Laporan Praktikum Ekologi Tanaman Pantai

I.

PENDAHULUAN

A. Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari keragaman
dan distribusi agroekosistem pada wilayah yang berbeda dengan berbagai
sistem budidaya pertanian di sekitar pantai Pangandaran.

B. Landasan Teori
Istilah ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Erner Haeckel, seorang
ahli biologi bangsa Jerman, pada tahun 1869. Ekologi berasal dari bahasa
Yunani yaitu Oikos yang berarti rumah atau tempat tinggal dan logos yang
berarti ilmu/telaah. Oleh karena itu ekologi berarti ilmu tentang rumah
(tempat

tinggal)

makhluk

hidup.


Secara

lebih

spesifik

Haeckbel

mendefinisikan ekologi sebagai ilmu tentang hubungan timbal balik antara
makhluk hidup dengan lingkungan biotik dan abiotiknya (Leksono, 2007).
Ekologi ialah kajian mengenai interaksi timbal balik jasad individu, di
antara dan di dalalam populasi yang sama, atau di antara komunitas populasi
yang berbeda-beda, dan berbagai faktor nir-hidup (abiotik) yang banyak
jumlahnya yang merupakan lingkungan yang efektif tempat hidup jasad,
populasi atau kominitas itu. Lingkungan efektif itu sendiri mencakup
kesemrawutan pada antaraksi antara jasad hidup itu sendiri (Ewusie, 1990).
Ekologi mempunyai banyak penerapan bermanfaat yang ditujukan
kepada pemeliharaan biosfer yang lebih sehat dan lebih produktif bagi


1

kehidupan manusia dan jasad hidup lainnya. Di antara manfaat yang tidak
kecil artinya pada kaji ekologi adalah berbagai asas yang disediakan olehnya
untuk pemakaian sumberdaya alam secara bijaksana, yang sering disebut
sebagai pelestarian (Ewusie, 1990)
Suatu konsep sentral dalam ekologi adalah ekosistem (sistem ekologi
yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan
lingkungannya). Oleh karena itu, ekosistem adalah tatanan kesatuan secara
utuh

menyeluruh

antara

segenap

unsur

lingkungan


yang

saling

mempengaruhi. Berdasarkan pengertian tersebut, suatu sistem terdiri atas
komponen-komponen yang bekerja secara teratur sebagai suatu kesatuan. Dua
komponen penyusun ekosistem adalah komponen hidup (biotik) dan
komponen tak hidup(abiotik) yang berinteraksi membentuk suatu kesatuan
yang teratur (Leksono, 2007).
Apabila kita hanya melihat fungsinya, suatu ekosistem terdiri atas dua
komponen (Riberu, 2002):
a) Komponen autotrofik: organisme yang mampu menyediakan atau
mensintesis makanannya sendiri berupa bahan organik dan bahan-bahan
anorganik dengan bantuan energi matahari atau klorofil. Oleh karena itu
semua organisme yang mengandung klorofil disebut organisme autotrofik.
b) Komponen heterotrofik: organisme yang mampu memanfaatkan bahanbahan organik sebagai bahan makanannya. Bahan makanan itu disintesis
dan disediakan oleh organisme lain.

2


Apabila dilihat dari segi penyusunannya, maka dapat dibedakan menjadi
empat komponen yaitu (Riberu, 2002):
a. Bahan tak hidup (abiotik, non hayati): komponen fisik dan kimia,
misalnya: tanah, air, matahari, dan lain-lain. Komponen ini merupakan
medium (substrat) untuk berlangsungnya kehidupan.
b. Produsen: organisme autotrofik (tumbuhan hijau)
c. Konsumen: organisme heterotrofik, misalnya: manusia, hewan yang
makan organisme lainnya.
d. Pengurai (perombak atau dekomposer): organisme heterotrofik yang
mengurai bahan organik yang berasal dari organisme mati.
Keanekaragaman

jenis

seringkali

disebut

heterogenitas,


yaitu

karakteristik unik dari komunitas suatu organisasi biologi dan merupakan
gambaran struktur dari komunitas (Sitompul, 1996).
Komunitas secara dramatis berbeda-beda dalam kekayaan spesiesnya
(species richness), jumlah spesies yang mereka miliki. Mereka juga berbeda
dalam hubungannya dalam kelimpahan relatif (relative abundance) spesies.
(Campbell, 2004)
Komunitas yang mempunyai keanekaragaman tinggi lebih stabil
dibandingkan dengan komunitas yang memiliki keanekaaragaman jenis
rendah. Analisa vegetasi adalah salah satu cara untuk mempelajari tentang
susunan (komposisi) jenis dan bentuk struktur vegetasi (masyarakat
tumbuhan). Analisi vegetasi dibagi atas tiga metode yaitu: (Soerianegara,
1988).

