Bahasa Desain yang paling popular

Sejarah perkembangan desain bisa dikatakan
bermula dari revolusi industri di Eropa. Meskipun
sebenarnya dasar perkembangan desain adalah juga
ditentukan oleh pertumbuhan seni rupa dan kerajinan
sejak manusia ada di muka bumi ini.
Di Indonesia, pengembangan desain diawali
dengan membentuk ‘Design Center’ oleh Fakultas
Perencanaan dan Sipil Institut Teknologi Bandung tahun
1968 yang pada waktu itu diperkenalkan dalam Expo 70
di Osaka Jepang.
Sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam
pembentukan
Bangsa-bangsa

ASEAN
Asia

sebagai
Tenggara

wadah

tahun

pemersatu
1976

oleh

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sebagai
penyelenggaranya, salah satu keputusan penting yang
dikeluarkan adalah suatu saran agar setiap anggota
ASEAN memiliki dan mendirikan pusat pengembangan
Desain dan Kerajinan. Setelah itu dengan adanya
kegiatan-kegiatan yang berkisar pada masalah-masalah
desain dengan berbagai aspek, dalam sebuah lokakarya
muncullah gagasan untuk membentuk sebuah organisasi
yang pada waktu itu diberi nama IADI (Ikatan Ahli
Desain

Indonesia).


Munculnya

organisasi

IADI

merupakan manifestasi dari kehadiran profesi desain di
Indonesia, dan timbulnya kesadaran akan tanggung
jawab profesi para ahli desain Indonesia.

Desain biasa diterjemahkan
sebagai seni terapan, arsitektur
, dan berbagai pencapaian
kreatif lainnya. Dalam sebuah
kalimat, kata "desain" bisa
digunakan baik sebagai kata
benda maupun kata kerja.
Sebagai kata kerja, "desain"
memiliki arti "proses untuk
membuat dan menciptakan

obyek baru". Sebagai kata
benda, "desain" digunakan
untuk menyebut hasil akhir
dari sebuah proses kreatif,
baik itu berwujud sebuah
rencana, proposal, atau
berbentuk obyek nyata.

Penggunaan istilah design atau desain bermula dari gambar teknik arsitektur
(gambar potong untuk bangunan) serta di awal perkembangan, istilah desain awalnya masih
berbaur dengan seni dan kriya. Dimana, pada dasarnya seni adalah suatu pola pikir untuk
membentuk ekpresi murni yang cenderung fokus pada nilai estetis dan pemaknaan secara
privasi. Sedangkan desain memiliki pengertian sebagai suatu pemikiran baru atas
fundamental seni dengan tidak hanya menitik-beratkan pada nilai estetik, namun juga aspek
fungsi dan latar industri secara massa, yang memang pada realitanya pengertian desain tidak
hanya digunakan dalam dunia seni rupa saja, namun juga dalam bidang teknologi, rekayasa,
dll.
Awalnya merupakan kata baru peng-Indonesia-an dari kata design (bahasa
Inggris), istilah ini melengkapi kata ‘rancang/rancangan/merancang’ yang dinilai kurang
mengekspresikan keilmuan, keluasan, dan kewibawaan profesi. Sejalan dengan itu, kalangan

insinyur menggunakan istilah “rancang bangun“, sebagai pengganti istilah desain. Namun di
kalangan keilmuan seni rupa, istilah ‘desain’ tetap secara konsisten dan formal dipergunakan.
Pengertian desain menurut beberapa kamus dan ensiklopedi yang disusun oleh ahli bahasa
dan kaum profesional (Sachari, 2005: 7-8) adalah sebagai berikut:

1. Desain adalah garis besar, sketsa; rencana, seperti dalam kegiatan seni, bangunan,
gagasan tentang mesin yang akan diwujudkan (The American Collage Dictionary).
2. Desain adalah gambar atau garis besar tentang sesuatu yang akan dikerjakan atau dibuat
(Readers Dictionary, Oxford Progressive English).
3. Desain merupakan susunan garis atau bentuk yang menyempurnakan rencana kerja “seni”
dengan memberi penekanan khusus pada aspek proporsi, struktur, gerak, dan keindahan
secara terpadu; identik dengan pengertian komposisi yang berlaku pada berbagai cabang
seni, meskipun secara khusus kerap dikaji sebagai “seni terapan” (Encyclopedia
Britanica)
4. Desain merupakan susuna elemen rupa pada satu pekerjaan seni (McGraw-Hill
Dictionary of Art).
5. Desain adalah sketsa gagasan yang memuat konsep bentuk yang akan dikerjakan
(Webster Dictionary).

