RAHASIA DIBALIK PROGRAM KELUARGA BERENCA

RAHASIA DIBALIK PROGRAM KELUARGA BERENCANA (KB)
DAN BUKTI KEGAGALANNYA MENYEJAHTERAKAN KELUARGA
INDONESIA
AKUNTANSI MULTIPARADIGMA

Oleh :
Rediyanto Putra

(156020301111013)

Achmad Iqbal

(156020301111025)

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

Rahasia Dibalik Program Keluarga Berencana (KB) dan Bukti Kegagalannya

Menyejahterakan Keluarga Indonesia
Abstrak
Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut menerapkan program
Keluarga Berencana (KB) yang merujuk pada International Planned Parenthood
Federation (IPPF). Program KB memiliki tujuan umum menyejahterakan dan
mengatur angka kelahiran. Namun fakta menunjukkan bahwa KB tidak lain
hanya kamufase dari program PBB yakni “Codex Alimentarius”. Kasus kredit
fiktif di Bank Syyariah Maandiri Caabang Bogor merupakan salah satu contoh
bukti bahwa kesejahteraan di Indonesia masih rendah. Artinya Program KB
untuk kesejahteraan dinilai gagal dan hanya berhasil mengurangi angka
pertumbuhan penduduk. Syehingga prediksi pemeluk agama Islam mengalami
kenaikan hanya sebesar 0,04% per sepuluh tahun yang kalah dengan agama
lain di Indonesia.
Abstract
Indonesia is one of the participating countries implementing the Family Planning
(KB), which refers to the International Planned Parenthood Federation (IPPF).
Family planning programs have a common goal welfare and regulate the birth
rate. But the facts show that KB is nothing but camoufage of the UN program of
"Codex Alimentarius". Cases of fctitious credit in Bank Syariah Mandiri Branch
Bogor is one example of evidence that welfare in Indonesia is still low. That is,

family planning program for the well-being deemed to have failed and only
succeeded in reducing the rate of population growth. So the prediction of Muslims
has increased only by 0.04% per decade were inferior to other religions in
Indonesia.
Fakta-Fakta
Tentang
Pertumbuhan Penduduk
Syudah bukan rahasia lagi
jika laju pertumbuhan penduduk di
Indonesia masih relatif tinggi. Data
penduduk menurut data PBB
(lampiran 1) seperti yang dilangsir
obengplus.com yang menunjukkan
bahwa di tahun 1950 Indonesia
berada dalam posisi 6 di dunia
sebagai negara dengan populasi
penduduk
tertinggi.
Kemudian
ditahun 2013 Indonesia mengalami

perkembangan
penduduk
yang
terus meningkat dibanding tahun
1950, yaitu berada di posisi 4 di
dunia. Data PBB tersebut semakin
menambah
bukti
bahwa
problematika
Negara
Indonesia
sangat kompleks. Syebagai negara

berkembang,
kasus
mengenai
tingginya
laju
pertumbuhan

penduduk juga merupakan kasus
pelik yang harus diselelsaikan.
Syelain Indonesia, beberapa
negara yang memiliki kasus dengan
pertumbuhan
penduduk
diantaranya Cahina, India, dan
Nigeria. PBB melalui WHO dan FAO
juga gencar melakukan pertemuan
demi membahas masalah pelik
tentang pertumbuhan penduduk di
dunia. WHO sebagai organisasi
kesehatan
dan
FAO
sebagai
organisasi pangan di PBB pernah
membuat forum internasional yang
membahas tentang isu tersebut.
Syalah

satu
forum
internasional yang dibentuk untuk
menangani masalah pertumbuhan

penduduk
adalah
pertemuan
National Association of Nutrition
Professional
(NANP2005
Caonference). Dr. Rima Laibow dari
Natural
Solusions
Foundation
menyampaikan
presentasi
yang
berjudul “Codex and Nutricide” yang
menyatakan bahwa dimasa depan,

mereka yang menguasai makanan
akan menguasai dunia. Ia juga
menyatakan bahwa pada tahun
1962 proyek bernama “Codex
Alimentarius” secara global akan
diimplementasikan
pada
31
Desember 2009. Proyek tersebut
mengakibatkan semua sapi perah
didunia
diharuskan
diinjeksi
dengan hormon pertumbuhan yang
di produksi dan dimonopoli oleh
perusahaan Maonsantos. Maenurut
WHO dan FAO, jika proyek Codex
itu dilanjutkan, maka ada sekitar 3
miliar jiwa meninggal.
Bukti lain mengenai usaha

PBB ingin mengurangi populasi
dunia hingga 80% terdapat dalam
berbagai
surat
resmi
yang
dikeluarkan oleh organisasi dunia
tersebut. Bahkan dalam Konferensi
Perempuan Syedunia di Beijing
(1997), kepala FAO menyatakan
bahwa FAO akan menggunakan
makanan sebagai senjata melawan
masyarakat.
Dari beberapa fakta yang
diuraikan diatas, maka dapat
dipastikan terdapat effort yang
besar oleh lembaga atau organisasi
kesehatan dan pangan dunia yang
secara terang-terangan memerangi
populasi manusia. Syelain melalui

makanan seperti yang di sampaikan
kepala FAO diatas, bukan tidak
mungkin bahwa usaha mengurangi
populasi manusia didunia juga
dilakukan dari aspek lain dalam
kehidupan
terutama
yang

berhubungan
secara
langsung
dengan
laju
pertumbuhan
penduduk,
misalnya
program
kelahiran
anak

atau
PBB
menyebutnya
sebagai
program
“Kontrol Populasi”.
Tentunya untuk melakukan
kontrol populasi tersebut, PBB tidak
serta merta melakukan peperangan
secara
fisik, namun
beberapa
langkah
awal
yang
mungkin
dilakukan
oleh
PBB
adalah

merubah pola pikir (mind set)
mengenai pertumbuhan penduduk
beserta bahayanya jika hal tersebut
dibiarkan. Faham mengenai bahaya
pertumbuhan
penduduk
jika
dihubungkan
dengan
ekonomi,
ketersediaan pangan, ketersediaan
lahan tempat tinggal, sampai isu
mengenai perusakan lingkungan
menjadi tameng kuat untuk sarana
berlindung PBB yang sebetulnya
sedang melaksanakan misi lain
dibalik itu semua.
Keluarga
Berencana
(KB)

Di
Indonesia
Berdasarkan
UU
No.10
Tahun 1992 Program Keluarga
Berencana adalah upaya yang
dilakukan
guna
meningkatkan
kepedulian
dan
peran
serta
masyarakat melalui pendewasaan
usia perkawinan (PUP), pengaturan
kelahiran, pembinaan ketahanan
keluarga,
peningkatan
kesejahteraan
keluarga
kecil,
bahagia dan sejahtera. Syedangkan
mnurut Depkes (1999) Program KB
adalah
bagian
terpadu
dalam
pembangunan
nasional
yang
tujuannya
untuk
menciptakan
kesejahteraan ekonomi, spiritual
dan
sosial
budaya
penduduk
Indonesia
agar
dapat
dicapai

keseimbangan yang baik dengan
kemampuan produksi nasional.
Dari pengertian program KB
diatas dapat disimpulkan bahwa KB
bertujuan
untuk
menciptakan
kesejahteraan, sumberdaya yang
bermutu,
serta
meningkatkan
kesejahteraan
keluarga.
Syecara
rasional mungkin program tersebut
sangat baik jika diterapkan di
Indonesia dengan latar belakang
masalah
kependudukan
yang
sangat sulit untuk diurai. Maungkin
Program KB merupakan salah satu
usaha pemerintah sebagai tugasnya
menciptakan kesejahteraan sosial
bagi para penduduknya.
Syasaran Program KB terdiri
dari sararan langsung dan tidak
langsung. Syasaran langsung dari
program tersebut adalah Pasangan
Usia Syubur (PUSy) yang bertujuan
menurunkan
tingkat
kelahiran
dengan cara penggunaan alat
kontrasepsi secara berkelanjutan.
Syedangkan
sasaran
tidak
langsungnya adalah munurunkan
tingkat kelahiran melalui kebijakan
kependudukan yang terpadu dalam
rangka mencapai keluarga yang
berkualitas dan sejahtera. Inti dari
sasaran
tersebut
adalah
menurunkan tingkat kelahiran di
Indonesia.
Tag line program KB adalah
“Dua Anak Caukup” merupakan
contoh nyata pembatasan kelahiran
yang nantinya diharapkan akan
menurunkan tingkat pertumbuhan
penduduk di Indonesia.
Syeperti yang dilansir dalam
portal berita sindonews.com (30
Maaret 2015), Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN)
menyatakan
bahwa
Program KB berhasil dan sukses
dilaksanakan. Pada tahun 2015,
angka fertilitas total (TFR) turun