3

1. Minimal area,
2. Metode kuadrat dan,

3. Metode jalur atau transek.
Salah satu metode dalam analisa vegetasi tumbuhan yaitu dengan
menggunakan metode transek. Untuk mempelajari suatu kelompok hutan
yang luas dan belum diketahui keadaan sebelumnya paling baik dilakukan
dengan transek. Menurut Oosting (1956), transek merupakan garis sampling
yang ditarik menyilang pada sebuah bentukkan atau beberapa bentukan.
Transek juga dapat dipakai dalam studialtituide dan mengetahui perubahan
komunitas yang ada.
Salah satu cara suatu komunitas berinteraksi adalah dengan peristiwa
makan dan dimakan sehingga terjadi pemindahan energi, elemen kimia dan
komponen lain di sepanjang rantai makanan. Rantai makanan adalah
perpindahan energi dari sumbernya dalam tumbuhan ke organisme tingkat
trofik di atasnya melalui peristiwa makan dan dimakan (Khrohne, 2001).
Semua rantai makanan dimulai dari organisme autrotof. Istilah ini pertama
kali diperkenalkan oleh Elton (1927). Ide ini dimunculkan untuk menekankan
pentingnya makanan bagi organisme dan menganalisis konsekuensinya.
Pada kenyataannya, di alam rantai-rantai makanan yang ada bergabung
membentuk jaring-jaring makanan. Beberapa spesies memakan mangsa pada
berbagai tingkatan trofik sehingga akan terbentuk jalur aliran energi yang
berganda. Rantai makanan berinteraksi membentuk jaring-jaring makanan.

Suatu ekosistem yang ssederhana seperti kolam memiliki hubungan trofik

4

yang kompleks. Sistem tersebut terkadang sulit untuk mengkaji interaksi
antara jenis pemangsa dan mangsa (Leksono, 2007).
Ekosistem pantai letaknya berbatasan dengan ekosistem darat, laut dan
daerah pasang surut. Ekosistem pantai dipengaruhi oleh siklus harian pasang
surut laut. Organisme yang hidup di pantai memiliki adaptasi struktural
sehingga dapat melekat erat di substrat keras (Leksono, 2007).
Daerah pesisir merupakan habitat yang menghidupi beberapa tanaman
yang bernilai ekonomi seperti kelapa. Pasirnya merupakan bahan yang sangat
berharga di beberapa negara untuk pembuatan batu bata semen untuk
keperluan bangunan. Pasir itu juga merupakan bahan penggosok yang
berguna untukberbagai macam bahan. Sifat vegetasi seperti yang diuraikan di
atas menunjukan bahwa vegetasi itu sangat membantu mencegah penyusupan
laut ke daratan (Ewusie, 1990).

5


II. METODE PRAKTIKUM
A.
1.

Analisis vegetasi

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum analisis vegetasi antara lain kertas
plano, spidol, spidol warna/krayon, pulpen, penggaris, pensil, kamera dan
buku catatan. Sedangkan bahan yang digunakan adalah ekosistem yang akan

2.

dianalisis vegetasinya.
Prosedur Kerja
a. Praktikan mempersiapkan alat-alat yang diperlukan dalam praktikum.
b. Praktikan menuju wilayah yang sudah ditentukan sebelumnya berdasarkan
kelompok masing-masing.
c. Mulai mengamati keadaan vegetasi di lahan pertanian sekitar pantai
Pangandaran, tanaman apa yang paling dominan, berapa luas lahan untuk

masing-masing tanaman, bagaimana distribusi tanaman tersebut dan
bagaimana sistem pertanian yang diterapkan.
d. Mengambil gambar tanaman yang sekiranya diperlukan.
e. Praktikan mulai menggambar transek vegetasi yang sudah diamati.
B. Jaring Pangan

1.

2.

Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang dibutuhkan yaitu kertas karton, spidol, pensil dan
kamera.
Prosedur Kerja
a. Praktikan menuju tempat yang sudah ditentukan untuk mulai melakukan
pengamatan.
b. Mengamati berbagai rantai makanan yang terdapat di daerah tersebut.
c. Kamera digunakan untuk mengambil gambar organisme yang terdapat di
lokasi.
d. Praktikan menggambar jaring pangan pada selembar kertas karton.


C. Wawancara dengan Petani
1.

Alat dan Bahan

6

Alat dan Bahan yang digunakan dalam praktikum wawancara dengan
2.

petani yaitu alat tulis dan buku catatan.
Prosedur Kerja
a. Praktikan menemui petani atau pemilik lahan pertanian yang sudah
ditentukan
b. Praktikan mencari tahu informasi seputar sistem pertanian, pola tanam,
kendala dalam bercocok tanam dan lainnya.
c. Hasil wawancara ditulis dalam buku catatan.
D.


