Pembelajaran Budaya Sunda Lintas Kurikul

Pembelajaran Budaya Sunda
Lintas Kurikulum:
Jalan Gedé Revitalisasi Budaya Sunda
M elalui Pendidikan
Dadang Nurjaman

Konferensi Internasional Budaya Sunda II

1

ABSTRAK
Pendidikan merupakan salah satu bidang yang dapat dimanfaatkan dalam pewarisan,
pemertahanan dan pengembangan kebudayaan. Ia akan menjelma sebagai jalan gedé
tempat tekumpulnya picaritaeun yang bisa dibuka ku nu ngaliwat. Budaya Sunda
dengan segala aspeknya adalah salah satu picaritaeun yang pating haleuang ménta
dilalakonkeun. Itu sebabnya, siswa sebagai nu ngaliwat perlu difasilitasi agar mampu
weruh di semuna, terang di jaksana, rancagé di haté, melalui pembelajaran budaya
Sunda yang lintas kurikulum.Selama ini, pembelajaran budaya Sunda pada satuan
pendidikan dasar dan menengah (SD, SMP dan SMA) hanya dimaktubkan dalam
pembelajaran Muatan Lokal Bahasa Sunda. Pada pelaksanaannya, hal itu menjadi
kontraproduktif dengan kenyataan bahwa pembelajaran Muatan Lokal Bahasa Sunda

diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi, baik lisan maupun tulis,
serta untuk meningkatkan kemampuan mengapresiasi karya sastra. Peluang
memasukkan aspek-aspek budaya Sunda ke dalam kurikulum tiap-tiap mata
pelajaran terbuka lebar dengan adanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Desentralisasi terutama dalam pengembangan silabus dan pelaksanaannya
yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan siswa, keadaan sekolah, dan kondisi
sekolah atau daerah, seharusnya mampu dimanfaatkan secara maksimal dengan
mendesain kurikulum yang melibatkan potensi dan kearifan lokal yang bersumber
dari kehidupan alam dan masyarakat setempat (Sunda).Desain kurikulum yang
mengejawantahkan budaya Sunda sebagai pijakannya, sudah tentu memerlukan
perhatian dan kesungguhan dari berbagai pihak. Selain pada tataran satuan
pendidikan (kepala sekolah; guru) sebagai ujung tombak dan pemegang hak
desentralisasi, diperlukan pula usaha politis pada tataran pengawas satuan pendidikan
dan dinas pendidikan kabupaten/kota.
Kata Kunci: Budaya Sunda, Pendidikan, Pembelajaran Lintas Kurikulum

Pendahuluan
Persoalan tentang melemahnya pengamalan nilai-nilai dan praktek budaya di Indonesia
telah mendapat perhatian banyak pihak. Merebaknya krisis multidimensi yang ditandai
dengan kemunduran moralitas berkehidupan menjadi indikator yang paling banyak disentuh.

Banyak pula yang mendasarkan pada menurunnya praktek-praktek budaya dan ‘kematian’
bentuk-bentuk budaya etnis. Globalisasi dan generasi muda dituding sebagai pihak yang
paling bertanggung jawab dalam kemunduran tersebut. Gempuran budaya asing (dalam
kerangka materialisme dan hedonisme) yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya lokal
dianggap telah merasuki generasi muda untuk kemudian melupakan akar budayanya sendiri.
Melemahnya –dan bahkan hilangnya– budaya Sunda juga terangkum dalam kondisi tersebut.
Berbagai alternatif yang diajukan untuk mengatasi hal tersebut telah pula banyak
dikemukakan, salah satunya adalah dengan melibatkan bidang pendidikan. Rosidi (2004: 17)
menyatakan bahwa pendidikan adalah sarana pewarisan budaya. Prosesnya bermula dari
kenyataan setiap masyarakat yang mewariskan kebudayaannya kepada generasi penerusnya,

Konferensi Internasional Budaya Sunda II

2

supaya tradisi kebudayaannya tersebut tetap hidup dan berkembang. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pusat Kurikulum (2010: 1) menyatakan pula bahwa pendidikan merupakan
alternatif yang bersifat preventif karena pendidikanmembangun generasi baru bangsa yang
lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifatpreventif, pendidikan diharapkan dapat
mengembangkan kualitas generasi mudabangsa dalam berbagai aspek yang dapat

