaha yang telah dicapai untuk beberapa periode; 2. Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan apa saja yang menjadi kekurangan perusahaan;

  3. Untuk mengetahui kekuatan-kekuatan yang dimiliki; 4.

  Untuk mengetahui langkah-langkah perbaikan apa saja yang perlu dilakukan ke depan yang berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan saat ini;

  5. Untuk melakukan penilaian kinerja manajemen ke depan apakah perlu penyegaran atau tidak karena sudah dianggap berhasil atau gagal;

  6. Dapat juga digunakan sebagai pembanding dengan perusahaan sejenis tentang hasil yang mereka capai.

2.1.3 Langkah atau Prosedur Analisis Keuangan

  Analisis kinerja keuangan merupakan proses pengkajian secara kritis terhadap perusahaan menyangkut review data, menghitung, mengukur, menginterprestasi, dan memberi solusi terhadap keuangan pada suatu periode tertentu (Jumingan, 2006:240). Sebelum melakukan analisis laporan keuangan, diperlukan langkah-langkah atau prosedur tertentu. Hal ini diperlukan agar urutan proses analisis mudah untuk dilakukan. Adapun langkah atau prosedur yang dilakukan dalam analisis keuangan (Kasmir, 2008:95) adalah:

  1. Mengumpulkan data keuangan dan data pendukung yang diperlukan selengkap mungkin, baik untuk satu periode maupun beberapa periode;

  2. Melakukan pengukuran-pengukuran atau perhitungan-perhitungan dengan rumus-rumus tertentu, sesuai dengan standar yang biasa digunakan secara cermat dan teliti, sehingga hasil yang diperoleh benar-benar tepat; 3. Melakukan perhitungan dengan memasukkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan secara cermat;

  4. Memberikan interprestasi terhadap hasil perhitungan dan pengukuran yang telah dibuat;

5. Membuat laporan tentang posisi keuangan perusahaan; 6.

  Memberikan rekomendasi yang dibutuhkan sehubungan dengan hasil analisis tersebut.

2.2 Rasio Keuangan

2.2.1 Pengertian Rasio Keuangan

  Ada beberapa teknik analisis laporan keuangan yang digunakan, salah satu caranya adalah dengan analisis rasio. Analisis rasio keuangan digunakan untuk membandingkan kinerja suatu perusahaan pada tahun-tahun tertentu dengan kinerja tahun-tahun sebelumnya dan sesudahnya atau membandingkan kinerja perusahaan dengan kinerja perusahaan lain dari industri yang sama. Menurut Brigham dan Houston (2010:133), rasio keuangan dirancang untuk membantu mengevaluasi laporan keuangan. Dari hasil analisis rasio, dapat diketahui posisi keuangan perusahaan yang berkaitan dengan masalah likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas perusahaan.

2.2.2 Kelebihan dan Kelemahan Rasio Keuangan

  Analisis rasio keuangan merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengetahui atau menggambarkan posisi kinerja keuangan perusahaan. Menurut Harahap (2006:298) rasio keuangan memiliki keunggulan antara lain adalah: 1.

  Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistic yang lebih mudah dibaca dan ditafsirkan.

  2. Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit.

  3. Mengetahui posisi perusahaan di tengah indsutri lain.

  4. Sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model-model pengambilan keputusan dan model prediksi (Z-score).

  5. Menstandarisir size perusahaan.

  6. Lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan perusahaan lain atau melihat perkembangan perusahaan secara periodic atau time series.

  7. Lebih mudah melihat trend perusahaan serta melakukan prediksi di masa yang akan datang.

  Namun, walaupun dapat memberikan informasi yang berguna atas kondisi keuangan perusahaan, analisis rasio memiliki keterbatasan yang membutuhkan perhatian dan pertimbangan lanjut. Menurut Brigham dan Houston (2010:161) rasio keuangan memiliki keterbatasan atau kelemahan antara lain:

  1. Kebanyakan perusahaan besar mengoperasikan beberapa divisi dalam industri yang berlainan, dan bagi perusahaan seperti ini akan sulit untuk mengembangkan rata-rata industri yang berarti. Oleh karena itu, analisis rasio lebih bermanfaat bagi perusahaan kecil yang memiliki fokus lebih sempit dibandingkan perusahaan besar yang multidivisional.

  2. Sebagian besar perusahaan menginginkan hasil di atas rata-rata sehingga hanya mencapai kinerja rata-rata tidak selalu berarti sesuatu yang baik.