dari 6,6 menjadi 2,6. Syedangkan
laju pertumbuhan penduduk turun
dari 2% menjadi 1,4%. Fakta
tersebut
menunjukkan
bahwa
tingginya keseriusan pemerintah
dalam menangani problematika di
Indonesia.
Ditilik dari beberapa fakta
mengenai
penurunan
laju
pertumbuhan penduduk tersebut,
bukan tidak mungkin nantinya
Indonesia mengalami penurunan
peringkat sebagai negara dengan
pertumbuhan penduduk terbesar.
Maelalui
semakin
digalakkannya
program KB dari tahun ketahun
yang kemudian didukung bahwa
masyarakat mulai menyadari akan
pentingnya KB.
Program
KB
bukan
merupakan program yang kemudian
menjadi
penyelamat
massal
mengenai problem kependudukan.
Jika
dilihat
dari
sejarahnya,
program KB di Amerika Syerikat
dimulai oleh Maargareth Syanger.
Pada tahun 1952, dia meremikan
berdirinya International Planned
Parenthood Federation (IPPF). Syejak
berdirinya
IPPF
perkumpulan
mengenai keluarga berencana juga
mulai didirikan diberbagai negara
didunia. Syedangkan di Indonesia
sendiri mulai muncul rencana
penerapan program KB pada tahun
1957
dengan
dibentuknya
Perkumpulan Keluarga Berencana
(PKB).
Program
KB
masuk
keindonesia melalui jalur urusan
kesehatan bukan kependudukan
pada saat itu. Namun pemerintah
belum secara resmi melaksanakan
program tersebut. Syampai pada
tahun 1970 resmilah program KB
menjadi
program
pemerintah
dengan ditandainya pencanangan
hari keluarga nasional pada 29 Juni

1970. Hingga dibentuk Badan
Koordinasi
Keluarga
Berencana
Nasional (BKKBN) tahun 1970. Dan
dirubah
menjadi
Badan
Kependudukan
dan
Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) sesuai
Undang-undang No.52 tahun 2009.
Dari sejarah awal dimulai
program tersebut, terdapat celah
untuk di kritisi sehingga dapat
ditemukan
sebenarnya
alasan
dibalik program KB tersebut. Untuk
dapat menemukan hal tersebut,
berikut contoh kasus yang nantinya
akan dijadikan bahan komparasi
dengan program KB.
Menemukan
Tujuan
Utama
Program KB
Untuk menemukan tujuan
utama KB tersebut dapat dimulai
dengan fakta bahwa menurut Dr.
Rima Laibow dari Natural Solusions
Foundation
menyampaikan
presentasi yang berjudul “Codex
and Nutricide” bahwa akan ada
proyek
bernama
“Codex
Alimentarius”yang
dimulai
pada
tahun 2009. Syebuah proyek yang
tujuannya mengurangi populasi
manusia didunia. Jika dilihat pada
tahun 2009 tersebut Indonesia
sendiri sedang meresmikan UU
No.52
Tahun
2009
mengenai
perubahan
Koordinasi
Keluarga
Berencana
Nasional
(BKKBN)
menjadi Badan Kependudukan dan
Keluarga
Berencana
Nasional
(BKKBN). Perubahan nama lembaga
tersebut juga berimplikasi pada
perubahan visi dan misi. Tugas
BKKBN
yang
baru
adalah
melaksanakan
pengendalian
penduduk. Pembentukan lembaga
baru ini mengindikasikan bahwa
ada
faktor
yang
membuat
pemerintah
akhirnya
merubah
lembaga tersebut. Bila dihubungkan

dengan
proyek
“Codex
Alimentarius”maka
kemungkinan
besar PBB juga memegang kendali.
Karena setelah proyek tersebut
resmi dilakukan pada tahun 2009,
pemerintah Indonesia juga sedang
melakukan
perubahan
lembaga
yang awalnya hanya mengurusi
masalah
keluarga
berencana
kemudian berubah menjadi lembaga
kependudukan
dan
keluarga
berencana. Jadi BKKBN yang baru
memiliki tugas tambahan yaitu
mengenenai kependudukan.
Jika
ditarik
kebelakang,
maka diketahui masuknya KB di
Indonesia pada tahun 1957 secara
informal
melalui
Perkumpulan
Keluarga Berencana (PKB) atau
Indonesian
Planned
Parenthood
Federation (IPPF) yang namanya
sama dengan badan International
Planned
Parenthood
Federation
(IPPF) maka disini terjadi bias, jika
pemerintah pada saat itu tidak
menganggap
masalah
kependudukan sebagai masalah
yang serius kemudian pada masa
orde baru terjadi perkembangan
pesat program tersebut terutama
pada tahun 1967. Tentunya ada
kepentingan dalam pemberlakuan
KB di Indonesia.
Berdasarkan
data
PBB
tahun
1950-2013,
Indonesia
mengalami pertumbuhan penduduk
yang cepat sehingga naik dari 6
ditahun 1950 menjadi ke 4 ditahun
2013. Prediksi tersebut semakin
menunjukkan
bahwa
Indonesia
memang
menjadi
target
dari
program PBB yang dikenal sebagai
“Kontrol Populasi”.
KB dan Kontrol Populasi
merupakan saudara kembar yang
mempunyai tujuan sama ingin
mengurangi
populasi
manusia.

walaupun di sebutkan jika tujuan
KB
secara
umum
adalah
membentukkeluarga kecil
sesuai
dengan kekuatan sosial ekonomi
suatu
keluarga
dengan
cara
pengaturan kelahiran anak,
agar
diperoleh suatu keluarga bahagia
dan sejahtera yang dapat memenuhi
kebutuhan
hidupnya.
Syelain
kelahiran
tapi
pencapaian
kesejahteraan juga menjadi tujuan
umumnya. Namun jika kita lihat
realitas
bagaimana
kemiskinan
diIndonesia maka program KB
sebenarnya
hanya
bertujuan
mengurangi penduduk indonesia.
Syeperti keberhasilan BKKBN yang
hanya diukur dengan turunnya laju
pertumbuhan tanpa mengindahkan
kesejahteraan.
Program
KB
Dilihat
Dari
Kacamata Islam.
Berdasarkan Hadist yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud dan
Nasa’i
yang
memiliki
arti:
"Menikahlah
kamu,
kemudian
berketurunanlah, agar jumlah kamu
menjadi
banyak,
karena
sesungguhnya aku bangga dengan
jumlahmu yang banyak atas umatumat yang lain”. berdasarkan hadist
tersebut dapat diketahui bahwa
jumlah umat islam yang lebih
banyak dibanding umat lain lebih
disenangi Nabi Mauhammad SyAW.
Artinya program KB yang bertujuan
untuk
mengurangi
jumlah
penduduk merupakan langkah yang
sudah pasti melenceng dari Hadist
Nabi tersebut.
Walaupun digadang-gadang
KB merupakan program yang baik
jika
dikembangkan
dinegara
berkembang
di
Indonesia.
Maengingat ketidak siapan Indonesia
menangani masalah ekonomi dan
KB merupakan salah satu program

