Kajian Penyebaran Air Di Daerah Perakaran Pada Beberapa Jenis Tanah dan Tanaman Dalam Skala Laboratorium

  TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Air di Daerah Perakaran

  Semua tanaman membutuhkan air dalam jumlah yang besar. Air terkandung 80% atau lebih dari bagian tanaman. Air mengalirkan bahan-bahan mentah dan menyelesaikan produk dari tanaman tersebut. Air mempertahankan konsistensinya yang dibutuhkan waktu dan juga pentingnya tekanan bekerja pada sel yang sedang tumbuh. Air juga penting bagi tanaman untuk mendapatkan nutrisi dari tanah (Laverton, 1964 dalam Kusmawati, 2003).

  Perlakuan pemberian air berdasarkan perhitungan kapasitas lapang yang diberikan merupakan jumlah air yang mampu diserap dan tertahan oleh tanah, jadi meskipun kondisi air cukup tersedia dalam media tanamnya belum tentu air tersebut akan diserap semua oleh tanaman. Hal ini lah yang kemungkinan menyebabkan pada masing-masing perlakuan yang diberikan menyebabkan tidak berbedanya pertumbuhan tanaman (Hendriyani, 2009 dalam Hermantoro, 2011).

  Air sangat berperan penting terhadap pertumbuhan tanaman, akan tetapi air juga dapat membatasi pertumbuhan. Jika jumlah air terlalu banyak maka akan menimbulkan cekaman aerasi dan jika jumlahnya terlalu sedikit akan menimbulkan cekaman kekeringan. Tanaman yang mengalami cekaman air stomata daunnya menutup sebagai akibat menurunnya turgor sel daun sehingga mengurangi jumlah CO

  2 yang berdifusi ke dalam daun. Selain itu, dengan

  menutupnya stomata laju transpirasi menurun. Menurunya laju transpirasi akan mengurangi suplai unsur hara dari tanah ke tanaman, karena transpirasi pada dasarnya memfasilitasi laju aliran air dari tanah ke tanaman (Kramer, 1972 dalam Hermantoro, 2011).

  Waktu pemberian air irigasi dan seberapa banyak penggunaannya sangat dipengaruhi oleh di mana dan kapan air diambil dari tanah oleh akar-akar tanaman. Tanaman yang berakar dangkal akan membutuhkan lebih sering pemberian air irigasi daripada tanaman yang berakar dalam. Keadaan tanah yang membatasi pertumbuhan akar akan sama mempengaruhi pemberian air irigasi. Gambar 1 menunjukkan akar alfalfa yang dangkal yang dihasilkan dari permukaan air tanah pada kedalaman 75 sentimeter yang berbeda mencolok dengan gambar 2 yang menunjukkan bahwa lebih sedikit air diserap dari kedalaman 25 sentimeter dari permukaan. Perbedaan ini dikarenakan dua faktor yaitu : pertama, kedalaman sampai mana air yang digunakan merembes, dan kedua, kadar kelembaban tanah selama masa pertumbuhan (Hansen, dkk, 1992).

  Gambar 1. Distribusi akar alfalfa dengan kedalaman air-tanah yang dangkal pada 75 sentimeter di bawah permukaan tanah (Hansen, dkk, 1992).

  Gambar 2. Penggunaan air oleh alfalfa dari setiap meter tanah daerah akar pada daerah tandus dengan permukaan air-tanah yang dalam (Hansen, dkk, 1992).

  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Distribusi Air Pada Daerah Perakaran a. Infitrasi Infiltrasi dimaksudkan sebagai proses masuknya air ke permukaan tanah.

  Proses ini merupakan bagian yang sangat penting dalam daur hidrologi maupun dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran di sungai. Secara fisik terdapat beberapa faktor yang berpengaruh, yaitu : 1.

  Jenis tanah 2. Kepadatan tanah 3. Kelembaban tanah 4. Tutup tumbuhan

  Jenis tanah berpasir umumnya cenderung laju infiltrasi tinggi, sebaliknya jenis tanah liat laju infiltrasi cenderung rendah (Harto, 1993).

b. Evapotranspirasi Evapotranspirasi sangat erat berkaitan dengan kebutuhan air tanaman.