  Sebagai sasaran untuk kinerja tingkat tinggi, akan lebih baik jika berfokus pada rasio-rasio pemimpin industri. Dalam hal ini, benchmarking akan dapat membantu.

  3. Inflasi telah mendistorsikan neraca banyak perusahaan. Nilai tercatat sering kali sangat jauh berbeda dengan nilai yang “sebenarnya”.

  4. Faktor musiman juga dapat mendistorsi analisis rasio. Misalnya, rasio perputaran persediaan untuk perusahaan pengolah makanan akan sangat jauh berbeda jika angka neraca persediaan yang digunakan adalah angka tepat sebelum dibandingkan dengan angka setelah akhir musim pengalengan.

  5. Perusahaan dapat menggunakan teknik “window dressing” untuk membuat laporan keuangannya terlihat lebih kuat.

  6. Praktik akuntansi yang berlainan dapat mendistorsi perbandingan.

  7. Sulit mengatakan apakah suatu rasio tertentu itu “baik” atau “buruk”.

  Misalnya, tingginya rasio lancar mungkin mengindikasikan posisi likuiditas yang kuat yang artinya baik, atau perusahaan memiliki kas yang berlebih yang artinya buruk (karena kelebihan kas di bank merupakan aset yang non- produktif).

  8. Suatu perusahaan mungkin memiliki beberapa rasio yang terlihat “bagus” dan beberapa rasio lain yang terlihat “buruk” sehingga membuat kita sulit menilai secara keseluruhan apakah perusahaan tersebut kuat atau lemah.

  Sedangkan beberapa kelemahan dari analisis rasio keuangan untuk mengukur kinerja keuangan (Asnawi dan Wijaya, 2010:43) adalah:

  1. Rasio ini hanya berkaitan dengan data kuantitatif. Rasio keuangan tidak mempertimbangkan berbagai faktor kualitatif seperti nilai etika, kualitas manajemen, moral pekerja, dan lain-lain. Hal-hal tersebut perlu dipertimbangkan jika ingin melakukan evaluasi terhadap perusahaan.

  2. Manajemen dapat melakukan ‘pemanisan’ terhadap rasio keuangan.

  3. Membandingkan rasio antar perusahaan dapat menyebabkan interpretasi yang keliru, hal ini karena dimungkinkan terjadi perbedaan metode akuntansi yang dipakai, misalnya depresiasi, pengakuan pendapatan, serta aset tak berwujud. Untuk alasan ini maka analis membuat perbandingan akuntansi terlebih dahulu sebelum perbandingan rasio.

  4. Menggunakan berbagai definisi dari rasio yang umum dipakai oleh banyak analis. Hal ini dapat menciptakan perbandingan serta interpretasi yang keliru.

  5. Catatan akuntansi berdasarkan data historis rupiah maka perubahan dari daya beli rupiah (terhadap rupiah) dapat menyebabkan distorsi jika membandingkan rasio antar waktu.

  6. Menggunakan hanya rasio tidaklah memiliki signifikansi. Telah ada kesepakatan bahwa rasio ditentukan oleh industri, strategi manajemen, dan kondisi ekonomi secara umum. Rasio harus dievaluasi disesuaikan dengan konteks bisnisnya.

  7. Rasio dihitung berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan, menunjukkan hubungannya dengan kejadian di masa lalu. Jika analis tertarik pada masa depan sebaiknya tidak memercayai data masa lalu.

2.3 Refined Economic Value Added (REVA)

  2.3.1 Pengertian Refined Economic Value Added (REVA)

  Bacidore menyempurnakan konsep EVA sehingga menghasilkan konsep

  

Refined Economic Value Added (REVA). Konsep ini dalam perhitungannya

  memakai komponen seperti dalam perhitungan EVA, namun dibedakan dalam memperlakukan modal. EVA memakai nilai buku ekonomis (economic book

  

value ) sedangkan REVA menggunakan nilai pasar badan usaha (market value of

the firm ), karena dianggap lebih mencerminkan kekayaan pemegang saham

  daripada nilai buku ekonomis. Dalam REVA, laba operasi setelah pajak (NOPAT) dikurangi dengan biaya modal dari nilai pasar modal yang diinvestasikan (Bacidore, 1997).