untuk
memperlambat
problem
kemiskinan.
Namun
jika
kemiskinan menjadi alasan di
berlakukannya
KB
maka
hal
tersebut lebih menyimpang lagi dari
firman Allah : “Dan janganlah kamu
membunuh anak-anakmu karena
takut kemiskinan. Kamilah yang
akan memberikan rizki kepada
mereka dan juga kepadamu…” (QSy.
Al-Israa’:31). Firman ini semakin
memperkuat Hadist Nabi seperti
yang sudah dijelaskan diatas.
Dari hadist dan firman Allah
tersebut, maka pemerintah dengan
negara
mayoritas
Islam
dan
pemimpinnya juga Islam, maka
pemberlakuan KB harus ditinjau
ulang.
Apalagi
program
KB
merupakan program yang berkiblat
dari Barat. Syehingga dipastikan ada
tujuan dibalik itu semua. Jika
alasan ekonomi yang mendorong
pemerintah akhirnya menerapkan
KB di Indonesia, maka harusnya
pemerintah harus lebih memikirkan
distribusi pemerataan penduduk.
Karena banyak pulau di Indonesia
yang masih mempunyai ruang
cukup sehingga tidak terpusat di
pulau Jawa.
Dalam Islam, ada cara selain
KB
untuk
mengurangi
laju
pertumbuhan, yaitu dengan cara
‘Azl. Azl adalah mengeluarkan
sperma laki-laki di luar vagina
wanita
dengan
tujuan
untuk
mencegah kehamilan. Hal ini sesuai
dengan Hadist Nabi Dari Jabir ra
berkata : Kami melakukan ‘azl pada
masa nabi SAW dimana al-Qur’an
masih terus diturunkan, dan hal
tersebut diketahui oleh nabi SAW
tetapi beliau tidak melarangnya.
(HR. Al-Bukhari).
Syehingga dapat disimpulkan
bahwa menurut Islam program KB

tidak
dianjurkan
karena
ada
beberapa mudharat/bahaya. Syeperti
yang di lansir oleh tribunnews.com,
bahwa dampak negatif penggunaan
KB diantaranya : mual, peningkatan
berat badan, gairah seks menurun,
dan kemungkinan terserang kanker
payudara sangat tinggi.
Untuk
dapat
melihat
dampak program KB tidak hanya
dari segi medis, berikut disajikan
contoh kasus yang pada bagian
akhir akan dibahas hubungannya
dengan program KB di Indonesia.
dan sebagai bukti kegagalannya
menyejahterakan
keluarga
Indonesia.
KASUS KREDIT FIKTIF BANK
SYARIAH
MANDIRI
CABANG
BOGOR
Sejarah Awal Berdirinya Bank
Syariah Mandiri
Bank Maandiri Syyariah berdiri sejak
tahun 1999, dimana pendirian Bank
Maandiri Syyariah ini merupakan
bentuk hikmah dan berkah setelah
terjadinya krisis ekonomi dan
moneter tahun 1997-1998. Syeperti
yang telah diketahui bahwa kasus
krisis ekonomi dan moneter yang
terjadi sejak Bulan Juli 1997 yang
kemudian dilanjutkan dengan krisis
multidimensi yang masuk dalam
bagian panggung politik nasional
telah memberikan berbagai macam
dampak negatif yang sangat hebat
terhadap kehidupan masyarakat
yang tidak terkecuali dunia bisnis
dan usaha. Pada saat terjadinya
krisis
ekonomi
dan
moneter
tersebut
industri
perbankan
nasional yang didominasi oleh
bank-bank
konvensional
juga
mengalami dampak krisis yang luar
biasa.
Atas
keadaan
tersebut
pemerintah
pada
akhirnya
mengambil tindakan penyelesaian

melalui
restrukturisasi
dan
rekapitalisasi terhadap beberapa
bank di Indonesia.
Pada saat yang bersamaan
pemerintah
juga
melakukan
penggabungan (merger) terhadap
empat bank (Bank Dagang Negara,
Bank Bumi Daya, Bank Exim, dan
Bapindo) yang kemudian menjadi
satu dengan nama baru yaitu PT.
Bank Maandiri (Persero) Tbk pada
tanggal
31
Juli
1999.
Atas
terjadinya
merger
tersebut
menempatkan PT. Bank Maandiri
(Persero)
Tbk
sebagai
pemilik
mayoritas
baru
dari
BSyB.
Syelanjutnya
Bank
Maandiri
membetuk
tim
pengembangan
perbankan syariah dengan tujuan
untuk mengembangkan layanan
perbankan syariah di kelompok
perusahaan Bank Maandiri yang
merupakan
respon
atas
diberlakukannya UU No. 10 tahun
1998.
Undang-Undang
tersebut
memberikan peluang kepada bank
konvensional untuk memberikan
pelayanan transaksi syariah (dual
banking system). UU No. 10 tahun
1998 tersebut memberikan peluang
yang tepat bagi PT Bank Syusila
Bakti untuk mengkonversikan diri
dari bank konvensional menjadi
bank syariah. Oleh karena itu maka
tim
pengembangan
perbankan
syariah
selanjutnya
segera
melakukan persiapan atas sistem
dan infrastruktur yang diperlukan,
sehingga
pada
akhirnya
BSyB
berubah menjadi PT. Bank Syyariah
Maandiri dengan dasar akta dari
notaris Notaris: Syutjipto, SyH, No. 23
tanggal 8 Syeptember 1999.
Bank
Maandiri
Syyariah
Caabang Utama Bogor adalah cabang
dari Bank Maandiri Syyariah yang
berada di Wilayah Jawa Barat yang

beralamat di Jalan Pajajaran Bogor.
Kantor cabang ini memberikan
berbagai macam produk dan jasa
yang
meliputi
tabungan,
giro,
deposito, layanan BSyMa priority,
pembiayaan
konsumen,
produk
jasa, emas, haji, dan umroh. Produk
kredit pun juga diberikan oleh
kantor cabang ini yang meliputi
pembiayaan kredit rumah dan
pembiayaan griya BSyMa bersubsidi.
Pembiayaan griya BSyMa adalah
bentuk pembiayaan untuk jangka
pendek, menengah atau panjang
dalam hal pembelian rumah baik
baru
ataupun
bekas
dengan
menggunakan sistem mudharabah.
Awal Terungkapnya Kasus Kredit
Fiktif Bank Syariah Mandiri Bogor
Pada tahun 2013 terjadi
kasus kredit fiktif yang dilakukan
oleh Bank Maandiri Syyariah Kantor
Caabang Uatama Bogor. Badan
Reserse Kriminal Maabes POLRI pada
Hari Jum’at tanggal 25 Oktober
2013 mengungkapkan bagaimana
kronoligi dan modus yang dilakukan
dalam kasus korupsi dan pencucian
uang kredit fiktif ini yang mencapai
Rp 102 miliar. Kasus tersebut
berawal dari adanya pengajuan
kredit dari seorang pengusaha di
bidang properti yaitu Iyan Permana
pada tahun 2011. Pengajuan kredit
tersebut terkait kredit pemilikan
rumah (KPR) untuk dirinya sendiri.
Namun, pada proses pengajuan
tersebut terjadi penyimpangan yang
dilakukan oleh tiga pegawai dari
BSyMa Bogor dan Iyan. Tersangka
melakukan pembobolan uang bank
melalui pembiayaan mudharabah.
Syampai saai ini tersangka yang
terlibat dalam kasus ini berjumlah
tujuh orang yaitu Ma. Agustinus
Maasrie (Kepala Caabang Utama Bank
Syyariah Maandiri Bogor), Cahaerulli