  Kebutuhan air tanaman adalah sejumlah air yang dibutuhkan untuk mengganti air yang hilang akibat penguapan. Penguapan dalam hal ini meliputi penguapan dari permukaan air dan daun-daun tanaman. Bila kedua proses ini terjadi bersamaan, maka terjadilah evapotranspirasi, yaitu gabungan dari proses penguapan disebut evaporasi dan penguapan melalui tanaman disebut transpirasi (Limantara, 2010).

  Salah satu perhitungan evapotranspirasi tanaman adalah metode Blaney yang telah diubah seperti berikut :

  and Criddle K.P(45,7t+813)

  U = .................................................................. (1)

  100

  K = Kt x Kc .......................................................................... (2) Kt = 0,0311t + 0,240 ............................................................ (3) dimana :

  U = Evapotranspirasi tanaman bulanan (mm/bulan) Kt = Koefisien suhu Kc = Koefisien tanaman P = Peresentase jam siang Lintang Utara ( %) (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).

  Cara yang paling banyak digunakan untuk mengetahui volume evaporasi dari permukaan air bebas adalah dengan menggunakan panci evaporasi. Beberapa percobaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa evaporasi yang terjadi dari panci evaporasi lebih cepat dibanding dari permukaan air yang luas. Untuk itu hasil pengukuran dari panci evaporasi harus dikalikan dengan suatu koefisien seperti terlihat pada rumus dibawah ini :

  ..........................................................................................

  E = k x Ep (4) dimana : E = evaporasi dari badan air (mm/hari) k = koefisien panci (0,8) Ep = evaporasi dari panci (mm/hari) koefisien panci bervariasi menurut musim dan lokasi, yaitu berkisar antara 0,6 sampai 0,8. Biasanya digunakan koefisien panci tahunan sebesar 0,7 (Triatmodjo, 2008 dalam Bunganaen, 2009).

  Nilai evapotranspirasi dapat diperoleh dengan pengukuran dilapangan atau dengan rumus-rumus empirik. Untuk keperluan perhitugan kebutuhan air irigasi dibutuhkan nilai evapotranspirasi potensial (Et ) yaitu evapotranspirasi terjadi apabila tersedia cukup air. Kebutuhan air untuk tanaman adalah nilai Et dikalikan dengan suatu koefisien tanaman.

  ET = kc x Et ....................................................... (5) dimana : ET = Evapotranspirasi tanaman (mm/hari) Et = Evaporasi tetapan / tanaman acuan(mm/hari) kc = Koefisien tanaman (Limantara, 2010).

c. Tanah Tanah Inceptisol

  Menurut Puslittanak (2000) dalam Junaidi dkk (2011) yang menyatakan bahwa Inceptisol merupakan tanah yang tersebar luas di Indonesia terutama di daerah perairan yang rentan terhadap pencemaran akibat tumpahan minyak atau oli. Tanah Inceptisol yang mengandung jenis mineral liat termasuk tanah pertanian utama di Indonesia karena mempunyai sebaran yang sangat luas.

  Luasannya sekitar 70,52 juta ha atau 37,5%.

  Tanah tersebut mempunyai prospek yang cukup besar untuk dikembangkan sebagai sentra produksi tanaman pangan terutama padi, jagung, dan kedelai asal dibarengi dengan pengelolaan tanah dan tanaman yang tepat. Apabila terjadi pencemaran oleh tumpahan minyak/oli yang mengandung senyawa hidrokarbon sebagai bahan pencemar akan menjadi masalah terhadap kesuburannya. Oleh karena itu diperlukan suatu teknik untuk pemulihan (Junaidi dkk, 2013).

  Tanah Latosol

  Tanah Latosol telah mengalami perkembangan atau terjadi diferensiasi horizon, kedalaman tanah dalam, tekstur lempung, struktur remah sampai gumpal, konsistensi gembur sampai agak teguh, warna cokelat, merah, sampai kuning. Tanah ini terbentuk dari batuan gunung api kemudian mengalami proses pelapukan lanjut. Tanah jenis ini terdapat di daerah beriklim basah, curah hujan lebih dari 300 mm/tahun, dan ketinggian tempat berkisar 300–1.000 meter (Damayanti, 2005).