  2.3.2 Metode Perhitungan Refined Economic Value Added (REVA)

  Secara matematis, pengukuran REVA dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut (Bacidore, 1997): REVA = NOPAT – (WACC x M.Value )

  t t-1 Keterangan: REVA = Refined Economic Value Added NOPAT = Net Operating Profit After Taxes in period t WACC = Weighted Average Cost of Capital M. Capital t-1 = Market Value of The Firm’s Interprestasi dari hasil pengukuran REVA dapat dijelaskan sebagai berikut: a.

  Jika REVA > 0, hal ini menunjukkan telah terjadi proses nilai tambah ekonomis bagi perusahaan atau ada nilai ekonomis lebih setelah perusahaan membayarkan semua kewajiban kepada para penyandang dana baik kreditur maupun pemegang saham di pasar modal.

  b.

  Jika REVA = 0, hal ini menunjukkan tidak terjadi proses nilai tambah maupun pengurangan ekonomis karena laba telah habis digunakan membayar kewajiban kepada para penyandang dana baik kreditur maupun pemegang saham di pasar modal.

  c.

  Jika REVA < 0, hal ini menunjukkan tidak terjadi proses nilai tambah ekonomis bagi perusahaan atau perusahaan tidak mampu membayarkan kewajiban kepada para penyandang dana baik kreditur maupun pemegang saham di pasar modal.

2.3.3 Net Operating Profit After Tax (NOPAT)

  Net Operating Profit After Tax (NOPAT) atau laba bersih setelah pajak

  merupakan sejumlah laba perusahaan yang akan dihasilkan jika perusahaan tersebut tidak memiliki utang dan tidak memiliki aset finansial. NOPAT dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Gitman, 2006:111):

  NOPAT = EBIT (1 – Tarif Pajak) Keterangan: NOPAT = Net Operating Profit After Tax EBIT = Earning Before Interest and Tax

  Faktor yang non-operasional dan laba-rugi luar biasa, seperti laba/rugi dari penghentian unit usaha serta beberapa akun rugi lain-lain yang sama sekali tidak berhubungan dengan kegiatan operasional rutin perusahaan dan tidak ada keterangan yang jelas dalam catatan laporan keuangan perusahaan, tidak diikutsertakan dalam perhitungan NOPAT.

2.3.4 Weighted Average Cost of Capital (WACC)

  Weighted Average Cost of Capital (WACC) atau biaya modal rata-rata

  tertimbang adalah biaya ekuitas dan biaya utang masing-masing dikalikan dengan presentasi ekuitas dan utang dalam struktur modal perusahaan. WACC dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Brealey et al., 2008:11):

  D E 1 − T ) r

  • WACC = r (

  d c e

  V V Keterangan: D = Debt (Utang) E = Equity (Ekuitas) V = Debt + Equity r d = Biaya Utang r e = Biaya Ekuitas T c = Pajak

  Perusahaan dapat menghitung WACC dengan mengetahui hal-hal sebagai berikut:

  1. Jumlah utang dalam struktur modal, pada nilai pasar 2.

  Jumlah ekuitas dalam struktur modal, pada nilai pasar 3. Biaya utang 4. Tingkat pajak 5. Biaya ekuitas 6. Total investasi

  Cost of capital atau biaya modal mempunyai dua makna, tergantung dari

  sisi investor atau perusahaan. Dari sudut pandang investor, cost of capital adalah

opportunity cost dari dana yang ditanamkan investor pada suatu perusahaan.

  Sedangkan, dari sudut pandang perusahaan, cost of capital adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh sumber dana yang dibutuhkan.

  Untuk praktisi keuangan, istilah cost of capital ini digunakan sebagai: 1.

  Discount rate untuk membawa cash flow pada masa mendatang suatu proyek ke nilai sekarang.

  2. Tarif minimum yang diinginkan untuk menerima proyek baru.

  3. Biaya modal dalam perhitungan REVA.

  Komponen dari cost of capital terdiri dari cost of debt (biaya utang) dan

  

cost of equity (biaya ekuitas). Utang adalah pinjaman perusahaan masa kini yang

  timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi. Utang terdiri dari utang jangka pendek dan utang jangka panjang. Sedangkan ekuitas adalah suatu hak yang tersisa atas aktiva suatu lembaga (entity) setelah dikurangi kewajibannya dalam perusahaan. Ekuitas terdiri dari modal saham dan saldo laba. Modal saham meliputi saham preferen dan saham biasa.