Hermawan
(Kepala
Caabang
Pembantu Bank Syyariah Maandiri
Bogor), Jhon Lopulisa (Accounting
Officer
Bank
Syyariah
Maandiri
Bogor), dan tiga debitur yaitu Iyan
Permana, Henhen Gunawan, Rizki
Ardiansyah, dan seorang notaris Syri
Dewi.
Bagaimana
Terjadinya
Kasus
Kredit Fiktif yang Menjerat PihakPihak Pejabat BSM Bogor?
Kronologi kasus ini yaitu
ketika Iyan Permana dibantu oleh
Henhen
Gunawan
dan
Rizky
Ardiansyah melakukan pengajuan
kredit
fiktif
tersebut.
Dalam
pengajuan kredit tersebut ketiga
debitur ini melakukan pengajuan
nama nasabah sebanyak 197 nama
untuk
mendapatkan
kredit
kepemilikan rumah pada Bank
Syyariah Maandiri. Iyan Permana
memberikan 150 nasabah, Henhen
Gunawan 21 nasabah, dan Rizky
Ardiansyah
mengajukan
26
nasabah. Dari 197 jumlah nama
yang diajukan untuk mendapatkan
kredit tersebut 153 nama nasabah
merupakan fiktif. Kasus ini juga
menyeret nama notaris yaitu Syri
Dewi yang ikut dalam membuat
akta kredit, dimana pembuatan akta
tersebut tanpa diikuti kehadiran
dari pihak debitur dan sertifikat
tanah hanya berupa foto kopi.
Rencana kredit fiktif ini dapat
berjalan dengan mulus dan lancar
dikarenakan adanya keterlibatan
orang dalam yaitu accounting
officer, kepala cabang utama dan
cabang pembantu Maandiri Syyariah
Bogor.
Caara yang dilakukan untuk
memanipulasi persyaratan kredit
fiktif ini dengan berbagai macam.
Tersangka melakukan manipulasi
terhadap sejumlah dokumen mulai

dari surat tanah sampai KTP palsu.
Proses manipulasi ini dapat berjalan
karena prosedur yang dilakukan
untuk pengajuan kredit ini tidak
melalui prosedur yang seharusnya.
Caontoh terjadinya manipulasi ini
seperti yang dilakukan oleh para
pelaku yaitu dengan meminjam KTP
karyawannya atau tetangga dan
orang lain tanpa sepengetahuan
pemiliknya dan men foto copy nya.
Syetelah
para
debitur
tersebut
melengkapi dokumen persyratan
maka
kemudian
langkah
selanjutnya
dilakukan
oleh
acconting officer Bank Syyariah
Maandiri Bogor yaitu John Lopulisa.
John yang sudah mengetahui
bahwa dokumen tersebut fiktif juga
tidak
melakukan
prosedur
pengecekan
dengan
semestinya
yaitu pengecekan lapangan, hal ini
dilakukan agar pengajuan kredit
tersebut dapat dengan mudah
dikabulkan pada tingkat kepala
cabang pembantu dan cabang
utama yang pihak-pihak ini telah
bekerjasama atas rencana kredit
fiktif ini. Ketiga pegawai BSyMa ini
mendapatkan hadiah dari debitur
berupa uang sebesar 3-4 miliar dan
juga mobil.
Bagaimana Akhir Kasus Kredit
Fiktif
Bank
Mandiri
Syariah
Bogor?
Kasus kredit fiktif yang
terjadi pada Kantor Caabang Utama
Bank Syyariah Maandiri Bogor ini
mengakibatkan terjadinya pencairan
kredit sebesar Rp 102 miliar.
Namun
dana
yang
telah
dikembalikan sebesar Rp 59 miliar
sehingga masih terjadi kekurangan
Rp 43 miliar yang masih belum
masuk ke bank saat ini. Tersangka
yang terlibat dengan kasus ini
dijerat dengan pasal 63 UU No. 21

tahun 2008 tentang Perbankan
Syyariah dan pasal 3 dan pasal 5 UU
No. 8 tahun 2010 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang. Khusus
untuk Syri Dewi mendapatkan
jeratan tambahan yaitu pasal 264
KUHP tentang pemalsuan surat
autentik yang diancam dengan
hukuman delapan tahun penjara.
Syaat ini terdapat empat tersangka
yang telah ditahan oleh Maabes
POLRI yaitu Ma. Agustinus Maasrie
selaku kepala cabang utama BSyMa
Bogor, Cahaerulli Hermawan selaku
kepala cabang pembantu BSyMa
Bogor,
John
Lopulisa
selaku
acconting officer BSyMa Bogor dan
Iyan Permana selaku pengembang
properti. Atas kasus tersebut Bank
Syyariah
Maandiri
Pusat
telah
melakukan pemecatan terhadap
ketiga pegawai yaitu John Lopulisa
di-PHK November 2012, Cahaerulli
Hermawan di-PHK 1 Desember
2012, dan Agustinus Maasrie di-PHK
4 Oktober 2013.
Pihak Bank Syyariah Maandiri
mengatakan
bahwa
terjadinya
pelanggaran
tindak
pidana
perbankan yang dilakukan oleh
pegawai BSyMa cabang Bogor telah
dicium sejak tahun 2012. Kasus ini
mengakibatkan turunnya kualitas
audit internal BSyMa menurut Taufik
Maachrus
selaku
Senior
Vice
President Corporate Secretary BSyMa.
Pihak BSyMa belum bisa memastikan
terjadinya
kerugian
yang
diakibatkan kasus kredit fiktif ini.
Pihak
BSyMa
menyerahkan
sepenuhnya angka kerugian kasus
ini. Maeskipun terjadi kasus kredit
fiktif
namun
hal
ini
tidak
mempengaruhi
angka
Non
Performing Loan (NPL) atau kredit
bermasalah.

Pelanggaran Etika Bisnis pada
Kasus BSM Bogor
Kasus kredit fiktif yang
terjadi di Bank Syyariah Maandiri
Bogor merupakan kasus yang
melibatkan pihak internal dan pihak
eksternal dari Bank Syyariah Maandiri
tersebut. Pihak internal dalam hal
ini adalah karyawan dan pejabat
bank Syyariah Maandiri Bogor yaitu
accounting officer, kepala cabang
utama dan kepala cabang pembantu
Bogor. Syedangkan pihak eksternal
yang terlibat dalam kasus ini yaitu
tiga orang debitur Bank Syyariah
Maandiri Bogor dan satu orang
notaris. Hal ini menunjukkan telah
terjadinya kolusi diantara pihak
internal BSyMa Bogor dengan pihak
eksternal.
Terjadinya kolusi diantara para
pelaku
tersebut
menyebabkan
beberapa
pihak
mendapatkan
keuntungan dan beberapa pihak
mengalami kerugian. Pada kasus
kredit fiktif ini jelas pihak yang
diuntungkan adalah pihak pelaku
yang bekerjasama untuk dapat
melakukan
pencairan
dana
pengajuan
kredit
mudharabah
sebesar 102 miliar yaitu antaralain:
1) Ma. Agustinus Maasrie (Kepala
Caabang Utama BSyMa Bogor),
Cahaerulli Hermawan (Kepala
Caabang Pembantu BSyMa Bogor),
dan John Lopulisa (Accounting
Officer BSyMa Caabang Bogor)
2) Tiga debitur PT. Bank Syyariah
Maandiri yaitu Iyan Permana
(Pengusaha Property), Henhen
Gunawan,
dan
Rizky
Ardiansyah.
3) Notaris yaitu yang bernama Syri
Dewi
Dalam
kasus
ini
juga
terdapat pihak yang dirugikan yaitu
pihak Bank Syyariah Maandiri. Bank