  Tanah Latosol mempunyai sifat kemantapan agregat tinggi, struktur remah sampai gumpal, tekstur lempung sampai geluh dengan nilai SiO

  2 (sesquioksida)

  fraksi lempung rendah. Di Indonesia, tanah Latosol umumnya berasal dari batuan vulkanik, terdapat dari tepi pantai sampai ketinggian + 900 m di atas permukaan laut (Damayanti, 2005).

  Tanah Andepts

  Tanah andosol atau andepst, mempunyai tekstur liat berlempung dan struktur tanahnya termasuk granular halus. Tanah ini dibentuk dalam abu volkan dan mempunyai horizon A. Adapun ciri tanah horizon A yaitu warna coklat tua, tekstur liat, struktur granular sedang, lemah, agak pekat, batas horizon nyata dan berombak (Soil survey manual 1993, dalam Hutabarat 2010).

  Menurut Darmawijaya (1990) dalam Hutabarat (2010) Andepst merupakan salah satu tanah yang dinilai cukup potensial dan tersebar pada beberapa tempat di daerah tropika. Akhir-akhir ini Andepts mendapat perhatian secara khusus. Tanah Andepts tanah yang berwarna hitam mengandung bahan organik dan lempung amorf, serta sedikit silika yang terbentuk dari abu vulkanik dan umumnya ditemukan di daerah dataran tinggi.

  Tanah andosol atau Andepts terbentuk dari abu vulkanik muda dengan bahan organik yang tinggi, tekstur lapisan tanah atas pasir berlempung, tekstur lapisan bawah berliat, bersolum dalam sehingga kapasitas infiltrasi dan pekolasinya tinggi (Utomo 1989 dalam Hutabarat 2010).

  Kerapatan Massa Tanah

  Menurut Islami dan Utomo (1995), bobot volume tanah “bulk density” yaitu nisbah antara massa total tanah dalam keadaan kering dengan volume total tanah.

  M p

  B = ................................................................. (6)

  V t

  dimana :

  

3

B = kerapatan massa (bulk density) (g/cm )

  M = Massa padatan tanah (g)

  p

3 V t = Volume total tanah (cm )

  Tanah-tanah yang tersusun dari partikel yang halus dan tersusun secara tidak teratur, mempunyai struktur yang baik, ruang porinya tinggi sehingga bobot

  3

  volumenya rendah (sekitar 1,2 g/cm ). Tanah yang baru berkembang mengandung bahan organik tinggi karena kepadatan jenis bahan organik rendah, maka bobot

  3

  volume tanah rendah, mempunyai bobot volume kurang dari 1,0 g/cm (Islami dan Utomo, 1995).

  Bila dinyatakan dalam gram per centimeter kubik, kerapatan massa pada permukaan tanah liat yang berbutir-butir biasanya berkisar dari 1,0 sampai 1,3.

  Tanah permukaan yang bertekstur kasar biasanya akan berkisar dari 1,3 sampai 1,8. Perkembangan yang lebih besar dari struktur pada tanah permukaan yang bertekstur halus menjadi penyebab lebih rendahnya kerapatan massa dibandingkan dengan tanah yang lebih berpasir (Foth, 1994).

  Kerapatan Partikel Tanah

  Kerapatan partikel adalah nisbah antara massa padatan dengan volume padatan tanah.

  M p

  P = ................................................................... (7)

  d

  V p

  dimana:

3 P = Kerapatan partikel tanah (g/cm )

  M p = Massa padatan tanah (g)

3 V p = Volume tanah kering (cm ) (Islami dan Utomo, 1995).

  Menurut Hardiyatmo (1992) dalam Idkham (2005) nilai kerapatan partikel dari berbagai jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 1.

  3 Besarnya kerapatan partikel tanah pertanian bervariasi diantara 2,2 g/cm

  3

  sampai 2,8 g/cm , dipengaruhi terutama oleh kandungan bahan organik tanah dan kepadatan jenis partikel penyusun tanah. Kandungan bahan organik yang tinggi menyebabkan tanah mempunyai bobot jenis partikel (particel density) rendah.

  3 Tanah Andosol misalnya, nilai kerapatan partikel hanya 2,2 – 2,4 g/cm (Islami dan Utomo, 1995).

  Tabel 1. Kerapatan partikel dari berbagai jenis tanah

  3 Jenis tanah Kerapatan partikel (g/cm )

  Kerikil 2,65 - 2,68

  Pasir 2,65 – 2,68

  Liat tak organik 2,62 – 2,68 Liat organik

  2,58 – 2,65 Lempung tak organik 2,68 – 2,75 Humus

  1,37 Gambut

  1,25 – 1,80 Sumber : Hardiyatmo (1992).