  Cost of debt atau biaya utang timbul akibat perusahaan menggunakan

  sumber dana dari kreditor (Prihadi, 2013:459). Biaya utang adalah tingkat pengembalian yang dikehendaki karena adanya resiko kredit (credit risk), yaitu resiko perusahaan dalam memenuhi kewajiban pembayaran bunga utang yang harus dibayarkan kepada kreditur. Semakin lama utang jatuh tempo maka resiko kreditnya akan semakin besar. Mengingat biaya utang (bunga) dibayar sebelum perusahaan memperhitungkan pajak penghasilan (tax deductible), maka biaya riil yang ditanggung perusahaan adalah biaya utang setelah pajak (cost of debt after

  tax ). Biaya utang setelah pajak dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Block

  dan Hirt, 2005:315) berikut: Kd = Yield (1 – T)

  Keterangan: Kd = Cost of Debt

  Yield = Pay on a before-tax basis

  T = Tax

  Cost of equity atau biaya ekuitas merupakan biaya yang timbul dari

  penggunaan dana yang berasal dari investor (Prihadi, 2013:437). Biaya ekuitas adalah tingkat pengembalian yang dikehendaki investor karena adanya ketidakpastian tingkat laba. Kewajiban membayar bunga dan pokok utang membuat laba bersih perusahaan lebih bervariasi (naik turun). Biaya ekuitas secara teoritis lebih mahal jika dibandingkan dengan biaya utang. Hal ini disebabkan karena saham memiliki hak residu (sisa) terhadap perusahaan.

  Artinya, jika perusahaan dalam keadaan buruk atau mengalami likuidasi, maka asset-aset perusahaan harus terlebih dahulu dibayarkan kepada pemegang obligasi (surat utang). Jika ada sisanya, barulah dibayarkan kepada pemegang saham. Biaya ekuitas dapat dinyatakan dalam rumus berikut (Herbst, 2002:33):

  • K = R β ( R − R )

  e f m f

  Keterangan: k e = Biaya ekuitas (Cost of Equity) R f = Risiko Bebas

  = Beta Koefisien β R m = Return Market

  2.3.5 Market Value of The Firm’s Market Value of The Firm’s merupakan penjumlahan dari nilai pasar ekuitas

  (market value of equity) pada periode t-1 dengan nilai buku utang (book value of

  

debt ) pada periode t (Bacidore, 1997:15). Nilai pasar ekuitas dihitung dengan

  mengalikan harga saham dengan jumlah saham yang beredar (Brigham dan Houston, 2010:111). Seperti dinyatakan berikut:

  Market value of equity = Closing price year end x Outstanding stock Book

  Sedang nilai buku utang merupakan penjumlahan dari utang jangka pendek dengan utang jangka panjang. Rumus dapat ditulis sebagai berikut:

  Book Value of debt = Short term debt + Long term debt

  2.3.6 Kelebihan dan Kelemahan Refined Economic Value Added (REVA) Refined Economic Value Added (REVA) sebagai metode perhitungan

  pengukuran kinerja perusahaan tentu memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Terdapat beberapa kelebihan refined economic value added (REVA), yakni:

  1. Refined Economic Value Added (REVA) bermanfaat sebagai penilai kinerja yang berfokus pada penciptaan nilai (value creation), membuat perusahaan lebih memperhatikan struktur modal, dan dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kegiatan atau proyek yang memberikan pengembalian lebih tinggi daripada biaya modal (cost of capital).

  2. Manajemen dipaksa untuk mengetahui berapa the true cost of capital dari bisnisnya sehingga tingkat pengembalian bersih dari modal yang merupakan hal yang sesungguhnya menjadi perhatian para investor dapat diperlihatkan secara jelas.

  3. Manajer akan berpikir dan bertindak seperti halnya pemegang saham yaitu memilih investasi yang memaksimumkan tingkat pengembalian dan meminimumkan tingkat biaya modal sehingga nilai perusahaan dapat dimaksimumkan.

  Adapun beberapa kelemahan financial value added (FVA), yaitu: 1.

  REVA yang dalam perhitungannya menyatakan menggunakan nilai pasar (market value) ternyata hanya ekuitas saja yang menggunakan market value of equity sedangkan hutang masih menggunakan book value of debt.

2. Secara praktis, penerapan REVA masih sulit, karena proses perhitungan

  REVA memerlukan estimasi atas biaya modal (cost of capital) dan estimasi ini terutama untuk perusahaan yang belum go public.