Syyariah Maandiri selain mengalami
kerugian material dengan adanya
pencairan kredit senilai 102 miliar
juga mengalami krisis kepercayaan
dari nasabah akan keamanan dan
kenyamanan bertransaksi di Bank
Syyariah Maandiri. Kasus ini telah
membuat image Bank Syyariah
Maandiri menjadi turun karena
nasabah beserta dengan nasabah
BSyMa akan menganggap bahwa
moral dan etika yang dimiliki oleh
para
pegawai
internal
BSyMa
utamanya masih rendah dengan
adanya kasus kredit fiktif yang
menyeret sejumlah nama pegawai
beserta pejabat BSyMa Bogor.
Terseretnya
pihak
accounting officer BSyMa Bogor pada
kasus ini menunjukkan telah terjadi
pelanggaran kode etik akuntan
mengenai sikap kejujuran dan
integritas akuntan. Perbuatan John
Lopulisa
merupakan
perbuatan
yang dapat mencoreng nama baik
akuntan
sebagai
pihak
yang
dipercaya dalam hal keuangan
perusahaan. Bagaimana tidak, John
dengan sengaja tidak melakukan
prosedur yang semestinya terkait
dengan dokumen yang diserahkan
untuk pengajuan kredit. Hal ini
dikarenakan agar pengajuan kredit
lebih mudah dan lancar. Hal ini
sengaja dilakukan oleh John karena
telah bekerjasama dengan pelaku,
maka dari itu jelas bahwa John dari
awal telah bersikap tidak jujur dan
tidak
berintegritas
atas
pekerjaannya sebagai accounting
officer.
Pelanggaran perilaku etis
yang dilakukan oleh John Lopulisa
selaku accounting officer BSyMa
Bogor
dapat
disebabkan
oleh
beberapa faktor internal. Faktor
internal dalam hal ini adalah faktor

yang berasal dari dalam individu
yang
dapat
mempengaruhi
terjadinya perbedaan perilaku etis
dari seorang akuntan dan auditor.
Nugrahaningsih (2005) mengatakan
bahwa locus of control, lama
pengalaman kerja, dan equity
sensitivity secara signifikan dapat
menciptakan
perbedaan
dalam
perilaku etis akuntan dan auditor.
Locus of control menurut Reiss dan
Maitra (1998) dalam Nugrahaningsih
(2005) terbagi menjadi dua yaitu
internal locus of control yang
memandang bahwa hasil yang
diperoleh,
baik
atau
buruk
merupakan tindakan, kapasitas,
dan faktor-faktor yang berasal dari
dalam diri mereka serta external
locus of control merupakan cara
pandang atas hasil yang diperoleh,
baik
atau
buruk
merupakan
pengaruh faktor dari luar seperti
keberuntungan, kesempatan, dan
takdir.
Nugrahaningsih
(2005)
mengatakan bahwa auditor dengan
internal locus of control cenderung
lebih bersikap etis dibandingkan
dengan auditor dengan external
locus of control. John Lopulisa yang
merupakan akuntan BSyMa Bogor
merupakan salah satu akuntan
yang menggunakan external locus of
control sehingga dapat berperilaku
tidak etis dengan terlibat kasus
kredit fiktif. John memiliki cara
pandang bahwa hasil yang baik
atau hasil yang buruk tersebut
dikendalikan dari keadaan diluar
dirinya (faktor eksternal), maka dari
itu John tidak bisa mengkontrol
dirinya untuk ikut serta dalam
rencana pengajuan kredit fiktif ini.
John
telah
dikendalikan
oleh
kesempatan yang diberikan oleh
para debitur yang mengajaknya
kerja sama untuk mengajukan

kredit fiktif sehingga pada akhirnya
John melakukan tindakan yang
tidak etis dengan tidak melakukan
prosedur pengajuan kredit dengan
sebagaimana mestinya. Akhirnya
John mendapatkan hasil yang
buruk dari perbuatan yang tidak
etis tersebut dengan pemecatan
dirinya sebagai pegawai BSyMa Bogor.
Maenurut Cahhokar dalam
Nugrahaningsih
(2005)
individu
terbagi menjadi tiga yaitu merasa
adil ketika input sama dengan
output (equity sensitivities), merasa
adil ketika input lebih besar dari
output (individu benevolents), dan
merasa adil ketika ouput lebih besar
dari
input
(entitleds
individu).
individu
benevolents
cenderung
akan
berperilaku
lebih
etis
dibandingkan
dengan
entitleds
individu (Nugrahaningsih, 2005).
John Lopulisa sebagai akuntan BSyMa
yang
ikut
kerjasama
dalam
pengajuan kredit fiktif dikarenakan
dirinya tergoda akan hadiah yang
diberikan oleh debitur jika rencana
tersebut
berhasil.
Hal
ini
menandakan bahwa John Lopulisa
menginginkan output (hasil) dari
pekerjaannya
lebih
besar
jika
dibandingkan dengan input (usaha)
yang
dilakukan.
Hal
ini
menandakan bahwa John Lopulisa
merupakan termasuk dalam tipe
pribadi entiteld individu, dimana
menurut Nugrahaningsih (2005)
lebih
cenderung
melakukan
perilaku tidak etis dan hal ini telah
terbukti dengan ikut sertanya John
dalam kasus kredit fiktif BSyMa
Bogor.
Apakah Auditor Eksternal Telah
Mati
dalam
Mendeteksi
Kecurangan ?
Terjadinya kasus kredit fiktif pada
BSyMa Bogor yang mengkaitkan pihak

internal BSyMa terutama accounting
officer
memang
menimbulkan
pertanyaan yang sangat besar atas
kehandalan laporan keuangan yang
dihasilkan pihak BSyMa. Pencairan
kredit yang telah dimulai sejak
tahun 2011 pastinya telah dicatat
pada laporan keuangan tahun 2011
dan diikuti tahun 2012 mengingat
kasus ini baru terungkap pada
tahun 2013. Lalu dimana peran
auditor eksternal ketika melakukan
audit pada tahun 2011 dan 2012?
Maenariknya
lagi
berdasarkan
informasi dari website Bank Syyariah
Maandiri yang diupload tahun 2013
menyatakan bahwa Bank Syyariah
Maandiri mendapatkan annual report
award
pada
katagori
swasta,
keuangan, dan tertutup selama 4
tahun berturut-turut mulai tahun
2009-2012. Penghargaan tersebut
merupakan
kerjasama
antara
Otoritas Jasa Keuangan (OJK),
Bank Indonesia, Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI), Direktorat Jendral
Pajak, Indonesia Sytock Exchange,
dan Komite Nasional Kebijakan
Governance (KNKG). Dengan kata
lain
atas
penghargaan
yang
diperoleh oleh BSyMa ini memastikan
bahwa laporan keuangan BSyMa yang
diaudit akan memiliki opini Wajar
Tanpa Pengecualian (WTP), hal ini
dibuktikan
dengan
laporan
keuangan BSyMa tahun 2012. Lalu
mengapa dengan opini tersebut dan
penghargaan yang telah diraih
ternyata di BSyMa terungkap kasus
kredit fiktif? Pertanyaan tersebut
yang harus diungkap lebih jelas
dengan pemikiran yang lebih dalam.
Penyebab
terjadinya
ketidaksesuaian antara opini audit
pada laporan keuangan dengan
realitas kasus kredit fiktif pada BSyMa
perlu
diketahui
dengan
menghubungkan
dengan
faktor

yang dapat mempengaruhi kualitas
audit dari auditor eksternal. Dengan
mengehubungkan
kedua
hal
tersebut
maka
dapat
diambil
kesimpulan
yang
dapat
mengungkap
realitas
di
BSyMa.
Nasution
&
Fitriany
(2012)
mengungkapkan beberapa faktor
yang berpengaruh terhadap sikap
skeptisme
profesional
dan
kemampuan
auditor
dalam
mendeteksi terjadinya kecurangan
yaitu
antaralain
beban
kerja,
pengalaman audit, dan gender
memiliki
pengaruh
terhadap
kemampuan
pendeteksian
kecurangan. Syedangkan ukuran
KAP dan posisi auditor tidak
berpengaruh terhadap kemampuan
pendeteksian kecurangan.
Pernyataan
Nasution
&
Fitriany (2012) yang mengatakan
bahwa
ukuran
KAP
tidak
berpengaruh terhadap kemampuan
pendeteksian kecurangan terbukti
benar jika dikaitkan dengan kasus
kredit
fiktif
BSyMa
Bogor.
Berdasarkan
dengan
laporan
keuangan BSyMa tahun 2012 yang
telah diaudit oleh KAP Purwanto,
Syuherman,
&
Syurja
yang
merupakan anggota dari Ernst &
Young tidak dapat mengetahui dan
mendeteksi terjadinya kecurangan
pada BSyMa Bogor yang melakukan
tindakan kredit fiktif. Opini audit
yang tercantum dalam laporan
keuangan tersebut adalah wajar
tanpa
pengecualian.
Hal
ini
menandakan bahwa ukuran KAP
yang besar tidak menjamin kualitas
audit
yang
diberikan
dapat
terpercaya dan terbukti benar.
Karena seharusnya pihak KAP yang
mengaudit laporan keuangan BSyMa
dapat mengetahui terjadinya kredit
fiktif
di
BSyMa
Bogor
ketika
melakukan proses review atas