7

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil yang diperoleh dalam praktikum ekologi tanaman yang telah kami
laksanakan di desa Wonoharjo, Parigi, Pangandaran tanggal 3 Mei 2014 lalu ini
(hasil terlampir) dibagi ke dalam 3 bagian, yaitu: transek vegetasi sekitar Pantai
Pangandaran, jejaring pangan dan hasil wawancara dengan petani setempat.
Pembahasan praktikum ini juga terbagi dalam 3 bahasan utama, yaitu: transek
vegetasi, jaring pangan dan hasil wawancara dengan petani setempat.
a.

Analisis Vegetasi
Salah satu metode dalam analisa vegetasi tumbuhan yaitu dengan
menggunakan metode transek. Untuk mempelajari suatu kelompok hutan
yang luas dan belum diketahui keadaan sebelumnya paling baik dilakukan
dengan transek.Cara ini paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan
vegetasi menurut keadaan tanah, topografi dan elevasi.
Oosting (1956), menyatakan bahwa transek merupakan garis sampling
yang ditarik menyilang pada sebuah bentukkan atau beberapa bentukan.
Transek juga dapat dipakai dalam studialtituide dan mengetahui perubahan
komunitas yang ada.
Pengamatan dilakukan dengan berbagai macam parameter. Parameter
yang digunakan mencakup aspek topografi wilayah, pola budidaya, keadaan
cuaca serta keadaan tanah. Parameter tersebut dianggap mewakili keadaan
keseluruhan dari ekosistem dan komunitas wilayah tersebut.
Analisis vegetasi yang dilakukan di desa ini dibagi ke dalam 6 titik
berbeda dengan faktor-faktor lingkungan yang berbeda pula.

8

Pada pagi hari itu, keadaan cuaca sekitar desa Wonoharjo sedang cerah.
Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh praktikan kelompok 4, diperoleh
data ketinggian tempat 0-5 mdpl, intensitas cahaya matahari sebesar 571 lux,
suhu udara sekitar 31oC, kelembaban udara 70 % dan pH tanah 6,8.
Lahan yang kami amati, keseluruhan bagiannya digunakan sebagai ladang
pertanian, dengan tanaman utama berupa kelapa yang ditumpangsarikan
dengan berbagai jenis tanaman lain. Tanaman yang terdapat dalam lahan
pertanian ini berjumlah 12 jenis, yaitu: kelapa, bengkuang, rumput gajah,
ketela pohon, jagung, pisang, kacang tanah, talas, kedondong, mangga, nanas
dan mahoni. Dari keduabelas tanaman tersebut, tanaman jagung dan kacang
tanah yang paling besar jumlahnya.
Dalam bukunya yang berjudul Bertanam Kelapa, Djoehana Setyamidjaja
(1984), mengatakan bahwa pertumbuhan kelapa di daerah pantai umumya
baik meskipun curah hujannya lebih rendah daripada batas minimum. Hal ini
disebabkan karena pada daerah itu, di bawah permukaan tanah terdapat air
yang cukup, berasal dari daerah yang letaknya jauh dari pantai. Pada daerah
demikian, adanya dan banyaknya air tanah merupakan faktor yang lebih
menentukan daripada ukuran curah hujan.
Sehingga tidak heran jika di kawasan sekitar pantai Pangandaran ini
banyak terdapat tanaman kelapa yang dibudidayakan. Selain diambil buah
dan daunnya, tanaman kelapa di daerah ini juga diambil air niranya untuk
diolah menjadi gula kelapa.
Tanaman yang banyak dibudidayakan di desa ini selain kelapa yaitu
jagung dan kacang tanah.
Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah
daerah-daerah beriklim sedang hingga daerah beriklim sub tropis/tropis yang