2.4 Financial Value Added (FVA)

2.4.1 Pengertian Financial Value Added (FVA)

  Financial Economic Value Added atau lebih singkat disebut Financial Value

Added (FVA) merupakan metode baru dalam mengukur kinerja dan nilai tambah

  perusahaan. Metode ini mempertimbangkan kontribusi fixed asset dalam menghasilkan keuntungan bersih perusahaan (Iramani, 2005).

  Financial Value Added (FVA) adalah selisih antara laba operasi setelah

  pajak (NOPAT) dengan equivalent depreciation yang telah dikurangi dengan penyusutan. Hasil perhitungan FVA yang positif menunjukkan bahwa keuntungan bersih dan penyusutan dapat menutupi equivalent depreciation. Jika hal ini terjadi maka perusahaan akan dapat meningkatkan pengembalian atas modal yang telah ditanamkan di dalam perusahaan sehingga akan dapat meningkatkan kekayaan pemegang sahamnya.

  Terdapat tiga keputusan dalam manajemen keuangan yang akan menjadi

  

value drivers bagi terciptanya Financial Value Added. Ketiga keputusan tersebut

  adalah: 1.

  Operating Decision Suatu keputusan yang harus diambil oleh perusahaan dalam menghasilkan volume penjualan dan mengelola biaya-biaya yang timbul baik variable cost maupun fixed cost sedemikian rupa sehingga menghasilkan operating profit

  

margin bagi perusahaan. Pertumbuhan volume penjualan (sales growth)

  merupakan indikator dari pertumbuhan perusahaan yang ini merupakan value

  

driver bagi terciptanya Financial Value Added. Dengan sales growth yang tinggi dan income tax rate tertentu akan meningkatkan operating proft margin yang pada akhirnya financial value added diharapkan juga akan meningkat.

  2. Financing Decision Suatu keputusan pembiayaan perusahaan dimana perusahaan harus menentukan sumber dana yang paling efisien, yang direfleksikan oleh cost of

  

capital yang dibayarkan selama periode n. Cost of capital ini kemudian

  menjadi faktor pembagi terhadap nilai income yang diterima. Dalam konteks

  

value driver , semakin rendah cost of capital yang ditanggung oleh perusahaan

maka semakin besar nilai per 1 sen uang yang diterima oleh perusahaan.

  Konsekuensinya, pada formula measure, semakin kecil cost of capital, semakin besar income yang diterima, sehingga semain besar bilai FVA.

  3. Investment Decision Suatu keputusan manajemen terhadap pilihan-pilihan investasi yang secara normatif harus mampu memaksimalkan nilai perusahaan. Proses pemilihan alternatif investasi harus mempertimbangkan sumber-sumber pendanaan yang terlibat, karena akan mempengaruhi struktur modal perusahaan. Hal ini juga mempengaruhi komposisi working capital dan fixed capital yang merupakan komponen pengubah nilai dalam konteks pengukuran FVA. Manajemen harus bisa mengoptimalkan pengelolaan working capital dan fixed capital-nya agar tidak tercipta idle capital atau capital yang kurang efektif dalam proses peningkatan nilai perusahaan. Otomatis, jumlah working capital dan fixed

  

capital yang besar akan menciptakan tanggungan cost of capital yang lebih besar bagi perusahaan. Ini juga akan menurunkan nilai FVA, karena sumber dana menjadi besar.

2.4.2 Metode Perhitungan Financial Value Added (FVA)

  Secara matematis, pengukuran FVA dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut (Sandias, 2002): FVA = NOPAT – (ED – D)

  Keterangan: FVA = Financial Value Added NOPAT = Net Operating Profit After Taxes ED = Equivalent Depreciation D = Depreciation Interprestasi dari hasil pengukuran FVA dapat dijelaskan sebagai berikut : a.

  Jika FVA > 0, hal ini menunjukkan terjadi nilai tambah finansial bagi perusahaan.

  b.

  Jika FVA = 0, hal ini menunjukkan posisi impas bagi perusahaan.

  c.

  Jika FVA < 0, hal ini menunjukkan tidak terjadi nilai tambah finansial bagi perusahaan.

  Perusahaan tentunya akan berusaha untuk memiliki nilai tambah finansial bagi perusahaan dimana FVA bernilai positif atau lebih besar dari nol, hal ini terjadi manakala keuntungan bersih perusahaan dan penyusutan dapat menutupi

  

equivalent depreciation atau (NOPAT + D) lebih besar dari ED. Jika ini tercapai

maka perusahaan dapat meningkatkan kekayaan pemegang sahamnya.