memperkecil dan mengurangi penyebabberbagai masalah budaya.
Keterkaitan antara pendidikan dan kebudayaan dapat dipahami dari makna pendidikan
itu sendiri. Secara garis besar, pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam
mengembangkanpotensi peserta didik. Lebih luas, pendidikan adalah juga suatu usaha
masyarakat dan bangsadalam mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan
kehidupan masyarakatdan bangsa yang lebih baik di masa depan. Menurut Badan Penelitian
dan Pengembangan Pusat Kurikulum (2010: 4), keberlangsungan itu ditandai olehpewarisan
budaya dan karakter yang telah dimiliki masyarakat dan bangsa. Dalam pendidikan
berkembang suatu proses pewarisan budaya dan karakter bangsa bagigenerasi muda dan juga
proses pengembangan budaya dan karakter bangsa untukpeningkatan kualitas kehidupan
masyarakat dan bangsa di masa mendatang.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyatakan bahwa jalur pendidikan di Indonesia terdiri atas pendidikan formal,
nonformal, dan informal, pada tingkatan dasar, menengah dan tinggi. Anggapan yang
berkembang selama ini, kemunduran nilai-nilai budaya terutama terjadi pada generasi muda
yang sebagian besar berada pada usia pendidikan dasar dan menengah, agaknya cukup
menjadi alasan untuk menciptakan usaha revitalisasi nilai-nilai budaya melalui jalur formal
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Pada jenjang tersebut, saat ini nilai-nilai budaya dikembangkan dalam suatu pendidikan
budaya dan karakter bangsa, yaitu pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan

karakter bangsa pada diripeserta didik. Tujuan dari pendidikan budaya dan karakter bangsa
adalahagarpeserta didik memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya,menerapkan
nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggotamasyarakat dan warganegara
yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif.Dalamproses pendidikan budaya dan karakter
bangsa, secara aktif peserta didikmengembangkan potensi dirinya, melakukan proses
internalisasi, dan penghayatannilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di
masyarakat,

mengembangkankehidupan

masyarakat

yang

lebih

sejahtera,

serta


mengembangkan kehidupan bangsayang bermartabat.

Konferensi Internasional Budaya Sunda II

3

Pendidikan budaya dan karakter bangsa dikembangkan dalam proses integrasi 18
(delapan belas) nilai1 ke dalam indikator pencapaian standar kompetensi dan kompetensi
dasar (SKKD) tiap mata pelajaran. Nilai-nilai yang telah ditetapkan merupakan internalisasi
dari pandangan hidup bangsa (Pancasila), agama, budaya dan nilai-nilai yang terumuskan dala
tujuan pendidikan nasional. Sekolah dan guru diberi kewenangan untuk menambah atau
mengurangi nilai-nilai tersebut sesuaidengan kebutuhan masyarakat yang dilayani sekolah dan
hakekat materi SKKD danmateri bahasan suatu mata pelajaran. Meskipun demikian, ada 5
nilai yang diharapkanmenjadi nilai minimal yang dikembangkan di setiap sekolah yaitu
nyaman, jujur,peduli, cerdas, dan tangguh (kerjakeras). Pengembangan budaya dan karakter
tersebut tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan (dan mata pelajaran khusus), tetapi
diintegrasikan ke dalam mata pelajaran yang ada, pengembangan diri dan budaya sekolah.
Sebagai salah satu sumber nilai, budaya dapat dipelajari dalam tiga koridor: 1) belajar
tentang budaya; 2) belajar berbudaya; dan 3) belajar melalui budaya (Suprayekti, 2008).
Pengembangan budaya dan karakter yang saat ini dikembangkan sejatinya hanya mencakup

koridor pertama dan kedua. Namun demikian, wewenang yang diberikan kepada sekolah dan
guru dalam mengembangkan konsep pendidikan budaya dan karakter bangsa ke dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), merupakan peluang untuk memasuki koridor ketiga. Bahkan, koridor
ketiga tersebut akan menjadi ruh bagi pelaksanaan koridor pertama dan kedua, belajar melalui
budaya (praktek budaya) akan mengantarkan siswa belajar tentang budaya (konsep budaya)
dan belajar berbudaya (penanaman nilai budaya).
Pewarisan, pemertahanan dan pengembangan budaya Sunda melalui pendidikan
sejatinya berada dalam kerangka pendidikan budaya dan karakter bangsa tersebut, dengan
menjadikan koridor ketiga sebagai ruhnya. Saat ini, masyarakat baru Indonesia adalah
sekaligus merupakan warga masyarakat lama atau masyarakat etnis. Nilai-nilai budaya etnis
tidak pernah pupus dalam dirinya meskipun ia telah berada dalam masyarakat modern. Nilainilai etnis tersebut dapat menjelma menjadi sebuah keunggulan lokal yang dapat
dimanfaatkan dalam dunia pendidikan. Pembelajaran budaya Sunda akan menjelma jalan
gedé bagi kumpulanpicaritaeun yang bisa dibuka ku nu ngaliwat. Budaya Sunda dengan
segala aspeknya adalah salah satu picaritaeun nu pating haleuang ménta dilalakonkeun. Itu

1

Meliputi karakter-karakter religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin
tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif/bersahabat, cinta damai, gemar

membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.