9

basah. Di daerah tropis juga banyak ditanam jagung. Jagung dapat tumbuh di
darah yang terletak antara 0o – 50o Lintang Utara hingga 0o – 40o Lintang
selatan (Aak, 1993).
Temperatur yang dikehendaki tanaman jagung antara 21oC hingga 30oC.
Akan tetapi temperatur optimum adalah antara 23o sampai dengan 27oC. Hal
ini tidak menjadi problem yang berarti bagi areal pertanaman jagung di
Indonesia (Aak, 1993).
Menurut dinas pertanian dan kehutanan Kabupaten Bantul, tanaman
Kacang Tanah cocok ditanam didataran rendah yang berketinggian dibawah
500 m diatas permukaan laut. lklim yang dibutuhkan tanaman Kacang Tanah
adalah bersuhu tinggi antara 25°C - 32°C, sedikit lembab ( rH 65 % - 75 % ),
curah hujan 800 mm -1300 mm per tahun, tempat terbuka.
Kacang tanah tidak terlalu memilih jenis tanah. Pada tanah berat (heavvy
clay/fine textured soil), kacang tanha masih dapat menghasilkan, jika
pengolahan tanahnya dilakukan dengan baik. Tetapi, tanaman kacang tanah
dapat tumbuh optimal pada tanah ringan (loamy sand, sandy loan, dan sandy
clay) yang cukup mengandung unsur hara. Tanah ringan tersebut umumnya
gembur sehingga emungkinkan akar tumbuh dengan baik, dan lebih banyak
polong yang terbentuk (Fachruddin, 2000).
Kacang tanah masih mampu tumbuh dengan cukup baik pada tanah asam
(pH 5,0), tetapi peka terhadap tanah basa. Keasaman tanah yang ideal bagi
kacang tanah berkisar antara 6,0 – 7,0 (Fachruddin, 2000). Hal ini sesuai
dengan keadaan lahan di lokasi praktikum, pH tanah di lokasi tersebut yaitu
6,8.
Suhu amat berpengaruh terhadap perkecambahan biji dan pertumbuhan
awal. Pada suhu kurang dari 18oC, laju perkecambahan rendah. Pertumbuhan

10

kacang tanah meningkat sejalan dengan peningkatan suhu dari 20 oC menjadi
30oC (Fachruddin, 2000).
Tanaman yang ditumpangsarikan dalam lahan ini hampir sebagian besar
tanaman semusim. Seperti, jagung, kacang tanah, bengkuang, talas, ketela
pohon dan nanas. Sedangkan tanaman tahunan selain kelapa, hanya dijadikan
sebagai tanaman penyeling dan tanaman pelindung. Namun, jarak tanam yang
diterapkan dalam pertanaman tidak teratur. Sudah begitu, setelah melihat
keadaan tanah di lokasi (terutama lahan jagung), akan dapat segera diketahui
jika pengolahan tanah dilakukan dengan seadanya dan cenderung buruk,
namun tidak terlalu mempengaruhi pertumbuhan jagung.
Setelah kami mendapatkan data analisis kelompok masing-masing,
dibuatlah suatu transek gabungan yang menggambarkan keadaan vegetasi
seluruh kelompok. Sehingga diperoleh data bahwa: intensitas penyinaran
matahari berkisar antara 466 – 694 lux, dengan ketinggian tempat 0 – 5 mdpl,
suhu udara berkisar antara 31o – 34oC, dengan kelembaban antra 63,4% 70%. Sementara pH tanah di desa Wonoharjo berkisar antara 5,4 – 6,8.
Dalam data hasil anilisis transek vegetasi gabungan, diketahui bahwa
tanaman ubi jalar dan jagung adalah tanaman semusim yang paling banyak
dibudidayakan. Sedangkan tanaman tahunan yang paling mendominasi adalah
tanaman kelapa dan kelapa gading.
Ubi jalar memiliki daya adaptasi yang luas terhadap lingkungan hidup
sehingga dapat dibudidayakan pada berbagai jenis lahan, ketinggian tempat,
dan tingkat kesuburan tanah yang berlainan. Oleh karena itu, tanaman ubi
jalar mudah tersebar ke seluruh belahan bumi, terutama di daerah tropis. Di

11

daerah subtropis, misalnya Indonesia, ubi jalar dapat tumbuh baik dan dapat
memberkan hasil yang tinggi (Juanda, 2000).
Tanaman ubi jalar umumnya tidak menghendaki iklim yang basah (curah
hujan tinggi) karna sistem perakaran ubi jalar tidak tahan terhadap genangan
air. Curah hujan yang tinggi dan menyebabkan genanangan air tidak
menguntungkan bagi pertumbuhan ubi jalar (Juanda, 2000). Sehingga, ubi
jalar dapat tumbuh dengan baik di desa Wonoharjo, yang memiliki ketinggian
tempat antara 0 – 5 m dpl dan dengan kisaran suhu antara 31oC – 34oC.
Sedangkan tanaman tahunan yang dominan yaitu kelapa dan kelapa
gading. Kelapa gading merupakan salah satu variasi dari kelapa genjah
(dwarf variety). Menurut Warisno (2003), tanaman kelapa genjah
menghendaki keadaan suhu udara yang panas, dengan suhu rata-rata tahunan
±27oC. Pada masa pertumbuhan vegetatif, tanaman kelapa genjah
menghendaki suhu minimal 21oC. Di bawah suhu 21oC, pertumbuhan
tanaman tidak baik. Pada masa pertumbuhan buah, tanaman kelapa genjah
memerlukan suhu rata-rata 25oC, dengan fluktuasi 5o – 7oC. Selain kisaran
suhu tertentu, tanaman kelapa genjah menghendaki suhu udara yang merata.
Tanaman ini sangat peka terhadap perubahan (fluktuasi) suhu yang sangat
mencolok, yang dapat mengakibatkan penurunan hasil dan pertumbuhan buah
yang jelek. Di Indonesia, tanaman kelapa paling banyak ditanam di daerah
yang memiliki ketinggian kurang dari 200 m dpl. Tanaman kelapa hampir
selalu diusahakan di daerah dataran rendah, misalnya di daerah pantai
(pesisir).
Sebenarnya, daerah yang ideal bagi penanaman kelapa, baik kelapa genjah
maupun kelapa dalam, adalah daerah dengan ketinggian antara 200 m - 600