6. Desain adalah dorongan keindahan yang diwujudkan dalam suatu bentuk komposisi;

rencana komposisi; sesuatu yang memiliki kekhasan; atau garis besar suatu komposisi,
misalnya bentuk yang berirama, desain motif, komposisi nada, dan lain-lain
(Encyclopedia of The Art).

Sachari (2005 : 5), terdapat beberapa pengertian-pengertian desain yang bersifat
rasional, sebagai berikut:
1. Desain merupakan pemecahan masalah dengan satu target yang jelas (Archer, 1965)
2. Desain merupakan temuan unsur fisik yang paling objektif (Alexander, 1963)
3. Desain adalah tindakan dan inisiatif untuk mengubah karya manusia (Jones, 1970)

Dari beberapa pendapat diatas mengenai pengertian diatas mengenai pengertian
desain, kami menyimpulkan bahwa :
“ Desain merupakan suatu hasil karya kreatif yang menggabungkan berbagai seni dan
arsitektur. Proses desain bukan hanya sekadar perancangan bernilai estetika, akan tetapi juga
dibutuhkan pertimbangan pemikiran, rasa, dan gagasan. Selain itu juga melibatkan faktor
internal (jiwa seni, ide dan kreativitas perancang) atau pun faktor eksternal (berupa hasil
penelitian dari berbagai bidang ilmu, teknologi, lingkungan, budaya dan sebagainya. Desain
berkaitan dengan konfigurasi, komposisi, arti, nilai dan tujuan dari fenomena buatan manusia.
Design is a blend of art, science and technology ”


A. Fungsi Desain
1. Sebagai suatu proses untuk membuat dan
menciptakan obyek baru
2. Sebagai

suatu

alat

untuk

mengkomunikasikan sebuah karya cipta
baru seorang desainer kepada khalayak
umum.
3. Sebagai wadah untuk mempresentasikan
objek-objek

pada

masyarakat


secara

gambaran maupun nyata
4. Sebagai

suatu

ilmu

pengetahuan

dan

wawasan kepada manusia, agar dapat
mengerti

apa

itu


bentuk

berupa

penggambaran bidang, ruang, susunan,
konfigurasi, komposisi, nilai dan sebagainya.

B. Tujuan Desain
Berdasarkan berbagai teori tentang
desain, ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dari
pembuatan desain. Beberapa tujuan ini antara lain
adalah sebagai berikut:
1.

Desain bertujuan untuk menyesuaikan
antara hasil desain dengan manusia

sebagai pemakainya dengan menyadari kelebihan keterbatasan serta kemampuan
yang dimilikinya.

2.

Desain yang di padu padankan dengan unsur-unsur seni dan teknologi bertujuan
untuk mencapai keamanan, kenyaman dan keindahan.

3.

Desain diciptakan dengan tujuan agar dapat meningkatkan efisiensi, produkvitas dan
kualitas hidup manusia.

Desain, khususnya dalam
seni

rupa,

dapat

diklasifikasikan

menjadi beberapa kelompok. Berikut

ini adalah beberapa klasifikasi desain
dalam seni rupa.
• Desain Grafis
Desain
bentuk

grafis

adalah

suatu

komunikasi

visual

yang

menggunakan gambar, multimedia dan
fotografi


untuk

menyampaikan

komunikasi rupa, informasi atau pesan

seefektif mungkin. Komunikasi rupa dan visual yang dapat ditampilkan dalam desain grafis
dapat berupa bahan-bahan tercetak seperti poster, brosur, undangan, majalah, surat kabar dan
sebagainya.
• Desain Interior
Desain Interior adalah suatu cabang seni rupa yang berupaya untuk memecahkan
kebutuhan akan ruang yang nyaman dan indah dalam sebuah hunian.
• Desain Busana
Desain Busana adalah kumpulan informasi visual tentang suatu busana yang akan
dibuat, berkaitan dengan kesempatan penggunaan, siapa penggunanya, berbagai elemen
penyusun yang dibutuhkan, teknik pembuatan, hingga pada persoalan pembiayaan dan sistem
pemasarannya.
• Desain Produk
Desain produk atau juga dikenal sebagai desain industri merupakan cabang seni rupa
yang berupaya untuk memecahkan persoalan kebutuhan masyarakat akan peralatan dan benda
sehari-hari untuk menunjang kegiatannya.
• Desain Web
Desain web mencakup perancangan isi web, dapat berupa teks, gambar, animasi, suara
atau video yang dikirimkan ke pengguna akhir melalui World Wide Web dengan
menggunakan sebuah browser web atau perangkat lunak berbasis web.