  2.4.3 Equivalent Depreciation Equivalent Depreciation adalah jumlah biaya-biaya yang sederajat dengan

  biaya penyusutan yang sebenarnya dimana diberikan kepada perusahaan berdasarkan penerimaan output untuk investasi aset. Rumus untuk menghitung

  equivalent depreciation (ED) adalah sebagai berikut (Sandias, 2002):

  ED = (Q – VC)(1 – T) – FC(1 – T) + (D x T) Keterangan: ED = Equivalent Depreciation Q = Penjualan

  VC = Variable Cost (Biaya Variabel) T = Tarif Pajak FC = Fixed Cost (Biaya Tetap) D = Depreciation

  2.4.4 Penyusutan (Depreciation)

  Menurut Gitman (2006:104), penyusutan atau depreciation adalah pengalokasian harga perolehan aktiva secara sistematik dan rasional selama masa manfaat dari aktiva yang bersangkutan. Akan tetapi ada kecenderungan di kalangan pembaca laporan keuangan untuk menafsirkan penyusutan akuntansi sebagai pengumpulan dana untuk mengganti aktiva tersebut kelak. Akan tetapi ini tidak berarti bahwa dana kas yang besarnya sama dengan penyusutan yang tercatat akan disisihkan untuk penggantian aktiva tetap. Pendapatan mungkin saja digunakan untuk berbagai keperluan seperti meningkatkan persediaan, meningkatkan piutang, dan pos-pos modal kerja lainnya, untuk perolehan aktiva tetap atau pos-pos tidak lancar lain yang baru.

2.4.5 Kelebihan dan Kelemahan Financial Value Added (FVA)

  Financial Value Added (FVA) sebagai metode perhitungan pengukuran

  kinerja perusahaan tentu memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Menurut Iramani (2005) terdapat beberapa kelebihan financial value added (FVA), yakni: 1.

  Ditilik ulang konsep NOPATD, FVA melalui definisi Equivalent

  Depreciation mengintegrasikan seluruh kontribusi aset bagi kinerja perusahaan, demikian juga opportunity cost dari pembiayaan perusahaan.

  Kontribusi ini konstan sepanjang umur proyek investasi.

  2. FVA secara jelas mengakomodasi kontribusi konsep value growth duration (durasi proses penciptaan nilai) sebagai unsur penambah nilai. Unsur ini merupakan hasil pengurangan nilai Equivalent Depreciation akibat bertambah panjangnya umur aset dimana aset bisa terus berkontribusi bagi kinerja perusahaan.

  3. FVA mengedepankan konsep Equivalent Depreciation dan Accumulated Equivalent tampaknya lebih akurat menggambarkan financing costs.

  Adapun beberapa kelemahan financial value added (FVA), yaitu: 3.

  FVA kurang praktis dalam mengantisipasi fenomena bila perusahaan menjalankan investasi baru di tengah-tengah masa investasi yang diperhitungkan.

  4. Pemakaian FVA sebagai metode perhitungan tidak lebih praktis jika dibandingkan dengan EVA ataupun financial ratio.

2.5 Penelitian Terdahulu

  Bosra et al. (2013) juga melakukan penelitian dengan judul “The

  Relationship between Economic Value Added and Refined Economic Value Added

with Stock Returns in the Companies Listed in Tehran Stock Exchange (to the

Breakdown of Industries )”. Kesimpulan dari hasil penelitian bahwa berdasarkan

  F-Limer test dan Hausman test, hampir di seluruh industri menunjukkan bahwa hubungan economic value added dengan pengembalian saham (stock returns) lebih baik dibandingkan dengan refined economic value added. Namun berdasarkan nilai dari statistik-t bahwa hubungan refined economic value added dengan pengembalian saham (stock returns) lebih baik dan signifikan dibandingkan dengan economic value added.

  Rahmatika (2012) yang berjudul “Analytical Comparison of Financial

  

Performance PT. Semen Indonesia Tbk. and PT. Indocement Tbk. Using

Economic Value Added (EVA), Financial Value Added (FVA), and Shareholder

Value Added (SVA) Methods”. Kesimpulan dari hasil penelitian adalah bahwa

  dengan menggunakan metode pengukuran kinerja yang berbeda maka kita bisa memperoleh hasil yang berbeda. Kinerja keuangan PT. Semen Indonesia Tbk. lebih baik jika diukur dengan metode EVA. Sementara kinerja keuangan PT. Indocement Tbk. lebih baik jika diukur dengan metode FVA dan SVA.