12

m dpl. Namun ternyata, tanaman kelapa di dataran rendah (dengan ketinggian
kurang dari 200 m dpl) dapat berbuah lebih cepat dan berproduksi lebih tinggi
dengan kadar minyak yang tinggi (Warisno, 2003).
b.

Jaring Pangan
Dalam ekosistem yang kami amati, terdapat beberapa rantai makanan,
yaitu peristiwa makan dan dimakan dengan urutan dan arah tertentu.
Kumpulan dari berbagai rantai makanan tersebut membentuk suatu jaring
pangan.
Di alam, makanan pastilah diperoleh dari suatu sumber. Dengan cara
menelusurinya ke tingkat trofik yang lebih tinggi dan lebih rendah, kita dapat
melihat di mana awalnya dan di mana akhirnya. Hasilnya adalah rantai
makanan – peta jalur yang dilalui energi makanan saat berpindah dari satu
spesies ke spesies lainnya (Burnie, 2005).
Awal suatu rantai makanan selalu dimulai dari tumbuhan. Dalam hal ini,
tumbuhan berperan sebagai produsen. Artinya, penghasil makanan bagi
makhluk hidup lainnya. Adapun hewan pemakan tumbuhan dan hewan
lainnya dalam suatu rantai makanan dinamakan konsumen. Ada beberapa
tingkatan dalam rantai makanan. Konsumen tingkat satu memakan produsen.
Konsumen tingkat dua memakan konsumen tingkat satu. Konsumen tingkat
tiga memakan konsumen tingkat dua, dan begitu seterusnya.
Dalam ekosistem, suatu organisme tidak hanya makan satu jenis
makanan saja, dan juga dapat dimakan oleh beberapa jenis pemangsa. Oleh
karena itu terjadi beberapa rantai makanan yang saling berhubungan.
Sekumpulan rantai makanan yang saling berhubungan ini disebut dengan
jaring-jaring makanan.

13

Menurut Burnie (2005), walaupun rantai-rantai makanan tunggal itu
pendek, mereka biasanya berjumlah banyak. Rantai-rantai itu bersama-sama
membentuk sebuah jaring makanan – suatu jaringan garis-garis yang
bersilangan dan terkadang mirip peta kereta bawah tanah. Jika jaringnya
lengkap, jaring tersebut menunjukan semua rute yang mungkin dilewati
makanan pada keseluruhan suatu komunitas tumbuhan dan hewan.
Rantai makanan dan jaring-jaring makanan menunjukkan bahwa di alam
tidak ada yang benar-benar sendirian. Bahkan di habitat-habitat yang paling
sulit dijangkau sekalipun, makhluk-makhluk hidup saling mempengaruhi, dan
juga berinteraksi dengan lingkungannya. Banyak di antara interaksi-interaksi
itu yang sedemikian rumitnya sampai-sampai tidak peduli seberapa
intensifnya diteliti, hasilnya tidak pernah dapat diprediksi.
Pada lahan yang diamati oleh kelompok 4, terdapat beberapa rantai
makanan seperti:
1. Rumput gajah → belalang → burung → ular
2. Jagung → belalang → burung → ular
3. Jagung → burung → ular
4. Jagung → tikus → ular
5. Kacang tanah → tikus → ular
Kemudian kelima rantai makanan tersebut digabungkan ke dalam suatu
jaring pangan (gambar jaring pangan kelompok 4 terlampir).
Hewan yang menjadi konsumen tingkat pertama di wilayah tersebut yaitu
belalang, burung dan tikus. Hewan-hewan tersebut, sebenarnya merupakan
hama dalam pertanian ini.
Tikus menjadi hama persemaian, masa vegetatif, masa generatif, masa
panen, hingga di penyimpanan. Tikus mempunyai sifat-sifat yang khusus
sehingga merupakan hama yang cukup penting pada pertanaman padi. Sifat
khusus tersebut di antaranya yaitu mempunyai preferensi makanan yang