Keterlibatan banyak faktor
untuk membangun suatu desain yang
berwawasan luas menuntut seorang
desainer harus ditopang minimal oleh
lima dimensi keilmuan lain seperti:
a. Wawasan Teknologi
Wawasan

ini

dapat

membuat seorang desainer mempunyai
pemahaman ke arah sistem industri,
bahan

dan

kesadaran

proses,
akan

manajemen,

kelebihan

dan

keterbatasan manusia sebagai pemakai
dan ketrampilan teknis. Teknologi
yang digunakan terutama teknologi
mekanik,

teknologi

teknologi

bahan,

produksi,

ergonomi

dan

wawasan ilmu-ilmu enginering.
b. Wawasan Sains
Wawasan

ini

dapat

membuat seorang desainer mempunyai
tanggung-jawab ilmiah yang tinggi
serta mampu merumuskan persoalan
yang dihadapi secara sistematis. Ilmu
sains yang terutama digunakan adalah
Fisika, Metodelogi Riset dan Logika
Matematika.

c. Wawasan Seni
Wawasan ini dapat membuat
seorang desainer mempunyai pemahaman
estetika dan kreatifitas yang tinggi.
d. Wawasan Sosial dan Budaya
Wawasan ini akan membuka
pemikiran

seorang

desainer

ke

arah

wawasan budaya, sejarah persoalan sosial
dan

permasalahan

manusia

lainnya.

Karena itu seorang desainer minimal
memiliki wawasan terutama di bidang
Sosiologi,

Sikologi,

Ekonomi,

Komunikasi dan Antropologi.
e. Wawasan Filsafat dan Etika
Wawasan

ini

dapat

membangun pola pikir mendalam dari
seorang desainer yang dilandasi oleh sikap
etis yang tinggi. Filsafat yang terlibat
terutama filsafat seni dan desain.

1. Pengertian Estetika
Estetika berasal dari bahasa
Yunani, αισθητική, dibaca aisthetike.
Kali pertama digunakan oleh filsuf

Alexander Gottlieb Baumgarten pada 1735 untuk pengertian ilmu tentang hal yang bisa
dirasakan lewat perasaan.
Estetika adalah salah satu cabang filsafat. Secara sederhana, estetika adalah ilmu
yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa
merasakannya. Pembahasan lebih lanjut mengenai estetika adalah sebuah filosofi yang
mempelajari nilai-nilai sensoris, yang kadang dianggap sebagai penilaian terhadap
sentimen dan rasa. Estetika adalah cara merespon terhadap stimuli, terutama lewat
persepsi indera, tetapi juga dikaitkan dengan proses kejiwaan, seperti asosiasi,
pemahaman, imajinasi, dan emosi.
Estetika menurut Baumgarten membedakan adanya 3 kesempurnaan di dunia ini,
yaitu :
a.

Kebenaran (das Wahre), ialah kesempurnaan yang bisa ditangkap dengan

b.
c.

perantaraan rasio
Kebaikan (das Gute), kesempurnaan yang ditangkap melalui moral atau hati nurani
Keindahan (das Schone), yaitu kesempurnaan yang ditangkap dengan indera
(perfectio cognitionis sensitivae, qua talis)

2. Arti dan Peranan Estetika dalam Desain
Menurut (Widagdo, Jurnal ITB, 2008), Estetika memiliki arti dan peranan penting
dalam membantu proses sebuah desain. Berikut pendapat Widagdo :
a.

Tanpa estetika desain hanyalah sebatas informasi yang dilihat namun tidak memiliki

b.

kesan.
Desain yang baik akan selalu memperhatikan nilai estetika dari lingkungan tempat

c.

karya desain tersebut berada
Desain selalu mengacu pada estetika. Ia tidak semata berkenaan dengan persepsi
visual- fisikal saja, namun mencakup konsep yang abstrak, yakni: yang benar,

d.

teratur, dan berguna.
Estetika memperoleh tantangan ketika modernisme memilah antara “kegunaan” dan
“estetik”, sebagaimana antara desain dan seni.