kebenaran keberadaan kredit yang
diberikan
BSyMa.
Namun
pada
kenyataannya pihak KAP tidak
dapat
mengetahui
terjadinya
kecurangan
pada
kredit
yang
dilakukan
oleh Caabang
Bogor
hingga pada akhirnya opini yang
diberikan
adalah
wajar
tanpa
pengecualian. Jika pihak KAP
mengetahui adanya kecurangan
yang terjadi atas kredit fiktif yang
dilakukan oleh Caabang Bogor opini
audit yang diberikan tidak akan
wajar tanpa pengecualian sebelum
terjadi pengusutan kasus yang lebih
dalam. Pada kasus ini perlu
dipertanyakan
lagi
mengenai
kredibilitas KAP yang mengaudit
Bank Syyariah Maandiri.
Hasil penelitian Nasution &
Fitriany (2012) yang menyatakan
bahwa
pengalaman
kerja
dan
gender
berpengaruh
terhadap
kemampuan
pendeteksian
kecurangan tidak dapat dikatakan
benar berdasarkan kasus BSyMa.
Pada Bank Syyariah Maandiri yang
melakukan audit atas laporan
keuangan merupakan KAP besar
yang tergabung dalam Ernst &
Young
Indonesia
yaitu
KAP
Purwanto, Syuherman, dan Syurja.
KAP tersebut dapat dipastikan telah
memiliki pengalaman kerja yang
tidak sedikit dalam bidang audit
laporan
keuangan
perusahaan.
Syelain itu KAP tersebut dapat
dikatakan seharusnya memahami
proses audit secara detail terkait
akun-akun dalam laporan keuangan
dan bagaimana cara pembuktian
angka tersebut. Namun semua
argumen tersebut tidak berlaku
dalam
kasus
ini,
KAP
yang
mengaudit Bank Syyariah Maandiri
seakan-akan “buta” dan “kehilangan
akal” ketika melakukan audit terkait
jumlah kredit yang diberikan.

Proses pembuktian akan kenyataan
kredit tersebut tidak dilakukan
sehingga hal tersebut terlewat dan
terbebas yang pada akhirnya timbul
opini wajar tanpa pengeacualian
meskipun pada kenyataannya telah
terjadi kredit fiktif di BSyMa Caabang
Bogor.
Argumen
yang
dapat
membantu KAP yang mengaudit
laporan
keuangan
BSyMa
agar
setidaknya dapat membela diri atas
hasil kerjanya adalah banyaknya
beban kerja yang harus dilakukan
oleh KAP tersebut ketika mengaudit
laporan keuangan BSyMa. Beban
kerja memiliki dampak negatif
terhadap
kemampuan
dalam
mendeteksi kecurangan yang terjadi
(Nasution & Fitriany, 2012). Hal ini
menandakan bahwa dengan beban
kerja yang tinggi maka akan
semakin kecil kemampuan seorang
auditor dalam mendeteksi terjadinya
kecurangan. Hal ini lah yang
mungkin membuat KAP Purwanto,
Syuherman, dan Syurja tidak dapat
mendeteksi terjadinya kredit fiktif di
BSyMa Caabang Bogor. Bank Syyariah
Maandiri merupakan Bank Syyariah
dengan skala yang besar di
Indonesia yang memiliki banyak
sekali cabang yang tersebar di
berbagai wilayah di Indonesia. Atas
jumlah
cabang
yang
banyak
tersebutlah menimbulkan kesulitan
bagi pihak KAP yang mengaudit
laporan keuangan BSyMa untuk
membuktikan kredit satu per satu
di setiap cabang yang ada. Namun
meskipun demikian seharusnya
pihak KAP telah memiliki cara dan
trik penyelesaian masalah tersebut
dengan tepat mengingat terjadinya
suatu
kasus
terkait
kondisi
keuangan pada akhirnya juga akan
memiliki
dampak
terhadap
kredibilitas dari auditor eksternal

dan KAP yang mengaudit laporan
keuangan perusahaan tersebut.
Pada akhirnya kasus kredit
fiktif yang terjadi pada Bank Syyariah
Maandiri Caabang Bogor ini masih
menimbulkan
pertanyaan besar
yang dikaitkan dengan kualitas
audit atas laporan keuangan BSyMa.
Beberapa
argumen
dan
hasil
penelitian yang telah dihubungkan
dan dijelaskan diatas hanya dapat
memberikan sedikit dugaan atas
kualitas
audit
atas
laporan
keuangan BSyMa. Hal ini disebabkan
karena adanya kemungkinan lain
yang
dapat
menjawab
dan
memungkinkan
terjadinya
ketidaksesuaian antara opini audit
dengan kenyataan yang terjadi.
Kelemahan
Basis
Akrual,
Manajemen Laba, dan Perilaku
Koruptif
Manajemen
atau
Perusahaan
Kasus kredit fiktif yang
terjadi di Bank Syyariah Maandiri
Caabang Bogor merupakan suatu
kejadian yang menimbulkan suatu
teka-teki besar mengenai laporan
keuangan Bank Syyariah Maandiri
selama tahun 2011 dan 2012. Hal
ini dikarenakan kasus kredit fiktif
tersebut dimulai sejak tahun 2011
dan baru dapat diungkap pada
Oktober 2013 dan pemecatan
terhadap
para
pegawai
Bank
Syyariah Maandiri baru terjadi pada
akhir tahun 2012, sedangkan pada
laporan keuangan tahun 2011 dan
2012 opini audit yang diberikan
terhadap laporan keuangan Bank
Syyariah Maandiri adalah Wajar
Tanpa Pengecualian (WTP).
Laporan keuangan dengan
opini Wajar Tanpa Pengecualian
(WTP) seharusnya memiliki kualitas
yang baik dan tidak dimungkinkan
terjadinya ketidakwajaran terutama

kecurangan yang terjadi. Namun
bagaimana bisa laporan keuangan
suatu perusahaan dikatakan WTP
namun sebenarnya di dalamnya
terdapat kecurangan yang terjadi
dan tidak diketahui. Dugaan yang
tepat untuk menjelaskan kejadian
ini adalah perusahaan melakukan
tindakan earning management agar
dapat membuat laporan keuangan
yang
mengandung
unsur
kecurangan terlihat wajar dan baik.
Untuk menelaah hal tersebut harus
dilakukan pembahasan satu per
satu mengenai earning management
dan
kemungkinan
keterkaitan
dengan kredit fiktif di BSyMa Bogor.
Proses
penelahaan
ini
yang
mungkin dapat menjadi dugaan
selanjutnya yang dapat menjadi
alasan mengapa kasus kredit fiktif
ini bisa lepas dari audit yang
dilakukan oleh auditor eksternal
Bank Syyariah Maandiri.
Maanajemen laba (earning
management) merupakan suatu
bentuk upaya pihak manajemen
untuk merubah tampilan laba
dengan
menggunakan
metode
akuntansi. Maenurut Maeta (2010)
tindakan
manajemen
laba
merupakan tindakan dari pihak
manahemen untuk menaikkan atau
menurunkan laba yang dilaporkan
namun
tidak
mempengaruhi
kenaikan
atau
penurunan
profitabilitas jangka panjang. Syecara
singkat tindakan manajemen laba
merupakan
tindakan
untuk
merubah tampilan laba menjadi
tidak sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya.
Tindakan
merubah
tampilan laba yang dilaporkan
pastinya disebabkan oleh suatu
alasan
tertentu
dan
adanya
kelemahan dari metode akuntansi
yang diterapkan. Dengan demikian