  Porositas Tanah

  Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah yang poros berarti tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara masuk keluar tanah secara leluasa, sebaliknya untuk tanah tidak poros (Hanafiah, 2005).

  Untuk menghitung persentase ruang pori ( θ) yaitu dengan membandingkan nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel dengan persamaan:

  B d

  θ = �1- � ×100% ............................................................ (8)

  P d

  dimana: θ = porositas (%)

3 B d = Kerapatan massa (g/cm )

  3 P d = Kerapatan partikel (g/cm ) (Hansen, dkk, 1992). Nilai porositas tanah pertanian bervariasi dari 40 sampai 60 %, sedang nilai rasio rongga dari 0,3 - 2,0. Porositas dipengaruhi oleh ukuran partikel dan struktur. Tanah berpasir mempunyai porositas rendah (40 %) dan tanah lempung mempunyai porositas tinggi, jika struktunya baik dapat mempunyai porositas 60% (Islami dan Utomo, 1995).

  Bahan Organik Tanah

  Bahan organik tanah adalah fraksi organik tanah yang berasal dari biomassa tanah dan biomassa luar-tanah. Biomassa tanah adalah massa total flora dan fauna tanah hidup serta bagian vegetasi yang hidup dalam tanah (akar). Biomassa luar-tanah adalah massa bagian vegetasi yang hidup di luar tanah (daun, batang, cabang, ranting, bunga, buah, dan biji). Bahan organik dibuat dalam organisme hidup dan tersusun atas banyak sekali senyawa karbon. Di dalam tanah, bahan organik bercampur dengan bahan mineral. Bahan organik tanah (BOT) memajukan kebaikan struktur dan konsistensi tanah, dan dengan demikian memperbaiki aerasi, permeabilitas, dan daya tahan menyimpan air. BOT dapat menambat air sampai 20 kali lipat bobotnya sendiri (Notohadiprawiro, 1998).

  Tanah-tanah mineral pada umumnya mempunyai kandungan bahan organik sekitar 3 % - 5 %. Kandungan bahan organik pada satu jenis tanah berbeda menurut kedalamannya. Semakin dalam tanah, semakin berkurang kandungan bahan organiknya, demikian pula dengan pengolahan tanah, semakin sering tanah diolah, semakin berkurang kandungan bahan organik tanah tersebut (Hasibuan, 2011).

  d. Perkolasi

  Daya perkolasi p adalah laju perkolasi maksimum yang dimungkinkan, yang besarnya dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam zona tidak jenuh, yang terletak di antara permukaan tanah dengan permukaan air tanah. Perkolasi tidak mungkin terjadi sebelum zona tidak jenuh mencapai kapasitas lapang (field

  capacity ). Persamaan untuk perkolasi dengan rumus : 1

  − ℎ2

  ................................................................ (9) = 2

  − 1

  dimana : h

  1 = Tinggi air awal

  h

  2 = Tinggi air akhir

  t

  1 = Waktu awal

  t

  2 = Waktu akhir (Soemarto, 1995).

  Laju perkolasi dapat diklasifikasikan oleh U.S. Soil Conseravation Service sebagai berikut : Tabel 2. Laju perkolasi pada berbagai jenis aliran

  Laju perkolasi Jenis

  In./hr mm/hr Aliran Deras >6,3 >160 Aliran Sedang 2,0 – 6,3 50 – 160 Aliran Lunak 0,63 – 2,0 16 – 50 Aliran Cukup lambat 0,20 – 0,63 5,0 – 16 Aliran Lambat 0,05 – 0,20 1,25 – 5,0 Aliran Sangat lambat < 0,05 < 1,25 (Kohnke, 1968).

  e. Kadar Air Tanah

  Kadar air tanah menunjukkan jumlah air yang terkandung di dalam tanah yang biasanya dinyatakan sebagai perbandingan massa air terhadap massa tanah kering atau perbandingan volume air terhadap vlume tanah total. Dimensi kadar air tanah dapat dinyatakan dengan persentase dari massa tanah (basis kering) atau persentase volume (volumetrik) (Hillel, 1971).