3. Nilai Estetika
Nilai Estetik sendiri mempunyai arti nilai dari suatu keindahan yang kita rasakan
setelah kita rasakan maka kita pun akan menilai seberapa indah objek tersebut. Penilaian
ini masih bergantung terhadap individu masing-masing. Dan beberapa faktor seperti:
latar belakang edukasi, selera maupun mindset dan karakter orang-orang tersebut.
Nilai Estetika biasanya ada pada bidang/dunia seni, karna seni merupakan salah
satu dunia yang selalu menghadirkan keindahan dalam setiap kali kita merasakan nya,
pada seni Nilai Estetik sangat di butuhkan agar para seniman dapat menyajikan
keindahan ketika mereka menampilkan dan menyajikan kepada para penonton.dan juga
bisa di gunakan untuk layak atau tidak nya suatu seni untuk di pertontonkan ke
masyarakat. Bidang seni erat kaitan nya dengan nilai Estetik.
Dalam arsitektur, yang merupakan seni merancang bangunan. Salah satu indikator
kualitas rancangan arsitektur adalah estetika. Seiring dengan perkembangan pengetahuan
dan teknologi, karya arsitektur yang dibangun pada masa yang berbeda, menampilkan
visual dirinya secara berbeda pula. Tetapi perbedaan visual tersebut belum tentu
mempunyai nilai estetis yang berbeda. Ketidakjelasan ini dapat memunculkan penilaian
yang kurang tepat terhadap kualitas rancangan arsitektur. Teori kritik dari Wayne Attoe

digunakan sebagai metode untuk menelusuri dan menginterpretasikan makna estetika
khususnya nilai estetis yang terkandung dalam prinsip-prinsip pada arsitektur dua masa
yaitu masa Yunani-Romawi dan masa postmodern. Dengan membuat pembandingan nilai
estetis dari dua karya arsitektur berbeda masa tersebut dan dengan teori estetika dari
Monroe Beardsly sebagai patokan, didapatkan penjelasan tentang keberlakuan estetika
pada karya arsitektur. Hasil penelitian yang dilakukan dengan membedakan kesan visual
arsitekturnya menunjukkan bahwa kelengkapan dan ketepatan penerapan nilai estetis
pada kedua arsitektur yang berbeda masa, ternyata tidak sepenuhnya sama. Oleh karena
itu penggunaan suatu estetika atau nilai estetis sebagai alat untuk menilai karya arsitektur
akan lebih tepat bila menggunakan pemikiran yang berkembang saat itu. Usaha untuk
memunculkan sebuah rumusan estetika yang bisa digunakan sebagai alat untuk menilai
karya arsitektur di segala masa menjadi tidak sepenuhnya tepat.

4. Untuk apa kita mengenal Estetika?
a. Pertama, karena karya-karya seni dan desain yang alami maupun yang buatan begitu
berharga sehingga dipelajari ciri-ciri khasnya demi karya seni dan desain itu sendiri.
b. Kedua, ia mesti berpendapat bahwa pengalaman estetika (pengalaman mengenai
karya seni dan desain) itu begitu berharga baik untuk kelompoknya maupun masingmasing anggotanya sehingga karya seni dan desain itu mesti dipelajari.
c. Ketiga, mungkin dikira bahwa pengalaman ini begitu bernilai pada dirinya sendiri
sehingga membutuhkan pengujian dan penelitian mengenai kualitas-kualitas karya
seni dan desain itu

Semiotika berasal dari kata Yunani: semeion, yang
berarti tanda. Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang
tanda (sign), berfungsi tanda, dan produksi makna. Tanda adalah
sesuatu yang bagi seseorang berarti sesuatu yang lain. Tanda itu
dihasilkan melalui proses signifikasi yang merupakan proses yang
memadukan penanda dan petanda (Barthes dalam Young, 1981:37
—38; Budiman, 1999:108; Sunardi, 2002:49). Karena itu, pada
prinsipnya semiotik mempelajari bagaimana arti-arti dibuat dan
bagaimana realitas direpresentasikan, yang barangkali jelas dalam
bentuk “teks” dan “media” (Chandler, 2002:2). Semiotik
memusatkan perhatian pada pertukaran beberapa pesan apa pun
dalam suatu kata atau komunikasi dan juga memusatkan perhatian
pada proses signifikasi (Sebeok, 1994:5).
Dalam pandangan Piliang, penjelajahan semiotika
sebagai metode kajian ke dalam berbagai cabang keilmuan ini
dimungkinkan karena ada kecenderungan untuk memandang
berbagai wacana sosial sebagai fenomena bahasa. Dengan kata
lain, bahasa dijadikan model dalam berbagai wacana sosial.
Berdasarkan pandangan semiotika, bila seluruh praktek sosial dapat
dianggap sebagai fenomena bahasa, maka semuanya dapat juga
dipandang sebagai tanda. Hal ini dimungkinkan karena luasnya
pengertian tanda itu sendiri (Piliang, 1998:262).
Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni
Ferdinand de Saussure (1857-1913) dan Charles Sander Peirce
(1839-1914).