dapat dikatakan metode akuntansi
yang diterapkan saat ini yaitu
metode akrual merupakan penyebab
terjadinya manajemen laba.
Maetode akuntansi akrual
merupakan metode dasar yang
digunakan untuk pencatatan dan
pengakuan transaksi, kejadian, dan
keadaan yang memiliki konsekuensi
terhadap kas perusahaan pada satu
periode
akuntansi.
Transaksi,
peristiwa, dan kejadian tersebut
diakui dan dicatat pada saat
terjadinya bukan pada saat terjadi
penerimaan atau pengeluaran kas.
Tujuan dari metode akrual ini
adalah untuk mengakuai dan
melaporkan pendapatan, beban,
keuntungan dan kerugian pada
periode tertentu yang merupakan
refeksi dari kinerja perusahaan
selama perusahaan beroperasi dan
tidak diketahui kapan berhentinya.
Dengan konsep pengakuan akrual
tersebutlah
yang
membuat
informasi dalam laporan keuangan
menjadi kabur.
Pengaburan
informasi
laporan keuangan tersebut pada
akhirnya menciptakan terjadinya
asimetri informasi antara pihak luar
perusahaan dengan pihak internal
perusahaan. Hal tersebutlah yang
dimanfaatkan
oleh
pihak
manajemen untuk dapat melakukan
perbuatan manajemen laba demi
mencapai tujuan dan kepentingan
pribadinya. Maagnan & Caormier
(1997:9) dalam Riduwan (2009)
menyatakan bahwa manajemen laba
dimotivasi oleh beberapa motivasi
yaitu meminimumkan biaya politis,
memaksimumkan biaya manajer,
dan
meminimumkan
biaya
keuangan. Syedangkan Watts &
Zimmerman
(1986)
mengklasifikasikan
motivasi
manajemen laba kedalam tiga

hipotesis
yaitu
political
cost
hypothesis, bonus plan hypothesis,
dan debt covenant hypothesis.
Berdasarkan
berbagai
motivasi
tersebut manajemen laba pada
dasarnya dapat dilakukan dalam
beberapa pola dan tindakan sesuai
dengan
motivasi
yang
mendasarinya.
Pola-pola manajemen laba
dapat dilakukan dengan beberapa
cara
yaitu
menaikkan
laba,
menurunkan laba, atau meratakan
laba. Pola manajemen laba tersebut
dapat dilakukan karena adanya
kelemahan
inheren
dalam
akuntansi
akrual
yang
menimbulkan terjadinya feksibilitas
dalam hal judgement yang dapat
digunakan utuk estimasi dalam
penysunan
laporan
keuangan.
Permasalahan yang terjadi sebatas
apa tindakan manajemen laba
tersebut dikatakan wajar dan bukan
merupakan tindakan manipulasi
laba.
(Djakman,
2003:
145,
Sychroeder dan Calark, 1998: 248)
dalam Riduwan (2009) menyatakan
bahwa manajemen laba bukan
merupakan tindakan fraud jika
pemilihan metode akuntansi yang
digunakan masih dalam batasan
yang diperbolehkan oleh standar
akuntansi.
Dengan
kata
lain
manajemen laba dapat menjadi
tindakan yang bersifat koruptif atau
tidak didasarkan atas batasan
pemilihan metode akuntansi yang
digunakan.
Jika kasus kredit fiktif BSyMa
Bogor
dihubungkan
dengan
tindakan manajemen laba maka
dapat dikatakan bahwa manajemen
laba yang terjadi pada laporan
keuangan BSyMa Bogor merupakan
tindakan manajemen laba yang
bersifat koruptif. Pada kasus kredit
fiktif BSyMa dapat dimungkinkan

pihak
manajemen
melakukan
tindakan manajemen laba untuk
menutpi terjadinya kasus kredit
fiktif. Hal ini dikarenakan kasus
kredit fiktif ini sudah dimulai pada
tahun
2011
dan
baru
bisa
dibuktikan
kebenarannya
pada
tahun 2013 maka laporan keuangan
2011 dan 2012 telah dirubah
tampilannya dengan melakukan
manajemen
laba.
Tindakan
manajemen laba yang dilakukan
untuk merubah tampilan laporan
keuangan tersebut dilandasi oleh
adanya motivasi untuk mencapai
keuntungan pribadi terkait tujuan
tercapainya pengajuan kredit fiktif.
Permasalahan selanjutnya adalah
apa fungsi manajemen laba dalam
kasus kredit fiktif ini.
Kredit fiktif yang terjadi pada
BSyMa Bogor akan berdampak pada
kas perusahaan. Kas perusahaan
akan berkurang akibat terjadinya
pencairan dana sebesar 102 miliar
untuk 197 kredit yang diajukan
pada tahun 2011. Syaat terjadi
pencairan kredit maka terjadi
pencatatan
akuntansi
yang
pertama. Syetelah itu akan terjadi
pencatatan selanjutnya yaitu ketika
terjadi pelunasan kredit atas kredit
yang telah diberikan. Permasalahan
dan manipulasi akuntansi mulai
terjadi
pada
transaksi
ini.
Pengajuan 197 kredit tersebut
sejumlah 153 nama nasabah kredit
merupakan
fiktif
yang
ini
menandakan bahwa tidak akan
terjadi pelunasan atas sejumlah
kredit tersebut. Untuk menutupi
tidak terjadinya pelunasan 153
kredit tersebut pihak akuntansi
disinilah
mulai
melakukan
pemanipulasian dengan akuntansi
metode yang telah dipilih oleh
manajer (kepala cabang pembantu
dan utama), sehingga meski tidak

terdapat pelunasan tetap terjadi
pencatatan transaksi dan laba
perusahaan tetap tidak berpengaruh
secara signifikan. Pada akhirnya
ketika waktu penerbitan laporan
keuangan perusahaan tetap dapat
melaporkan laba perusahaan dalam
kondisi baik dan tidak diketahui
telah terjadi kerugian akibat kredit
fiktif. Dalam hal ini tidak mungkin
sebenarnya bagi pihak BSyMa pusat
untuk tidak melakukan tindakan
manajemen laba karena pencairan
dana 102 miliar tersebut pasti akan
juga mempengaruhi kondisi kas
BSyMa pusat.
Dengan
demikian
dapat
dikatakan bahwa jelas baik BSyMa
Bogor atau BSyMa pusat dalam hal
laporan
keuangan
dapat
diindikasikan
melakukan
manajemen laba akibat adanya
kelemahan
metode
akuntansi
akrual. Hal ini dbuktikan dengan
opini yang diberikan oleh auditor
eksternal BSyMa yang memberikan
opini Wajar Tanpa Pengecualian
untuk laporan keuangan 2011 dan
2012 meskipun telah terjadi kredit
fiktif di BSyMa Bogor yang dapat
mempengaruhi kas BSyMa secara
keseluruhan. Namun dalam hal ini
terdapat motivasi yang mungkin
bisa berbeda dari dilakukannya
manajemen laba. Pihak BSyMa Bogor
melakukan manajemen laba dengan
motivasi dorongan untuk perilaku
koruptif yaitu memperlancar dan
menutupi terjadinya kredit fiktif
yang terjadi. Syedangkan pihak BSyMa
pusat melakukan manajemen laba
adalah untuk menutupi masalah
dugaan kasus kredit fiktif yang
masih
belum
bisa
dibuktikan
tujuannya adalah untuk menjaga
image
perusahaan
agar
tetap
dipandang memiliki kinerja yang
baik. Namun menurut Maujianto