  Metode untuk mengukur kadar air tanah basis kering secara tradisional adalah secara gravimetrik, yaitu dengan mengeringkan tanah yang diambil dari

  o

  lapangan setelah ditimbang terlebih dahulu ke dalam oven dengan suhu 105 c hingga beratnya konstan. Lama pengeringan ini tergantung kepada jenis tanahnya, namun sebagai acuan biasanya selama 24 jam. Setelah tanah dikeringkan, kemudian ditimbang kembali dan dihitung kadar air basis kering (w md ) sebagai berikut.

  −

  W = x 100% ...................................... (10)

  md

  dimana : BTA = Berat Tanah Awal (gram) BTKO = Berat Tanah Kering Oven (gram) Kadar air volumetrik dihitung dengan persamaan 11.

  ) W .............................................................. (11) = ( md

  Dimana :

  = Kadar air volumetrik (%)

  3

  )

  ρb = kerapatan massa tanah (g/cm

  3

  )

  ρw = kerapatan massa air (g/cm

  Kapasitas tanah untuk menahan air dihubungkan baik dengan luas permukaan maupun volume ruang pori, kapasitas menahan air karenanya berhubungan dengan struktur dan tekstur. Tanah-tanah dengan tekstur halus mempunyai maksimum kapasitas menahan air total maksimum, tetapi air tersedia yang ditahan maksimum, pada tanah dengan tekstur sedang. Penelitian menunjukkan bahwa air tersedia pada beberapa tanah berhubungan erat dengan kandungan debu dan pasir yang sangat halus (Foth, 1995).

  Menurut Hardjowigeno (1993) bahwa tanah yang bertekstur kasar mempunyai kemampuan menahan air yang kecil daripada tanah bertekstur halus.

  Oleh karena itu tanaman yang ditanam pada tanah pasir umumnya lebih mudah kekeringan daripada tanah-tanah bertekstur lempung atau liat.

f. Kapasitas Lapang

  Apabila air gravitasi telah habis, kadar kelembaban tanah disebut kapasitas lapang. Kapasitas lapang tidak dapat ditentukan dengan cepat, sebab tidak terputus pada kurva kadar kelembaban versus waktu. Meskipun demikian konsep kapasitas lapang sangat berguna dalam mendapatkan jumlah air yang tersedia dalam tanah untuk penggunaan oleh tanaman. Kebanyakan air gravitasi mengering melalui tanah sebelum ia dapat dikonsumsi oleh tanaman (Hansen, dkk, 1992).

  Menurut Guslim (1997), kapasitas lapang adalah jumlah air yang ditahan dalam tanah sesudah air yang berlebihan di drainase keluar dan kecepatan bergerak kebawah telah sangat diperlambat. besarnya kapasitas lapang setiap jenis tanah berbeda-beda dan dipengaruhi oleh tekstur, struktur, kandungan bahan organik, keseragaman dan kedalaman lahan

  Efisiensi Irigasi Efisiensi irigasi dapat ditingkatkan dengan penjadwalan irigasi.

  Penjadwalan irigasi berarti perencanaan waktu dan jumlah pemberian air irigasi sesuai dengan kebutuhan air tanaman. Suplai air yang terbatas dapat menurunkan produksi tanaman, sedangkan suplai air yang berlebih selain dapat menurunkan produksi tanaman juga dapat meningkatkan jumlah air irigasi yang hilang dalam bentuk perkolasi (Raes, 1987).

  Jumlah air yang tersedia bagi tanaman di areal persawahan dapat berkurang karena adanya evaporasi permukaan, limpasan air dan perkolasi.

  Efisiensi irigasi adalah perbandingan antara air yang digunakan oleh tanaman atau yang bermanfaat bagi tanaman dengan jumlah air yang tersedia yang dinyatakan dalam satuan persen (Lenka, 1991).

  Efisiensi Pemakaian Air

  Konsep efisiensi pemakaian air dikembangkan untuk mengukur dan memusatkan perhatian terhadap efisiensi dimana air yang disalurkan sedang ditampung pada daerah akar dari tanah yang dapat digunakan oleh tumbuh- tumbuhan. Pada pelaksanaan pemberian air irigasi yang normal, aplikasi efisiensi pemberian air irigasi permukaan adalah sekitar 60%, sedangkan sistem pemberian air irigasi penyiraman (sprinkler irrigation) yang direncanakan dengan baik pada umumnya dianggap mempunyai efisiensi kira-kira 75% (Hansen, dkk., 1992).