Konferensi Internasional Budaya Sunda II

4

sebabnya, siswa sebagai nu ngaliwat perlu difasilitasi agar mampu weruh di semuna, terang
di jaksana, rancagé di haté.2

Budaya Sunda: Picaritaeun nu Pating Haleuang Ménta Dilalakonkeun
Budaya adalah keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma, dankeyakinan manusia
yang dihasilkan masyarakat. Sistem berpikir, nilai, moral,norma, dan keyakinan itu
merupakan hasil interaksi manusia dengan sesamanya danlingkungannya, digunakandalam
kehidupan dan menghasilkan sistem sosial, sistem ekonomi, sistemkepercayaan, sistem
pengetahuan, teknologi, seni, dan sebagainya. Sebagai penghasil sistem berpikir, nilai, moral,
norma, dan keyakinan, manusia sebagai makhluk sosial juga diatur oleh sistem-sistem yang
telahdihasilkannya. Perkembangan kehidupan manusia sesungguhnya berada pada kondisi
berkembangnya sistem-sistem tersebut.
Dalam kerangka tersebut, budaya Sunda adalah keseluruhan sistem sosial, ekonomi,
kepercayaan, pengetahuan, teknologi, dan seni yang dihasilkan dan mengatur Ki Sunda 3

dalam perkembangan kehidupannya. Inti dari budaya Sunda meliputi konsepsi-konsepsi
abstrak mengenai apa yang dianggap jelek (yang perlu dihindari) dan apa yang dianggap
bagus (yang perlu dianut). Konsepsi nilai positif dan negatif tersebut kemudian dimunculkan
dalam praktek-praktek budaya berbentuk tradisi. Mengacu kepada Brunvand (Danandjaja,
2002: 21) tradisi tersebut terdiri dari tradisi lisan, tradisi lisan sebagian, dan tradisi bukan
lisan.
Dalam khazanah budaya Sunda, tradisi-tradisi tersebut misalnya meliputi:
a) tradisi lisan, berupa tradisi yang bentuknya murni lisan, misalnya: babasan, paribasa,
kakawihan, pupujian, sisindiran, caritapantun, dan dongeng.
b) tradisi nonlisan, berupa tradisi yang bentuknya tidak lisan (non lisan), terbagi dua menjadi
(1) material, seperti arsitektur, makanan tradisional, obat-obatan tradisional, dan (2) non
material, seperti olah raga (Pencak Silat, Lais, dll.), seni musik, dan seni teater.

2

Ungkapan dalam rajah pamuka carita pantun Lutung Kasarung. Lihat Rosidi, Ngalanglang Kasusastraan Sunda
(Jakarta: Pustaka Jaya, 1983), halaman 34-35.
3
Ki Sunda dalam terminologi Suryalaga (2010:69-72) berada dalam 5 kategori: (1) Sunda subyektif, yaitu
manusia yang berdasar pertimbangan subjektifnya merasa dirinya urang Sunda, sehingga bisa disebut orang

Sunda, dan melaksanakan serta menggunakan norma-norma kasundaan: (2) Sunda obyéktif, yaitu manusia
yang dianggap Sunda oleh orang Sunda dan mengaktualisasikan dirinya melalui pelaksanaan dan penghayatan
nilai-nilai budaya Sunda; (3) Sunda genetik,yaitu seseorang yang secara genetik lahir dari keturunan urang
Sunda pituin; (4) Sunda sosiokultural, yaitu seseorang yang salahsatu orangtuanya merupakan orang Sunda,
dalam kesehariannya memiliki paripolah nyunda; dan (5) Sunda geografis-demografis, yaitu setiap orang yang
tinggal secara geografis di tatar Sunda (secara administratif disebut provinsi Jawa Barat).

Konferensi Internasional Budaya Sunda II

5

c) tradisi campuran lisan dan nonlisan, berupa tradisi yang bentuknya campuran antara unsur
lisan murni dengan unsur bukan lisan, misalnya: kaulinan barudak, tari-tarian, upacaraupacara, dan pesta rakyat.
Hal dasar yang tertanam dalam konsepsi nilai-nilai budaya Sunda tersebut adalah
adanya informasi yang (harus) diteruskan dari satu generasi ke generasi setelahnya. Dalam
konteks ini, budaya Sunda tak ubahnya sekumpulan picaritaeun nu pating haleuang ménta
dilalakonkeun.

Pembelajaran Budaya Sunda: Jalan Gedé Pakeun nu NgaliwatWeruh di Semuna, Terang
di Jaksana, Rancagé di Haté