dalam Riduwan (2009) mengatakan
bahwa
tidak
ada
tindakan
manajemen laba yang baik semua
tindakan manajemen laba selalu
dilandasi oleh tujuan pribadi atau
perusahaan yang dilakukan secara
sengaja. Pernyataan Maujianto ini
konsisten
dengan
apa
yang
disampaikan oleh IAI (2007) yang
mengatakan bahwa informasi harus
diarahkan untuk kebutuhan umum
dari
pengguna
bukan
untuk
beberapa
kepentingan
dan
diarahkan
untuk
mencapai
keuntungan
beberapa
pihak
sedangkan
merugikan
pihak
lainnya.
Dengan
demikian
dapat
dikatakan kasus kredit fiktif yang
terjadi di BSyMa Caabang Bogor ini
selain dikarenakan adanya motivasi
dan dorongan pribadi dari para
pelaku juga dikarenakan adanya
kesempatan dan peluang dari
kelamahan
metode
akuntansi
akrual. Maetode akuntansi akrual
yang membuka peluang untuk
digunakan
beberapa
judgement
untuk estimasi penyusunan laporan
keuangan memberikan kesempatan
bagi para pelaku untuk memilih
metode akuntansi yang dapat
menyembunyikan transaksi kredit
fiktif yang telah dilakukan. Hingga
pada akhirnya kredit fiktif yang
seharusnya mempengaruhi laba dan
kas perusahaan menjadi tidak
berpengaruh terhadap laba dan kas
perusahaan. Dengan kata lain pada
akhirnya kasus kredit fiktif ini
menimbulkan tindakan manajemen
laba.
Hubungan
KB
Dengan
Data
Kependudukan
dan
Demograf
Agama Di Dunia dan Indonesia.
Berdasarkan
data
PBB
(lampiran 1), posisi USyA berada

dalam posisi 3 dunia pada tahun
1950, kemudian pada tahun 1962
muncul
proyek
“Codex
Alimentarius”sebagai
program
kontrol populasi oleh WHO dan
FAO. Ini juga bukti bahwa ada
usaha dari PBB untuk benar-benar
mengurangi
populasi
penduduk
dunia sehingga akan ada negara
yang dimasa depan akan memiliki
jumlah penduduk lebih banyak
yakni Amerika. Pada tahun 1950
tersebut diketahui Russia yang
berada
satu
tungkat
dibawah
Amerika harus turun populasinya di
tahun 2013 dengan hanya berada
diposisi 9. Syeperti yang diketahui,
Russia merupakan rival Amerika
dan biasanya lebih memilih perang
untuk menunjukkan kekuasaannya.
Terbukti efek tersebut berdampak
pada penurunan penduduk Russia
dari 1950-2013. Namun bagaimana
dengan
negara
yang
memiliki
penduduk yang tinggi, Amerika
dengan IPPF mengenalkan program
KB ke seluruh dunia. Bahkan Cahina
yang memiliki penduduk tertinggi
didunia
sedang
gencar
melaksanakan
KB
dengan
ketentuan hanya 1 anak untuk 1
keluarga.
Di
India,
negara
yang
diprediksi menjadi negara dengan
populasi tertinggi pada tahun 2050
juga tak luput ikut serta dalam
menjalankan program KB seperti di
Indonesia. Bahkan secara lebih
frontal, program KB di India telah
memakan korban jiwa seperti yang
dilansir oleh aljazeera.com. prediksi
populasi penduduk di berbagai
negara
menjadi
dasar
untuk
penerapan program KB diseluruh
dunia.
Jika dihubungkan dengan
data demografi agama di Dunia,

maka Indonesia, India, dan Nigeria
yang
memiliki
pertumbuhan
penduduk yang tinggi dan mayoritas
beragama Islam menjadi target
utama dalam kontrol populasi PBB.
Berbagai masalah timbul di negara
tersebut menjadi bukti jika program
kependudukan
erat
kaitannya
dengan agama.
Terjadikah Korelasi antara KB
dengan Kasus Kredit Fiktif BSM
Bogor?
Syelain
beberapa
alasan
dan
argumen yang telah dijelaskan
sebelumnya mengenai penyebab
terjadinya kasus kredit fiktif ini
terdapat satu kemungkinan yang
menarik lagi untuk dibahas. Kasus
kredit fiktif BSyMa Bogor ini menjadi
lebih menarik jika dikaitkan dengan
program KB yang dilakukan oleh
pemerintah saat ini sebagai upaya
untuk meningkatkan kesejahteraan
ekonomi penduduk Indonesia. Jika
diliat sejenaknya maka bisa saja
terjadi korelasi antara KB dengan
motivasi kredit fiktif ini yaitu
terletak
pada
usaha
untuk
memaksimalkan
kesejahteraan
ketika dilakukannya kredit fiktif
dengan
menggunakan
metode
akuntansi akrual dan earning
management. Untuk mengetahui
lebih detail mengenai hubungan
antara kasus BSyMa Bogor dengan KB
maka perlu dilakukan penjabaran
satu per satu mengenai dua hal
yang berbeda tersebut.
KB pada dasarnya berdasarkan UU
No. 10 Tahun 1992 merupakan
bentuk kepedulian dan peran serta
masyarakat
untuk
dapat
menciptakan ketahanan keluarga
dan
peningkatan
kesejahteraan
melalui
pendewasaan
usia
perkawinan
dan
pengaturan
kelahiran. Maenurut Depkes (1999)

KB
merupakan
program
pembangunan
nasional
yang
bertujuan
untuk
menciptakan
kesejahteraan ekonomi, spiritual
dan
sosial
budaya
penduduk
Indonesia
agar
dapat
dicapai
keseimbangan yang baik dengan
kemampuan
produksi
nasional.
Berdasarkan tujuan utama program
KB tersebut dapat disimpulkan
bahwa
KB
merupakan
suatu
program yang berupaya untuk
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
melalui
penekanan
jumlah anak.
Program KB yang bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan
keluarga tersebut secara tidak
langsung akan berdampak pada
tingkat kriminalitas yang terjadi.
Hubungan ini terjadi karena dengan
setiap keluarga hanya memiliki
maksimal dua anak maka jumlah
beban tanggungan hidup keluarga
akan semakin kecil. Berkurangnya
jumlah beban tanggungan hidup
tersebut nantinya akan dapat
mengurangi minat seseorang untuk
melakukan
tindakan
kriminal
karena pendapatan yang diterima
akan
dirasa
cukup
untuk
memenuhi kebutuhan keluarga.
Maotivasi untuk memaksimalkan
kesejahteraan pun juga dapat
berkurang
seiring
dengan
menurunnya
jumlah
beban
tanggungan keluarga.
Kasus kredit fiktif yang terjadi di
Bank Syyariah Maandiri dengan
melibatkan tiga orang pegawai Bank
Syyariah
Maandiri
Bogor
yaitu
accounting officer, kepala cabang
dan kepala cabang pembantu serta
tiga debitur merupakan contoh
tindak
kriminalitas
yang
diakibatkan oleh adanya keinginan
untuk
memaksimalkan
kesejahteraan pribadi. Keinginan

untuk meningkatkan kesejahteraan
membawa para pelaku kepada
tindak
kriminalitas
dengan
melakukan pencurian terhadap kas
Bank Syyariah Maandiri melalui
pengajuan kredit fiktif.
Pelaku kasus kredit fiktif ini
melakukan
tindakan
kriminal
dengan
menggunakan
prosedur
akuntansi dan prosedur pengajuan
kredit yang dimodifikasi sedemikian
rupa
agar
dapat
memenuhi
tujuannya. Langkah awalnya adalah
dengan
melakukan
prosedur
pengajuan kredit dengan cara yang
tidak semestinya yaitu melakukan
pemalsuan dokumen dan prosedur
pengecekan dokumen yang tidak
benar. Syelanjutnya ketika telah
terjadi pencairan kredit pada tahun
2011 agar tidak diketahui oleh
pihak lain kemungkinan accounting
officer, kepala cabang pembantu,
dan kepala cabang utama bekerja
sama
melakukan
earning
management
untuk
membuat
laporan keuangan mereka nampak
wajar dan tidak menunjukkan
adanya transaksi yang tidak wajar.
Rentetan kejadian tersebut
menandakan adanya keterkaitan
antara proses akuntansi dengan
tindakan
kriminal
yang
pada
dasarnya semua dimotivasi atas
keinginan untuk memaksimalkan
kesejahteraan pihak-pihak yang
terkait dalam kasus ini. Prosedur
akuntansi yang berupa metode
akuntansi akrual dan judgementnya
digunakan untuk ca