14

cukup banyak (padi segar, gabah, beras, ubi jalar, ketela pohon, jagung,
kelapa, kacang tanah, kedelai dan kadang-kadang makan anak ayam). Tikus
betina melahirkan anaknya menjelang masa panen. Sekali melahirkan 4 – 12
anak, jumlah anaknya tergantung dari kualitas makanan.dua hari setelah
melahirkan, tikus betina sudah dapat berkopulasi lagi (Tjahjadi, 1989).
Tanda-tanda adanya serangan tikus : ada tikus, ada liang tikus, ada
kotoran tikus, ada bekas jejak tikus dan adanya potongan-potongan tanaman
yang bekas dirusak tikus. Tanda-tanda yang kami lihat di lokasi pada waktu
praktikum yaitu lubang-lubang tikus dan bekas tanaman yang dirusak tikus.
Burung tidak pernah merugikan secara berarti dalam bidang pertanian,
tetapi sebagian adapula yang merusak tanaman padi, jagung, kacangkacangan, dan buah-buahan.
Burung gereja (Passer montanus, malaccensis) yang banyak terdapat di
pulau Jawa, Sumatera dan Sulawesi. Membuat sarang di atap-atap rumah, dan
sering makan padi yang akan dipanen (Tjahjadi, 1989).
Burung gelatik (Passa oryzivora) juga merusak tanaman padi, burung
emprit (Munia leucogastroides) terkenal sebagai burung padi karena jika
musim panen padi berpindah-pindah dari areal yang satu ke areal yang lain
(Tjahjadi, 1989).
Hama belalang berpotensi menyerang pertanaman terutama padi dan
jagung yang masih ada di sekitar kelompok belalang dan daerah lain yang
masih dalam jangkauan migrasinya (Tjahjadi, 1989).
Beberapa jaring pangan yang diamati oleh masing-massing kelompok,
digabungkan ke dalam suatu jaring pangan gabungan yang mencakup
kesuluruhan wilayah desa Wonoharjo yang diamati.
Dalam jaring pangan gabungan, hewan yang menjadi konsumen tingkat
pertama adalah lebah, ulat, tikus, burung, belalang, kupu-kupu, ayam, kepik,

15

siput dan kambing. Dari kesemua hewan tersebut, yang merupakan binatang
hama yaitu: ulat, belalang, kepik, tikus, burung dan siput. Sedangkan
binatang lebah, kambing, ayam dan kupu-kupu tidak termasuk dalam
binatang hama.
Kemudian hewan yang menjadi konsumen tingkat kedua antara lain:
katak, burung, ayam dan laba-laba. Ayam dan burung, selain sebagai
konsumen tingkat pertama juga sebagai konsumen tingkat kedua, karena
ayam dan burung bukan hanya memakan tumbuhan saja namun juga
memakan serangga-serangga kecil.
Hama serangga dan ulat sering menyebabkan kerusakan bagian tanaman
terutama daun. Usaha pengendalian hama serangga dan ulat ini dengan
penyemprotan pestisida kiranya sudah tepat. Namun, bila jenis pestisida yang
kita gunakan tidak sesuai dengan peruntukannya, maka tidak akan
memberikan dampak yang berarti bagi hama tersebut.demikian juga, jika
kualitas pestisida yang digunakan sangat rendah, maka tidak akan efektif bila
digunakan untuk mengendalikan suatu hama (Surachman dan Suryanto,
2007).
Siput atau bekicot merupakan hama yang berasal dari Afrika Timur atau
Afrika Selatan. Binatang ini menyebar ke Indonesia melewati Malaysia antara
tahun 1921-1930. Bekicot mencari makan pada malam hari (Pracaya, 1991).
Pada tanaman cabai, siput merupakan hama yang menyerang tanaman
muda dan bagian tanaman yang masih muda. Biasanya menyerang dengan
memakan daun atau ranting yang masih muda, dan terkadang juga memakan
bunga cabai. Gejala serangan ditandai dengan patahnya ranting-ranting muda,
dan dedaunan juga mengalami kerusakan (Warisno dan Dahana, 2010).

16

Konsumen tingkat puncak dalam jaring pangan gabungan ini adalah ular.
Ular dalam ekosistem dapat membantu untuk mengendallikan hama sebagai
musuh alaminya. Petani setempat biasanya memanfaatkan ular untuk
mengendalikan hama pada tanaman padi.
c.