Jalan gedé ‘jalan raya’ dalam terminologi literer Kamus Besar Bahasa Indonesia,
bermakna sebagai jalan besar dan lebar, biasanya beraspal, dapat dilalui berbagai jenis
kendaraan kecil dan besar dari dua arah berlawanan (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 2003: 453). Dalam dimensi yang lebih sempit terutama bekaitan dengan
sosialisasi sastra Sunda, Hawe Setiawan menyatakan bahwa jalan gedé merupakan sebuah
jalan kehidupan tempat berlalulintasnya kebudayaan tradisional dan modern. 4 Oleh karena itu,
Pembelajaran budaya Sunda sebagai jalan gedé dapat bermakna sarana dan fasilitas tempat
berbagai informasi budaya Sunda disosialisasikan dan diwariskan kepada siswa.
Siswa sebagai nu ngaliwat, mempelajari (dan mempraktekkan) berbagai informasi
budaya Sunda tersebut agar mampu weruh di semuna, terang di jaksana, rancagé di haté.
Ungkapan tersebut pada dasarnya merupakan salah satu karancagéan karuhun dalam
mengungkap nilai-nilai budaya sebagai pijakan dalam kehidupan bermasyarakat. Tujuan
pendidikan budaya dan karakter bangsa yang dikembangkan saat ini sebenarnya sejalan
dengan makna ungkapan tersebut. Untuk bisa mengaplikasikan nilai-nilai budaya dan karakter
sebagaimana yang terekplisitkan dalam berbagai aspek budaya Sunda, siswa perlu melalui
proses mempelajari budaya Sunda tersebut.
Selama ini, pembelajaran budaya Sunda (pada satuan pendidikan dasar dan menengah)
hanya dimaktubkan dalam pembelajaran Muatan Lokal Bahasa Sunda. Pada pelaksanaannya,
hal itu menjadi kontraproduktif dengan kenyataan bahwa Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Muatan Lokal Bahasa Sunda berpijak pada hakikat

pembelajaran bahasa dan sastra. Belajar bahasa pada dasarnya adalah belajar berkomunikasi,
4

Lihat Hawé Setiawan, “Melak jeung Néang Hanjuang Siang”, makalah pada Kongrés Basa Sunda VII (Garut,
2011), halaman 2.

Konferensi Internasional Budaya Sunda II

6

sedangkan belajar sastra adalah belajar menghargai nilai-nilai kemanusiaan serta nilai-nilai
kehidupan. Oleh karena itu, pembelajaran Muatan Lokal Bahasa Sunda diarahkan untuk
meningkatkan kemampuan berkomunikasi, baik lisan maupun tulis, serta untuk meningkatkan
kemampuan mengapresiasi karya sastra.5 Dalam terminologi Halliday (Tompkins, 1991: 524),
pijakan tersebut lebih mengarah pada bagaimana siswa belajar berbahasa (learning language)
dan belajar tentang bahasa (leraning about language), tetapi seringkali tidak menyentuh
bagaimana siswa belajar melalui bahasa (learning through language).
Secara parsial, beberapa aspek budaya Sunda dipelajari pula dalam mata pelajaran Seni
Budaya dan Keterampilan, serta pengembangan diri berbasis kesenian. Dalam mata pelajaran
Seni Budaya dan Keterampilan misalnya dipelajari pembuatan karya seni rupa berbentuk
relief dan bentuk kreatif lainnya, mengapresiasi dan mengekspresikan seni musik dan seni tari
(jenjang SD, SMP dan SMA), mengapresiasi dan membuat kerajinan (jenjang SD), serta
mengapresiasi dan mengekspresikan seni teater tradisi (jenjang SMA). 6 Pengembangan diri
berbasis kesenian misalnya mengembangkan apresiasi dan ekpresi seni tari, seni musik dan
seni teater tradisi (longsér).
Luasnya aspek budaya Sunda seyogyanya dipelajari secara lintas kurikulum, meliputi
beberapa mata pelajaran yang diajarkan di sekolah (kecuali mata pelajaran bahasa
Inggris).Peluang memasukkan aspek-aspek budaya Sunda ke dalam kurikulum tiap-tiap mata
pelajaran terbuka lebar dengan adanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam
KTSP, sekolah diarahkan untuk memasukkan keunggulan lokal sebagai salah satu basisnya.
Pendidikan berbasis keunggulan lokal adalahpendidikan yang diselenggarakan setelah
memenuhiStandar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengankeunggulan kompetitif dan/atau
komparatif daerah.Desentralisasi terutama dalam pengembangan silabus dan pelaksanaannya
yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan siswa, keadaan sekolah, dan kondisi sekolah
atau daerah, seharusnya mampu dimanfaatkan secara maksimal dengan mendesain kurikulum
yang melibatkan potensi dan kearifan lokal yang bersumber dari kehidupan alam dan
masyarakat setempat (Sunda).
Melalui integrasi ke dalam setiap mata pelajaan, Pembelajaran Budaya Sunda
dilaksanakan dengan proses membangun visi, misi dan tujuan sekolah, grand desain
pendidikan berbasis budaya Sunda, keterkaitan antara SKKD, nilai budaya dan karakter, serta
5

Lihat Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 423.5/Kep.674-Disdik/2006 tentang Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar serta Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Mata Pelajaran Bahasa
dan Sastra Sunda.
6
Lihat Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar
Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Konferensi Internasional Budaya Sunda II

7

bentuk budaya Sunda. Desain kurikulum yang mengejawantahkan budaya Sunda sebagai
pijakannya, sudah tentu memerlukan perhatian dan kesungguhan dari berbagai pihak. Selain
pada tataran satuan pendidikan (kepala sekolah; guru) sebagai ujung tombak dan pemegang
hak desentralisasi, diperlukan pula usaha politis pada tataran pengawas satuan pendidikan dan
dinas pendidikan kabupaten/kota.