  Nasution (2010) yang berjudul “Analisis Kinerja Keuangan Berdasarkan

  Economic Value Added (EVA) dan Financial Value Added (FVA) pada PTPN IV

  Medan”. Hasil dari penelitiannya adalah PTPN IV telah mampu meningkatkan

  nilai perusahaannya dilihar dari EVA dan FVA yang selalu positif selama periode 2003 sampai dengan 2007, kecuali FVA pada tahun 2006.

  Bakar (2010) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Perbandingan Kinerja Perusahaan Telekomunikasi dengan Menggunakan EVA, REVA, FVA, dan MVA”. Hasil dari penelitiannya adalah kelima perusahaan telekomunikasi memiliki kinerja keuangan yang berbeda baik nilai (besarnya, Rp) maupun kondisinya (positif atau negatif) dari tahun 2006 sampai tahun 2010. Adanya perbedaan kebijkan bisnis dalam pengelolaan keuangan dari kelima perusahaan telekomunikasi, terkait kebijakan: investasi, operasional, dan finansial, yang mempengaruhi nilai indikator pengukuran kinerja berbasis nilai tambah (value added ).

Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu No. Peneliti/Tahun Judul Penelitian Variabel Teknik Analisis Data Hasil Penelitian

  1 Fatemeh Rezanezhad Bosra, Rahmatolla Azad, and Milad Emamgholipour /2013

  “The Relationship between Economic Value Added and Refined Economic Value Added with Stock Returns in the Companies Listed in Tehran Stock Exchange (to the Breakdown of Industries )”

Independent

  • Analisis Model Data Panel - F-Limer test
  • Berdasarkan F- Limer test dan Hausman test, hampir di seluruh industri menunjukkan bahwa hubungan EVA dengan pengembalian saham lebih baik dibandingkan dengan REVA.

  

Variable =

1. EVA

  2. REVA

Dependent

Variable

  • Hausman test
  • Nilai statistik-t

  = Stock

Returns

  • Namun berdasarkan nilai dari statistik-t bahwa hubungan REVA dengan pengembalian saham lebih baik dan signifikan dibandingkan dengan EVA.

  

Lanjutan Tabel 2.1

Ringkasan Penelitian Terdahulu

No. Peneliti/Tahun Judul Penelitian Variabel Teknik Analisis Data Hasil Penelitian

2 Rahmatika/2012 “Analytical

  • EVA
  • Metode analisis deskriptif dengan menghitung masing-masing komponen REVA dan FVA
  • Metode pengukuran kinerja yang berbeda maka kita bisa memperoleh hasil yang berbeda.
  • FVA
  • SVA
  • Kinerja keuangan PT. Semen Indonesia Tbk. lebih baik jika diukur dengan metode EVA Sedangkan kinerja keuangan PT. Indocement Tbk.
  • Metode analisis statistik dengan melakukan Uji-t.
  • EVA

  Comparison of Financial Performance PT. Semen Indonesia Tbk. and PT. Indocement Tbk. Using Economic Value Added (EVA), Financial Value Added (FVA), and Shareholder Value Added (SVA) Methods

  lebih baik jika diukur dengan metode FVA dan SVA.

  3 Nasution/2010 “Analisis Kinerja Keuangan Berdasarkan Economic Value Added (EVA) dan Financial Value Added (FVA) pada PTPN IV Medan”

  mampu meningkatkan nilai perusahaannya dilihar dari EVA dan FVA yang selalu positif selama periode 2003 sampai dengan 2007, kecuali FVA pada tahun 2006.

  • FVA Metode analisis deskriptif dengan menghitung masing-masing komponen REVA dan FVA PTPN IV telah

  4 Bakar/2010 “Analisis Perbandingan Kinerja Perusahaan Telekomunikasi dengan Menggunakan EVA, REVA, FVA, dan MVA”

  • EVA
  • Adanya perbedaan kebijkan bisnis dalam pengelolaan keuangan dari kelima perusahaan telekomunikasi, yang mempengaruhi nilai indikator pengukuran kinerja berbasis nilai tambah (value added).
  • REVA
  • FVA
  • MVA Metode analisis deskriptif dengan menghitung masing-masing komponen REVA dan FVA

2.6 Kerangka Konseptual

  Untuk mengetahui perkembangan, maka perusahaan perlu melakukan pengukuran knerja keuangan. Selain penggunaan rasio keuangan dalam pengukuran kinerja keuangan, dapat juga menggunakan pengukuran kinerja berdasarkan nilai (value based) yaitu Refined Economic Value Added (REVA) dan

  Financial Value Added (FVA).