Kedua

tokoh

tersebut

mengembangkan

ilmu

semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu sama lain.

Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serikat. Latar belakang keilmuan adalah linguistik,
sedangkan Peirce filsafat. Saussure menyebut ilmu yang dikembangkannya semiologi
(semiology).
Semiotika adalah suatu bidang studi yang menyelidiki semua bentuk komunikasi
yang terjadi melalui sarana tanda-tanda dan berdasarkan pada sistem tanda (Segers, 1978:14)
atau bidang studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengan tanda: cara
berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya, dan penerimaannya
oleh mereka yang mempergunakan (Eco, 1979:7; van Zoest, 1992:5).
Kemudian, Charles Sanders Peirce, yang juga sering disebut sebagai bapak
semiotika berkebangsaan Amerika, mengembangkan filsafat pragmatisme melalui kajian
semiotik. Bagi Peirce, tanda “is something which stands to somebody for something in some
respect or capacity.” Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi disebut ground.
Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen) selalu terdapat dalam hubungan triadik,
yakni ground, object, dan interpretant.

Gambar 1. Charles Sanders Peirce seorang bapak semiotika
berkebangsaan Amerika (1839-1914).

Sumber : Britannica.com

Atas dasar hubungan ini, Peirce membuat klasifikasi tanda sebagai berikut :
1. Representamen, ground, tanda itu sendiri sebagai perwujudan gejala umum:
a. qualisigns, terbentuk oleh kualitas: warna hijau
b. sinsigns, tokens, terbentuk melalui realitas fisik: rambu lalu lintas
c. legisigns, types berupa hukum: suara wasit dalam pelanggaran
2. Object (designatum, denotatum, referent) yaitu apa yang diacu:
a. Ikon: hubungan penanda dan petanda karena kemiripan: foto

b. Indeks: hubungan penanda dan petanda karena sebab akibat: asap dan api
c. Simbol: hubungan penanda dan petanda yang bersifat konvensional: bendera
3. Interpretant, tanda-tanda baru yang terjadi dalam batin penerima:
a. rheme, tanda sebagai kemungkinan: konsep
b. decisigns, dicentsigns, tanda sebagai fakta: pernyataan deskriptif
c. argument, tanda tampak sebagai nalar: proposisi

Tanda yang dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan
legisign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda. Sinsign adalah eksistensi aktual
benda atau peristiwa yang ada pada tanda. Sedangkan legisign adalah norma yang dikandung
oleh tanda.
Peirce membedakan tiga konsep dasar semiotik, yaitu: sintaksis semiotik, semantik
semiotik, dan pragmatik semiotik. Sintaksis semiotik mempelajari hubungan antartanda.
Hubungan ini tidak terbatas pada sistem yang sama. Contoh: teks dan gambar dalam wacana
iklan merupakan dua sistem tanda yang berlainan, akan tetapi keduanya saling bekerja sama
dalam membentuk keutuhan wacana iklan. Semantik semiotik mempelajari hubungan antara
tanda, objek, dan interpretannya. Ketiganya membentuk hubungan dalam melakukan proses
semiotis. Konsep semiotik ini akan digunakan untuk melihat hubungan tanda-tanda dalam
iklan (dalam hal ini tanda non-bahasa) yang mendukung keutuhan wacana. Pragmatik
semiotik mempelajari hubungan antara tanda, pemakai tanda, dan pemakaian tanda.
Berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks), dan
symbol (simbol). Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat
bersamaan bentuk alamiah. Dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek
atau acuan yang bersifat kemiripan; misalnya foto. Indeks adalah tanda yang menunjukkan
adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab
akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan; misalnya asap sebagai tanda
adanya api. Kemudian simbol merupakan hubungan penanda dan petanda yang bersifat
konvensional atau yang telah disepakati sebelumnya. Sehingga simbol bisa terbentuk dari
adanya sebuah kesepahaman yang dilakukan oleh masyarakat bersama. Contoh lambang
bendera, burung garuda, dan sebagainya.
Hubungan selanjutnya bersifat arbitrer, hubungan berdasarkan konvensi masyarakat.
Berdasarkan interpretant, tanda (sign, representamen) dibagi atas rheme, dicent sign atau

dicisign dan argument. Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan
berdasarkan pilihan. Dicent sign atau dicisign adalah tanda sesuai dengan kenyataan.
Sedangkan argument adalah yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu.

.