(a) Pengembangan Visi, Misi dan Tujuan Sekolah
Struktur dan muatan KTSP dikembangkan dengan berpijak pada visi, misi dan tujuan
sekolah. Dalam visi, gambaran sekolah yang dicita-citakan pada masa depan dirumuskan
dengan beorientasi pada tujuan pendidikan secara umum dan tujuan pendidikan nasional.
Tindakan strategis yang akan dilaksanakan untuk mencapai visi tersebut dirumuskan dalam
misi sekolah yang berorientasi pada bentuk layanan dan arahan untuk memenuhi tuntutan visi.
Sedangkan tujuan sekolah dirumuskan sebagai tahapan atau langkah untuk mewujudkan visi
dan misi tersebut dalam kurun waktu tertentu. Visi, misi dan tujuan sekolah dapat pula
dikembangkan dengan memperhatikan visi, misi dan tujuan pemerintah daerah.
Untuk mewadahi desain kurikulum sekolah berbasis budaya Sunda, visi, misi dan tujuan
sekolah yang ditetapkan harus pula mencantumkan pewarisan dan pengembangan kearifan
lokal budaya Sunda. Tujuan pendidikan nasional sebagaimana terumuskan dalam UndangUndang Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah mengembangkan potensi
pesertadidik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang MahaEsa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan tersebut dilandasi oleh fungsi pendidikan
nasional untuk mengembangkan danmembentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangkamencerdaskan kehidupan bangsa. Pembentukan watak dan martabat
bangsa hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskanpeserta
didik dari lingkungan sosial,budaya masyarakat, dan budaya bangsa. Dalam kerangka
tersebut, desain kurikulum berbasis budaya Sunda menjadi suatu proses enkulturasi, berfungsi
mewariskan dan mengembangkan nilai-nilai budaya Sunda danprestasi masa lalu Ki Sunda ke
generasi mendatang.

(b) Prinsip, Fungsi dan Tujuan Pembelajaran Budaya Sunda Lintas Kurikulum
Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan Pembelajaran Budaya
Sunda lintas kurikulum diusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima budaya Sunda

Konferensi Internasional Budaya Sunda II

8

sebagai milik mereka dan bertanggung jawab ataskeputusan yang diambilnya melalui tahapan
mengenal pilihan, menilai pilihan,menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu
nilai sesuai dengankeyakinan diri. Dengan prinsip ini, peserta didik belajar melalui proses
berpikir,bersikap,

dan

berbuat.

Ketiga

proses

ini

dimaksudkan

untuk

mengembangkankemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan sosial dan mendorong
pesertadidik untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk sosial.
Prinsip tersebut dikembangkan sesuai dengan fungsi dan tujuan pembelajaran budaya
Sunda lintas kurikulum sebagai berikut:
(1) Fungsi
- Sarana pembinaan sosial budaya Regional Jawa Barat;
- Sarana peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam rangka pelestarian
dan pengembangan budaya Sunda;
- Sarana peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk meraih dan
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
- Sarana pengembangan penalaran; dan
- Sarana pengembangan aneka ragam budaya Sunda.
(2) Tujuan
- Siswa beroleh pengalaman praktek budaya Sunda;
- Siswa menghargai dan membanggakan budaya Sunda;
- Siswa memahami budaya Sunda dari segi bentuk, makna, dan fungsi serta mampu
menggunakannya secara tepat dan kreatif sesuai dengan konteksnya;
- Siswa mampu menggunakan budaya Sunda untuk meningkatkan kemampuan
intelektual, kematangan emosional, dan kematangan sosial;
- Siswa memiliki disiplin dalam berbudaya;
- Siswa mampu menikmati dan memanfaatkan bentuk-bentuk budaya Sunda untuk
mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan serta meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan berbahasa Sunda;
- Siswa menghargai dan membanggakan budaya Sunda sebagai khazanah intelektual
manusia Sunda.

(c) Desain Pembelajaran Budaya Sunda Lintas Kurikulum
Dalam Seminar Nasional Tradisi Lisan untuk Pengembangan Kurikulum, yang
diselenggarakan oleh Program Studi Pendidikan Bahasa dan Budaya Sunda, Sekolah