  Refined Economic Value Added (REVA) adalah sama dengan laba operasi

  bersih setelah pajak (NOPAT) dikurangi biaya modal dari nilai pasar modal yang diinvestasikan (Bacidore, 1997). Perhitungan REVA merupakan konsep atas penyempurnaan EVA. Hasil perhitungan REVA yang positif menunjukkan telah terjadi proses nilai tambah ekonomis bagi perusahaan atau ada nilai ekonomis lebih setelah perusahaan membayarkan semua kewajiban kepada para penyandang dana baik kreditur maupun pemegang saham di pasar modal.

  Financial Value Added (FVA) adalah selisih antara laba operasi bersih

  setelah pajak (NOPAT) dengan equivalent depreciation yang telah dikurangi dengan penyusutan (Sandias, 2002). Hasil FVA yang positif menunjukkan manajemen telah berhasil memberikan nilai tambah finansial bagi perusahaan atau ada nilai finansial lebih manakala keuntungan bersih perusahaan dan penyusutan mampu menutupi equivalent depreciation (Iramani, 2005).

  Kedua perhitungan kinerja keuangan berdasarkan nilai (based value) tersebut memiliki perbedaan yang mendasar dalam penilaian nilai tambah. REVA lebih memfokuskan penilaiannya dengan memperhitungkan biaya modal dari nilai pasar modal yang diinvestasikannya, sedangkan FVA memfokuskan penilaiannya dengan mempertimbangkan seluruh kontribusi aset bagi perusahaan.

  Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka kerangka konseptual yang ditetapkan adalah sebagai berikut:

  

Value Based Management

  Pengukuran Kinerja Perusahaan Hasil Analisis

  Berdasarkan Berdasarkan

  Metode Refined Metode

  Economic Value Financial Value

  

Added (REVA)

  Added (FVA)

  (X ) (X )

  1

  2 Harga Saham (Y)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.7 Hipotesis

  Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Terdapat perbedaan yang signifikan antara Refined Economic Value Added

  (REVA) dan Financial Value Added (FVA) dalam mengukur kinerja keuangan perusahaan food and beverage yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2012.

2. Terdapat pengaruh yang signifikan antara Refined Economic Value Added

  (REVA) dan Financial Value Added (FVA) terhadap harga saham perusahaan

  

food and beverage yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2010

  sampai dengan tahun 2012

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Interaksi Obat - Profil penggunaan dan potensi interaksi obat analgetika pada pasien rawat jalan poli penyakit dalam di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode Mei 2014 - Juli 2014

0 0 16

Profil penggunaan dan potensi interaksi obat analgetika pada pasien rawat jalan poli penyakit dalam di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode Mei 2014 - Juli 2014

0 0 14

Kajian Penyebaran Air Di Daerah Perakaran Pada Beberapa Jenis Tanah dan Tanaman Dalam Skala Laboratorium

0 0 40

Kajian Penyebaran Air Di Daerah Perakaran Pada Beberapa Jenis Tanah dan Tanaman Dalam Skala Laboratorium

0 0 18

Pengaruh kebijakan Penyusunan Anggaran, Penerapan Anggaran dan Belanja Daerah Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Asahan)

0 1 29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori dan Penelitian Terdahulu 2.1.1 Akuntabilitas Kinerja - Pengaruh kebijakan Penyusunan Anggaran, Penerapan Anggaran dan Belanja Daerah Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Studi Kasu

0 0 28

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh kebijakan Penyusunan Anggaran, Penerapan Anggaran dan Belanja Daerah Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Asahan)

0 0 9

Pengaruh kebijakan Penyusunan Anggaran, Penerapan Anggaran dan Belanja Daerah Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Asahan)

0 5 12

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Perjanjian Kerjasama Pt.Indonesia Asahan Aluminium Dengan Pt.Putra Tanjung Lestari Dalam Pengandaan Tenaga Keeja Outsourcing Setelah Pt.Inalum Bumn

0 0 20

Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Dengan Refined Economic Value Added dan Financial Value Added Serta Pengaruhnya Terhadap Harga Saham Perusahaan Food And Beverage Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 2 21