Wawancara dengan Petani
Untuk mendapatkan informasi tambahan seperti tekhnik budidaya, sistem
dan pola tanam, kendala yang dihadapi dan berbagai hama yang menyerang
tanaman, kami melakukan wawancara dengan petani atau pemilik lahan
setempat.
Petani yang kami wawancarai ialah ibu Sireng, sedang nama si penyewa
lahan adalah bapak Alimusa.
Menurut ibu Sireng, tanaman yang paling dominan ditanam di lahan
tersebut adalah jagung dan kacang. Terkadang mereka juga menanam ubi
jalar dan padi, namun saat kami berkunjung ke lahan, padi dan ubi sedang
tidak ditanam.
Banyak kendala yang dihadapi di daerah tersebut seperti serangan hama
uret yang menyerang tanaman dan kelapa, selain itu hama burung juga
menimbulkan banyak kerugian. Kendala lain adalah menurunnya kesuburan
tanah, menurut ibu Sireng kesuburan tanah sekitar lokasi menjadi kurang
subur karena penanaman berulangkali dengan jenis tanaman yang sama.
Untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman, mereka menggunakan pupuk
TSP dan ZA. Sedang kebutuhan air hanya mengandalkan persediaan air
tanah, air hujan dan saluran (selokan dan got) sekitar lokasi.
Hasil panen masyarakat desa Wonoharjo sebagian besar digunakan untuk
konsumsi sendiri, dijual ke tetangga atau daerah sekitar. Sedang benih yang
digunakan berasal dari toko pertanian dan bantuan dari pemerintah.

17

Berdasarkan hasil wawancara kelompok 5 dengan petani bernama Bpk.
Cipto, tanaman yang dibudidayakan di lahannya antaralain: kelapa, padi, ubi
jalar dan singkong. Sedangkan jenis kelapa yang ditanam adalah kelapa
hibrid.
Lahan yang digarap oleh bapak Cipto adalah tanah milik swasta, beliau
hanya sebagai buruh tani. Berdasar keterangan bapak Cipto, lahan tersebut
sebelumnya merupakan lahan budidaya kakao, namun sekarang digunakan
sebagai lahan budidaya kelapa. Pupuk yang banyak digunakan adalah pupuk
kimia.
Hasil dari ubi jalar dan singkong di daerah tersebut digunakan sebagai
pakan ternak, karena rasanya yang pahit dan tidak enak untuk dikonsumsi.
Sedanngkan tanaman kelapa diambil niranya untuk dijadikan gula merah.
Hambatan utama dalam budidaya kelapa di daerah itu adalah serangan
hama kumbang. Sedangkan untuk tanaman ubi jalar dan ketela pohon hama
yang menyerang umbi yaitu tikus dan belalang.
Kemudian berdasarkan hasil wawancara dari kelompok 2 rombongan 4
yang mewawancarai petani sadap bernama Bpk. Iman, diperoleh beberapa
keterangan, diantaranya adalah bahwa lahan yang mereka (petani) garap
bukanlah lahan pribadi, melainkan lahan pemerintah daerah yang disewa
untuk diolah. Penyewaan lahan dilakukan kepada salah satu perusahaan yang
ditunjuk oleh pemerintah, perusahaan tersebut ditunjuk dari hasil tender yang
dilakukan, sehingga perusahaan yang dijadikan tempat penyewaan sering kali
berubah sesuai dengan tender yang dilakukan dan mengakibatkan petani
kesulitan dalam proses penyewaan.

18

Pak Iman, menyewa sepuluh batang pohon kelapa untuk disadap
(tidak menyewa lahan). Sepuluh pohon yang disewa oleh petani mempunyai
tarif sewaan sebanyak 13 kg gula kelapa setiap 2 (dua) minggu sekali. Bisa
juga dengan uang seharga 13 kg gula kelapa yang sedang berlaku dipasar.
Berbeda dengan itu, petani yang menyewa lahan untuk ditanami berbagai
jenis tanaman pertanian, tarif yang dipatok oleh perusahaan pemenang tender
berdasar luas lahan per bata (1 bata = 14 m2).
Tanaman atau vegetasi yang mendominasi yang ada dilahan
observasi adalah kelapa, hal ini ditunjang dari jenis tanah yang relatif berpasir
karena dekat dengan pantai.
Mayoritas petani tidak menggunakan varietas bersertifikat, bahkan
untuk jagung yang ditanaman oleh salah satu petani, benih yang digunakan
adalah benih pilihan yang didapat dari hasil panen dan telah dilakukan dalam
beberapa generasi pertanaman tersebut, sehingga terlihat pertumbuhan dan
jumlah biji pertongkol dari tanaman jagung tersebut sangat minim dan
memprihatinkan.
Jika ibu Sireng dan Pak Cipto menggunakan pupuk kimia, di lahan ini
petani sebagian besar menggunakan pupuk kandang. Hanya pada tanaman
kacang tanah saja petani menggunakan pupuk kimia.