  Efisiensi pemakaian air adalah rasio antara air yang tertampung di dalam daerah perakaran tanaman selama pemberian air dengan air yang disalurkan ke lahan. Efisiensi ini didapat dengan persamaan:

  Ws

  Ea = x 100%..............................................................(12)

  Wf

  dimana: E a = Efisiensi pemakaian air(%) W = Air yang tersimpan didaerah perakaran selama pemberian air irigasi

  s

  W f = Air yang disalurkan ke lahan (Basak, 1999).

  Efisiensi Penyimpanan Air

  Konsep efisiensi penyimpanan menunjukkan perhatian secara lengkap bagaimana kebutuhan air tersebut disimpan pada daerah perakaran selama pemberian air irigasi. Keadaan ini biasa terjadi karena harga air yang mahal ataupun karena kelangkaan air.

  Ws

  Es = x 100%..............................................................(13)

  Wn

  dimana: E s = Efisiensi penyimpanan air irigasi (%) W s = Air yang tersimpan didaerah perakaran selama pemberian air irigasi W n = Air yang dibutuhkan pada daerah perakaran sebelum pemberian air irigasi

  Efisiensi penyimpanan air irigasi penting apabila air yang tidak memadai disimpan pada daerah perakaran selama pemberian air irigasi (Hansen, dkk., 1992).

  Botani Tanaman Sawi

  Sawi adalah tanaman sayuran yang tahan terhadap hujan. sehingga dia dapat ditanam disepanjang tahun, asalkan pada saat musim kemarau, disediakan air yang cukup untuk penyiraman. Sistematika tanaman sawi adalah termasuk kedalam : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Rhoeadales Family : Cruciferae Genus : Brassica Spesies : Brassica juncea l.

  (Haryanto, dkk, 2003).

  Sawi berakar serabut yang tumbuh dan berkembang secara menyebar ke semua arah disekitar permukaan tanah, perakarannya sangat dangkal pada kedalaman sekitar 5 cm. Sawi tidak memiliki akar tunggang. Perakaran sawi dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada tanah yang gembur, subur, tanah mudah menyerap air, dan kedalaman tanah cukup dalam (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

  Menurut Allen, dkk (1998) dalam Simangunsong, dkk (2011), nilai koefisien tanaman (Kc) untuk tanaman sawi pada periode awal pertumbuhan 0,3, periode tengah pertumbuhan 1,2, dan periode akhir pertumbuhan 0,6. Sawi ini ditanam pada polibag dengan ukuran diameter 24 cm dan luas permukaan 452,16

  2 cm .

  Botani Tanaman Kedelai

  Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu

  Glycine soja dan soja max. Namun demikian, pada tahun 1948 telah dipastikan

  bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max (L.) Merill. Klasifikasi tanaman kedelai adalah sebagai berikut.

  Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Rosales Famili : Leguminosae Genus : Glycine

  Spesies : Glycine max (L.) Merrill Akar kedelai mulai muncul dari belahan kulit biji yang muncul di sekitar misofil. Calon akar tersebut kemudian tumbuh dengan cepat ke dalam tanah, sedangkan kotiledon yang terdiri dari dua keping akan terangkat ke permukaan tanah akibat pertumbuhan yang cepat dari hipokotil. Sistem perakaran kedelai terdiri dari dua macam, yaitu akar tunggang dan akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Perkembangan akar kedelai sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik dan kimia tanah, jenis tanah, cara pengolahan lahan, kecukupan unsur hara, serta ketersediaan air dalam tanah (Adisarwanto, 2005).