Konferensi Internasional Budaya Sunda II

9

Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia (September 2011), diungkap beberapa
kearifan lokal Sunda yang berupa tradisi lisan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pembelajaran. Bahkan, menurut Ruhaliah (2011), dalam lokakarya kurikulum yang diadakan
oleh Pusat Perbukuan dan Kurikulum sudah dirancang pula untuk memasukkan tradisi lisan
ke dalam kurikulum nasional terutama untuk bidang studi Bahasa Indonesia, Sejarah, dan
Seni.
Selain bersumber dari tradisi lisan, desain pembelajaran budaya Sunda lintas kurikulum
dapat pula dikembangkan berdasarkan sumber-sumber tradisi Sunda nonlisan dan campuran
lisan-nonlisan. Sumber-sumber tradisi Sunda tersebut diintegrasikan ke dalam: a) kelompok
mata pelajaran agama dan akhlak mulia; b) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian; c) kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; d) kelompok mata
pelajaran estetika; dan e) kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan. Secara
tematik, aspek-aspek budaya Sunda dapat dilibatkan dalam upaya mencapai standar
kompetensi dan kompetensi dasar masing-masing mata pelajaran.
Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, keterkaitan antara SKKD, nilai budaya
dan karakter, serta bentuk budaya Sunda yang diintegrasikan ke dalam setiap mata pelajaran
dapat dilihat pada tabel berikut.
Contoh Integrasi Budaya Sunda
dalam Mata Pelajaran selain Bahasa Sunda dan Seni Budaya
Contoh Tradisi Sunda
Babasan/Paribasa
Pupujian
Sisindiran
Dongéng
Kaulinan Barudak

Mata
Pelajaran
PAI

Jenjang
SD

SMP

Standar Kompetensi
Berperilaku terpuji dalam
kehidupan sehari-hari serta
menghindari perilakutercela

Menjelaskan dan membiasakan
perilaku terpuji seperti qanaah
dan tasawuhdan menjauhkan
diri dari perilaku tercela seperti
ananiah, hasad, ghadab
dannamimah

Berperilaku terpuji seperti
hasnuzzhan, taubat dan raja dan
meninggalkan
perilaku tercela seperti isyrof,

Konferensi Internasional Budaya Sunda II

10

Contoh Tradisi Sunda

Mata
Pelajaran

Jenjang

Standar Kompetensi
tabzir dan fitnah

SMA

PKn

SD

SMP

Memahami hidup tertib dan
gotong royong

- Memahami dan menunjukkan
sikap positif terhadap normanorma kebiasaan,adat-istiadat,
dan peraturan, dalam
kehidupan berbangsa dan
bernegara
- Menunjukkan sikap positif
terhadap pelaksanaan
kehidupan demokrasi
dankedaulatan rakyat

Memahami wacana lisan
berbentuk perintah, penjelasan,
petunjuk, pesan,pengumuman,
berita, deskripsi berbagai
peristiwa dan benda di sekitar,
sertakarya sastra berbentuk
dongeng, puisi, cerita, drama,
pantun dan cerita rakyat

Memahami wacana lisan dalam
kegiatan wawancara, pelaporan,
penyampaianberita radio/TV,
dialog interaktif, pidato,
hotbah/ceramah, dan
pembacaanberbagai karya sastra
berbentuk dongeng, puisi,
drama, novel remaja,
syair,kutipan, dan sinopsis
novel

B. Indonesia

Konferensi Internasional Budaya Sunda II

SD

Memahami wacana lisan dalam
kegiatan penyampaian berita,
laporan, saran,berberita, pidato,
wawancara, diskusi, seminar,
dan pembacaan karya
sastraberbentuk puisi, cerita
rakyat, drama, cerpen, dan

11

Contoh Tradisi Sunda

Mata
Pelajaran

Jenjang

Standar Kompetensi
novel

- Memahami identitas diri dan
keluarga, serta mewujudkan
sikap salingmenghormati
dalam kemajemukan keluarga
- Memahami sejarah,
kenampakan alam, dan
keragaman suku bangsa
dilingkungan kabupaten/kota
dan provinsi
SMP

Mendeskripsikan perubahan
sosial-budaya dan tipe-tipe
perilaku masyarakatdalam
menyikapi perubahan, serta
mengidentifikasi berbagai
penyakit sosialsebagai akibat
penyimpangan sosial dalam
masyarakat, dan
upayapencegahannya

SMA

IPS

Konferensi Internasional Budaya Sunda II

- Menganalisis kehidupan awal
masyarakat di Indonesia
meliputi peradabanawal, asalusul dan persebaran manusia
di wilayah
nusantara/Indonesia
- Menganalisis perkembangan
masa negara-negara
tradisional yang meliputimasa
Hindu-Buddha, Islam di
Indonesia