19

20

KESIMPULAN
A. Analisis vegetasi
Berdasarkan hasil

pengamatan,

jenis

tanaman

dominan

yang

dibudidayakan di desa Wonoharjo, Parigi, Pangandaran adalah ubi jalar dan
jagung.
Sementara kondisi wilayah sekitar desa tersebut tercatat sebagai berikut:
intensitas penyinaran matahari berkisar antara 466 – 694 lux, dengan
ketinggian tempat 0 – 5 mdpl, suhu udara berkisar antara 31 o – 34oC, dengan
kelembaban antra 63,4% - 70%. Sementara pH tanah di desa Wonoharjo
berkisar antara 5,4 – 6,8.
B. Jaring pangan
Pada lahan yang diamati oleh kelompok 4, terdapat beberapa rantai
makanan seperti:
1. Rumput gajah → belalang → burung → ular
2. Jagung → belalang → burung → ular
3. Jagung → burung → ular
4. Jagung → tikus → ular
5. Kacang tanah → tikus → ular
Hewan yang menjadi konsumen tingkat pertama di wilayah tersebut
yaitu belalang, burung dan tikus. Hewan-hewan tersebut, sebenarnya
merupakan hama dalam pertanian ini.
Dalam jaring pangan gabungan, hewan yang menjadi konsumen
tingkat pertama adalah lebah, ulat, tikus, burung, belalang, kupu-kupu,
ayam, kepik, siput dan kambing. Dari kesemua hewan tersebut, yang
merupakan binatang hama yaitu: ulat, belalang, kepik, tikus, burung dan
siput. Sedangkan binatang lebah, kambing, ayam dan kupu-kupu tidak
termasuk dalam binatang hama.

21

C. Wawancara dengan petani
Berdasar hasil wawancara, diperoleh info bahwa lahan yang mereka
(petani) garap bukanlah lahan pribadi, melainkan lahan pemerintah daerah
yang disewa untuk diolah. Penyewaan lahan dilakukan kepada salah satu
perusahaan yang ditunjuk oleh pemerintah, perusahaan tersebut ditunjuk
dari hasil tender yang dilakukan, sehingga perusahaan yang dijadikan
tempat penyewaan sering kali berubah sesuai dengan tender yang
dilakukan dan mengakibatkan petani kesulitan dalam proses penyewaan.

22

DAFTAR PUSTAKA

Aak. 1993. Jagung. Penerbit Kanisius : Yogyakarta
Burnie, David. 2005. Bengkel Ilmu: Ekologi. Penerbit Erlangga: Jakarta.
Ewusie, J. Yanney. 1990. Pengantar: Ekologi Tropika. Terjemahan oleh Usman
Tanuwidjaja. ITB: Bandung.
Fachruddin, Lisdiana. 2000. Budidaya Kacang-kacangan. Penerbit Kanisius:
Yogyakarta.
Juanda, Dede Js. dan Bambang Cahyono. 2000. Ubi Jalar : Budidaya dan Analisis
Usaha Tani. Penerbit Kanisius: Yogyakarta.
Leksono, Amin Setyo . 2007 . Ekologi: Pendekatan Deskriptif dan Kuantitatif.
Bayumedia Publishing: Malang.
Pracaya, Ir. 1991. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya: Depok.
Riberu, Paskalis. 2002. Pembelajaran Ekologi. Jurnal Pendidikan Penabur No.
01/tahunI/Maret 2002. Halaman 125-132.
Setyamidjaja, Djoehana. 1984. Bertanam Kelapa. Penerbit Kanisius : Yogyakarta
Surachman, Enceng dan Widada Agus Suryanto. Hama Tanaman Pangan,
Hortikultura dan Perkebunan : Masalah dan Solusinya. Penerbit Kanisius:
Yogyakarta.

23

Tjahjadi, Nur. 1989.

Hama dan Penyakit Tanaman. Penerbit Kanisius:

Yogyakarta.
Warisno dan Kres Dahana. 2010. Usaha dan Budidaya Cabai. Gramedia: Jakarta
Warisno. 2003. Budidaya Kelapa Genjah. Penerbit Kanisius: Yogyakarta

24

LAMPIRAN

25

1.

Analisis Vegetasi Kelompok 4

2.

Analisis Vegetasi Gabungan Rombongan 4

26

3.

Jaring Pangan Kelompok 4

4.

Jaring Pangan Gabungan Rombongan 4

27

28