  Menurut Doorenbos dan Kassam, (1979) dalam Handayaningsih, (2013) menyatakan bahwa, setiap periode pertumbuhan tanaman bersifat spesifik terhadap kebutuhan air yang dinyatakan dengan nilai Kc (Koefisien Tanaman) yang berbeda - beda tergantung dari jenis periode pertumbuhan tanaman. Nilai Kc untuk tanaman Kedelai tercantum pada Tabel 3 berikut ini Tabel 3. Koefisien tanaman (Kc) kedelai

  Stadia pertumbuhan kedelai Lama (hari) Kc Stadia perkecambahan 20 0,30-0,40 Stadia pertumbuhan awal 20 0,70-0,80 Stadia medium/pembungaan 40 1,00-1,15 Stadia pengisian polong 20 0,70-0,80 Panen

  0,40-0,50 sumber : Doorenbos dan Kassam (1979) Menurut Handayaningsih (2013), pengairan dilakukan pada awal fase pertumbuhan vegetatif (umur 15-21 hst), saat berbunga (umur 25-35 hst), dan pada saat pengisian polong (umur 55-70 hst), pengairan dilakukan apabila curah hujan tidak mencukupi. Berdasarkan perhitungan Kung dalam Somaatmadja dkk (1985), kebutuhan air tanaman kedelai umur sedang (85 hari) pada setiap periode tumbuh adalah sebagai berikut : Tabel 4. Stadia tumbuh tanaman kedelai Stadia pertumbuhan kedelai Periode (hari) Kebutuhan air

  (mm/periode) Pertumbuhan Awal 15 53-62 Vegetatif Aktif 15 53-62 Pembuahan-pengisian polong 35 124-143 Kematangan Biji 20 70-83 sumber : Kung dalam Somaatmadja (1985)

  Air yang dapat diserap oleh tanaman tergantung dari yang tersedia didalam tanah. Air yang tersedia ini berada dalam kisaran kapasitas lapang dan titik layu permanen. Jumlah air yang berada dalam kisaran tersebut sangat beragam, tergantung kadar bahan organik, tekstur dan tipe lempung suatu tanah. Kelebihan dan kekurangan air di media tumbuh kedelai akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil kedelai.

  Berat Kering Tanaman Sawi dan Kedelai

  Produksi tanaman bisa diukur dengan menghitung bobot kering tanaman tersebut. Setelah tanaman dicuci (dikontaminasi) selanjutnya diekringkan pada oven pengering. Pengeringan dioven ini bertujuan untuk mengurangi dan menghentikan proses biokimia tanaman, terutama aktifitas enzim. Aktifitas enzim tanamaan dapat dihentikan dengan mengovenkan pada temperatur 60 C hingga

  80 C, tetapi pada temperatur yang lebih tinggi dapat mengubah unsur hara yang akan dianalisis. Oleh sebab itu, disarankan untuk mengovenkan tanaman pada tempertaur ± 70 C selama 48 jam (Mukhlis, 2007).

Dokumen yang terkait

PengaruhKompetensi, Independensi, Due Professional Care, Akuntabilitas, dan Fraud Risk Assessment Aparat Inspektorat terhadap Kualitas Audit dalam mewujudkan Good Governance di Kabupaten Karo

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pelanggan ( Studi Pada (PDAM) Tirtanadi Cabang Medan Kota)

0 4 32

Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pelanggan ( Studi Pada (PDAM) Tirtanadi Cabang Medan Kota)

0 3 12

Implementasi Algoritma Knuth-Morris Prattstring Matching Untuk Mencari Kata Atau Istilah Pada Kamus Komputer Berbasis Android

0 1 21

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Algoritma 2.1.1 Algoritma - Implementasi Algoritma Knuth-Morris Prattstring Matching Untuk Mencari Kata Atau Istilah Pada Kamus Komputer Berbasis Android

0 1 16

Implementasi Algoritma Knuth-Morris Prattstring Matching Untuk Mencari Kata Atau Istilah Pada Kamus Komputer Berbasis Android

1 2 12

Profil penggunaan dan potensi interaksi obat analgetika pada pasien rawat jalan poli penyakit dalam di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode Mei 2014 - Juli 2014

0 0 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Interaksi Obat - Profil penggunaan dan potensi interaksi obat analgetika pada pasien rawat jalan poli penyakit dalam di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode Mei 2014 - Juli 2014

0 0 16

Profil penggunaan dan potensi interaksi obat analgetika pada pasien rawat jalan poli penyakit dalam di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode Mei 2014 - Juli 2014

0 0 14

Kajian Penyebaran Air Di Daerah Perakaran Pada Beberapa Jenis Tanah dan Tanaman Dalam Skala Laboratorium

0 0 40