SD

12

Contoh Tradisi Sunda

Mata
Pelajaran

Jenjang

Standar Kompetensi

SMP

SMA

Konferensi Internasional Budaya Sunda II

13

Contoh Tradisi Sunda

Mata
Pelajaran

Jenjang

Standar Kompetensi

(d) Dukungan dalam Pembelajaran Budaya Sunda Lintas Kurikulum
Desain kurikulum yang mengejawantahkan budaya Sunda sebagai pijakannya, sudah
tentu memerlukan perhatian dan kesungguhan dari berbagai pihak. Selain pada tataran satuan
pendidikan (kepala sekolah; guru) sebagai ujung tombak dan pemegang hak desentralisasi
dengan mengembangkan KTSP berbasis budaya Sunda da menjadikan budaya Sunda sebagai
ruh pembelajaran, diperlukan pula dukungan dari pihak-pihak seperti pengawas satuan
pendidikan, dinas pendidikan dan kebudayaan kabupaten/kota, Pemerintah Provinsi Jawa
Barat, lembaga-lembaga kebudayaan Sunda, seniman dan budayawan Sunda, dan kelompokkelompok seni (budaya) Sunda.
Dukungan tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk-bentuk atau usaha-usaha sebagai
berikut.
(a) Pengawas Satuan Pendidikan
Pengawas satuan pendidikan sejatinya merupakan penyambung lidah antara pihak
sekolah (kepala sekolah; guru) dengan pihak pemangku kebijakan bidang pendidikan
pada unsur pemerintahan. Kewenangan yang melekat pada dirinya dalam memberikan
pembinaan langsung kepada guru dan kepala sekolah sejatinya harus memperhatikan
potensi dari guru dan kepala sekolah tersebut dalam menyusun kurikulum sekolah.
Kurikulum sekolah jangan lagi diarahkan hanya sebagai pelengkap formalitas dan
berpusat pada mata pelajaran yang di-Ujian Nasional-kan.

Konferensi Internasional Budaya Sunda II

14

(b) Dinas Pendidikan (dan Kebudayaan) Kab./Kota
Peningkatan mutu, kualitas dan akseptabilitas pendidikan menjadi poin penting yang
selalu diarahkan oleh pemangku kebijakan di lingkungan dinas pendidikan (dan
kebudayaan) kab./kota. Hal tersebut sedikit banyak menyebabkan hadirnya keengganan
pihak sekolah dalam melakukan inovasi pendidikan budaya. Kebijakan tersebut tentu
seharusnya diubah atau dikembangkan, sehingga pihak sekolah merasa tidak ‘disalahkan’
ketika berinovasi dalam mengembangkan pendidikan budaya. Pengembangan sekolah
bertaraf internasional pun seharusnya tidak melulu diarahkan pada basis keunggulan
global (seperti penguasaan bahasa Inggris dan teknologi mutakhir), tetapi tetap
menyertakan keunggulan lokal untuk dijadikan daya saing pada tataran global.
(c) Pemerintah Provinsi Jawa Barat
Dukungan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebenarnya telah ditunjukkan melalui
penerbitan Peraturan Daerah Jawa Barat No. 5 Tahun 2003 tentang Pemeliharaan Bahasa,
Sastra dan Aksara Daerah, Peraturan Daerah Jawa Barat No.6 Tahun 2003 tentang
Pemeliharaan Kesenian, dan Peraturan Daerah Jawa Barat No.7 Tahun 2003 tentang
Pengelolaan Keperbukalaan, Kesejarahan, Nilai Tradisional dan Musium. Pun demikian
dengan dimasukkannya pengadaan buku-buku bahasa, sastra dan budaya Sunda sebagai
salah satu poin dalam penyaluran Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Hal lain yang
bisa dilakukan misalnya dengan megembalikan lagi Dinas Pendidikan menjadi Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan, sebagaimana pemerintah pusat mengubah Kementerian
Pendidikan Nasional menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
(d) Lembaga-Lembaga Kebudayaan Sunda, Seniman dan Budayawan Sunda, serta
Kelompok-Kelompok Seni (budaya) Sunda
Tidak semua guru di wilayah Jawa Barat merupakan Ki Sunda dan paham akan khazanah
budaya Sunda. Hal tersebut menjadikan pembelajaran budaya Sunda lintas kurikulum
niscaya memerlukan beragam informasi budaya Sunda dalam berbagai bentuk, seperti
buku, ensiklopedi, dan multi media. Lembaga-Lembaga Kebudayaan Sunda, Seniman
dan Budayawan Sunda, serta Kelompok-Kelompok Seni (budaya) Sunda menjadi pihak
yang paling memungkinkan penerbitan informasi tersebut secara masif. Selain itu, pihakpihak ini dapat turun langsung membantu guru menyampaikan informasi budaya Sunda
kepada siswa, baik menurut undangan pihak sekolah maupun secara swadaya. Pelatihan
atau workshop tentang budaya Sunda pun bisa dilakukan dengan melibatkan pengawas

Konferensi Internasional Budaya Sunda II

15

satuan pendidikan, guru, kepala sekolah, serta pemangku kebijakan di lingkungan dinas
pendidikan dan kebudayaan sebagai peserta.

Penutup
Konsepsi nilai yang terkandung dalam budaya Sunda sejatinya merupakan informasi
yang harus diwariskan dan dikembangkan dari satu generasi ke generasi setelahnya.
Pendidikan sebagai alternatif yang bersifat preventif diharapkan dapat mengembangkan
kualitas generasi mudabangsa dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi
penyebabberbagai masalah budaya akibat terputusnya informasi. Dalam kerangka tersebut,
pembelajaran budaya Sunda lintas kurikulum niscaya merupakan sesuatu yang harus
diusahakan.
Pembelajaran

budaya

Sunda

lintas

kurikulum

yang

diejawantahkan

dalam

pengembangan KTSP berbasis budaya Sunda diharapkan menjadi sarana pewarisan,
pemertahanan dan pengembangan budaya Sunda. Melalui integrasi ke dalam setiap mata
pelajaan, Pembelajaran Budaya Sunda dilaksanakan dengan proses membangun visi, misi dan
tujuan sekolah, grand desain pendidikan berbasis budaya Sunda, keterkaitan antara SKKD,
nilai budaya dan karakter, serta bentuk budaya Sunda. Melalui pengembangan hal tersebut
dalam KTSP, budaya Sunda sebagai kumpulan picaritaeun nu pating haleuang diharapkan
dapat diwariskan, dipertahankan, dan dikembangkan sehingga siswa sebagai generasi muda
dapatweruh di semuna, terang di jaksana, rancagé di haté.
Desain kurikulum yang mengejawantahkan budaya Sunda sebagai pijakannya tersebut,
sudah tentu memerlukan perhatian dan kesungguhan dari berbagai pihak. Selain pada tataran
satuan pendidikan (kepala sekolah; guru) sebagai ujung tombak dan pemegang hak
desentralisasi, diperlukan pula usaha politis dan poulis pada tataran pengawas satuan
pendidikan, dinas pendidikan kabupaten/kota, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, lembagalembaga kebudayaan Sunda, seniman dan budayawan Sunda, dan kelompok-kelompok seni
(budaya) Sunda.

Pustaka Rujukan
Anas, Zulfikri. 2011. “Membangun Karakter dan Go Internasional melalui Pembelajaran yang
Berbasis Kearifan”. Makalah pada Seminar Nasional Tradisi Lisan untuk Pengembangan
Kurikulum, Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Asrori, H. Mohammad. 2007. Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.

Konferensi Internasional Budaya Sunda II

16

Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum. 2010. Bahan Pelatihan Penguatan
Metodologi Pembelajaran berdasarkan Nilai-Nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing
dan Karakter Bangsa: Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta:
Pusat Kurikulum Kementrian Pendidikan Nasional.
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. PanduanPenyusunan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan Jenjang Pendidikan dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.
Danandjaja, James. 2002. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng dan lain-lain. Jakarta:
Pustaka Utama Grafiti.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keiga.
Jakarta: Balai Pustaka.
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama. 2009. Buku Saku Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.
Hidayat, Rachmat Taufiq, dkk. 2005. Peperenian Urang Sunda. Bandung: Kiblat Buku
Utama.
Rosidi, Ajip. 1983. Ngalanglang Kasusastraan Sunda. Jakarta: Pustaka Jaya.
Rosidi, Ajip. 2004. Masa Depan Budaya Daerah: Kasus Bahasa dan Sejarh Sunda, Pikiran
dan Pandangan Ajip Rosidi. Jakarta: Pustaka Jaya.
Rosidi. Ajip. 2009. Manusia Sunda: Sebuah Esai tentang Tokoh-tokoh Sastera dan Sejarah.
Bandung: Kiblat Buku Utama.
Ruhaliah. 2011. “Tradisi Lisan pikeun Bahan Pangajaran”. Makalah pada Seminar Nasional
Tradisi Lisan untuk Pengembangan Kurikulum, Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia, Bandung.
Setiawan, Hawe. 2001. “Melak jeung Néang Hanjuang Siang”. Makalah pada Kongres Basa
Sunda ke-7, Lembaga Basa jeung Sastra Sunda, Garut.
Suprayekti, dkk. 2008. Pembaharuan Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas Terbuka
Suryalaga, Hidayat. 2010. Kasundaan Rawayan Jati. Bandung: yayasan Nur Hidyah.
Tompkins, Gail E. dan Kenneth Hoskisson. 1991. Language Arts: Content and Teaching
Strategies. New York: Macmillan.
Warnaen, Suwarsih, dkk. 1987. Pandangan Hidup Orang Sunda seperti Tercermin dalam
Tradisi Lisan. Bandung: Sundanologi.
Perundangan dan peraturan lainnya:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan
Penyelenggaraan Pendidikan.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Konferensi Internasional Budaya Sunda II

17

Peraturan Daerah Jawa Barat No. 5 Tahun 2003 tentang Pemeliharaan Bahasa, Sastra dan
Aksara Daerah.
Peraturan Daerah Jawa Barat No.6 Tahun 2003 tentang Pemeliharaan Kesenian.
Peraturan Daerah Jawa Barat No.7 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Keperbukalaan,
Kesejarahan, Nilai Tradisional dan Musium.
Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 423.5/Kep.674-Disdik/2006 tentang Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Sunda.

Konferensi Internasional Budaya Sunda II

18